Está en la página 1de 9

Model pengukuran kinerja sustainable building-

suatu perspektip pada gedung H,


kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

Imam Prayogo, Christiono Utomo


Magister Manajemen Proyek-Magister Manajemen Teknologi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya
E-mail: imam@ce.its.ac.id, christiono@ce.its.ac.id

ABSTRAK
Sustainable building merupakan bangunan yang memaksimalkan kualitas pembangunan
lingkungannya dan mengurangi sekecil mungkin atau bahkan meniadakan dampak negatip
terhadap kondisi lingkungan yang alamiah. Harapan dan tuntutan seluruh dunia terhadap
pelestarian lingkungan semakin mendorong segala bentuk usaha bagi pembangunan gedung
dengan kinerja tersebut. Baik terhadap proses perencanaan gedung/bangunan, gedung baru
maupun gedung yang telah ada atau beroperasi. Demikian pula jenis gedungnya, baik hotel,
rumah sakit, sekolah, pusat pembelanjaan, dan fasilitas umum lainnya. Telah banyak Negara dan
cara untuk melakukan assessment terhadap bangunan atau gedung yang akan maupun telah
dibangun. Sehingga saat ini dipandang perlu untuk mendapatkan cara/model bagi pengukuran
kinerja gedung yang telah ada di kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Metode yang digunakan bagi penyusunan model pengukuran tersebut adalah
menganalisa hasil pengumpulan data dari expert opinion terhadap konsep model teoritis dengan
Analytic Hierarchi Process (AHP). Data kondisi empiris teknis salah satu gedung di ITS
(gedung H) dan lingkungannya, didapat melalui questionnaire yang diisi para responden yang
ahli atau berkompeten maupun mantan penghuninya, didahului dengan observasi pendahuluan.
Hasil dari penelitian ini bisa menjadi rujukan bagi penelitian lanjutan di bidang
sustainable academic building. Temuan model pengukuran gedungnya bisa dijadikan alat untuk
mengkaji gedung-gedung lain di kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya di
masa depan.

Kata kunci : sustainable building, model pengukuran, AHP.

1. Pendahuluan

Sustainable building adalah gedung yang dirancang, dibangun dan dioperasikan secara
maksimal membangun kualitas lingkungannya dan sekecil mungkin atau meniadakan dampak
negatip terhadap lingkungan alamiahnya. Baik ditinjau dari aspek-aspek ekonomi, sosial dan
lingkungan.(Sustainable building assessment tool, SBAT-P). Secara sosial mencakup kenyamanan
penghuninya (Wan J.W et al 2009), partisipasi dan pengawasannya. Peninjauan dari aspek ekonomi
diantaranya mengenai penggunaan energi, ekonomi lokal, efisiensi dan capital cost. Sedang dari
aspek lingkungan diantaranya berkaitan dengan waste, air dan pilihan bahan bangunan yang
digunakan, serta harus sesedikit mungkin atau tidak menimbulkan dampak negatip pada lingkungan
(US Green Building Council. 2010.LEED rating system).
Penerapan sustainable building bagi bangunan pendidikan seperti di kampus perguruan tinggi,
dimana harus tidak hanya memenuhi ketentuan tata ruang saja, namun juga harus dapat beradaptasi
dengan berbagai tingkat kebutuhan pengembangan dan penggunaan kampus masa depan
(Guidelines. 2008). Sustainable building semakin dikenal dan menjadi harapan seluruh dunia
karena upaya pelestarian lingkungan alamiah dan efisiensi dalam pemakaian berbagai macam
sumber-sumber.McLennan.2004). Lebih jauh dari itu telah ditetapkan pula beberapa batasan dan

1
persyaratan bagi sustainable building yaitu : kualitas lingkungan di dalam gedung, atmosphere,
penggunaan air minum serta keberlangsungan pada bentuk penggunaan lahan.(LEED.2010).
Bertitik tolak dari uraian di atas, pembangunan gedung di kampus ITS Sukolilo Surabaya
sudah waktunya mengikuti ketentuan sustainable buildingdi atas, dimana institusi pendidikan ini
telah memahami melalui beberapa orang staf pengajar yang ahli dan berkompeten terhadap hal
ini. Setidaknya satu yang telah ada akan dilakukan penelitian untuk mengetahui keadaan
senyatanya terhadap ketentuan sustainable building di atas yaitu gedung H, dengan demikian
perbandingan antara kriteria konvensional saat ini terhadap kriteria sustainable building dapat
dilihat hasilnya.Tidak terkecuali pada bangunan yang telah ada maupun yang akan dibangun
nantinya dan perlu diadakan penyesuaian terhadap kriteria tersebut, sebagaimana pernah
dilakukan di University of Rochester, Rochester, New York. (Dow.1998)., Penelitian untuk itu
dalam bentuk analisa data empiris yang menyangkut tujuan, kriteria dan alternatip. Kriteria
lahan/lokasi, sampah, air minum, energy, social, ekonomi dan factor lain. Kemudian hari proses
operasi dan perawatan pada gedung-gedung di kampus ITS Sukolilo, Surabaya dapat
menyesuaikan dengan ketentuan dalam criteria tersebut. Jadi secara empiris hipotesis kondisi
gedung H kampus ITS Sukolilo, Surabaya belum memenuhi criteria sustainable building. Bila
akan dirawat di kemudian hari perlu untuk menyesuaikannya. Timbul pertanyaan : bagaimana
mengukur sustainable building pada gedung H kampus ITS Sukolilo, Surabaya? Model
pengukuran yang disusun melalui penelitian ini memilih situasi di gedung H sebagai obyek.
Sehingga model pengukuran ini dibatasi pada situasi dan merupakan perspektip gedung tersebut
di kemudian hari setelah dirawat dengan menggunakan criteria sustainable building. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi penelitian selanjutnya dan juga menjadi
alat untuk mengkaji gedung-gedung lain di kampus ITS Sukolilo, Surabaya.

1. Tinjauan pustaka

Kampus adalah lahan dimana di atasnya terdapat bangunan, termasuk suatu sekolah tinggi,
universitas/institute atau sekolah (Dictionary.com). Pengertian lain dari kampus adalah sebidang
tanah dimana di atanya adalah sekolah tinggi atau universitas/institut beserta seluruh bangunan
yang berhubungan dimana kampus tersebut berada. Umumnya di kampus terdapat fasilitas
perpustakaan, ruang-ruang pengajaran, tempat tinggal, lahan parkir dan prasarana lain
(Encyclopedia,reference.com).
Menurut APPA (2007) di sebuah kampus ada 10 fasilitas pendidikan tinggi yang dirasakan kritis
yaitu : 1.Kelangkaan dan keterjangkauan sumber daya.2.Penetapan kinerja dan
akuntabilitasnya.3.Pelayanan dan pengguna.4.Teknologi bidang informasi.5. Pengembangan
ruang kelas dan laboratorium di masa depan. 6. Investasi lanjutan terhadap fasilitas dan biaya total
pemilikan.7.Tenaga kerja di lingkungan kampus.8.Sustainability. 9.Manajemen untuk
energy.10.Keselamatan, keamanan dan kontinyuitas bisnisnya. Selain dari itu menurut
Wiliam&Mary (2010) tidak ada dua kampus di lokasi sama, yang benar-benar sama atau sebangun
dalam merancang maupun memprogram bagi sustainabilitynya. Sehingga langkah yang
diperlukan bagi mencapai target program sustainabilitynya secara lebih komprehensip
sekurangnya menyangkut 6 macam yaitu : 1.Membuat peta/denah situasi saat ini dan rencana
pengembangannya. 2. Mengukur dampak lingkungannya. 3. Integrasi kegiatan dalam kampus 4.
Menetapkan tujuan dan strategi prosesnya 5. Memantapkan strategi untuk mengktreasikan
terwujudnya sustainable campus. 6.Pendidikan dan pemberian penghargaan. Sehingga untuk
mengetahui sustainablenya suatu gedung di suatu kampus perlu dilakukan assessment yang tidak
sama dengan gedung di luar kampus. Sedangkan menurut Green building council of Indonesia
(GBCI.2010) konsep bangunan hijau adalah bangunan dimana sejak mulai dari proses
perencanaan, pembangunan, pengoperasian hingga dalam operasional pemeliharaannya
memperhatikan aspek-aspek melindungi, menghemat, mengurangi penggunaan sumber daya
alam, menjaga mutu, baik pada bangunan maupun mutu dari kualitas udara di dalam ruangan dan
memperhatikan kesehatan penghuninya yang semua harus berpegang kepada kaidah
kesinambungan. Selaras dengan pengertian di atas, tuntutan Green terhadap bangunan tidak
2
terlepas dari Product green dimana komponen tersebut minimal atau tidak sama sekali berakibat
negatip terhadap lingkungan (Quality systems,Inc.2008).Bila digabungkan kriteria dari beberapa
lembaga sertifikasi yang ada, menyangkut : sustainable site, water efficiency, energy and
atmosphere, material and resources, indoor environmental quality,innovation and design process,
waste, ecology, health and wellbeing, transport mode & project management. Rincian kriteria
sebanyak itu pada dasarnya merupakan uraian dari metrik internasional sustainability yaitu
ekonomi, sosial dan environment, yang juga dikenal sebagai the triple bottom line (Ugwu.2007).
Jadi penilaian sustainability menyangkut pada berbagai jenis kriteria dan tahapan pembangunan
yang terjadi di project life cyclenya.

3. Metodologi

3.1 Identifikasi karakteristik gedung dan lingkungan

Data kondisi senyatanya gedung H pada lahan di kampus ITS Sukolilo,


Surabaya,dikumpulkan dengan melalui beberapa tahap : 1. Melakukan wawancara kepada para
mantan pemakai atau penghuni.2.Mengumpulkan data pisik gedung tersebut.3.Memberi
questionnaire tentang7 kriteria kepada para responden untuk diisi. 4. Memberikan questionnaire
untuk menanggapi 2 alternatip Yes atau No. Data pisik gedung merupakan pelengkap bagi data
yang terkumpul melalui responden. Karena 7 kriteria di atas mempunyai kandungan yang
berkaitan dengan keadaan pisiknya. Pada saat dibangun, gedung H merupakan satu-satunya
bangunan fasilitas akademik yang ada. Sehingga lingkungan di sekitarnya masih berupa sawah
dan rawa. Tepat di bagian belakang gedung terdapat saluran utama pematusan kompleks kampus
ITS. Selanjutnya semua saluran pematusan gedung diarahkan ke saluran utama tersebut. Air
minum yang telah ada saat ini bersumber dari PDAM, meskipun pada saat barudibanun dahulu air
bersih/air minum diperoleh dari sumur bor. Sampai saat ini gedung H telah berumur lebih dari 30
tahun. Berdinding konstruksi batu merah yang mengisi struktur rangka beton bertulang, 3 lantai,
terdiri atas 2 gedung, dengan jendela dan bintu rangka kayu. Daun jendela berkaca. Atap
menggunakan rangka baja yang berpenutup asbes gelombang. Tembok dicat dengan cat khusus
untuk tembok dengan warna berganti-ganti sesuai dengan kemauan pemakai gedung pada saat itu
dan saat ini. Lantai berlapis keramik, namun juga ada yang masih berlapis tegel abu-abu sebagai
peninggalan aslinya. Belum ada fasilitas bagi penyandang cacat. Demikian pula belum ada sarana
penyelamatan kondisi darurat.Pada saat ini lingkungan lahan di luar gedung telah banyak
ditumbuhi pohon peneduh yang sangat besar dan mempunyai ketinggian yang sama dengan
gedung, sehingga daunnya bisa jatuh keatap. Ke 7 kriteria tersebut adalah 1. Lahan/lokasi 2.
Sampah 3. Air minum 4. Energi 5. Sosial 6. Ekonomi 7. Faktor lain.
Dari Permasalahan dan Tujuan, penelitian ini dilanjutkan dengan observasi awal terhadap
obyek yaitu : gedung H, maupun wawancara dengan beberapa responden. Baik untuk menjaring
informasi keadaan atau suasana gedung yang bersifat kualitatip dan subyektip maupun versi yang
berhubungan dengan latar belakang sejarahnya. Disamping proses observasi, dilakukan pula
pengumpulan berbagai teori konsep pengukuran kinerja sustainable building dari berbagai
pustaka. Termasuk pustaka bagi proses analisanya. Berdasarkan hasil observasi dan studi pustaka,
disusun konsep questionnaire menyangkut kriteria dan alternatip. Questionnaire yang telah
tersusun itu di sampaikan kepada para responden sebagai bentuk pilot survey.
Hasil pengisian dan tanggapan responden selanjutnya merupakan bahan bagi penyusunan
questionnaire utamanya. Terdapat 7 kriteria pilihan yang diajukan penilaiannya kepada para
responden. Ke 7 kriteria tersebut merupakan penjabaran secara subyektip dari the triple bottom
line (Ogwu. 2007) yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Serta pemilihannya mengacu kepada
kriteria yang digabungkan dari beberapa lembaga sertifikasi yang ada. Sehingga ke 7 kriteria itu
tidak ada yang diluar kriteria lembaga sertifikasi yang ada, namun disesuaikan secara pisik
dengan kondisi yang ada di gedung H. Jadi semua kriteria tersebut sudah mencakup pandangan
teoritis terhadap kriteria sustainable building.

3
Meskipun demikian sejauh mana masing-masing kriteria itu berkaitan dengan kondisi
senyatanya gedung H, karena patut dicermati bahwa tentunya kaitan masing-masing kriteria itu
tidak sama atau merata.

Gambar 3.1 : Bagan alir proses penelitian

Oleh sebab itu besar kaitan dari masing-masing criteria akan diperoleh dari hasil
pengisian oleh kelompok responden yang dipilih berdasarkan latar belakang pendidikannya, yaitu
yang menguasai ilmu arsitektur, terutama building science. Sedangkan responden berikutnya
adalah mereka yang berlatar belakang pendidikan teknik lingkungan. Kedua kelompok responden
tersebut di atas tentunya juga akan dipilih yang sudah mempunyai pengalaman, walaupun tidak
ditentukan lama pengalamannya. Hasil penilaian responden tersebut selanjutnya akan dianalisa
dengan metode analytical hierarchy process (AHP) (Saaty.1980) agar mendapatkan nilai bobot
dari masing-masing kriteria itu. Besarnya nilai bobot itu akan disusun menggambarkan
prioritasnya. Sehingga susunan atas nilai bobot dalam bentuk prioritas tersebut disebut expert
opinion.
Selanjutnya dengan cara atau metode yang sama dianalisa pula kondisi gedung H terhadap
ke 7 kriteria tersebut, apakah telah memenuhi syarat (Yes) atau belum memenuhi syarat (No).
Proses dan hasil penelitian ini akan merupakan model pengukuran yang diusulkan.

HIERARKI KEPUTUSAN
(TREE DECISION DIAGRAM)

SUSTAINABLE BUILDING GOAL

LAHAN/LOKASI SAMPAH AIR MINUM ENERI SOSIAL EKONOMI FAKTOR LAIN KRITERIA

YES NO ALTERNATIP

Gambar 3.2 : Tree diagram decision pada AHP


4
Diagram di atas dikenal pada proses analisa hierarki, dimana dalam kasus ini jumlah
levelnya 3. AHP merupakan metode dalam multi-criteria decision making (MCDM).Metode ini
menguraikan masalah multi-criteria decision ke dalam suatu hierarki (Saaty,1980). Ada tiga
prinsip dalam memecahkan persoalan AHP, yaitu prinsip menyusun hierarki (decomposition),
prinsip menentukan prioritas (comparative judgment) dan prinsip konsistensi logis (logical
consistency). Hierarki yang dimaksud adalah hierarki dari permasalahan yang akan dipecahkan
untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria atau komponen-komponen yang mendukung
pencapaian tujuan (goal) yang dalam hal ini sustainable building. Selanjutnya disusun matrik
perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrix). Jadi bila terdapat n elemen, maka harus
dibuat n(n-1)/2 elemen perbandingan berpasangan. Seandainya ada C1, C2,.,Cn yang
dinyatakan sebagai suatu kumpulan elemen, kemudian aij menyatakan sebagai keputusan
kuantitatip pada pasangan Ci, Cj, maka tingkat/derajat pentingnya antara dua elemen tersebut
dinilai dengan besaran angka 1,3,5,7dan9, dimana 1 = sama penting, 3 = sedikit lebih penting, 5
= sangat penting, 7 = amat sangat penting dan 9 = mutlak sangat penting. Dari matrix
perbandingan berpasangan selanjutnya dari hasil perhitungan matrix tersebut dicari Eigenvalue
dan Eigenvector nya. Hasil perhitungan keduanya digunakan untuk menghitung konsistensinya,
dimana besarnya consistency ratio (CR) merupakan ratio antara consistency index (CI) terhadap
random index (RI) atau CR = CI/RI. Ditentukan bila n = 3, diperlukan consistency ratio (CR goal
<0,05. Untuk n = 4 nilainya harus kurang dari 0,08 dan untuk n P 5 nilainya harus kurang dari
0,10

4.Hasil (model) dan pembahasannya

4.1. Deskripsi obyek penelitian

Penelitian terhadap situasi gedung H dengan gambaran pisik sebagaimana telah


diuraikan di atas, setelah dikaitkan dengan 7 kriteria yang terpilih menunjukkan perbedaan
pilihan atau bobot prioritasnya. Ada 2 alternatip yang telah dipilih untuk menilai apakah gedung
H tersebut sustainable atau tidak. Hipotesis awal bahwa gedung H tidak sustainable karena
dibangun 30 tahun yang lalu berdasarkan kriteria konventional/tidak sustainable. Ketepatan
hipotesis tersebut membuktikan bahwa model yang digunakan sudah sesuai dengan kenyataan.

4.2 Deskripsi responden

Para responden yang dipilih untuk ini dan dikelompokkan sesuai dengan latar belakang
pendidikan serta kompetensinya. Memberikan jawaban/tanggapan melalui questionnaire,
sehingga hasil analisa jawabannya tersebut merupakan expert opinion. Mereka adalah kumpulan
para ahli dibidangnya yaitu arsitektur dan teknik lingkungan, yang telah mempunyai
pengalaman dan pernah menempati gedung H tersebut. Pendapat dan tanggapannya memberikan
ketetapan atas terpenuhinya semua criteria tersebut atau tidak, hal ini setelah dilakukan analisa
melalui matrix perbandingan berpasangan terhadap alternatip.

4.3 Definisi kriteria dan alternatip

Kumpulan kriteria sebanyak 7 seperti yang sudah disinggung di bab terdahulu, sebagai
penjabaran dari the triple bottom line (Ugwu.2007)adalah kriteria pilihan subyektip namun tetap
tidak menyimpang dari gabungan kriteria yang ada. Kriteria digunakan sebagai tolok ukur
obyektip dari hasil analisa pendapat atau tanggapan para ahli. Sedangkan alternatip merupakan
pilihan bagi pemenuhan hasil pengujian gedung H terhadap ke 7 kriteria itu. Namun demikian

5
kedua alternatip tersebut sekaligus digunakan untuk mengukur obyektifitas selain untuk
pengujian hipotesis.

4.4 Proses penilaiannya

Setelah diawali dengan tree decision diagram untuk menetapkan hierarki. Selanjutnya
digunakanlah beberapa matrix berikut ini

Y 9 7 5 3 1 3 5 7 9 N
Lahan/lokasi
Sampah
Air minum
Energi
Sosial
Ekonomi
Faktor lain

Gambar 4.1 : Matrix perbandingan berpasangan antara kriteria dan Yes atau No.

Matrix isian perbandingan berpasangan antar kriteria. Kemudian matrix normalisasi dan bobot
kriterianya.
Setelah itu untuk tiap kriteria dibuatkan lagi matrix perbandingan berpasangan terhadap
alternatip. Sehingga tiap kriteria mempunyai hasil objektip atas kondisinya terhadap alternatip
yang dipakai sebagai acuan. Sebagaimana dijelaskan di depan bahwa dalam proses perhitungan
dengan matrix perbandingan berpasangan perlu ada ujian konsistensi terhadap ratio dan index,
dimana perolehannya juga harus mendapatkan eigenvalue dan eigenvector maka matrix
perbandingan berpasangan selanjutnya adalah :
Isian
Kriteria
Energi Y N
Normalisasi
Y 1 ..
Alternatif

Kriteria
Energi Y N Bobot

N .. 1
Y
Alternatif

1/ ..

nkolom nkolom N .. 1/

Gambar 4.2 : Matrix isian perbandingan Berpasangan Gambar 4.3 : Matrix normalisasi

Selanjutnya hasil analisis atas pembobotannya digunakanlah matrix di bawah ini:

6
Kriteria

1 2 3 4 5 6 7
Kriteria

Bobot b1 b2 b3 b4 b5 b6 b7
kriteria

Y Y1 / b1y1 .. .. .. .. .. y7 / b7y7 nbaris


Alternatip

N N1 / b1N1 .. .. .. .. .. N7 / b7N7 nbaris

Gambar 4.4 : Matrix analisis bobot kriteria terhadap alternatip

Proses penilaian yang menggunakan AHP seperti diuraikan pada 4.4 di atas, dimana
jawaban atas Yes atau No yang disampaikan tidak akan sama dari tiap responden. Sehingga
jawaban tersebut menggambarkan pandangan dan keadaan senyatanya gedung H. Mengingat
para responden yang terpilih adalah pakar/ahli yang berlatar belakang keilmuan yang sesuai dan
berkompeten, karena mempunyai pengalaman, serta pernah menempati gedung tersebut. Maka
dengan demikian model pengukuran yang dihasilkan bisa menjadi hasil yang baik.

5. Kesimpulan

Model pengukuran kinerja sustainable building yang telah tersusun menunjukkan


kondisi saat ini gedung H kemungkinan tidak memenuhi kriteria sustainable building. Sehingga
bagi gedung lain yang keadaan pisiknya sama dengan gedung H, atau yang dasar
perencanaannya masih konvensional bisa juga akan mempunyai kemungkinan yang sama
dengan gedung H, setelah diuji dengan model ini.

Daftar pustaka

APPA.2009. Practical Guide to Reducing the Campus Carbon Footprint.Alexandria.

Anderson Jane, David Shiers and Kristian Steele. 2009, The Green Guide to Specification.
Garston, A John Wiley & Sons.

Chung, Wen Yuan. 2005. Comparison of two sustainable building assessment tools applied to
Holmen project in Stockholm. KTH Architecture and the Build Environment. Stockholm

Dow, Ronald F. 1998, Using Assessment Criteria to Determine Library Quality. The Journal of
Academic Librarianship, July 1998, pp 277-281

Fuller Sieglinde. 2009. Life Cycle Cost Analysis. National Institute of Standards and
Technology (NIST)

Gibberd, J. 2003, Sustainable Building Assessment Tool (SBAT-P)V1.Pritoria. University of


Pretoria.

7
Glavinich, Thomas E. 2008, Contractors Guide to Green Building Construction. New Jersey,
John Wiley & Sons.

Heink Ulrich, Ingo Kowarik. 2010. What are indicators? On the definition of indicators in
ecology and environment planning. Journal Ecological Indicators. Vol 10. Pages 584-593

Indonesia Navigation to Green Building Achievement. 2010, Green Building Conceptual


Framework for New Construction Commercial Building. Jakarta, Green Building Council of
Indonesia.

International Alliance of Reseacrh Universities. IARU.2009.Campus Sustainability Toolkit.


Singapore.
Kibert, Charles J. 2008, Sustainable Construction Green Building Design and Delevery, New
Jersey, John Wiley & Sons.

Mclennan, Jason F, 2004, The Philosophy of Sustainable Design, Bainbridge, ECOtone.

Meisel Ari, 2010, LEED Materials A Resource Guide to Green Building, New York, Pricenton
Architectural Press.

Menteri Pekerjaan Umum. 2007, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no 45/PRT/M/2007,


Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara,2007, Jakarta, Direktorat Penataan
Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Jenderal Cipta Karya.

National Clearinghouse for Educational Facilities (NCEF). 2001. School Building Assessment
Methods. NCEF Publication

Reeder, Linda. 2010, Guide to Green Building Rating System. New Jersey, John Wiley &
Sons.Roderick Ya, David McEwan, Wheatley, Carlos Alonso. A comparative study of building
energy performance assessment between LEED, BREEAM and Green Star schemes.Glasgow.
Integrated Environment Solution Limited
.
Saaty TL, 1980; The Analytic Hierarchy Process.New York. NY, USA, McGraw-Hill.

Saaty TL, 1978: A Scalling Method For Priorities in Hierarchical Structures. Journal of
Mathematical Psychology; 1:57-68

The University of North Carolina. 2008. Campus Design Philosophy General


Guidelines.(Guidelines 21) . Pembroke

Undang-undang Republik Indonesia no 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Undang-undang Republik Indonesia no 32 tahun 2009 tentan Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup.

Ugwu O.O, Haupt T.C . 2007. Key Performance Indicators and Assessment methods for
infrastructure sustainability-a South African construction industry perspective. Building and
Environment. Vol 42. Issue 2. February 2007. Pages 665-680.
Undang-undang Republik Indonesia no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

University of Victoria. 2006. UVic Campus Sustainability Guidelines. Victoria

8
U.S. Green Building Council, 2005, LEED Green Building Rating System, 2005,Washington
DC, U.S. Green Building Council.

U.S. Green Building Council, 2008, LEED for Existing Buildings: Operation&Maintenance,
Washington DC, U.S. Green Building Council.

U.S. Green Building Council, 2006, LEED for Existing Buildings : Reference Guide.Washington
DC,U.S. Green Building Council.

Wan J.W, Kunli Yang, W.J Zhang and J.L Zhang. A new method of determination of indoor
temperature and relative humidity with consideration of human thermal comfort. Building and
Environment. Vol 44. Issue 2.February2009. Pages 411-417.

William & Mary. 2010. Campus Design Guidelines. Williamburg VA

Yale Center for Environment Law and Policy, Yale University, 2005; 2005 Environmental Sustainability
Index. Center for International Earth Science Information Network Columbia University.

También podría gustarte