Está en la página 1de 15

PRINSIP-PRINSIP MORAL DASAR

A. PENGANTAR

Manakah prinsip-prinsip moral dasar yang memadai dan dapat dijadikan sebagai dasar
pertanggungjawaban hidup bermoral? Pertanyaan ini menjadi pertanyaan mendasar di dalam
setiap tindakan moralitas manusia. Di dalam setiap tindakannya, manusia secara sadar atau tidak
sadar selalu mencari pendasaran objektif dan rasional agar tindakannya dapat dikatakan
bertanggungjawab. Meskipun kesadaran moral manusia selalu mengarahkan pada suara hatinya
sebagai dasar dan sumber moralitas, dasar-dasar moral yang objektif dan rasional tetap
diperlukan. Pendasaran objektif dan rasional inilah yang kerapkali diistilahkan dengan prinsip-
prinsip moral dasar. Prinsip-prinsip moral menjadi landasan di dalam mempertimbangkan dan
mengambil keputusan tindakan moral. Dengan kata lain, prinsip-prinsip moral mendasari semua
norma-norma moral yang lebih konkret. Magnis Suseno menyebutkan ada tiga prinsip dasar
moral, yakni prinsip sikap baik, prinsip keadilan dan prinsip hormat terhadap diri sendiri.1
Ketiga prinsip moral dasar ini disarikan dari teori-teori etika normatif yang juga berusaha
menjawab secara sistematis dan rasional pertanyaan tentang prinsip moral dasar manusia.
Apa yang menentukan prinsip-prinsip moral dasar seseorang? Lawrence Kohlberg
berpendapat bahwa pilihan prinsip moral seseorang sangat dipengaruhi oleh perkembangan
kesadaran moralnya.2 Prinsip dasar moral yang paling dangkal menurutnya adalah prinsip moral
yang dikendalikn oleh kepentingan egoistic individual semata. Pada tahap ini, orientasi dasar
seseorang adalah diri dan kepentingannya sendiri. Di dalam tahap yang lebih tinggi, individu
tidak lagi digerakkan semata-mata oleh kepentingan egonya, melainkan pada kepentingan dan
harapan orang lain dan masyarakatnya. Maka, prinsip moral dasarnya adalah hukuman dan
tatanan. Di dalam tahap yang lebih tinggi, hidup moral dipandang sebagai penerimaan tanggung
jawab pribadi atas dasar prinsip-prinsip yang dianut dalam batin. Maka, orientasi prinsip moral
dasarnya adalah pada prinsip-prinsip moral universal seperti keadilan, kejujuran.
Sumbangan Kohlberg adalah sumbangan terpenting di dalam filsafat moral karena
mampu memetakan prinsip-prinsip moral dasar manusia secara sistematis dan rasional. Melalui
pendekatan Kohlberg, kita dapat menemukan pendasaran dari etika-etika normatif. Misalnya, di

1
Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 129 140
2
Franz Magnis-Suseno, 12 Tokoh Etika Abad Ke-20, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 149 169.

Handout Fils. Moral 2015/2016 1


dalam tahap pra-konvensional yang menekankan pada egosime pribadi, prinsip hedonisme dapat
dimasukkan di dalam tingkat ini. Di dalam tahap konvensional dimana fokusnya pada hukuman
dan tatanan, maka teori etika peraturan dapat dimasukkan di sini. Dan pada etika pasca-
konvensional, etika utilitarsime dan gagasan imperative kategoris Immanuel Kant dapat menjadi
bentuk konkretnya. Pada tahap pasca-konvensional inilah Kohlberg berpendapat bahwa suara
hati
Gagasan Kohlberg dikembangkan oleh seorang filsuf abad-20 dari Jerman bernama
Jurgen Habermas dengan memperlihatkan keterkaitan antara kenyataan bahwa tingkat moralitas
sangat terkait dengan pola identitas yang dicapai oleh seseorang. Misalnya, pada tahap pra-
konvensional, identitas seseorang adalah identitas seorang anak yang hanya bereaksi pada
perasaan-perasaan positif atau negative saja dan belum menyadari situasi di luar dirinya. Dalam
tahap konvensional, seseorang mulai menyadari peran di masyarakat. Ia menemukan identitasnya
di masyarakat sehingga kesesuaian dengan aturan dan harapan masyarakat menjadi sangat
dominan. Di tahap pra-konvensional, identitas tidak lagi didasarkan pada ego-identity maupun
perannya, melainkan pada sikap yang diambilnya sesuai dengan yang dinilainya sebagai tepat,
baik dan wajib (suara hati).
Habermas menambahkan tahap terakhir di dalam teori Kohlberg yakni etika diskursus.
Dengan etika diskursus, Habermas menuntut adanya tahap kesadaran moral pasca-konvensional
dimana orang tidak hanya mengorientasikan diri begitu saja pada suara hatinya, melainkan
bersedia memasukkan keyakinan moralnya ke dalam diskursus dengan komunitas yang
bersangkutan. Etika diskursus berarti kemauan individu untuk mengobjektifkan suara hatinya
dengan cara membaginya di dalam komunitasnya sehingga suara hati sungguh-sungguh teruji
dan rasional.

B. HANDOUT

Prinsip-Prinsip Moral Dasar3

Filsafat moral di dalam merefleksikan moralitas manusia dapat dipahami dari tiga sudut,
yakni: sebagai fenomenologi moral yang menjelaskan fenomen kesadaran moral individu,

3
Disarikan dari Disarikan dari Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar (Yogyakarta: Kanisius, 1995) dan Bertens, Etika,
(Kanisius: Yogyakarta, 2013)

Handout Fils. Moral 2015/2016 2


sebagai etika normatif yang mencari tahu prinsip-prinsip moral dasar individu dan sebagai meta-
etika yang mencari tahu keabsahan bahasa moral. Dari ketiga pendekatan tersebut, etika normatif
menjadi pendekatan yang membantu seseorang untuk menentukan moralitas tindakannya karena
etika normatif menggagas tentang prinsip-prinsip moral dasar tindakan manusia.
Manakah prinsip-prinsip moral dasar yang memadai dan dapat dijadikan sebagai dasar
pertanggungjawaban hidup bermoral? Pertanyaan ini menjadi pertanyaan pokok yang
menggarisbawahi diskusi moral. Untuk dapat menemukan prinsip-prinsip moral dasar, seperti
yang dianjurkan Magnis-Suseno, kita tidak perlu mulai dari titik nol, tetapi mengambil benang
merah dari teori-teori etika normatif yang juga telah mencoba menjawab pertanyaan moral
tersebut. Teori-teori etika normatif menggagas tentang beberapa prinsip-prinsip moral dasar,
yakni prinsip kebahagiaan (hedonism etis, etika pengembangan diri dan utilitarisme), prinsip
legalitas peraturan (etika peraturan) dan prinsip relativisme (etika situasi dan relativisme moral).
Prinsip-prinsip moral dasar yang diajukan etika normatif memberikan dasar yang kokoh dalam
tindakan moralitas, tetapi tidak mencukupi karena memiliki kelemahan yang essensial. Dalam
perkembangannya, tiga prinsip moral dasar yang mencukupi adalah prinsip sikap baik, prinsip
keadilan dan prinsip menghargai diri sendiri.
Di dalam catatan singkat ini, akan didiskusikan terlebih dahulu prinsip-prinsip moral
dasar yang dikemukakan oleh berbagai teori etika normatif yang meskipun sistematis dan sangat
komprehensif, tetapi memiliki berbagai kelemahan dan kekurangan yang perlu dicermati.
Berdasarkan dari kekurangan-kekurangan prinsip-prinsip dasar moral etika normatif tersebut,
kita akan mendiskusikan prinsip-prinsip moral dasar yang memadai.

A. Prinsip-Prinsip Moral Dasar dalam Etika-Etika Normatif

1. Prinsip kebahagiaan
Prinsip moral dasar yang hendak dikemukakan di dalam pendekatan ini bahwa tujuan
kehidupan manusia adalah kebahagiaan dan oleh karenanya, dasar dari segala tindakan moral
seseorang adalah agar kebahagiaan tercapai. Prinsip kebahagiaan didiskusikan oleh tiga teori
etika normatif, yakni hedonisme etis, etika pengembangan diri dan utilitarisme.

Handout Fils. Moral 2015/2016 3


a. Hedonisme etis
Kata hedonism berasal dari Bahasa Yunani (hedone = nikmat, kegembiraan). Hedonisme
bertolak dari anggapan bahwa manusia hendaknya hidup sedemikian rupa sehingga ia dapat
semakin menjadi bahagia. Kekhasan hedonism adalah bahwa di dalam pencarian kesenangan
tersebut, diperlukan sikap pengendalian diri, kebijaksanaan dan keseimbangan agar selalu dapat
menguasai diri. Misalnya, orang yang sungguh-sungguh mau mencapai nikmat sebanyak
mungkin dari kegiatan makan dan minum setiap hari tidak boleh makan berlebihan, tetapi
mampu menguasai diri sehingga bisa menikmatinya. Kritik terhadap hedonism etis adalah
apakah kebahagiaan itu sama dengan jumlah perasaan nikmat? Kebahagiaan tidak terikat pada
pengalaman-pengalaman tertentu seperti kenikmatan. Orang yang hanya mencari nikmat saja
tidak dapat secara otomatis mencapai kebahagiaan.
b. Etika pengembangan diri
Etika pengembangan diri berangkat dari kegagalan hedonisme etis yang memfokuskan
diri pada kenikmatan sebagai prinsip dasar moralitas seseorang. Bagi etika pengembangan diri,
kebahagiaan dapat tercapai jika manusia secara aktif mengaktualisasikan bakat dan potensinya.
Jadi yang membahagiakan ialah kalau kita mengembangkan diri sedemikian rupa sehingga bakat
menjadi kenyataan. Namun, prinsip pengembangan diri sebagai usaha mencapai kebahagiaan
tidak mencukupi. Kritik terhadap teori etika pengembangan diri bahwa Etika pengembangan diri
masih dikatakan bersifat egoistic karena masih berpusat pada diri sendiri. Orang yang hanya
memikirkan pengembangan dirinya sendiri justru membuat orang semakin egois.
c. Utilitarisme
Utilitarisme berasal dari Bahasa Latin utilis yang berarti berguna atau bermanfaat. Di
dalam pandangannya, prinsip kebahagiaan diusahakan bagi setiap orang yang terkena oleh akibat
tindakan kita. Prinsip dari utilitarisme adalah the greatest happiness of the greatest number,
kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbanyak. Maksudnya ialah agar kita semua selalu
bertindak sedemikian rupa sehingga banyak orang dapat merasakan kebahagiaan. Dengan kata
lain, di antara semua tindakan yang kita ambil dan peraturan yang kita pegang, yang dapat
dibenarkan secara moral adalah tindakan atau peraturan yang akan paling memajukan
kepentingan banyak orang, paling menguntungkan dan membawa kebahagiaan mereka.
Utilitarisme menciptakan suasana pertanggungjawaban yakni suatu keputusan dan
tindakan moral harus dapat dipertanggungjawabkan karena manusia harus bertanggung jawab

Handout Fils. Moral 2015/2016 4


terhadap sesamanya. Paham ini menyatakan bahwa sesungguhnya, semua tindakan ataupun
peraturan adalah netral. Yang memberi nilai moral kepada tindakan-tindakan atau peraturan
adalah akibat-akibatnya. Maka, utilitarisme bersifat teleologis karena benar salahnya tindakan
dikaitkan dengan tujuan (telos) yang mau dicapai atau dengan memperhitungkan apakah akibat-
akibat baik tindakan tersebut lebih banyak daripada akibat buruknya. Utilitarisme juga bersifat
universal dalam arti bahwa teori etika ini memperhatikan kepentingan umum dan bukan hanya
kepentingan pribadi si pelaku. Dibandingkan dengan hedonisme etis dan etika pengembangan
diri yang masih belum bebas dari ciri egoistic, utilitarisme menekankan agar pertimbagan
mengenai akibat baik atau manfaat sedapat mungkin memperhatikan semua orang yang terlibat
di dalam tindakan tersebut atau dikenai olehnya. Berkaitan dengan tkanan pada kepentingan
umum dan membenrkan pengorbanan kepentingan dan nikmat pribadi demi kepentingan banyak
orang, utilitarisme sering digunakan sebagai dasar argumentasi bagi pengambilan kebijakan
sosial politik publik.
Beberapa tanggapan kritis terhadap utilitarisme:

Utilitarisme dikritik karena bertentangan dengan prinsip keadilan. Prinsip bahwa


kebahagiaan harus dirasakan bagi semakin banyak orang tidak menjamin keadilan
bagi pihak-pihak minoritas yang bukan menjadi bagian mayoritas dalam masyarakat.
Sebagai contoh misalnya, dalam suatu proyek pembuatan jalan tol, ada sekeluarga
yang terkena gusur. Dan mereka harus bersedia untuk digusur karena jalan tol ini
dibuat demi memperlancar arus lalu lintas. Berdasarkan prinsip utilitarianisme,
tindakan tersebut dibenarkan meskipun bertentangan dengan prinsip keadilan karena
menurut prinsip keadilan, setiap pribadi adalah bernilai dan tidak dapat dijadikan
sebagai sarana belaka.
Utilitarisme juga memberi beban terlalu berat karena setiap tindakan harus secara
merata memberikan kesejahteraan pada setiap orang. Pengikut utilitarian harus siap
untuk selalu mengorbankan kepentingan dan kesenangan dirinya; mereka harus mau
memberikan penghasilan bagi orang banyak yang terlantar, merendahkan standar
hidup dan sebagainya.

2. Prinsip Legalitas

Handout Fils. Moral 2015/2016 5


Prinsip moral dasar yang hendak dikemukakan di dalam pendekatan ini bahwa prinsip
moral dasar manusia adalah kesesuaian dengan sejumlah peraturan dalam masyarakat, adat
istiadat dan agama. Di dalam etika ini, ketaatan pada hukum dan peraturan adalah ukuran
seseorang di dalam tindakan moralnya. Kritik terhadap prinsip ini adalah hilangnya
tanggungjawab setiap individu. Moralitas selalu menuntut tanggungjawab individu. Namun,
dengan semata-mata mentaati peraturan tanpa memahami nilai dibaliknya, seorang hanya
menjadi legalis tanpa menggunakan kebebasan, akal budi dan kemampuannya. Lebih lanjut,
peraturan dan hukum tidaklah tanpa kekurangan. Banyak produk hukum yang dimanipulasi demi
kepentingan kelompok tertentu dan merugikan kelompok-kelompok lainnya.

3. Prinsip Relativisme
Prinsip yang ketiga adalah relativisme moral yang didalamnya terkandung etika situasi
dan relativisme kultural. Relativisme menegaskan bahwa hanya tujuan membenarkan sarana,
tak ada lainnya.
a. Etika situasi
Beberapa ciri khas dari etika situasi yang dapat kita diskusikan. Pertama, etika situasi
menegaskan bahwa setiap orang dan setiap situasi adalah unik, maka tanggung jawab kita
terhadapnya tidak dapat disalurkan melalui norma-norma moral dan peraturan-peraturan umum.
Dengan kata lain, di dalam setiap situasi orang yang bersangkutan harus memutuskan secara
otonom apa yang akan dilakukannya. Etika situasi mau menentang dua ekstrem yakni legalisme
dan antinomisme. Legalisme memahami moralitas sebagai ketaatan terhadap hukum yang
berlaku dimana-mana dan selalu. Orang kehilangan unsur tanggungjawabnya karena ia tinggal
menerapkan hukum dan peraturan yang berlaku. Sementara itu, antinomisme adalah anarkisme
moral yang menilak prinsip dan arahan moral serta mengembalikan keputusan moral pada
keputusan otonom individu dalam situasinya. Posisi ini juga ditolak karena manusia selalu hidup
dan berakar dalam komunitas budaya tertentu. Moral komunitas ini berlaku sebagai penerang
dan bukan hukum.
Kedua, kualitas moral sebuah tindakan tergantung dari situasi. Apakah tindakan itu wajib
dilakukan atau tidak, tidak dapat dipstikan kecuali dengan memperhatikan situasi konkret.
Misalnya, larangan untuk berbohong: bagaimana kalau berbohong menjadi satu-satunya cara
saya mencegah bahwa orang tak bersalah tidak dibunuh?

Handout Fils. Moral 2015/2016 6


Ketiga, etika situasi mendasarkan pada cinta kasih. Cinta kasih, menurut Joseph Fletcher
seorang penganut etika situsi, adalah satu-satunya prinsip moral yang kategoris atau wajib
dilakukan. Cinta kasih membenarkan setiap tindakan moral sehingga jika bertentangan dengan
cinta kasih maka dengan sendirinya setiap hukum dan peraturan tidak mengikat.
Kritik terhadap etika situasi bahwa etika ini melupakan bahwa manusia juga makhluk
sosial yang hidup dan mengembangkan identitasnya dalam struktur masyarakat. Maka,
diperlukan norma dan peraturan yang mengatur kehidupan bersama. Situasi individu yang unik
dan berbeda-beda yang dimiliki oleh masing-masing individu tidak dapat dijadikan satu-satunya
dasar moralitas dalam bertindak.
b. Relativisme kultural
Relativisme kultural berpendapat bahwa norma moral yang berlaku di dalam masyarakat
dan kebudayaan tidak sama sehingga keberlakuan norma-norma moral selalu disesuaikan dan
ditentukan oleh konteks masyarakat dan budayanya. Maka, tidak ada norma-norma masyarakat
yang absolut dan universal di segala tempat dan situasi. Relativisme kultural ini mendasarkan
diri pada ilmu-ilmu antropologi, sosiologi dan sejarah yang telah mengumpulkan berbagai
macam pandangan dan kebudayaan yang berbeda-beda di setiap bangsa di dunia ini. Misalnya
saja, dalam pengaturan hidup seksual, terdapat berbagai macam pandangan moral: poligami,
monogamy, seks bebas, larangan homoseksual dan sebagainya. Setiap kebudayaan memiliki
kode moral yang berbeda satu dengan yang lainnya sehingga tidak ada standar objektif dan
universal yang dapat digunakan untuk menilai kode masyarakat.
Beberapa kritik terhadap pandangan relativisme kultural:

Kritik terhadap relativisme moral ini ketidakmampuan pendekatan ini dalam


membedakan norma moral konkret dan prinsip yang mendasarinya. Norma moral
konkret dapat berbeda, tetapi prinsip yang mendasarinya memiliki persamaan
antara satu tempat dengan tempat lainnya. Misalnya, nilai penghormatan terhadap
orang yang lebih tua dapat diwujudkan dalam bentuk yang berbeda, entah dengan
berbicara sopan, merawat mereka, bahkan ada yang berarti menitipkan di tempat
panti jompo. Di negara Eskimo, nilai menghargai orang yang lebih tua
dipraktekkan dengan cara meletakkan orang tua yang sudah jompo di luar agar
segera mati. Praktek ini dipahami karena orang tua yang bertahun-tahun sakit

Handout Fils. Moral 2015/2016 7


justru membuat penderitaan yang panjang. Nilai yang mendasari bersifat objektif
dan universal.
Kritik budaya dimungkinkan karena moralitas adalah sesuatu yang dapat
diperdebatkan dan bukan hanya persoalan selera atau perasaan belaka. Kasus
aborsi, misalnya, selalu dapat diperdebatkan dan ditunjukkan letak kesalahannya.
Maka, beberapa standar penilaian misalnya apakah praktek itumeningkatkan
ataukah menurunkan kesejahteraan bagi orang-orang yang hidupnya dipengaruhi
olehnya.

C. Tiga Prinsip Moral Dasar

Prinsip-prinsip moral yang sudah kita diskusikan di atas memperlihatkan pemikiran yang
rasional dan sistematis, tetapi memiliki beberapa kelemahan. Franz Magnis-Suseno
berpandangan bahwa diperlukan prinsip-prinsip moral dasar yang memadai untuk situasi dan
konteks zaman ini. Ia mengajukan tiga macam prinsip moral dasar yakni prinsip sikap baik,
prinsip keadilan dan prinsip hormat terhadap diri sendiri.

1. Prinsip Sikap Baik (principle of benevolence)


Prinsip sikap baik mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Dasar moralitas
bahwa kita harus bersikap positif terhadap orang lain. Prinsip ini menegaskan bahwa pada
dasarnya kita harus mendekati siapa saja dan apa saja dengan positif, dengan menghendaki yang
baik bagi mereka. Bersikap baik berarti: memandang seseorang dan sesuatu tidak hanya sejauh
berguna bagi saya, melainkan menghendaki, menyetujui dan mendukung perkembangannya. Kita
tidak menggunakan dan memanfaatkan orang lain demi kepentinganku. Hanya atas dasar
kewajiban moral yang paling dasariah ini macam-macam tuntutan moral yang lain masuk akal.
Seandainya kewajiban mora dasariah untuk melakukan dan mengusahakan yang baik serta
menghindarkan yang jahat sama sekali tidak ada, maka tidak dapat dimengerti mengapa orang
perlu bersikap adil, jujur, setia dan sebagainya.
Di dalam prinsip sikap baik, terkandung prinsip tidak melakukan yang jahat/merusak/
merugikan (the principle of non-maleficence). Sikap baik terhadap segala sesuatu yang ada
minimal menuntut kita untuk tidak melakukan yang jahat, merugikan atau merusak kebaikan

Handout Fils. Moral 2015/2016 8


yang ada. Kalau tidak dapat secara positif melakukan tindakan yang mendukung, sekurang-
kurangnya kita wajib untuk secara negative tidak membuat tindakan yang merugikan.

2. Prinsip Keadilan (principle of justice)


Akan tetapi, apakah prinsip sikap baik adalah satu-satunya prinsip moral dasar? Prinsip
keadilan adalah prinsip kedua yang menjadi prinsip moral dasar setiap individu. Prinsip kebaikan
menggarisbawahi pentingnya berbuat baik bagi siapa saja, tetapi kebaikan tersebut perlu didasari
dengan prinsip keadilan sehingga kebaikan sungguh dirasakan secara merata. Adil pada
hakikatnya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Dan
karena pada hakikatnya semua orang sama nilainya sebagai manusia, maka tuntutan paling
dasariah keadilan ialah perlakuan yang sama terhadap semua orang.
Di dalam teori etika Utilitarisme, kita melihat kelemahan pokoknya yang terletak justru
pada kemungkinan pelanggarannya pada prinsip keadilan. Prinsip memilih tindakan yang akan
membawa akibat baik sebesar-besarnya bagi semakin banyak orang, kalau dipakai sebagai satu-
satunya tolok ukur bagi moralitas maka akan membahayakan moralitas sendiri karena dapat
dijadikan dasar pembenaran tindakan atau aturan yang diskriminatif. Prinsip sikap baik belum
menjamin pelaksanaan yang tidak mengorbankan kepentingan beberapa individu demi
memenuhi kepentingan yang dianggap lebih besar bagi semakin banyak orang. Maka, prinsip
sikap baik perlu dilengkapi dengan prinsip keadilan.

3. Prinsip hormat terhadap diri sendiri


Prinsip hormat terhadap diri sendiri bukanlah prinsip yang baru karena sudah kita
temukan di dalam pembahasan etika pengembangan diri. Meskipun etika pengembangan diri
tidak memadai sebagai prinsip moral dasar, tetapu kewajiban mengembangkan diri adalah
kewajiban setiap individu. Prinsip hormat terhadap diri mau mengatakan bahwa manusia wajib
untuk selalu memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini
mempunyai dua arah, yakni: pertama, kita dituntut agar tidak membiarkan diri diperas, diperalat
atau diperbudak. Yand kedua, kita tidak membiarkan diri terlantar. Kita mempunyai kewajiban
bukan hanya terhadap orang lain, melainkan juga terhadap diri dan perkembangan diri.

Handout Fils. Moral 2015/2016 9


C. Mengembangkan Prinsip-Prinsip Dasar Moral menurut Kohlberg4

Bagaimana cara menumbuhkan kemauan seseorang untuk mampu bersikap moral?


Bagaimana sampai seseorang meyakini dan memilih prinsip-prinsip moral yang baik dan
memadai? Menurut Lawrence Kohlberg, prinsip-prinsip dasar moral manusia tidak muncul
dengan sendirinya, melainkan sangat dipengaruhi oleh tahap-tahap perkembangan moral
seseorang. Prinsip-prinsip dasar moral bukanlah sesuatu yang pertama-tama dipelajari dan
dimengerti, tetapi muncul secara natural sebagai bagian dari perkembangan moral manusia.
Menurutnya, kesadaran moral manusia mengalami perkembangan dari taraf yang sifatnya anak
ke perkembangan dewasa.
Kohlberg tidak berbicara tentang prinsip-prinsip dasar moral tertentu melainkan ia
meneliti bagaimana seseorang mampu menginternalisasi dan mengembangkan kemampuannya
untuk memilih dan menjalankan prinsip-prinsip dasar moral. Misalnya, seseorang mencontek di
kelas dan beberapa berpendapat. Pendapat yang menyatakan bahwa mencontek tidak boleh
karena nanti dihukum dan mencontek tidak boleh karena melukai kejujuran memiliki bobot yang
berbeda. Kohlberg berpendapat bahwa kompetensi penilaian moral itulah yang menentukan
prinsip-prinsip dasar moral seseorang. Kohlberg menyatakan adanya enam tahap kesadaran
moral.

1. Tahap orientasi egosentrik-hedonistik murni


Di tahap ini, seseorang masih terorientasi pada perasaannya sendiri. Prinsip dasar
moralnya adalah perasaan enak dan tidak enak dimana yang enak dianggap baik dan sebaliknya.
Tahap ini adalah tahap orientasi hukuman dan ketaatan karena orientasi prinsip moralnya
adalah menghindar dari hukuman dan taat pada mereka yang menghukum.

2. Tahap orientasi hedonis-instrumental

Di dalam tahap ini, seorang mulai belajar bahwa ia harus juga memperhatikan harapan
dan kepentingan orang lain apabila ia ingin diperlakukan dengan baik. Namun, orang lain dilihat
semata-mata sebagai sarana pemenuhan harapanku. Maka, prinsip moral dasarnya adalah
intstumental-relativistik yakni moralitas pasar, moralitas do ut des (aku memberi supaya engkau

4
Disarikan dari Franz Magnis-Suseno, 12 Tokoh Etika Abad Ke-20, (Yogyakarta; Kanisius, 2000), 149-169.

Handout Fils. Moral 2015/2016 10


juga memberi): aku memperhatikan kepentinganmu supaya engkau memperhatikan
kepentinganku.

3. Tahap orientasi pada kelompok akrab


Pada tahap ini, perkembangan moral terarah pada sosialitas dan moralitas sejati. Di sini,
prinsip moral dasar yang berkembang adalah bukan apa yang terasa enak, melainkan yang
menyenangkan orang-orang akrab di sekitarku. Pujian good boy and nice girl menjadi
orientasi dasar seseorang.

4. Tahap orientasi hukum dan tatanan


Pada tahap ini, wawasan kesosialan menjadi orientasi utama dan bukan lagi semata-mata
pada diri sendiri. Loyalitas kepada kelompok sosial yang lebih luas, entah negara, masyarakat
dan adat istiadat suku bangsanya menjadi prinsip dasar moralitasnya. Kriteria moralitasnya
dibangun berdasarkan prinsip-prinsip dasar dari kelompoknya.

5. Tahap orientasi perjanjian sosial


Di tahap ini, seorang individu mentaati hukum, peraturan dan norma-norma masyarakat
bukan karena hukuman dan ganjaran, melainkan karena kesadaran bahwa ada perjanjian tidak
tertulis antara aku dan masyarakat yang memungkinkanku berkembang. Prinsip dasarnya
dalam tahap ini adalah fairness atau keadilan, artinya bahwa seseorang memiliki loyalitas pada
komunitas sosial yang lebih besar tetapi juga sadar dan kritis bahwa nilai keadilan tetap
dijunjung tinggi termasuk jika harus melawan kelompoknya seandainya terjadi pelanggaran
keadilan.

6. Tahap orientasi prinsip-prinsip moral universal


Di tahap ini, orang bertindak berdasarkan prinsip-prinsip moral yang berarti: hanya
melakukan apa yang dibenarkan oleh suara hatinya. Di sini manusia mencapai otonomi moral
yakni ia tidak menyesuaikan begitu saja dengan penilaian masyarakat, ia tidak mengikuti
kewajiban apapun secara buta: ia bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya benar.

Jika digambarkan di dalam bagan, skema Kohlberg akan memperlihatkan pula letak pembagian
etika-etika normatif:

Handout Fils. Moral 2015/2016 11


1 2 3 4 5 6 7
TINGKAT TAHAP BIDANG SANKSI PRINSIP IDENTITAS ETIKA
KEBERLAKUAN MORAL DASAR NORMATIF
Tingkat pra- Orientasi hukuman
konvensional dan ketaatan Lingkungan baik Identitas
Orientasi alami maupun hukuman Nikmat, enak-tidak alami Hedonism etis
hedonistic- sosial enak dan etika
instrumental pngembangan diri
Tingkat Orientasi kelompok Kelompok akrab hubungan akrab
konvensional akrab Merasa selaras teratur Identitas
Orientasi hukum Bangsa, negara, malu Hubungan sosial peran Etika peraturan
dan tatanan agama teratur
Tingkat Orientasi perjanjian Setiap orang Kebebasan sbg Hukum kodrat
pasca- sosial sebagai subjek warga negara, rasional
konvensional hukum Merasa kesejahteraan Identitas
bersalah umum keakuan
Orientasi prinsip- Setiap orang Kebebasan suara Suara hati
prinsip moral sebagai manusia hati
universal

D. Kesimpulan

Ketiga prinsip moral dasar di atas haruslah dilaksanakan secara seimbang artinya tidak
memutlakkan yang satu dan melupakan yang lainnya. Konteks atau situasi juga menentukan
bagaimana ketipa prinsip moral dasar tersebut dilaksanakan di dalam kehidupan konkret.
Dapat dikatakan bahwa prinsip keadilan dan hormat pada diri merupakan syarat
pelaksanaa sikap baik, sedangkan prinsip sikap baik menjadi dasar mengapa seseorang bersedia
untuk bersikap adil. Bahwa keadilan dan hormat terhadap diri sebagai prasyarat pelaksanaan
kebaikan berarti bahwa berbuat baik dengan melanggar keadilan atau dengan melupakan harga
diri secara moral tidak dapat dibenarkan.
Di dalam kehidupan nyata, jika terjadi tabrakan antara dua prinsip di atas, kita harus
melihat situasi yang terjadi. Seperti di dalam etika situasi, pertimbangan moral teoretis tidak
pernah mencukupi. Situasi memberikan pendasaran bagi pelaksanaan ketiga prinsip moral
tersebut. Akan tetapi ada sebuah prinsip yang membantu sebagai patokan yakni prinsip

Handout Fils. Moral 2015/2016 12


keseimbangan atau proporsionalitas yang mengatakan bahwa antara yang dikorbankan dan yang
diutamakan harus ada keseimbangan bobot.
Apabila kita melihat prinsip keadilan dengan prinsip hormat terhadap diri sendiri, kita
melihat bahwa dua prinsip ini adalah satu, yaitu prinsip hormat pada manusia sebagai persona.
Prinsip hormat terhadap persona berarti bahwa kita harus memperlakukan setiap manusia sebagai
tujuan pada dirinya sendiri. Terhadap diri kita sendiri sebagai persona berrti kita tidak
membiarkan diri terlantar. Prinsip hormat terhadap persona mengarah pelaksanaan pada nilai
lainnya.

E. BACAAN DISKUSI

Berikanlah tanggapan dan analisismu terhadap opini di bawah ini! Analisislah berdasarkan
prinsip-prinsip moral dasar yang sudah dijelaskan!

Boleh Korupsi, Asal...

Kompasiana 30 Mei 2015

Seorang perempuan diketahui mengidap kanker ganas dan hampir mati. Hanya ada satu
obat yang dapat menyembuhkannya. Harganya 2 juta US dolar, karena yang menemukan orang
Amerika. Obat itu tak bisa ditawar. Maka sang suami, Heinz, berusaha mati-matian berhutang
kesana kemari untuk mendapatkan uang membeli obat itu. Namun malang, ia hanya dapat
mengumpulkan setengah dari harga obat tersebut. Kepada sang dokter, Heinz memohon
keringanan agar dia dapat membeli obat itu dengan harga murah. Kalau boleh dia ingin mencicil.
Tapi sang dokter tetap menolak member keringanan harga obat tersebut. Akhirnya, pada malam
hari Heinz nekat mencuri obat tersebut dari gudang obat sang dokter.
Lawrence Kolberg, seorang psikolog yang mengarang cerita ini, bertujuan untuk
mengetahui perkembangan moral seseorang. Pertanyaan yang diajukan adalah, Haruskah sang
suami melakukan perbuatan tersebut? Tentunya tidak ada jawaban yang ideal. Kalau Heinz tidak
mencuri, berarti dia tega membiarkan istrinya yang sedang sekarat itu. Tapi kalau dia mencuri,
berarti Heinz adalah penjahat yang benar-benar menyayangi istrinya.

Handout Fils. Moral 2015/2016 13


Menurut Kohlberg, setiap orang berhak menilai perbuatan Heinz tersebut. Yang pasti
jawabannya berbeda-beda tergantung pada kesadaran moral masing-masing. Dalam hidup ini
kita memang sulit membuat hidup menjadi hitam atau putih. Dalam kasus Heinz kita dihadapkan
pada persoalan, mencuri atau menelantarkan istri?
Kohlberg hanya ingin menunjukkan bahwa tingkat kesadaran moral itu ada yang rendah
sampai tinggi. Baik mereka yang membenarkan tindakan Heinz maupun yang menyalahkan pasti
punya alasan yang berbeda-beda. Seseorang yang kesadaran moralnya rendah pasti mendasarkan
keputusannya pada Hukuman dan Kepatuhan. Sebaliknya yang mempunyai kesadaran moral
tinggi mengambil sikap atas dasar prinsip- prinsip etika universal. Maka menurut Kohlberg,
orang yang kesadaran moralnya rendah akan memberikan alasandaripada disalahkan akibat
membiarkan istrinya mati lebih baik mencuri. Sementara bagi yang kesadaran moralnya tinggi
akan memberikan alasan, daripada mencuri, lebih baik membiarkan istrinya mati. Mungkin
sudah takdirnya.
Tapi ternyata dari penelitian Kohlberg didapat, ada juga yang mempunyai kesadaran
moral tinggi tapi membenarkan tindakan Heinz. Mereka memberikan pertimnbangan bahwa
menyelamatkan nyawa adalah yang utama. Benar mencuri adalah perbuatan jahat, tapi tak
sejahat orang yang membiarkan seseorang mati sia-sia.
Jadi jelas bahwa dalam kehidupan sehari-haripun kita acapkali dihadapkan pada dilemma
moral seperti ini. Banyak diantara kita dalam posisi Heinz. Contohnya, seorang tukang bangunan
yang membunuh dan merampok temannya sendiri karena alasan menerima surat dari kampong
dimana istrinya minta duit untuk acara nujuh bulan calon bayinya. Banyak orang mencuri untuk
makan anak istrinya. Kita boleh acuh dengan kasus ini karena kebetulan kita tak terlibat. Tapi
bagaimana kalau kita terlibat?
Sehari-hari kita menghadapi birokrasi. Entah mengurus KTP, Akte Lahir, Surat Nikah
dan sebagainya. Kita tahu kita sedang berhadapan dengan pegawai kecil dengan kesejahteraan
yang minim juga. Kalau kita ingin urusan kita lancer dan tidak berbelit-belit, maka Uang Kopi,
Uang Rokok, Uang Damai atau Uang Administrasi bisa jadi solusi ampuh untuk semua
itu. Bukankah disini kita dihadapkan pada dilemma moral? Kita memang bisa bilang, itu cuma
sebagai tanda terima kasih karena urusan kita jadi cepat selesai. Kemudian kita juga bisa bilang
kalau kita juga ikhlas dalam memberikan semua itu. Tapi apakah tindakan kita itu bukan
termasuk melegalkan korupsi? Hingga pada akhirnya lancer tidaknya urusan birokrasi tergantung
kepada fulus. Layanan istimewa menjadi milik orang berduit. Akhirnya, peraturan dan hukum
menjadi pilih kasih.

Handout Fils. Moral 2015/2016 14


Begitulah yang kita hadapi sehari-hari. Semua itu kita anggap hal yang biasa padahal kita
berada pada situasi yang runyam. Banyak orang korupsi dan kita rela di korupsi. Ada yang
mengajak kolusi karena ada pihak yang mau di ajak kolusi. Masalah besar atau kecil tak jadi
soal. Kata orang dapat teri, makan teri, dapat kakap ya makan kakap. Kita senang urusan beres,
mereka senang kantong tebal. Jadi kesimpulannya BOLEH KORUPSI ATAU KOLUSI,
ASAL

F. BACAAN ANJURAN
Bertens. 2003. Etika, Jakarta: Gramedia.
Chang, William. 2009. Bioetika Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.
Higgins, Gregory, C. 2006. Dilema Moral Zaman Ini (Terj.). Yogyakarta: Kanisius.
Rachels, James. 2004. Filsafat Moral (Terj.). Yogyakarta: Kanisius.
Suseno, Franz Magnis. 1987. Etika Dasar. Yogyakarta: Kanisius.
_________________. 2003. 12 Tokoh Etika Abad Ke-20, Yogyakarta: Kanisius.

Handout Fils. Moral 2015/2016 15

También podría gustarte