Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
9. TEKNOLOGI PENGENDALIAN
PENCEMARAN LAHAN SAWAH
Undang Kurnia, Husen Suganda, Rasti Saraswati, dan Nurjaya
Palar (1994), karakteristik logam berat memiliki berat jenis >4, bernomor atom 22-
34 dan 40-50, serta mempunyai respon biokimia spesifik pada organisme hidup.
Jenis logam berat diketahui >70 unsur, beberapa diantaranya perlu mendapat
perhatian khusus, yaitu Hg, Pb, Cd, Cu, Cr, Co, Mo, Mn, dan Ni (Piotrowski and
Coleman, 1980).
Bahan-bahan agrokimia
lain-lain. Pupuk organik yang berasal dari sampah kota dapat tercemar B3 atau
logam berat, karena berbagai macam limbah rumah tangga dan sampah kota
yang terdiri atas sisa sayur-sayuran tercampur dengan baterai bekas, kaleng,
seng, aluminium foil yang mengandung atau tercemar B3. Selain pupuk P, bahan
induk tanah juga mengandung logam berat (Tabel 3).
Tabel 1. Kadar logam berat dalam beberapa jenis pupuk anorganik dan organik
Logam berat Pupuk P Pupuk N Pupuk kandang Kapur Kompos
mg kg-1
Arsen 2-1.200 2,2-120 3-25 0,1-25 2-52
Boron 5-115 - 0,3-0,6 10 -
Kadmium 0,1-170 0,05-8,5 0,1-0,8 0,04-0,1 0,01-100
Kobal 1-12 5,4-12 0,3-24 0,4-3 -
Kromium 66-245 3,2-19 1,1-55 10-15 1,8-4.110
Tembaga 1-300 - 2-172 2-125 13-3.580
Raksa 0,01-1,2 0,3-2,9 0,01-0,36 0,05 0.09-21
Timah (lead) 40-2.000 - 30-969 40-1.200 -
Mangan 0,1-60 1-7 0,05-3 0,1-115 -
Molibdenum 7-38 7-34 2,1-30 0-20 0,9-279
Nikel 7-225 227 1,1-27 20-1.250 1,3-2.240
Timah hitam <100 - - - -
Selenium 0,5 - 2,4 0,08-0,1 -
Uranium 30-300 - - - -
Vanadium 2-1.600 - - 20
Seng 50-1.450 1-42 15-566 10-450 82-5.894
Sumber: Setyorini et al (2003).
Limbah industri
atau tanpa melalui proses pengolahan limbah terlebih dahulu. Apabila air sungai
tersebut dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian atau sawah, di dalam tanah
akan terjadi penimbunan B3 dan logam berat. Dengan demikian, bersamaan dengan
penyerapan unsur-unsur hara oleh tanaman, unsur-unsur racun tersebut juga ikut
terserap tanaman dan pada akhirnya akan terakumulasi di dalam jaringan tanaman.
Beberapa industri tekstil, dalam proses produksinya menggunakan bahan-
bahan kimia, seperti sodium hydrophosphate dalam proses pemutihan
(bleaching). Demikian juga dalam proses pengolahan limbah digunakan bahan-
bahan kimia tertentu, agar limbah yang dibuang aman dari bahan-bahan kimia
yang digunakan dalam proses produksi. Namun demikian, data analisis limbah
industri tekstil menunjukkan adanya sejumlah unsur B3 dan logam berat, seperti
Na, NH4, SO4, Fe, Al, Mn, Co, dan Ni yang potensial menyebabkan pencemaran
(Tabel 6), terutama bila air limbah tersebut masuk ke dalam badan air atau sungai
dan airnya digunakan sebagai sumber air irigasi.
Tabel 5. Jenis-jenis industri yang menghasilkan limbah mengandung B3 dan logam berat
Jenis industri Hg Pb Cd Cr Cu Zn Ni Al Fe Co Mn
Plastik/resin + - + - - + + - - - -
Farmasi/kosmetik + + - - - + - - - - -
Klorin + - - - - - - - - - -
Alat-alat kontrol/ukur + - - - - - - - - - -
Electronika/elektrik + - - - - - - - - - -
Elektroplating - - - + + + + + - - -
Cat anti karat + - - - - - - - - - -
Tekstil + - + + + + - - + + -
Keramik - + + - - + - - - - -
Penyamakan kulit + - - + - - - - - - -
Pulp dan kertas + + - + - - - - - - -
Baterai dan accu + + + - - - + - - - +
Sabun/detergen + + - - + + + - + - -
Logam, produk logam + + - + + + + + + - +
Pestisida - + + - + + - - - - -
Sumber: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (2000).
+ ada; - tidak ada
256 Undang Kurnia et al.
Penggunaan limbah cair eks industri pertanian seperti limbah CPO pada
lahan sawah di Indonesia belum ada, tidak seperti yang dilakukan pada lahan
perkebunan. Namun demikian, kemungkinan penggunaan limbah cair pabrik CPO
sebagai tambahan air irigasi mempunyai peluang yang cukup baik. Pertimbangan
tersebut didasarkan pada volume limbah yang dihasilkan cukup besar,
mengandung unsur hara makro cukup, dan tidak mengandung unsur-unsur kimia
berbahaya, kecuali minyak dan lemak, padatan terlarut, dan bau (Tabel 7).
Tabel 7. Sifat-sifat fisika dan kimia limbah pabrik minyak kelapa sawit (CPO) yang
siap dibuang ke lingkungan setelah melalui proses pengolahan limbah
Parameter-parameter limbah Satuan Nilai
Suhu oC 28
Warna PtCo 41,50
Total padatan terlarut mg l-1 780
pH - 6,35
Oksigen terlarut mg l-1 1,20
BOD mg l-1 630
COD mg l-1 3.535
Minyak dan lemak mg l-1 15,40
N-total % 0,24
NO3-N mg l-1 2,19
C-organik mg l-1 14,80
Kalsium mg l-1 29,80
Magnesium mg l-1 3,70
Sumber: PT Sawindo Kencana, 2002, (hasil analisis contoh limbah setelah melalui IPAL, diambil
dari kolam terakhir).
Pengendalian Pencemaran Lahan Sawah 257
ppm
Organofosfat
▪ Klorpirifos 0,0014-0,0401 0,0022-0,0971 0,0007-0,0035 0,10
▪ Diazinon 0,0415-0,0602 0,0080-0,0465 0,0015-0,0040 0,10
▪ Fention 0,0326-0,0450 0,0326-0,0450 - 0,10
Organoklorin
▪ BHC 0,0009-0,0375 0,0011-0,0263 - 0,05
▪ Endosulfan 0,0003-0,0360 0,0102-0,0343 0,0015-0,0055 1,00
▪ Aldrin 0,0110-0,0194 0,0020-0,0185 - 0,02
Karbamat
▪ Karbofuran 0,0013-0,0563 - 0,0008-0,0032 0,20
▪ BPMC 0,0037-0,0410 - 0,0025 0,10
▪ Fenvalerat - 0,0088-0,0205 - 2,00
Sumber: aArdiwinata et al. (1999); bJatmiko, et al. (1999); cHarsanti et al. (1999).
dBMR = batas maksimum residu (SK Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kesehatan, 1996).
bahwa residu pestisida umumnya masih jauh di bawah batas maksimum residu
(BMR), kecuali residu aldrin pada bawang merah (Tabel 10) sudah melebihi BMR.
Namun demikian dalam konsentrasi sangat rendah, logam berat akan
terakumulasi di dalam tubuh mahluk hidup, dan lambat laun akan berpengaruh
buruk terhadap kesehatan. Manusia yang mengkonsumsi hasil atau produk
pertanian yang mengandung residu pestisida, dalam jangka panjang diperkirakan
akan terkena dampak berupa kanker (sebagian besar pestisida bersifat
karsinogenik), gangguan metabolisme steroid akibat endocrine disrupting
pesticides (EDPs), fungsi tiroid, spermatogenesis, hormon gonadotropik, aktivitas
oestrogenik, dan aktivitas anti-androgenik.
Tabel 9. Konsentrasi residu insektisida pada beras dari lahan sawah di Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur
Insektisida Jawa Barata Jawa Tengahb Jawa Timurc
ppm
Organofosfat
▪ Klorpirifos 0,0002-0,0016 0,0028-0,0970 0,0002-0,0008
▪ Diazinon - 0,0142-0,0556 0,0002-0,0003
▪ Fention - 0,0246-0,0372 -
Organoklorin
▪ BHC 0,0023-0,0024 0,0024-0,0466 0,0003-0,0006
▪ Endosulfan 0,0002-0,0005 0,0157-0,0357 -
▪ Aldrin - 0,0037-0,0199 -
Karbamat
▪ Karbofuran 0,0005-0,0013 - 0,0003
▪ BPMC 0,0004-0,0059 - -
▪ Fenvalerat - 0,0163-0,0212 -
Sumber: aArdiwinata et al. (1999); bJatmiko et al. (1999); cHarsanti et al. (1999).
Tabel 10. Konsentrasi residu insektisida di dalam tanah, tanaman, dan air dari
lahan pertanaman bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah
Residu insektisida
Insektisida
Tanah Bawang merah Air
ppm
Organofosfat
▪ Klorpirifos 0,0022-0,0813 0,0413-0,1849 0,0015-0,0094
▪ Metidation 0,0072-0,0214 0,0048-0,1247 0,0001-0,0008
▪ Profenos 0,0011-0,0017 0,0271-0,0371 ttd
▪ Fenitrotion 0,0028-0,0082 0,0230-0,0695 0,0003-0,0021
Organoklorin
▪ Lindan 0,0205-0,0277 0,0076-0,6942 0,0002-0,0457
▪ Aldrin 0,0041-0,0456 0,3422-2,1220 0,0001-0,0031
▪ Dieldrin 0,0078-0,0261 0,0103-0,0156 0,0039-0,0042
▪ Endosulfan 0,0093-0,0195 0,0311-0,1134 0,0015-0,0040
Sumber: Nurjaya (2003); ttd = tidak terdeteksi
Pengendalian Pencemaran Lahan Sawah 259
Limbah industri
tanah yang tidak tercemar hanya 97 mg Na kg-1 tanah (Tabel 11). Gambar 1
memperlihatkan kondisi pertanaman padi di persawahan Rancaekek yang
mengalami pencemaran akibat limbah industri tekstil. Tabel 11 juga
memperlihatkan konsentrasi Cr, Co, Ni, Cu, dan Zn berada di sekitar batas kritis.
Meskipun demikian, unsur-unsur logam berat lain yang berada di bawah batas
kritis, tetap harus mendapat perhatian serius, karena dalam konsentrasi yang
sangat rendahpun, produk pertanian yang tercemar dapat menyebabkan
gangguan kesehatan akibat terus-menerus dikonsumsi.
Tabel 11. Kandungan unsur pencemar dan logam berat dalam tanah tercemar limbah
industri tekstil di persawahan Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung
Unsur pencemar dan
logam berat Tanah tercemar Tanah tidak tercemar Batas kritis1
mg kg-1
Na 467-2.983 97 60
Zn 39-237 80 70-400
Cu 49-79 44 60-125
Pb 11-20 14 100-400
Cd 0,19-0,30 0,12 3-8
Cr 9-34 13 75-100
Co 14-27 - 25-50
Ni 14-21 - 20
Sumber: Ramadhi (2002).
1Alloway (1990).
Gambar 1. Kerusakan tanaman padi sawah akibat limbah industri tekstil di Desa Jelegong,
Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung (Foto: Undang Kurnia).
Pengendalian Pencemaran Lahan Sawah 261
industri umumnya masih di bawah batas kritis (Tabel 14). Konsentrasi Pb dan Cd di
dalam beras masih rendah, dengan batas kritis, masing-masing 1,0 dan 0,5 ppm
(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1989). Namun demikian,
keberadaan kedua unsur logam berat tersebut dan unsur-unsur logam berat lainnya
di dalam hasil atau produk pertanian yang tercemar perlu diperhatikan dan
diwaspadai. Seperti telah diketahui bahwa Hg, Pb, dan Cd merupakan unsur logam
berat yang berbahaya bagi syaraf dan kesehatan manusia.
Tabel 13. Kemasaman (pH) air, unsur pencemar dan logam berat dalam air
Sungai Cikijing yang digunakan sebagai sumber air pengairan
Unsur kimia, pencemar dan
S. Cikijinga S. Cikijingb
logam berat
mg l-1
pH 7,2 7,2
Na 580 583
NO3 1,9 1,9
PO4 1,7 2,1
SO4 980 966
Zn 0,03 65,7
Cu 0,01 8,7
Pb 0,00 21,1
Cd 0,00 0,16
Cr 0,00 25,5
Co 0,02 28,2
Ni 0,04 43,0
Sumber: Suganda et al, (2003).
aLimbah yang dianalisis adalah contoh bebas lumpur (filtrat).
bLimbah yang dianalisis adalah contoh larutan lumpur.
Tabel 14. Kandungan logam berat di dalam jerami padi dan beras dari lahan
sawah tercemar industri penyepuhan logam di Juwana, Pati-Jawa
Tengah, dan dari industri tekstil di Rancaekek, Bandung-Jawa Barat
Unsur Kandungan dalam
logam berat Jerami padi Beras
Juwanaa Rancaekekb Juwanaa Rancaekekb
ppm
Zn 20-93 17-64 19-26 14-23
Cu 2-16 2-13 1-4 2-7
Pb 0,10-2,40 0,71-5,38 0,42-0,53 0,09-0,92
Cd 0,01-0,08 0,03-0,35 0,05-0,07 0,03-0,18
Co 0,27-0,65 0,11-5,92 0,30-0,40 0,11-4,16
Cr 0,16-1,29 0,67-4,52 0,33-1,15 0,99-17,1
Ni 0,85-1,37 0,44-15,90 0,86-1,12 0,61-17,1
Sumber: aUndang Kurnia et al. (2003b); bSuganda et al. (2003).
Pengendalian Pencemaran Lahan Sawah 263
Kegiatan pertambangan
pencemar lain di dalam tanah, sehingga produk atau hasil pertanian dari lahan
pertanian yang tercemar aman bagi konsumen. Oleh karena batas kritis/ambang
batas pencemaran pada tanah, air, tanaman dan produk pertanian belum ada
atau belum ditetapkan untuk kondisi Indonesia, maka batas kritis atau ambang
batas pencemaran yang tertera pada Tabel 16 dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk mengingatkan telah terjadi pencemaran di suatu daerah,
sehingga arahan penanggulangannya dapat ditetapkan.
Tabel 16. Batas kritis unsur-unsur logam berat dalam tanah, air, tanaman, dan
beras
organik (Sukmana et al., 1986). Prinsip dasar penelitian tersebut adalah bahwa
senyawa hidrokarbon yang meracuni tanaman dapat dihilangkan dengan
pencucian dan/atau dibuat menjadi tidak aktif oleh bahan organik bila unsur-unsur
racun tersebut berasal dari logam berat. Pencucian dilakukan dengan cara
memasukkan air irigasi atau air sungai yang tidak tercemar ke lahan sawah yang
terkena limbah pada saat pengolahan tanah, kemudian membuang air tersebut
melalui parit drainase. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa bahan organik tidak
berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan dan hasil gabah. Namun,
pencucian dengan air sungai yang tidak tercemar dapat menghilangkan pengaruh
senyawa hidrokarbon dari limbah minyak tersebut.
Lahan sawah yang tercemar limbah industri tekstil menyebabkan
kerusakan tanaman padi, dan gagal panen terutama pada musim kemarau,
seperti yang terjadi pada lahan persawahan di Kecamatan Rancaekek,
Kabupaten Bandung. Penelitian di rumah kaca yang menggunakan tanah dari
lahan sawah di daerah tersebut, menunjukkan hasil gabah dari tanah yang dicuci
dengan air bersih/air bebas ion meningkat 2-2,5 dibandingkan dengan hasil gabah
dari tanah yang tidak dicuci (Haryono et al., 2003). Dari hasil penelitian tersebut
disimpulkan bahwa natrium (Na) merupakan penyebab utama rusaknya tanaman
padi dan menurunnya hasil gabah. Penelitian yang dilakukan Suganda et al.
(2003) di daerah yang sama memperlihatkan kandungan Na dalam tanah sawah
sangat tinggi, berkisar antara 1.300 dan 2.300 ppm.
Untuk mengatasi kandungan Na yang tinggi di dalam tanah sawah,
Undang Kurnia et al. (2004) melakukan penelitian dengan cara pengolahan tanah
dan pencucian atau drainase. Cara tersebut dilakukan berdasarkan prinsip bahwa
bila garam dilarutkan dengan air bersih akan berkurang konsentrasinya. Air bersih
dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti sumur dalam dan sungai yang
masih bersih atau tidak tercemar. Pengolahan tanah dimaksudkan untuk
mengaduk-aduk garam yang terakumulasi di dalam tanah atau lumpur yang ada
di lapisan olah agar larut pada saat pencucian. Hasil penelitian tersebut
memperlihatkan bahwa pengolahan tanah dan pencucian mampu menurunkan
konsentrasi Na dalam air drainase (Gambar 2). Kandungan Na berkurang dari
1.100 ppm menjadi 450 ppm setelah pengolahan tanah pertama (PT 1), dan
menjadi 300 ppm setelah pengolahan tanah kedua (PT 2). Selama pertumbuhan
tanaman, konsentrasi Na dalam air drainase berkurang dari 300 ppm pada satu
minggu setelah tanam menjadi 60 ppm pada minggu ke-15. Akan tetapi, cara
pengolahan tanah, baik pengolahan tanah biasa maupun pengolahan tanah
dalam, dan selang waktu pencucian atau drainase setiap 1, 2, dan 3 minggu tidak
secara nyata menurunkan konsentrasi Na dalam air drainase. Namun demikian,
pengolahan tanah biasa dan pencucian setiap 3 minggu merupakan pilihan yang
baik, karena perlakuan tersebut paling efisien dan pengaruhnya sama baik
dengan perlakuan lainnya. Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa
Pengendalian Pencemaran Lahan Sawah 269
pertumbuhan tanaman sangat baik dan hasil gabah meningkat mencapai 8-10 t
ha-1 (Tabel 17). Agaknya setelah tanah mengalami pencucian, tanaman padi
menunjukkan pertumbuhan yang normal seperti sebelum terjadi pencemaran.
A: Kontrol
B: Pengolahan tanah biasa, didrainase setiap 1 minggu
C: Pengolahan tanah biasa, didrainase setiap 2 minggu
D: Pengolahan tanah biasa, didrainase setiap 3 minggu
E: Pengolahan tanah dalam, didrainase setiap 1 minggu
F: Pengolahan tanah dalam, didrainase setiap 2 minggu
G: Pengolahan tanah dalam, didrainase setiap 3 minggu
270 Undang Kurnia et al.
Bioremediasi
Tabel 19. Konsentrasi logam berat di dalam tanah, akar dan batang berbagai jenis tanaman pada lahan
sawah tercemar limbah industri tekstil di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung
Perlakuan Pb Cd Co Ni Cr Fe Mn Cu Zn
ppm
Tanah awal 15,04 0,13 19,90 16,10 19,30 53.455 522 58 110
Mendong
▪ tanah 12,71 0,11 14,13 18,19 26,09 49.833 931 50 740
▪ akar 7,79 0,49 12,87 10,76 14,85 47.780 1.094 46 222
▪ batang 1,10 0,09 1,58 1,53 2,07 2.365 1.046 13 108
Eceng gondok
▪ tanah 11,52 0,11 14,50 17,28 23,95 50.486 849 49 317
▪ akar 4,62 0,33 8,77 7,32 12,68 31.084 616 31 159
▪ batang 2,30 0,06 4,17 3,87 5,40 3.727 580 16 109
Kontrol/rumput
▪ tanah 13,74 0,11 14,47 19,38 26,41 53.387 817 53 478
▪ akar 2,21 0,41 6,22 3,84 4,96 20.251 512 14 63
▪ daun 0,60 0,01 0,63 1,57 1,67 1.596 1.230 8 32
Sumber: Undang Kurnia et al. (2004).
Catatan: 1. Kadar logam berat pada perlakuan mendong, eceng gondok, dan kontrol (rumput alami), baik di dalam tanah, akar, maupun batang
adalah hasil pengamatan 100 hari sejak awal penanaman.
2. Perlakuan kontrol/rumput, adalah petak sawah yang tidak ditanami, namun selama penelitian ditumbuhi rumput-rumputan alami,
sehingga rumput tersebut turut dipanen dan dianalisis.
274 Undang Kurnia et al.
bakteri. Plasmid yang menyandi efflux pathway untuk As dan Cd terdapat pada
beberapa bakteri tertentu dan dapat membedakan jalur penyerapan untuk P dan
Mn, melalui As dan Cd masing-masing masuk ke dalam sel. Beberapa logam dan
komponennya merupakan sasaran dalam biotransformasi yang dapat
meningkatkan atau menurunkan toksik. Jalur efflux untuk logam seperti Cd dan
ion Hg2+ didetoksifikasi melalui translokasi logam yang masuk melalui intraseluler
reduktase. Proses alkilasi dari komponen Pb dan As oleh mikroba prokariotik dan
eukariotik dapat meningkatkan potensi toksik.
Mikroorganisme mengembangkan berbagai mekanisme resistensi dalam
menetralkan atau meniadakan sifat toksik logam berat. Mekanisme resistensi atau
toleransi terhadap logam berat melalui pengikatan logam berat pada permukaan sel.
Pada E coli dan sebagian besar bakteri Gram negatif memiliki kapasitas muatan
yang lebih rendah dari pada Gram positif, tetapi memiliki struktur kompleks tiga lapis
(inter membran, peptidoglikan dan membran sitoplasma) yang mampu mengikat
dan mengimobilisasi ion logam termasuk Pb2+ dan Hg2+. Bakteri Gram negatif
umumnya menunjukkan toleransi terhadap logam yang lebih besar daripada Gram
positif. Interaksi logam dengan bagian dalam sel (intraseluler) diawali pengikatan
logam yang berlangsung cepat dan reversibel pada permukaan sel, meminimalkan
akumulasi logam oleh sel, mentransformasikan bentuk toksik menjadi bentuk lain
(biasanya bentuk volatil), mengikat logam menjadi bentuk tidak toksik dan
mencegah logam masuk ke dalam sel. Logam ditransport ke dalam sel melalui
membran ke arah berlawanan atau ke luar sel (efflux) diikuti akumulasi logam dalam
kompartemen sel. Situs pengikat potensial pada sel mikroba, matriks ekstraseluler,
serta komponan struktural pada bakteri, alga dan fungi meliputi peptidoglikan, asam
teikuronat (komponen struktur dinding sel bakteri), polisakarida, selulosa, asam
uronat, protein, glukosa dan komponen dinding sel cendawan (glukan, mannan,
chifuri, dan melanin), dengan tingkat spesifikasi ligan yang sesuai. Terikatnya logam
pada dinding sel bakteri disebabkan banyak situs anionik pada dinding sel, terutama
(1) gugus fosfodiester dari asam-asam tekoat; (2) gugus karboksil bebas pada
peptidoglikan; (3) gugus karboksil dari polimer dinding sel; dan (4) gugus amida dari
rantai peptida. Peptidoglikan paling nyata mengikat ion logam dan membentuk
situs-situs nukleasi untuk deposisi sekunder (Hughes dan Rolle, 1989). Lapisan
peptidoglikan resisten terhadap degradasi apabila konstituen outolisin (enzim
degradatif) terdenaturasi, sehingga peptidoglikan dapat persisten lama pada
lingkungan, walaupun sel telah mati (Sadhukhan et al., 1997). Ligan mengikat
logam secara selektif, berdasarkan prinsip dasar kimia. Faktor yang menentukan
ukuran interaksi logam dengan ligan adalah kekuatan polarisasi dan karakter kation,
keduanya merupakan faktor spesifik sebagai pengaruh pengkelatan dan pengaruh
sinergis. Situs aktif enzim dapat mengikat logam sekitarnya, seperti halnya katalisis
enzim yang membutuhkan bentuk geometri tertentu. Transisi ion logam penting
digunakan untuk katalisis redoks, dapat menghasilkan nilai redoks yang tepat.
Logam ini mengikat gugus-SH enzim dan mengadakan perubahan terhadap struktur
tersier dan kuarter protein, juga gugus merkapto fungsional ko-enzim A yang
diinhibisi (Hughes and Rolle, 1989). Pembentukan kompleks logam secara
276 Undang Kurnia et al.
Tabel 20. Jumlah malai, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, bobot kering gabah dan bobot 1.000 butir gabah yang
ditanam di sawah tercemar logam berat limbah industri, di Desa Sukajadi, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi
Jumlah
Jumlah Persen Bobot gabah Bobot 1000 Hasil Hasil Serapan Serapan
Perlakuan gabah per
malai gabah isi kering butir gabah beras Pb Cd
malai
% 5 kg 5m-2 g t ha-1 g ha-1
1 18,60ab* 126,49ab 86,61ab 2,34ab 27,92ab 4,68ab 3,68ab 3,068a 0,728a
2 19,17a 107,49b 89,10a 2,33b 28,00a 4,67b 3,67b 1,824b 0,453b
3 18,90a 125,33b 90,07a 1,96b 27,60b 4,19b 3,58b 1,598b 0,465b
4 19,52a 107,54b 87,61a 2,23b 27,97a 4,64b 3,67b 2,233b 0,457b
* Angka dalam kolom yang sama yang dikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5% menurut uji jarak ganda Duncan.
Perlakuan: 1: Kontrol ( hanya medium. tanpa inokulasi mikroba ); 2: PG 65-06; 3: MT 77-08; 4: MRI 12-05.
Tabel 21. Rata-rata jumlah malai, bobot jerami, bobot gabah isi, bobot beras per rumpun di tanah sawah tercemar logam
berat industri, di Desa Sukarahayu, Kecmatan Tembelang, Kabupaten Bekasi yang diinokulasi Bacillus sp. pada
saat panen (MT 2002)
Perlakuan Jumlah malai per Bobot jerami Bobot gabah isi Bobot beras Serapan Cd beras Serapaan Zn
rumpun beras
kg ha-1 g ha-1
1 44,50cd* 4.686d 4.029e 3.130d 1,521cd 93,3e
2 49,50abcd 6.027abc 4.512de 3.482cd 1,692bc 95,3de
3 52,75abcd 6.375abc 5.433abc 4.399ab 1,223d 129,0bc
4 44,00d 5.825bc 4.954cd 3.954bc 1,305de 115,8bcd
5 59,25a 7.064a 5.133bcd 4.262b 1,185ef 135,00ab
6 56,75ab 6.910ab 5.845ab 4.583ab 0,953f 114,0bcde
* Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%. menurut uji jarak ganda Duncan.
Perlakuan: 1. kontrol (tanpa inokulasi mikroba); 2. formula A (terdiri atas PB 138,ab PG 65-06, MT 77-08 dan MR I-053); formula A: (terdiri atas PB 138, PG 65-06, MT 77-08
dan MRI-05) + Zn 7.5 g.petak-1; 4. Kompos (jerami padi 4,5 kg.petak-1); 5. Kompos (jerami padi 4,5 kg.petak-1) + Zn 7,5 g.petak-1; 6. BioPhos (10 g.l-1 aquades). Bacillus sp.
yang hidup dan menempel pada permukaan akar tanaman padi pada saat penanaman 2,14 x 109 sel ml-1 dan formula B ialah 6,9 x 109 sel ml-1.
278 Undang Kurnia et al.
PENUTUP
berat yang dipunyai oleh beberapa negara di luar negeri, dan sudah saatnya
penetapan nilai ambang batas B3 dan logam berat dalam tanah di Indonesia
segera diwujudkan.
DAFTAR PUSTAKA
Setyorini, D., Soeparto, dan Sulaeman. 2003. Kadar logam berat dalam pupuk. hlm.
219-229 dalam Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Kualitas
Lingkungan dan Produk Pertanian: Pertanian Produktif Ramah Lingkungan
Mendukung Ketahanan dan Keamanan Pangan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Sims, J.L., R. C. Sims, and J. E. Matthews. 1990. Approach to bioremediation of
contaminated soil hazard. Waste Hazard Mater 7: 117-149.
Sismiyati, R., L. Sukarno, dan A. K. Makarim. 1993. Masalah pencemaran
Cadmium pada padi sawah. hlm. 477-493 dalam Kinerja Penelitian
Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan, Jakarta.
SK Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kesehatan. 1996. Batas Maksimum
Residu Pestisida pada Hasil Pertanian. 37 hlm.
Skladany, G. J., and F. B. Metting. 1993. Bioremediation of contaminated soil. p. 483-
513. In Metting, F.B. (Ed.). Soil Microbial Ecology. Application in Agriculture
and Environmental Management. New York: Marcel Dekker Inc.
Soejitno, J., dan A. N. Ardiwinata. 1999. Residu pestisida pada agroekosistem
tanaman pangan. dalam Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi GRK
dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah. Menuju Sistem
Produksi Padi Berwawasan Lingkungan, Bogor.
Soejitno, J., dan A. N. Ardiwinata. 2002. Penggunaan pestisida secara selektif
dan ramah lingkungan. Prosiding Seminar Nasional. Membangun Sistem
Produksi Tanaman Pangan Berwawasan Lingkungan. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Soemarwoto, O. 1991. Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global. Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suganda, H., D. Setyorini, H.. Kusnadi, I. Saripin, dan Undang Kurnia. 2003. Evaluasi
pencemaran limbah industri untuk kelestarian sumberdaya lahan sawah.
hlm. 203-221 dalam Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi
Lahan Pertanian. Bogor 2 Oktober dan Jakarta, 25 Oktober 2002. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Suharsih, P. Setyanto, dan Titi Sopiawati. 2000. Pengaruh penggunaan pupuk N
lambat urai terhadap emisi gas N2O pada lahan sawah tadah hujan. hlm.
67-72 dalam Prosiding Seminar Nasional Budidaya Tanaman Pangan
Berwawasan Lingkungan. Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang
Pertanian.
Pengendalian Pencemaran Lahan Sawah 283