Está en la página 1de 9

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara disamping penerimaan dari sumber


migas dan non migas. Dengan posisi yang sedemikian itu pajak merupakan
penerimaan strategis yang harus dikelola dengan baik . Dalam struktur keuangan
Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak
dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Latar Belakang Diberlakukannya Pajak Penjualan atas Barang Mewah


Setiap pemungutan pajak termasuk pemungutan Pajak Pertambahan Nilai diharapkan
mencerminkan keadilan baik secara horizontal maupun vertikal. Untuk mencapai
sasaran agar pemungutan Pajak Pertambahan Nilai mencerminkan keadilan tersebut
maka diberlakukan pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), di
samping diberlakukan tarif proporsional dan progresif.

DASAR HUKUM PPn DAN PPnBM


Dasar Hukum
a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 yang tetap dinamakan Undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2002 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18
Tahun 2000.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak
Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak
yang Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
12 Tahun 2006.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007.

BARANG KENA PAJAK (BKP)

1. Pengertian

Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang
bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.

Barang kena pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang PPN
1984.

Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud adalah :

1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian


atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia,
merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa
lainnya.
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial
atau ilmiah.
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial atau
komersial.
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan
atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a, penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak tersebut pada huruf b, atau pemberian pengetahuan atau
informasi tersebut pada huruf c, berupa :

Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik,
atau teknologi yang serupa.
Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui
satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa.
Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio
komunikasi.

1. Penggunaan atau hak mengguanakn film gambar hidup (motion picture films),
film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio,
2. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau
pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana
tersebut di atas.

2. Pengecualian BKP

Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut :

1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
3. Makanan dan minuman yang disajikan oleh hotel, restoran, rumah makan,
warung, dan sejenisnya.
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi dan lainnya).

Jasa kena pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang/ fasilitas/ kemudahan/ hak tersedia
untuk dipakai, termasuk menghasilkan barang berdasarkan pesanan dengan bahan dan
petun][uk pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
\
Diantaranya : Jasa konsultan, jasa sewa, jasa konstruksi, jasa perantara, dsb.

Pada dasarnya semua jasa merupakan Jasa Kena Pajak (JKP), kecuali yang dinyatakan
lain oleh Undang-Undang PPN itu sendiri. Jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah jasa
tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
1. jasa pelayanan kesehatan medis;
2. jasa pelayanan sosial;
3. jasa pengiriman surat dengan perangko;
4. jasa keuangan;
5. jasa asuransi;
6. jasa keagamaan;
7. jasa pendidikan;
8. jasa kesenian dan hiburan;
9. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
10. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
11. jasa tenaga kerja;
12. jasa perhotelan;

13. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum;

14. jasa penyediaan tempat parkir;

15. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;

16. jasa pengiriman uang dengan wesel pos;

17. jasa boga atau katering.

PENGECUALIAN JKP

Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam
kelompok jasa sebagai berikut:

1. jasa pelayanan kesehatan medis;


2. jasa pelayanan sosial;
3. jasa pengiriman surat dengan perangko;
4. jasa keuangan;
5. jasa asuransi;
6. jasa keagamaan;
7. jasa pendidikan;
8. jasa kesenian dan hiburan;
9. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
10. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
11. jasa tenaga kerja;
12. jasa perhotelan;
13. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum;
14. jasa penyediaan tempat parkir;
15. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
16. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
17. jasa boga atau katering.
PengertianPengusahaKenaPajak(PKP)
adalah:
OrangPribadiatauBadandalambentukapa
punyangdalamkegiatanusahaatau
pekerjaannya:
menghasilkanBarangKenaPajak

(BKP).
mengimporBarangKenaPajak(BKP).

mengeksporBarangKenaPajak(BKP).

melakukanusahaperdagangan.

memanfaatkanBarangKenaPajak

(BKP)tidakberwujuddariluardaerah
pabean.
melakukanusahaJasaKenaPajak(JKP)

memanfaatkanJasaKenaPajak(JKP)

dariluardaerahpabean.

Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:


1. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
2. pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau
perjanjian sewa guna usaha (leasing);
3. penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru
lelang;
4. pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;
5. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan;
6. penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang;
7. penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi; dan
8. penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka
perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang
penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang
membutuhkan Barang Kena Pajak.

Pada dasarnya semua barang dan jasa adalah objek PPN. Tetapi oleh karena adanya
pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya, maka diatur sendiri oleh Undang-undang PPN
bahwa ada barang dan jasa tertentu yang tidak dipungut serta dikecualikan dari
pengenaan PPN dan dibebaskan dari pungutan PPN.

Objek PPN dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua) jenis, yaitu:


1. Barang Kena Pajak yaitu barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya
dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak
berwujud yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
2. Jasa Kena Pajak yaitu setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan
atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas
petunjuk dari pemesan, yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Apa saja yang menjadi Objek PPN selengkapnya diatur dalam Undang-undang PPN pasal
4, pasal 16 C, dan pasal 16 D.

Pasal 4:

PPN dikenakan atas:


1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
2. Impor Barang Kena Pajak;
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pasal 16 C:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan
Keputusan Menteri Keuangan."

Pasal 16 D:
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva
yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak,
kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c."

Pengertian Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak Penjualan Atas Barang


Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah
yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor barang
tersebut dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Ingin menghitung PPN dan PPnBM secara online, otomatis dan


terintegrasi untuk perusahaan Anda?

Gunakan OnlinePajak, aplikasi pajak online yang user-friendly dan hemat waktu.
Hitung, setor dan lapor PPN, PPh 23 dan PPh 21 (beta) dilakukan hanya dalam satu
aplikasi terpadu!
Prinsip dan Pertimbangan Pemungutan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah

Berikut beberapa pertimbangan mengapa pemerintah Indonesia menganggap bahwa


PPnBM sangatlah penting untuk diterapkan:

Agar tercipta keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang


berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi
Untuk mengendalikan pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah

Perlindungan terhada produsen kecil atau tradisional

Mengamankan penerimanaan negara

Prinsip Pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ialah hanya 1 (satu) kali saja,
yaitu pada saat:

Penyerahan oleh pabrikan atau produsen Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah

Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah

Pemungutan PPnBM sama sekali tidak memperhatikan siapa yang mengimpor maupun
seberapa sering produsen atau pengusaha melakukan impor tersebut (lebih dari sekali
atau hanya sekali saja)

Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah

Barang-barang yang tergolong mewah dan harus dikenai PPnBM ialah:

Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok


Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu

Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi

Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas sosial

Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Menurut Pasal 8 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, tarif pajak penjualan atas barang
mewah ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi sebesar 200%
(dua ratus persen). Jika pengusaha melakukan ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah maka akan dikenai pajak dengan tarif sebesar 0% (nol persen).
Perhitungan dan Pelaporan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dihitung dengan cara mengalikan
persentase tarif PpnBM dengan nilai Dasar Pengenaan Pajak (harga barang sebelum
dikenakan pajak, termasuk PPN). Sedangkan, untuk membuat laporan PpnBM harus
menggunakan formulir SPT Masa PPN 1111. Selama masih berada dalam satu periode
pajak yang sama, Pajak Penjualan atas Barang Mewah tersebut dapat dilaporkan bersama
dengan PPN dan PPN Impor. Pelaporan PpnBM harus segera dilakukan paling lama pada
akhir bulan berikutnya setelah tanggal faktur dibuat.

También podría gustarte