Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN IUFD (intra uterin fetal death )
1. Definisi
IUFD atau stilbirth kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai
mood kehamilan 28 minggu ( berat badan lahir lebih atau sama dengan 1000 gr ). kematian
janin dalam kandungan disebut intra uterin fetal death yakni kematian yang terjadi saat usia
kehamilan lebih dari 20 minggu atau trimester kedua. Jika terjadi pada trimester pertama
disebut keguguran atau abortus. IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda – tanda kehidupan
janin dalam kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20
minggu. IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari
rahim ibunya tanpa memandang tua nya kehamilan. ( Rustam, 1998).
Intra Uteri Fetal Death (IUFD)/kematian janin dalam rahim sebelumnya disebut
stillbirth, berhubungan dengan preeklamsia atau eklamsia, abrupsio plasenta, plasenta previa,
diabetes, infeksi, anomali kongenital, dan penyakit isoimun (Hamilton, 1995, p. 185).
Sebelum 20 minggu: kematian janin dapat terjadi dan biasanya berakhir dengan
abortus. Bila hasil konsepsi yang sudah mati dikeluarkan dan tetap tinggal dalam rahim disebut
missed abortion.
Sesudah 20 minggu: biasanya ibu telah merasakan gerakan janin sejak kehamilan 20
minggu dan seterusnya. Apabila wanita tidak merasakan gerakan janin dapat disangka terjadi
kematian janin dalam rahim.
Tanda-tanda pertama kematian janin adalah :
a. Kurangnya gerakan janin yang diikuti dengan menurunnya secara bertahap tanda-tanda dan
gejala kehamilan
d. Radiografi menunjukkan adanya tonjolan tulang-tulang kepala janin yang disebut tanda-tanda
spalding.
Bila IUFD telah dikonfirmasikan, orang tua diundang untuk turut serta dalam membuat
keputusan tentang persalinan dan kelahiran janin. Hal ini memberikan pada meraka rasa kontrol
diri dalam situasi yang terkontrol. Orang tua mungkin menginginkan hal tersebut dengan
segera. Namun bagi mereka yang mengalami IUFD dianjurkan bahwa persalinan dapat di tunda
untuk beberapa hari agar orang tua dapat mengenali realitas dari keadaan, untuk
menginformasikan pada teman dan keluarga, dan untuk mendapatkan dukungan, sehingga
dapat menangani satu krisis pada suatu waktu daripada mengatasi dengan kelahiran dan
kematian secara bersamaan (Hamilton, 1995, p. 185). Ibu diberikan dorongan untuk
mengundang orang yang yang dapat memberikan dukungan hadir dalam persalinannya hanya
bila bayi mereka hidup. Obat-obatan diberikan untuk mengurangi rasa sakit tetapi tidak untuk
mengurangi proses berkabung. Proses berkabung dapat menjadi ringan bila orang tua mampu
untuk menerima kenyataan tentang kelahiran dan menerima kehilangan. Mereka diberikan
Orang tua diberi dorongan untuk memberikan nama pada bayinya sehingga mereka
akhirnya menyadari status, identitas dan realitas anaknya. Beberapa ibu menginginkan ruangan
dimana mereka dapat mengekspresikan rasa dukanya secara pribadi. Bagi ibu kembali ke
rumah setelah melahirkan dengan tangan hampa merupakan waktu yang paling menyakitkan.
Barang-barang yang telah dikumpulkan untuk bayinya harus harus disingkirkan dan akan
merasakan kekosongan selama beberapa minggu atau bulan (Hamilton, 1995, p. 186).
2. Etiologi
adapun penyebab IUFD :
a. Perdarahan antepartum seperti plasenta previa dan solusio plasenta
b. Pre eklamsi dan eklamsi
c. Penyakit kelainan darah
d. Penyakit infeksi menular
e. Penyakit saluran kencing
f. Penyakin endokrin seperti diabetes mellitus dan hipertiroid
g. Malnutrisi
3. Respon berduka
4. Manifestasi
a. ibu tidak merasakan gerakan janin
b. nyeri akut hilang timbul atau menetap.
c. perdarahan pervaginam sesudah hamil 22 minggu.
d. bagian – bagian janin teraba
e. denyut nadi ibu cepat
5. Komplikasi
Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu.
Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipofibrinogenemia)
akan lebih besar. Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak
menghasilkan tromboplastin masuk kedala peredaran darah ibu, pembekuan intravaskuler yang
dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit terjadilah pembekuan darah yang meluas
menjadi disseminated intravaskular coagulation hipofibrigenomia ( kadar fibrinogen < 100 mg
%)
Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300 – 700 mg%. Akibat kekurangan
fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik postpartum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu
setelah janin mati. Partus biasanya berlangsung 2-3 mingggu setelah janin mati. Dampak
psikologis dapat timbul dari ibu setelah lebih dari 2 minggu kematian janin yang dikandungnya.
Bila ketuban telah pecah, kemungkinan infeksi meninggi.
6. Patofisiologi.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kematian janin dan kandungan, antara lain :
a. waspada jika ibu mengalami pendarahan hebat akibat plasenta previa (plasenta yang menutupi
jalan lahir) atau solusio plasenta (terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya di dalam
uterus sebelum bayi dilahirkan). Otomatis Hb janin turun dan bisa memicu kematian janin.
8. Penanganan
1. Bila disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim, tidak usah terburu – buru bertindak,
sebaiknya diobservasi dulu dalam 2-3 minggu untuk mencari kepastian diagnosis.
2. Biasanya selama masih menunggu ini, 70 – 90 % akan terjadi persalinan yang spontan.
3. Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau 1 minggu setelah diagnosis, partus
belum mulai, maka wanita harus dirawat agar dapat dilakukan induksi partus.
4. Induksi partus dapat dimulai dengan pemberian estrogen untuk mengurangi efefk progesteron
atau langsung dengan pemberian oksitoksin drip, dengan atau tanpa amniotomi.
6. Penatalaksanaan
a. Terapi
1. Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa
bayinya telah meninggal. Pada tahap ini perawat berperan sebagai motivasi untuk
meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada
2. Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan
melalui hasil USG dan rongent foto abdomen, maka perawat seharusnya melakukan rujukan.
3. Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan.
b. Persiapan
Keadaan memungkinkan yaitu Hb>10gr%, tekanan darah baik. Dilakukan pemeriksaan
laboratorium, yaitu: pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan,
dan waktu protombin.
c. Tindakan:
1. Kuretasi vakum
2. Kuretase tajam
3. Dilatasi dan kuretase tajam
4. Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu.
a. Misoprostol 200 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
b. Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya.
c. Kombinasi pematangan batang laminaria dengan misoprostol atau pemberian tetes oksitosin
10 IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
5. Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 20-28 minggu
a. Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
b. Pemasangan batang laminaria 12 jam.
c. Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal
60 tetes per menit.
d. Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati.
e. Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati.
6. Pengakhiran kehamilan jika lebih dari 28 minggu kehamilan.
a. Misoprostol 50 mg inttravagina, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
b. Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks (tidak efektif
bila dilakukan pada KPD)
c. Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal
60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2 labu.
d. Kombinasi ketiga cara diatas
e. Dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila didapatkan indikasi
ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.
7. Periksa ulangan (follow up) dilakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari.
Dilakukan pemeriksaan nifas seperti biasa. Mengkaji ulang tentang keadaan psikologis,
keadaan laktasi (penghentian ASI), dan penggunaan alat kontrasepsi.
Referensi:
Hamilton, Persis Mary. (1995). Dasar-dasar keperawatan maternitas. Ed. 6. Jakarta : EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde.(2001). Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri ginekologi dan
KB. Jakarta: EGC.