Está en la página 1de 14

Makalah seminar KMB

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :

Fatimah Zuhra
Mardhatillah
Mudawati Islami
Suci Ramadhani

POLTEKKES KEMENKES ACEH


JURUSAN KEPERAWATAN BANDA ACEH
PRODI D-IV KEPERAWATAN
2015/2016
BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. PENDAHULUAN
Pneumothorax didefenisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga
pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk mempertahankan
paru dalam keadaan berkembang ( imflasi ). Tekanan pada rongga pleura pada akhir
inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Kerusakan pada pleura parietal dan atau pleura visceral dapat menyebabkan udara
luar masuk ke dalam rongga pleura. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat
trauma thorax dan karena berbagai prosedur diagnostic maupun terapeutik.
Jhonston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumothorax berkisar antara
2,4 – 17, 8/100.000/tahun. Beberapa karateristik pada pneumothorax antara lain : laki –
laki lebih sering dari pada wanita ( 4:1). Sering pada usia 20 – 30 tahun.
Pneumothorax spontan yang timbul pada umur lebih dari 40 tahun seringkali
disebabkan oleh adanya bronchitis kronik dan empisema. Lebih sering pada orang –
orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi ( astenikus ) terutama pada mereka yang
mempunyai kebiasaan merokok. Pneumothorax kanan lebih sering terjadi dari pada kiri.
B. ANATOMI FISIOLOGI RONGGA THORAX
Kerangka dada terdiri atas tulang dan tulang rawan. Batas – batas yang
membentuk rongga di dalam thorax ialah :
a. Depan : Sternum dan tulang rawan iga – iga.
b. Belakang : 12 ruas tulang punggung beserta cakram antarruas (diskus
invertebralis) yang terbuat dari tulang rawan.
c. Samping : Iga – iga beserta otot interkostal
d. Bawah : Diafragma
e. Atas : Dasar leher.
Rongga thorax berisikan :
Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi penuh oleh paru – paru beserta
pembungkus pleuranya. Pleura ini membungkus setiap belah, dan membentuk batas
lateral pada mediastinum.
Mediastinum ialah ruang di dalam rongga dada antara kedua paru – paru. Isinya
jantung dan pembuluh – pembuluh darah besar, usofagus, duktus torasika, aorta
desendens, dan vena kava superior, saraf vagus, dan frenikus dan sejumlah besar kelenjar
limfe.
BAB II
KONSEP DASAR TEORI

A. PENGERTIAN
Pneumothorax adalah udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat terjadi
secara spontan (spontaneous pleura), sebagai akibat trauma ataupun proses patologis,
atau dimasukkan dengan sengaja (Dorland 1998 : 872).
Pneumothorax/kolaps paru – paru adalah penimbunan udara atau gas di dalam
rongga pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi
paru – paru dan rongga dada.
B. ETIOLOGI
Pneumothorax terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara
melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkus.
Pelebaran /alveoli dan pecahnya septa – septa alveoli kemudian membentuk suatu bula
yang disebut granulomatus fibrosis. Granulomatus fibrosis adalah salah satu penyebab
tersering terjadinya pneumothorax, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya
obstruksi empisema.
C. KLASIFIKASI
1) Berdasarkan terjadinya yaitu:
a. Artificial
Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau
pneumothoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau
pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan
pneumothoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah
berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan
biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura.
b. Traumatic
Masuknya udara melaui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada
trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau
benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula
mengakibatkan udara dalam rongga pleura melalui fistula antara saluran nafas
proksimal dengan rongga pleura.
Barotrauma Pada Paru Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan
non-tension pneumathorax. Tension Pneumothorax merupakan medical emergency
dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas.
Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum
secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. Non-tension
pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax karena akumulasi udara tidak
makin bertambah sehingga tekanan terhadap organ didalam rongga dada juga tidak
meningkat.
Akumulasi darah dalam rongga toraks (hemotoraks) dapat menimbulkan masalah
yang mengakibatkan terjadinya hemopneumotoraks.
c. Spontan.
Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma. Timbul sobekan
subpleura dari bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu lubang
robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi
keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan
fistula bronkopleural akibat neoplasma atau inflamasi. Pneumotoraks spontan dapat
diklasifikasikan menjadi Pneumotoraks Spontan Primer dan Pneumotoraks Spontan
Sekunder. Pneumotoraks Spontan Primer biasanya disebabkan oleh pecahnya bleb
pada paru (sering terjadi pada pria muda yang tinggi kurus dan pada Marfan
syndrome), sedangkan Pneumotoraks Spontan Sekunder seringkali terjadi akibat
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
2) Berdasarkan lokasinya, yaitu Pneumotoraks parietalis, mediastinalis dan basalis
3) Berdasarkan derajat kolaps, yaitu Pneumotoraks totalis dan partialis.
4) Berdasarkan jenis fistel.
Pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara
rongga pleura dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan
intra pleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol
(0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan
pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan – 2 inspirasi).
Pneumotoraks tertutup. Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan
dunia luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh
karena diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan
udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh.
Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah negatif
(- 4 ekspirasi dan – 12 inspirasi).
Pneumotoraks ventil. Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif
berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui
bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada
waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif.
Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar
melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya
dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di
bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama
makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga
pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih
tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di
bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa.

D. PATOFISIOLOGI
Pneumotorak adalah adanya udara pada cavum pleura. Adanya udarapada
cavum pleura menyebabkan tekanan negatif pada intrapleuratidak terbentuk.
Sehingga akan mengganggu pada proses respirasi.
Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus danpleura
visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura viceralis yang lemah ini pecah, maka
akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura.
Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai pengembangan
cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut mengembang, seperti
balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan tekanan intra alveolar menjadi
negatif sehingga udara luar masuk. Pada pneumotorak spontan, paru-paru kolpas,
udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak
negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya
menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi
ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal
flutter. Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi
sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan
sempurna.
Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya hubungan
dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumotorak. Pada saat ekspirasi,
udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja
alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut,
hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang
sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang
bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang
sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau
shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension
pneumotorak.
Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkunga luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat
inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan visceralis).
Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan
masuk kedalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena
tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura
yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal
bergeser ke mediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open
pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura
mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada
cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya
terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi
jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena
penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumothorak.
E. MANIFESTASI KLINIS
a. Tachypnea
b. Dyspnea
c. Cyanosis.
d. Decreased or absent breath sounds on affected side.
e. Tracheal deviation.
f. Dull resonance on percussion.
g. Unequal chest rise.
h. Tachycardia.
i. Hypotension
j. Pale, cool, clammy skin.
k. Possibly subcutaneous air.
l. Narrowing pulse pressure.

F. PENATALAKSANAAN MEDIK
Penatalaksanaan pneumotorax tergantung dari luasnya pneumothorax. Tujuannya
yaitu untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan
untuk kambuh lagi.
Prinsip – prinsip penanganan pneumothorax menurut British Sosiety dan
American collage of chest fisician adalah :
a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen
b. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube trakeostomi dengan atau
tanpa pleurodesis.
c. Trakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya blep atau bula.
d. Torakotomi

G. PENGKAJIAN FISIK
1) Identitas pasien
a) nama
b) umur
c) jenis kelamin
d) agama
e) status perkawinan
f) pendidikan
g) pekerjaan
h) tanggal masuk
i) no register
j) diagnosa medic
2. Penanggung jawab
a) nama
b) umur
c) jenis kelamin
d) pekerjaan
e) hubungan dengan pasien
f) pendidikan
2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit saat ini
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin
berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih
nyeri pada gerakan pernapasan. Melakukan pengkajian apakah ada riwat trauma
yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledakan
yang menyebabkan tekanan pada paru meningkat, kecelakaan lalu lintas biasanya
menyebabkan trauma tumpul di dada atau tusukan benda tajam langsung menembus
pleura.
b. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB Paru dimana
sering terjadi pada pneumothorax spontan
c. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang mungkin
menyebabkan pneumothorax seperti kanker paru, asma, TB paru dan lain-lain.

H. DATA FOKUS TERKAIT PENURUNAN FUNGSI DAN PEMERIKSAAN


FISIK
Aktivitas atau istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktivitas atau istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda : Takikkardia.
Frekuensi tak teratur atau distritnia
Irama jantung gallop (gagal jantung sekunder terhadap effusi).
Tanda Homman
- TD : hipertensi/hipotensi
DVJ
Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah.
4. Makanan atau cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/ infuse tekanan
5. Nyeri atau kenyamanan
Gejala : nyeri dada unilateral meningkat karena pernapasan, batuk. Timbul tiba-
tiba gejala sementara batuk atau reganggan (pneumothorax spontan). Tajam dan nyeri
menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu,
abdomen (efusi pleural).
Tanda :
berhati-hati pada area yang sakit.
Perilaku yang distraksi
Mengkerutkan wajah
6. Pernapasan
Gejala :
kesulitan bernapas, lapar napas.
Batuk (mungkin gejala yang ada)
Riwayat bedah dada/trauma : penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi
paru (empiema/effusi) penyakit interstisial menyebar (sarkoidosis),
keganasan pneumothorax spontan sebelumnya.
Tanda : pernapasan :
Peningkatan frekuensi/takipnea.
Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada
dada dan leher, retraksi interkortal, eksipirasi abdominal kuat.
Bunyi napas menurun atau tidak ada.
Fremitus menurun.
Perkusi dada :
Hiperresonan diatas area terisi udara (pneumothorax), bunyi pekak
diatas area yang terisi area (hemothorax).
Observasi dada dan palpasi dada :
Gerakan dada tidak sama (paradogsik) bila trauma atau
kemps,penurunan pengembangan thorax (area yang sakit).
Kulit :
Pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi sub kutan.
Mental :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan
Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif/ terapi PEEP.
7. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada.
Radiasi/ kemotherapi untuk keganasan.
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor resiko keluarga, tuberculosis, kanker.
Adanya bedah intrathorakal/biopsy paru
Bukti kegagalan membaik.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/ cairan pada area pleural, data
menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
2) GDA : variable tergantung pada derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang
meningkat. PaO2 mungkin normal/menurun, saturasi oksigen biasa menurun.
3) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemotoraks)
4) HB : mungkin menurun menunjukkan kehilangan darah
5) Laboratorium (darah lengkap dan astrup)

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunya ekspansi
paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
2. Resiko tinggi trauma pernapasan berhubungan dengan pemasangan WSD.
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi.
BAB III
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Dx Keperawatan I: Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan


menurunnya ekspansi paru skunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
Tujuan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola pernapassan klien kembali efektif.

INTERVENSI RASIONAL
1. Identifikasi factor penyebab kolaps 1. Memahami penyebab dari kolaps
spontan, trauma keganasan, infeksi paru sangat penting untuk
komplikasi mekanik pernapasan. mempersiapkan WSD pada
2. Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pneumothoraks dan menentukan untuk
pernafasan, laporkan setiap perubahan yang interfensi lainnya.
terjadi 2. Dengan mengkaji kualitas,
3. Baringkan klien dalam posisi yang frekuensi, dan kedalaman pernapasan,
nyaman, atau dalam posisi duduk. kita dapat mengetahui sejauh mana
4. Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR) perubahan kondisi klien.

5.Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 3.Penurunan diafragma memperluas


jam. daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal.
4.Peningkatan RR dan takikardi
merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru
5. Auskultasi dapat menentukan
kelainan suara napas pada bagian
paru. Kemungkinan akibat dari
berkurangnya atau tidak berfungsinya
lobus, segmen, dan salah satu dari
paru. Pada daereah kolaps paru suara
pernapasan tidak terdengar tetapi bila
hanya sebagian yang kolaps suara
pernapasan tidak terdengar dengan
6.Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan jelas. Hal tersebut dapat menentukan
napas dalam yang efektif. fungsi paru yang baik dan ada
tidaknya atelektasis paru.
6. Menekan daerah yang nyeri ketika
7. Kolaborasi untuk tindakan dekompresi batuk atau napas dalam. Penekanan
dengan pemasangan WSD. otot-otot dada serta abdomen
membuat batuk lebih efektif.
7. Dengan WSD memungkinkan udara
keluar dari rongga pleura dan
mempertahankan agar paru tetap
mengembang dengan jalan
mempertahankan tekanan negative
pada intrapleura.

Dx Keperawatan II: Resiko tinggi trauma pernapasan yang berhubungan dengan


pemasangan WSD.
Tujuan Kriteria Hasil : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi resiko
trauma pernapasan tidak terjadi.
Intervensi Rasional
1. Kaji kualitas, frekuensi,dan kedalaman 1. Dengan mengkaji kualitas,
pernapasan,laporkan setiap perubahan yang frekuensi dan kedalaman pernapasan,
terjadi. kita dapat mengetahui sejauh mana
2. Observasi tanda-tanda vital (nadi, rr). perubahan klien.
2. Peningkatan RR dan takikardi
merupakan indikasi adanya penurunan
3.Baringkan klien dalam posisi yang fungsi paru.
nyaman, dalam posisi duduk. 3. Posisi setengah duduk atau duduk
4. Perhatikan undulasi pada selang WSD dapat mengurangi resiko pipa/selang
WSD terjepit.
4. Undulasi (pergerakan cairan
diselang dan adanya gelembung udara
yang keluar dari air dalam botol WSD)
merupakan indicator bahwa drainase
selang dalam keadaan optimal. Bila
undulasi tidak ada, ini mempunyai
makna yang sangat penting Karena
beberapa kondisi dapat terjadi, antara
lain:
 Motor suction tidak berjalan
 Selang terlipat atau tersumbat
 Paru telah mengembang
Oleh karena itu, perawat harus yakin
apa yang menjadi penyebab, segera
periksa kondisi system drainase, dan
amati tanda-tanda kesulitan bernapas.
5. Menghindari tarikan spontan pada
selang yang mempunyai resiko
tercabutnya selang dari rongga dada.
6. Tanda atau batas pada botol dapat
menjadi indicator dan bahan monitor
5. Anjurkan klien untuk memegang selang terhadap keadaan draidase WSD.
apabila akan mengubah posisi. 7. Gravitasi. Udara dan cairan
mengalir dari takanan yang tinggi ke
6. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, tekanan yang rendah.
catat tanggal dan waktu. 8. Meningkatkan sikap kooperatif
klien dan mengurangi resiko trauma
7. Botol WSD harus selalu lebih rendah pernapasan.
dari tubuh. 9. Menekan daerah yang nyeri ketika
batuk atau napas dalam. Penekanan
8. Beri penjelasan pada klien tentang otot-otot dada serta abdomen membuat
perawatan WSD. batuk lebih efektif.

9. Bantu dan ajarkan klien unuk melakukan


napas dalam yang efektif.
Daftar Pustaka

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Kumala, Poppy et all. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta :
EGC,1998.
Muttaqin, Arif.2008.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system
pernapasan. Jakarta:Salemba Medika
Slamet Suyono, (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, FKUL : Jakarta
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

También podría gustarte