Está en la página 1de 9

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Lamanya kehamilan yang normal adalah 280 hari atau 40 minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir. Kadang-kadang kehamilan berakhir sebelum waktunya.
Berakhirnya kehamilan menurut lamanya kehamilan dapat dibagi menjadi usia kehamilan
20 - 28 minggu (500 - 1000 gram) disebut partus imatur, kehamilan 28 - 37 minggu (1000
- 2500 gram) disebut partus prematur, 37 - 42 minggu (>2500) disebut partus matur,
sedangkan usia kehamilan lebih dari 42 minggu disebut partus serotinus (Sastrawinata
2004, h. 1).

Dalam Manuaba (2010, h. 166) menjelaskan bahwa persalinan prematur adalah persalinan
antara usia kehamilan 28 sampai 36 minggu, berat janin kurang dari 2499 gram.
Sedangkan Holmes (2011, h.155) menyatakan kelahiran prematur mengacu pada
pelahiran bayi yang berlangsung antara usia kehamilan 24+0 dan 36+6 minggu.

Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu
(Alston, 2012).

Organisasi Kesehatan Dunia yaitu WHO (2013) membagi persalinan prematur menjadi
tiga kategori berdasarkan umur kehamilan, yaitu:
1. extremely preterm bila kurang dari 28 minggu
2. very preterm bila kurang dari 32 minggu
3. moderate to late preterm antara 32 dan 37 minggu

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan, prematuritas dapat didefinisikan sebagai
persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 minggu sampai dengan usia kehamilan
kurang dari 37 minggu, dengan berat badan lahir < 2500 gram.

2. ETIOLOGI
Persalinan prematur dapat disebabkan oleh banyak faktor. Cunningham, et.al., (2004)
menyatakan bahwa penyebab persalinan prematur dapat dibagi menjadi:
a. Komplikasi medis dan obstetrik
Kurang lebih 1/3 dari kejadian persalinan prematur disebabkan oleh hal-hal yang
berkaitan dengan komplikasi medis atau obstetrik tertentu misalnya pada kasus-kasus
perdarahan antepartum atau hipertensi dalam kehamilan yang sebagian besar
memerlukan tindakan terminasi saat kehamilan preterm. Akan tetapi, 2/3 dari
kejadian persalinan prematur tidak diketahui secara jelas penyebabnya karena
persalinan prematur pada kelompok ini terjadi persalinan yang spontan atau idiopatik
(Feryanto, 2011).
b. Faktor gaya hidup
Perilaku seperti merokok, gizi buruk, penambahan berat badan yang kurang baik
selama kehamilan, serta penggunaan obat seperti kokain atau alkohol telah dilaporkan
memainkan peranan penting pada kejadian prematur dan hasil akhir bayi dengan berat
lahir rendah (Cunningham et al, 2004).

Penyalahgunaan alkohol tidak hanya dikaitkan dengan kelahiran prematur melainkan


dengan peningkatan cedera otak pada bayi yang lahir prematur. Konsumsi alkohol
yang berlebihan selama kehamilan dapat memengaruhi perkembangan fetus dan
harapan hidup neonatus. Wanita yang mengonsumsi alkohol lebih dari satu gelas per
hari dapat meningkatkan risiko persalinan prematur sementara jika mengosumsi
akohol kurang dari 4 gelas tiap miggu tidak memberikan efek meningkatkan risiko
persalinan premature (Offiah, Donoghue, dan Kenny, 2012).

Faktor usia juga diduga berhubungan dengan kejadian persalinan prematur. Wanita
usia muda cenderung mempunyai pasangan seksual yang lebih banyak dan infeksi
pada vagina, sementara wanita usia yang lebih tua cenderung mengalami kontaksi
uterus yang irregular, seperti mioma (Chalermchockcharoenkit, 2002).

c. Faktor genetik
Kelahiran prematur juga diduga sebagai suatu proses yang terjadi secara familial
karena sifat persalinan prematur yang berulang dan prevalensinya yang berbeda-beda
antar ras (Cunningham et al, 2004).
d. Infeksi cairan amnion dan korion
Infeksi koriamnion yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme telah muncul
sebagai penyebab kasus pecah ketuban dini dan persalinan prematur. Proses
persalinan aterm diawali dengan aktivasi dari fosfolipase A2 (PLA-2) yang
melepaskan bahan asam arakidonat dari selaput amnion janin sehingga meningkatkan
penyediaan asam arakidonat benas untuk sintesis prostaglandin. Banyak
mikroorganisme yang menghasilkan fosfolipase A2 sehingga mencetuskan persalinan
prematur. Endotoksin bakteri (liposakarida) dalam cairan amnion merangsang sel
desidua untuk memproduksi sitokin dan prostaglandin yang memicu persalinan
(Cunningham, 2004). Drife dan Magowan dalam Prawirohardjo (2011) menyatakan
bahwa proses persalinan prematur yang dikaitkan dengan infeksi diperkirakan diawali
dengan pengeluaran produk sebagai hasil dari aktivasi monosit. Berbagai sitokin
termasuk interleukin-1, tumor nekrosing faktor (TNF), dan interleukin 6 adalah
produk sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan prematur. Sementara itu, Platelet
Activating Factor (PAF) yang ditemukan dalam air ketuban terlibat secara sinergik
pada aktivasi jalinan sitokin tadi. PAF diduga dihasilkan dari paru dan ginjal janin.
Dengan demikian janin memerankan peran sinergik dalam mengawali proses
persalinan prematur yang disebabkan oleh infeksi. Bakteri sendiri mungkin
menyebabkan kerusakan membran melalui pengaruh langsung dari protease.

Sedangkan Prawirohardjo (2011) menyatakan bahwa kondisi yang terjadi selama


kehamilan dapat berisiko terhadap kejadian persalinan prematur yang dibagi dalam dua
faktor, yaitu:
a. Janin dan plasenta
1) perdarahan trimester awal
2) perdarahan antepartum (plasenta previa, solution plasenta, vasa previa)
3) ketuban pecah dini (KPD)
4) pertumbuhan janin terhambat
5) cacat bawaan janin
6) kehamilan ganda/gemeli
7) polihidramnion
b. Ibu
1) penyakit berat pada ibu
2) diabetes mellitus
3) preeklamsia/hipertensi
4) infeksi saluran kemih/genital/intrauterin
5) penyakit infeksi dengan demam
6) stress psikologik
7) kelainan bentuk uterus/serviks
8) riwayat persalinan prematur/abortus berulang
9) inkompetensia serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
10) pemakaian obat narkotik
11) trauma perokok berat
12) kelainan imunologik/kelainan resus

Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :


a. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD,
pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion
b. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk uterus,
riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks, pemakaian obat
narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus

Namun menurut Nugroho (2010) ada beberapa resiko yang dapat menyebabkan partus
prematurus yaitu :
a. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks
terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar/memendek
kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih
dari 1 kali, riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan
preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
b. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah
kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari,
riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.

Sedangkan menurut Manuaba (2009), faktor predisposisi partus prematurus adalah


sebagai berikut:
a. Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun,
jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti; hipertensi,
jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang terlalu berat.
b. Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum,
komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban pecah dini.
c. Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam rahim
3. TANDA DAN GEJALA
Seperti halnya persalinan normal, persalinan prematur dapat ditandai dengan awitan
spontan kontraksi uterus dan nyeri dengan atau disertai pecah ketuban ketuban spontan.
Diagnosis persalinan prematur ditegakkan apabila ibu terbukti mengalami kontrasi teratur
disertai penipisan dan pembukaan serviks sebelum usia kehamilan 37 minggu (Holmes
2009, h. 102).
Menurut Winkjosastro (2008, h. 671) beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai
diagnosis ancaman persalinan prematur adalah :
a. Kontraksi yang berulang sedikitnya 7 - 8 menit sekali, atau 2 3 kali dalam waktu 10
menit.
b. Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain).
c. Perdarahan bercak.
d. Perasaan menekan daerah serviks.
e. Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembuakaan sedikitnya 2 cm dan
penipisan 50 80 %.
f. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ishiadika.
g. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan prematur.
h. Terjadi pada usia kehamilan 22 - 37 minggu.
4. KLASIFIKASI
Menurut kejadiannya, persalinan prematur digolongkan menjadi :
a. Idiopatik/Spontan.
Sekitar 50% penyebab persalinan prematur tidak diketahui, oleh karena itu
digolongkan pada kelompok idiopatik atau persalinan prematur spontan. Namun
penggolongan idiopatik saat ini dianggap berlebihan, karena ternyata setelah diketahui
banyak faktor yang terlibat dalam persalinan prematur dapat digolongkan ke dalamnya.
Apabila faktor-faktor penyebab lain tidak ada sehingga penyebab prematuritas tidak
dapat diterangkan, maka penyebab persalinan prematur ini disebut idiopatik.
b. Iatrogenik/Elektif.
Perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan etika kedokteran
menempatkan janin sebagai individu yang mempunyai hak atas kehidupannya (Fetus
as a Patient). Maka apabila kelanjutan kehamilan diduga dapat membahayakan janin,
janin akan dipindahkan ke dalam lingkungan luar yang dianggap lebih baik dari rahim
ibunya sebagai tempat kelangsungan hidupnya. Kondisi tersebut menyebabkan
persalinan prematur buatan/latrogenik yang disebut juga Elective preterm. Sekitar 25%
persalinan prematur termasuk kedalam golongan latrogenik/elektif. (Krisnadi 2009,
hh.4 - 5)
5. PATOFISIOLOGI
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang bertanggung jawab
untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama kehamilan atau adanya gangguan
yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani jalur persalinanan normal
sehingga memicu dimulainya proses persalinan secara dini. Empat jalur terpisah, yaitu
stress, infeksi, regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).

Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah, aliran darah ke
plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktifitas yang menimbulkan
kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan prematur.

Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada janin,
menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjailah imaturitas jaringan
pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas paru yang menyebabkan resiko
cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada kesehatan yang menyebabkan
ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan mengakibatkan kurangnya
pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat kehamilan.

6. PATHWAY

7. KOMPLIKASI
Permasalahan pada persalinan prematur bukan saja pada kematian perinatal, melainkan
bayi prematur sering disertai kelainan, baik kelainan jangka pendek maupun jangka
panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi adalah: RDS (Respiratory Distress
Syndrome), perdarahan intra/periventrikular, NEC(Necrotizing Entero Cilitis), displasi
bronko-pulmoner, sepsis, dan paten duktus arteriosus. Adapun kelainan jangka panjang
sering berupa serebral palsi, retinopati, retardasi mental, juga dapat berupa disfungsi
neurobehavioral dan prestasi sekolah yang kurang baik (Prawirohardjo, 2011).

Bayi yang lahir sebelum 32 minggu memiliki risiko yang sangat besar akan kematian dan
kesehatan yang buruk di masa kehidupannya, begitu juga dengan bayi yang lahir di antara
32 sampai 36 minggu masih tetap memiliki masalah kesehatan dan perkembangan
dibandingkan bayi yang dilahirkan cukup bulan (Institute of Medicine, 2006).
Komplikasi pada persalinan prematur terjadi karena sistem organ yang masih imatur yang
masih belum siap untuk mendukung kehidupan di lingkungan ekstrauterin. Inflamasi dan
pengeluaran sitokin yang mencetuskan parsalinan prematur diduga sebagai patogenesis
chronic lung disease, NEC(Necrotizing Entero Cilitis), ROP(Rethinopathy of
Prematurity), dan kerusakan pada brain white matter ( Behrman dan Butler, 2007).

También podría gustarte