Está en la página 1de 8

TUGAS 4

KONDENSASI HELIUM MENURUT DISTRIBUSI BOSE-


EINSTEIN

Disusun Oleh :
1. Mohamad Itsnan
2. Mustofa Ali Yafi
3. Nurmalita Sari (K2311056)
4. Pratiwi Restu Murti (K2311061)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
Statistik Bose-Einstein

Pembicaraan berikut ini masih di sekitar partikel yang tak berinteraksi satu
sama lain dan tunduk pada aturan kuantum. Kita akan menurunkan distribusi
statistik untuk boson, suatu sistem yang momentum sudutnya merupakan
kelipatan bilangan bulat dari h / 2p dan juga tidak memenuhi larangan Pauli.
Dari kacamata mekanika statistik perbedaan mendasar antara sistem boson
dan sistim klasik adalah bahwa dua buah boson identik dan tidak dapat dibedakan.
Dalam sistem klasik, pertukaran dua sistem akan menghasilkan susunan yang
berbeda, sedangkan dalam sistem boson tidak. Perbedaan tersebut menyebabkan
adanya hasil yang berbeda dalam perhitungan distribusi energi dengan peluang
terbesar dalam sistem.
Perbedaan lain antara sistem kuantum dengan sistem klasik adalah sifat
diskrit keadaan energi yang tersedia. Dalam statistik klasik, energi dibagi dalam
tingkatan yang diskrit. Dalam kasus mekanika kuantum keadaan energi diskrit
tetap diperlukan dengan menganggap bahwa tiap keadaan yang tersedia
menempati volume tertentu dalam sebuah ruang fase.

DISTRIBUSI BOSE-EINSTEIN

Metode perhitungan distribusi energi dengan peluang terbesar dalam


sebuah assembly untuk partikel identik seperti halnya boson sama dengan yang
telah dilakukan untuk assembly klasik. Konfigurasi assembly tetap ditandai
dengan pita energi s, mengandung gs keadaan dengan selang energi antara e dan
e + d e , mengandung ns sistem. Pembatasan tetap dilakukan pada jumlah sistem
yang ditempatkan ns dalam kaitannya dengan energi total E dan jumlah total
sistem N melalui hubungan

n e
s
s s =E n
s
s =N

Semarang yang akan hitung hdala jumlah susunan yang berbeda dari
sistem apabila disebar dalam tingkatan energi. Oleh karena sistemnya tidak dapat
dibedakan maka pertukaran dua sistem tidak akan menghasilkan susunan yang
baru.
Misalkan terdapat g s keadaan dari pita s yang ditunjukkan dengan kotak
dalam gambar. Sejumlah ns sistem dapat disusun atau disebar diatara g s keadaan.
Jika pengisian dimulai dari kiri. Jika pada sisi paling kiri ditempatkan sebuah
sistem, maka pada sisi selanjutnya terdapat ( g s - 1) keadaan. Banyaknya cara
memilih sistem adalah ( g s - 1 ) + ns
. Dan banyaknya cara menempatkan ns
sistem diantara ( g s - 1) keadaan estela keadaan pertama adalah ( g s - 1 ) + ns
!.
Jadi banyaknya cara menempatkan ns sistem diantara g s keadaan adalah
( g s - 1) + ns
gs
!

Ingat bahwa sistemnya tak terbedakan, sehingga banyaknya susunan yang


berbeda ws dari sistem dengan jumlah pita s adalah :

( g s - 1) + ns
gs
!

ws =
g s ! ns !
Penyusunan sistem dalam suatu pita tak bergantung pada penyusunan sistem lain
dalam pita yang lain. Tetapi kita dapat menyatukan susunan-susunan tersebut
untuk membentuk assembly, dengan bobot W yang konfiguarasinya merupakan
perkalian jumlah susunan berbeda dari masing-masing sistem. Jadi

W = ws
s

=
( g s - 1) + ns !
s ( g s - 1)!ns !
Seperti halnya dalam statistik Maxwell-Bolzmann, konfigurasi dengan peluang
terbesar dapat ditentukan dengan mencari nilai ns yang memberikan nilai
maksimum untuk W. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode
pengali tak tentu Lagrange

log W
n + a + be s
dns = 0
s s

Oleh karena pada nilai maksimum persamaan di atas tetap berlaku untuk
semua nilai dns yang kecil, maka nilai yang ada dalam tanda kurung harus sama
dengan nol untuk setiap harga s . Jadi

log W
+ a + be s = 0
ns
Kita asumsikan bahwa nilia g s ! dan ns ! cukup besar untuk memungkinkan kita
menggunakan pendekatan Striling, sehingga log W dapat ditulis

log W = log ws
s

( g s - 1 + ns ) log ( g s - 1 + ns ) - ( g s - 1) log ( g s - 1) - ns log ns


=

s
Dari persamaan di atas diperoleh
log W
= log ( g s - 1 + ns ) - log ns
ns
Oleh karena g s dan ns jauh lebih besar dari pada satu, maka :
log W g + ns
= log s
ns ns

Substitusi persamaan 4.7 ke dalam persamaan 4.5 diperoleh

g + ns
log s + a + be s = 0
ns
gs
=e (
- a + be s )
-1
ns
Jadi
gs
ns =
exp ( - ( a + be s ) ) - 1

yang secara umum dikenal dengan distribusi Bose-Einstein untuk assembly boson.
Seperti hasil yang diperoleh dalam Bab sebelumnya b = -1 / kT .

GAS BOSE-EINSTEIN

Jika molekul gas yang dibicarakan memiliki momentum sudut dalam


satuan h / 2p maka gas tersebut dikategorikan sebagai boson dan memenuhi
aturan statistik Bose-Einstein. Distribusi molekul gas terhadap pita-pita energi
dengan harga bervariasi memenuhi persamaan 4.9
Oleh karena setiap keadaan yang diizinkan berada dalam volume h3 pada
ruang fase, maka bobot suatu pita yang berada dalam volume d G dalam ruang
fase
dG
g= 3
h
Jumlah keadaan energi yang tersedia dalam interval energi e dan e + d e dalam
ruang dengan volume V adalah

2p ( 2m )
3/ 2
e 1 / 2de
V
g ( e ) de =
h3
dimana g ( e ) menyatakan rapat keadaan.
Jumlah molekul yang memiliki energi dalam interval e dan e + d e dalam
ruang dengan volume V adalah
1 2p ( 2m ) e d e
3/ 2 1/ 2
V
n ( e ) de = 3
h 1
exp ( e / kT ) - 1
A

Nilai A dalam persamaan di atas dapat dicari melalui hubungan



n ( e ) de = N
0

RADIASI BENDA HITAM

Radiasi gelombang elektromagnetik yang berada dalam suatu temperatur


sekeliling konstan T dapat dipandang sebagai assembly foton dengan energi
bervariasi. Oleh karena foton memiliki momentum sudut dalam satuan h / 2p ,
maka secara alami berperilaku seperti boson dan distribusi energinya mengikuti
distribusi statistik Bose-Einstein. Namun terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan, sebagai berikut :

(i). Karena foton dapat dipancarkan dan diserap kembali oleh dinding di
sekitarnya, maka jumlah foton di dalam ruang tidak tetap (menentu). Pembatasan
ns = N atau dns = 0 tidak berlaku lagi dan pengali a sama dengan nol
s s

(dalam hal ini A = ea = 1 ).

(ii). Energi tiap foton adalah hv , dimana v adalah frekwensi radiasi, oleh karena
itu lebih mudah kita nyatakan energi sebagai fungsi frekwensi atau panjang
gelombang foton. Jumlah modus gelombang yang independen dengan panjang
( )
gelombang berada diantara l dan l + d l adalah 4p / l d l per satuan volume
4

dalam ruang. Oleh karena foton memiliki dua arah polarisasi, maka modusnya
dikali dua. Jadi jumlah keadaan yang diizinkan atau modus dalam interval l dan
l + d l adalah

8p
g ( l ) dl = dl
l4
persatuan volume dimana g ( l ) adalah rapat keadaan yang dinayatakan sebagai
fungsi panjang gelombang. Jadi jumlah foton dalam suatu pita energi pada
temperatur T adalah

gs
ns =
exp ( hvs / kT ) - 1
Jumlah foton dengan panjang gelombang diantara l dan l + d l diperoleh
dengan jalan mensubstitusi g s dengan g ( l ) d l serta menyatakan hv = hc / l .
Jadi

8p 1
nl ( l ) d l = dl
l 4
exp ( hc / l kT ) - 1
c adalah kelajuan cahaya.
Distribusi spektrum energi gas foton dapat dinayatakan dalam bentuk
E ( l ) , yakni energi yang diradiasi persatuan volume persatuan panjang
gelombang pada panjang gelombang l . Karena E ( l ) = nl ( l )hv = nl ( hc / l ) ,
maka energi radiasi dalam interval panjang gelombang tersebut adalah

8p hcd l
E ( l ) dl =
l exp { ( hc / l kT ) } - 1
5

Persamaan di atas dikenal dengan Hukum Radiasi Planck untuk spektrum energi
radiasi dalam suatu ruang bertemperatur sekeliling T. Bentuk kurva E( l ) sebagai
fungsi panjang gelombang ditunjukkan pada gambar.

1/Panjang Gelombang ( l )
Beberapa hasil eksperimen, pengamatan maupun teori yang diungkapkan
para ahli memiliki kaitan dan ternyata cocok dengan hukum ini.

( )
(a). Ungkapan E( l ) dalam bentuk 1 / l f ( lT ) adalah sesuai dengan apa yang
5

diramalkan oleh Wien dalam Hukum Radiasi Wien berdasarkan teori


termodinamika.

(b). Pada nilai panjang gelombang yang cukup besar, dimana


exp ( hc / l kT ) ; 1 + hc / l kT , persamaan 4.21 dapat direduksi menjadi
8p kTd l
E ( l ) dl
l4
yang cocok dengan rumus Rayleigh-Jeans klasik yang diturunkan dari asumsi
( )
bahwa tiap 8p / l d l foton memiliki energi osilator harmonik klasik sebesar
4

kT .

(c). Pada panjang gelombang yang pendek, yakni exp ( hc / l kT ) ? 1, maka


persamaan 4.21 menjadi
8p hc
E ( l ) d l 5 exp ( -hc / l kT ) d l
l
tak lain adalah Rumus Distribusi Wien yang secara empiris merupakan hasil
eksperimen pada daerah dengan panjang gelombang yang pendek.

(d). Jika sebuah lubang kecil dibuat di pada sisi dimana di sekitarnya
bertemperatur konstan, energi elektromagnetik akan dipancarkan keluar dari sisi.
Dari teori kinetik diketahui bahwa jika gas mengandung sejumlah n molekul per
satuan volume, jumlah molekul yang menumbuk pada satu satuan luas per satuan
waktu adalah 41 nv , dimana v adalah kecepatan rata-rata molekul. Jumlah foton
yang dipancarkan dengan panjang gelombang diantara l dan l + d l per satuan
luas lubang per satuan waktu nrad ( l )d l adalah
c
nrad ( l )d l = nl ( l )d l
4
Dengan menggunakan persamaan 4.20, maka
2p cd l
nrad ( l )d l = 4
l { exp ( hc / l kT ) - 1}
Energi yang dipancarkan per satuan luas per satuan waktu dalam interval
panjang gelombang tertentu adalah energi tiap foton dikalikan jumlah foton
( hc / l ) nrad ( l )d l yang dapat ditulis dengan
2p hc 2 d l
Erad ( l )d l =
l 5 { exp ( hc / l kT ) - 1}
(e). Energi total E per satuan volume diperoleh dengan megintegrasi persamaan
4.21 ke seluruh jangkauan panjang gelombang

E ( l ) dl
E=
0

8p hcd l
= 5
0 l { exp ( hc / l kT ) - 1}
4
8p h kT t 3
= 3 t
c h 0
e -1

t3 p4
dalam hal ini t = hc / l kT . Nilai t = sehingga :
0
e - 1 15

8p 5 k 4
E = 3 3 T 4
15h c
yang sama dengan rapat energi yang dinayatakan oleh hukum Stefan-Boltzmann.
Hukum Stefan-Boltzmann dalam bentuk energi yang diradiasi per satuan
luas per satuan waktu dari benda bertemperatur mutlak T adalah
Erad = s T 4
dalam hal ini s adalah tetapan Stefan. Ungkapan ini dapat diperoleh dengan
mengintegrasi langsung persamaan 4.25 atau mengalikan persamaan 4.28 dengan
4 c , sehinga diperoleh
1

2p 5 k 4
E=
15h 3c 2

También podría gustarte