Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
1 Latar Belakang
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia (Casarett
and Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada
organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi
substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya
efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap
organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila
dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi.
Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama
maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang
mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan
pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000) dan Ekotoksikologi adalah ilmu yang
mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas
termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan
(Butler, 1978). Dengan demikian ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi
lingkungan.
Kebutuhan akan toksikologi lingkungan meningkat ditinjau dari :
Proses Modernisasi yang akan menaikan konsumsi sehingga produksi juga harus
meningkat, dengan demikian industrialisasi dan penggunaan energi akan meningkat yang
tentunya akan meningkatkan resiko toksikologis.
Proses industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang
akan menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat yang meningkat. Buangan
ini tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang mengakibatkan
resiko pencemaran, sehingga resiko toksikologi juga akan meningkat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian toksikologi
2. Klasifikasi Bahan Toksikan
3. Karakteristik Toksikologi
4. Jalur Masuk dan Tempat Pemaparan
5. Jalur Waktu dan Frekuensi Pemaparan
6. Distribusi dan Ekskresi Toksikan
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Toksikologi
2. Untuk Mengetahui Klasifikasi Bahan Toksikan
3. Untuk Mengetahui Karakteristik Toksikologi
4. Untuk Mengetahui Jalur Masuk Dan Tempat Pemaparan
5. Untuk Mengetahui Jalur Waktu Dan Frekuensi Pemaparan
6. Untuk Mengetahui Distribusi Dan Ekskresi Toksikan
BAB II
PEMBAHASAN
Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat
kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara
kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di
timbulkannya.
Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan
dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya
mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang
cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang mempengaruhi
toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan) terhadap bahan kimia
tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi
dalam empat kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia pemaparan
akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja, dan pemaparan kronik
dialami oleh para pekerja terutama di lingkungan industri-industri kimia.
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua
atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu
respons yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik
pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi
yang dikenal dengan hubungan dosis-respons.
2.2 Klasifikasi Bahan Toksikan
Bahan toksik dapat diklasifikasikan berdasarkan :
Organ tujuan : ginjal, hati, system hematopoitik, dll
Penggunaan : peptisida, pelarut, food additive, dll
Sumber : tumbuhan dan hewan
Efek yang ditimbulkan : kanker, mutasi, dll
Bentuk fisik : gas, cair, debu, dll
Label kegunaan : bahan peledak, oksidator, dll
Susunan kimia : amino aromatis, halogen, hidrokarbon, dll
Potensi racun : organofosfat, lebih toksik daripada karbamat
Untuk dapat diterima dalam spektrum agen toksik, suatu bahan tidak hanya
ditinjau dari satu macam klasifiksi saja, tetapi dapat pula ditinjau dari beberapa kombinasi
dan beberapa faktor lain. Klasifikasi bahan toksik dapat dibagi secara kimiawi, biologi
dan karakteristik paparan yang bermanfaat untuk pengobatan.
2.3 Karakteristik Toksikologi
Efek merugikan/ toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia
yang mengalami biotransformasi dan dosis serta susunannya cocok untuk menimbulkan
keadaan toksik.
Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik
dan kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin
mengklasifiksikan toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul dan
dosis yang dibutuhkan serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya.
Perbandingan dosis lethal suatu bahan polutan dan perbedaan jalan masuk dari
paparan sangat bermanfaat berkaitan dengan absorbsinya. Suatu bahan polutan dapat
diberikan dalam dosis yang sama tetapi cara masuknya berbeda. Misalnya bahan polutan
pertama melalui intravena, sedangkan bahan lainnya melalui oral, maka dapat
diperkirakan bahwa bahan polutan yang masuk melalui intravena memberi reaksi cepat
dan segera. Sebaliknya bila dosis yang diberikan berbeda maka dapat diperkirakan
absorbsinya berbeda pula, misalnya suatu bahan masuk kulit dengan dosis lebih tinggi
sedangkan lainnya melalui mulut dengan dosis yang lebih rendah maka, dapat
diperkirakan kulit lebih tahan terhadap racun sehingga suatu bahan polutan untuk dapat
diserap melalui kulit diperlukan dosis tinggi.
Pada beberapa bahan polutan, efek toksik yang timbul dari paparan pertama
sangat berbeda bila dibandingkan dengan efek toksik yang dihasilkan oleh paparan
ulangannya. Bahan polutan benzena pada peran pertama akan merusak sistem syaraf
pusat sedangkan paparan ulangannya akan dapat menyebabkan leukemia.
Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Suatu bahan polutan apabila
diberikan beberapa jam atau beberapa hari dengan dosis penuh akan menghasilkan
beberapa efek. Apabila dosis yang diberikan hanya separohnya maka efek yang terjadi
juga akan menurun setengahnya, terlebih lagi apabila dosis yang diberikan hanya
sepersepuluhnya maka tidak akan menimbulkan efek. Efek toksik yang timbul tidak
hanya tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis berbeda saja tetapi mungkun
juga tergantung pada durasi paparannya. Efek kronis dapat terjadi apabila bahan kimia
terakumulasi dalam sistem biologi. Efek toksik pada kondisi kronis bersifat irreversibel.
Hal tersebut terjadi karena sistem biologi tidak mempunyai cukup waktu untuk pulih
akibat paparan terus-menerus dari bahan toksi.
Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia adalah
melalui saluran pencernaan atau gastro intestinal (menelan/ingesti, paru-paru (inhalasi),
kulit (topikal), dan jalur perenteral lainnya (selain saluran usus/intestinal). Bahan toksik
umumnya menyebabkan respon yang paling cepat bila diberikan melalui jalur intravena.
Disamping itu, jalur masuk dapat mempengaruhi toksisitas dari bahan kimia.
Sebagai contoh, suatu bahan kimia yang didetoksifikasi di hati diharapkan akan menjadi
kurang toksik bila diberikan melalui sirkulasi portal (oral) dibandingkan bila diberikan
melalui sirkulasi sistematik (inhalasi). Pemaparan bahan bahan toksik dilingkungan
industry seringkali sebagai hasil dari pemaparan melalui inhalasi dan topical, sedangkan
keracunan akibat kecelakaan atau bunuh diri seringkali terjadi melalui ingesti oral.
Distribusi toksikan
Setelah toksikan memasuki darah didistribusi dengan cepat keseluruh tubuh maka
laju distribusi diteruskan menuju ke setiap organ tubuh. Mudah tidaknya zat kimia
melewati dinding kapiler dan membrane sel dari suatu jaringan ditentukan oleh aliran
darah ke organ tersebut.
Bagian tubuh yang berhubungan dengan distribusi toksikan :
Hati dan ginjal
Kedua organ ini memiliki kapasitas yang lebih tinggi dalam mengikat
bahan kimia, sehingga bahan kimia lebih banyak terkonsentrasi pada organ ini jika
dibandingkan dengan organ lainnya. Hal ini berhubungan dengan fungsi kedua
organ ini dalam mengeliminasi toksikan dalam tubuh. Ginjal dan hati mempunyai
kemampuan untuk mengeluarkan toksikan. Organ hati cukup tinggi kapasitasnya
dalam proses biotransformasi toksikan.
Lemak
Jaringan lemak merupakan tempat penyimpanan yang baik bagi zat yang
larut dalam lemak seperti chlordane, DDT, polychlorinated biphenyl dan
polybrominated biphenyl. Zat ini disimpan dalam jaringan lemak dengan pelarut
yang sederhana dalam lemak netral. Lemak netral ini kira-kira 50 % danberat
badan pada orang yang gemuk dan 20 % dari orang yang kurus. Toksikan yang
daya larutnya tinggi dalam lemak memungkinkan konsentrasinya rendah dalam
target organ, sehingga dapat dianggap sebagai mekanisme perlindungan.
Toksisitas zat tersebut pada orang yang gemuk menjadi lebih rendah jika
disbanding dengan orang yang kurus.
Tulang
Tulang dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan untuk senyawa
seperti Flouride, Pb dan strontium. Untuk beberapa toksikan tulang merupakan
tempat penyimpanan utama, contohnya 90 % dari Pb tubuh ditemukan pada
skeleton. Penyimpanan toksikan pada tulang dapat atau tidak ,mengakibatkan
kerusakan. Contoh : Pb tidak toksik pada tulang, tetapi penyimpanan Fluoride
dalam tulang dapat menunjukkan efek kronik (skeletal fluorosis).
Ekskresi toksikan
Toksikan dapat dieliminasi dari tubuh melalui beberapa rute. Ginjal merupakan
organ penting untuk mengeluarkan racun. Beberap xenobiotik diubah terlebih dahulu
menjadi bahan yang larut dalam air sebelum dikeluarkan dalam tubuh.
Rute lain yang menjadi lintasan utama untuk beberapa senyawa tertentu
diantaranya : hati dan sistem empedu, penting dalam ekskresi seperti DDT dan Pb ; paru
dalam ekskresi gas seperti CO. Toksikan yang dikeluarkan dari tubuh dapat ditemukan
pada keringat, air mata dan air susu ibu (ASI).
Ekskresi urine
Ginjal merupakan organ yang sangat efisien dalam mengeliminasi toksikan dari
tubuh. Senyawa toksik dikeluarkan melalui urine oleh mekanisme yang sama seperti pada
saat ginjal membuang hasil metabolit dari tubuh.
Ekskresi empedu
Hati berperan penting dalam menghilangkan bahan toksik dari darah setelah
diabsorbsi pada saluran pencernaan, sehingga akan dapat dicegah distribusi bahan toksik
tersebut ke bagian lain dari tubuh.
Rute ekskresi yang lain
Toksikan dapat juga dikeluarakan dari tubuh melalui paru, saluran pencernaan,
cairan cerebrospinal, air susu, keringat dan air liur. Zat yang berbentuk gas pada kondisi
suhu badan dan volatile liquids dapat diekskresi melalui paru. Jumlah cairan yang dapat
dikeluarkan melalui paru berhubungan dengan tekanan uap air. Ekskresi toksikan melalui
paru ini terjadi secara difusi sederhana. Gas yang kelarutannya rendah dalam darah
dengan cepat diekskresi sebaliknya yang tinggi kelarutannya seperti chloroform akan
sangat lambat diekskresi melalui paru.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat
kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara
kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di
timbulkannya.
Efek merugikan/ toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia
yang mengalami biotransformasi dan dosis serta susunannya cocok untuk menimbulkan
keadaan toksik
Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik
dan kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin
mengklasifiksikan toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul dan
dosis yang dibutuhkan serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya.
Di dalam ekotoksikologi komponen yang penting adalah integrasi antara
laboratorium dengan peneltian lapangan.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya bias lebih baik lagi, atas perhatiannya penulis ucapkan
terimakasih.
Bila dicurigai penyebab kematian adalah keracunan maka dapat dilakukan pemeriksaan darah
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan CO (karbon monoksida)(2)
a. Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji difusi alkali.
i. Ambil 2 tabung reaksi. Masukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes darah korban dan
tabung kedua 1-2 tetes darah normal sebagai kontrol. Encerkan
masing-masing darah dengan menambahkan 10 ml air sehingga warna
merah pada kedua tabung kurang lebih sama.
ii. Tambahkan pada masing-masing tabung 5 tetes larutan NaOH 10-20%, lalu dikocok.
Darah normal segera berubah warna menjadi merah hijau kecoklatan
karena segera terbentuk hematin alkali, sedangkan darah yang
mengandung COHb tidak berubah warnanya untuk beberapa waktu,
tergantung pada konsentrasi COHb, karena COHb lebih bersifat
resisten terhadap pengaruh alkali. COHb dengan kadar saturasi 20%
memberi warna merah muda (pink) yang bertahan selama beberapa
detik, dan setelah 1 menit baru berubah warna menjadi coklat
kehijauan.
iii. Perlu diperhatikan bahwa darah yang dapat digunakan sebagai kontrol dalam uji dilusi
alkali ini haruslah darah dengan Hb yang normal. Jangan gunakan
darah foetus karena dikatakan bahwa darah foetus juga bersifat resisten
terhadap alkali.
b. Dapat pula dilakukan uji formalin (Eachloz-Liebmann).
Darah yang akan diperiksa ditambahkan larutan formalin 40% sama
banyaknya. Bila darah mengandung COHb 25% saturasi maka akan
terbentuk koagulat berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung
reaksi. Semakin tinggi kadar COHb, semakin merah warna koagulatnya.
Sedangkan pada darah normal akan terbentuk koagulat yang berwarna
coklat.
c. Cara Gettler-Freimuth (semi-kuantitatif)
Prinsipnya sebagai berikut :
Pengertian
Menurut bahasa: berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat) dan repertum
(melaporkan).
Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah
jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya.
Menurut lembar negara 350 tahun 1973: Suatu laporan medik forensik oleh dokter atas dasar
sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti medis (hidup/mati) atau barang bukti lain,
biologis (rambut, sperma, darah), non-biologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis
oleh penyidik ditujukan untuk peradilan.
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Keterangan terdakwa
4. Surat-surat
5. Petunjuk
2. VeRjenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan pembuatan
VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.
3. Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh korban,
misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain. Ada sebagian pihak
yang menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakan VeR.
Kualifikasi Luka
Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu:
1. Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C
Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak
menghalangi pekerjaan korban. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352 ayat 1.
2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B
Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau menghalangi
pekerjaan korban untuk sementara waktu. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal
351 ayat 1.
3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A
Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu:
- Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut
- Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya
- Hilangnya salah satu panca indra korban
- Cacat besar
- Terganggunya akan selama > 4 minggu
- Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu
Syarat pembuat:
- Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
- Di wilayah sendiri
- Memiliki SIP
- Kesehatan baik
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat
VeR korban hidup, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau
keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.
3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.
4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.
5. Ada identitas korban.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat
VeR jenazah, yaitu:
1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.
2. Harus sedini mungkin.
3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.
4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.
5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.
6. Ada identitas pemintanya.
7. Mencantumkan tanggal permintaan.
8. Korban diantar oleh polisi.
Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam,
penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas
waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari. Bila belum
selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.
Lampiran visum
- Fotografi forensik
- Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut
- Penjelasan ? istilah kedokteran
- Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)
https://yumizone.wordpress.com/2009/03/19/pemeriksaan-laboratorium-forensik-sederhana/