Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
A. PERENCENAAN
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selalu diatur dengan
peraturan perundang-undangan dalam pembuatannya. Dimulai dengan Undang-
undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, kemudian diperjelas dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, serta diarahkan pelaksanaannya dengan Permendagri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Selain itu, setiap
Tahunnya Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Permendagri
tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk
tahun anggaran berikutnya.
1. PERENCENAAN RPJMD
Sesuai amanat UU nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan
pembangunan nasional, dalam perencanaan pembangunan di daerah terdiri dari
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD).
Sementara dari RPJMD dijabarkan menjadi rencana pembangunan
strategis (Renstra) di tingkat SKPD yang merupakan dokumen perencanaan
bersifat taktis dan strategis guna mewujudkan visi dan misi pembangunan
daerah.sedangan Renstra dijabarkan kembali dalam renja yang merupakan
dokumen perencanaan yang bersifat operasional.Sementara yang dimaksud
dengan pembangunan daerah itu sendiri merupakan suatu upaya dari seluruh
unsur yang ada di daerah, yakni pemerintah, dunia usaha (swasta) dan masyarakat
dalam rangka mewujudkan suatu tatanan kehidupan sosial yang lebih baik dan
bernilai tinggi. Di samping itu agar pembangunan di daerah dapat berjalan efektif,
efisien dan membawa manfaat sesuai yang diharapkan.Maka perlu perencanaan
yang tepat, rasional dan realitas.sebagaimana yang diharapkan bisa memberikan
arah dan pedoman dalam pengelolaan daerah, termasuk di dalamnya RKPD,
1
KUA, PPAS, RKA-SKPD, RAPBD, dan APBD. dan RPJMD dan Renstra SKPD
merupakan dokumen yang sangat penting dan menjadi pedoman dalam
pelaksanaan kegiatan guna mencapai pemerintahan Daerah Good Governance.
Hal itu juga bermakna bahwa RPJMD dan Renstra SKPD yang berkualitas
menjadi penentu keberhasilan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan,
sehingga menjadi lebih tepat sasaran dan efektif dalam penganggarannya.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka untuk membekali dan
meningkatkan Kompetensi SDM ( Knowledge, Skill, Attitude) Aparatur
Pemerintah Daerah maka kami FORUM KAJIAN ILMU PEMERINTAHAN
DAN OTONOMI DAERAH (FKIP-OTDA) bersama para Pakar dan Narasumber
Bappenas, Kemendagri RI dan Kemenkeu RI, akan mengadakan Bimtek
Nasional, 4 Hari dengan Tema .
Dalam rangka meningkatkan pemahaman akan PERENCANAAN DAN
EVALUASI RPJMD, RKPD SERTA PENYUSUNAN RENSTRA DAN RENJA
SKPD BAGI APARATUR PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
,Pusat Pelatihan Pemerintahan, mengundang pejabat ataupun pegawai pada
instansi yang terkait untuk mengikuti bimtek atau diklat yang diselanggarakan
oleh Pusat Pelatihan Pemerintahan
2. PERENCENAAN RKPD
2
pendanaannya baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
b. Prinsip Kesinambungan(sustainable)
Prinsip ini menunjuk kan bahwa perencanaan tidak hanya terdiri atas satu tahap
akan tetapi harus berlanjut sehingga menjamin adanya kemajuan terus-menerus
dalam kesejahteraan, dan jangan sampai terjad ikemunduran. Juga diartikan
perlunya evaluasi dan pengawasan dalam pelaksanaannya sehingga secaraterus-
menerus dapat diadakan koreksi dan perbaikan selama perencanaan dijalankan.
3
c. Prinsip Keseluruhan(holistic)
4
Pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan
pemerintah daerah
Prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran bersangkutan
Teknis penyusunan APBD, dan
Hal-hal khusus lainnya.
2) Pembahasan PPAS.
4) KUA dan PPAS yang telah dibahas dan disepakati bersama kepala daerah
dan DPRD dituangkan dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh
kepala daerah dan pimpinan DPRD.
5
Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 87 ayat (2) Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006, kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS kepada
DPRD untuk dibahas bersama antara TAPD dan panitia anggaran DPRD paling
lambat minggu kedua bulan Juli dari tahun anggaran berjalan. Setelah disepakati
bersama PPAS tersebut ditetapkan sebagai Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA)
paling lambat pada akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.
Menurut Pasal 89 ayat (3) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, setelah ada
Nota Kesepakatan tersebut di atas Tim Anggaran (TAPD) menyiapkan surat
edaran kepala daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD yang harus
diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan.
6
diinginkan. Dengan menggambarkan implikasi dari kebijakan tahun berjalan
terhadap anggaran tahun-tahun berikutnya, proyeksi pengeluaran multi tahun akan
memungkinkan pemerintah untuk dapat mengevaluasi biaya-efektivitas (kinerja)
dari program yang dilaksanakan. Sedangkan pada pendekatan anggaran tahunan
yang murni, hubungan antara kebijakan sektoral dengan alokasi anggaran
biasanya lemah, dalam arti sumber daya yang diperlukan tidak cukup mendukung
kebijakan/program yang ditetapkan. Akan tetapi, harus dihindari perangkap
dimana pendekatan pemograman multi tahun ini dengan sendirinya membuka
peluang terhadap peningkatan pengeluaran yang tidak perlu atau tidak relevan.
7
pendekatan penganggaran yang mengutamakan keluaran /hasil dari
program/kegiatan yang akan atau telah dicapai dengan kuantitas dan kualitas yang
mengacu pada Rencana Kerja SKPD Tahun 2017. Setiap dana yang dianggarkan
dalam rangka melaksanakan program/kegiatan, indikator kinerjanya harus terukur
secara jelas, direpresentasikan berupa tolok ukur kinerja serta target/sasaran yang
memenuhi aspek keadilan, efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas dan
disiplin anggaran serta memberikan manfaat pada masyarakat.
Dokumen penyusunan anggaran yang disampaikan oleh masing-masing kepala
SKPD yang disajikan dalam format RKA-SKPD harus dapat memberikan
informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran serta korelasi antara besaran anggaran
(beban kerja dan harga satuan) dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari
suatu kegiatan yang dianggarkan.
6. PERENCENAAN RAPBD
Penganggaran adalah proses penyusunan anggaran. Penganggaran
merupakan satu aspek penting bagi keuangan daerah. Anggaran merupakan
pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana
pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah,
yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode.
8
Penyusunan APBD didasarkan kepada rencana kerja pemerintah daerah untuk
mewujudkan pelayanan masyarakat untuk mencapai cita-cita negara.
APBD mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut.
1. otorisasi
2. perencanaan
3. pengawasan
4. alokasi
5. distribusi
6. stabilisasi.
Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk
merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan
dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.
Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Fungsi
pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk
menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk
menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan
sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah.
Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam
penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Fungsi
stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara
dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
Proses perencanaan dan penyusunan APBD, mengacu pada PP Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, secara garis besar sebagai berikut:
1. penyusunan rencana kerja pemerintah daerah;
2. penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran;
3. penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara;
4. penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD;
5. penyusunan rancangan perda APBD;
6. penetapan APBD.
9
Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Penyusunan APBD didasarkan pada perencanaan yang sudah ditetapkan terlebih
dahulu, mengenai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Bila dilihat dari
perspektif waktunya, perencanaan di tingkat pemerintah daerah dibagi menjadi
tiga kategori yaitu:
- Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD), merupakan perencanaan pemerintah
daerah untuk periode 20 tahun;
- Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan perencanaan
pemerintah daerah untuk periode 5 tahun; dan
- Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan perencanaan tahunan
daerah.
Sedangkan perencanaan di tingkat SKPD terdiri dari:
- Rencana Strategi (Renstra) SKPD merupakan rencana untuk periode 5 tahun;
dan
- Rencana Kerja (Renja) SKPD merupakan rencana kerja tahunan SKPD.
Proses penyusunan perencanaan di tingkat satker dan pemda dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. SKPD menyusun rencana strategis (Renstra-SKPD) yang memuat visi, misi,
tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang bersifat
indikatif sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
b. Penyusunan Renstra-SKPD dimaksud berpedoman pada rencana
pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). RPJMD memuat arah
kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan
program SKPD, lintas SKPD, dan program kewilayahan.
c. Pemda menyusun rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) yang merupakan
penjabaran dari RPJMD dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk
jangka waktu satu tahun yang mengacu kepada Renja Pemerintah.
d. Renja SKPD merupakan penjabaran dari Renstra SKPD yang disusun
berdasarkan evaluasi pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan tahun-tahun
sebelumnya.
10
e. RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas, pembangunan
dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemda maupun ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat.
f. Kewajiban daerah sebagaimana dimaksud di atas adalah mempertimbangkan
prestasi capaian standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
g. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
h. Penyusunan RKPD diselesaikan selambat-lambatnya akhir bulan Mei tahun
anggaran sebelumnya.
i. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
11
bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau
peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota bersangkutan.
Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, Gubernur dapat mengundang pejabat
pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
12
tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah
tentang APBD.
Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna
berikutnya. Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna
pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang
APBD.
13
BAB II
PELAKSANAAN
A. PELAKSANAAN APBD
Pelaksanaan anggaran adalah tahap di mana sumber daya digunakan untuk
melaksanakan kebijakan anggaran. Suatu hal yang mungkin terjadi dimana
anggaran yang disusun dengan baik tenyata tidak dilaksanakan dengan tepat,
tetapi tidak mungkin anggaran yang tidak disusun dengan baik dapat diterapkan
secara tepat. Persiapan anggaran yang baik merupakan awal baik secara logis
maupun kronologis. Walaupun demikian proses pelaksanaannya tidak menjadi
sederhana karena adanya mekanisme yang menjamin ketaatan pada program
pendahuluan. Bahkan dengan prakiraan yang baik sekalipun, akan ada
perubahan-perubahan tidak terduga dalam lingkungan ekonomi makro dalam
tahun yang bersangkutan yang perlu diperlihatkan dalam anggaran. Tentu saja
perubahan-perubahan tersebut harus disesuaikan dengan cara yang konsisten
dengan tujuan kebijakan yang mendasar untuk menghindari terganggunya
aktivitas satker dan manajemen program/kegiatan.
14
mengetahui adanya masalah pelaksanaan anggaran serta memberikan
fleksibilitas bagi para manajer
B. LAPORAN REALISASI
15
1. Informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;
2. Informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh yang berguna dalam
mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektivitas penggunaan
anggaran.
LRA menyediakan informasi yang berguna dalam memprediksi sumber daya
ekonomi yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan
daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara
komparatif. Selain itu, LRA juga dapat menyediakan informasi kepada para
pengguna laporan keuangan pemerintah tentang indikasi perolehan dan
penggunaan sumber daya ekonomi dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan,
sehingga dapat menilai apakah suatu kegiatan/program telah dilaksanakan secara
efisien, efektif, dan hemat, sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD), dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Setiap komponen dalam LRA dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan
Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan
anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan
yang material antara anggaran dan realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci
lebih lanjut atas angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan. Namun dari
segi struktur, LRA Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota memiliki struktur yang berbeda. Perbedaan ini lebih diakibatkan
karena adanya perbedaan sumber pendapatan pada pemerintah pusat, Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Penyusunan dan penyajian LRA didasarkan pada akuntansi anggaran, akuntansi
pendapatan-LRA, akuntansi belanja, akuntansi surplus/ defisit, akuntansi
pembiayaan dan akuntansi sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran
(SiLPA/SiKPA), yang mana berdasar pada basis kas.
16
tahun berjalan, koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya, lain-lain dan
Saldo anggaran lebih akhir untuk periode berjalan. Pos-pos tersebut disajikan
secara komparatif dengan periode sebelumnya.
LP-SAL dimaksudkan untuk memberikan ringkasan atas pemanfaatan saldo
anggaran dan pembiayaan pemerintah, sehingga suatu entitas pelaporan harus
menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam LP-SAL
dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Struktur LP-SAL baik pada Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak memiliki
perbedaan.
3. LAPORAN OPERASIONAL
Laporan Operasional (LO) menyediakan informasi mengenai seluruh
kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan dalam
pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas
pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya.
Pengguna laporan membutuhkan Laporan Operasional dalam mengevaluasi
pendapatan-LO dan beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh entitas
pemerintahan. Berkaitan dengan kebutuhan pengguna tersebut, Laporan
Operasional menyediakan informasi sebagai berikut:
1. Mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk
menjalankan pelayanan;
2. Mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam
mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan kehematan
perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi;
3. Yang berguna dalam memprediksi pendapatan-LO yang akan diterima untuk
mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan
cara menyajikan laporan secara komparatif;
4. Mengenai penurunan ekuitas (bila defisit operasional), dan peningkatan ekuitas
(bila surplus operasional).
17
Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi
berbasis akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan Laporan
Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai keterkaitan
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam hubungannya dengan laporan operasional, kegiatan operasional suatu
entitas pelaporan dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi atau klasifikasi
fungsi/program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Laporan
operasional yang dianalisis menurut suatu klasifikasi ekonomi, beban-beban
dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi (sebagai contoh beban
penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban transportasi, dan beban gaji
dan tunjangan pegawai), dan tidak direalokasikan pada berbagai fungsi dalam
suatu entitas pelaporan. Metode ini sederhana untuk diaplikasikan dalam
kebanyakan entitas kecil karena tidak memerlukan alokasi beban operasional pada
berbagai fungsi. Namun jika laporan operasional yang dianalisis menurut
klasifikasi fungsi, beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang
dimaksudkannya. Penyajian laporan ini memberikan informasi yang lebih relevan
bagi pemakai dibandingkan dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau
dalam hal ini pengalokasian beban ke setiap fungsi adakalanya bersifat arbitrer
dan atas dasar pertimbangan tertentu.
18
Di samping itu, suatu entitas pelaporan juga perlu menyajikan rincian lebih lanjut
dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan Ekuitas yang dijelaskan
pada Catatan atas Laporan Keuangan.
Struktur Laporan Perubahan Ekuitas baik pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak memiliki perbedaan.
C. PERUBAHAN APBD
19
anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut adalah
keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam
APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh
persen).
20
Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan, Kepala
daerah wajib memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah tentang perubahan
APBD dan selanjutnya kepala daerah bersama DPRD mencabut peraturan daerah
dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan peraturan
daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang perubahan APBD.
21
BAB III
PENATAUSAHAAN
A. BENDAHARA PENERIMAAN
22
dalam PMDN 13/2006 Pasal 135, disebutkan bahwa
Bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan
pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang
dipungutnya ke rekening kas negara pada bank yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka waktu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
23
dalam PMDN 13/2006 pasal 189 Bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan
penatausahaan terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang
menjadi tanggung jawabnya.
Lampiran dokumen SPP-LS untuk pembayaran gaji dan tunjangan serta penghasilan
lainnya mencakup:
B. BELANJA
Pengertian Belanja Daerah adalah Menurut IASC Framework (Halim,
2002 : 73), “Biaya atau belanja daerah merupakan penurunan dalam manfaat
ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus keluar, atau deplasi aset,
atau terjadinya hutang yang mengakibatkan berkurangnya ekuitas dana, selain
yang berkaitan dengan distribusi kepada para peserta ekuitas dana”.
25
Jenis Belanja Daerah
Secara umum Belanja dalam APBD dikelompokkan menjadi lima kelompok
yaitu:
26
4. Belanja Pemeliharaan, merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk
pemeliharaan barang daerah yang mempunyai hubungan langsung dengan
pelayanan publik.
c. Belanja Modal
1. Belanja Publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung
oleh masyarakat umum. Contoh belanja publik yaitu pembangunan jembatan dan
jalan raya, pembelian alat transportasi massa, dan pembelian mobil ambulans.
2. Belanja aparatur yaitu belanja yang menfaatnya tidak secara langsung dinikmati
oleh masyarakat akan tetapi dirasakan secara langsung oleh aparatur. Contoh
belanja aparatur: pembelian kendaraan dinas, pembangunan gedung
pemerintahan, dan pembangunan rumah dinas.
d. Belanja Transfer
1. Angsuran Pinjaman
2. Dana Bantuan
3. Dana Cadangan
Belanja tak tersangka adalah pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah
untuk membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga dan kejadian-kejadian luar biasa.
27
C. PEMBAYARAN
Penyediaan Dana
Permintaan Pembayaran
28
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-UP dilakukan oleh bendahara
pengeluaran untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran melalui PPK¬SKPD dalam rangka pengisian uang persediaan.
Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-GU dilakukan untuk memperoleh
persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-
SKPD dalam rangka mengganti uang persediaan. Sedangkan penerbitan dan
pengajuan dokumen SPP-TU dilakukan oleh bendahara pengeluaran untuk
memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
melalui PPK-SKPD dalam rangka tambahan uang persediaan. Pengajuan
dokumen SPP-UP, SPP-GU dan SPP-TU tersebut digunakan dalam rangka
pelaksanaan pengeluaran SKPD yang harus dipertanggungjawabkan.
Perintah Membayar
29
menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM). Penerbitan SPM paling lama 2
(dua) hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen SPP. Jika dokumen SPP
dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran menolak menerbitkan SPM. Penolakan penerbitan SPM paling lama 1
(satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPP.
SPM yang telah diterbitkan diajukan kepada kuasa BUD untuk penerbitan SP2D.
30
Sistem akuntansi pemerintahan daerah disusun dengan berpedoman pada prinsip
pengendalian intern sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang
pengendalian internal dan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi
pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintahan daerah dilaksanakan oleh PPKD.
Sistem akuntansi SKPD dilaksanakan oleh PPK¬SKPD. PPK-SKPD
mengkoordinasikan pelaksanaan sistem dan prosedur penatausahaan bendahara
penerimaan dan bendahara pengeluaran.
31
BAB IV
PENANGGUNG JAWABAN
Ketentuan Umum
Penerapan
32
Pemerintah menerapkan SAP Berbasis Akrual, yaitu SAP yang mengakui
pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis
akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan
pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.
SAP Berbasis Akrual tersebut dinyatakan dalam bentuk PSAP dan dilengkapi
dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP dan Kerangka
Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Akrual
dimaksud tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010.
Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses baku
penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP tersebut merupakan
pertanggungjawaban profesional KSAP yang secara lengkap terdapat dalam
Lampiran III Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dinyatakan dalam bentuk PSAP dan dilengkapi
dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. PSAP dan Kerangka
Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam rangka SAP Berbasis Kas Menuju
33
Akrual tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010.
SAP tercantum dalam dua lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.
Lampiran I untuk SAP Berbasis Akrual dan Lampiran II untuk SAP Berbasis Kas
Menuju Akrual.
PSAP 02 Laporan Realisasi Anggaran Berbasis Kas Lampiran I.03 Lampiran II.03
34
PSAP 08 Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan Lampiran I.09 Lampiran II.09
Perubahan PSAP
35
Sistem Akuntansi Pemerintahan. Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri
Dalam Negeri.
36
Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober,
November, Desember
BULAN JULI
26 – 27 Juli di Hotel Oasis Amir Jakarta
26 – 27 Juli di Hotel Mutiara Yogyakarta
26 – 27 Juli di Hotel Cemerlang Bandung
26 – 27 Juli di Hotel Losari Beach Makassar
27 – 28 Juli di Hotel Oasis Amir Jakarta
27 – 28 Juli di Hotel Mutiara Yogyakarta
27 – 28 Juli di Hotel Cemerlang Bandung
27 – 28 Juli di Hotel Losari Beach Makassar
Berikut kami informasi kan Biaya Pelatihan / Bimtek / Diklat Pelaporan Dan
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan pelatihan lainnya seperti pelatihan
Keuangan, dan lain-lain di selenggarakan secara swadana dengan biaya
37
Konfirmasi pendaftaran dapat menghubungi
– Telp./Fax. (021) 22443223
– Konf : 0812 943 77777
Info Terkait :
pelaksanaan APBD
pelaksanaan penatausahaan pelaporan dan pertanggungjawaban apbd
sistem pelaksanaan anggaran daerah
contoh permintaan up melalui dpa
penatausahaan dan pelaporan belanja langsung
proses penganggaran penatausahaan dan pelaporan
pertanggung jawaban APBD
pelaksanaan pendapatan daerah
contoh laporan keuangan apbd dan jawabannya
pelaporan dan evaluasi pertanggungjawaban APBD
38
BAB V
PEMERIKSAAN
A. BPK
39
berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan (DPR/DPRD).
Sementara itu kebebasan dalam penyelenggaraan kegiatan pemeriksaan antara
lain meliputi kebebasan dalam penentuan waktu pelaksanaan dan metode
pemeriksaan, termasuk metode pemeriksaan yang bersifat investigatif. Selain itu,
kemandirian BPK dalam pemeriksaan keuangan negara mencakup ketersediaan
sumber daya manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.
Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pemeriksaan dan tercapainya tujuan
pemeriksaan, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan
intern pemerintah (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/BPKP,
Inspektorat Kementerian atau Inspektorat Daerah), memperhatikan masukan dari
pihak lembaga perwakilan, serta informasi dari berbagai pihak, termasuk dari
rakyat. Selain itu, BPK juga diberikan kewenangan untuk mendapatkan data,
dokumen, dan keterangan dari pihak yang diperiksa, kesempatan untuk
memeriksa secara fisik setiap aset yang berada dalam pengurusan pejabat instansi
yang diperiksa, termasuk melakukan penyegelan untuk mengamankan uang,
barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara pada saat pemeriksaan
berlangsung.
40
1. Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);
Opini wajar tanpa pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah
disajikan wajar secara material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP).
2. Wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Opini wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan
pemerintah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai SAP,
kecuali dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.
3. Tidak Wajar (adverse opinion)
Opini tidak wajar, menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah tidak
disajikan secara wajar atas posisi keuangan sesuai dengan SAP.
4. Menolak Memberikan Pendapat atau Tidak Menyatakan Pendapat (Disclaimer
atau No Opinion)
Opini tidak menyatakan pendapat, menyatakan bahwa laporan keuangan
pemerintah tidak dapat diyakini wajar atau tidak dalam semua hal yang material
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Penetapan opini oleh BPK didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
1. Kesesuaian dengan SAP,
2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures),
3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
4. Efektivitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
Hasil setiap pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK disusun dan disajikan
dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Yang mana LHP tersebut disampaikan
kepada DPR/DPRD/DPD sesuai dengan kewenangannya, kecuali yang memuat
rahasia negara. LHP atas laporan keuangan selambat-lambatnya disampaikan
kepada legislatif 2 (dua) bulan setelah diterimanya laporan keuangan dari
pemerintah. Dalam rangka transparansi dan partisipasi publik, LHP yang telah
disampaikan kepada legislatif dinyatakan terbuka untuk umum. Dengan demikian,
masyarakat dapat mengetahui sekaligus menilai hasil pemeriksaan atas laporan
keuangan pemerintah tersebut.
41
B. OPINI BPK
Apakah kriteria pemberian Opini BPK? Opini BPK didasarkan pada kriteria
antara lain :
42
3. Opini tidak wajar (Adversed Opinion)
Menyatakan bahwa laporan keuangan entitas yang diperiksa tidak menyajikan
secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
43
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban. Sementara pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah tersebut. Pemegang
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang karena
jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan
keuangan daeran
Dari Analisis di atas dapat disimpulkan bahwa keuangan daerah ini memang
harus bisa dikelola dengan efisien oleh pemerintah daerah masing-masing. Tetapi
kenyataanya antara rencana yang sudah ditetapkan dengan realisasi dalam
pengelolaan keuangan daerah ada perbedaan, hal ini dikarenakan adanya beberapa
permasalahan yang sebagian besar permasalahan-permasalahan tersebut
disebabkan keadaan intern dari pejabat-pejabat daerah itu sendiri. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut sebenarnya hal mendasar yang harus dirubah
adalah sikap personal dari pejabat-pejabat daerah terutama mengenai kebijakan
menghambur-hamburkan dana yang secara tidak langsung akan berpengaruh
terhadap pribadi pejabat-pejabat daerah.
Disamping itu, dengan adanya sumber dana keuangan daerah yang salah satunya
berasal dari bantuan pemerintah pusat maka diharapkan pemerintah daerah
memang harus bisa lebih efisien dalam mengelola keuanganya agar anggaran
dana dari pemerintah pusat yang sudah dianggarkan sebelumnya bisa tercukupi
dengan baik. Walaupun pemerintah pusat sudah memberikan instruksi bahwa
ketika keuangan daerah mengalami kekurangan bisa meminta ke pemerintah
pusat, tetapi secara langsung hal ini bisa membuat kondisi keuangan pusat yang
44
semakin berkurang dan secara tidak langsung akan membuat kemandirian suatu
daerah dalam mengelola keuanganya akan menjadi terhambat. imam moden
B. SARAN
Dalam meningkatkan kesadaran masyarakat melalui sosialisasi tentang
Daerah.
45
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Yani. 2004. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada.
Deddy Supriady Bratakusumah & Dadang Solihin. 2004. Otonomi Penyelenggaran
Pemerintahan Daerah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Makalah: Keuangan Daerah
Undang-Undang Nomor No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
-Undang Nomor Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah
Undang-Undang Nomor Nomor 2 Tahun 2012,tentang sumber pendapatan daerah.
46