Está en la página 1de 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang rawan terjadi bencana sehingga Indonesia

dikenal sebagai Supermarket bencana. Secara geologis, Indonesia terletak pada

pertemuan tiga lempeng kulit bumi aktif, yaitu Lempeng Pasifik di bagian timur,

Lempeng Euro-Asia di bagian utara, dan lempeng Indo-Australia di bagian

selatan. Pergerakan dan tumbukan ketiga lempeng tersebut menyebabkan lempeng

Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Euro-Asia. Pergerakan penunjaman

lempeng Euro-Asia ke selatan dengan lempeng Indo-Australia yang bergerak ke

utara menghasilkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api aktif sejajar

dengan jalur penunjaman kedua lempeng sepanjang Pulau Sumatra, Jawa, Bali,

Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi Utara (BNPB, 2010).

Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah mengalami dua letusan gunung

api terbesar di dunia. Tahun 1815 Gunung Tambora yang berada di Pulau

Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, erupsi dan memuntahkan sekitar 1,7 juta ton abu

dan material vulkanik. Tahun 1883 Gunung Krakatau juga mengalami erupsi dan

diperkirakan telah menewaskan lebih dari 120.000 jiwa (BNPB, 2010). Bencana

mematikan pada awal abad XXI juga terjadi di Indonesia. Pada tanggal 26

Desember 2004, sebuah gempabumi besar terjadi di Aceh. Gempa bumi ini

memicu tsunami yang menewaskan lebih dari 225.000 jiwa di sebelas negara dan

menghancurkan banyak kawasan pesisir di negara-negara yang terkena dampak

gempa bumi (BNPB, 2010).


Pergerakan lempeng Indo-Australia ke arah Lempeng Eurasia menyebabkan

Pulau Bali menjadi salah satu daerah yang memiliki tingkat kegempaan cukup

tinggi. Bagian selatan Pulau Bali termasuk bagian zona aktif gempa bumi pemicu

tsunami karena bagian selatan Pulau Bali merupakan bagian Zona Subduksi

Sunda. Sedangkan bagian utara Pulau Bali termasuk zona patahan naik busur

belakang (back arc thrust) yang memicu gempa bumi dan tsunami (Septiadhi,

2012). Sejarah kegempaan yang pernah terjadi di Bali diantaranya gempa Seririt

1976 menewaskan 559 orang, gempa di Culik 1979 yang menewaskan 25 orang

dan 11 diantaranya anak dibawah 12 tahun, dan terakhir gempa Karangasem 2

Januari 2004 yang menyebabkan kerugian berupa harta benda. Hal tersebut

merupakan bukti bahwa bali merupakan daerah yang rawan terhadap gempa bumi

dan anak-anak rentan untuk menjadi korban. (Daryono, 2004 cit. Rahmasari,

2014).

Anak sekolah adalah salah satu kelompok rentan yang paling berisiko

terkena dampak bencana Kerentanan anak-anak terhadap bencana disebabkan oleh

faktor keterbatasan pemahaman tentang risiko-risiko di sekeliling mereka, yang

berakibat tidak adanya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Berdasarkan

data kejadian bencana di beberapa daerah banyak korban terjadi pada anak usia

sekolah baik di jam sekolah ataupun di luar jam sekolah, hal ini menunjukkan

bahwa pentingnya pendidikan mengenai bencana dan pengurangan risiko bencana

diajarkan sejak dini untuk memberikan pemahaman mengenai langkah-langkah

yang harus dilakukan saat terjadi ancaman (Sunarto, 2012 cit. Indriasari, 2015)

Pendidikan siaga bencana dapat dilakukan sejak dini melalui program siaga

bencana di sekolah supaya anak-anak dapat mengetahui bagaimana cara


menyelamatkan diri saat terjadi bencana (Setyaningrum, 2010 cit. Indriasari,

2015). Pendidikan siaga bencana sangat baik diawali pada anak usia sekolah

dasar. Menurut Jean Piaget, pada masa ini merupakan fase operasional konkret,

anak-anak lebih mengenal kenyataan dan mudah menirukan apa-apa yang

diberikan, selain itu kemampuan anak belajar konseptual mulai meningkat dengan

pesat dan memiliki kemampuan belajar dari benda, situasi, dan pengalaman yang

dijumpai (Suprajitno, 2004). Berdasarkan hal tersebut, maka pendidikan siaga

bencana pada anak usia sekolah dasar merupakan langkah yang sangat strategis

karena penanaman konsep kesiapsiagaan bencana lebih baik dilakukan sejak dini.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian tentang

Pengaruh Pemberian Pelatihan Penanggulangan Bencana Gempa Bumi terhadap

Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Gempa Bumi di SMP N 2 Kerambitan

sebagai wadah edukasi penguatan pengetahuan dan sikap siswa tentang

kesiapsiagaan menghadapi ancaman bencana di Bali.

También podría gustarte