Está en la página 1de 45

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Anisa Pratiwi Arumningsih
NIM : 113170007
Judul Referat : Ulkus Kutan dan Genital

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraaan klinik pada bagian
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya
Gunung Jati

Semarang, 25 September 2017

Pembimbing

dr. Agnes, Sp.KK

1
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................3
A. Latar Belakang...............................................................................................................3
B. Tujuan...............................................................................................................................3
1. Tujuan umum...........................................................................................................3
2. Tujuan khusus..........................................................................................................3
C. Manfaat.............................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5
A. Ulkus Kutan....................................................................................................................5
1. Ulkus Neutrofik......................................................................................................5
2. Ulkus Dekubitus.....................................................................................................7
3. Ulkus Varikosum.................................................................................................19
4. Ulkus Arteriosum.................................................................................................27
B. Ulkus Genital...............................................................................................................29
1. Ulkus Mole............................................................................................................29
2. Granuloma Inguinal............................................................................................36
BAB III KESIMPULAN......................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................44

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ulkus adalah kerusakan lokal atau ekskavasi, permukaan organ atau
jaringan yang ditimbulkan oleh terkelupasnya jaringan disertai invasif kuman
saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau. Ulkus
lebih dalam daripada ekskoriasi (ekskoriasi mencapai stratum papilare). Ulkus
sering menyerang ekstremitas bawah maupun ekstremitas atas karena beberapa
sebab seperti infeksi, gangguan pembuluh darah, kelainan saraf dan
keganasan. (Sularsito, 2010)
Ulkus terbagi menjadi 2 bagian, yaitu ulkus kutan dan ulkus genital. Ulkus
kutan yang terdapat pada tungkai disebut dengan ulkus kruris. Ulkus kruris
dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu ulkus neurotrofik, ulkus venosum,
ulkus arteriosum dan ulkus tropikum..2 Di Amerika Serikat, hampir 2,5 juta
orang menderita ulkus kruris. Di negara tropis, insiden ulkus kruris didominasi
oleh ulkus neurotropik dan ulkus varikosum. Penyakit ini pada umunya
memiliki prognosis yang baik tergantung pada keadaan umum penderita serta
jenis penyakit yang mendasarinya. (Lin P, Philips. 2015)
Berbeda dengan ulkus kutan, ulkus genital adalah salah satu gejala pada
infeksi menular seksual (IMS) yang selama perjalanan penyakitnya ditemukan
adanya lesi ulseratif, ulkus, tukak atau borok. Adanya lesi ulseratif di genital
akan meningkatkan 5-10 kali risiko transmisi HIV-AIDS. (Lin P, Philips.
2015)
B. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui penyakit kulit dan genital yang disertai dengan ulkus
b. Tujuan Khusus
Mengetahui etiologi, patogenesis, gejala klinis, penatalaksanaan, dan
prognosis dari penyakit kulit dan genital yang disertai ulkus .

3
2. Manfaat
Memberikan wawasan dan pengetahuan kepada mahasiswa dan penulis.
Setelah mempelajari referat ini mahasiswa dan penulis mampu mengetahui
dan memahami berbagai macam peyakit kulit dan genital yang disertai
ulkus.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ulkus Kutan
1. Ulkus Neurotrofik
Ulkus neurotrofik merupakan ulkus yang timbul perlahan-lahan, sering
kurang disadari oleh penderitanya karena tidak menimbulkan rasa nyeri. Hal
ini pula yang menyebabkan penderita tidak segera berobat, sehingga
mempersulit penyembuhan. Biasanya ulkus ini timbul pada usia 45 tahun atau
lebih. (Sularsito, 2010)
a. Definisi
Ulkus neutrofik adalah ulkus yang terjadi karena tekanan atau trauma pada
kulit yang anestetik. (Sularsito, 2010)
b. Etiologi
Akibat kerusakan saraf terjadi neuropati perifer yang berakibat hilangnya rasa nyeri
(anastesi). Tekanan atau trauma yang berulang pada daerah anestesi tersebut
menimbulkan kerusakan jaringan. Hal ini terjadi, misalnya pada penderita siringomieli,
spina bifida, tabes dorsalis, atau cedera pada saraf. Ulkus neurotropik sering disebabkan
oleh penyakit tertentu seperti diabetes mellitus (ulkus diabetik) dan Morbus Hansen (MH)
atau kusta (ulkus pada Kusta). Pada diabetes melitus, karena iskemik dan kecenderungan
mudah terkena infeksi, kerusakan jaringan akan lebih mudah terjadi. Rasa nyeri dan suhu
pada penderita kusta hilang karena kerusakan saraf kulit, sehingga penderita tidak
menyadari terjadi trauma pada daerah tersebut. (Sularsito, 2010)

c. Sinonim
Ulkus anestetik, ulkus perforans, dan ulkus mal perforans
d. Gejala klinis
Ulkus paling sering terjadi pada kaki, di daerah yang paling kuat terkena
tekanan, yaitu di tumit dan metatarsal, umumnya tunggal atau multipel. Bentuk
ulkus bulat, tidak nyeri, berisi jaringan nekrotik, biasanya kering (anhidrotik),
kulit di sekeliling ulkus hiperkeratotik (kalus). Ulkus dapat sampai di subkutis

5
membentuk sinus, bahkan mengenai tulang, dan dapat pula mengalami infeksi
sekunder. (Sularsito, 2010)

Gambar 1. Ulkus neurotrofik pada DM

Gambar 2. Ulkus neurotrofik pada penderita kusta

6
e. Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Tetapi penting
untuk mengetahui penyakit yang mendasarinya. Kelainan kulit yang tampak
berupa; ulkus soliter, bulat, pinggir rata, dinding menggaung, dasar cekung,
sekret tidak produktif tanpa indurasi dan tanpa nyeri. Ulkus dapat ditutupi
krusta dan daerah sekitarnya anhidrosis. Predileksi terutama di telapak kaki,
ujung jari dan sela pangkal jari kaki. Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan
untuk menentukan penyebab, misalnya pemeriksaan gula darah untuk diabetes
melitus, biopsy untuk kusta dan sebagainya. (Sularsito, 2010) f.
Penatalaksanaan
Penyembuhan ulkus jenis ini biasanya lambat dan sering tidak
memuaskan. Upaya yang dilakukan adalah untuk mengurangi tekanan,
mengatasi infeksi dan bila mungkin memperbaiki sensibilitas serta konsul
pasien ke Bagian Penyakit Dalam untuk mengobati penyebab (Diabetes
Mellitus, dan sebagainya). (Sularsito, 2010)
Pengobatan topikal seperti yang dikerjakan pada ulkus yang lain dapat
dicoba. Penyakit atau kelainan yang mendasari harus diobati. Penyuluhan
perlu diberikan kepada penderita, terutama dalam cara melindungi dirinya
terhadap trauma. (Sularsito, 2010)
g. Prognosis
Prognosis jenis ulkus ini umumnya kurang baik, sering mnegalami residif
(Sularsito, 2010)

2. Ulkus Dekubitus
a. Definisi
Dekubitus merupakan kerusakan kulit pada suatu area dan dasar
jaringan yang disebabkan oleh tulang yang menonjol, sebagai akibat dari
tekanan, pergeseran, gesekan atau kombinasi dari beberapa hal tersebut
(NPUAP, 2014). Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi
kulit normal akibat dari tekanan dari luar yang berhubungan dengan
penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa,

7
gangguan ini terjadi pada individu yang berada diatas kursi atau diatas
tempat tidur, seringkali pada inkontinensia, malnutrisi, ataupun individu
yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan
tingkat kesadaran (Potter & Perry, 2005). Sedangkan menurut Perry et al,
(2012) dekubitus adalah luka pada kulit dan atau jaringan dibawahnya,
biasanya disebabkan oleh adanya penonjolan tulang, sebagai akibat dari
tekanan atau kombinasi tekanan dengan gaya geser dan atau gesekan.
(Hidayat, dkk. 2010)
b. Sinonim
bed ridden, bedridden, bed rest injury, bedrest unjury, air-filled beds,
air-filled sitting device, low-airloss bde, low air-loss bed, air-fluidized
bed, chronic ulceration, pressure ulceration, dan decubitus ulceration.
(Sularsito, 2010)
c. Etiologi
Terjadi akibat tekanan yang terus menerus dan lama, misalnya pada
penderita rawat baring yang lama tidak dimobilisasi, contohnya pada pasien
paralisis atau kelainan neurologi, pasien yang selalu berbaring, pasien tua,
pasien dengan penyakit akut, dan pasien yang menggunakan kursi roda. Dapat
pula akibat hilangnya atau berkurangnya rangsang sensorik, juga akibat
gangguan vaskular seperti pada ateriosklerosis. Walaupun demikian tidak
semua pasien-pasien tersebut akan mendapatkan ulkus dekubitus. Ulkus
dekubitus tidak akan terbentuk pada orang dengan sensitivitas, mobilitas dan
mental yang normal, karena baik disadari atau tak disadari penekanan yang
terlalu lama pada bagian tubuh akan mencegah daerah yang tertekan tersebut
mengalami kerusakan yang irreversible. Ulkus dekubitus terjadi jika tekanan
yang terjadi pada bagian tubuh melebihi kapasitas tekanan pengisian kapiler,
yakni sekitar 32 mmHg. (Hidayat, dkk. 2010)
Tiga faktor utama yang turut membentuk ulkus dekubitus: (Jr, Don R
Revis. 2013)

8
1) Faktor Biomekanik
Ini meliputi tekanan, robekan, gesekan, kelembaban, dan temperatur.
Aktivitas normal seperti duduk, berbaring, dan bersandar pada permukaan
lain, menyebabkan sejumlah kecil otot terkompresi antara rangka tubuh
internal dengan suatu permukaan eksternal. Hal ini menyebabkan tekanan
jaringan yang sangat tinggi dimana penekanan artiole >32mm Hg dan
venula >15mmHg. Secara klasik, ulkus tekan dianggap disebabkan oleh
iskemik.
vaskular yang diinduksi oleh tekanan akibat jaringan tersebut
kekurangan oksigen dan nutrisi karena dinding pembuluh darah dan limfe
yang tidak kaku kolaps akibat tekanan yang lebih tinggi daripada cairan di
dalamnya. Juga, deformasi mekanis pada otot akibat tingginya tingkat
beban yang terus-menerus, atau tenaga yang berulang dan lebih moderat,
menyebabkan kerusakan jaringan. Tenaga robekan berperan jelas pada
oklusi pembuluh darah, namun tenaga kompresi yang besar juga harus
diberikan untuk keadaan pengguntingan yang sesuai untuk berkembang.
Inkontinensia dan pengeluaran keringat yang berlebihan turut berperan
dalam kerusakan kulit. Kulit yang lembab rentan terhadap maserasi
melalui trauma langsung atau pajanan terhadap tekanan. Kulit yang basah
dapat melekat pada pakaian dan selimut tempat tidur, yang menyebabkan
robekan. Inkontinensia alvi menyebabkan iritasi kimia pada epidermis,
yang dapat menyebabkan infeksi.
2) Faktor Biokimia
Faktor-faktor yang berhubungan meliputi distribusi lemak, sirkulasi,
metabolisme kolagen, osifikasi heterotopik, dan anemia (dengan kadar
besi dalam serum dan kadar pengikat besi dalam serum yang rendah). Gizi
yang buruk menyebabkan penurunan berat badan dan berkurangnya
bantalan pada tonjolan tulang. Integritas jaringan normal tergantung dari
keseimbangan nitrogen dan asupan vitamin yang benar. Hipoproteinemia
yang menjadikan edema menyebabkan kulit menjadi kurang elastis dan
lebih rentan terhadap peradangan. Perubahan sedikit pada suhu kulit,

9
terutama peningkatan dengan keringat yang dihasilkan, dapat
meningkatkan kebutuhan metabolik sel pada daerah setempat. Hal ini juga
merupakan suatu faktor potensial pada terjadinya kerusakan kulit.
3) Faktor Medis
Sejumlah besar faktor klinis dan medis yang spesifik diagnosis
dihubungkan dengan ulkus dekubitus. Faktor risiko potensial untuk
seorang individu dengan cedera medulla spinalis meliputi tingkat dan
kelengkapan (motorik dan sensorik) cedera, spastisitas, faktor etnik,
pekerjaan, tingkat pendidikan, dan sosial ekonomi. Siapapun yang tidak
bergerak akibat dari trauma, sakit, atau penyakit mempunyai risiko tinggi,
terutama jika disertai dengan malnutrisi, anemia, infeksi, spastisitas,
kontraktur, edema, dan/atau masalah psikologis seperti depresi. Kulit orang
tua yang kehilangan elastisitasnya, dapat menjadi lebih kering dan lebih
rapuh. d. Gejala klinis
Dekubitus sering kali terjadi pada bagian tubuh yang tidak memiliki
jaringan lemak yang tebal serta sering mengalami kontak dengan tempat
tidur atau kursi roda. Pada orang yang tidak dapat bangun dari tempat
tidur, ulkus dekubitus biasanya terjadi di area: (Jr, Don R Revis. 2013)
1) Bahu dan belikat.
2) Siku.
3) Belakang kepala atau sisi kepala.
4) Belakang lutut, tumit, dan pergelangan kaki.
5) Sekitar tulang belakang
6) Sekitar tulang ekor.
Pengguna kursi roda dalam jangka lama juga dapat menderita ulkus
dekubitus, yang biasanya terdapat di area: (Jr, Don R Revis. 2013)
1) Bokong.
2) Belakang lengan dan tungkai.
3) Belakang tulang panggul.

10
Gambar 3. Lokasi tersering Ulkus Dekubitus

Gejala-gejala dekubitus umumnya memiliki karakteristik yang hampir


sama, meskipun tingkat keparahannya berbeda. Gejala yang umumnya
didapati pada penderita ulkus dekubitus adalah sebagai berikut: (Jr, Don R
Revis. 2013)
1) Perubahan warna dan tekstur kulit yang tidak biasa.
2) Bengkak.
3) Muncul cairan seperti nanah.
4) Perubahan suhu kulit dibandingkan bagian normal di sekitarnya, dapat
terasa lebih dingin atau lebih hangat.
5) Muncul infeksi pada daerah dekubitus.
6) Luka terbuka pada kulit.

11
7) Kulit yang menjadi lebih lunak atau lebih keras dibandingkan jaringan
sekitarnya.
Berdasarkan tahap perkembangan gejala, ulkus dekubitus dibagi
menjadi beberapa tingkatan (grade), yaitu: (Jr, Don R Revis. 2013)
1) Tingkat 1. Dekubitus tingkat 1 merupakan dekubitus yang paling
ringan. Kondisi ini ditandai dengan perubahan warna pada kulit yang
mengalami ulkus. Pada orang kulit putih, ulkus umumnya berwarna
kemerahan, sedangkan pada orang berkulit lebih gelap terlihat
keunguan atau kebiruan. Pada tahap ini, kulit masih tetap utuh dan
tidak melepuh. Namun biasanya terasa hangat, terasa seperti spons,
dan keras. Daerah yang mengalami ulkus dapat terasa gatal atau sakit.
2) Tingkat 2. Pada dekubitus tingkat 2, kulit pada daerah yang mengalami
ulkus mengalami kerusakan di bagian kulit ari (epidermis) dan kulit
jangat (dermis). Daerah ulkus tersebut akan terlihat seperti luka
terbuka atau melepuh.
3) Tingkat 3. Pada dekubitus tingkat 3, kulit pada daerah ulkus akan
mengalami kerusakan secara menyeluruh. Kerusakan kulit ini diikuti
dengan kerusakan jaringan lemak di bawahnya sehingga terlihat seperti
lubang pada kulit. Meskipun demikian, jaringan otot dan tulang di
sekitar ulkus belum mengalami kerusakan.
4) Tingkat 4. Dekubitus tingkat 4 merupakan dekubitus dengan tingkatan
paling parah. Kulit di daerah ulkus mengalami kerusakan yang parah,
disertai nekrosis atau kematian pada jaringan lainnya di sekitar ulkus,
seperti jaringan otot dan tulang. Penderita dekubitus tingkat 4 memiliki
risiko terkena infeksi yang dapat menyebabkan kematian.
Pada kasus tertentu, ulkus dekubitus dapat berwarna kekuningan atau
kehijauan dan lunak seperti bernanah. Jika kerusakan jaringan kulit
meluas, ulkus dekubitus perlu diangkat. Namun ulkus yang tertutup oleh
suatu lapisan kering dan tidak menunjukkan tanda-tanda perluasan, tidak
perlu diangkat. Lapisan tersebut merupakan mekanisme perlindungan
alami dari tubuh. (Jr, Don R Revis. 2013)

12
e. Pencegahan
Secara tradisional, pencegahan dan pengelolaan ulkus dekubitus
difokuskan pada pengaturan kembali posisi pasien dengan sering guna
membebaskan tekanan dan memelihara aliran darah kapiler. Langkah-
langkah pencegahan ulkus dekubitus yang dapat dilakukan sehari-hari
adalah sebagai berikut: (Jr, Don R Revis. 2013)
1) Mengganti posisi tubuh secara rutin. Metode ini merupakan cara paling
efektif dalam mencegah munculnya ulkus dekubitus. Jika dekubitus
sudah muncul, mengganti posisi tubuh secara rutin dapat mengurangi
tekanan tubuh pada bagian tersebut, serta memberikan kesempatan
penyembuhan yang lebih baik pada bagian dekubitus. Untuk pengguna
kursi roda, dianjurkan mengganti posisi tubuh setiap 15-30 menit
sekali. Pada penderita yang sulit beranjak dari tempat tidur, disarankan
untuk mengganti posisi tubuh setiap 1-2 jam sekali.
2) Menjaga nutrisi dan pola makan. Untuk mempercepat proses
penyembuhan ulkus dekubitus, disarankan untuk mengonsumsi
makanan yang kaya akan protein, vitamin, dan mineral. Jika penderita
mengalami kehilangan nafsu makan akibat kondisi kesehatan
sebelumnya, tips berikut dapat dilakukan untuk tetap menjaga asupan
nutrisi:
a) Mengonsumsi makanan dalam porsi kecil namun sering,
dibandingkan makan dengan porsi besar namun frekuensinya
sedikit. Pola makan tersebut dapat diterapkan dengan membuat
jadwal makan.
b) Menghindari minum dalam jumlah banyak sebelum makan.
c) Jika mengalami kesulitan menelan, dapat mengonsumsi makanan
dalam bentuk sup atau tim.
d) Menjaga sumber protein nabati bagi penderita yang vegetarian.
3) Melakukan pemeriksaan kulit secara Jika seseorang memiliki risiko
menderita ulkus dekubitus, diharuskan melakukan pengecekan kulit
secara rutin untuk mengamati adanya perubahan. Pengecekan rutin ini

13
penting, terutama bagi penderita diabetes dan kerusakan saraf yang
menyebabkan bagian tubuh tidak peka terhadap nyeri.
4) Berhenti merokok
f. Penatalaksanaan
Saat ini, penatalaksanaan ulkus dekubitus dibagi menjadi tiga tahap:
(Susan J. Garrison. 2015)
1) Reduksi Tekanan : Pemutaran, Perpindahan, dan Pengaturan Posisi
Putarlah pasien berisiko tinggi setiap 2 jam : 2 jam pada sisi miring, 2
jam terlentang, dan 2 jam miring ke sisi lain tanpa mengindahkan jenis
permukaan penyokong. Hati-hatilah dalam memindahkan pasien.
Jangan menyeret pasien melintasi tempat tidur. Gunakan kain
pemindah di bawah pasien dan suruhlah dua orang mengangkat pasien
tersebut untuk pemindahan. Gunakan permukaan kasur terapeutik
untuk meminimalkan tekanan pada daerah tubuh yang rapuh: gunakan
bantal untuk menyokong ekstremitas, sehingga tekanan berkurang
karena lutut dan pergelangan kakinya akan saling berlawanan. Ajarkan
seorang pasien di sebuah kursi roda untuk memindahkan beratnya atau
menaikkan dirinya sendiri selama lebih kurang 15 detik setiap 30
menit. Pemulihan tekanan ini memungkinkan orang tersebut
melanjutkan duduk selama beberapa jam pada suatu waktu tanpa risiko
berkembangnya ulkus dekubitus.
2) Penanganan faktor predisposisi

Pasien dengan ulkus dekubitus sering bermasalah dengan


penyembuhan luka karena gizi yang tidak adekuat. Lakukan
evaluasi dan tangani defisiensi gizi, sehingga jaringan di bawahnya
mendapatkan suplai asam amino, kalori, dan zat gizi lainnya dengan
memadai
3) Perawatan luka
a) Pembersihan Persiapan luka merupakan langkah pertama dalam
perawatan luka. Luka tidak boleh ditutup tanpa terlebih dahulu
dibersihkan dan diangkat jaringan nekrotiknya; bila tidak, dapat

14
terjadi hasil yang tidak efektif dan bahkan berbahaya, seperti
infeksi.
b) Pengangkatan Jaringan Nekrotik Jaringan nekrotik dapat diangkat
dari suatu ulkus dekubitus secara bedah, secara mekanis, atau
secara kimiawi. Biasanya metode ini dipakai sebagai kombinasi.
(1) Debridement Pembedahan
Debridement pembedahan sangat penting jika ulkus tersebut
tertutup oleh keropeng hitam yang keras, yang dapat melindungi
luka dari jenis penanganan lainnya. Ini merupakan metode paling
umum, dimana dokter akan mengangkat jaringan yang telah mati
dengan menggunakan pisau bedah dan forceps. Pembedahan
umumnya dilakukan untuk mengangkat jaringan pada kasus ulkus
dekubitus tingkat 3 dan 4. Hal ini disebabkan karena jaringan yang
rusak pada tingkat keparahan tersebut sulit untuk sembuh.
Pembedahan dapat dilakukan dengan cara memotong jaringan yang
rusak,lalu langsung dijahit atau dilakukan pencangkokan jaringan
dahulu.Meskipun begitu, pembedahan ini memiliki sejumlah risiko
mengingat kondisi kesehatan penderita yang tidak baik. Risiko dari
pembedahan pengangkatan jaringan pada pasien dekubitus tingkat
3 dan 4 antara lain adalah: (Wilhelmi, Brandon J. 2015)
(a) Infeksi; abses.
(b) Kematian dari jaringan yang dicangkok pasca pembedahan.
(c) Kelemahan otot.
(d) Lepuh pada kulit
(e) Kambuhnya dekubitus.
(f) Perdarahan internal.
(g) Terjadi penggumpalan darah pada vena di kaki (deep vein
thrombosis).
(h) Keracunan darah.
Dikarenakan risiko dari pembedahan untuk mengobati dekubitus
tingkat 3 dan 4 cukup tinggi, penderita dengan kondisi kesehatan

15
yang buruk tidak dianjurkan menjalani prosedur pembedahan.
Terlebih lagi jika penderita tidak memiliki bantal dan kasur khusus
untuk penderita dekubitus di rumah, maka tidak dianjurkan
menjalani pembedahan dikarenakan risiko kambuhnya dekubitus
dan risiko komplikasi.
(2) Debridement Mekanis / hidrotheraphy / whirepool air
Debridement mekanis terdiri atas pembalutan ulkus dengan
perban terendam saline yang dibiarkan mengering selama 6 hingga
8 jam dan kemudian diangkat. Jaringan nekrotik akan melekat pada
perban tersebut dan akan terangkat bersamanya. Kolam pusaran air
merupakan suatu modalitas yang berguna untuk debridement
mekanis. Jaringan nekrotik diperlunak, renggang terkoyak, dan
dicuci dari daerah tersebut. (Wilhelmi, Brandon J. 2015)
(3) Debridement Kimiawi
Debridement kimiawi (medikasi topikal) memiliki nilai dalam
keadaan-keadaan tertentu. Jika dipergunakan dengan tepat,
debridement ini dapat mengangkat lapisan superfisial suatu
ulserasi. Namun, kemampuannya untuk menembus keropeng atau
mengangkat jaringan yang mengalami devitalisasi tidak terbukti.
Agen enzimatik yang dipergunakan untuk debridement ulkus
dekubitus meliputi kolagenase, papain, urea, klorofilin, dan
sutilain. Campuran yang efektif dalam memisahkan fibrin dan pus
cair namun tidak memiliki efek dalam pemutusan jaringan nekrotik
meliputi streptokinase, fibrinolisin, dan deoksiribonuklease. Tidak
satupun dari agen-agen kimiawi ini akan mengangkat sejumlah
besar jaringan berkolagen yang terdevitalisasi, menembus eskar
tebal, mempengaruhi bursa yng terbentuk dengan baik atau traktus
sinus, atau menembus luka yang dalam. Beberapa agen ini
sebenarnya dapat merusak drainase. (Wilhelmi, Brandon J. 2015)
c) USD (Ultrasound Diatermi/ terapipanasprofundal) Terapi panaspro
fundall yang memberikan efek analgesik, anti inflamasi, relaksasi,

16
sedatif, meningkatkan suhu jaringan dan sebagai vasodilatasi lokal.
(Wilhelmi, Brandon J. 2015)
d) Laser adalah alat laser untuk terapi, dimana energy outputnya
cukup rendah, sehingga temperatur dari jaringan yang diterapi tidak
naik melebihi 36,6°C (temperatur tubuh normal). Indikasi :
terutama menyangkut penyakit rematik. Pada "trigger point" dan
"tender-point" syndromes, terapi laser menunjukan efikasi yang
tinggi. Dapat sebagai pengganti akupunktur (acupuncture without
needle). (Wilhelmi, Brandon J. 2015)
e) Ultraviolet
f) Pembalutan Luka
Untuk kebanyakan kasus, gunakan pembalutan yang oklusif pada
luka yang bersih seperti pembalutan primer. Pembalutan ini
memberikan lingkungan luka yang optimal dan melindungi dari
kontaminasi luar. Lingkungan lembab yang diciptakannya
memungkinkan sel-sel epitel untuk berpindah. Pembalutan oklusif
bersifat permeabel terhadap gas, sehingga memberikan jaringan yang
sedang menyembuh suatu suplai oksigen yang adekuat. Contoh dari
perban yang bisa digunakan adalah: (Susan J. Garrison. 2015)
(1) Perban hidrokoloid. Merupakan perban yang didesain khusus dan
mengandung gel untuk mempercepat regenerasi sel. Gel pada
perban akan merangsang pertumbuhan sel di bagian dekubitus,
sekaligus menjaga area di sekitar dekubitus tetap kering.
(2) Perban alginat. Dibuat dari rumput laut yang mengandung kalsium
dan sodium untuk mempercepat proses penyembuhan jaringan
yang mengalami decubitus
g. Komplikasi
Komplikasi akibat ulkus dekubitus umumnya terjadi pada kasus
dekubitus tingkat 3 atau 4, dan dapat membahayakan jiwa penderita.
Beberapa komplikasi akibat ulkus dekubitus yang tidak ditangani dengan
baik adalah: (Jr, Don R Revis. 2013)

17
1) Selulitis
Selulitis merupakan infeksi yang menyebar dari tempat munculnya
dekubitus ke lapisan dalam kulit. Gejala selulitis dapat diamati dari kulit
kemerahan dan nyeri di bagian ulkus tersebut. Tanpa pengobatan yang
baik, infeksi dari selulitis dapat menyebar ke dalam pembuluh darah,
jaringan otot, atau tulang. Jika dekubitus terjadi di bagian dekat tulang
punggung lalu muncul komplikasi selulitis, infeksi dapat menyebar ke
tulang belakang dan otak.
2) Keracunan darah
Pada penderita ulkus dekubitus dengan sistem kekebalan yang lemah,
dapat muncul infeksi yang menyebar melalui peredaran darah. Kondisi ini
disebut keracunan darah atau sepsis. Pada kasus sepsis yang serius, sepsis
akibat dekubitus dapat merusak berbagai organ sehingga menimbulkan
renjatan (shock) yang dapat menyebabkan kematian. Sepsis pada penderita
diobati menggunakan antibiotik dan perlu dilakukan pemantauan secara
ketat karena sepsis merupakan kegawatdaruratan medis.
3) Infeksi tulang dan sendi
Infeksi dari tempat munculnya dekubitus juga dapat menyebar ke sendi
(septic arthritis) dan tulang (osteomielitis). Komplikasi ini dapat diobati
dengan menggunakan Pada infeksi yang sudah parah, kemungkinan harus
dilakukan amputasi tulang dan sendi yang terkena infeksi.
4) Necrotizing fasciitis
Komplikasi jenis ini disebabkan oleh infeksi pada ulkus dekubitus oleh
bakteri Streptococcus tipe A, yang menyebabkan kematian jaringan dan
penyebaran infeksi secara cepat ke jaringan di Kondisi ini dapat diatasi
dengan cara debridement untuk mengangkat jaringan mati dan pemberian
antibiotik.
5) Gas gangrene
Ini merupakan kondisi yang muncul akibat infeksi bakteri Clostridium
pada daerah ulkus dekubitus. Bakteri jenis Clostridium dapat hidup dengan
sedikit oksigen dan menghasilkan gas serta racun yang berbahaya bagi

18
penderita. Untuk mengatasi gas gangrene, dapat dilakukan debridement untuk
mengangkat jaringan mati atau amputasi pada kasus yang lebih berat.
6) Kanker
Ulkus dekubitus yang terjadi dalam jangka waktu lama dan tidak diobati
dengan baik dapat berubah menjadi kanker sel skuamosa. Ulkus dekubitus
yang berubah menjadi kanker sel skuamosa dikenal dengan ulkus
Marjolin. Perubahan ini merupakan komplikasi yang paling parah dari
ulkus dekubitus, namun jarang terjadi.

3. Uklus Varikosum
a. Definisi
Ulkus varikosum adalah ulkus pada tungkai bawah yang disebabkan
oleh gangguan aliran darah dalam vena. Pada ulkus varikosum hanya
sekitar 50% yang disertai varises superfsial. Penderita pada umumnya
orang dewasa dan orang tua, wanita lebih sering daripada pria. Lebih dari
80% timbulnya ulkus varikosum didahului trombosis vena profunda.
Setelah thrombus menghilang, terjadi rekanalisasi tetapi katup vena tetap
rusak sehingga aliran darah terganggu.Penyebab gangguan aliran darah
balik pada tungkai bawah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua,
ialah yang berasal dari pembuluh darah dan yang berasaldari luar
pembuluh darah. $ang berasal dari pembuluh darah sendiri yang paling
sering ialah trombosis atau tromboflebitis. !ebab lain adalah kelainan
katup vena yang tidak dapat berfungsi dengan sempurna atau memang
tidak terbentuk kelainan kongenital. Penyebab dari luar pembuluh darah,
misalnya bendungan di daerah proksimal tungkai bawah oleh karena
tumor di abdomen, kehamilan, atau striktur di lipat paha. Penyebab
lainnya ialah pekerjaan yang dilakukan dengan banyak berdiri, obesitas,
dan herediter. Bahkan Faktor ras juga ikut berperan. (Sularsito SA. 2010)

19
b. Sinonim
Ulkus venosum. Sebenarnya istilah ulkus venosum mempunyai arti
yang lebih luas kecuali yang disebabkan oleh varises juga disebabkan oleh
penyebab lain misalnya trombus. (Sularsito SA. 2010)
c. Etiologi
Penyebab gangguan aliran darah baik pada tungkai bawah secara garis
besar dapat dibagi menjadi dua, istilah yang berasal dari pembuluh darah
dan yang yang berasal dari luar pembuluh darah.. yang berasal dari
pembuluh darah yang paling sering adalah trombosis atau tromboflebitis.
Sebab lainnya adalah kelainan katup vena yang tidak dapat berfungsi
dengan sempurna atau memang tidak terbentuk (kelainan kongenital).
Penyebab yang berasal dari luar pembuluh darha, misalnya bendungan di
daerah proksimal tungkai bawah oleh karena tumor di abdomen,
kehamilan, atau striktur di lipat paha. Sebab lain ialah pekerjaan yang
dilakukan dengan banyak berdiri, obesitas, dan herediter, bahkan faktor ras
juga ikut berperan. (Sularsito SA. 2010)
d. Patogenesis
Bila terjadi bendunggan di daerah proksimal atau terjadi kerusakan
katup vena tungkai bawah, terutama v. Profunda, misalnya setelah menderita
tromflebitis, maka tekanan vena akan meningkat. Akibat keadaan ini akan
timbul edema yang dimulai di sekitar pergelangan kaki. Tekanan kapiler vena
juga kana meningkatt dan sel darah merah keluar kemudian masuk ke dalam
jaringan, sehingga timbul perdarahan, yang semula terlihat sebagai bintik-
bintik merah lambat laun berubah menjadi hitam. Vena supervisial melebar
dan memanjang berkelok-kelok seperti cacing (varises). Keadaan ini lebih
jelas terlihat bila penderita berdiri. (Sularsito SA. 2010)
Bila mana telah berlangsung lama, jaringan yang semula sembab akan
diganti oleh jaringan fibrotik, sehingga kulit teraba kaku atau mengeras.
Hali ini akan mengakibatkan jaringan pada suatu tempat mengalami
gangguan suplai makanan karena iskemik, lambat laun terjadi nekrosis.
Biasanya hal ini disertai pila oleh dermatitis stasis. (Sularsito SA. 2010)

20
Tempat yang tersering ialah sedikit oroksimal dari maleolus medialis
karena pada tungkai bawah bagian medial terdapatt v. Safena magna,
sedangkan di lateral terdapat v. Safena parva yang lebih kecil. (Sularsito
SA. 2010)
e. Gejala klinis
Ulkus varikosum biasanya solitar terletak di atas maleolus internus,
bentuknya bulat atau lonjong, dangkal, tertutup oleh jaringan nekrotik,
pinggir umumnya tidak menimbul, jaringan sekitarnya hiperpigmentasi
atau mengalami dermatitis statis. Pada umumnya tidak nyeri, kecuali bila
ada selulitis atau infeksi sekunder yang lain. Varises tidak selalu terlihat.
Bila ulkus telah berlangsung lama, jaringan di sekitar ulkus menyembuh
menjadi jaringan parut. Keadaan ini dulu dinamai ulkus kalosum yaitu
ulkus yang dikelilingi jaringan parut atau ulkus yang timbul di atas
jaringan parut. Ulkus yang demikian ini susah sembuh oleh karena
vaskularisasi di daerah tersebut tidak baik. Adakalanya setelah
berlangsung bertahun-tahun pinggir ulkus tumbuh menimbul di atas
permukaan kulit, berbenjol-benjol. Dalam keadaan ini harus dipikirkan
kemungkinan ulkus tersebut telah mengalami pertumbuhan ganas.
Pemerikasaan histopatologis perlu segera dilakukan.

Gambar 4. Ulkus Venosum

21
f. Penatalaksanaan
Hal utama yang harus diperhatikan dalam terapi kausal pada
ulkusvenosum adalah mengurangi tekanan dan volume yang berlebihan
dalamsistem vena. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan terapi
kompresi (perban kompresi phlebological, stoking kompresi medis)
atau dengan mengkoreksi target patologis. Terapi kompresi masih
dianggap pengobatan dasar untuk ulkus vena, dan kemampuannya
untuk menyembuhkan ulkus vena jelas didukung oleh tubuh. Pilihan
pengobatan untuk ulkus vena meliputi manajemen
umum,medikamentosa, dan tindakan pembedahan. Secara umum,
tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi edema, meningkatkan
penyembuhan ulkus, dan mencegah kekambuhan. (Sularsito SA. 2010)
1) Terapi kompresi
Terapi kompresi merupakan standar perawatan untuk ulkus
venosum dan insufisiensi vena kronik, Sebuah tinjauan Cochrane baru-
baru ini menemukan bahwa ulkus vena sembuh lebih cepat dengan
terapi kompresi dari pada tanpa terapi kompresi. !etodenya termasuk
inelastis, elastis, dan intermitten Pneumatic Compression. Cara ini
berfungsi sebagai katup vena yang membantu pompa otot betis untuk
mencegah kembalinya aliran darah vena, edem kaki, dan bocornya
bahan fibrin sehingga mencegah pembesaran vena lebih lanjut, tetapi
tidak mengembalikan ukuran vena. Tingkat keberhasilan berkisar dari
30% sampai 60% pada 24 minggu, dan 70% hingga 85% setelah satu
tahun. Setelah ulkus telah sembuh, pemeliharaan seumur hidup terapi
kompresi dapat mengurangi risiko berulangnya ulkus venosus. Namun,
kepatuhan terhadap terapi mungkin dibatasi oleh rasa sakit, drainase,
kesulitan aplikasi, dan keterbatasan fisik, termasuk obesitas dan
dermatitis kontak.
2) Leg elevasi
Elevasi kaki bila digunakan dengan kombinasi terapi kompresi juga
di anggap sebagai standar perawatan. Penderita berbaring dengan

22
tungkai ditinggikan, sehingga letaknya lebih tinggi daripada letak
jantung, dengan tujuan mengurangi edema, meningkatkan
mikrosirkulasi dan pengiriman oksigen, dan mempercepat
penyembuhan ulkus. Dalam satu penelitian kecil, elevasi kaki
meningkatkan aliran dalam vena sebesar 45%. Meskipun elevasi kaki
yang paling efektif adalah jika dilakukan selama 30 menit, tiga atau
empat kali per hari, durasi pengobatan ini mungkin sulit bagi pasien
untuk dilakukan pasien dikehidupannya sehari-hari.
3) Dressing (kompres)
Dressing sering digunakan di bawah perban kompresi untuk
mempercepat penyembuhan ulkus dan mencegah kepatuhan pasien
dari penggunaan perban untuk ulkus. %erbagai macam dressing yang
tersedia, termasuk hydrocolloids (misalnya, duoderm), busa, hidrogel,
pasta, dan dressings. Persyaratan untuk pembalut luka yang ideal
diantaranya yaitu: (Sularsito SA. 2010)
a) Mengurangi rasa sakit dan gatal
b) Menyerap luka eksudat
c) Kompatibel dan ramah lingkungan.
d) Tidak meninggalkan bekas Memungkinkan pertukaran gas (O2 atau
CO2)
e) Melindungi terhadap trauma fisik, kimia dan paparan bakteri
f) Terbuat dari inert atau setidaknya hypoallergenic atau bahan non
Firitasi
4) Benzoilperoxide
Dalam sebuah penelitian efektifitas benzoil peroksida dalam lotion
dan 20% benzoil peroksida dalam gel, dan efek nya pada reepitelisasi
luka dievaluasi pada babi muda domestik. Dua puluh persen suspensi
benzoil peroksida di dasar lotion secara substansial meningkatkan
tingkat reepitelisasi sebesar 33% selama periode evaluasi tujuh hari.
Dua puluh persen suspensi benzoil peroksida dalam basis gel dan 10%

23
suspensi benzoil peroksida di dasar lotion hanya sedikit terjadi
peningkatan

Terapi Sistemik
1. Pentoxifylline
Pentoxifylline (Trental) merupakan inhibitor agregasi platelet, yang
mengurangi kekentalan darah dan meningkatkan sirkulasi mikro.
Pentoxifylline (400 mg tiga kali per hari) telah terbukti menjadi
pengobatan tambahan yang efektif untuk ulkus vena ketika
ditambahkan ke terapi kompresi. Pentoksifilin mungkin juga berguna
sebagai monoterapi pada pasien yang tidak dapat mentoleransi
kompresi. Efek samping umum adalah gastrointestinal (misalnya,
mual, muntah, diare, mulas, kehilangan nafsu makan). Meskipun
sejumlah studi untuk mendukung efektivitasnya sebagai terapi
tambahan, dan mungkin sebagai monoterapi, efektivitas biaya
pentoxifyllin belum ditetapkan. (Sularsito SA. 2010)
2. Aspirin
Seperti terapi pentoxifylline, aspirin (300mg per hari)
dikombinasikan dengan terapi kompresi telah terbukti meningkatkan
waktu penyembuhan ulkus dan mengurangi ukuran ulkus,
dibandingkan dengan terapi kompresi sendiri. Secara umum,
menambahkan terapi aspirin untuk perban kompresi dianjurkan dalam
pengobatan ulkus vena selama tidak ada kontraindikasi untuk
penggunaannya. (Sularsito SA. 2010)
3. Iloprost
Prostasiklin iloprost merupakan vasodilator yang menghambat
agregasi platelet. Dalam satu studi, iloprost intravena yang digunakan
dengan terapi kompresi elastis secara signifikan mengurangi waktu
penyembuhan ulkus vena dibandingkan dengan placebo. Namun, obat
ini sangat mahal. (Sularsito SA. 2010)

24
4. Zinc
Seng adalah logam jejak dengan potensi efek anti-inflamasi. Dalam
beberapa penelitian pemberian terapi seng oral tidak memiliki efek yang
menguntungkan dalam pengobatan vena ulkus. (Sularsito SA. 2010)
5. Antibiotik
Kolonisasi bakteri dan infeksi bakteri pada ulkus vena berkontribusi
terhadap proses penyembuhan luka yang buruk. Antibiotik oral
direkomendasikan untuk mengobati ulkus vena hanya dalam kasus-
kasus yang diduga mengalami infeksi sekunder. (Sularsito SA. 2010)

Tindakan Bedah
Secara keseluruhan, ulkus akut ( jangka waktu tiga bulan atau
kurang ) memiliki kesempatan 71 sampai 80 % dari penyembuhan,
sedangkan ulkus kronis hanya memiliki kesempatan 22 %
penyembuhan setelah enam bulan pengobatan. Mengingat tingkat
penyembuhan yang rendah terkait dengan ulkus kronis, maka tindakan
bedah harus dipertimbangkan pada pasien dengan ulkus vena yang
sukar disembuhkan dengan terapi konservatif. (Sularsito SA. 2010)
1. Debridement
Pembersihan jaringan nekrotik dan beban bakteri melalui
debridement telah lama digunakan dalam perawatan luka untuk
meningkatkan penyembuhan. Debridement tajam (misalnya,
menggunakan kuret atau gunting), enzimatik, mekanik, biologis (yaitu,
menggunakan larva), atau autolytic. Namun, ada beberapa studi
berkualitas tinggi yang secara langsung mengevaluasi pengaruh
debridement versus tidak ada debridement atau superioritas salah satu
jenis debridement pada tingkat ulkus vena healing. Selain itu, sebagian
luka dengan jaringan nekrotik yang signifikan harus dievaluasi untuk
insufisiensi arteri karena ulkus murni vena jarang membutuhkan
banyak debridement.

25
2. Pencangkokan kulit
Pencangkokan kulit manusia dapat digunakan untuk pasien
dengan ulkus vena besar atau refrakter. Hal ini dilakukan dengan
autograft (kulit atau sel-sel yang diambil dari situs lain pada pasien
yang sama) , allograft (kulit atau sel-sel yang diambil dari orang lain) ,
atau kulit buatan (kulit manusia setara). Namun, pencangkokan kulit
umumnya tidak efektif jika ada edema persisten dengan insufisiensi
vena.

Tindakan Bedah Insufisiensi Vena


Peran operasi adalah untuk mengurangi refluks vena, mempercepat
penyembuhan, dan mencegah kekambuhan ulkus. Pilihan bedah untuk
pengobatan insufisiensi vena meliputi ablasi vena saphena, gangguan
pembuluh darah perforantes dengan operasi endoskopi subfasia,
pengobatan obstruksi vena iliaka dengan stentin, dan penghapusan
vena superfisial tidak kompeten dengan phlebectomy, stripping,
5
sclerotherapy, atau terapi laser.
Dalam satu studi, operasi vena superfisial ablatif mengurangi
tingkat kekambuhan ulkus vena pada 12 bulan dibandingkan dengan
terapi kompresi. Dalam studi lain, manajemen bedah menyebabkan
tingkat penyembuhan ulkus 88%, dengan hanya 13% tingkat
kekambuhan lebih dari 10 bulan.
g. Prognosis
Prognosis bergantung pada penyakit yang mendasari timbulnya ulkus
venosum, dengan mengkoreksi penyakit yang mendasari tersebut, maka
penyembuhan ulkus venosum akan semakin terlihat. Selain itu, Terapi
kompresi diketahui secara signifikan meningkatkan penyembuhan ulkus
venosum dan mengurangi risiko kekambuhan. Penyembuhan pada bagian
dasar ulkus akan tampak jaringan granulasi berwarna merah muda,
reepitelisasi pada jaringan yang luka atau di jaringan sekitar. (Sularsito SA.
2010)

26
4. Ulkus Arteriosum
Ulkus arteriosum lebih sering ditemukan pada orang tua berusia di atas 45
tahun. Dengan meningkatnya perbaikan kesehatan dan kesejahteraan , maka
usia harapan hidup makin panjang, sehingga jumlah manusia usia lanjut pun
akan bertambah. Akibatnya problem geriatri akan bertambah pula, diantaranya
adalah ulkus arteriosum. (Lin P, Philips t. 2015)
Ulkus ini timbul karena trauma pada kulit yang mengalami gangguan
peredaran darah arteri atau timbul dengan sendirinya karena kematian jaringan
oleh sebab penutupan arteriol. (Lin P, Philips t. 2015) a. Definisi

Ulkus arteriosum adalah ulkus yang terjadi akibat gangguan peredaran


darah arteri (Lin P, Philips t. 2015)
b. Sinonim
Ulkus iskemik. Pengertian ulkus iskemik sebenarnya lebih luas daripada
ulkus arteriosum, dan penyebabnya bermacam-macam, sedangkan ulkus
arteriosum lebih sering dihubungkan dengan hipertensi. (Lin P, Philips t. 2015)
c. Etiologi
Penyebab yang paling sering adalah ateroma yang terjadi pada
pembuluhdarah abdominal dan tungkai, di samping penyebab lain yang belum
diketahui secara pasti. Secara garis besar penyebab gangguan tersebut dapat
dibagi menjaditiga kelompok, yaitu: Ekstra mural, mural dan intra mural. (Lin
P, Philips t. 2015)
1) Ekstra mural.
Aliran darah arteri terganggu oleh karena pembuluh darah arterioleterjepit
oleh jaringan fibrosis, misalnya karena edema yang lama, dapat juga
olehsklerosis karena skleroderma. (Lin P, Philips t. 2015)
2) Mural.
Aliran darah terganggu karena kelainan pada dinding pembuluh
darah,misalnya vaskulitis atau aterosklerosis.

27
3) Intra mural.
Aliran darah terganggu karena sumbatan lumen pembuluh darahkecil,
misalnya akibat perubahan viskositas darah, perlekatan, platelet,
fibrinogenesis, dan sebagainya. (Lin P, Philips t. 2015)
d. Patogenesis
Oleh karena gangguan aliran darah arteri, misalnya terjadi penyempitanatau
penyumbatan lumen, maka jaringan akan mengalami hipoksia
(iskemi),sehingga terjadi perubahan di kulit. Perubahan tersebut berupa kulit
menjadi tipis,kering dan bersisik, sianotik, bulu tungkai berkurang, kuku jari
kaki menebal dandistrofik. Akibatnya daya tahan terhadap trauma dan infeksi
menurun. Perubahan selanjutnya dapat terjadi ganggren pada jari kaki, kaki
dan tungkai, dan akhirnya timbul ulkus. (Lin P, Philips t. 2015)
e. Manifestasi klinis
Ulkus oleh karena hipertensi paling sering timbul di sebelah
posterior,medial atau anterior; sedangkan yang disebabkan oleh arteriosklerosis
obliteransterjadi pada tonjolan tulang. Pada mulanya terlihat lesi eritematosa yang
nyeri, kemudian bagian tengah berwarna kebiruan dan menjadi bula hemoragik,
akhirnya mengalami nekrosis. Ulkus yang timbul biasanya dalam, berbentuk
plong (punched out), kotor tepi ulkus jelas. Rasa nyeri merupakan gejala penting
pada penyakit arteri; rasa nyeri ini terasa lebih hebat pada malam hari, dapat
timbul mendadak atau perlahan-lahan, terus menerus atau hilang timbul.
Bilatungkai diangkat atau keadaan dingin, rasa nyeri bertambah hebat, sehingga
bilatidur penderita lebih suka menggantung kakinya. Jika di raba dengan
punggungtangan, bagian distal lebih dingin daripada bagian proksimal atau kaki
sebelahyang sehat. Denyut nadi pada dorsum pedis teraba lemah atau sama sekali
tidak teraba. (Lin P, Philips t. 2015)
f. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan ulkus arteriosum secara umum
a) Pengobatan terhadap penyebabnya dengan konsul ke Bagian
Penyakit Dalam.
b) Hindari suhu dingin

28
c) Hindari merokok
2) Penatalaksanaan ulkus arteriosum secara khusus
a) Pengobatan Sistemik
Untuk menanggulangi infeksi dapat diberikan antibiotik atau
metronidazole (khusus kuman anaerob) dan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
b) Pengobatan Topikal
Permanganas kalikus 1:5000, Benzoin peroksida 10% - 20%
untuk merangsang granulasi, bakterisidal, dan melepaskan oksigen ke
dalam jaringan, Vaseline agar kulit normal di sekitar ulkus tidak
teriritasi, Seng Oksida untuk mengabsorbsi eksudat dan bakteri. (Lin P,
Philips t. 2015)

B. Ulkus Genital
1. Ulkus Mole
a. Definisi
Ulkus mole atau chancroid adalah suatu Penyakit Menular Seksual
(PMS) akut, biasanya pada genitalia atau anus yang disebabkan oleh
infeksi Haemophylus ducreyi, suatu fakultatif anaerobik basil gram-negatif
yang memerlukan hemin (faktor x) untuk pertumbuhannya, dengan gejala
klinis yang khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi
dan sering disertai pembesaran kelenjar getah bening regional. (Judanarso
J. 2010)
b. Etiologi
Ulkus mole disebabkan oleh H. ducreyi, basil gram negatif, fakultatif
anaerobik yang membutuhkan hemin (faktor x) untuk pertumbuhan,
mereduksi nitrat dan mengandung 0,38 mol DNA guanosine plus cytosine.
Organisme ini kecil, tidak membentuk spora, seringkali berkelompok,
berderet membentuk rantai memperlihatkan rantai streptobasilaris yang
khas pada pewarnaan gram terutama pada kultur. (Judanarso J. 2010)

29
Basil ini pada lesi terbuka di daerah genital sukar ditemukan karena
tertutup oleh infeksi sekunder, lebih mudah dicari bila bahan pemeriksaan
berupa nanah yang diambil dengan cara aspirasi abses kelenjar inguinal.
Kuman ini sukar dibiakan. (Judanarso J. 2010)
c. Patogenesis
Sangat sedikit yang diketahui tentang patogenesis infeksi H. Ducreyi.
Trauma atau luka lecet perlu dipikirkan untuk penetrasi basil ke dalam
epidermis dan untuk induksi lesi chancroid percobaan pada lengan kulit
harus diskarifikasi.1,5 Haemophylus ducreyi masuk ke dalam kulit melalui
jaringan epithel yang mengalami diskontinuitas atau kerusakan, yang dapat
terjadi akibat hubungan seksual. Saat bakteri sudah mencapai
kulit/integumen, maka akan menyebabkan keratinosit, 3 fibroblas, sel
endotel, dan melanosit untuk mengeluarkan interleukin 6 (IL-6) dan
interleukin 8 ( IL-8). IL-8 mempengaruhi sel polimorfonuklir (PMN) dan
makrofag untuk membentuk pustul intradermal. IL-6 di sisi lain
merangsang T-Cell melalui perantaraan interleukin-2 yang pada gilirannya
akan merangsang sel CD4 dalam daerah itu. (James, WD et al. 2013)
H. ducreyi mengeluarkan suatu toksin yang bernama cyto-lethal
distending toxin (Hdcdt) yang menyebabkan apoptosis dan nekrosis sel-sel
seperti sel myeloid, sel epitel, keratinosit, dan terutama fibroblas. Toksin
ini menghambat proliferasi sel dan menyebabkan kematian sel sehingga
pada akhirnya memicu terbentuknya borok (ulkus) yang menjadi
karakteristik ulkus mole. (James, WD et al. 2013)
H. ducreyi ternyata mampu menghindari proses fagositosis sehingga
derajat penyembuhan ulkus begitu lambat. Karena suatu alasan yang tidak
diketahui, ternyata makrofag di dalam ulkus memiliki reseptor kemokin
CCR5 dan Cxcr4 yang jauh lebih banyak dibanding sel normal. Padahal
reseptor ini merupakan reseptor virus HIV. (James, WD et al. 2013)
Jumlah inokulum untuk menimbulkan infeksi tidak diketahui. Pada lesi,
organisme terdapat dalam makrofag dan neutrofil atau bebas berkelompok
(mengumpul) dalam jaringan interstisial. (James, WD et al. 2013)

30
d. Manifestasi klinis
Masa inkubasi adalah 3-7 hari, jarang kurang dari 3 hari atau lebih dari
10 hari. Tidak disertai gejala prodormal. Penyakit ini dimulai dengan papul
lunak dengan sekitarnya eritem. Tidak ditemukan vesikel pada setiap
tingkat perjalanan penyakit. Setelah 24-48 jam papul menjadi pustul, erosi,
dan ulserasi. Pinggir ulkus tidak teratur dan bergaung, dasar ulkus
biasanya ditutupi jaringan nekrotik dan eksudat berwarna abu-abu
kekuningan menutupi jaringan granulasi yang mudah berdarah. Berbeda
dengan sifilis, ulkus mole biasanya lunak dan nyeri pada laki-laki tetapi
sering tidak nyeri pada perempuan dan umumnya pada perempuan dengan
ulkus tidak menyadari adanya infeksi. (Amiruddin, MD. 2014)
Ulkus sering multipel. Ulkus soliter didapatkan pada setengah dari
penderita laki-laki, diameter bervariasi 1 mm – 2 cm. Lokalisasi yang
sering pada laki-laki adalah preputium, lipatan balanopreputial, selain itu
pada frenulum dan glans penis, sulkus koronarius sering nampak udem
pada preputium, meatus uretra, batang penis sementara anus jarang
terkena. Ulkus mole yang berlokasi pada uretra dapat menyebabkan
uretritis purulenta tetapi jarang. Pada perempuan biasanya berlokalisasi
pada vulva terutama cammisura posterior, labia minora, dan vestibulum,
labia mayora, daerah uretra, jarang pada vagina, juga pernah dilaporkan
lesi pada serviks, perineum dan anus. (Habif, TP. 2015).
Lesi ekstragenital chancroid pernah dilaporkan pada dada, jari-jari,
paha, dan luka lecet adalah penting dalam patogenesis dan distribusi lesi
ekstragenital chancroid. (Judanarso J. 2010)
Adenitis inguinal yang nyeri, terjadi pada 50% penderita dan terjadi
dalam beberapa hari sampai 2 minggu (rata-rata 1 minggu) setelah timbul
lesi primer. Adenitas umumnya unilateral dan kulit diatasnya eritem. Bubo
dapat berfluktuasi dan ruptur spontan. Pus yang mengalir dari adenitis
inguinal biasanya keruh seperti susu. Pada perempuan jarang terjadi
limfadenitis. (Judanarso J. 2010)

31
Selain tipe chancroid yang umumnya seperti diatas, sejumlah variasi
klinis pernah dilaporkan. (Amiruddin, MD. 2014)
1) Giant chancroid
Yaitu lesi soliter yang meluas ke perifer dan nampak ulserasi yang luas.
Mula-mula timbul ulkus kecil, tetapi meluas dengan cepat dan menutupi suatu
daerah. Sering mengikuti abses inguinal yang pecah, dan dapat meluas ke
daerah suprapubis bahkan ke daerah paha dengan cara autoinokulasi.
2) Transient chancroid
Berupa ulkus kecil yang membaik secara spontan dalam beberapa hari,
keadaan ini dapat diikuti dengan limfadenitis regional yang akut dalam 2-3
minggu kemudian. Gambaran ini menyerupai limfogranuloma venereum.
3) Folicular chancroid
Ulkus kecil yang multiple yang timbul disekitar folikel rambut,
seringkali di daerah mons pubis. Dapat terlihat beberapa ulkus folikuler.
4) Ulkus serpiginous
Lesi-lesi yang bergabung dan melebar oleh karena autoinokulasi, terjadi
infeksi campuran dan resistensi terhadap infeksi berkurang. Dapat
mengenai daerah inguinal atau paha dan dinding abdomen.
5) Dwarf chancroid
Lesi sangat kecil dan menyerupai erosi pada herpes genitalis, tetapi
dasarnya tidak teratur dan tepi berdarah.
6) Papular chancroid
Dimulai dengan ulkus yang kemudian menimbul terutama pada
tepinya. Gambaran menyerupai kondilomata lata pada sifilis stadium II.
7) Chancroid phagadenic
Bentuk lain dari chancroid yang disebabkan oleh superinfeksi dengan
fusospirochetosis. Dapat terjadi destruksi jaringan yang cepat dan dalam
(ulkus mole gangrenosum)

32
Gambar 5. Ulkus Mole
e. Penatalaksanaan
1) Sistemik
Perubahan H. ducreyi
terhadap pengaruh antibiotik menyebabkan rekomendasi pengobatan
sebelumnya tidak terpakai lagi. H. ducreyi telah resisten terhadap
sulfonamide, tetrasiklin, ampisilin, kloramfenikol, dan kanamisin. Centers of
disease control merekomendasikan pengobatan ulkus mole dengan:
(Amiruddin, MD. 2014)
a) Azitromisin 1 gr oral dosis tunggal atau
b) Seftriakson 250 mg intramuscular dosis tunggal atau
c) Siprofloksasin dosis 500 mg oral 2 X sehari selama 3 hari atau
d) Eritromisin 500 mg 4 X sehari selama 7 hari, pernah dilaporkan kasus
resisten terhadapa eritromisin di China.
Selain obat-obatan tersebut di atas yang juga efektif adalah: (Amiruddin, MD.
2014)
a) Trimetoprim 160 mg sulfametoksasol 800 mg 2x sehari selama 7 hari
sebagai pengobatan alternatif. Penggunaan dosis tunggal trimetoprin

33
640mg, sulfametoksasol 3200mg mempunyai efektifitas lebih rendah dari
rejimen lain. Pada penelitian didapatkan angka kegagalan pengobatan 55%
untuk ulkus dan 80% untuk bubo, pada penggunaan dosis tunggal
kombinasi tersebut.
b) Kombinasi amoksisilin 500mg dan asam klavulanat 125mg oral 3x sehari
selama 7 hari.
c) Fleroksasin dosis tunggal 200mg.
d) Sefalotin 3gr sehari intravenous selama 7 hari. Dapat terjadi relaps setelah
sembuh sempurna pada lokasi yang sama dengan lesi sebelumnya pada
sekitar 5 % penderita. Kegagalan pengobatan pasangan seksual biasanya
sebagai penyebab relaps.
2) Topikal
Pengobatan topikal pada kasus ini terdiri atas pemberian antiseptik seperti
povidon iodin. Limfadenitis tidak boleh diinsisi. Bila perlu diaspirasi untuk
mencegah ruptur spontan. Pada penderita yang mengeluh ulkusnya sangat
nyeri, dapat diberi terapi topikal dengan kompres dingin untuk mengurangi
peradangannya. Penderita dianjurkan untuk istirahat, karena bila penderita
tetap melakukan aktivitasnya maka akan memudahkan terjadinya adenopati.
Penderita dengan fimosis sebaiknya dilakukan sirkumsisi apabila semua lesi
aktif telah sembuh, dan tampaknya bubo jarang berkembang setelah sirkumsisi
dilakukan. (Lautenschlager, S. 2014)
3) Penatalaksaan pasangan seksual
Seseorang yang memiliki kontak seksual dengan penderita ulkus mole dalam
10 hari sebelum muncul gejala ulserasi di kelamin penderita, maka sebaiknya
diberi terapi, meskipun gejala klinisnya belum muncul. Terbukti karier pembawa
Haemophylus ducreyi dapat terjadi pada penderita yang asimptomatis. Obat yang
diberikan pada penderita baik jenis maupun dosis obatnya. Jika tidak mungkin
melakukan abstinensia seksual maka penderita harus menggunakan kondom saat
berhubungan seksual selama lesi masih ada. Meskipun demikian, kondom yang
tidak dipakai dengan cara yang benar dalam

34
artian lesi ulkus tidak tertutup kondom secara sempurna, masih memungkinkan
untuk terjadinya penularan penyakit. (Lautenschlager, S. 2014)
f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat dialami pada penderita ulkus mole adalah : (Kemp,

1) Adenitis inguinal (adenitis inflamatorik)


2) Fimosis atau parafimosis
3) Fistula uretra
4) Fistel rektovagina
5) Infeksi campuran
g. Prognosis
Penyakit ini tidak menyebar secara sistemik. Tanpa pengobatan, ulkus
genital dan abses inguinal dilaporkan kadang-kadang menetap beberapa tahun.
Infeksi tidak menimbulkan imunitas dan dapat terjadi infeksi ulang. Penderita
diinstruksikan sebaiknya memakai kondom untuk menghindari infeksi ulang.
(Amiruddin, MD. 2014)
Pada penderita yang tidak disirkumsisi ataupun penderita yang juga
terinfeksi HIV, kemungkinan terjadi relaps setelah diterapi dengan antibiotik
adalah sebesar 5%. Namun jika penderita tersebut berstatus HIV seronegatif
dan mengalami relaps, maka dengan terapi yang sama dengan terapi yang
sebelumnya pernah diberikan masih tetap efektif. Penderita dianjurkan untuk
menggunakan kondom untuk menghindari infeksi ulang. (Judanarso J. 2010)
Pasien sebaiknya diperiksa kembali 3-7 hari setelah terapi inisiasi. Jika
perawatan berhasil, borok (ulkus) pada umumnya akan membaik dalam 3 hari
dan secara obyektif dalam 7 hari setelah terapi. Bila tidak ada perbaikan klinis,
maka seorang klinisi harus mempertimbangkan apakah : (Judanarso J. 2010)
1) Hasil diagnosanya benar
2) Pasien mengalami koinfeksi dengan penyakit menular seksual yang lain
3) Pasien terkena infeksi/tersebar dengan HIV
4) Obat tidak diminum sesuai anjuran.
5) H. ducreyi resisten terhadap pengobatan yang diberikan.

35
Masa penyembuhan ulkus yang sempurna tergantung pada ukuran dari
ulkus itu sendiri. Ulkus yang besar mungkin memerlukan waktu lebih dari 2
minggu. Sedangkan penyembuhan klinis fluktuan lympadenopati ternyata
lebih lambat dibanding ulkus dan mungkin memerlukan needle aspiration dan
drainase. Walaupun aspirasi bubo merupakan suatu prosedur sederhana, insisi
dan drainase lebih disukai oleh karena hanya dilakukan sekali saja atau tidak
memerlukan prosedur ulangan. (Judanarso J. 2010)

2. Granuloma Inguinal
Penyakit ini termasuk penyakit kelamin. Hal-hal yang mendukung bahwa
penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual adalah pada anamnesis
terdapat kontak seksual sebelum timbulnya lesi, insidennya tinggi pada
kelompok umur dengan aktivitas seksual paling banyak, lesi terdapat pada
genitalia interna seperti sekviks, tanpa disertai lesi lain, lesi terdapat hanya di
sekitar anus pada orang homoseksual yang pasif, dan lesi terdapat pada daerah
genital atau perigenital. Selain ditularkan melalui hubungan seksual,
Calymatobacterium granulomatis dapat ditemukan pada intestin, dan pada
keadaan higiene buruk terjadi autoinokulasi feses pada kulit yang mudah
terkena trauma atau inflamasi bakteri. (Judanarso J. 2010) a. Definisi

Granuloma inguinale adalah proses granulomatosa yang biasanya


mengenai daerah anogenital dan inguinal. Daya penularan penyakit ini rendah,
bersifat kronik, progresif, penularan secara autoinokulasi, mengenai genitalia
dan kulit disekitarnya, dan kadang sistem limfatik. (Judanarso J. 2010)
b. Sinonim
Ulcerating granuloma of pudenda, sclerosing granuloma, granulomatosis,
granulo venerum, granuloma donovani, donovanosis. (Judanarso J. 2010)
c. Etiologi
Pada tahun 1905 Donovan menemukan adanya badan intraseluler pada
sediaan apus bahan yang diambil dari ulkus penderita granuloma inguinale di
Madras, India. Badan intraseluler ini disebut Donovan bodies (badan-badan

36
Donovan). Donovan bodies berukuran 1.5 x 0.7 μm dalam makrofag dan sel
epitel pada stratum malpighi. Aragao dan Vianna berhasil mengidentifikasi
bakteri hasil kultur dari ulkus penderita granuloma inguinale yaitu
Calymmatobacterium granulomatis. (O’Farrel N. 2016)
Dalam buku FitzPatricks, donovanosis disebabkan oleh Klebsiella
granulomatis, sebelumnya disebut dengan Calymmatobacterium
granulomatis. Pergantian nama spesies tersebut dikarenakan terdapat
kesamaan >99% morfologi dan karakter serologis dengan Klebsiella sp dan
setelah dilakukan pemeriksaan PRC bakteri tersebut memiliki gen phoE dan
gen 16S ribosomal RNA yang homolog dengan Klebsiella pneumoniae dan
Klebsiella rhinoscleromatis. (Kibbi A, Shareef M. 2016)
Klebsiella granulomatis merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang
pendek, intraseluler, pleomorfik, tidak motil, dan termasuk organisme
fakultatif. Klebsiella granulomatis bersifat patogen hanya pada manusia dan
dapat berkembang dalam embrio ayam. Hasil pemeriksaan dengan mikroskop
elektron menggambarkan Klebsiella granulomatis memiliki kapsul yang besar,
tidak berflagel, dan terdapat filiform pada dinding selnya. (Hart G. 2015)
Basil dikelilingi oleh kapsul yang berbatas tegas dapat dilihat dengan
pewarnaan Wright, kapsul berwarna merah muda dan berbentuk bipolar.
Reproduksi bakteri terjadi dalam fokus multiple pada sel-sel sampai vakuol
berisi 20-30 organisme, kemudian tejadi lisis, dan keluar organisme yang
mature. (Hart G. 2015)

Gambar 6. Donovan bodies dalam makrofag dengan pewarnaan Giemsa

37
d. Patogenesis
Penularan granuloma inguinale melalui hubungan seksual, baik genital-
genital, oral-genital, maupun ano-genital dan non seksual yaitu pada keadaan
higiene buruk melalui autoinokulasi feses pada kulit yang tidak utuh atau kulit
yang mudah terkena trauma (O’Farrel N. 2016). Selain itu penularanya dapat
melalui transmisi perinatal, dari ibu dengan granuloma inginale ke neonatus.
(Hart G. 2015)
Klebsiella granulomatis merupakan flora normal pada usus manusia, dapat
ditransmisikan ke regio anogenital melalui autoinokulasi atau hubungan
seksual (Hof H. 2014) Pada dinding bakteri Klebsiella granulomatis terdapat
Lipopolysaccharides (LPS) sebagai faktor patogen, yang akan mengaktivasi
sel-sel inflamasi dan komplemen, serta dapat menyebabkan deposisi
komplemen C3b sehingga menghambat pembentukan MAC (Membrane
Attack Complex) yang mencegah kerusakan membran dan kematian sel
bakteri. Selain itu, bakteri ini memiliki kapsul polisakaria yang merupakan
lapisan proteksi dari fagositosis polimorfonuklear granulosit dan dapat
menghambat aktivasi C3b. Bakteri ini juga memproduksi adhesin yang akan
membantu bakteri untuk penetrasi pada sel host. (Mandell. 2013)
Setelah penetrasi pada kulit, Klebsiella granulomatis dapat menyebabkan
respon inflamasi yang menstimulus pelepasan mediator inflamasi sehingga
terjadi destruksi jaringan. (Hof H. 2014)
Lesi primer dimulai sebagai satu nodus yang keras (berindurasi), kalau
terjadi kerusakan pada permukaanya terjadi ulkus yang berwarna seperti
daging dan granulomatosa. Biasanya berkembang perlahan-lahan, sering
menjadi satu dengan lesi yang berhubungan atau membentuk lesi baru dengan
autoinokulasi, terutama pada daerah perianal. Timbul akantosis hebat dan
terdapat banyak histiosit. Beberapa leukosit PMN terdapat dalam fokus
infiltrat atau tersebar, limfosit jarang ditemukan. (Judanarso J. 2010)
Gambaran patognomonik donovanosis adalah sel mononuklear besar yang
terinfeksi berisi banyak kista intrasitoplasmik yang diisi oleh badan-badan

38
Donovan. Infeksi sekunder akan menimbulkan destruksi jaringan kemudian
terjadi sikatriks. (Judanarso J. 2010)
e. Manifestasi klinik
Masa inkubasi berkisar antara 3 hari sampai 3 bulan, umumnya 2-3 minggu
dan dapat sampai 1 tahun. Lesi kulit ditemukan pada neonatus sekitar 6
minggu sampai 6 bulan setelah lahir (Hart G. 2015). Umumnya tidak dijumpai
demam atau gejala sistemik lain. Penyakit diawali dengan nodul subkutan
tunggal atau multipel, kemudian mengalami erosi, menimbulkan ulkus
berbatas tegas, berkembang lambat dan mudah berdarah. Ulkus dapat dijumpai
di regio genital 90% yaitu penis (glans, preputium, batang penis, pertemuan
penis-skrotum), vulva, labia mayora, serviks, mons pubis, regio anal dan
perianal 5-10% dan regio inguinal 10%. (Hart G. 2015)
Ulkus di daerah mukokutan yang progresif lambat dan dapat meluas.
Ulkus tanpa rasa nyeri. Tepi ulkus dapat meninggi, tidak teratur, batas tegas,
dan berindurasi. Dasar ulkus yang masih baru dipenuhi cairan berwarna merah
darah. Pada ulkus yang sudah lama, dasar ulkus berupa jaringan granulasi,
berwarna merah, mudah berdarah, dengan cairan seropurulen yang berbau
busuk. Adanya pus menandakan terjadi infeksi sekunder. Ulkus yang luas
dapat menetap dan bertambah luas selama beberapa tahun, menyerupai kanker.
Limfadenopati jarang terjadi kecuali terdapat superinfeksi bakteri. (Judanarso
J. 2010)
Terdapat empat varian klinis granuloma inguinal: (Hart G. 2015)
1) Ulsero granulomatosa atau nodular : berupa jaringan granulasi merah dan
hipertropik yang mudah berdarah.
2) Hipertropik : berupa lesi-lesi eksofitik menyerupai veruka dalam jumlah
banyak (cauliflower or wartlike lession).
3) Nekrotik : berupa ulkus dalam dengan destruksi jaringan yang luas,
dengan eksudat yang berbau busuk.
4) Sklerotik : berupa fibrosis dengan dasar yang mengering.
Ulkus pada ekstra genital ditemukan pada 6% kasus. Donovanosis oral
merupakan manifestasi klinis tersering dari ulkus ekstra genital. Ulkus mudah

39
berdarah, terdapat rasa nyeri, biasanya ulkus terjadi pada bibir, terjadi edema
kelenjar liur dan edema palatum. Donovanosis juga dapat mengenai tulang,
dimana pada 50% kasus mengenai tulang tibia. Gejalanya berkaitan dengan
simptom konstitusional (berat badan turun, demam, keringat malam hari, dan
lemas) dan ini biasanya terjadi pada perempuan. (Hart G. 2015)

Gambar 7. Granuloma Inguinale

f. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaa fisik dan
pemeriksaan penunjang. Masa inkubasi granuloma inginale berkisar antara 3
hari sampai 3 bulan, umumnya 2-3 minggu dan dapat berlangsung lama
hingga 1 tahun. (Hart G. 2015)
1) Anamnesis
Insidensi tinggi pada kelompok usia dengan aktivitas seksual paling
banyak yaitu usia 20-40 tahun, pada kelompok homoseksual, dan pada
sexual workers (O’Farrel N. 2016). Pada anamnesis terdapat kontak seksual
sebelum timbulnya lesi, lesi tidak terasa nyeri, umumnya tidak terdapat
demam atau gejala sistemik lainnya. (Indriatmi, Wresti. 2015)

40
2) Pemeriksaan Fisik
Penyakit diawali dengan papul pada kulit atau nodus subkutan tunggal
atau multipel, kemudian mengalami erosi, menimbulkan ulkus berbatas
tegas, berkembang lambat dan mudah berdarah (Indriatmi, Wresti. 2015).
90% ulkus terjadi pada regio genital, 10% regio inguinal, dan 5-10%
region anal-perianal Pada laki-laki regio genital tersering terjadinya ulkus
yaitu penis, skrotum, dan glans, sedangkan pada perempuan yaitu labia dan
perineum. Empat varian klinis berupa ulsero granulomatosa, hipertropik,
nekrotik, dan sklerotik. Ulkus dapat meluas, persisten, dan progesif lambat
dalam beberapa tahun menyerupai karsinoma. (Hansfield H. 2011)
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat berupa apusan jaringan, kultur, PCR,
biopsi, dan serologis. Ditemukan Donovan bodies pada pemeriksaan apusan
jaringan dari kerokan tepi jaringan ulkus yang diwarnai dengan Giemsa,
Wright, atau pewarnaan Leisman. Terkadang diperlukan biopsi bila terdapat
kasus dengan dugaan granuloma inguinale secara klinis, namun sediaan
apusan jaringan secara berulang tidak ditemukan Donovan bodies, hal ini juga
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan. (Indriatmi, Wresti.
2015). Hasil pemeriksaan histologi berupa gambaran proliferasi epitel,
hiperplasia epitel, infiltrate sel-sel inflamasi, neutrofil, dan sedikit ditemukan
limfosit. Ukuran diameter sel mononuklear sekitar 25-90 μm dengan lebih
dari 20 intrasitoplasma vakuol terdapat Donovan bodies. (Hart
G. 2015)
g. Komplikasi
Komplikasi genital dari granuloma inguinale adalah edema genital
yang dapat menjadi pseudoelephantiasis, fimosis, parafimosis, dan
destruksi progresif jaringan sehingga dapat terjadi deformitas genital, pada
bentuk sklerotik terjadi stenosis uretra, vagina, dan lubang anus. Lesi
dapat menetap pada regio genital dan regio perianal. Dapat terjadi
hiperplasia pseudoepiteliomatosa, yang sulit dibedakan dengan karsinoma
baik secara

41
klinis maupun histologis. Keganasan dapat berupa karsinoma sel basal
atau karsinoma sel skuamosa. (Judanarso, J. 2010)
Komplikasi ekstragenital dilaporkan terjadi sekitar 6% dari seluruh
kasus granuloma inguinale yang menyebar secara hematogen dari infeksi
primer. Umumnya komplikasi ektragenital terjadi pada mukosa mulut,
leher, kulit kepala, toraks, lengan dan tungkai. Pada mukosa mulut dapat
menimbulkan edema, ulkus, dan perdarahan pada kelenjar parotis dan
palatum serta dapat menyebabkan hilangnya gigi. Pada kasus yang
berlangsung lama dapat menyebabkan adanya fibrosis dan mikrostomia.
Penyebaran secara hematogen akan menimbulkan manifestasi klinis
berupa gejala sistemik yaitu demam, anoreksia, dan penurunan berat
badan. Lesi metastatik ini dapat mengenai tulang dimana 50% kasus paling
sering mengenai tulang tibia, dan organ-organ viseral seperti usus, hati,
limpa, dan paru-paru. (Hart G. 2015)
h. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan granuloma inguinal: (Indriatmi, Wresti. 2015)
1) Lama pengobatan antara 3 minggu sampai 3 bulan, hingga sembuh.
2) Bila bersamaan dengan infeksi HIV, diperlukan waktu pengobatan yang
lebih panjang.
Menurut Workowski K, Bolan G (2014) pengobatan spesifik granuloma
inguinal dibagi menjadi dua:
1) Lini pertama: Azitromisin 1 gram per oral 1x/minggu atau 500 mg/hari
selama 3 minggu.
2) Lini kedua
a) Doksisiklin 2 x 100mg/hari minimal selama 3 minggu
b) Ciprofloksasin 2 x 750mg/hari minimal selama 3 minggu
c) Eritromisin 4 x 500mg/hari minimal selama 3 minggu
d) Trimethoprim-sulfamethoxazole (160mg/800mg) tablet per oral
2x/hari minimal selama 3 minggu

42
BAB III
KESIMPULAN

Ulkus merupakan penyakit yang ditandai dengan hilangnya epidermis dan


sebagian atau seluruh dermis yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok
yaitu ulkus kutan dan ulkus genital. Ulkus kutan terbagi lagi menjadi lima
kelompok, yaitu ulkus dekubitus, ulkus varikosum, ulkus arteriosum dan ulkus
neurotrofik. Berbeda dengan ulkus kutan, ulkus genital sebagian besar merupakan
manifestasi dari penyakit lain yang mendasarinya kecuali ulkus mole
Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, namun ada beberapa faktor
mempengaruhi seperti trauma, hygiene, gizi, infeksi, gangguan aliran darah balik,
ateroma pembuluh darah abdominal dan tungkai, serta kerusakan saraf perifer.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang terarah dan gejala
klinis. Pemeriksaan lain diperlukan untuk menentukan penyebabnya, misalnya
hipertensi, diabetes mellitus, dan faktor resiko yang lain.
Penetalaksanaan ulkus kutan terdiri dari penatalaksanaan umum dan khusus.
Pada penatalaksanaan umum pasien diharapkan memperbaiki status gizi,
meletakkan tungkai lebih tinggi dari kepala saat berbaring, hindari dingin dan
hindari rokok. Sedangkan penatalaksanaan khusus terdiri dari pengobatan
sistemik dan topikal.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Amiruddin, MD. 2014. Chancroid. Heryanto Syamsuddin, Asnawi M,


Safruddin A, editor. Dalam : Penyakit Menular Seksual. Makassar : Bagian
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK-UNHAS
nd
2. Bolognia JL, et.al. 2015. Chancroid. In : Dermatology, vol.1 2 Ed. New York
: Mosby.
th
3. Habif, TP. 2015. Chancroid. In Clinical Dermatology. 4 Ed. New York :
Mosby
4. Hansfield H. 2011. Donovanosis. In : Hunter H, editor. Color Atlas &
Synopsis of Sexually Transmitted Disease. 3rd ed. United States of America;
Mc Graw Hill Companies
5. Hart G. 2015. Donovanosis. In : Longo D.L, Fauci A.S., Kasper D.L, Hauser
S.L, Jameson J.L, Loscalzo J. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th
ed. United States of America; Mc Graw Hill Companies.
6. Hidayat, Djunaedi, Sjaiful F, dan Mochtar H. 2010. Ulkus Dekubitus dalam
Cermin Dunia Kedokteran No. 64. Available from www.kalbe.co.id diakses
tanggal 20 september 2017
7. Hof H. Calymmatobacterium Granulomatis. (updated 2014 May 9; cited 2017
september 20). Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/
8. Indriatmi, Wresti. 2015. Granuloma Inguinale. Dalam : Menaldi SL, Bramono
K, Indriatmi W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta :
EGC.
9. James, WD et al. 2013. Chancroid In Andrew’s Disease of The Skin : Clinical
th
Dermatology. 10 Ed. Saunders Elsevier
10. Judanarso J. 2010. Ulkus Mole dalam Djuanda Adi, ed. Ilmu Penyakit Kulit
dan kelamin. Edisi VII. Jakarta: FKUI press
11. Jr, Don R Revis. 2013. Decubitus Ulcer Available from URL:
www.emedicine.com diakses tanggal 21 september 2017

44
12. Kemp M. European guideline for the management of chancroid. [Online] 2011
th
[Cited: September 20 , 2017]. Available from :
http://usa.rsmjournals.com/content/22/5/241.full
13. Kibbi A, Shareef M. 2016. Granuloma Inguinale. In: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology
in General Medicine. 8th edition. United States of America: Mc Graw Hill
14. Lautenschlager, S. 2014. Chancroid. Klauss Wolff, et al, editors. In:
h
Fitzspatrick's Dermatology in General Medicine. 6t Ed. USA : McGraw-Hill
15. Lin P, Philips t. 2015. Ulcers. In: Bolognia JL et al, eds. Dermatology. Volume
2.London: Mosby
16. Mandell. 2013. Enterobacteriaceaec In : Mandell, Douglas, and Bennett’s
Principles and Practice of Infectious Disease. 7th ed. Churchill Livingstone,
An Imprint of Elsevier
17. O’Farrel N. 2016. Donovanosis. In : Holmes K, Sparling PR, Stamm WE,
Corey L, Cohen M, Watts D, editors. Sexual Transmitted Diseases. United
States of America: Mc Graw Hill
18. Sularsito SA. 2010. Ulkus Kruris. dalam: Djuanda Adi, ed. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi VII. Jakarta: FKUI press
19. Susan J. Garrison. 2015. Dasar-Dasar Terapi & Rehabilitas Fisik. Jakarta:
Hipokrates.
20. Wilhelmi, Brandon J. 2015. Pressure Ulcers, Surgical Treatment and Principles
Available from URL : www.emedicine.com diakses tanggal 21 september
2017
21. Workowski K, Bolan G. Sexual Transmitted Disease Treatment Guideline.
Donovanosis. (updated 2014 August 20; cited 2017 september 20).Available
from: http://www.cdc.gov/std/treatment/resources.htm

45

También podría gustarte