Está en la página 1de 24

Laporan Pendahuluan

Chronic Kidney Disease (CKD)

A. Anatomi dan Fungsi Ginjal

Ginjal adalah dua organ kecil berbentuk seperti kacang buncis yang terletak

pada posisi abdomen antara tulang rusuk ke dua belas dan tulang belakang

lumbal ketiga. Ginjal kanan terletak lebih rendah daripada ginjal kiri karena hati

menekannya ke bawah.

Ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan. Masing-masing ginjal mempunyai

panjang sekitar 11-12 cm, lebar 5-7,5cm, dan tebal 2,5-3cm. Berat ginjal pada

laki-laki dewasa adalah 125-170 gram dan pada wanita dewasa adalah 115-155

gram. Ginjal terbenam dalam dasar lemak yang disebut lemak perirenal.18 Ginjal

terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari

jaringan fibrus berwarna biru tua, lapisan luar terdapat lapisan korteks (subtansia

kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian medula (substansia medularis)

berbentuk kerucut yang disebut renal piramid.

Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan

fungsional ginjal, jumlahnya sekitar satu juta pada setiap ginjal. Setiap nefron

dimulai sebagai berkas kapiler (badan malphigi atau glomerulus) yang tertanam

dalam ujung atas yang lebar pada urinefrus atau nefron. Setiap nefron terdiri

dari kapsula Bowman, yang mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus

kontortus proksimal, lengkung Henle dan tubulus kontortuks distal.


Anatomi ginjal dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.1. Anatomi Ginjal

Fungsi Ginjal
Ginjal merupakan organ vital bagi kehidupan manusia yaitu sebagai organ
pengatur dalam tubuh karena memiliki fungsi sebagai berikut :
Fungsi Ekskresi
1. Mempertahankan osmolitas plasma dengan mengubah ekskresi air.
2. Mempertahankan kadar masing – masing elektrolit plasma dalam batas normal
3. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihanH+.
4. Mengekskresikan produksi akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea,
asam urat, dan kreatinin.
Fungsi Non Ekskresi
1. Menghasilkan renin yang terpenting untuk pengaturan tekanan darah.
2. Menghasilkan eritropoetin yang merupakan faktor penting dalam stimulasi
produksi sel darah merah oleh sum-sum tulang.
3. Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktif.
4. Mengatur kadar insulin.
5. Menghasilkan prostaglandin.19
Ginjal akan menjaga keseimbangan internal (meleiu interieur) dengan jalan
menjaga komposisi cairan ekstraseluler. Untuk melaksanakan hal itu sejumlah besar
cairan difiltrasi di glomerulus dan kemudian direabsorpsi dan disekresi di sepanjang
nefron sehingga zat-zat berguna yang diserap kembali dan sisa-sisa metabolisme
dikeluarkan sebagai urin. Sedangkan air ditahan sesuai dengan kebutuhan tubuh kita.
B. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus
filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius)
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)
C. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration Glomerulus)
dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft – Gault

sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI


D. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan glomerulonefritis menjadi
yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau
nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang
tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21
%. (US Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006).
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000
menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan
46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan
12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).
E. Patofisiologi
F. Manifestasi Klinis
Penyakit GGK akan menimbulkan gangguan pada berbagai sistem atau organ tubuh,
antara lain :
A. Gangguan pada sistem gastrointestinal.

a. Anoreksia dan nause yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein

dalam usus dan terbentuknya zat–zat toksik akibat metabolisme bakteri usus

seperti ammonia dan metal guanidine, serta sembabnya mukosa usus.

b. Ureum yang berlebihan pada air liur yang diubah oleh bakteri dimulut menjadi

amonia oleh bakteri sehingga nafas berbau amonia.Akibat yang lain adalah

timbulnya stomatitis dan parotitis.

c. Cegukan yang belum diketahui penyebabnya

B. Gangguan pada sistem Hematologi

a. Anemia, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor lain :

1. Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada

sum-sum tulang menurun.

2. Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia

toksik.

3. Defisiensi besi dan asam folat akibat nafsu makan yang berkurang.

4. Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit.

5. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisma skunder.

b. Gangguan fungsi trombosit dan trombosotopenia yang mengakibatkan

perdarahan.

c. Gangguan fungsi leukosit, di mana fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi

limfosit menurun sehingga imunitas juga menurun.

C. Gangguan pada sistem kardiovaskuler


a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam
b. Nyeri dada dan sesak nafas
c. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan
klasifikasi metastatik.
d. Edema akibat penimbunan cairan.2
D. Gangguan pada sistem saraf dan otot
a. Restless leg syndrome, di mana pasien merasa pegal pada kakinya sehinggaselalu
digerakkan.
b. Feet syndrome, yaitu rasa semutan dan seperti terbakar terutama ditelapak kaki.
c. Ensefalopati metabolic, yang menyebabkan lemah, tidak bisa tidur, gangguan
konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.
d. Miopati, yaitu kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas
proksimal.
E. Gangguan pada sistem endokrin.

a. Gangguan seksual : libido, fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki,


pada wanita muncul gangguan menstruasi.
b. Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin yang menghambat masuknya
glukosa ke dalam sel dan gangguan sekresi insulin.GGK disertai dengan timbulnya
intoleransi glukosa.
c. Gangguan metabolisme lemak, biasanya timbul hiperlipidemia yang
bermanifestasi sebagai hipertrigliserida, peninggian VLDL (very low density
lipoprotein) dan penurunan LDL ( low density lipoprotein ). Hal ini terjadi karena
meningkatnya produksi trigliserida di hepar akibat menurunnya fungsi ginjal.
d. Gangguan metabolisme vitamin D.
F. Gangguan pada kulit
a. Kulit berwarna pucat akibat anemia dan gatal-gatal akibat toksin uremik dan
pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
b. Uremic frost yaitu jika kadar BUN sangat tinggi, maka pada bagian kulit yang
banyak keringat timbul kristal-kristal urea yang halus dan berwarna putih.2
G. Gangguan pada Tulang
Osteodistrofi ginjal yang menyebabkan osteomalasia.15
H. Gangguan metabolic
Asidosis metabolik ter jadi akibat ketidakmampuan pengeluaran ion hydrogen atau
asam endogen yang dibentuk.
I. Gangguan cairan-elektrolit
a. Gangguan asam-basa mengakibatkan kehilangan natrium sehingga terjadi
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia, dan hipokalsemia.
b. Gangguan asam-basa mengakibatkan kehilangan natrium sehingga terjadi
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia, dan hipokalsemia.15
J. Gangguan fungsi psikososial
Perubahan kepribadian dan prilaku serta perubahan proses kognitif.15
G. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises,
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan
ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa
fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik
I. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau
mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak
dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena
yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi
ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol proses
penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan obat-obatan)
dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-
hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori
nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan
hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga
(Black & Hawks, 2005)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi tetap
atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga
diiperlukan bila :
 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Overload cairan (edema paru)
 Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
 Efusi perikardial
 Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya, yaitu:
J. Pencegahan Penyakit CKD
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial pada penderita GGK dimaksudkan memberikan keadaan
pada masyarakat umum yang memungkinkan faktor predisposisi terhadap GGK dapat
dicegah dan tidak mendapat dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup, dan faktor
risiko lainnya.1 Misalnya dengan menciptakan prakondisi sehinggga masyarakat merasa
bahwa minum 8 gelas sehari untuk menjaga kesehatan ginjal merupakan hal penting,
berolahraga teratur, konsumsi makanan yang berlemak dan garam yang berlebihan
merupakan kebiasaan kurang baik yang pada akhirnya masyarakat diharapkan mampu
bersikap positif terhadap konsumsi yang sehat.29
2. Pencegahan Primer
Komplikasi penyakit ginjal kronik dapat dicegah dengan melakukan penanganan
secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah pencegahan yang
efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai
faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.

Pencegahan primer terhadap penyakit GGK dapat berupa :

a. Penghambatan hipertensi dengan menurunkan tekanan darah sampai normal


untuk mencegah risiko penurunan fungsi ginjal
b. Pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia
c. Penghentian merokok
d. Pengendalian berat badan.30
e. Banyak minum air putih agar urine tidak pekat dan mampu menampung/
melarutkan semua garam agar tidak terjadi pembentukan batu.
f. Konsumsi sedikit garam, makin tinggi konsuumsi garam, makin tinggi ekskresi
kalsium dalam air kemih yang dapat mempermudah terbentuknya kristalisasi.
g. Mengurangi makanan yang mengandung protein tinggi dan kolestrol tinggi.

3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan skunder berupa penatalaksanaan konservatif terdiri atas pengobatan
penyakit-penyakit komorbid (penyakit penyerta) untuk menghambat progresifitas,
mempertahankan nilai prognostik yang lebih baik dan menurunkan mortalitas.1
Penatalaksanaan pencegahan skunder dapat dibagi 2 golongan :

a. Pengobatan Konservatif
Pengobatan konservatif bertujuan untuk memanfaatkan faal ginjal yang masih
ada, menghilangkan berbagai faktor pemberat, dan memperlambat progresivitas
gagalginjal sedini mungkin.20 Pengobatan konservatif penyakit Gagal ginjal Kronik
(GGK) terdiri dari :
1.
Deteksi dini dan terapi penyakit primer Identifikasi (deteksi dini) dan segera
memperbaiki (terapi) penyakit primer atau faktor-faktor yang dapat
memperburuk faal ginjal sangat penting untuk memperlambat laju progresivitas
gagal ginjal menjadi gagal ginjal terminal.32
2. Pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan
a. Protein
Diet protein yang tepat akan memperlambat terjadinya keracunan ureum.
Pembatasan protein dimulai pada saat permulaan terjadinya penyakit ginjal
dengan masukan protein sebesar 0,5-0,6 g/kg BB/hari, dengan nilai biologik
yang tinggi.33 Pembatasan protein dalam makanan pasien GGK dapat
mengurangi gejala anoreksia, mual, dan muntah, dan apabila diberikan secara
dini dapat menghambat progresifitas penyakit.19
b. Kalium
Tindakan utama untuk mencegah terjadinya hiperkalemia adalah membatasi
pemasukan kalium dalam makanan.20 Kalium sering meningkat pada akibat
ekskresi kalium melalui urin berkurang. Hiperkalemia dapat menimbulkan
kegawatan jantung dan kematian mendadak.4 Maka dihindari konsumsi
makanan atau obat yang tinggi kadar kaliumnya seperti ekspektoran, kalium
sitrat, sup, kurma, pisang, dan sari buah murni.19
c. Natrium
Pengaturan diet natrium penting pada penderita gagal ginjal. Jumlah natrium
yang dianjurkan adalah 40 sampai 90 mEq/hari (1 sampai 2 gr
natrium).Asupan natrium maksimum harus ditentukan secara tersendiri untuk
tiap penderita agar hidrasi yang baik dapat tetap dipertahankan. Asupan
natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi cairan, edema
perifer, edema paru-paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.17
d. Cairan
Asupan cairan yang diminum penderita GGK harus diawasi dengan seksama.
Asupan cairan yang terlalu bebas mengakibatkan beban sirkulasi menjadi
berlebihan, edema dan intoksitasi air. Sedangkan asupan yang terlalu sedikit
mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal.19

b. Pengobatan Komplikasi
1. Hipertensi
Hipertensi dapat dikendalikan dangan tindakan non-farmakologi, yaitu diet
rendah garam, menurunkan berat badan, dan berolahraga.bila dengan cara non-
farmakologi tidak berhasil, dapat diberi tindakanfarmakologi. Tindakan
farmakologi dapat langsung diberikan bila hipertensi disertai gejala kerusakan
organ atau peningkatan tekanan darah sangat cepat. Obat-obat yang sering
digunakan adalah diuretika, beta-blocker adrenergic, agnosis adrenergic alfa, dan
vasodilator perifer.
2. Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi paling serius pada penderita uremia.
Hiperkalemia pada penderita gagal ginjal dapat diobati dengan pemberian
glukosa dan insulin intervena yang akan memasukkan K+ ke dalam sel.
3. Anemia
Penyebab utama anemia pada GGK adalah berkurangnya produksi eritropoietin,
suatu hormon glikoprotein yang diproduksi ginjal (90%) dan sisanya diproduksi di
luar ginjal (hati dan sebagainya). Anemia pada pasien dapat dikoreksi dengan
pemberian eritropoietin rekombinan dan responnya tergantung dari dosis yang
diberikan.2
4. Asidosis Metabolik
Asidosis Metabolik terjadi akibat penurunan kemampuan ekskresi beban asam
pada GGK , ditandai dengan LFG <25% ml/menit. Diet rendah protein dan
pemberian natrium bikarbonat dapat membantu mengurangi asidosis.19
5. Hiperurisemia
Obat yang digunakan untuk mengobati hiperurisemia pada penyakit GGK adalah
alopurino. Obat ini mengurangi kadar asam urat dengan menghambat biosintesis
sebagian asam urat total yang dihasilkan oleh tubuh.19
6. Pengobatan segera pada infeksi
Penderita GGK memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap serangan infeksi,
terutama infeksi saluran kemih. Karena semua jenis infeksi dapat memperkuat
proses katabolisme dan mengganggu nutrisi yang adekuat, keseimbangan cairan
dan elektrolit, maka infeksi harus segera diobati untuk mencegah gangguan
fungsi ginjal lebih lanjut. Obat penghambat sistem renin angiotensin seperti
penghambat ACE (angiotensin converting enzyme) dan penyekat reseptor
angiotensin telah terbukti dapat mencegah dan menghambat proteinuria dan
penurunan fungsi ginjal.30
c. Pengobatan Pengganti
Pengobatan pengganti yang dilakukan bertujuan menghindari kematian dengan
melakukan persiapan Renal Replacement Therapy (hemodialisis dan dialisis
peritoneal ).10
1. Hemodialisis
Hemodialisis adalah dialisa yang dilakukan dengan menggunakan membran
sintetik semipermeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisis pada ginjal
buatan. Proses ini dirangkai dalam mesin hemodialisis yang berfungsi mencampur
air dengan konsentrat dialisis, memompa darah keluar tubuh dan memompa
darah masuk ke dalam tubuh pasien. Hemodialisis akan mengeluarkan dari dalam
tubuh air, natrium, kalium, dan ion H+, juga toksin uremik. Masalah akut yang
terjadi saat hemodialisa seperti emboli udara dapat diatasi dengan adanya
monitor pada mesin hemodialisa.29
2. Dialisa peritoneal
Dialisis peritoneal dilakukan dengan menggunakan membran peritoneum yang
bersifat semipermeabel dengan menginfuskan 1-2 L cairan dialisis ke dalam
abdomen melalui kateter. Dialisat tetap berada dalam abdomen untuk waktu yang
berbeda-beda dan kemudian dikeluarkan dengan gravitasi ke dalam wadah yang
diletakkan di bawah pasien. Setelah pengeluaran selesai, dialisat yang baru
dimasukkan dan siklus berjalan kembali.19
3. Tranplantasi Ginjal
Tranplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi kebanyakan pasien dengan
penyakit ginjal tahap akhir, karena menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik
dibanding dialisis kronik dan menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal.
d. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat
atau kematian, tidak hanya ditujukan kepada rehabilitasi medik tetapi juga
menyangkut rehabilitasi jiwa.1 Pencegahan ini dilakukan pada pasien GGK yang telah
atau sedang menjalani tindakan pengobatan atau terapi pengganti berupa: 17
1. Mengurangi stress, menguatkan system pendukung social atau keluarga untuk
mengurangi pengaruh tekanan psikis pada penyakit GGK.
2. Meningkatakan aktivitas sesuai toleransi, hindari imobilisasi Karena hal tersebut
dapat meningkatkan demineralisasi tulang. Dan untuk membantu meyakinkan
tingkat aktivitas yang aman, perlu dilakukan pengkajian gaya berjalan pasien,
rentang gerak dan kekuatan otot.
3. Meningkatkan kepatuhan terhadap program terapeutik.
4. Mematuhi program diet yang dianjurkan untuk mempertahankan keadaan gizi
yang optimal agar kualitas hidup dan rehabilitasi dapat dicapai.17
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Fokus Keperawatan

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandungbanyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu 6
bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau
turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya adalah
penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan darah
atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi
cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual
muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke
jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner.
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Kode NIC Intervensi Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan b.d Tujuan: 4130 Fluid Management :


penurunan haluaran urin Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan
dan retensi cairan dan keperawatan selama 3x24 jam volume masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
natrium. cairan seimbang. 2. Batasi masukan cairan
Kriteria Hasil: 3. Identifikasi sumber potensial cairan
NOC : Fluid Balance 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
 Terbebas dari edema, efusi, cairan
anasarka 5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
 Bunyi nafas bersih,tidak adanya
dipsnea 2100 Hemodialysis therapy
 Memilihara tekanan vena sentral, 1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah (misalnya
tekanan kapiler paru, output BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat phospor)
jantung dan vital sign normal. sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon thdp
terapi.
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,
pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi
respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah
yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk
menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur
cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan

2 Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan asuhan 1100 Nutritional Management


1. Monitor adanya mual dan muntah
dari kebutuhan tubuh b.d keperawatan selama 3x24 jam nutrisi
2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan
anoreksia mual muntah. seimbang dan adekuat.
status nutrisi.
Kriteria Hasil:
3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
NOC :Nutritional Status
hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi dan
 Nafsu makan meningkat
untuk perencanaan treatment selanjutnya.
 Tidak terjadi penurunan BB
4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
 Masukan nutrisi adekuat
5. Berikan makanan sedikit tapi sering
 Menghabiskan porsi makan
6. Berikan perawatan mulut sering
 Hasil lab normal (albumin, kalium)
7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai
terapi

3 Perubahan pola napas Setelah dilakukan asuhan 3350 Respiratory Monitoring


berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam pola 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
hiperventilasi paru nafas adekuat. 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
Kriteria Hasil: otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
NOC : Respiratory Status intercostal
 Peningkatan ventilasi dan 3. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
oksigenasi yang adekuat hiperventilasi, cheyne stokes
 Bebas dari tanda tanda distress 4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
pernafasan adanya ventilasi dan suara tambahan
 Suara nafas yang bersih, tidak ada 3320 Oxygen Therapy
sianosis dan dyspneu (mampu 1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
mengeluarkan sputum, mampu 2. Ajarkan pasien nafas dalam
bernafas dengan mudah, tidak ada 3. Atur posisi senyaman mungkin
pursed lips) 4. Batasi untuk beraktivitas
 Tanda tanda vital dalam rentang 5. Kolaborasi pemberian oksigen
normal

4 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan 4066 Circulatory Care


berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam perfusi 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
penurunan suplai O2 dan jaringan adekuat. periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur
nutrisi ke jaringan sekunder. Kriteria Hasil: ekstremitas).
NOC: Circulation Status 2. Kaji nyeri
 Membran mukosa merah muda 3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
 Conjunctiva tidak anemis 4. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
 Akral hangat memperbaiki sirkulasi.
 TTV dalam batas normal. 5. Monitor status cairan intake dan output
 Tidak ada edema 6. Evaluasi nadi, oedema
7. Berikan therapi antikoagulan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus. http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-


pada-diabetes-melitus.pdf diakses pada tanggal 23 Februari 2014
Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip Ilmu
Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada tanggal 23
Februari 2014
Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
1999
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management for
Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to Understanding
and Management. USA : Oxford University Press. 2010
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi 8.
Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006

También podría gustarte