Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
2. Etiologi
a. Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera
kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu:
1) Trauma primer Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi
dandeselerasi)
2) Trauma sekunder Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang
meluas,hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
b. Trauma akibat persalinan
c. Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat
olahraga.
d. Jatuh
e. Cedera akibat kekerasan.
3. Manifestasi klinik
a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih.
b. Kebingungan
c. Iritabel
d. Pucat
e. Mual dan muntah
f. Pusing
g. Nyeri kepala hebat
h. Terdapat hematoma
i. Kecemasan
j. Sukar untuk dibangunkan
k. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar darihidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal
4. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosadapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen
sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal
cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr. Jaringan otak, yang merupakan 15
% dari cardiac output dan akibat adanya perdarahanotak akan mempengaruhi tekanan
vaskuler, dimana penurunan tekananvaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi.
Menurut Long, trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit kepala, tulang kepala,
jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu berakibat terjadinya
akselerasi, deselerasi dan pembentukan rongga. Trauma langsung juga menyebabkan rotasi
tengkorak dan isinya,kekuatan itu bisa seketika/menyusul rusaknya otak dan
kompresi,goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dariobyek yang
bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi,kikisan/konstusio pada lobus
oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum dapat terjadi. Sedangkan cidera deselerasi
terjadi bila kepala membentur bahan padat yang tidak bergerak dengan deselerasi yang cepat
dari tulang tengkorak. Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai
tingkat berat ialah edema otak, deficit sensorik dan motorik. Peningkatan TIK terjadi dalam
rongga tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya timbul masa lesi,
pergeseran otot.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan
otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder
dapat terjadi sebagai kemampuana utoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area
cedera. Konsekuensinyameliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi
hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera
kepala “fokal”dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya
untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan darikerusakan fokal
yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral,serta kerusakan otak sekunder
yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak
menyebar dikaitkan dengankerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat
bentuk yaitu:cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan
otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan
koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer
serebral, batang otak, atau dua-duanya.Sedangkan patofisiologi menurut Markum (1999).
trauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi
tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul,
getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika sehingga banyak energi
yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga
akan menyebabkan haematomaepidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut
juga akanmempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay
oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan odema cerebral. Akibat
dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karenaisi otak terdorong ke
arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikanT.I.K (Tekanan Intra Kranial)
merangsang kelenjar pituitari dan steroidadrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat
akibatnya timbul rasa mualdan muntah dan anaroksia sehingga masukan nutrisi kurang
(Satya, 1998).
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui
adanyainfark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
b. MRIDigunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
c. Cerebral AngiographyMenunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
d. EEG (Elektroencepalograf)Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
e. X-Ray Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
f. BAER Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
g. PET Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
h. CSF, Lumbal PungsiDapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid
dan untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
i. ABGs Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial
j. Kadar Elektrolit Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatantekanan intrkranial
k. Screen ToxicologiUntuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunankesadaran.
6. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepalaadalah sebagai
berikut:
a. Observasi 24 jam
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.Makanan atau
cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanyacairan infus dextrosa 5 %,
amnifusin, aminofel (18 jam pertama dariterjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.
c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
d. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
e. Terapi obat-obatan.
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edemaserebral, dosis
sesuai dengan berat ringanya trauma.
2) Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangivasodilatasi.
3) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol20 % atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
4) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin)atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.
5) Pada trauma berat. karena hari-hari pertama didapat penderitamengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natriumdan elektrolit maka
hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam
pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dandextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari
selanjutnya bila kesadaran rendahmakanan diberikan melalui nasogastric tube
(2500 - 3000 TKTP).6.Pembedahan bila ada indikasi.
7. Komplikasi
a. Hemorrhagie
b. Infeksi
c. Edema serebral dan herniasi
Doenges, M. 1989.Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Car.2 nded. Philadelpia
: F.A. Davis Company.Long; B and Phipps W. 1985.
Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach.St. Louis : Cv. Mosby
Company.Asikin, Z. 2011.
Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat
Bantu Napas. Jakarta.Harsono. 2011.
Kapita Selekta Neurologi Jogjakarta : Gadjah Mada UniversityPressSaanin, S dalam.
Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta:EGC.Hudak & Gallo. 2014
Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II.Jakarta: EGC.Iskandar. 2014.
Cedera Kepala . Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer.Suriadi & Rita Yuliani. 2015.
Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.Jakarta: EGC Bajamal, A. 2014
Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma. PendidikanKedokteran Berkelanjutan Ilmu
Bedah Saraf. Surabaya.Umar, K. 2011.
Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala Surabaya : Airlangga Univ.
Press.Umar, K. 2011.