Está en la página 1de 4

Stabilisasi Harga dan Pasokan Cabai dan Bawang Merah

Pemerintah berupaya sesegera mungkin melakukan stabilisasi harga dan pasokan cabai
dan bawang merah. Hal itu terkait dengan harga cabai yang melonjak akhir-akhir ini.
Pemantauan di wilayah-wilayah produsen cabai di seluruh Indonesia menunjukkan, harga di
tingkat petani mengalami sedikit kenaikan baik cabai merah besar maupun cabai merah
keriting. Penyebabnya adalah berkurangnya produktivitas.

Sebaliknya, harga cabai rawit merah justru turun sehingga memukul petani karena harus
menanggung kerugian cukup besar. Harga bawang merah nasional juga cenderung turun
karena panen raya di Bima, Nganjuk, dan sentra besar lainnya. Terkait hal itu, Dirjen
Hortikultura Spudnik Sujono baru-baru ini mengunjungi Bima bersama staf Direktorat
Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan. Pertanaman bawang merah
siap panen di hampir seluruh kecamatan sentra di Kabupaten Bima.

Penerapan manajemen tanam yang telah disosialisasikan oleh Direktorat Jenderal


Hortikultura memang belum sepenuhnya diterapkan oleh petani. Ditambah lagi dengan
distribusi tidak merata, tata niaga yang tidak efektif, serta adanya aksi ambil untung yang
berlebihan dan menyebabkan harga sangat fluktuatif. Hal ini turut melandasi terbitnya
Permendag Nomor 63 Tahun 2016 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan
Harga Penjualan di Konsumen yang berlaku per 9 September untuk 7 komoditas strategis,
termasuk cabai dan bawang merah.

Menyikapi kondisi harga fluktuatif saat ini, Kementerian Pertanian telah berkoordinasi
dengan Kementerian Perdagangan untuk segera menerapkan Permendag 63 tersebut. Upaya
lainnya yaitu dengan menghimbau Dinas Pertanian untuk melakukan pertanaman off season
serta mendorong Kementerian Perdagangan untuk melakukan intervensi dan perluasan akses
pasar.

Sumber: Koran Harian Kompas, edisi Kamis, 13 Oktober 2016. Hal. 19.
Geliat dari Halmahera Barat

Orang mengenal Jailolo karena festival budaya teluknya setiap bulan Mei. Boleh jadi
orang juga mengenal Jailolo sebagai ibu kota Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara.
Jika waktu dimundurkan, Jailolo pernah menjadi pemberitaan tahun 1999-2001 karena
konflik berbau SARA. Konflik horizontal jadi cerita lalu. Jailolo dan Halmahera Barat
berusaha mengejar ketertinggalan. Kawasan ini memiliki keindahan bahari yang cocok untuk
industri pariwisata. Tanahnya subur sehingga tanaman pangan, kopra, dan pala mencukupi
kebutuhan penduduk. Lautnya dalam dan di bibir Samudera Pasifik, jadi lumbung ikan
pelagis bernilai ekonomi tinggi, seperti cakalang, tongkol, tenggiri, dan tuna sirip kuning.

Data Badan Pusat Statistik memperlihatkan, kabupaten ini relatif rendah ketimpangannya
dengan angka rasio gini 0,25 pada 2014, sementara angka nasional 0,41. Jumlah penduduk
miskinnya sekitar 10 persen dari total 110.717.000 orang, yang secara persentase juga lebih
rendah dari angka nasional.

Namun, bila angka statistik disisir lebih lanjut, Halmahera Barat seperti mewakili banyak
wilayah timur dan pinggiran Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang
Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019 menyebutkan, ada 122 dareah tertinggal,
dengan lebih separuhnya ada di kawasan timur Indonesia, termasuk Halmahera Barat.
Indikator kemajuan suatu wilayah adalah kualitas sumber daya manusia, kemampuan
ekonomi masyarakat, sarana dna prasarana, serta aksesibilitas.

Dari sisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2015, misalnya, skor Halmahera Barat
hanya 62,99, jauh di bawah skor nasional 69,55 dan Provinsi Maluku Utara dengan skor
65,91. Dari 10 kabupaten di Maluku Utara, selain Halmahera Barat, lima kabupaten
dikategorikan tertinggal, yaitu Kepulauan Sula, Halmahera Selatan, Halmahera Timur, Pulau
Morotai, dan Pulau Taliabu. Kabupaten Morotai adalah satu dari 10 tujuan wisata prioritas
nasional.

Banyak daerah tertinggal memiliki potensi ekonomi besar. Laut adalah potensi yang
belum tergarap di wilayah kepulauan di timur Indonesia. Meskipun kaya ikan yang bernilai
ekonomi tinggi, nelayan setempat masih mencari ikan secara tradisional. Andalan
pertumbuhan ekonomi adalah pariwisata bahari menyelam atau memancing selain wisata
budaya. Laut sekitar Teluk Jailolo menimpan biota laut khas peralihan antara bagian barat
dan timur Indonesia. Festival Teluk Jailolo menampilkan pesta budaya empat kkesultanan
penghasil rempah,yaitu Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo.

Namun, potensi ekonomi tersebut terhambat ketersediaan listrik. Dalam sehari, listik di
Jailolo enam-tujuh kali mati dan di beberapa kecamatan hanya ada pada malam hari.
Ironisnya, Halmahera Barat menyimpan energi panas bumi berpotensi 70 MW. Sudah ada
investor yang berminat, tetapi terhambat perizinan pusat. Inilah ironi pembangunan kita,
seperti ayam kurus di lumbung padi.

Sumber: Koran Harian Kompas, edisi Senin, 3 Oktober 2016. Hal. 17.
Pemerintah Dorong Produk Olahan Kopi Ditingkatkan

Pemerintah mendorong peningkatan ekspor produk olahan kopi untuk menaikkan nilai
tambah komoditas itu. Tren konsumsi kopi sebagai gaya hidup di banyak negara menjadi
peluang bagi petani hingga kalangan industri kopi Tanah Air untuk memperbanyak
diversifikasi produk sehingga berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto menyatakan


itu di sela-sela perayaan Hari Kopi Internasional bertajuk “It’s Coffee Day” yang dipusatkan
di Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu, 1 Oktober 2016. “ekspor produk kopi olahan baru
sebatas kopi instan, ekstrak, esens, dan konsentrat kopi. Sebarannya masih ke Asia Tenggara,
Tiongkok, dan Uni Emirat Arab. Ini harus ditingkatkan”, ujarnya.

Padahal, selain biji kopi mentah, produk kopi olahan juga punya posisi strategis untuk
komoditas ekspor. Saat ini, dari total nilai ekspor kopi dalam negeri sekitar 914,48 juta dollar
AS atau sekitar Rp 11,9 triliun, baru 40 persen (Rp 4,7 triliun) disumbang produk olahan kopi.
Sisanya masih dikirim dalam bentuk biji kopi.

Nilai impor produk kopi olahan mencapai Rp 1,4 triliun. Negara asal impor terbesar
adalah Malaysia, Brasil, India, Vietnam, Italia, dan Amerika Serikat. Meski neraca
perdagangan kopi olahan surplus, menurut Panggah, potensi ekspor masih terbuka luas.
Sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar dunia, Indonesia harus mampu mengambil
peluang dari tren konsumsi kopi sebagai gaya hidup masyarakat di berbagai belahan dunia.

Untuk itu, dia mendorong memperbanyak produksi olahan kopi. Tidak sebatas dalam
bentuk minuman seperti kopi instan dan kopi mix cepat saji, tetapi juga dalam bentuk produk
lain, seperti kosmetik, farmasi, dan esens makanan. Dengan demikian, kesinambungan rantai
nilai, mulai dari petani, industri sampai jasa ritel dan kafe berkembang lebih baik dan
memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi perekonomian nasional.

Berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional tahun 2015-2035, industri


pengoolahan kopi masuk dalam sektor prioritas. Karena itu, pemerintah terus menciptakan
iklim usaha yang kondusif bagi industri pengolahan kopi melalui kebijakan fiskal dan
nonfiskal serta penerapan standar mutu.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian


Perindustrian Willem Petrus Riwu mengatakan, untuk mengantisipasi kenaikan impor kopi,
terutama kopi instan bubuk, pemerintah memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI)
kopi instan secara wajib. Ini untuk melindungi masyarakat dari produk olahan kopi bermutu
rendah.

Pemerintah akan terus meningkatkan mutu produk olahan kopi, terutama biji sangrai
(roasted bean), melalui penguasaan teknologi sangrai. Upaya lain, kata Willem, dengan
peningkatan kapasitas sumber daya manusia, seperti barista, roaster, dan penguji cita rasa
(cupper).

Sumber: Koran Harian Kompas, edisi Senin, 3 Oktober 2016. Hal. 20.
Bijak Memilih Jenis Bahan Bakar

Oktan adalah angka yang menunjukkan tekanan maksimal yang bisa diberikan di
dalam mesin sebelum bensin terbakar secara spontan. Pembakaran spontan ini menimbulkan
ketukan didalam mesin, yang oleh kebanyakan orang disebut ngelitik atau knocking. Nah,
dengan angka oktan yang tinggi, efek knocking dapat diminimalkan.

Di Indonesia ada tiga perusahaan yang menyediakan bensin beroktan di atas 90.
Pertama adalah Pertamina dengan Pertamax (92), Pertamax Plus (95), Pertamax Turbo (98),
dan Pertamax Racing (100); kemudian Shell dengan Shell Super (92) dan V Power (95);
terakhir Total dengan Performance 92 (92) dan Performance 95 (95). Juli 2015, Pertamina
meluncurkan Pertalite dengan RON 90 dengan harapan agar masyarakat dapat beralih dari
Premium ke bensin jenis baru ini.

Lantaran harga bensin RON 92 dan 95 yang dirasakan tinggi, beberapa pemilik mobil
nekat mengambil risiko menggunakan bensin dengan oktan di bawah yang dianjurkan.
Padahal, produsen mobil sudah mensyaratkan mobil harus menggunakan bensin dengan
oktan di atas 90.

Apabila mobil dipaksa menggunakan bahan bakar di bawah anjuran produsen, akan
lebih cepat muncul karbon sisa pembakaran yang dapat menurunkan performa dan efisiensi
mesin. Jika ini dibiarkan dapat memicu rusaknya beberapa komponen bagian dalam mesin.

Menggunakan bensin beroktan rendah memang sering dianggap sebagai langkah


untuk mendapatkan nilai ekonomis. Akan tetapi, kalau dibuat perhitungan dalam jangka
panjang, mungkin yang terjadi malah sebaliknya, pemilik harus merogoh kocek lebih dalam
untuk melakukan perbaikan pada sejumlah komponen yang rusak.

Sementara itu, penggunaan bensin beroktan tinggi (sesuai anjuran pabrik) dapat
membuat kerja mesin lebih efisien. Dampaknya, konsumsi bahan bakar bisa ditekan. Uang
yang dikeluarkan dalam jangka panjang pun relatif bisa ditekan. Selain itu, penggunaan
bensin yang tepat dapat memperpanjang usia komponen mesin, serta tidak akan
menggugurkan garansi mobil baru. Sudah bijakkah Anda memilih bahan bakar?

Sumber: Koran Harian Kompas, Edisi Rabu, 2 November 2016. Hal. 34.

También podría gustarte