Está en la página 1de 9

Aug 15, 03 | 4:00 am

Apakah Jin Bisa Dilihat Manusia?

Allah SWT berfirman yang artinya, ”Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu
tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (Al-A’raf: 27).

Ayat ini dipahami oleh sekian banyak ulama sebagai dalil ketidakmungkinannya manusia melihat jin. Imam
Syafii menegaskan, bahwa berdasrkan ayat di atas, manusia tidak mungkin melihat jin. “Siapa yang
mengaku dapat melihat jin, maka kami tolak kesaksiannya, kecuali nabi.” (Maksud ucapan ini adalah yang
mengaku melihat jin dalam bentuk yang aslinya. Adapun yang mengaku melihat jin setelah berubah bentuk
dengan aneka bentuk makhluk, maka kesaksiannya dapat diterima).

Sebagian yang lain mengakui bahwa jin dapat dilihat oleh manusia jika jin berubah dengan bentuk makhluk
yang dapat dilihat oleh manusia. Pendapat ini didukung oleh riwayat-riwayat yang menginformasikan bahwa
para sahabat Nabi saw., tabi’in, dan banyak ulama pernah melihat makhluk-makhluk halus, tetapi dalam
bentuk manusia atau binatang.

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab sahihnya bahwa sahabat-sahabat Nabi saw. pernah melihat
Malaikat Jibril ketika ia datang dalambentuk manusia. Umar bin Khattab menuturkan bahwa suatu ketika
datang seorang yang tidak dikenal, berpakaian sangat putih, rambut teratur rapi, tidak nampak dari
penampilannya tanda-tanda bahwa ia datang dari perjalanan jauh. Orang itu bertanya kepada Nabi saw.
tentang Islam, iman, dan ihsan. Setiap Nabi saw. menjawab, dia membenarkannya. Dia juga bertanya
tentang kiamat dan tanda-tandanya. Umar r.a. dan juga sahabat-sahabat Nabi saw. yang mendengarnya
terheran-heran. Bagaimana seorang yang berpenampilan rapi, berpakaian bersih, yang berarti bahwa yang
bersngkutan tidak datang dari tempat jauh atau dengan kata lain ia adalah penduduk setempat tetapi tidak
mereka kenal? Mereka juga terheran-heran mengapa setiap pertanyaannya yang dijawab oleh Nabi saw.,
selalu yang bertanya itu sendiri yang membenarkannya. Ketika percakapan Nabi saw. dan pendatang itu
selesai, Nabi saw. bertanya kepada para sahabatnya, ”Tahukah kalian, siapa yang datang tadi?” Mereka
menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang tahu. Nabi saw. menjelaskan, ”Itulah Jibril datang mengajar kalian
agama kalian.” Mendengar penjelasan Nabi saw. itu, Umar r.a. bergegas keluar hendak melihatnya, tetapi ia
telah menghilang.

Nah, jika demikian, malaikat dapat dilihat, tetapi bukan dalam bentuk aslinya. Ia dapat dilihat apabila
mengambil bentuk yang memungkinkan untuk dilihat manusia.

Demikian halnya dengan jin, ia dapat dilihat bukan dalam bentuk aslinya, tetapi bila ia mengambil bentuk
yang sesuai dengan potensi penglihatan manusia. Riwayat-riwayat tentang hal ini sangat banyak. Bahkan,
tidak hanya ulama, orang-orang biasa yang tidak ahli agama pun banyak yang mengalami melihat jin dalam
bentuk makhluk (manusia atau lainnya). Dan, di antara mereka ada yang sengaja dengan sunguh-sungguh
ingin melihat jin, mereka mengamalkan amalan dari orang-orang yang dianggap ahli dalam hal itu, dan
mereka ada yang berhasil mendapatinya bahwa jin dapat dilihat dalam bentuk makhluk.

Selain itu, ada beberapa hadis Nabi saw. yang menginformasikan bahwa ada binatang yang dapat melihat
jin. Dalam sahih Bukhari dan Muslim, sahabat Nabi Abu Hurairah menyampaikan bahwa Nabi saw.
bersabda, ”Kalau kalian mendengar suara ayam jantan berkokok, maka mohonlah kepada Allah anugerah-
Nya, karena ketika itu dia melihat malaikat, dan jika kalian mendengar teriakan keledai, maka mohonlah
perlindungan kepada Allah dari godaan setan, karena ketika itu dia melihat setan.”

Sumber: Diadaptasi dari Yang Tersembunyi: Jin Iblis, Setan, & Malaikat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah
serta Wacana Pemikiran Ulama Masa Lalu dan Masa kini, M. Quraish Shihab
Jul 25, 03 | 4:00 am
Jenis dan Macam-Macam Jin

Dari beberapa ayat Alquran, para ulama memahami bahwa jin memiliki kelompok-kelompok, bahkan
masyarakat jin itu tidak ubahnya seperti masyarakat manusia.

Allah SWT berfirman yang artinya, "Hai jamaah/kelompok jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya, melainkan dengan
kekuatan." (Ar-Rahman: 33).

Kata jamaah/kelompok yang ditujukan kepada jin dan manusia menunjukkan bahwa antara masing-masing
jenis itu--manusia dan jin--terdapat ikatan yang menyatukan anggota-anggotanya. Ini juga sejalan dengan
petunjuk dalam Alquran surah Al-A'raf: 38 yang menyifati, baik manusia maupun jin, dengan kata umum
(jamak: umat), yakni sekelompok makhluk yang memiliki ikatan karena adanya persamaan-persamaan
tertentu.

Selanjutnya, banyak ulama menegaskan bahwa jin, sebagaimana semua makhluk ciptaan Allah, terdiri dari
dua jenis kelamin: laki-laki dan perempuan. Hal ini sejalan dengan hakikat yang ditegaskan oleh Allah
antara lain dalam surah Yasin: 36, "Maha suci (Tuhan) yang telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui." Disebutkan di dalam surah Al-Jin: 6, "Ada beberapa orang laki-laki di antara manusia
meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin …."

Selain keterangan dari Alquran, juga disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan melalui sahabat Anas bin
Malik r.a. yang berkata bahwa Nabi saw. apa bila masuk ke toilet membaca, "Ya Allah, aku berlindung
kepada-Mu dari gangguan jin laki-laki dan jin perempuan."

Karena bangsa jin itu berjenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan, maka mereka pun berhubungan seks.
Jumlah jin juga sangat banyak, "Sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam banyak dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) danmrk
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah)." (Al-A'raf: 179).

Sahabat Nabi saw., Abu Hurairah r.a., menceritakan bahwa ia ditugaskan oleh Rasulullah saw. menjaga
zakat pada bulan Ramadan. Pada suatu malam ia kedatangan seorang yang merangkak untuk mengambil
makanan. Abu Hurairah menangkapnya sambil berkata, "Demi Allah, engkau pasti kubawa kepada
Rasulullah saw." Yang ditangkap itu berkata, "Aku perlu dan aku mempunyai anak-anak (keluarga)." Maka,
Abu Hurairah melepaskannya. Peristiwa serupa terulang, dan pada malam ketiganya Abu Hurairah berkeras
membawanya kepada Rasulullah saw. Yang ditangkap itu mengimbau sambil mengajarkan kepada Abu
Hurairah agar membaca ayat Kursi sebelum tidur supara terpelihara dari gangguan setan. Keesokan
harinya Nabi saw. bertanya kepada Abu Hurairah apa yang dialaminya semalam, dan setelah dijelaskannya,
Nabi saw. bersabda, "Sesungguhnya ia telah berucap benar kepadamu, walau sebenarnya dia pembohong.
Tahukah engkau siapa yang engkau ajak berbicara sejak tiga malam?" "Tidak!" (jawab Abu Hurairah).
Sabda Nabi saw., "Itulah setan."

Dalam riwayat tersebut terlihat bahwa setan mempunyai anak dan keluarga dan bahwa dia membutuhkan
pula makanan.

Jin dapat Terlibat dalam Hubungan Seks antara Suami dan Istri dari Golongan Manusia

jin dapat terlibat dan ikut berhubungan seks dengan istri-istri manusia serta anak-anak mereka. Hal ini dapat
dipahami dari penggalan sebuah ayat yang berbunyi, "… berserikatlah dengan mereka pada harta dan
anak-anak, …."

Oleh karena itu, Nabi saw. mengajar pasangan suami istri agar berdoa sebelum melakukan hubungan seks
dengan membaca, yang artinya, "Ya Allah, hindarkanlah kami dari setan dan hindarkan pula setan dari
rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami." (HR Bukhari dan Muslim).

Macam-Macam Jin

dalam konteks pembicaraan tentang jenis-jenis makhluk halus ini, ada beberapa riwayat yang
menjelaskannya.

Rasulullah saw. bersabda, "Jin ada tiga macam. Ada yang memiliki sayap terbang di udara, ada yang
berupa ular dan anjing, serta ada juga yang bermukim dan berpindah-pindah." Hadis ini diriwayatkan oleh
Imam As-Suyuthi dalam Al-Jami' al-Shagir, demikian juga Al-Hakim. Kedua ulama ini menilai bahwa riwayat
di atas sahih. Namun, ulama lainnya menilai bahwa kedua ulamat tersebut cenderung longgar dalam
penilaian mereka.

Riwayat lain dari pakar hadis Ibnu Abi Addunya di dalam Makaaid asy-Syaithan melalui Abu Darda r.a.,
bahwa Nabi saw. bersabda, "Allah menciptakan jin tiga macam. Ada yang berupa ular, kalajengking dan
bermukim atau berpindah-pindah, dan ada juga jenis yang akan dimintai pertanggungjawaban serta siksa.
Allah menciptakan manusia tiga macam pula, ada yang semacam binatang, "Allah berifmran, 'Mereka
mempunyai kalbu, tetapi mereka tidak menggunakannya untuk mengetahui, mereka mempunyai mata,
tetapi tidak menggunakannya untuk melihat, mereka mempunyai telinga tetapi tidak menggunakannya
untuk mendengar; dan ada juga yang jasmaninya, jasmani manusia, tetapi jiwanya jiwa setan, dan ada lagi
yang berada di bawah naungan Allah, pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya (hari kiamat)."

Dalam rentetan perawi hadis ini, terdapat orang-orang yang dinilai lemah, sehingga tidak sedikit ulama yang
menilai hadis ini lemah.

Abu Utsman Sa'id bin Al-Abbas ar-Razi meriwayatkan dari Ibn Abbas, katanya, "Sesungguhnya anjing
merupakan jenis jin yang lemah, siapa yang didatangi oleh anjing pada makanannya, segeralah makan
makanan itu atau ditunda."

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abdullah bin Mughaffal, Nabi saw. bersabda, "Kalaulah anjing itu bukan
suatu umat, niscaya aku perintahkan kalian untuk membunuhnya. Maka, bunuh saja anjing yang hitam
legam." At-Tirmizi meriwayatkan dari Abdullah bin Mughaffal denganlafal yang lain, "Kalaulah anjing itu
bukan suatu umat, niscaya aku perintahkan kalian untuk membunuhnya. Maka, bunuhlah darinya yang
hitam legam saja." Muslim meriwayatkan dengan redaksi, "Berhati-hatilah terhadap yang hitam legam yang
mempunyai dua titik (bintik), karena sesungguhnya itu setan."

Rasulullah juga menambahkan, "Jalannya anjing yang hitam dapat memutuskan salat." Lalu, ditanya
kepada beliau, "Bagaimana dengan anjing berwarna merah, putih, selain warna hitam?" Beliau menjawab,
"Anjing hitam adalah setan." (HR Ahmad).

Al-Qadhi Abu Ya'la mengatakan, "Jika ada orang yang bertanya pengertian ucapan Rasul bahwa anjing
hitam adalah setan, padahal diketahui ia lahir dari anjing itu sendiri, atau unta dikatakan sebagai jin, padahal
ia lahir dari unta juga, maka jawabannya, beliau mengatakan itu untuk menyerupakannya dengan jin, karena
anjing hitam adalah anjing yang paling berbahaya dan paling sedikit kegunaannya dibandingkan anjing-
anjing lain, sedangkan diserupakannya unta dengan jin karena sulit jangkauannya."

Ath-Thabarani dan Abu asy-Syaikh dalam kitab Al-Azhamah meriwayatkan sebuah hadis sahih dari Ibn
Abbas, ia berkata, Rasulullah bersabda, "Ular adalah perubahan bentuk jin, sebagaimana perubahan kera
dan babi dari Bani Israel."

Ibn Abi Syaibah meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah mengatakan, "Hati-hatilah kalian berjalan di
malam hari, karena bumi tersembunyi di malam hari; jika hantu menjelma di hadapan kalian hendaklah
kalian mengumandangkan azan." (Lihat Jam'ul Jawami' oleh As-Suyuthi)

Referensi:
1. Luqath al-Marjan fi al-Ahkam al-Jan, Imam Jalaluddin as-Suyuthi
2. Yang Tersembunyi: Jin Iblis, Setan, & Malaikat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah serta Wacana Pemikiran
Ulama Masa Lalu dan Masa kini, M. Quraish Shihab
Jul 18, 03 | 4:00 am
Unsur Kejadian Jin

Di dalam Alquran banyak ayat yang dapat dijadikan dalil untuk membuktikan bahwa sesungguhnya ada
makhluk berwujud yang bernama jin.

Tujuan diciptakannya makhluk jin oleh Allah SWT itu sebagaimana tujuan diciptakannya manusia, yaitu
untuk mengabdi kepada-Nya. Allah SWT berfirman yang artinya, "Aku tidak menciptakan jin dan manusia
kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariyaat: 56).

Alquran dan hadis sangat jelas menyatakan bahwa jin diciptakan dalam dunia nyata, unsur kejadiannya dari
api. "Dan, Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas." (Al-Hijr: 27). "Dan, Dia
menciptakan jin dari nyala api." (Ar-Rahman: 15).

Allah juga berfirman tentang kisah iblis, "Aku lebih baik daripadanya (Adam). Engkau ciptakan aku dari api,
sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah." (Al-A'raf: 12). Iblis, yang oleh Alquran ditegaskan dari jenis jin,
mengemukakan dalil penolakannya untuk sujud kepada Adam. Dan, dalam keterangan di atas dengan jelas
bahwa jin diciptakan dari api.

Hadis Nabi saw. pun menginformasikan hal yang sama. Imam Muslim dalam kitab sahihnya melalui istri
Nabi saw., Aisyah r.a., meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, "Malaikat diciptakan dari cahaya, jin
diciptakan dari api yang berkobar, sedangkan Adam (manusia) diciptakan sebagaimana apa yang telah
dijelaskan kepada kalian."

Meskipun keterangan telah jelas, baik dari Alquran dan hadis, sejak dahulu ada saja yang menolak
pengertian penciptaan jin dari api. Dalam kitab Al-Funun, Abu al-Wafa' bin 'Aqil menyebutkan bahwa
seseorang bertanya kepadanya tentang persoalan jin, maka ia menjawab, "Allah mengabarkan tentang
mereka bahwa mereka diciptakan dari api, dan mengabarkan bahwa api dapat membahayakan
danmembakar mereka. Lalu, bagaimana api dapat membakar api? Jawabannya, Allah SWT menisbahkan
jin dan setan kepada api, sebagaimana Ia menisbahkan manusia kepada tanah, Lumpur, dan tanah liat.
Maksudnya, manusia asalnya adalah tanah, tetapi manusia itu bukan tanah. Begitu pula jin, asalnya adalah
api, tetapi jin bukan api." Dalil tentang persoalan di atas disebutkan dalam perkataan Rasulullah saw.,
"Ketika setan datang dalam salatku, aku mencekiknya sampai aku mendapati air liurnya pada telapak
tanganku." (HR Bukhari, Imam Ahmad juga meriwayatkannya).

Al-Qadhi Abu Bakar mengatakan, "Hanya orang-orang tertentu yang dapat melihat mereka (bansa jin).
Sedangkan orang yang tidak diberikan penglihatan untuk melihat, tidak bisa melihat mereka."

Ibn Mardawaih meriwayatkan dari Ibn Mas'ud, dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda, "Mimpinya seorang
muslim merupakan satu bagian dari tujuh puluh bagian kenabian. Dan api ini adalah satu bagian dari tujuh
puluh bagian api yang sangat panas, yang darinya diciptakan jin."

Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia mengatakan, Rasulullah saw. bersabda, "Api kalian adalah satu
bagian dari tujuh puluh ranting api neraka jahanam." Demikian disebutkan dalam kitab Bad'ul Khalq.

Referensi:
1. Luqath al-Marjan fi al-Ahkam al-Jan, Imam Jalaluddin as-Suyuthi
2. Yang Tersembunyi: Jin Iblis, Setan, & Malaikat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah serta Wacana Pemikiran
Ulama Masa Lalu dan Masa kini, M. Quraish Shihab
Jul 04, 03 | 4:00 am
Awal Penciptaan Jin

Kita manusia bertanya-tanya, sebenarnya lebih dahulu mana antara makhluk jin dan manusia itu
diciptakan? Untuk memperoleh keterangan dari pertanyaan tersebut, mari kita simak berbagai informasi
sebagai berikut.

Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat
panas." (Al-Hijr: 27).

Abu Hidzaifah Ishaq bin Basyar mengatakan dalam kitab Al-Mabda' bahwa Abdullah bin Amr bin al-Ash
berkata, "Jin diciptakan dua ribu tahun sebelum penciptaan Adam."

Juwaibir memberikan kabar dari Adh-Dhahhak dari Ibn Abbas bahwa ia mengatakan, "Jin merupakan
penghuni bumi, sementara malaikat adalah penghuni langit; merekalah yang meramaikan langit. Di setiap
langit terdapat malaikat. Setiap penghuni langit selalu melakukan salat, bertasbih (menyucikan Tuhan), dan
selalu berdoa. Penghuni langit yang lebih tinggi memiliki ibadah, doa salat, dan tasbih yang lebih banyak
dibandingkan penghuni langit di bawahnya. Jadi, malaikat itu adalah penghuni langit, sementara jin adalah
penghuni bumi."

Ishaq juga mendapatkan berita dari Abu Ra'uf yang mendapatkannya dari Ikrimah yang mendapatkannya
dari Ibnu Abbas, "Ketika Allah menciptakan bapaknya jin, Samum, yang dijadikannya dari nyala api, Ia
berkata, 'Hai jin, mintalah yang kamu inginkan!' Jin menjawab, 'Kami berharap agar kami dapat melihat
manusia, tetapi kami tidak terlihat oleh mereka, agar kami menghilang di bawah tanah, dan kami tidak mati
dalam keadaan tua renta, melainkan muda dulu'." Artinya, bangsa jin bisa melihat tetapi tidak terlihat oleh
manusia. Jika mati, mereka menghilang di dalam tanah, dan tidak mati sampai kembali muda.

Ishaq mengatakan, "Telah mengabarkan kepada saya Juwaibir dan Utsman dengan isnad mereka berdua
bahwa Allah menciptakan jin dan memerintahkan mereka untuk menghuni bumi. Mereka menyembah Allah
sampai batas waktu yang cukup lama, kemudian mereka mulai berbuat maksiat kepada Allah dan suka
melakukan pertumpahan darah. Dalam lingkungan mereka dikenal seorang raja bernama Yusuf yang
kemudian dibunuh oleh mereka. Lalu, Allah mengutus tentara dari malaikat yang berada di langit kedua.
Dikatakan pula bahwa dalam kalangan jin terdapat iblis, berjumlah empat ribu makhluk jin, kemudian
mereka turun dan membawa anak-anak jin dari bumi, mereka menjadi kuat dan mengikuti pemuka-
pemukanya di pulau-pulau laut. Iblis dan tentara yang bersamanya tinggal di bumi. Karena mereka banyak,
pekerjaan yang dilakukan menjadi mudah dan mereka pun senang tinggal di sana."

As-Suyuthi di dalam Luqath al-Marjan fi al-Ahkam al-Jan menyebutkan bahwa Muqatil dan Juwaibir
memberitahukan dari Adh-Dhahhak, dari Ibn Abbas, ia mengatakan, "Ketika Allah hendak menciptakan
Adam, Ia berkata kepada para malaikat, 'Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang khalifah di muka
bumi ini.' Kemudian, malaikat bertanya, 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
makhluk yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah'." Ibn Abbas berkata, "Para
malaikat tidak mengetahui sesuatu yang gaib. Mereka menganggap perbuatan anak Adam seperti
perbuatan para jin. Sehingga, mereka mengatakan apakah Tuhan akan menjadikan makhluk yang suka
merusak seperti bangsa jin membuat kerusakan dan suka menumpahkan darah, sebagaimana bangsa jin
menumpahkan darah, seperti perbuatan yang mereka lakukan dengan membunuh nabi mereka yang
bernama Yusuf."

As-Suyuthi mengomentari riwayat-riwayat di atas bahwa sanad-sanadnya rusak. Abu Hudzaifah seorang
yang suka berbuat kebohongan, Juwaibir diabaikan perkataannya, sedangkan Adh-Dhahhak tidak
mendengarkan secara langsung dari Ibn Abbas.

Tetapi, Al-Hakim meriwayatkan di dalam kitab Al-Mustadrak dan menganggap sahih sebuah riwayat dari Ibn
Abbas, yang ia mengatakan, "Allah berkata, 'Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di bumi
ini.' Mereka (para malaikat) bertanya, 'Apakah Engkau akan menjadikan makhluk yang suka membuat
kerusakan dan melakukan pertumpahan darah?' Dua ribu tahun sebelum itu telah diciptakan jin; mereka
membuat kerusakan dan melakukan pertumpahan darah. Lalu, Allah mengutus tentara dari kelompok
malaikat. Para tentara itu memukul para jin, sehingga mereka terdampar di kepulauan laut. Karena itu,
ketika Allah berkata kepada para malaikat, 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi ini,' mereka berkata, 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu makhluk yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,' sebagaimana yang telah diperbuat oleh para
jin."

Ibn Jarir, Ibn Abi Hatim, dan Abu asy-Syekh (dalam kitan Al-'Azhamah) meriwayatkan dari Abu al-'Aliyah,
"Allah SWT menciptakan malaikat pada hari Rabu, menciptakan jin pada hari Kamis, dan menciptakan
Adam pada hari Jumat. Kemudian, satu kaum dari jin ingkar dan kafir, sehingga malaikat turun ke bumi lalu
memerangi mereka. Jadi, pertumpahan darah dan kerusakan berlangsung. Karena itu malaikat berkata,
'Mengapa Engkau akan menjadikan (khalifah) di bumi itu makhluk yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah'."

Dalam kitab Al-'Azhamah, Abu asy-Syekh berkata, "Saya mendapatkan berita dari Ahmad bin Muhammad
al-Mashahafi, dari al-Bara, dari Abdul Mun'im bin Idris, dari bapaknya, ia berkata, 'Wahab menyebutkan dari
Ibn Abbas, ia mengatakan, 'Allah menciptakan surga sebelum neraka, menciptakan rahmatnya sebelum
kemarahan-Nya, menciptakan langit sebelum bumi, menciptakan matahari dan bulan sebelum bintang-
bintang, menciptakan siang sebelum malam, menciptakan laut sebelum daratan, menciptakan daratan dan
bumi sebelum gunung-gunung, menciptakan malaikat sebelum para jin, menciptakan jin sebelum manusia,
dan menciptakan jenis laki-laki sebelum jenis perempuan'."

Sumber: Luqath al-Marjan fi al-Ahkam al-Jan, Imam Jalaluddin as-Suyuthi


Jun 27, 03 | 4:00 am
Apakah Jin Itu?

Berbeda dengan kaum materialis yang berwawasan sempit, umat Islam, bahkan mayoritas umat beragama
di dunia ini mengakui adanya sesuatu yang dinamakan jin.

Pendapat Pakar Islam Rasionalis

Meskipun mayoritas umat mengakui adanya jin, pemahaman mereka tentang makhluk yang tersembunyi ini
berbeda-beda. Bahkan, para pakar Islam pun terdapat beberapa pendapat tentang makhluk jin. Pakar-pakar
Islam yang sangat rasional tidak mengingkari ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang jin, tetapi mereka
memahaminya bukan dalam pengertian hakiki. Paling tidak ada tiga pendapat yang menonjol dari kalangan
rasionalis Islam menyangkut makhluk jin.

1. Mereka memahami jin sebagai potensi negatif manusia. Menurut penganut paham ini, malaikat adalah
potensi positif yang mengarahkan manusia ke arah kebaikan.

Pandangan ini menjadikan jin sepenuhnya sama dengan setan. Di sisi lain mereka menilainya tidak memiliki
wujud tersendiri karena jin atau setan menurut paham ini merupakan potensi negatif yang berada di dalam
diri manusia.

2. Mereka memahami antara lain sebagai virus dan kuman-kuman penyakit. Paham ini mengakui eksistensi
jin tetapi menyatakannya sebagai kuman-kuman. Maka, mereka menilainya bukan makhluk berakal, apalagi
makhluk mukalaf, yang dibebani tugas-tugas tertentu oleh Allah SWT.

3. Mereka yang memahami jin sebagai jenis dari makhluk manusia liar yang belum berperadaban. Pendapat
ini dikemukakan kali pertama oleh salah seorang pemikir India kenamaan yang bernama Ahmad Khan
(1817--1898 M), yang menulis buku tentang jin dalam pandangan Alquran. Menurutnya, ayat-ayat yang
menunjukkan tentang jin tidak dapat dijadikan bukti tentang adanya makhluk yang bernama jin. Ahmad
Khan juga menguatkan pendapatnya dengan beberapa syair-syair jahiliah.

Bintu asy-Syathi, Aisyah Abdurrahman, pakar kontemporer Mesir dalam bidang bahasa dan Alquran, dalam
bukunya Al-Qur'an wa Qadhaya al-Insan menulis antara lain lebih kurang sebagai berikut.

"Bukanlah satu keharusan membatasi pengertian jin pada hal-hal yang secara umum kita kenal
pengertiannya sebagai hantu-hantu yang tidak nampak kepada kita kecuali dalam kegelapan yang
manakutkan atau gambaran waham dan ilusi. Tetapi kata jin sesuai dengan pengertian kebahasaan yakni
ketertutupan dan sesuai juga dengan kebiasaan Alquran memperhadapkan penyebutannya dengan 'ins'
(manusia) dapat mencakup semua jenis makhluk selain manusia yang hidup di alam-alam yang tidak terlihat
atau terjangkau dan yang berada di luar batas alam tempat kita manusia hidup, serta yang tidak terikat
dengan hukum-hukum alam yang mengatur kehidupan kita sebagai manusia."

Atas dasar pandangan ini, Bintu asy-Syathi tidak menutup kemungkinan jin masuk dalam pengertian apa
yang dinamakan UFO (Unidentified Flying Object). Dalam dunia iptek, UFO adalah objek yang terlihat di
angkasa dan diduga sebagai awak angkasa yang datang dari luar planet bumi namun tidak dapat
diidentifikasi.

Wawasan Alquran tentang Jin

Di dalam Alquran ditemukan paling tidak lima kata yang sering digunakan untuk menunjuk makhluk halus
dari jenis jin, yaitu jin, jaan, jinnat, iblis, dan syaithan.

Para pakar berbeda pendapat tentang maksud kata jaan. Pakar bahasa Arab, Al-Jauhari (W 1005),
menyatakan bahwa jaan sama dengan jin, hanya saja kata jin adalah bentuk jamak dari kata jinny yang
berbentuk tunggal, sedangkan jaan adalah ism jame atau kata yang digunakan untuk menunjuk
sekelompok, jinny.

Dalam Alquran surah Ar-Rahman ayat 15 dinyatakan, "Dia (Allah) menciptakan jaan dari nyala api."

Siapa yang dimaksud dengan jaan dalam ayat di atas? Ada yang berpendapat bahwa jaan adalah bapak
jenis jin, sebagaimana Adam adalah bapak jenis manusia. Ada juga yang menyatakan bahwa jaan adalah
iblis yang menggoda Adam dan bukan bapak jin.

Kata jinnat, baik yang dibubuhi alif dan lam atau tidak, ditemukan dua belas kali di dalam Alquran.
Kesemuanya mengandung makna ketertutupan seperti gila (Al-A'raf: 184). Tetapi, tidak semuanya
bermakna makhluk halus. Banyak ulama memahami kata jinnat dalam arti jin. Huruf "ta" yang menghiasi
akhir kata itu adalah alamat ta'nist/tanda/bentuk feminisme untuk menunjukkan bahwa kata ini digunakan
untuk menunjuk thaaifah (kelompok), sehingga kata jinnat berarti kelompok jin.

Perlu dicatat bahwa tidak semua jin adalah setan, karena jin ada yang taat kepada Allah SWT dan ada pula
yang membangkang. "Sesungguhnya di antara kami ada yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang
tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda." (Al-Jin: 11).

Di sisi lain, tidak semua setan adalah jin, karena ada juga setan manusia. "Setan-setan dari jenis manusia
dan dari jenis jin sebagian dari mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah untuk menipu (manusia)." (Al-An'am: 112).

Kini, kalau Anda bertanya bagaimana wawasan Alquran tentang jin, dan apa yang harus dipercayai oleh
seorang muslim tentang hal ini? Secara singkat dapat disimpulkan bahwa Alquran menjelaskan adanya
makhluk ciptaan Allah yang bernama jin, tercipta dari api, sebagaimana diakui iblis dan dibenarkan oleh
Alquran. "Aku lebih baik darinya (Adam). Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan Engkau menciptakannya
dari tanah." (Al-A'raf: 12). Perlu diingat informasi Alquran yang menyatakan, "Iblis (enggan sujud). Dia
adalah dari golongan jin." (Al-Kahfi: 50).

Makhluk ini mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan ciri manusia, antara lain bahwa dia dapat melihat
manusia dan manusia tidak dapat melihatnya. Sesungguhnya ia danpengikut-pengikutnya melihat kamu
dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka." (Al-A'raf: 27).

Makhluk ini dapat hidup di planet bumi. Alquran tidak menjelaskan di mana tetapi demikian itulah perintah
Allah kepada-Nya ketika Yang Maha Kuasa itu mengusirnya bersama Adam dan surga. "Turunlah kamu!
Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan
kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." (Al-Baqarah: 36).

Mereka mempunyai kemampuan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan berat, seperti apa yang mereka
lakukan untuk Nabi Sulaiman. "Dan, sebagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawwah
kekuasaan Sulaiman) dengan izin Tuhannya." (Saba': 12). "Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang
dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi, patung-patung, dan piring-piring yang (besarnya) seperti
kolam serta periuk-periuk yang tetap (berada di atas tungku)." (Saba': 13).

Mereka juga mempunyai kemampuan hidup berada di luar planet bumi berdasarkan ucapan mereka yang
dibenarkan dan diabadikan Alquran. "Sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit,
maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api. Sesungguhnya kami
dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya).
Tetapi sekarang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api
yang mengintai (untuk membakarnya)." (Al-Jin: 8--9).

Tidak semua bangsa jin itu jahat atau membangkang perintah Allah. "Sesungguhnya di antara kami ada
yang saleh dandi antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang
berbeda-beda." Demikian ucap jin yang direkam dalam Alquran surah Al-Jin ayat 13.

Mereka juga mempunyai kemampuan memahami bahasa manusia, terbukti dari kemampuan mereka
mendengar dan memahami Alquran. "Mereka berkata, 'Sesungguhnya kami telah mendengarkan Alquran
yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan
kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhan kami." (Al-Jin: 1--2).

Sumber: Diadaptasi dari Yang Tersembunyi: Jin Iblis, Setan, & Malaikat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah
serta Wacana Pemikiran Ulama Masa Lalu dan Masa kini, M. Quraish Shihab

También podría gustarte