Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Pemilihan Teknik
Pada umumnya tingkat kehitaman gambar radiografi bergantung kepada jumlah radiasi
yang diserap oleh emulsi film, yang dipengaruhi oleh jumlah radiasi yang melewati benda
uji. Ketika radiasi menembus benda uji mengalami proses interaksi dengan atom-atom
benda uji, sehingga sebagian radiasi diserap, dihamburkan dan diteruskan.
Daya serap benda uji terhadap radiasi bergantung kepada ketebalan, rapat jenis, dan nomor
atom. Untuk dua benda uji yang komposisinya sama, benda uji lebih tebal akan menyerap
lebih banyak radiasi. Oleh karena itu untuk benda uji lebih tebal diperlukan energi yang
lebih besar atau waktu penyinaran yang lebih lama guna mendapatkan hasil fotografi yang
sama dengan untuk benda lebih tipis. Demikian pula benda uji dengan rapat jenis dan
nomor atom besar akan menyerap lebih banyak radiasi dari pada benda uji dengan rapat
jenis dan nomor atom kecil. Tetapi, nomor atom benda uji mempunyai pengaruh lebih
besar pada penyerapan radiasi dibanding ketebalan atau rapat jenis.
Untuk memperoleh jumlah penyerapan yang sama pada dua jenis material yang berbeda
jenisnya digunakan suatu faktor yang disebut faktor kesetaraan radiografi (radiographic
equivalence factors) seperti ditunjukkan pada Tabel 9.1. Tebal suatu material harus
dikalikan dengan faktor tersebut untuk mendapatkan tebal yang sama dan jumlah
penyerapan yang sama dengan material standar (biasanya besi) sehingga diperoleh tingkat
kehitaman film hasil radiografi yang sama. Secara matematis dinyatakan dengan
persamaan berikut :
Titanium
0,54 0,54 0,71 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
(Ti)
Iron/all
1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
steels
Copper (Cu) 1,5 1,6 1,4 1,4 1,4 1,1 1,1 1,2 1,1 1,1
Zinc (Zn) 1,4 1,3 1,3 1,2 1,1 1,0
Brass
1,4 1,3 1,3 1,2 1,1 1,0 1,1 1,0
(kuningan)
Inconel X 1,4 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3
Monel 1,7 1,2
Zirconium
2,4 2,3 2,0 1,7 1,5 1,0 1,0 1,0 1,2 1,0
(Zr)
Lead (Pb) 14 14 12 5,0 2,5 2,7 4,0 2,3
Hafnium
14 12 9,0 3,0
(Hf)
Uranium (U) 20 12 12 4,0 3,9 12,6 3,4
Dikutip dari ASME SECT.V 1998, Article 22, SE-94
Contoh:
a. Alumunium yang tebalnya 50 mm mempunyai daya serap radiasi yang sama dengan 6
mm besi dengan sumber radiasi sinar-X pada 150 kV.
b. Tembaga yang tebalnya 10 mm mempunyai daya serap radiasi yang sama dengan 11
mm besi dengan sumber radiasi Ir-192.
Bahan komposit adalah bahan yang terdiri atas bagian yang terpisah, biasanya satu
material melapisi material yang lain, dan setiap material menjaga identitasnya masing-
masing. Untuk menentukan waktu penyinaran radiografi material tersebut dilakukan
dengan terlebih dahulu menentukan ketebalan yang setara dengan tebal standar, dalam hal
ini besi, menggunakan persamaan 9-1.
Contoh :
Logam komposit pelat tembaga-aluminium-timbal terdiri atas 3,6 mm tembaga, 1,5 mm
aluminium, 0,9 mm timbal diradiografi dengan generator sinar x 150 kV. Berapa ketebalan
besi yang setara dengan ketebalan bahan komposit tersebut?
Jawab :
Dengan menggunakan persamaan 9-1 dan tabel 9.1, diperoleh
Xbesi = (3,6 x 1,6) + (1,5 x 0,12) + (0,9 x 14)
= 5,76 + 0,18 + 12,6 = 18,54 mm
Geometri penyinaran merupakan susunan antara sumber, benda uji, dan film, yang dalam
teknik radiografi merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas film hasil radiografi.
Benda uji dengan ukuran, bentuk dan konfigurasi tertentu menentukan teknik penyinaran
radiografi yang digunakan. Pada bab ini pembahasan difokuskan pada benda uji las meliputi
las longitudinal (seam weld), las circumferential, las T, dan las nozzle.
Pada pengujian sambungan las longitudinal benda uji tubular, misal pada pressure vessel,
penyinaran dapat dilakukan dengan posisi :
a. Film di luar vessel dan sumber radiasi di dalam vessel
b. Film di dalam vessel dan sumber radiasi di luar vessel
c. Film dan sumber radiasi diletakkan di luar vessel
Posisi tersebut ditunjukkan pada Gambar 9.2. Dalam setiap kali penyinaran dapat
digunakan satu film atau beberapa film, tergantung pada panjang diagnostik yang
diizinkan.
Gambar 9.2.a Teknik penyinaran film di luar dan sumber radiasi di dalam
Gambar 9.2.c Teknik penyinaran film di luar vessel dan sumber radiasi di luar vessel
Teknik Single Wall Single Image merupakan cara penyinaran dengan melewatkan radiasi
pada satu dinding las benda uji dan pada film tergambar satu bagian dinding las untuk
diinterpretasi. Teknik SWSI meliputi :
1). Teknik sumber di dalam (Internal source technique)
2). Teknik film di dalam (Internal film technique)
3). Teknik panoramik
Teknik ini dilakukan dengan meletakkan sumber radiasi di dalam benda uji dan film di
luar benda uji. Teknik ini dapat dilakukan hanya bila benda uji cukup besar dimana
diameter dalam benda uji melebihi SFD minimal dan ada akses masuk ke dalam pipa.
Teknik panoramik
Teknik SWSI panoramik dapat dilakukan dengan menempatkan sumber di sumbu benda
uji untuk mendapatkan film hasil radiografi sekeliling benda uji dengan sekali penyinaran.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan teknik ini adalah diameter benda uji harus
Gambar 9.6 Teknik penyinaran Double Wall Single Image
Sumber ditempatkan sedemikian rupa sehingga radiasi melalui dua dinding las sedangkan
pada film hanya tergambar satu dinding las yang dekat dengan film untuk diinterpretasi.
Apabila sumber ditempatkan dekat permukaan lasan benda uji (menempel) dan film
diletakkan di permukaan lasan benda uji pada sisi lainnya, maka teknik ini disebut teknik
contact. Pemilihan teknik ini harus memperhatikan SFD minimal. Jika diameter luar
benda uji sama atau lebih besar dari SFD minimal maka teknik contact dapat dilakukan.
Jika diameter luar benda uji lebih kecil dari SFD minimal maka penempatan sumber dapat
diletakkan jauh dari permukaan dan diatur sedemikian hingga dinding atas las tidak
tergambar pada film.
Pada benda uji dengan diameter luar kecil tidak mungkin diterapkan teknik penyinaran
SWSI maupun DWSI. Pada kondisi demikian dapat digunakan teknik DWDI. Teknik
DWDI merupakan teknik penyinaran dengan cara meletakkan sumber radiasi sedemikian
rupa sehingga radiasi menembus kedua dinding benda uji dan pada film tergambar kedua
dinding las tersebut. Teknik DWDI meliputi :
- Teknik Elip
- Teknik Superimposed
Teknik Elip
Teknik elip dilakukan dengan meletakkan sumber radiasi membentuk sudut tertentu
terhadap bidang normal las sehingga gambar kedua bagian dinding benda uji (source side
dan film side) berbentuk elip, seperti ditunjukkan gambar 9.7a. Pembentukan sudut pada
teknik elip dapat dilakukan dengan menggeser sumber radiasi dari bidang normalnya
sejauh P, yang ditentukan dengan persamaan empiris berikut
P 1 / 5 SFD 2 L (9-2)
dimana :
L : lebar lasan
SFD : SFD normal.
Beda sudut antar penyinaran (∆φ) diperoleh dengan membagi 180o dengan jumlah
penyinaran. Secara matematis dinyatakan dengan persamaan
180
(9-4a)
Np
Contoh :
Untuk memeriksa pipa dengan diameter luar 50 mm (2 in) dan diameter dalam 25 mm (1
in.) dengan teknik superimpose, berapa jumlah penyinaran yang harus dilakukan dan
berapa beda sudut penyinarannya?
Penyelesaian :
- Nilai OD/ID adalah 2, lebih dari 1,4. Maka jumlah penyinaran N p = 2 x 1,7 = 3,4
dibulatkan menjadi 4 penyinaran.
- Beda sudut penyinaran (∆φ) adalah 180o/4 = 45o. Karena jumlah penyinaran nilainya
genap, maka tidak berlaku penyinaran alternatip.
Beberapa standard merekomendasikan teknik DWDI diterapkan pada benda uji yang
berdiameter luar kurang dari 3,5 inchi, tetapi ada juga yang mempersyaratkan untuk benda
uji dengan diameter luar kurang dari 2,5 inchi.
9.2.3 Sambungan T
Sambungan T (T-joint) secara umum dibedakan atas las sudut (fillet weld) dan las alur
(groove weld). Sambungan T dengan las sudut, seperti ditunjukkan gambar 9-8,
merupakan jenis sambungan yang banyak digunakan. Pada sambungan T dengan las sudut
terdapat antar muka yang tidak padu dari kedua bagian material yang disambung. Jika
sambungan jenis ini diradiografi seringkali antar muka yang tidak padu tersebut tampak
pada film hasil radiografi mirip seperti cacat “incomplete of penetration”. Arah berkas
radiasi dalam radiografi disusun sedemikian rupa bagian tidak padu tersebut tidak
tergambar pada film, dan juga dapat menghasilkan beda tebal tembus radiasi yang kecil
sehingga menghasilkan latitude yang lebih baik. Sudut radiasi yang disarankan adalah 15o.
Jenis sambungan T dengan las alur terdiri atas sambungan T dengan alur tirus tunggal
(single bevel) dan sambungan T dengan alur tirus ganda (double bevel), seperti
ditunjukkan dalam gambar 9-9a dan 9-9b. Sudut radiasi dalam radiografi material tersebut
dibuat sedemikian rupa menghasilkan beda tebal tembus radiasi yang kecil agar
dengan T1 adalah tebal komponen berdiri dan T2 adalah tebal komponen horizontal.
Sambungan pojok (corner joint), dibagi atas sambungan pojok dengan las sudut (fillet
weld) dan sambungan pojok dengan las alur (groove weld). Dengan alasan yang sama
seperti pada sambungan T, arah berkas radiasi yang disarankan adalah 15o terhadap bagian
yang berdiri, untuk sambungan pojok dengan las sudut, dan 45 o untuk sambungan pojok
dengan las alur, seperti ditunjukkan gambar 9-10a dan 9-10b.
Gambar 9-10 : Sudut berkas radiasi pada radiografi las sambungan pojok
Susunan antara film dan sumber radiasi pada pengujian radiografi las nozle ditunjukkan
pada Gambar 9.11. Sumber radiasi diletakkan sedemikian sehingga sumbu berkas
membentuk sudut kira-kira 7o terhadap dinding vertikal nozzle.
Sumber 7o
Perhitungan waktu penyinaran didasarkan pada ketebalan yang ditembus radiasi. Pada teknik
DWSI dan DWDI dimana radiasi menembus dua ketebalan las, waktu penyinaran didasarkan
pada dua ketebalan material ditambah tinggi reinforcement dan backing strip (bila ada).
Khusus teknik DWDI-ellip, waktu penyinaran dengan sinar gamma dapat ditentukan dengan
persamaan :
2
SFD elip SFD P 2 (9-7)
Dengan SFD adalah jarak normal antara sumber dengan material yang diuji, dan P adalah
pergeseran sumber yang dihitung dengan persamaan 9-2.
Latihan :
a. Ketidaktajaman geometri
f d
Ug
SFD - d
dengan f adalah focal spot/ dimensi sumber, SFD adalah jarak sumber ke film, dan d
adalah jarak sisi material yang menghadap sumber dengan film.
f OD
Ug (9-9)
SFD - OD
Persamaan 9-8 dan 9-9 dapat diterapkan apabila film benar-benar menempel benda uji.
Apabila terdapat jarak antara film dengan benda uji, maka jarak tersebut harus
ditambahkan pada nilai x dan OD.
Latihan
2. Berapa besarnya Ug dalam radiografi pipa las dengan tebal las 20 mm dan diameter
luar 500 mm, yang dilakukan dengan teknik DWDI-contact menggunakan sumber Ir-
192 dengan dimensi sumber 3 mm.
3. Berapa besarnya Ug dalam radiografi pipa las dengan tebal las 10 mm dan diameter
luar 2,5 inchi, yang dilakukan dengan teknik DWDI-ellip pada SFD normal 500 mm
menggunakan sumber Ir-192 dengan dimensi sumber 3 mm.
Besarnya Ug dibatasi oleh standar, yaitu maksimal 0,02 in. (0,5 mm) untuk tebal material
kurang dari 2 in. Semua teknik penyinaran harus mempertimbangkan besarnya SFD
minimal agar gambar yang dihasilkan memiliki ketidaktajaman geometri (Ug) yang tidak
melampaui batas maksimal.
b. SFD minimal
f
SFDmin 1 OD (9-11)
Ug max
Ugmax adalah Ug maksimal yang diijinkan (ditentukan), nilainya 0,02 in. untuk ketebalan
material kurang dari 2 in.
Latihan
1. Berapa besarnya SFD minimal dalam radiografi las tebal 10 mm menggunakan sumber
Ir-192 dengan dimensi sumber 3 mm agar tidak melampaui batas maksimal Ug 0,5
mm.
2. Berapa besarnya SFD minimal dalam radiografi pipa las dengan tebal las 10 mm dan
diameter luar 2,5 inchi, yang dilakukan dengan teknik DWDI-ellip menggunakan
sumber Ir-192 dengan dimensi sumber 3 mm agar tidak melampaui batas maksimal Ug
0,5 mm.
Dalam radiografi, pemilihan energi sangat terkait dengan kontras dari film hasil radiografi.
Energi terlalu rendah mempunyai dampak pada kontras yang terlalu tinggi dan energi
terlalu tinggi berdampak pada kontras yang terlalu rendah, yang mana keduanya akan
menyulitkan dalam pendeteksian cacat. Untuk memperoleh kV yang optimal, standard IIW
(International Institute of Welding) menetapkan hubungan antara besarnya kV dengan
ketebalan material yang dirumuskan dengan persamaan:
kV A B x (9-12)
Tabel 9.2. Konstanta untuk perhitungan kV mesin sinar X menurut standard IIW
X adalah tebal satu dinding material (termasuk tinggi reinforcement dan backing strip)
untuk teknik SWSI. Untuk teknik DWSI dan DWDI x adalah dua tebal material (termasuk
tinggi reinforcement dan backing strip).
Jumlah film yang digunakan dalam sekali penyinaran, dapat dihitung dengan persamaan
berikut :
K ef
N (9-13)
Pf 2 O v
N = jumlah film
Kef = panjang efektif las yang diperiksa, pada teknik panoramik adalah keliling las
Pf = panjang film yang digunakan
Ov = panjang overlap antar film
Latihan :
1. Pipa diameter luar 1 m diradiografi dengan teknik panoramik menggunakan film
panjang (4 x 15 in.) dengan overlap 1 in. Berapa jumlah total film yang digunakan?
2. Untuk meradiografi sekeliling pipa 20 in. dapat dilakukan 4 kali penyinaran dengan
teknik DWSI. Berapa jumlah film pendek (4 x 10 in.) yang diperlukan untuk setiap
penyinaran?
Pada las longitudinal, dari ketentuan diatas dapat dirumuskan hubungan sebagai berikut :
- L = T + 6% T = 1,06 T untuk pengujian kritis
- L = T + 10% T = 1,1 T untuk pengujian biasa
dengan L adalah tebal tembus di ujung area sedangkan T adalah tebal tembus dipusat area,
seperti ditunjukkan gambar 9.11.
SFD
L T
X
Kef
Latihan :
Pada pengujian biasa sebuah las longitudinal yang tebalnya 10 mm dengan SFD 800 mm
digunakan film yang panjangnya 4 x 10 inch. Berapa jumlah film yang dapat digunakan
dalam setiap penyinaran dengan overlap 1 in.
Penyelesaian :
Panjang diagnostik pengujian biasa (Kef) adalah 0,92 SFD = 736 mm = 28,97 in.
Jumlah film N = 28,97/ (10-2) = 3,6 4 film
Pada suatu lasan bentuk T terdapat 2 perbedaan ketebalan yang besar antara base material
dengan bagian yang diuji sehingga akan diperoleh film hasil radiografi dengan perbedaan
densitas yang sangat besar, atau dengan kata lain latitude rendah. Salah satu cara untuk
mengatasi masalah ini dengan menggunakan lempeng kompensasi tebal (compensation
thickness wedge) yang berfungsi mengurangi perbedaan tebal sehingga diperoleh perbedaan
densitas yang rendah pada film hasil radiografi. Syarat lempeng kompensasi tebal harus
tidak mengandung cacat material.
lempeng
kompensasi
tebal
film
Pemilihan arah berkas radiasi untuk radiografi suatu benda uji merupakan faktor utama
yang mengendalikan kemampuan pendeteksian jenis cacat tertentu. Pemilihan arah berkas
yang tidak tepat akan menghasilkan gambar cacat yang terdistorsi atau bahkan tidak dapat
menampilkan gambar cacat sama sekali.
Secara umum terdapat dua jenis cacat yaitu cacat volumetrik dan cacat bidang (planar).
Cacat volumetrik dapat digambarkan sebagai cacat tiga dimensi atau memiliki volume,
sedangkan cacat planar memiliki ukuran tipis pada satu dimensi dan ukuran luas pada dua
sumber
Benda
uji
film
susunan aktual
gambar film
cacat
penumbra
tidak ada
gambar cacat umbra
gambar radiografi
Cacat dapat terdeteksi apabila terdapat perbedan penyerapan radiasi yang cukup besar
antara cacat dengan material sekitarnya. Ketika benda uji berisi cacat planar, misalnya
crack, cacat planar akan dapat terdeteksi hanya bila radiasi sejajar atau hampir sejajar
terhadap bidang cacat tersebut. Sebaliknya, bila arah radiasi tegak lurus terhadap bidang
cacat terdapat sedikit perbedaan penyerapan radiasi terhadap material sekitarnya sehingga
sulit untuk terdeteksi. Gambar 9.14 menunjukkan hasil radiografi sebuah material yang
mengandung dua cacat planar. Cacat tergambar ketika arah berkas radiasi sejajar bidang
cacat, dan tidak terbentuk gambar cacat ketika arah berkas radiasi tidak sejajar bidang
cacat.
Pada benda uji yang berisi cacat volumetrik berbentuk bola, seperti porosity atau inklusi,
cacat akan terdeteksi darimanapun arah radiasi. Hanya saja, cacat akan terdistorsi dari
sumber
Benda
uji
film
susunan aktual
penumbra
gambar cacat
terdistorsi umbra
gambar radiografi
Mengacu pada prinsip geometri penyinaran, cacat terletak pada posisi dekat film akan
mudah terdeteksi daripada cacat yang jauh dari film karena cacat yang demikian memiliki
ketajaman gambar yang cukup tinggi.
Pada umumnya sambungan las diradiografi dengan arah radiasi yang tegak lurus dengan
permukaan las. Namun hasil radiografi dengan arah radiasi tersebut adakalanya kurang
memuaskan karena mungkin tidak dapat mengungkap kandungan cacat yang ada di
dalamnya atau menghasilkan gambar cacat yang terdistorsi. Cacat pada lasan seperti
tungsten inclusion, porosity, shrinkage mungkin dapat terdeteksi tanpa memperhatikan
Gambar 9.16 : Arah radiasi dalam pemeriksaan las tumpul untuk memeriksa adanya cacat
“incomplete of side wall fusion”
Untuk mengungkap cacat crack dan incomplete of side wall fusion pada sambungan las
tumpul (but weld) bentuk alur persegi, alur U, alur J dapat terpenuhi hanya dengan arah
berkas radiasi yang tegak lurus. Tetapi jenis alur lain seperti alur V, alur bevel, sambungan
fillet memerlukan dua arah berkas masing-masing sejajar dengan permukaan sambungan
untuk memeriksa cacat tersebut dengan tepat, seperti pada gambar 9.16.