Está en la página 1de 13

Manajemen Operasi Internasional

Nissan Motor Company

Dosen Pengampu : Anjar Priyono S.E.,M.Si.,Ph.D.

Disusun Oleh:

Rangga Surya Hidayat (14311639)

Muhammad Rafi Adriyan (14311645)

Elmy Nur Rohmah (14311653)

Evi Komalasari Aji Darma (14311657)

PRODI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam gambaran kasus “Nissan Motor Company, Building Operational
Resiliency” Jepang 11 Maret 2011 mengalami gempa bumi dan tsunami dengan kekuatan
9,0 skala Richter, di antara lima yang paling kuat pada waktu itu, terjadi di lepas pantai
Jepang. Gelombang tsunami lebih dari 40 meter ini mempunyai ketinggian perjalanan
hingga 10 kilometer kedalaman dan kemudian disusul tiga reaktor nuklir di Fukushima
Dai-ichi dengan tingkat tujuh kebocoran. Dampak bencana gabungan ini adalah
menghancurkan, dengan lebih dari 25.000 orang tewas, hilang dan terluka. Bencana ini
tidak hanya berdampak pada krisis kemanusiaan, tetapi juga merupakan pukulan berat
bagi perekonomian Jepang, seperti halnya 125.000 bangunan rusak dan produksi bulanan
mengalami penurunan hampir 60% di bulan Maret dan April 2011 dibandingkan dengan
tahun 2010, dan tidak sepenuhnya pulih hingga bulan Oktober. Contohnya Pasar di luar
Jepang yang terpengaruh dengan adanya bencana pada saat itu, seperti Perusahaan
Toyota, Honda dan Nissan, tiga industri besar yang berada di Jepang yang merupakan
industri produsen otomotif peralatan asli (OEM), yang menerima sejumlah besar ekspor
produksi dari Jepang untuk melayani pasar luar negeri. Sehingga dalam hal ini penurunan
produksi berdampak pada ketersediaan produk Jepang di pasar-pasar ekspor. Khususnya
pada industri Nissan yang mengalami kerusakan enam fasilitas produksi dan sekitar 50
dari pemasok mengalami kritis dan gangguan. Namun demikian, perusahaan Nissan
tersebut mempunyai strategi-strategi yang siap untuk menahan berbagai macam
guncangan, salah satunya seperti bencana alam pada waktu itu.
Sejarah industri otomotif di negara Jepang, sebelum tahun 1930-an pada dasarnya
dalam kemampuan manufaktur secara domestik sangat terbatas, kemudian pada tahun
1933 langkah produksi sektor indutri menuju produksi massal. Sebelum perang duania ke
II anak perusahaan jepang yaitu Ford dan General Motor mendominasi industri otomotif,
namun Nissan dan Toyota memulai setelah perang dunia ke II. Pada saat itu Nissan dan
Toyota sangat tertatih-tatih pada produktivitas produksi yang rendah dan akan beresiko
tergelincir ke dalam kebangkrutan, jika kedua perusahaan tersebut tidak bekerjasama
untuk mendapatkan pinjaman besar dari pemerintah dan dari Angkatan Darat Amerika
Serikat selama Perang Korea. Perusahaan otomotif Jepang tersebut sangat bergantung
pada transfer teknologi dari Amerika Serikat dan Eropa. Sehingga pada waktu itu
perusahaan Toyota lebih agresif dalam mengembangkan penelitian dan mengembangkan
kemampuan internal mereka, dan strategi ini akhirnya diadopsi oleh produsen mobil
lainnya di negara Jepang. Dalam hal ini Produsen otomotif Jepang juga berkonsentrasi
pada perbaikan proses, dan Toyota menjadi inovator awal dalam menerapkan strategi-
strategi manufaktur Just-In-Time.
Prinsip-prinsip manufaktur Just-In-Time ini dipelopori oleh Toyota, yang telah
diadopsi dalam berbagai aspek oleh produsen lain di negara Jepang dan global. Industri
otomotif Jepang mulai memukul langkahnya. Pada akhir 1960-an, baik Toyota dan
Nissan telah meningkat pesat dalam produksi dan ekspor mereka. Pada akhir 1970-an,
ekspor menyumbang lebih dari 50% dari produksi Jepang dan pada tahun 1980 Jepang
menyalip Amerika Serikat sebagai top negara produsen mobil dunia. Perusahaan mobil
Jepang mulai membangun fasilitas manufaktur di Amerika Utara, seperti perusahaan
Honda, Nissan dan Toyota yang bergerak pertama dan Mazda, Mitsubishi, Suzuki, dan
Isuzu kemudian mengikuti setelahnya. Apresiasi yang cepat setelah kesepakatan yang
dibuat pada pertemuan G-5 pada September 1985 menyebabkan perluasan lebih lanjut
dari produksi asing di kedua negara maju dan berkembang tersebut. Tiga perusahaan
Jepang terbesar melakukan operasi yang mengglobal untuk langkah yang berbeda,
namun, perusahan seperti Honda dan Nissan memperluas jejak manufaktur asing mereka
jauh lebih agresif daripada Toyota.
Nissan sangatlah berbeda dalam tata cara kontrol rantai pasokannya, perusahaan
lebih menganut pada sistem desentralisasi struktur rantai pasokan namun tetap dikenakan
kontrol pusat yang sangat kuat dan koordinasi penuh, khususnya ketika terjadi krisis yang
memperngaruhi operasi global. Sesungguhnya mempertahankan organisasi yang fleksibel
dan terintegritas sangatlah penting, terutama dalam prespektif tentang atribut
kebudayaan. Sebegai indikasi dari cara perusahaan Nissan memeluk keberagaman ini
dengan cara, mayoritas pejabat perusahan Nissan mewakili berbagai kebangsaan bahkan
sebagian mereka memiliki pengalaman yang luas dalam operasi luar negri, dan ini
merupakan ciri yang tidak dimiliki perusahaan lainya di jepang. Pihak perusahaan yakin
keragaman ini menjadi sumber kekuatan dalam mengelola operasi global. Selain itu
Nissan mengedepankan fleksibilitas yang berupaya untuk mempertahankan lini produk
yang disederhanakan. Perusahaan mengadopsi strategi build to stock dan strategi build to
order. Manajemen percaya bahwa strategi ini tidak hanya membantu untuk
menyederhanakan operasi dan penawaran produk saja, namun juga sebenarnya
memberikan kontribusi untuk peningkatan yang signifikan dalam hal penjualan. Filosofi
supply chain adalah salah satu kewaspadaan dan kemampuan reaksi yang ekstrim yang di
bangkitkan dari pengalaman krisisinya pada tahun 1999. Dengan menjaga manajemen
rantai pasokan agar produksi masih tetap berjalan dengan baik, yang mampu
menimbulkan rasa percaya diri ketika proses pemulihan dari bencana datang.
Manjemen risiko di Niisan antara lain , sikap Nissan terhadap resiko dan tanggap
darurat muncul pertama kali melalui pengalaman perusahaan dalam mengatasi tantangan
yang menakutkan. Pada tahun 1999 perusahaan menghadapi kesulitan keuangan yang
parah. Untuk itu upaya perusahaan adalah memberdayakan divisi yang diharapkan
mampu mengambil langkah langkah pencegahan untuk meminimalisisr dampak resiko
yang didapat. Selanjutnya adalah persiapan yang terus menerus guna menanggulangi
bencana Nissan membuat kegiatan seperti penguatan seismik fasilitas, peningkatan
perencanaan kelangsungan bisnis dan simulasi bencana. Selain itu perusahaan juga
memiliki rencana respon gempa darurat dalam tempat yang baik sebelum terjadinya
gempa pada tahun2011, yang di jelaskan dalam laporan tahunan 2010. Nissan
mempunyai prinsip prinsip dalam hal kemanusiaan , sebagai contoh rencana emergency
response yang menjadi prioritas dalam keselamatan ketika terjadi bencana, kemudian
pencegahan tindak tentang bencana, upaya pemulihan demi kesinambungan bisnis, serta
dukungan untuk masyarakat, perusahaan dan pemerintah. Yang pada akhirnya ini di
tetapkan sebagai markas bencana global usai terjadinya bencana, yang bertanggung
jawab untuk mengumpulkan dan mendistribusikan informasi mengenai keselamatan
karyawan, kerusakan fasilitas, dan perencanaan kelangsungan bisnis untuk operasi Nissan
dan para pemasoknya.
Terkait respon perusahaan Nissan, segera setelah bencana ada upaya pengendalian
di markas Nissan yang dipimpin langsung oleh Chief Operating Officer, diselenggarakan
untuk mengevaluasi dampak pada operasi dan untuk mengawasi pemulihan kegiatan.
Sebuah komite pemulihan didirikan untuk mengkoordinasikan tindakan pemulihan
global, khususnya untuk mengoptimalkan seluruh rantai pasokan. Pada tahun 2011 dalam
laporan, dampak dari bencana yang dirasakan, terasa oleh semua daerah. Dalam bulan
terakhir Nissan telah melaksanakan penanggulangan di setiap wilayah dimana ia
melakukan bisnis. Di Eropa misalnya, dimana perusahaan mempertahankan basis
produksi di Inggris, Spanyol dan Rusia, dengan mengambil langkah- langkah usai
terjadinya bencana dengan cara memastikan persediaan suku cadang yang di butuhkan.
Tim kawasan Eropa bekerja sama dengan pihak jepang untuk berbagi informasi tentang
status pasokan yang masih tersedia. Dalam tingkat akurasi berbagi informasi ini benar-
benar menakjubkan, guna menyelaraskan produksi-produksi tingkatan regional dengan
kondisi yang terjadi setelah bencana, sehingga satu sama lain terjalin koordinasi yang
efisien. Filosofi manajemen risiko perusahaan Nissan lahir dari pengalaman-pengalaman
menjelang collapse nya perusahaan, hal ini yang menajdi pelajaran berharga bahwa
seharusnya fokus untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko sedini mungkin serta
cepat dalam melaksanakan penanggulangan. Perusahaan akhirnya membentuk fungsi
manajemen risiko khusus yang bertanggung jawab untuk kegiatan ini. Ada juga sebuah
komite tingkat eksekutif yang membuat keputusan tentang risiko perusahaan, yang
berfungsi untuk mengelola risiko secara spesifik dan teratur kemudian di laporkan kepada
komite pemulihan sehingga selalu terjalin koordinasi yang massif.

Dalam enam bulan setelah gempa bumi, produksi di semua produsen mobil di Jepang
menurun 24,3% dibandingkan dengan ramalan di awal. Tiga besar produsen Jepang
bertengkar dengan isu yang berbeda terkait dengan bencana. Toyota memiliki eksposur
yang signifikan karena ukurannya yang besar dan tingkat tinggi dari produksi Jepang
(termasuk untuk ekspor). Nissan memiliki beberapa pabrik di dekat dengan daerah
bencana. Sementara Honda sebagian terisolasi karena AS lokal sebagian besar
memproduksi, pemulihan dari bencana itu masih lambat. Honda dikaitkan masalah
produksi untuk kendala dalam rantai pasokan, 26 masalah yang Nissan telah berhasil
terisolasi. Sebagai Chief Financial Officer Nissan Joseph Peter mengatakan, sebagian
besar langkah-langkah yang telah kita diambil dalam menanggapi bencana 11 Maret
merupakan kelanjutan dari strategi, prioritas dan rencana yang sudah di tempat. Salah
satu contoh dari hal ini adalah Strategi lokalisasi perusahaan telah mengejar untuk lebih
menyeimbangkan manufaktur dan sumber jejak penjualan perusahaan. Tindakan kita di
daerah ini kembali ke awal dari krisis keuangan tahun 2008, ketika Tujuan utama kami
adalah untuk mengurangi volatilitas dari pergerakan mata uang asing, terutama yen
menguat, dan untuk mengurangi biaya.

Maju pada bulan januari 2012, perusahaan Nissan mengumumkan bahwa mereka akan
meningkatkan produksi lokal mobil dalam amerika dari sekitar 70% sampai 90%
sejumlah 2.015,28, selain itu perusahaan juga menetapkan target yang agresif untuk
mengurangi ketergantungan pada komponen buatan jepang di pasbrik pabrik asing.
Misalnya, perusahaan berharap untuk mengurangi jumlah komponen yang di bawa ke
Amerika Utara dari jepang sekitar 50% yaitu 2.013,29. Menurut peter juga membuat
upaya bersama untuk memahami dependensi yang ada dalam rantai pasokan. Banyak
pelajaran yang dapat di ambil dari gempa, yang kedepannya akan memodifikasi
pembelian untuk meningkatkan rencana yang berkesinambungan dalam bisnis, terutama
untuk komponen komponen penting dan untuk mengurangi potensial dari risiko yang
terjadi. Nissan memiliki pekerjaan yang harus dilakukan untuk menjadi lebih baik dalam
melindungi terhadap bencana yang terjadi. Banyak tantangan yang masih terbentang di
depan. Beberapa bagian pemasok belum mengembalikan operasi mereka. Kami rantai
pasokan membutuhkan rehabilitasi. Pengalaman ini telah menginstruksikan kami dalam
perlunya suatu ditindaklanjuti BCP (rencana kesinambungan bisnis) yang mencakup
semua pemasok kami, termasuk di kedua dan ketiga tingkatan. Pengembangan rantai
pasokan yang lebih kuat dan risiko yang komprehensif manajemen penting dalam
membuat bisnis kita lebih sustainable.

Sehingga dalam kasus ini lebih pada mengidentifikasi struktur organisasi dan keputusan
operasional yang memungkinkan Nissan Motor Company untuk pulih dari bencana lebih
cepat daripada rekan-rekannya. Dalam melakukannya, Nissan diharapkan harus mampu
dalam meningkatkan produksi dan merebut pangsa pasar dari pesaing-pesaing mereka,
dengan mampu mewujudkan pemulihan dari masa-masa kebangkrutan dengan waktu
yang relatif cepat melalui superior visibilitas rantai pasokan, upaya merespon dengan
cepat, menerapkan alokasi pasokan yang fleksibel dan dalam keputusan produksinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana identifikasi aspek dari respon Nissan dan apa manfaatnya?
2. Bagaimana manajemen resiko yang terdapat di perusahaan Nissan dan saran
lainnya bagi kelompok anda?
3. Bagaimana Supply Chain management yang diterapkan di Perusahaan Nissan?
4. Bagaimana strategi lini produk perusahaan Nissan dalam merespon bencana?
5. Bagaimana strategi perubahan operasi pada tahun 2012, yang mempunyai
pengaruh dalam kestabilan operasional di perusahaan Nissan tersebut setelah
terjadinya bencana?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Analisis kasus
 Respon Nissan Motor Company dalam menghadapi bencana

Setelah terjadinya bencana, perusahaan Nissan menyusun beberapa respon untuk


mengendalikan bencana dalam skala global. Seperti dengan membuat markas yang
dipimpin oleh COO (chief operating officer) yang bertujuan untuk mengevaluasi
dampak yang terjadi pada bidang operasional dan juga untuk mengawasi pemulihan
kegiatan akibat bencana. Selain itu perusahaan Nissan juga membentuk sebuah
komite pemulihan guna untuk mengkoordinasikan kegiatan pemulihan dalam skala
global, khususnya untuk mengoptimalkan seluruh rantai pasokan. Berikut adalah cara
menanggapi bencana berdasar komite pemulihan:

1. Berbagi Informasi. Dalam berbagi informasi, perusahaan Nissan membawa


semua wilayah global mereka ke dalam proses respon yang dilakukan, dimana
dari tiap daerah diharuskan untuk mengirim dua staf ke Jepang untuk
mengumpulkan informasi dari daerah mereka masing-masing karena
informasi itu sangat diperlukan seperti halnya untuk menyelaraskan produksi
antara Jepang dengan daerah yang lain. Selain itu, staf yang dikirimkan itu
diharapkan dapat membantu mengatasi masalah secara holistik dalam
menanggulangi bencana.
2. Mengalokasikan pasokan. Setelah terjadinya bencana, kapasitas pada
perusahaan Nissan sangat terbatas dan manajemen harus mengidentifikasi
bagaimana cara mengalokasikan pasokan secara global dan fokus pada barang
dengan margin tinggi sehingga persediaan yang tersedia benar-benar dapat
digunakan secara merata. Misalnya dengan menyediakan unit GPS (global
positioning system) guna untuk memenuhi permintaan pelanggan dan
mengalokasikan sumber daya secara tepat.
3. Mengelola produksi. Perusahaan Nissan mengelola produksi guna untuk
mengurangi kesia-siaan terhadap nilai produksi, dan mengurangi kemacetan
produksi atau hambatan dari awal produksi hingga produk itu sampai di
tangan konsumen. Seperti halnya dengan mengurangi produksi dan
menurunkan biaya lembur.
4. Kegiatan memberdayakan. Perusahaan Nissan menyediakan tindakan cepat
dan fleksibel dan memberdayakan manajemen untuk membuat keputusan di
lapangan tanpa analisis panjang dari pemerintah pusat. Untuk mempercepat
proses pengambilan keputusan mengenai kegiatan pemulihan, perusahaan
mengubah delegasi kewenangan aturan untuk jangka waktu terbatas. Pada saat
bencana sangatlah perlu dalam membuat keputusan sementara dan tetap
mengawasi situasi baru yang akan terjadi. Termasuk kelesamatan dan
kerusakan yang disebabkan oleh karyawan.

Selain itu, langkah-langkah yang diambil setelah gempa seperti di Eropa


adalah dengan memastikan persediaan suku cadang yang dibutuhkan dimana tim
dari Eropa bekerjasama dengan Jepang mengenai informasi pasokan yang
tersedia. Sehingga Eropa dan Jepang dapat menyelaraskan produksi mereka
dengan kondisi Jepang.

 Manajemen Resiko yang di terapkan di Nissan Motor Company


Dalam menghadapi bencana Nissan mempunyai langkah yakni pemberdayaan
divisi yang diharapkan divisi ini nantinya mampu untuk mengambil langkah langkah
pencegahan untuk meminimalisir dampak resiko yang terjadi. Selain dengan
pemberdayaan divisi, simulasi bencana pun di lakukan yaitu dengan cara mengadakan
kegiatan seperti penguatan seismik yang berkelanjutan, peningkatan perencanaan
kelangsungan bisnis. Simulasi ini bertujuan agar ketika terjadinya bencana para karyawan
sudah mengerti dan faham kemana harus kumpul dan atau bahkan apa yang seharusnya di
lakukan ketika bencana itu berlangsung. Selanjutnya Nissan membuat komite pemulihan
bencana dimana komite ini bertugas untuk mengevaluasi dampak operasi dan untuk
mengevaluasi pemulihan kegiatan serta bertugas untuk mengkoordinasikan tindakan yang
diambil untuk pemulihan tingkatan global, terutama dalam hal mengoptimalkan seluruh
rantai pasokan. Perusahaan juga dapat melakukan strategi aliansi strategi global dengan
lini yang luas. Artinya perusahaan melakukan perjanjian kerjasama dengan perusahaan
yang bukan pesaingnya, tujuan yang di harapkan adalah untuk membagi beban fixed cost
dan resiko pembuatan produk yang memakan biaya lebih mahal, namun dengan catatan
perusahaan yang melakukan aliansi merupakan perusahaan terpercaya, sehingga kualitas
dari Nissan tetap terjaga. Sehingga mampu mengurangi risiko operasi ketika perusahaan
menghadapi tantangan bencana atau dsb. Karna pada dasarnya kemitraan bukan hanya
merupakan suatu pilihan perencanaan, melainkan juga kebutuhan strategis. Selain itu
Nissan juga dapat memperluas anak perusahaan yang membuat komponen komponen
utama produk Nissan, sehingga harapaannya ketika bencana alam menimpa perusahaan
inti, yaitu di jepang masih ada persediaan suku cadang yang di harapkan mampu
menutupi kekurangan perusahaan di luar negeri.

 Supply Chain Management Nissan Motor Company

Nissan Motor Company merupakan sebuah perusahaan yang dilahirkan kembali


dari krisis pada tahun 1999 dan diselamatkan dari kebangkrutan yang akan datang ketika
terjadi perang dunia II. Dalam hal ini, Nissan Motor Company melakukan penilaian
risiko yang sewaktu waktu dapat menganggu dalam rantai pasokan didalam organisasi
mereka adalah dengan adanya kontrol rantai pasokan, Nissan memanfaatkan sebuah
strategi desentralisasi di dalam struktur rantai pasokan regional mereka, tetapi dalam
strategi tersebut Nissan memiliki kontrol yang kuat dari pusat dan koordinasi yang yang
baik ketika terjadi krisis yang mempengaruhi operasi global di perusahaan Nissan Motor
Company. Nissan juga mempertahankan organisasi yang fleksibel dengan
mengintegrasikan berbagai perspektif dan atribut budaya penting di dalam perusahaan
tersebut, sebagai strategi dari cara perusahaan dalam memeluk keberagaman yang
terdapat didalamnya, karena Nissan menganggap bahwa keragaman tersebut akan
menjadi sumber kekuatan dalam mengelola operasi global yang cukup besar dan dapat
menjadikan peluang untuk memperoleh posisi pasar terbaik. Strategi rantai pasokan
Nissan juga fokus pada fleksibilitas, dengan mempertahankan lini produk yang dapat
disederhanakan dibandingkan dari pesaing-pesaingnya. Manajemen Nissan percaya
bahwa strategi ini tidak hanya membantu untuk menyederhanakan dalam operasi
perusahaan dan penawaran produk, tetapi juga memberikan kontribusi yang sangat
signifikan dalam meningkatkan penjualan, pembelian dan manjaemen rantai pasokan.
Oleh karena itu supply chain management (Manajemen Rantai Pasokan) dalam suatu
orgnisasi adalah salah satu strategi dalam merespon hal-hal yang tidak diinginkan dalam
suatu organisasi dengan adanya tanggung jawab manajemen rantai pasokan yang terpusat
untuk menjaga operasi produksi yang sedang berjalan. Sehingga dalam hal ini tujuan
organisasi dan tanggung jawab terpusat yang jelas akan mempunyai pengaruh dalam
pemulihan yang cepat yang dilakukan suatu organisasi tersebut dalam menghadapi krisis,
bencana, maupun yang lainnya.

 Strategi lini produk Nissan Motor Company

Menurut kelompok kami perusahaan Nissan dalam mempertahankan lini


produknya mempunyai strategi dengan cara yang lebih sederhana di banding pesaingnya.
Dengan mengadopsi strategi build to stock dan build to order, strategi build to stock
sendiri merupakan suatu produk akhir yang nantinya untuk disimpan dan untuk
pemenuhan kebutuhan konsumen melalui persedianan digudang sedangkan strategi build
to order merupakan strategi yang hanya memproduksi produk akhir sesuai dengan
adanya permintaan penganggan. Strategi ini mampu dalam menyederhanakan operasi dan
penawaran produk, bahkan sebenarnya memberikan kontribusi dalam penjualan untuk
peningkatan yang signifikan. Penerapan strategi build to stock sendiri mempunyai
manfaat bagi organisasi ketika terjadi hal yang tidak terduga (permintaan produk),
organisasi masih dapat memenuhi permintaan dari pelanggan karena ketersediaan rantai
pasokan masih dapat terjaga dengan baik, sehingga secara tidak langsung melalui
pemenuhan permintaan tersebut dapat mempertahan loyalitas dari pelanggan. Namun
disisi lain hal tersebut juga mempunyai dampak negative, dimana dalam konsep Just in
Time sendiri menjelaskan salah satu bentuk waste dalam oprasional perusahaan adalah
adanya stock atau inventori yang berlebihan. Dimana dengan adanya stock yang
berlebihan justru akan menambah biaya yang akan dikeluarakan oleh organisasi, seperti
biaya simpan, penambahan orang untuk pengawasan, handling fisik dan potensi
munculnya masalah penurunan kualitas produk. Sedangkan kekurangan dan kelebihan
penggunaan strategi build to order diantaranya adalah perusahaan memperoleh pesanan
dan tetap berjalan dengan memenuhi permintaan pasar; sebagai tambahan, organisasi
dapat mengurangi pengeluaran besar pada organisasi yang ada (dari karyawan hingga
gudangan hingga fasilitas) karena perkiraan penjualan yang tidak tepat. Kustomisasi
missal dan build to order dapat dilakukan dan manajer operasi pada perusahaan
terkemuka sanggup menghadai tantangan tersebut. Artinya strategi dalam lini produk ini
memberikan kontribusi yang baik yang turut membantu perusahaan terutama ketika
terjadinya bencana. Sehingga dari strategi tersebut perusahaan dapat menyeimbangkan
strategi build to stock dan build to order untung diimplementasikan dalam oprasional
perusahaan sesuai dengan kebutuhan organisasi.

 Penilaian perubahan strategi di tahun 2012 dan dampak dari perubahan strategi
tetsebut terhadap Nissan Motor Company

Strategi yang di paparkan oleh Nissan pada tahun 2012 yaitu perusahaan Nissan
mengumumkan bahwa mereka akan meningkatkan produksi lokal mobil dalam amerika
dari sekitar 70 % sampai 90 % sejumlah 2.015,28, selain itu perusahaan juga menetapkan
target yang agresif untuk mengurangi ketergantungan pada komponen buatan jepang di
pasbrik pabrik asing. Misalnya, perusahaan berharap untuk mengurangi jumlah
komponen yang di bawa ke Amerika Utara dari jepang sekitar 50% yaitu 2.013,29 sudah
cukup baik, dengan adanya pengurangan pasokan pada komponen buatan Jepang di
pabrik-pabrik asing, ini tentunya akan membuat lebih fleksibel namun tetap seharusnya
masih anak perusahaan dari Nissan. Ketika Nissan pusat yang berada di jepang
mengalami bencana alam, seperi: gempa bumi, tsunami atau dampak dari nuklir, dan
akhirnya produksi terhenti selama beberapa waktu, sehingga menjadi hambatan untuk
produktifitas Nissan di luar negeri, sehingga dengan memperkecil pasokan komponen-
komponen dari jepang pabrik pabrik luar negri masih terjaga stabilitasnya. Hal ini sangat
memepengaruhi fleksibilitas dalam nilai Supply Chain dan mengurangi beban operasi
yang terhambat beberapa waktu. Tujuan manajemen membuat strategi ini tak lain adalah
untuk menjaga perusahaan Nissan agar tetap sustain dengan banyaknya pesaing di dunia
otomotif.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perusahaan Nissan mempunyai banyak pengalaman yang sangat berharga,
pengalaman itu di dapatkan dari tantangan yang di hadapi perusahaan dalam mengatasi
bencana alam yang sering terjadi di negaa Jepang. Selain itu pengalaman berharga di
dapatkan dari bangkitnya perusahaan yang hampir mendekati collapse yang terjadi
setelah perang dunia ke II dan krisis yang mengancam pada tahun 1999. Sehingga
pertama lahirlah filosofi supply chain untuk mengatasi krisis yang terjadi dalam rangka
pemulihan dari bencana. Kedua lahirlah filosofi manajemen risiko dengan membentuk
sebuah komite tingkat eksekutif yang membuat keputusan tentang risiko perusahaan,
yang berfungsi untuk mengelola risiko secara spesifik dan teratur kemudian di laporkan
kepada komite pemulihan sehingga selalu terjalin koordinasi yang massif. Sehingga dari
strategi-startegi dalam menghadapi resiko-resiko yang akan terjadi di perushaan Nissan
Motor Company tersebut akan membantu keberlangsungan operasional perusahaan
Nissan Motor Company.

También podría gustarte