Está en la página 1de 32

MAKALAH

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

DOSEN PENGAMPU:

UMI NUR KHOLIFAH, M.Psi

OLEH KELOMPOK 8 :

1. Yamin Nurazizah (1643500118)


2. Raden Ayu Windi Oktaliani (1653500083)
3. Ria Puspita Sari (1653500092)
4. Rilia Tamara Lubyanti (1653500093)

PSIKOLOGI ISLAM
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH PALEMBANG
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang “Psikoanalisa menurut Erich Fromm” meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga penulis berterimakasih pada Ibu Ummi Nur Kholifah, M.Psi
selaku dosen mata kuliah Psikologi Keepribadian yang telah memberikan tugas ini
kepada penulis.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Psikoanalisa menurut Erich Fromm”
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah, yang kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.


Sebelumya penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.

Palembang, 13 September 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI
1.1 KATA PENGANTAR ....................................................................................... 2
1.2 BAB I PENDAHULUAN .................................................................... ............. 5
A. LATAR BELAKANG ................................................................... ............. 5
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................... ............. 5
C. TUJUAN ......................................................................................... ............. 6
1.3 BAB II PEMBAHASAN ..................................................................... ............. 7
A. Gambaran Umum Teori Psikoanalisis Humanistis .................... ............. 7
B. Biografi Erich Fromm ................................................................................. 8
C. Asumsi Dasar Erich Fromm7 ....................................................... ............ 12
D. Kebutuhan Manusia ...................................................................... ............ 13
 Keterhubungan .......................................................................................... 14
 Keunggulan ............................................................................................... 15
 Keberakaran .............................................................................................. 16
 Kepekaan akan Identitas ........................................................................... 17
 Kerangka Orientasi ................................................................................... 18
E. Beban Kebebasan ........................................................................................ 18
1. Mekanisme Pelarian ............................................................................... 18
 Authorianism ........................................................................................ 18
 Sifat Merusak ....................................................................................... 18
 Konformitas .......................................................................................... 19
2. Kebebasan Positif .................................................................................... 20
F. Orientasi Karakter ...................................................................................... 21
1. Orientasi Nonproduktif .......................................................................... 21
 Reseptif................................................................................................. 21
 Eksploitatif ........................................................................................... 22
 Menimbun ............................................................................................ 22
 Memasarkan ......................................................................................... 23
2. Orientasi Produktif ................................................................................. 25
G. Gangguan Kepribadian............................................................................... 25
 Nekrofilia .................................................................................................. 26

3
 Narsisme Berat .......................................................................................... 26
 Simbiosis Inses .......................................................................................... 27
H. Otoritarianisme dan Rasa Takut ............................................................... 27
1.4 BAB III PENUTUP ............................................................................................. 29
1.5 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 30

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori Psikoanalisis Humanistis menurut Erich Fromm,ketika seorang anak memikirkan
perang sedang terjadi dikampung halamannya perang yang ia lihat secara langsung adalah
perang dunia satu,perang besar. Ia melihat orang-orang dari negaranya jerman membenci orang-
orang dari negara lawan terutama prancis dan inggris,dan ia yakin bahwa orang-orang prancis
dan inggris membenci orang-orang jerman,perang tersebut tidak masuk akal. Bukanlah satu-
satunya hal yang mengganggu pikiran sianak muda.Ia juga sulit memahami kejadian bunuh diri
seorang seniman cantik yang masih muda ia membunuh dirinya segera setelah kematian
ayahnya sebuah kejadian membuat seorang anak laki-laki berusia 12 tahun merasa bingung dan
galau.Sang perempuan tersebut teman dari keluarga si anak cantik an berbakat,sedangkan
ayahnya tua dan tidak menarik. Namun demikian,ia meninggalkan pesan sebelum bunuh diri
menyatakan bahwa ia ingin dikuburkan bersama ayahnya sang anak tidak dapat memahami
keinginan ataupun tindakannya tersebut seniman cantik itu tampak memiliki segalanya untuk
hidup,tetapi ia memilih kematian dari pada kehidupan tanpa ayahnya. Pengalaman ketiga yang
membantu terbentuknya awal kehidupan sang anak adalah bimbingan dari guru-guru talmud
(kumpulan naskah hasil diskusi para Rabi mengenai ajaran Yahudi). Hosea dan Amos yang
dapat menyelamatkan manusia dari iblis walaupun akhirnya ia menelantarkan
agamanya,pengalaman dengan ahli-ahli talmud ini bercamour dengan kebenciannya terhadap
perang dan kebingungannya akan seniman yang bunuh diri,menghasilkan pandangan humanistik
yang subtansial dari Erich Fromm.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan Erich Fromm tentang manusia?
2. Apa pokok-pokok teori Erich Fromm?
3. Apa tipe-tipe karakter Erich Fromm?
4. Apa prinsip-prinsip teori kepribadian Erich Fromm?

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Autisme
1. Pengertian Autis
Kata ‘autis’ berasal dari bahasa Yunani “auto” berarti sendiri, yang ditujukan pada
seseorang yang menunjukka gejala “hidup dalam dunianya sendiri”. Pada umumnya
penderita autism mengacuhkan suara, penglihatan, maupun kejadian yang melibatkan
mereka. Jika ada reaksi, biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi, atau malahan
tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespons terhadap
kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih saying, bermain dengan anak lain,
dan sebagainya).
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi, dan interaksi sosial. Autis dapat terjadi pada semua kelompok
masyarakat yang kaya, miskin, di desa, kota, berpendidikan, maupun tidak, serta
pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia.
Autism merupakan gangguan yang membuat seseorang menarik diri dari dunia
luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri seperti berbicara, tertawa, menangis
dan marah-marah sendiri. Autisme bisa terdeteksi pada anak berumur paling dikit 1
tahun. Autisme lebih banyak menyerang anak laki-laki dari pada anak perempuan.
Gejala autis infantile timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada bagiann
anak, gejala-gejala itu sudah ada sejak lahir. Tetapi secara garis besar, autis adalah
gangguan perkembangan, khususnya terjadi pada masa anak-anak, yang membuat
seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam
dunianya sendiri. Pada anak-anak biasa disebut dengan autis infantil.

2. Karakteristik Autisme
a. Gangguan dalam berkomunikasi verbal maupun non-verbal meliputi:
 Kemampuan berbahasa dan keterlambatan atau sama sekali tidak dapat
berbicara
 Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim
digunakan

6
 Berkomunikasi dengan bahasa tubuh, dan hanya dapat berkomunikasi dalam
waktu singkat
 Kata-katanya tidak dapat dimengerti orang lain
 Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang
sesuai
 Menirukan kata, kalimat atau lagu tanpa tau artinya

b. Gangguan dalam bidang interaksi sosial meliputi:


 Gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka
 Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering di duga tuli
 Merasa tidak sennag atau menolak dipeluk
 Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan
berharap orangt tersebut melakukan sesuatu untuknya
 Ketika bermain, ia selalu menjauh bila didekati

c. Gangguan dalam bermain diantaranya ialah bermain sangat monoton dan aneh,
misalnya mengamat-amati terus menerus dalam jangka waktu yang lama
sebuah botol minyak. Bila senang satu mainan tidak mau mainan lainnyaa.
Lebih menyukai benda-benda seperti botol, gelang, karet, baterai, atau benda
lainnya.
d. Gangguan perasaan dan emosi dapat dilihat ketika ia tertawa-tawa sendiri,
menangis, atau marah tanpa sebab yang nyata. Sering mengamuk tak
terkendali, terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang di inginkan
e. Gangguan dalam persepsi sensoris meliputi:
 Perasaan sensitif terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman dan
rasa (lidah)
 Menggigit, menjilat, atau mencium mainan atau benda apa saja
 Bila mendengar suara keras, ia akan menutup telinga
 Menangis setiap kali di cuci rambutnya
 Merasa tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu
 Bila digendong sering merosot atau melepaskan diri dari pelukan

7
3. Gejala Autis
Gejala-gejala yang umumnya dilakukan pada anak-anak penderita autis ialah
lambat dalam menguasai bahasa sehari-hari, hanya bisa mengulang-ulang beberapa
kata, mata tidak jernih dan asyik dengan dunianya sendiri Beberapa gejala dari autis
meliputi:
a. Dalam interaksi sosial yang timbal-balik
 Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai, kontak mata
sangat kurang, ekspresi wajah kurang hidup
 Tidak bisa bermain dengan teman sebaya
 Tidak ada empati ( tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain)
 Kurang mampu mengadakan hubungan sosial
b. Dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada satu dari gejala-gejala dibawah
ini:
 Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang
 Sering menggunakan bahasa yang aneh dan di ulang-ulang
 Cara bermain kurang variatif, kurang imajenatif, dan kurang dapat meniru

4. Penyebab Autis
Penyebab autis sampai sekarang belum dapat ditemukan dengan pasti. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin hepatitis B bisa
mengakibatkan anak mengidap penyakit autis. Hal ini dikarenakan vaksin ini
mengandung zat pengawet Thimerosal.
Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan multifaktorial. Bebrapa peneliti
mengungkapkan terdapat gangguan biokimia. Ahli lain berpendapat bahwa autis
disebabkan gangguan psikiater/jiwa. Namun ada pula ahli yang berpendapat bahwa
autis disebabkan kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang
terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar, yang
mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis. Beberapa teori
yang didasarkan oleh beberapa penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk mencari
penyebab dan proses terjadinya autis.
Perdebatan yang terjadi akhir-akhir ini berkisar pada kemungkinan penyebab autis
yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Penelitian dari inggris, Andrew Wakefield, dan

8
Bernard Rimland dari amerika, mengadakan penelitian mengenai hubungan antara
vaksinasi, terutama MMR (meals, Mumps, Rubella) dan autisme. Namun beberapa
ahli juga melakukan penelitian dan menyatakan bahwa bibit autis telah ada jauh hari
sebelum bayi dilahirkan, bahkan sebelum dilakukan vaksinasi, kelainan ini
dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa keluarga melalui gen autis.
Patricia Rodier, ahli embrio dari amerika menyatakan bahwa korelasi antara autis
dan cacat lahir yang disebabkan oleh Thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan
jaringan otak dapat terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukkan janin.
Penelitian lainnya, Minshe, menemukan bahwa pada anak yang terkena autis, bagian
otak yang mengendalikan pusat memori dan emosi menjadi lebih kecil daripada pada
anak normal.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi
pada semester ketiga saat kehamilan, atau pada saat kelahiran bayi. Karin Nelson,
ahli neorology Amerika mengadakan penyelidikan terhadap protein otak dari darah
bayi yang baru lahir. Empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein tinggi,
yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein tinggi ini berkembang
menjadi autis dan keterbelakangan mental.

5. Cara Penanganan dan Pencegahan


a. Pemeriksaan
Pemeriksaan diagnosis autis ialah melalui diagnosis klinis atau hanya
berdasarkan pengamatan langsung dan tidak langsung (melalui wawancara
orangtua atau anamnesa). Sehingga dalam penegakkan diagnosis autis sebenarnya
tidak harus menggunakan pemeriksaan labiratorium yang sangat banyak dan
mahal.
Tidak ada satu pun pemeriksaan medis yang dapat memastikan suatu diagnosis
autis pada anak. Tetapi terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat menunjang
diagnosis yang dapat digunakan sebagai dasar intervensi dan strategi pengobatan.
Sehingga pemeriksaan penunjang laboratorium hanya untuk kepentingan strategi
penatalaksanaan semata dan bukan sebagai alat diagnosis.
Bila terdapat gangguan pendengaran harus dilakukan beberapa pemeriksaan
audio gram dan Typanogram. EEG untuk memeriksa gelombang otak yang

9
menunjukkan gangguan kejang, diindikasikan pada kelainan tumor dan gangguan
otak. Pemeriksaan lain ialah screening gangguan metabolk, dengan melakukan
pemerikasaan darah dan urin untuk melihat metabolism makanan di dalam tubuh
dan pengaruhnya pada tumbuh kembang anak.
Beberapa spektrum autis dapat disembuhkan dengan diet khusus. MRI
(Magnetic Resonance Imaging) dan CAT Scans ( Computer Assited Axial
Tomography) sangat menolong untuk mendiagnosis kelainan struktur otak secara
lebih detail. Pemeriksaan genetik melalui pemeriksaan darah ialah untuk melihat
kelainan genetik, yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pada penderita autis telah dapat ditemukan pola
DNA dalam tubuhnya.
1) Observasi Secara Langsung
Observasi secara langsung ini meliputi interaksi langsung, penilaian
fungsional, dan penilaian dasar bermain. Observasi langsung yang sering
dilakukan ialah dengan melakukan interaksi langsung dengan anak diikuti
dengan wawancara terhadap orang tua dan keluarga. Informasi tentang emosi
anak, sosial, komunikasi, kemampuan kognitif, dapat dilakukan secara
bersamaan melalui interaksi langsung, observasi dalam berbagai situasi, dan
wawancara dengan orang tua dan pengasuhnya.
Orang tua dan anggota lainya harus aktif dalam penilaian tersebut.
Observasi langsung lainnya ialah dengan melakukan penilaian fungsional.
Tujuan penilaian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bisa terjadi
perubahan perilaku, seperti perilaku gerakan yang aneh, perilaku bicara yang
khas, dan sebagainya. Berdasarkan pertimbangan itu, perubahan perilaku
merupakan suatu cara untuk berkomunikasi dengan lingkungan. Penilaian
fungsional termasuk wawancara, observasi langsung, ialah untuk mengetahui
apakah anak menderita autis atau dikaitkan ketidakmampuan dalam
komunikasi melalui perilaku anak. Penilaian secara fungsional ini akan
membantu dalam perencanaan intervensi atau terapi okupasi yang harus
diberikan.
Penelitian dasar bermaian juga merupakan observasi langsung yang penting
untuk dilakukan. Penilaian ini melibatkan orang tua, guru, pengasuh atau

10
anggota keluarga lainnya untuk mengamati situasi permainan yang dapat
memberikan informasi hubungan sosial, emosional, kognitif dan
perkembangan komunikasi. Dengan mengetahui kebiasaan belajar anak dan
pola interaksi melalui penilaian, permainan, pengobatan secara individual dapat
direncanakan.

2) Peranan orang tua dan dokter


Untuk mendeteksi keterlambatan khususnya gangguan, dapat digunakan 2
pendekatan. Memberikan peranan kepada orang tua, nenek, guru atau pengasuh
untuk melakukan deteksi dini dan melaporkan kepada dokter bila anak
mengalami keterlambatan atau gangguan perkembangan dan perilaku.
Misalnya, bila anak mengalami keterlambatan bicara, nenek mengatakan
bahwa ayah atau ibu juga terlambat bicara atau anggapan bahwa anak yang
cepet jalan akan lebih lambat bicara. Kadang-kadang dipersulit oleh reaksi
menolak dari orang tua yang tidak mengakui bahwa anak mengalami
keterlambatan bicara.
Peranan orang tua untuk melaporkan kecurigaannya dan peran dokter untuk
menanggapi keluhan tersebut, sama pentingnya dalam penatalaksanaan anak.
Bila dijumpai keterlambatan atau penyimpangam, harus dilakukan pemeriksaan
atau menentukkan apakah hal tersebut merupakan variasi normal atau suatu
kelainan yang serius. Jangan berpegang pada pendapat :”nanti juga akan
membaik sendiri” atau “anak semata-mata hanya terlambat sedikit”, tanpa
pemeriksaan yang cermat. Akibatnya diagnosis yang terlambat dan
penatalaksanaan yang semakin sulit.
Langkah yang harus dilakukan ialah dengan melakukan uji tapis atau
screening, gangguan perilaki atau autis pada anat yang dicurigai yang dapat
dilakukan oleh dokter. Kemampuan penilaian screening autis ini hendaknya
juga harus dimiliki oleh para dokter umum, atau khususnya dokter spesialis
anak. Dokter hendaknya harus cermat dalam melakukan penilaian screening
tersebut. Bila mendapatakan konsultasi dari orang tua pasien yang dicurigai
menderita autis atau gangguan perilaku lainnya, sebaiknya dokter tidak

11
melakukan penilaian atau saran kepada orang tua sebelum melakukan
screening secara cermat.
Banyak kasus dijumpai tanpa pemeriksaan dan penilaian screening autis
yang cermat, dokter sudah berani memberikan saran bahwa masalah anak
tersebut normal, dan nantinya akan membaik dengan sendiriya. Orang tua
sebaiknya tidak menerima begitu saja saran dari dokter bila belum di lakukan
screening autis secara cermat. Bila perlu, orang tua dapat menanyakan
pendapat kedua kepada dokter lainnya untuk mendapatkan konfirmasi yang
jelas.

6. Kelebihan Penyandang Autis


Anak-anak penderita autis ternyata memiliki kelebihan yang kadang tidak dimiliki
anak-anak normal lainnya. Mereka bisa memiliki IQ di atas rata-rata, karena mereka
biasanya hanya terfokus pada satu hal saja. Dan bila mereka melakukan satu hal,
mereka akan melakukannya dengan teliti. Misalnya, anak penderita autis tersebut
memiliki bakat bermusik, dan dia menyukai alat msuik gitar, maka anak tersebut
akan belajar dan memainkannya dengan sangat teliti dan cermat. Kalau dia sembuh,
anak tersebut akan memiliki kepandaian yang sangat baik. Untuk itu orang tua harus
memperhatikan setiap detail perkembangan anak tersebut setiap waktu.

B. Sindroma Down
1. Latar Belakang Sejarah
Gambaran karekteristik dari orang-orang sindroma down ini dilukiskan untuk
pertama kali pada sebuah altar gereja di Aachen, jerman yang di buat pada tahun
1505. Namun sindroma down tampaknya belum dikenal sebagai suatu keberadaan
sampai tahun 1866, ketika Dr. John Langdon Down (1828-1896), seorang dokter
inggirs yang berkerja di surrey, untuk pertama kali menggambarkan ciri-ciri
karakteristik sindroma tersebut. Down tidak mengetahui penyebab kondisi yang ia
gambarkan itu. Pendapatnya bahwa sindroma down disebabkan oleh hubungan
keturunan dengan suku mongol primitive, segera di sanggah oleh anaknya, Reginald,
yang juga adalah seorang dokter.

12
Walaupun de Waardenburg telah mengajukan dugaan pada yahun 1932 bahwa
sindroma down mungkin disebabkan oleh kelainan kromosom, barulah dikemudian
hari hal ini dapat dikonfirmasikan. Pada tahun 1959, 93 tahun setelah penggambaran
diri down, Lejeune dan rekan-rekannya di Paris membuktikan bahwa sindroma down
berkaitan dengan adanya kelebihan sebuah kromosom.

2. Karakteristik-karakteristik Khusus
Di masa lalu, cirri-ciri minor menjadi cirri paling penting bagi sindroma down.
Hal ini disebabkan karena, sebelum tahun 1959, tidak ada pemeriksaan yang dapat
dengan pasti menentukan apakah seorang anak menderita sindroma down atau tidak.
Oleh karena itu banyak cirri khusus yang digambarkan dan beberapa ciri, seperti pola
sidik jari, diteliti dengan rinci. Hal ini tidak lagi diperlukan.
Ciri-ciri yang disebut di bawah adalah ciri-ciri yang berguna dalam mengenali
penyakitr ini dan dapat membantu pada orang tua, ialah sebagai berikut:
 Wajah. Ketika dilihat dari depan, anak penderita sindroma down biasanya
mempunyai wajah yang bulat. Dari samping, wajah cenderung mempunyai
profil datar
 Kepala. Belakang kepala sedikit rata pada kebanyakan orang penderita
sindroma down. Ini dikenal sebagai brachycephaly.
 Mata. Mata dari hampir semua anak dan orang dewasa penderita sindroma
down miring sedikit ke atas. Selain itu, sering kali ada lipatan kecil pada kulit
secara vertikal antara sudut dalam mata dan jembatan hidung. Ini dikenal
sebagai lipatan epicanthuc atau epicanthus. Hal ini seringkali dilihat pada bayi
yang normal. Pada anak normal dan anak penderita sindroma down, lipatan ini
nantinya akan menjadi kurang menonjol dan mungkin menghilang, ketika anak
bertumbuh, sehingga dikit mengencang dan menutup jembatan hidung. Hal ini
penting karena lipatan epicanthic yang menonjol dapat memberikan kesan yang
keliru sehingga mata terlihat juling pada anak-anak.
Mata mungkin mempunyai bintik putih atau kuning terang di sekitar pinggir
selaput pelangi (bagian berwarna/hitam dari mata). Bintik-bintik ini disebut bintik
Brushfield, dinamai sesuai dengan nama penemunya, seorang dokter inggris, Dr T.
Brushfield. Bintik ini mungkin juga ada pada mata anak normal. Bintik ini sering kali

13
menghilang di kemudian hari jika selaput pelangi menjadi coklat atau berwarna
gelap. Seperti lipatan epicanthic, bintik ini tidak mengganggu penglihatan.
 Rambut. Rambut anak-anak dengan sindroma down biasanya lemas dan lurus
 Leher. Bayi-bayi yang baru lahir dengan sindroma down mungkin memiliki
kulit berlebihan pada bagian belakang leher, namun hal ini biasanya berkurang
sewaktu mereka bertumbuh. Anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa
yang memiliki sindroma down cenderung memiliki leher yang pendek dan
lebar
 Mulut. Rongga mulut sedikit lebih kecil dari rata-rata, dan lidahnya sedikit
lebih besar. Kombinasi ini membuat sebagian anak mempunyai kebiasaan
untuk menjulurkan lidahnya. Orang tua sering kali dapat mengentikan
kebiasaan ini dengan mengajarkan pada sang anak untuk meletakkan lidahnya
di dalam mulut sejak usia dini.
 Tangan. Kedua tangan cenderung lebae dengan jari-jari yang pendek. Jari
kelingking kadang-kadang hanya memiliki satu sendi dan bukan dua seperti
biasanya. Jari kelingking ini mungkin juga sedikit melengkung ke arah jari-jari
lain, suatu karakteristik yang menurun pada sejumlah keluarga di mana hal
tersebut tidak berkaitan dengan sindroma down. Ini dikenal sebagai
‘klinodaktili’.
 Kaki. Kedua kaki cenderung pendek dan gemuk dengan jarak yang lebar
(celah sandal) antara ibu jari dan telunjuk. Hal ini mungkin disertai dengan
suatu alur pendek pada telapak kaki, yang berawal dari celah tersebut lalu
kebelakang sepanjang beberapa sentimeter.
 Tonus. Tungkai dan leher anak kecil dengan sindroma down sering kali
terkulai . lembeknya otot ini dinamakan ‘hipotonia, yang berarti mempunyai
‘tonus rendah’. Tonus adalah tahanan yang diberikan oleh otot terhadap
tekanan pada waktu otot dalam keadaan relaksasi. Ukuran tubuh anak-anak
dengan sindroma down biasanya mempunyai berat badan kurang daripada
berat rata-rata. Panjang tubuhnya sewaktu lahir juga lebih pendek. Semasa
kanak-kanak, mereka tumbuh dengan lancar namun lambat, dan sebagai orang
dewasa umunya mereka lebih pendek daripada anggota keluarga mreka yang
lain. tinggi mereka biasanya berkisar sekitar di bawah tingi rata-rata orang

14
normal yaitu kira-kira 145 sampai 168 cm pada pria dan 132 sampai 155 cm
pada wanita.

3. Pengertian Sindroma Down


Sindroma down merupakan salah satu dari sedikit penyakit yang disertai dengan
ketidakmampuan intelektual dimana diagnosis dapat dibuat segera setelah anak lahir.
Ciri-ciri penampilan fisik dari sindroma down adalah ia mungkin mirip ibunya,
ayahnya, neneknya atau bibinya. Rambutnya dapat merah, hitam, atau berwarna
terang. Matanya dapat biru, coklat, hijau, atau abu-abu. Ia mungkin berkulit gelap
atau terang, bahkan ia dapat memiliki ciri-ciri yang membuat samua manusia
berbeda satu sama lain. hal ini bukan hanya untuk penampilan fisik saja, namun juga
pada tempramen dan berbagai kemampuannya.
Anak-anak sindroma down mungkin bersifat ‘easy-going’ atau sebaliknya
berkemauan keras. Sebagian menyukai musik, sementara yang kainnya tidak tertarik
sama sekali. Sebagian sangat energik, yang lain kurang aktif. Tetapi semuanya
menderita ketidakcakapan intelektual pada derajat tertentu, yang mungkin ringan
pada yang satu dan lebih menonjol pada yang lain. anak-anak dan orang dewasa
dengan sindroma down berbeda-beda dalam penampilan, temperamen, dan
kemampuan. Setiap orang merupakan individu yang unik.
Sebuah sindroma adalah suatu keadaan yang dikenali dengan sekumpulan ciri
yang muncul bersama-sama. Sindroma down adalah sindroma yang sudah ada sejak
lahir. Hal itu terjadi karena perkembangan abnormal dari janin. Dahulu orang-orang
dengan sindroma down disebut sebagai penderita ‘mongolisme’ atau mirip orang
‘mongol’. Istilah ini muncul karena penderita ini mirip dengan orang-orang asia.
Istilah sindroma seperti itu sepertinya sudah usang, sehingga saat ini kit6a
menggunakan istilah’sindroma down’.

4. Penyebab Sindroma Down


Sindroma down merupakan sindroma con genital (kelainan bawaan) yang paling
sering terjadi. Sindroma ini merupakan kelainan kromosomal yang paling lazim dan
juga merupakan penyebab ketidakmampuan intelektua yang paling sering ditemukan.

15
Untuk dapat mengerti bagaimana terjadinya sindroma down, pertama-tama kita
harus mekihat komponen-komponen terkecil dari tubuh, yaitu sel, gen, dan
kromosom. Setiap sel tubuh memiliki 46 kromosom. Ke-46 kromosom terdiri dari 23
pasangan, yang separuhnya berasal dari salah satu orang tua. Setiap kali sebuah sel
membelah menjadi dua, sel-sel baru yang terbentuk mempunyai jumlah kromosom
yang sama, yaitu 46 buah. Satu-satunya sel manusia yang berbeda ialah sel telur atau
sel sperma, yang hanya memiliki separuh jumlah tersebut, yaitu 23. Hal ini perlu
supaya pada waktu sel telur dan sperma bersatu, terbentuk sebuah sel yang terdiri
atas 46 kromosom.
Sindroma down itu terjadi karena kesalahan kromosomal. Sindroma down muncul
bila terdapat kelebihan sebuah kromosom nomor 21. Kromosom tambahan ini,
karena gen-gen yang terkandung di dalamnya, menyebabkan protein-protein tertentu
terbentuk secara berlebihan di dalam sel. Hal ini menganggu pertumbuhan normal di
dalam tubuh janin. Protein-protein apa saja yang terlibat dan bagaimana mereka
berkerja, sampai saat ini belum diketahui.
Ketika janin berkembang, sel-sel tubuh tidak membelah secepat yang normal, dan
ini mengakibatkan sel-sel tubuh yang terbentuk jumlahnya sedikit, sehingga
terbentuk bayi yang lebih kecil. Di samping itu, migrasi sel-sel yang terjadi pada
pembentukkan berbagai bagian tubuh tertentu menjadi terganggu, khususnya pada
otak. Begitu individu dengan sindroma down lahir, seliuruh perbedaan-perbedaan ini
sudah ada. Bayi tersebut, karena memiliki lebih sedikit sel-sel otak dan mempunyai
kelainan pembentukan otak, akan lambat belajar. Perubahan-perubahan ini sudah
berlangsung sebelum kelahiran, dan tidak dapat dipulihkan kembali sesudahnya.
Keberadaan suatu kromosom tambahan juga mempengaruhindaya tahan hidup
janin, 80% kehamilan dengan sindroma ini berakhir dengan keguguran. Anak-anak
yang lahir dengan sindroma ini karenanya dapat dianggap sebagai kesaksian terhadap
kemampuan ibu untuk dapat mempertahankan mereka selama kehamilan walaupun
terdapat masalah sebesar ini. Sekarang telah diketahui bahwa tidak perlu terdapat
tambahan seluruh kromosom 21 untuk menyebabkan sindroma down. Yang
diperlukan hanyalah tambahan sebuah bagian kecil dari kromosom 21 yang kritis.
Sisa kromosom 21 yang lain, yang juga berlebih, tampaknya tidak mempunyai
peranan dalam mengahsilkan sindroma ini.

16
5. Peranan Orang Tua
a. Menjulurkan Lidah
Anak-anak dengan sindroma down sering kali memiliki kebiasaan menjulurkan
lidah mereka. Selama anak dalam masa bayi, hal itu tidak perlu dikhawatirkan.
Namun, sejak usia satu tahun ke atas, barulah untuk memulai mengajarkan anak
anda untuk menjaga agar lidahnya tetap di dalam mulut. Kadang-kadang, cukup
dengan memberikan isyarat verbal kepada anak, seperti ‘masukan lidah’ atau
selanjutnya hanya ‘memasukan’ dengan nada yang sama. Anda juga perlu
memberikan ketukan halus pada dagunya, atau menyentuh bibir bawahnya dengan
gerakan halus ke atas menggunakan sisi jari anda. Pada saat yang sama. Anda
harus katakana ‘jangan’. Puji dia bila ia memasukan kembali lidahnya.

b. Mencucurkan Air Liur


Anak- anak dengan sindroma down, karena tonusnya yang rendah, cenderung
membiarkan mulutnya terbuka dan mencucurkan air liur selama masa kanak-
kanak dini. Bila anak di ingatkan untuk menelan, kebiasaan ini umumnya
berhenti. Mungkin perlu jugs menutup mulut sang anak dengan lembut seperti
yang dijelaskan di atas. Dengan cara-cara ini, kebanyakan anak sudah berhenti
mencucurkan air liur pada waktu mereka berusia sekitar empat tahun.

c. Anak-anak yang lari berkeliaran sewaktu di ajak pergi ke luar rumah


Anak-anak yang menghilang diam-diam merupakan hal yang sangat
mencemaskan orang tua. Pertama-tama anda harus pastikan anak anda
mengenakan gelang berikut namanya, alamat dan nomor telepon, kalau-kalau ia
sampai hilang. Jangan berharap anak anda mendampingi anda bila anda berjalan
sangat cepat. Sulit bagi anak-anak kecil dengan sindroma down untuk tetap di sisi
orang dewasa, dan sering kali mereka lebih baik dimasukan pada sebuah kereta
dorong

C. ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

17
1. Pengertian ADHD
ADHD adalah istilah populer, kependekan dari attention deficit hyperactivity
disorder; (Attention= perhatian; Deficit= berkurang; Hyperactivity= hiperaktif; dan
Disorder= gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan
pemusatan perhatian disertai hiperaktif.
Istilah ini sering muncul pada dunia medis yang belakangan ini gencar pula
diperbincangkan dalam dunia pendidikan dan psikologi. Istilah ini memberikan
gambaran tentang suatu kondisi medis yang disahkan secara internasional mencakup
disfungsi otak, dimana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls,
menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentan perhatian mereka. Jika hal ini
terjadi pada seorang anak dapat menyebabkan berbagai kesulitan belajar, kesulitan
berperilaku, kesulitan sosial, dan kesulitan-kesulitan lain yang kait-mengait.
Jadi, jika didefinisikan, secara umum ADHD menjelaskan kondisi anak-anak yang
memperlihatkan simtom-simtom (ciri atau gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif, dan
impulsif yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktifitas hidup
mereka.
Gejala-gejala rentang perhatian yang kurang meliputi :
 Gerakan yang kacau;
 Cepat lupa;
 Mudah bingung; dan
 Kesulitan dalam mencurahkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan
bermain.
Adapaun gejala-gejala impulsivitas dan perilaku hiperkatif meliputi :
 Emosi gelisah;
 Mengalami kesulitan bermain dengan tenang;
 Mengganggu anak lain; dan
 Selalu bergerak.
Apakah anak-anak lain tidak menunjukkan perilaku demikian dari waktu ke
waktu? Memang betul. Teman-temannya mungkin berperilaku demikian, tetapi
perbedaan pada kebanyakan anak ADHD adalah tingkatan dan intensitas terhadap
gejala yang ditampakkanya. ADHD merupakan suatu gangguan kronis (menahun)
yang dapat dimulai pada masa bayi dan dapat berlanjut sampai dengan dewasa.

18
Gangguan kronis ADHD dapat mempunyai pengaruh negatif terhadap kehidupan
anak di sekolah, di rumah, dan didalam komunitasnya.
Perilaku anak ADHD sangat membingungkan dan sangat kontradiktif. Perilaku
yang gegabah (kurang terkontrol) dan tidak terorganisasi adalah sumber utama bagi
stres anak, orang tua, saudara, guru, dan teman di kelas. Misalnya, banyak orang
bertanya-tanya, “Mengapa anak laki-laki itu tidak pernah mau duduk? Mengapa anak
perempuan itu tidak pernah dapat melakukan aktivitasnya sampai selesai?” Namun,
dalam keadaan dan waktu tertentu, anak ADHD seperti juga kebanyakan anak
lainnya, terlihat baik-baik saja. Inkonsistensi itu menyebbakan orang lain berfikir,
bahwa anak ADHD dapat melakukan sesuatu jika mereka melakukannya dengan
lebih giat, atau jika orang tua atau gurunya menerapkan aturan-aturan yang lebih
ketat.
Biasanya, usaha keras dan aturan yang lebih ketat tidak membantu karena
sebagian besar anak ADHD sudah berusaha berbuat secara keras. Mereka ingin
melakukannya dengan baik, tetapi selalu terhambat oleh kontrol diri yang lemah.
Hasilnya, mereka merasa sakit, bingung, dan sedih karena menjadi ‘anak hina’ yang
tidak dapat berkonsentrasi, atau gelar yang mereka dapatkan, seperti “perwira
angkatan udara” (space cadet). Mereka sering mengomel, membuang barang-barang,
atau bahkan memukul pantatnya karena gagal menyelesaikan pekerjaan dan aktivitas
didalam rumah.

2. Penyebab ADHD
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa kemungkinan ADHD lebih
besar dialami anak laki-laki bila dibandingkan dengan anak perempuan. Pendapat ini
tampaknya dibuat berdasarkan perkiraan bahwa anak laki-laki lebih banyak
menampilkan perilaku yang mengarah pada gejala tipe hiperaktif atau implusif,
sehingga lebih jelas terlihat gangguan ADHD-nya. Akan tetapi anak perempuan
sering kali menampilkan tipe inattentif yang sering kali tidak teridentifikasi sebagai
gejala ADHD. Oleh karena itu perbedaan gender tampaknya tidak mempengaruhi
seorang anak mengalami ADHD.
Penelitian selama 25 tahun terakhir menunjukkan kemungkinan ADHD
disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan neurotransmitter atau penghantar sinyal-

19
sinyal saraf pada 3 area otak. Area otak tersebut adalah Lobus Fontal yang berfungsi
untuk mengatur tingkah laku seseorang, Ganglia Basal dan Cerebellum yang
berperan dalam koordinasi dan pengendalian gerakan motorik.
Selain difokuskan pada keadaan neurologis yang diduga mengalami kelainan
kondisi, penelitian juga diarahkan untuk mengetahui adanya kemungkinan ADHD
secara genetik atau keturunan. Tampaknya penelitian ini menunjukkan adanya
indikasi yang signifikan bahwa ADHD dapat diturunkan secara genetis. Faktor lain
yang dapat menyebabkan gangguan ADHD pada anak adalah faktor medis seperti
komplikasi ketika proses kelahiran dan berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 g)

3. Karakteristik Anak dengan ADHD


Tampilan utama dari anak dengan ADHD adalah masalah perilaku. Perilaku yang
tampak biasanya berkaitan dengan mudahnya sang anak merasa frustasi, sering
mengamuk, keras kepala, depresi, penolakan dari teman bermain, dan sebagainya.
Orangtua dan guru sering kali menganggap anak dengan ADHD sebagai anak yang
malas dan tidak bertanggung jawab. Mereka juga dinilai sebagai anak yang sulit
untuk menerima perubahan, meskipun perubahan yang terjadi adalah perubahan yang
menyenangkan. Anak dengan ADHD biasanya mudah terlibat konflik dengan
orangtua, dan figur otoritas lainnya karena perilakunya yang sering kali
membangkang dianggap sebagai ketidaktahuan. Namun demikian jarang sekali
seorang anak dengan ADHD menunjukkan satu karakteristik perilaku saja.
 Inattention (Gangguan Pemusatan Perhatian)
Orang tua sering kali mengeluh bahwa anaknya seakan tidak mendengar
informasi yang baru disampaikan, atau istilahnya masuk telinga kiri keluar telinga
kanan. Meskipun orang tua yakin anaknya mendengar, tetapi pada kenyatannya
anak tidak ingat dan tidak paham atas informasi tersebut. Anak juga sering kali
mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi yang diberikan secara lisan.
Perilaku yang paling mendasar dari ADHD adalah masalah pemusatan
perhatian pada tugas. Ketidakmampuan ini bukan berarti anak dengan ADHD
tidak bisa memusatkan perhatian terhadap suatu tugas atau hal tertentu, justru
mereka selalu memperhatikan hal-hal yang berada disekitar mereka. Semua
rangsang diterima oleh indera mereka tanpa dapat dikendalikan rangsang mana

20
yang harus dan akan direspons terlebih dahulu. Akibatnya anak akan bersikap
langsung mengerjakan tugas yang dihadapi , tanpa ada proses perencanaan, dan
ketika mereka terganggu oleh rangsang lain, maka seketika itu pula mereka
berhenti mengerjakan tugas dan merespons rangsang yang baru tersebut.
Keadaan ini juga sangat dipengaruhi oleh faktor situasi. Berdasarkan hasil
penelitian, gambar yang menarik, kilatan-kilatan cahaya dari gambar yang
bergerak dilayar, baik televisi maupun monitor komputer, dan warna-warna cerah,
mampu menarik dan mempertahankan perhatian anak dengan ADHD. Anak
seperti ini akan mengalami kesulitan bila harus memusatkan perhatian dalam
kondisi individual , tetapi jika mereka berada dalam lingkungan yang kompleks
seperti kelas yang ramai, mereka mempunyai banyak masalah dalam
menyelesaikan tugasnya. Tidak sedikit pula anak yang terganggu oleh rangsang
yang tidak hanya berasal dari luar dirinya, tetapi juga dari dalam dirinya, misalnya
dengan ide-ide atau pikiran yang muncul ketika mengerjakan sesuatu. Anak tidak
mampu menahan diri untuk menyelesaikan terlebih dahulu tugas yang dihadapi
baru kemudian melakasanakan ide atau pikirannya. Maka yang terjadi adalah ia
meninggalkan tugas yang dihadapi dan langsung melaksanakan hal yang baru
saja dipikirkannya.

 Impulsivitas
Perilaku impulsif secara umum adalah perilaku individu yang kurang mampu
mengendalikan diri. Pada anak ADHD, perilaku impulsif ini tidak direncakan dan
tidak disadari sehingga tidak benar bila ada anggapan bahwa anak dengan ADHD
merencanakan perilaku ‘nakal’nya. Sebenarnya mereka mengetahui mana yang
benar dan salah. Tetapi, sering kali mereka berfikir setelah mereka bertindak.
Akibatnya mereka melakukan hal yang bodoh dan tidak perlu. Dengan demikian
anak ADHD ini mudah terlibat masalah.
Dampak atas perilaku impulsif ini sangat luas terutama dalam lingkup
pergaulan sosailnya dan lingkungannya bermain. Anak dianggap sebagai
‘pengacau’ karena sulit menunggu giliran dan mengendalikan diri. Namun mereka
tidak menyadari hal tersebut sehingga mereka tidak memahami alasan mengapa
mereka dihukum atau dijauhi teman-temannya.

21
 Disorganisasi
Ciri ini mungkin dapat teramati dari tampilan fisik anak, yaitu misalnya dari
cara ia berpakaian atau cara ia menyimpan barang-barangnya. Tidak ada
pengaturan yang sistematis terhadap barang-barang miliknya seperti mainan,
buku, atau catatan sekolah lainnya. Masalah ini juga terlihat ketika anak harus
menyiapkan tugas untuk dibawa ke sekolah keesokan harinya. Biasanya mereka
baru akan memberitahu orangtua pada malam sebelum tugas harus dibawa.
Ketidakmampuan dalam mengatur berbagai hal akan berpengaruh terhadap
kemampuan anak untuk menyelesaikan tugas dikemudian hari.

 Relasi Sosial
Terlepas dari sensitivitas anak secara umum dan ada keinginan yang kuat untuk
dapat diterima oleh orang lain, anak dengan ADHD sering kali salah dalam
membaca tanda-tanda sosial dan secara implusif menampilkan perilaku sosial
yang tidak sesuai. Anak dengan ADHD dapat saja memberikan komentar yang
menyakitkan hati orang lain, tanpa ia sendiri menyendiri.
Dilain waktu, ada keinginannya yang sangat kuat untuk ikut bergabung dalam
suatu kelompok permainan, anak dengan ADHD langsung bergabung tanpa
permisi sehingga dirasakan oleh teman-temannya sebagai gangguan. Akibatnya
teman-temannya menolaknya dan hal ini membuat ia bingung karena baginya
tindakan yang dilakukannya tidak salah dan hanya karena ia ingin bermain
bersama.

 Perilaku Agresif
Perilaku anak yang agresif biasanya merupakan akibat negatif yang
berkepanjangan dari ADHD. Jika perilaku agresif muncul, biasanya makin sulit
untuk menangani perilaku anak. Yang dimaksud perilaku agresif adalah perilaku
yang menyerang orang lain. Perilaku ini dapat berupa tindakan fisik atau tindakan
verbal.
 Konsep Diri

22
Anak dengan ADHD sangat sensitif secara emosional dan neurologis terhadap
kegagalan dan kesulitan yang ia alami. Selain kesadaran dan rasa frustasinya
dalam menghadapi kegagalan, anak dengan ADHD sering kali mendapatkan kritik
dan umpan balik negatif dari teman, saudara, bahkan orang dewasa. Anak-anak ini
lantas menganggap dirinya buruk dan lama kelamaan mereka makin ragu terhadap
kemampuan yang dimilikinya dalam bidang akademik dan situasi sosial. Sering
kali mereka dianggap pengganggu atau perusak suasana. Ditambah lagi dengan
istilah atau julukan yang ditujukan pada mereka, seperti nakal, ceroboh, atau
pengganggu. Keadaan ini tentunya akan menimbulkan kemarahan anak yang
disebabkan oleh akumulasi frustasi, stress, dan impulsivitas yang mereka alami.
Tampilannya dapat berupa ketidakpercayaan diri akan kemampuan diri karena
merasa tidak mampu,sampai kepada depresi.

 Perilaku Mencari Sensasi


Bentuk yang terburuk dari perilaku ini tidak muncul sesering ciri-ciri yang lain.
Beberapa anak ADHD secara neurologis mengalami keadaan mental siaga yang
berada dibawah normal, sehingga seakan-akan mereka dalam kondisi mengantuk.
Akibatnya, mereka memerlukan lebih banyak stimulasi yang tampak dalam
perilaku hiperaktif mereka. Mereka mencari sensasi dengan melakukan kegiatan
yang dikategorikan bahaya, serta menstimulasi dirinya sendiri.

 Melamun
Ketika situasi dikelas atau situasi lain dianggap membosankan, anak dengan
ADHD biasanya akan melamun sebagai refleksi dari aktivitas otaknya. Bahkan
mereka bisa sampai tertidur. Oleh sebab itu, mereka sering kali menampilkan
perilaku hiperaktif dengan cara bicara, berpindah tempat, atau bahkan
mengganggu teman dikelas. Hal ini dilakukan tanpa direncanakan oleh anak,
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan neurologisnya.

 Koordinasi Motorik

23
Kebanyakan anak dengan ADHD mengalami kesulitan dengan tugas-tugas
yang melibatkan motorik halus, terutama tulisan tangan atau menggambar. Anak
mengalami kegagalan untuk mengendalikan gerakan tangannya sehingga hasil
pekerjaannya menampakkan kesalahan-kesalahan akibat gerakan yang tidak
terkendali. Bahkan, ada juga yang mengerahkan segenap kekuatannya sehingga
tarikan garis menjadi sangat tebal bahkan sampai kertasnya rusak. Anak-anak ini
juga mengalami bekas-bekas luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang
berhubungan dengan kombinasi antara koordinasi gerakan yang buruk dengan
perilaku implusifnya. Sedangkan untuk kemampuan motorik kasar, tidak jarang
justru anak-anak dengan ADHD memiliki keterampilan yang luar biasa untuk
jenis olahraga tertentu.

 Daya Ingat
Ciri ini sering kali ditandai dengan kesulitan pada fungsi daya ingat jangka
pendek. Ide yang ingin disampaikan tidak mampu diingatnya; misalnya ketika
sang anak sudah mendapat giliran berbicara, atau mengingat sepatu yang akan
diambil dari rak sepatu untuk dipakai ke sekolah. Masalah daya ingat ini terjadi
karena ada gangguan yang dialami anak ketika ia harus mengingat sesuatu,
sehingga ia tidak memperhatikan hal yang harus diingatnya.

 Pola Pikir yang Obsesif


Yang dimaksud dengan pola pikir yang obsesif adalah ketika sesorang anak
memiliki suatu ide tertentu, sulit baginya untuk mengalihkan pikirannya kepada
hal lain. Sebagai contoh, jika anak meminta sesuatu untuk dibelikan, dan orang
tuanya menolak, maka ia akan terus menerus meminta benda tersebut tanpa
memperdulikan penolakan orang tuanya, seakan-akan ia tidak mengerti bahwa
dengan penolakan itu berarti ia tidak akan mendapatkan apa yang ia inginkan.

4. Teori tentang ADHD

24
a. Teori Biologis ADHD
Untuk menemukan penyebab ADHD semakin rumit karena heterogenitas anak-
anak yang mendapatkan diagnosis in; setiap faktor ditemukan berhubungan
dengan sindrom ini mungkin hanya memiliki kaitan dengan beberapa anak yang
dinilai mengalami ADHD.
 Faktor Genetik.
Penelitian menunjukkan bahwa predisposisi genetik terhadap ADHD
kemungkinan berperan. Bila orang tua mengalami ADHD, sebagian anak
mereka memiliki kemungkinan mengalami gangguan tersebut. Berbagai studi
adopsi dan sejumlah studi orang kembar berskala standar, mengindikasikan
adanya komponen genetik dalam ADHD, dengan tingkat kesesuaian kembar
MZ sebesar 70-80.
Mengenai apa tepatnya yang diturunkan dalam keluarga hingga kini belum
diketahui, namun berbagai studi baru-baru ini menunjukkan bahwa fungsi dan
struktur otak berbeda pada anak-anak dengan dan tanpa ADHD. Berbagai studi
mendokumentasikan bahwa frontal lobe pada anak-anak dengan ADHD kurang
responsif terhadap stimulasi, dan aliran darah serebral berkurang. Terlebih lagi,
beberapa bagian otak pada anak-anak dengan ADHD lebih kecil dari ukuran
normal. Bukti-bukti dari berbagai penelitian penelitian lain menunjukkan
performa yang lebih rendah pada anak-anak dengan ADHD dalam tes-tes
neuropsikologis terhadap fungsi frontal lobe (seperti menghambat respons-
respons behavioral) sehingga memberikan dukungan lebih jauh bagi teori
bahwa kekurangan yang mendasar pada bagian otak tersebut dapat berkaitan
dengan gangguan tersebut.

 Faktor-Faktor Perinatal dan Pranatal.


Faktor resiko biologis lainnya bagi ADHD mencakup sejumlah komplikasi
perinatal dan pranatal. Berat lahir rendah, contohnya, merupakan prediktor
yang cukup spesifik bagi perkembangan ADHD. Berbagai komplikasi lain
yang berhubungan dengan saat kelahiran, serta berbagai zat yang dikonsumsi
oleh ibu seperti tembakau dan alkohol juga merupakan prediktor simtom-
simtom ADHD.

25
 Racun Lingkungan
Beberapa teori ADHD terdahulu yang cukup populer pada tahun 1970-an
menyangkut peran berbagai racun lingkungan dalam terjadinya hiperaktivitas.
Sebuah teori biokimiawi mengenai hiperaktivitas yang dikemukakan oleh
Feingold (1973) mendapatkan banyak perhatian dalam media populer selama
bertahun-tahun. Ia mengemukakan bahwa zat-zat aditif pada makanan
mempengaruhi kerja sistem saraf pusat pada anak-anak hiperaktif dan ia
meresepkan diet tanpa zat aditif. Meskipun demikian, berbagai studi yang
dikendalikan dengan baik terhadap diet Feingold menemukan bahwa sangat
sedikit anak-anak dengan ADHD yang memperoleh efek positif dari diet
tersebut. Sama dengan itu, pendapat populer bahwa gula putih dapat
menyebabkan ADHD tidak didukung oleh penelitian teliti.
Nikotin-terutama merokok ketika hamil-merupakan racun lingkungan yang
dapat berperan dalam terjadinya ADHD. Milberger dkk. (1996) melaporkan
bahwa 22% ibu dari anak-anak yang mengalami ADHD menuturkan bahwa
mereka merokok satu bungkus rokok setiap hari semasa hamil, dibandingkan
dengan angka 8% pada ibu-ibu yang anak-anaknya tidak mengalami ADHD.
Efek tersebut tetap ada, meskipun dengan mengendalikan faktor depresi
kehamilan dan konsumsi alkohol pada ibu. Berbagai studi terhadap hewan
menunjukkan bahwa pemaparan kronis pada nikotin meningkatkan pelepasan
dopamin dalam otak dan menyebabkan hiperaktivitas. Berdasarkan data-data
tersebut, Millberger dan para rekannya mengemukakan hipotesis bahwa
merokok semasa hamil dapat mempengaruhi sistem dopaminergik pada janin,
mengakibatkan ketiadaan hambatan behavioral dan ADHD.

b. Teori Psikologis ADHD


Psikoanalisis anak Bruno Bettelheim (1973) mengemukakan teori diathesis-
stres mengenai ADHD, yang menyatakan bahwa hiperaktivitas terjadi bila suatu
predisposisi terhadap gangguan tersebut dipasangkan dengan pola asuh orang tua
yang otoritarian. Jika seorang anak yang memiliki disposisi aktivitas yang
berlebihan dan mudah berubah moodnya mengalami stres karena orang tua yang

26
mudah menjadi tidak sabar dan marah, si anak dapat menjadi tidak mampu
menghadapi tuntutan orang tuanya untuk selalu patuh. Seiring orang tua menjadi
negatif dan tidak suka, hubungan orang tua-anak akhirnya menjadi suatu medan
perang.
Pembelajaran juga dapat berperan dalam ADHD. Hiperaktivitas dapat
dikuatkan oleh perhatian yang ditimbulkannya sehingga meningkatkan frekuensi
atau intensitasnya. Atau, seperti dikemukakan oleh Ross dan Ross (1982),
hiperaktivitas dapat merupakan peniruan perilaku orang tua dan saudara-saudara
kandung. Meskipun demikian, teori semacam itu tidak didukung oleh penelitian.
Faktor-faktor neurologis dan genetik jauh lebih banyak mendapatkan dukungan
daripada faktor-faktor psikologis dalam etiologi ADHD.
Dalam setiap hal, hubungan orang tua-anak sangat kurang bersifat dua arah dan
lebih mungkin merupakan “rantai asosiasi kompleks”. Seperti hal nya orang tua
anak-anak yang hiperaktif mungkin memberikan lebih banyak perintah dan
memiliki interaksi negatif dengan mereka, demikian juga anak-anak hiperaktif
diketahui kurang patuh dan memiliki interaksi yang lebih negatif dengan orang tua
mereka. Dapat dipastikan sulit bagi orang tua menghadapi anak yang implusif,
agresif, tidak patuh, dan tidak mampu mengikuti instruksi. Pemberian obat
stimulan dapat mengurangi hiperaktivitas dan meningkatkan kepatuhan pada
beberapa anak dengan ADHD. Secara signifikan, bila obat semacam itu
digunakan, apakah tersendiri atau dikombinasikan dengan terapi behavioral,
perintah-perintah orang tua, perilaku negatif, dan pola asuh yang tidak efektif juga
berkurang menunjukkan bahwa setidaknya sebagian, perilaku anaklah yang
menimbulkan efek negatif pada orang tua dan bukan sebaliknya.
Mempertimbangkan riwayat ADHD pada orang tua sendiri juga merupakan hal
yang penting. Sebagaimana disebutkan diatas, tampaknya terdapat komponen
genetik yang besar dalam ADHD. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa
banyak orang tua anak-anak dengan ADHD juga mengalami ADHD. Dalam
sebuah studi yang meneliti praktik-praktik pengasuhan orang tua terhadap anak –
anak mereka yang mengalami ADHD, para ayah yang pernah didiagnosis
mengalami ADHD adalah orang tua yang kurang efektif, menunjukkan bahwa
psikopatologi pada orang tua dapat membuat tugas mengasuh anak menjadi jauh

27
lebih sulit bagi mereka. Dengan demikian, karakteristik dan pola keluarga dapat
sangat berkorelasi dengan bertahannya atau lebih parahnya simtom-simtom dan
konsekuensi ADHD; meskipun demikian, tidak banyak bukti yang menunjukkan
bahwa keluarga menyebabkan terjadinya ADHD.

5. Penangan ADHD
ADHD umumnya ditangani dengan pemberian obat dan berbagai metode
behavioral berdasarkan pengondisisan operant.
a. Pemberian Obat Stimulan
Obat-obat stimulan, khususnya metilfenidat atau Ritalin, telah diresepkan bagi
ADHD sejak awal tahun 1960-an. Obat lain yang diresepkan untuk ADHD
termasuk amfetamin, atau Adderall, dan pemolin atau cylert; namun ritalin
merupakan obat yang paling umum diresepkan. Pemberian obat tersebut kadang
berlanjut hingga remaja dan dewasa sejalan dengan semakin banyaknya bukti
bahwa simtom-simtom ADHD biasanya tidak menghilang dengan sendirinya
seiring bertambahnya usia si anak.
Obat-obatan yang digunakan untuk menangani ADHD mengurangi perilaku
mengganggu dan meningkatkan kemampuan untuk berkonsentrasi. Banyak studi
terkendali yang membandingkan stimulan dengan plasebo dengan desain double-
blind menunjukkan peningkatan jangka pendek dalam kemampuan konsentrasi,
aktivitas yang bertujuan, perilaku diruang kelas, dan interaksi sosial dengan orang
tua, guru, dan teman-teman seusia dan berkurangnya agresivitas dan implusivitas
pada sekitar 75% anak-anak dengan ADHD.
Mungkin uji coba klinis terkendali secara random dengan desain terbaik,
terhadap penanganan ADHD adalah Multimodal Treatment of Children with
ADHD, atau studi MTA. Studi tersebut dilakukan di 6 lokasi yang berbeda selama
14 bulan terhadap hampir 600 anak dengan ADHD, membandingkan tiga jenis
penanganan, yaitu : (1) pemberian obat saja, (2) pemberian obat ditambah dengan
penanganan behavioral intensif, melibatkan orangtua dan guru, (3) penanganan
behavioral saja. Anak-anak yang menjalani ketiga penanganan tersebut kemudian
dibandingkan dengan kelompok keempat, anak-anak yang menjalani perawatan

28
standar berbasis komunitas. Hasil yang diperoleh sepanjang periode 14 bulan
mengindikasikan simtom-simtom ADHD yang lebih sedikit pada anak-anak yang
hanya mendapatkan penanganan hanya dengan obat saja dan memiliki kelebihan
dalam hal yang tidak dibutuhkannya dosis ritalin sangat tinggi untuk mengurangi
simtom-simtom ADHD. Selain itu penanganan kombinasi lebih meningkatkan
fungsi positif seperti keterampilan sosial dibanding penanganan kombinasi lebih
meningkatkan fungsi positif seperti keterampilan sosial dibanding penanganan
dengan pemberian obat saja. Penanganan dengan pemberian obat saja dan
penanganan kombinasi lebih baik dari perawatan berbasis komunitas, sedangkan
penanganan hanya dengan terapi behavioral tidak demikian

b. Penanganan Psikologis
Selain pemberian obat, penanganan yang paling menjanjikan bagi anak-anak
dengan ADHD mencakup pelatihan bagi orangtua dan perubahan manajemen
kelas berdasarkan prinsip-prinsip penondisian operant. Program-program tersebut
minimal menunjukkan keberhasilan jangka pendek dalam memperbaiki perilaku
sosial dan akademik. Dalam berbagai penanganan tersebut, perilaku anak-anak
dipantau dirumah dan disekolah, dan mereka diberi penguat untuk berperilaku
sesuai harapan, contohnya, tetap duduk dan mengerjakan tugas-tugas mereka.
Sistem poin dan papan bintang merupakan komponen umum dalam program
tersebut. Anak-anak yang menjelang remaja mendapatkan poin dan anak-anak
yang lebih muda mendapatkan bintang karena berperilaku tertentu; anak-anak
kemudian dapat menukar poin dan bintang mereka dengan hadiah. Fokus program
operant ini adalah meningkatkan karya akademik, menyelesaikan tugas-tugas
rumah atau belajar keterampilan sosial spesifik, dan bukan untuk mengurangi
tanda-tanda hiperaktivitas, seperti berlari kesana kemari dan menggoyang-
goyangkan kaki. Bukti-bukti yang terkumpul mendukung efektivitas program
pelatihan bagi orangtua, meskipun tidak jelas apakah program tersebut
memperbaiki perilaku anak-anak melebihi efek terapi obat.
Berbagai intervensi disekolah untuk anak-anak dengan ADHD mencakup
pelatihan bagi para guru untuk memahami kebutuhan unik anak-anak tersebut dan
menerapkan teknik-teknik operant dikelas, pembimbingan oleh teman sebaya

29
dalam keterampilan akademik dan meminta guru untuk memberikan laporan
harian kepada orangtua mengenai perilaku disekolah, yang ditindaklanjuti dengan
hadiah dan konsekuensi dirumah. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa
struktur kelas tertentu dapat berdampak positif pada anak-anak dengan ADHD.
Contohnya dalam lingkungan kelas yang ideal para guru membuat variasi format
persentasi dan bahan-bahan yang digunakan untuk berbagai tugas, memberikan
tugas yang singkat dan memberikan umpan balik langsung mengenai benar atau
tidaknya hasil pengerjaan tugas, memiliki gaya antusias dan terfokus pada tugas,
memberikan jeda untuk peregangan fisik, menggunakan program latihan dengan
bantuan komputer, dan menjadwalkan tugas akademik pada jam-jam sekolah di
pagi hari. Perubahan lingkungan semacam itu didesain untuk mengakomodasi
berbagai keterbatasan yang diakibatkan oleh gangguan ini dan bukan untuk
mengubah gangguan itu sendiri.
Terakhir berbagai temuan dalam studi MTA tersebut mengindikasikan bahwa
intervensi behavioral yang intensif dapat sangat membantu bagi anak-anak dengan
ADHD.

30
BAB III
PENUTUP

31
DAFTAR PUSTAKA
Mark Selikowitz. 1995. Mengenal Sindroma Down. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyah

32

También podría gustarte