Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
I. PENDAHULUAN
Infeksi pada nenonatus adalah penyebab mayor dari mortalitas adan morbiditas.
Insidens dari infeksi dini (<48 jam) sekitar 2-3 dari 1000 bayi lahir hidup dengan
tingkat mortalitas 15%. Insidens meningitis pada infant tersebut adalah 23%.
Sedangkan insidens infeksi lanjut (>48 jam) adalah 4.4 dari 1000 bayi lahir hidup
dengan mortalitas sebesar 9%. Kebanyakan sepsis pada neonatus adalah sepsis lanjut
pada infantil yang preterm. Penyebab tersering sepsis pada neonatus adalah
Staphylococcus mencerminkan bahwa kebanyakan infeksi terjadi pada onset yang
lanjut dan kemungkinan nosokomial.(1)
II. DEFENISI
Infeksi neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada neonatus (kurang dari 1 bulan).
Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu: early infection (infeksi dini) dan
late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena infeksi diperoleh dari si ibu
saat masih dalam kandungan sementara infeksi lambat adalah infeksi yang diperoleh
dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular dari orang lain.(2)
III. PATOGENESIS
Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih sering
ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir
diluar rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas transplasenta
terhadap kuman yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman
yang juga berasal dari orang lain dan terhadap kuman dari orang lain. Infeksi pada
neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3 golongan, yaitu(2):
1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu melalui
batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi
umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan
ini ialah(2) :
1
b. Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues ) ;
c. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeria
monocytogenes.
d. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta. Fokus pada
plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapat tuberkulosis
melalui inhalasi cairan amnion tersebut.
2. Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah
ketuban pecah. Ketubah pecah lama (jarak waktu antara pecahnya ketuban dan
lahirnya bayi lebih dari 12 jam), mempunyai peranan penting terhadap timbulnya
plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih
utuh misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina.
Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi pneumonia
kongenital selain itu infeksi dapat menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal
dapat juga melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina
misalnya blenorea dan ”oral trush”.(2)
3. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibat
fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat
atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi
pasacanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali
karena mortalitas sekali karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi.
Seringkali bayi mendapat infeksi dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua
antibiotika sehingga pengobatannya sulit.(2)
Diagnosa infeksi perinatal sangat penting, yaitu disamping untuk kepentingan bayi
itu sendiri tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalin dan ruangan perawatan
bayinya. Diagnosis infeksi perianatal tidak mudah. Tanda khas seperti yang
terdapat bayi yang lebih tua seringkali tidak ditemukan. Biasanya diagnosis dapat
ditegakkan dengan observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang
teliti dan akhirnya dengan pemeriksaan fisis dan laboratarium seringkali diagnosis
2
didahului oleh persangkaan adanya infeksi, kemudian berdasarkan persangkalan itu
diagnosis dapat ditegakkan dengan permeriksaan selanjutnya.(2)
Infeksi pada neonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga gejala
infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis dini dapat
ditegakkan kalau kita cukup wasdpada terhadap kelainan tingkah laku neonatus
yang seringkali merupakan tanda permulaan infeksi umum. Neonatus terutama
BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak menderita
penyakit atau kelaianan kongenital tertentu, namun tiba – tiba tingkah lakunya
berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan tersebut mungkin sekali
disebabkan oleh infeksi. Beberapa gejala yang dapat disebabkan diantaranya ialah
malas, minum, gelisah atau mungkin tampak letargis. Frekuensi pernapasan
meningkat, berat badan tiba – tiba turun, pergerakan kurang, muntah dan diare.
Selain itu dapat terjadi edema, sklerna, purpura atau perdarahan, ikterus,
hepatosplehomegali dan kejang. Suhu tubuh dapat meninggi, normal atau dapat
pula kurang dari normal. Pada bayi BBLR seringkali terdapat hipotermia dan
sklerma. Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu ” Not Doing Well ” kemungkinan
besar ia menderita infeksi.(2)
3
Setiap bayi yang gagal membuat transisi yang mulus dari intrauterine ke
kehidupan ekstrauterin harus dipertimbangkan berisiko tinggi untuk sepsis.
Perlu pemantauan tanda-tanda vital (denyut jantung, laju pernapasan dan
usaha, warna kulit, suhu, dan "kekuatan") adalah bagian penting dari evaluasi
yang bayi yang baru lahir. Bayi mungkin sepsis neonatorum terwujud dengan
tanda-tanda seperti malas menetek, ikterus, ruam yang tidak wajar, atau
indikator yang jelas lebih seperti kejang, muntah yang proyektil, atau distensi
perut.(3)
Menurut definisi, bayi yang berumur kurang dari 28 hari dengan suhu rektal
lebih dari 38oC harus menerima evaluasi menyeluruh dan lengkap untuk sepsis
neonatorum. Selain anamnesis yang lengkap (termasuk kehamilan, persalinan,
dan pengiriman) dan pemeriksaan fisik, tes laboratorium juga dapart
mendukung diagnosis. Tes darah termasuk (namun tidak terbatas pada) hitung
darah lengkap, CRP (penanda spesifik untuk peradangan), dan kimia darah
(gula darah, ginjal dan fungsi hati). kultur positif dari cairan tubuh (darah,
urine, CSF [cairan tulang belakang]) akan membantu mengidentifikasi
penyebab sepsis pada neonatus serta panduan terapi antibiotik. Studi Radiologi
(misalnya, foto dada dan abdomen serta USG) juga sering digunakan.(3)
4
lahir, termasuk sepsis, infeksi darah yang menyebar melalui tubuh, dan
pneumonia.(4)
Karena neonatal meningitis adalah penyakit yang mengancam jiwa, setiap bayi
menunjukkan gejala harus dibawa ke ruang gawat darurat segera. Gejala
meningitis neonatal mungkin termasuk(4):
3. Tetanus Neonatorum
Penyebab utam akematian neonatus sebagian besar karena asfiksia
neonatorum, infeksi dan bayi berat lahir rendah. Infeksi yang sering terjadi
adalah sepsis neonatal dan tetanus neo natorum dengan angka kematian
tetanus neonatorum masih sangat tinggi (50% atau lebih). Di Indonesia tetanus
neonatorum menyebabkan kematian neonatal dini 4,2% dan kematian neonatal
lambat 9,5% (SKRT 2001).(5)
Untuk langkah diagnosis pertama dilakukan anamnesis didapatkan(5):
- Persalinan yang kurang higienis terutama yang ditolong oleh tenaga non
medis yang tidak terlatih.
- Perawatan tali pusat yang tidak higienis, pemberian dan penambahan
suatu zat pada tali pusat.
- Bayi sadar, sering mengalami kekakuan (spasme), terutama bila
terangsang atau tersentuh.
- Bayi malas minum, mulut sukar dibuka.
5
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan(5):
- Pungsi lumbal
- Pemeriksaan darah rutin, preparat darah hapus atau kultur dan sensitivitas.
6
- Bila terjadi kemerahan dan atau pembengkakan pada kulit sekitar pangkal
tali pusat atau keluar nanah dari permukaan tali pusat atau bau busuk dari
area tali pusat, berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat.
- Berikan ibunya imunisasi tetanus toksoid 0,5 ml (untuk melindungi ibu dan
bayi yang dikandung berikutnya) dan minta datang kembali satu bulan
kemudian untuk pemberian dosis kedua.
4. Diare
Diare merupakan penyakit yang lazim ditemui pada bayi maupun anak-anak.
Menurut WHO, diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih
dari tiga kali dalam satu hari, dan biasanya berlangsung selama dua hari atau
lebih. Seperti yang telah disebutkan di atas, banyak hal yang dapat
menyebabkan diare. Bila bayi maupun anak anda diare, bisa saja dikarenakan
adanya parasit, infeksi bakteri maupun virus, antibiotik, atau makanan(6).
7
Makanan dan Minuman: Terlalu banyak jus (terutama jus buah yang
mengandung sorbitol dan kandungan fruksosa yang tinggi) atau terlalu
banyak minuman manis dapat membuat perut bayi “kaget” dan
menyebabkan diare.
Alergi Makanan: Alergi makanan merupakan reaksi sistem imun tubuh
terhadap makanan yang masuk. Alergi makanan pada bayi biasa terjadi
pada bayi yang mulai mengenal makanan pendamping ASI. Protein susu
merupakan alergen (penyebab alergi) yang paling umum dijumpai pada
bayi. Selain protein susu, alergen yang umum dijumpai adalah telur,
kedelai, gandum, kacang, ikan, dan kerang-kerangan. Konsultasikan pada
dokter jika anda mencurigai ananda memiliki alergi makanan. Alergi
makanan dapat menyebabkan berbagai reaksi (salah satunya adalah diare)
dalam waktu singkat maupun setelah beberapa jam.
Intoleransi Makanan: Berbeda dengan alergi makanan, intoleransi
makanan tidak dipengaruhi oleh sistem imun. Contoh intoleransi makanan
adalah intoleransi laktosa (sangat jarang ditemukan pada bayi). Bayi yang
mengalami intoleransi laktosa, artinya bayi tersebut tidak cukup
memproduksi laktase, suatu enzim yang dibutuhkan untuk mencerna
laktosa (yaitu gula dalam susu sapi dan produk susu lainnya). Gejala
seperti diare, perut kembung, dan banyak gas bisa terjadi bila laktosa tidak
terurai. Gejala biasanya muncul sekitar satu atau dua jam setelah
mengkonsumsi produk susu.
Untuk penanganan diare pada neonatus tetap diberikan ASI untuk mengganti
cairan tubuh yang hilang. Penggunaan infus apabila bayi mengalami dehidrasi
serta antibiotik jika terdapat tanda-tanda infeksi.(6)
B. Infeksi Ringan
1. Oftalmia Neonatorum
Konjungtivitis Neonatorum (Oftalmia Neonatorum) adalah suatu infeksi pada
konjungtiva (bagian putih mata) dan selaput yang melapisi kelopak mata.
Konjungtivitis neonatorum didapat ketika bayi melewati jalan lahir, dan
organisme penyebabnya adalah bakteri yang biasanya ditemukan di vagina.
8
Yang paling sering menyebabkan konjungtivitis neonatorum adalah
Chlamydia. Bakteri lainnya adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus
influenzae dan Neisseria gonorrhoeae (bakteri penyebab gonore). Virus juga
bisa menyebabkan konjungtivitis neonatorum, yang paling sering adalah virus
herpes simpleks.(7)
Konjungtivitis karena Chlamydia biasanya timbul dalam waktu 5-14 hari
setelah bayi lahir. Infeksinya bisa ringan atau berat dan menghasilkan nanah
(bisa sedikit ataupun banyak). Konjungtivitis karena bakteri lainnya mulai
timbul pada hari ke 4-21, bisa disertai ataupun tanpa pembentukan nanah.
Infeksi herpes simpleks bisa hanya menyerang mata atau bisa juga mengenai
mata dan bagian tubuh lainnya. Konjungtivitis karena bakteri gonore timbul
pada hari ke 2-5 atau mungkin lebih awal (terutama jika selaput ketuban telah
pecah sebelum waktunya dan infeksi sudah mulai timbul sebelum bayi lahir).
Apapun penyebabnya, kelopak mata dan bagian putih mata biasanya
membengkak. Jika kelopak mata dibuka, maka nanah akan mengalir keluar.(7)
Untuk mengobati konjungtivitis karena bakteri, diberikan salep yang
mengandung polimiksin dengan basitrasin, eritromisin atau tetrasiklin, yang
dioleskan langsung ke mata. 50% bayi yang menderita konjungtivitis klamidia
juga menderita infeksi klamidia di bagian tubuh lainnya, kaena itu juga
diberikan eritromisin per-oral (melalui mulut). Konjungtivitis karena virus
herpes diobati dengan obat tetes mata atau salep trifluridin dan salep
idoksuridin. Juga diberikan obat anti virus asiklovir dengan pertimbangan
bahwa virus telah menyebar atau akan menyebar ke otak dan organ lainnya.
Salep kortikosteroid tidak diberikan karena akan memperburuk infeksi
klamidia maupun infeksi virus herpes.(7)
9
- Pada keadaan kronik, terjadi granuloma
3. Moniliasis
Moniliasi adalah suatu infeksi yang disebabkan jamur Candida albicans. Pada
umumnya bayi yang terkena moniliasist idak menimbulkan gejala. Pada
kondisi tertentu dimana kondisi tubuh yang menurun atau pada penggunaan
antibiotika atau kortikosteroid yang lama dapat terjadi pertumbuhan berlebihan
jamur yang kemudian menyebabkan terjadinya stomatitis pada neonatus dan
pada akhirnya mengakibatkan kematian. Untuk penanganan moniliasis pada
kulit diberikan krim yang mengandung nistatin selama 7-10 hari.(2)
4. Stomatitis
Stomatitis merupakan infeksi yang dimulai sebagai bercak putih di lidah, bibir,
dan mukosa mulut.Adapun pengobatan yang dapat diberikan yaitu(2):
- Lokal dapat diberikan gentian violet 0,5% dioleskan pada lidah dan
mukosa mulut
- Nistatin dengan dosis 3x 100.000 unit/hari
- Dapat juga diberi ampoterisin (fungilin) selama 1 minggu
10
V. PENCEGAHAN INFEKSI
Pencegahan infeksi adalah bagian penting setiap komponen perawatan pada bayi baru
lahir. Bayi baru lahir lebih rentan terhadap infeksi karena sistem imun mereka imatur,
oleh karena itu, akibat kegagalan mengikuti prinsip pencegahan infeksi terutama sangat
membahayakan. Praktik pencegahan infeksi yang penting diringkas di bawah ini.(2,8)
Dengan mengamati praktik pencegahan infeksi di bawah akan melindungi bayi, ibu dan
pemberi perawatan kesehatan dari infeksi. Hal itu juga akan membantu mencegah
penyebaran infeksi(2,5,8) :
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonym. Therapeutic guidelines in neonatal infection. 2011. [cited 2011 June 3].
Available from: http://www.nuh.nhs.uk/nch/antibiotics/Full%20Guidelines/C1%20
Antibiotics%20JSD%20jan%2008%20v2.pdf
2. Anonym. Infeksi pada Neonatus. 2011. [cited 2011 June 3]. Available from:
http://www.scribd.com/doc/45943565/INFEKSI-PADA-NEONATUS-06-07
3. Mersch J, Shiel WC. Neonatal sepsis (Sepsis Neonatorum). 2009. [cited 2011 June 3].
Available from: http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=98247
4. Rothman J, Bass PF. Neonatal Meningitis: Learn About Causes, Treatment, and
Prevention. 2011. [cited 2011 June 3]. Available from:
http://www.everydayhealth.com/printview.aspx?puid=575FDB28-E717-4F19-A3C4-
4EBB1493F3AB
5. Standard Pelayanan Medik Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
6. Sophia E. Diare pada Bayi dan Anak. 2009. [cited 2011 June 3]. Available from:
http://medicastore.com/index.php?mod=printPage&page=artikel&id=261
7. Anonym. Konjungtivitis Neonatorum (Oftalmia Neonatorum). 2009. [cited 2011 June
3]. Available from: http://medicastore.com/penyakit/402/Konjungtivitis_Neonatorum
Oftalmia_Neonatorum.html
8. Stoll JB, Infections of the neonatal infant. Nelson Textbook of Pediatrics. New York:
Lippincott Williams & Wilkins. 2005:1824-1833
12