Está en la página 1de 36

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) berasal dari kata Yunani diabinein yang artinya
tembus atau pancuran air dan kata lain mellitus yang artinya rasa
manisyang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai
dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus menerus dan
bervariasi terutama setelah makan. Diabetes Melitus juga merupakan suatu
keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat
gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Banyak orang yang masih menganggap
penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang hanya timbul
karena faktor keturunan. Pada hal, setiap orang dapat mengidap diabetes, baik tua
maupun muda, termasuk saya sendiri dan anda. Sebagai dampak positif
pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam kurun waktu 60 tahun
merdeka. Pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang cukup
meyakinkan. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun, meskipun
diakui bahwa angka penyakit infeksi ini masih dipertanyakan dengan timbulnya
penyakit baru seperti hepatitis B, AIDS, angka kesakitan TBC yang masih tinggi,
dan akhir-akhir ini flu burung, Demam Berdarah Dengue (DBD), antraks dan
polio melanda Negara kita yang kita cintai ini. Dilain pihak penyakit menahun
yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, diantaranya diabetes meningkat
dengan tajam. Perubahan pola penyakit itu diduga ada hubungannya dengan cara
hidup yang berubah pola makan barat-baratan, dengan komposisi makanan yang
terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam, dan mengandung sedikit
serat. Komposisi makanan seperti ini terutama terdapat pada makanan siap santap
yang akhir-akhir ini sangat digemari terutama oleh anak-anak muda. Disamping
itu cara hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan dari pagi sampai sore bahkan
2

kadang sampai malam hari duduk dibelakang meja menyebabkan tidak adanya
kesempatan untuk berkreasi atau berolahraga, apalagi bagi para eksekutif hampir
setiap hari harus lunch atau dinner dengan para relasinya dengan menu
makanan barat yang aduhai pola hidup beresiko seperti inilah yang
menyebabkan tingginya kekerapan Penyakit Jantung Koroner (PJK), hipertensi,
diabetes.

Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 dalam jumlah


penderita Diabetes Melitus didunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat
sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006
diperkirakan jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia meningkat tajam
menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 % yang sadar mengidapnya dan diantara
mereka baru sekitar 30 % yang datang berobat teratur. Hal ini mungkin
disebabkan minimnya informasi dimasyarakat tentang diabetes terutama gejala-
gejalanya. Angka rawat inap bagi penderita Diabetes Melitus adalah 2,4 kali lebih
besar pada orang dewasa dan 5,3 kali lebih besar pada anak-anak bila
dibandingkan dengan populasi umum separuh dari keseluruhan penderita diabetes
yang berusia lebih dari 65 tahun dirawat dirumah sakit setiap tahunnya,
komplikasi yang serius dan dapat membawa kematian sering turut menyebabkan
peningkatan angka rawat inap bagi para penderita diabetes, maka selama klien
dirawat di rumah sakit, perawat yang selama 24 jam berada disamping klien
sangat diharapkan perannya, tidak hanya terhadap keadaan fisik klien, tetapi juga
psikologis klien dan memberi motivasi dan edukasi kepada klien tentang
pentingnya kepatuhan klien terhadap diet dengan tidak mengesampingkan aspek
asuhan keperawatan yang lain.

1.2 Tujuan

Tujuannya untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan DM pada lansia,


penyebab dan tanda gejala pada penderita lansia DM.
3

1.3 Manfaat

Manfaat dari penderita lansia ini sehingga memahami pengertian DM,


penyebab DM dan tanda gejala DM.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam


kegiatan yang akan dilakukan ini adalah perawatan pada lansia menderita DM
melalui pendidikan kesehatan dan penerapan pada keluarga.
4

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, demham tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya
insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein.
(Askandar, 2000).

Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya


jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis
yang disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2001 ). Gangren Kaki Diabetik adalah
luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan
yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001).

2.2 Epidemiologi
McCarthy dan Zimmet (1993) memperkirakan jumlah pasien DM di dunia
akan mencapa i306 juta jiwa pada tahun 2020.Dikawasan ASEAN sendiri juga
didapatkan pola peningkatan serupa.Jumlah penderita DM pada tahun 1995 yang
diperkirakan berjumlah 8,5 juta jiwa,meningkat menjadi 12,3 juta jiwa pada tahun
2000 dan 19,4 juta jiwa pada tahun 2010 (Misnadiarly,2006).
Di Indonesia sendir imasalah DM sudah merupakan masalah masyarakat
karena prevalensinya yang meningkat 2-3 kali lebih cepat dari negara
maju(DepkesRI,2005). Dalam Diabetes Atlas 2000 (Internasional Diabetes
Federation) perkiraan penduduk Indonesia yang berumur diatas 20 tahun adalah
sebesar 125 juta dengan asumsi prevalensi DM sebesar4,6%,maka jumlah
penderita adalah 5,6 juta jiwa.Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah penduduk
yang berusia diatas 20 tahun berjumlah 178 juta jiwa dengan asumsi prevalensi
sebesar 4,6%, akan didapat 8,2 juta jiwa penderita diabetes (Kurniati, 2004).

2.3 Etiologi
5

1. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya
memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang
dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :

a. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta


sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
b. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara
lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
c. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel-sel antibodi
antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi
insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
d. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan
kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin
yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
2. Gangren Kaki Diabetik
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik
dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.

Faktor endogen : a. Genetik, metabolik


b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen : a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat

2.4 Tanda dan Gejala


6

Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas


walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (kesemutan).
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2001: 1220).
Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,
yaitu:
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti claw,callus .
b. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
7

2.5 Patofisiologi
Patofisiologi ulkus diabetik menurut masing-masing penyebab, memiliki
penjelasan yang berbeda. Neuropati perifer pada diabetes merupakan suatu
multifaktorial dan diperkirakan merupakan akibat dari penyakit vaskuler yang
menutupi vasa nervoum, disfungsi endotel, defisiensi mioinositol-perubahan
sintesis mielin dan menurunnya aktivitas Na-K ATPase, hiperosmolaritas kronis,
yang menyebabkan edema pada saraf tubuh serta pengaruh peningkatan sorbitol
dan fruktose.
Neuropati disebabkan karena peningkatan gula darah yang lama sehingga
menyebabkan kelainan vaskuler dan metabolik. Peningkatan kadar sorbitol
intraseluler, menyebabkan saraf membengkak dan terganggu fungsinya.
Penurunan kadar insulin sejalan dengan perubahan kadar peptida neurotropik,
perubahan metabolisme lemak, stres oksidatif, perubahan kadar bahan vasoaktif
seperti nitrit oksida akan mempengaruhi fungsi dan perbaikan saraf. Kadar
glukosa yang tidak tergulasi akan meningkatkan kadar AGE (Advanced
Glycosylated End Product) yang terlihat pada molekul kolagen yang mengeraskan
ruangan-ruangan yang sempit pada ekstremitas superior dan inferior. Kombinasi
antara pembengkakan saraf yang diesebabkan oleh terjadinya berbagai mekanisme
dan penyempitan kompartemen karena glikosiliasi kolagen menyebabkan double
crush syndrome dimana dapat menimbulkan kelainan fungsi saraf motorik,
sensorik, dan otonomik
Perubahan neuropati yang telah diamati pada ulkus diabetik merupakan
akibat langsung dari kelainan sistem persarafan motorik, sendorik dan otonomik.
Hilangnya fungsi sudomotor pada neuropati otonomik menyebabkan anhidrosis
dan hiperkeratosis. Kulit terbuka akan mengakibatkan masuknya bakteri sehingga
menimbulkan infeksi. Berkurangnya sensibilitas kulit pada penonjolan tulang dan
sela-sela jari sering menghambat deteksi dari luka-luka kecil pada kaki.
Penderita diabetes juga dapat mengalami ulkus diabetik ketika menderita
penyakit yang berhubungan dengan arterial. Seperti atherosklerosis pada arteri
besar dan sedang, misalnya pada aortailiaka, dan femoropoplitea. Penyakit arteri
ini dapat diduga dari hasil kadar LDL dan VLDL, peningkatan faktor con
8

Willbrand plasma, inhibisi sintesis prostasiklin, peningkatan kadar fibrinogen


plasma dan peningkatan adhesifitas platelet. Secara keseluruhan, penderita
diabetes mempunyai kemungkinan besar menderita atherosklerosis, terjadi
penebalan membran basalis kapiler, hialinosis arteriolar, dan proliferasi endotel.
Peningkatan viskositas darah yang terjadi pada pasien diabetes timbul
berawal pada kekakuan membran sel darah merah sejalan dengan peningkatan
agregasi eritrosir. Karena sel darah merah bentuknya harus lentur ketika melewati
kapiler, kekakuan ini dapat menyebabkan hambatan aliran dan kerusakan pada
endotelial. Glikosilasi non enzimatik protein spektrin membran sel darah merah
yang bertanggungjawab atas kekakuan tersebut. Akibatnya, viskositas darah akan
meningkat. Mekanisme glikosilasi ini hampir sama seperti yang terlihat dengan
hemoglobin dan berbanding lurus dengan kadar glukosa darah.
Penurunan aliran darah sebagai akibat dari perubahan viskositas memacu
meningkatkan kompensasinya dalam tekanan perfusi sehingga akan meningkatkan
transudasi melalui kapiler dan selanjutnya akan meningkatkan viskositas darah.
Iskemia perifer yang terjadi lebih lanjut disebabkan oleh peningkatan afinitas
hemoglobin terglikolasi terhadap molekul oksigen. Efek merugikan oleh adanya
hiperglikemia terhadap aliran darah dan perfusi jaringan sangatlah signifikan.
Diabetes bisa memberikan dampak buruk pada beberapa sistem organ
termasuk sendi dan tendon. Hal ini biasanya terjadi pada tendon achiles dimana
AGEs berhubungan dengan molekul kolagen pada tendon sehingga menyebabkan
hilangnya elastisitas dan bahkan akan terjadi pemendekan pada tendon. Akibat
ketidakmampuan gerakan dorsofleksi telapak kaki, dengan kata lain arkus dan
kaput metatarsal mendapatkan tekanan tinggi dan lama karena adanya gangguna
berjalan (gait)
Hilangnya sensasi pada kaki akan menyebabkan tekanan berulang, injuri
dan fraktur, kelainan struktur kaki, misalnya hammertoes, kalus, kelainan
metatarsal, atau kaki charcot. Tekanan yang terus menerus pada akhirnya akan
terjadi kerusakan jaringan lunak. Tidak terasanya panas dan dingin, tekanan
sepatu yang salah. Faktor ini ditambah dengan aliran darah yang buruk sehingga
akan meningkatkan resiko kehilangan anggota gerak pada penderita diabetes.
9

2.6 Komplikasi & Prognosis


Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai
akut dan kronik :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi
koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi
serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena
semakin tua usia penderita diabetes melitus semakin mudah untuk mendapatkan
masalah yang serius pada kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes
melitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas sirkulasi, dan keterampilan
dari tenaga medis atau paramedis

2.7 Pengobatan
1. Medis
10

Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan medis pada pasien dengan


Diabetes Mellitus meliputi:
a. Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3) Penghambat glukoneogenesis.
4) Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah.
2. Keperawatanan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara
lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan
ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan
larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril.
Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap
kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut Smeltzer
dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes
Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk
memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi,
mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
b. Latihan
11

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan


menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara
optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada
malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari
keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri
dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
f. Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan
berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12
gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita
DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan
komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau
inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar.
Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat
membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan
hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga
kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien
secara total.
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus.
Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda,
sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat
ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai
harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah
12

tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang
ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan
pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.

2.8 Pencegahan
Fokus utama penanganan kaki diabetik adalah pencegahan terhadap
terjadinya luka. Strategi pencegahan meliputi edukasi kepada pasien, perawatan
kulit, kuku dan kaki dan penggunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada
penderita dengan risiko rendah diperbolehkan menggunakan sepatu, hanya saja
sepatu yang digunakan tidak sempit atau sesak. Sepatu atau sandal dengan
bantalan yang lembut dapat mengurangi resiko terjadinya kerusakan jaringan
akibat tekanan langsung yang dapat memberi beban pada telapak kaki. Pada
penderita diabetes melitus dengan gangguan penglihatan sebaiknya memilih kaos
kaki yang putih karena diharapkan kaos kaki putih dapat memperlihatkan adanya
luka dengan mudah.

Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes melitus adalah


kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi risiko terjadinya
kuku yang tumbuh kedalam dan menusuk jaringan sekitar. Edukasi tentang
pentingnya perawatan kulit, kuku dan kaki serta penggunaan alas kaki yang dapat
melindungi dapat dilakukan saat penderita datang untuk kontrol.
Kaidah pencegahan kaki diabetik, yaitu;
1. Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting sehingga
menuntut perhatian penuh.
2. Kaki harus dibersihkan secara teliti dan dikeringkan dengan handuk kering
setiap kali mandi.
3. Kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya, dapat dengan
menggunakan cermin.
4. Kaki harus dilindungi dari kedinginan.
5. Kaki harus dilindungi dari kepanasan,batu atau pasir panas dan api.
6. Sepatu harus cukup lebar dan pas.
13

7. Dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat.


8. Kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpa lipatan.
9. Alas kaki tanpa pegangan, pita atau tali antara jari.
10. Kuku dipotong secara lurus.
11. Berhenti merokok.
14

BAB 3. PATHWAY

Faktor genetik Umur diatas 30


Imunologi
tahun

Antigen HLA
Infeksi virus
Intoleransi insulin

Gangguan limfosit
Merusak fungsi
imun Fungsi leukosit Intoleransi tidak
adequat

RESIKO INFEKSI

Kerusakan sel beta


Penurunan jumlah insulin

hiperglikemia

Angiopati diabetik

mikroangiopati mikroangiopati

Terganggunya aliran Neuropati perifer


darah ke kaki

Ggg sensori motorik


Penurunan asupan
O2
trauma

trauma

ULKUS

Edema pada daerah


Respon inflamasi infeksi
sekitar luka

Peningkatan suhu tubuh gangren


Timbul rasa
NYERI KRONIS
nyeri
HIPERTERMI KERUSAKAN
INTEGRITAS
JARINGAN KULIT Atropi otot
15

Timbul bau tak sedap


pada luka

Muncul perasaan malu

GANGGUAN CITRA
DIRI DAN HARGA
DIRI RENDAH
16

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

Contoh Kasus

Seorang nenek (Ny. M) yang berusia 65 tahun diketahui menderita


penyakit diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu. Namun, sejak 3 bulan yang
lalu, terdapat luka di bagian kaki kirinya. Awalnya luka tersebut diakibatkan
tergores oleh kayu, namun lama kelamaan luka tersebut semakin membesar dan
mengeluarkan nanah serta bau yang tidak sedap. Klien mengatakan jika merasa
kesemutan dengan luka di bagian kaki kirinya. Klien mengalami penurunan berat
badan yang cukup banyak, sebelum sakit, BB klien adalah 68 kg, namun saat sakit
BB klien turun menjadi 43 kg. Klien tampak lemah dan pucat, kesadaran compos
mentis, GCS 456. Tanda vital: (Tekanan Darah : 180/130 mmHg, Nadi : 90
x/menit, RR : 28 x/menit, Suhu : 38 C.

4.1 Pengkjian

I. Identitas Klien

Nama : Ny. M Alamat : Kelurahan


Antirogo RT:2
RW:1
Umur : 65 th Pekerjaan : Petani
Jenis : Perempuan Status : Menikah
Kelamin Perkawinan
Agama : Islam Sumber Informasi : Klien dan
Keluarga
Pendidikan : SD

II. Riwayat Kesehatan


17

1. Diagnosa Medik:
Diabetes Melitus dengan Ulkus Diabetik pada kaki kiri
2. Keluhan Utama:
Klien mengatakan jika merasa kesemutan dengan luka di bagian kaki
kirinya
3. Riwayat penyakit sekarang:
Terdapat luka di kaki kiri, terasa nyeri, susah tidur, dan cemas serta
khawatir jika penyakitnya tidak bisa sembuh
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
a. Penyakit yang pernah dialami:
Klien sebelumnya belum pernah menderita penyakit seperti yang
dialaminya sekarang ini, biasanya Ny. M hanya sakit pusing biasa, dan
demam.
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll):
Klien mengatakan jika tidak memiliki alergi apapun yang terkait dengan
obat, dan makanan.
c.Imunisasi:
Klien mengatakan jika pernah mendapatkan imunisasi waktu masih SD
dahulu, namun lupa nama vaksin yang didapat.
d.Kebiasaan/pola hidup/life style:
Klien merupakan seorang petani yang sehari-harinya bekerja di sawah,
namun karena penyakit yang dideritanya Ny. M tidak dapat bekerja lagi.
e. Obat-obat yang digunakan:
Klien mengatakan bahwa ketika sakitnya kambuh klien mengkonsumsi
obat yang ia beli dari warung terdekat.
5. Riwayat penyakit keluarga:
Klien mengatakan jika ayahnya pernah menderita diabetes melitus namun
sudah meninggal.

Genogram:
18

III. Pengkajian Keperawatan

1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan


Klien mengatakan jika ada keluarga yang sakit maka segera dibawa tempat
pelayanan kesehatan terdekat baik itu poliklinik maupun dokter. Saat klien
sakit, ia berusaha untuk mendatangi tempat pelayanan kesehatan guna
kesembuhan penyakitnya.

2. Pola nutrisi/ metabolik


- Antropometeri (IMT)
Sebelum sakit Sekarang
BB : 68 kg BB : 43 kg
TB : 160 cm TB : 160 cm
- Biolaboratory sign :
Gula darah puasa: 84,0 mg /dl Eritrosit : 4,55
juta/mmk

Urea : 20 mg/dl Leukosit : 5,42 ribu/


mmk

Cholesterol : 216 mg/ dl

Trigliserida : 103 mg/ dl

HDL cholesterol : 33 mg/ dl

LDL cholesterol : 155 mg/ dl

Protein total : 6,1 mg/ dl

Albumine : 1,9 mg/ dl

Hemoglobin : 11 gr/ %

Hematokrit : 35,2 gr/ %

Interpretasi :
Nilai normal
GD puasa : 65-110 mg/dL Hemoglobin : 12-14 g/dL
19

Urea : 2.4 5.7 mg/dL Hematokrit : 35-47 %


Cholesterol : <200 mg/dL Eritrosit : 3.8 -5.2 jt/uL
Trigliserida : <150 mg/dL Lekosit : 3600-
1100/uL
HDL : 45-65 mg/dL
LDL : <100 mg/dL
Albumin : 3.2-3.8 mg/dL

- Clinical Sign :
Terjadi penurunan berat badan sebelum sakit 68 kg dan sekarang
menjadi 43 kg, klien mengatakan jika batuk, sesak, BAB cair berwarna
merah nyeri, BAK lancar, sakit perut sebelah kiri, Nyeri pada daerah
kaki yang mengalami pembengkakan, hipertensi TD : 180/130 mmHg

- Diet Pattern :
Klien mengatakan jika sebelum sakit klien makan 2-3x sehari, klien
minum 6-7 gelas. Selama sakit keluarga mengatakan setiap kali makan
habis porsi.Klien minum 3-5 gelas.

3. Pola eliminasi:
BAK
- Frekuensi : 4x sehari
- Jumlah : 500-700 cc
- Warna : kekuningan
- Bau : amoniak
- Karakter : cair jernih
- BJ :-
- Alat Bantu : tidak menggunakan alat bantu
- Kemandirian : dibantu keluarga
- Lain :-
BAB
- Frekuensi : 1x sehari
- Jumlah :-
- Konsistensi : cair
- Warna : coklat kemerahan
- Bau : menyengat
- Karakter : cair
- BJ :-
- Alat Bantu : tidak menggunakan alat bantu
- Kemandirian : dibantu
- Lain :-
20

4. Pola aktivitas & latihan


Saat sebelum sakit klien mengatakan jika melakukan aktivitas seperti biasa
yaitu bekerja, memasak dan melakukan kegiatan yang lain sesuai dengan
rutinitasnya. Makan/minum, mandi toileting, berpakaian, mobilisasi
ditempat tidur, berpindah. Diwaktu sakit seperti saat ini klien mengatakan
jika tidak mampu melakukan kegiatan yang biasa di kerjakan sebelum
sakit.

5. Pola tidur & istirahat


Durasi :
Klien mengatakan jika siang hari dirinya biasa tidur selama 2 jam
sedangkan pada malamnya selama 5 jam
Gangguan tidur :
Klien mengatakan jika terkadang bangun karena merasakan BAB
Keadaan bangun tidur :
Klien mengatakan jika terkadang pusing ketika bangun tidur
6. Pola kognitif & perceptual
Fungsi Kognitif dan Memori :
Klien mengatakan jika dirinya seorang petani dan ibu rumah tangga yang
sehari-harinya pergi ke sawah dan mengurus pekerjaan rumah. Saat klien
sakit semua kegiatan tersebut tidak dapat dilakukan karena kondisinya saat
ini tidak memungkinkan sehingga klien merasa ingin sekali cepat sembuh
agar dapat melakukan semua yang pernah dikerjakan. Klien merasa
memiliki gangguan memori atau penurunan daya ingat.
7. Pola persepsi diri
Gambaran diri :
Klien merasa dirinya sudah tidak mampu melakukan kegiatan yang dulu
dilakukan karena penyakit yang dideritanya
Identitas diri :
Klien mengatakan jika dirinya seorang petani dan ibu rumah tangga yang
sehari-harinya pergi ke sawah dan mengurus pekerjaan rumah.
Harga diri :
Klien mengatakan bahwa dirinya sudah tidak berguna lagi karena tidak
mampu memenuhi kebutuhan dan membantu urusan keluarganya.
Ideal Diri :
21

Klien mengatakan bahwa klien yakin bisa sembuh dari penyakit yang
dideritanya.Klien juga berusaha untuk kesembuhan dirinya supaya bisa
berkumpul dengan keluarganya seperti dulu lagi.

Peran Diri :
Peran klien sebagai istri bagi suami terganggu karena penyakit yang
diderita saat ini.
Interpretasi :
Gambaran diri, harga klien, dan peran terganggu karena masalah dengan
penyakitnya.
8. Pola seksualitas & reproduksi
Pola seksualitas
Klien mengatakan jika merasa terganggu karena penyakit yang
dideritanya, tetapi suami klien selalu setia merawatnya.
Fungsi reproduksi:
Klien mengaku jika sebelum sakit klien sudah tidak pernah melakukan
hubungan seksual karena factor usia dan klien sudah tidak lagi mengikuti
program KB suntik sejak 25 tahun yang lalu.
9. Pola peran & hubungan
Hubungan klien dengan suami baik serta kerabat yang lainnya.

10. Pola manajemen koping-stress


Klien mengatakan jika merasa khawatir akan penyakitnya. Klien mencoba
untuk mengobati penyakitnya dengan berbagai cara untuk kesembuhan.
11. System nilai & keyakinan
Klien beragama islam. Selama sakit klien mengatakan masih menjalankan
ibadahnya seperti sholat meskipun dengan tidur dan berdoa.

IV. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum:
Klien tampak lemah dan pucat, kesadaran compos mentis, GCS 456.
Tanda vital:
- Tekanan Darah : 180/130 mmHg
- Nadi : 90 x/menit
- RR : 28 x/menit
- Suhu : 38 C
22

Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)

1. Kepala
I: Bentuk kepala lonjong, wajah simetris, warna rambut putih, rambut
tampak kotor, tidak terdapat lesi/luka pada kepala maupun wajah, wajah
tampak kusam.
P: Tidak terdapat benjolan pada kepala, tidak terdapat nyeri tekan.
2. Mata
I : Pada areus senilis terdapat penurunan visus, ketajaman penglihatan dan
daya akomodasi menurun.
P : tidak terdapat benjolan, tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat ptosis
3. Telinga
I : Bentuk telinga simetris antara kanan dan kiri sama, tidak terdapat
perdarahan, tidak terdapat benda asing, fungsi pendengaran baik, mambran
telinga utuh
P : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat edema
4. Hidung
I : Bentuk hidung simetris, lubang antara kanan dan kiri sama, tidak
terdapat perdarahan, tidak ada polip, tidak ada sumbatan, tidak ada edema,
tidak ada pernafasan cuping hidung
P : Tidak terdapat nyeri tekan
5. Mulut
I : Bibir tampak kering, tidak terdapat sumbing, bibir tampak pucat, tidak
terdapat luka pada bibir, tidak ada benda asing, selaput lendir basah, tidak
ada stomatitis, tidak ada tanda-tanda peradangan
P : Tidak terdapat nyeri tekan
6. Leher
I : Tidak terdapat luka/lesi pada leher, posisi trakea simetris, tidak ada
perubahan suara
P: Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat benjolan, tidak ada
pembesaran kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
7. Dada
I : .Bentuk dada simetris, irama nafas teratur, pernafasan dalam
P : Vocal fremitus terdengar bergetar jelas
P : suara perkusi terdengar sonor
A : suara auskultasi tidak ada suara nafas tambahan
8. Abdomen
I : Bentuk abdomen simetris, tidak terdapat luka/lesi
A : bising usus 20x/menit (Normal: 5-30x/menit)
23

P : Nyeri tekan kuadran kiri atas, tidak ada pembesaran hepar, teraba supel,
tidak terdapat ascites
P : suara auskultasi timpani
9. Urogenital
I : Tidak terpasang cateter urine, buang air kecil di tempat tidur, warna
urine kuning pekat, jumlah urine output 1500 cc/24 jam
10. Ekstremitas
I: tidak terdapat deformitas, terdapat luka gangren pada kaki kiri, kaki
edema, terdapat pus dan darah pada luka, terdapat tanda-tanda peradangan
(RKTDF)
P : Terdapat nyeri tekan pada area gangren, kekuatan otot tangan kanan 5,
tangan kiri 5, kaki kanan 5, kaki kiri 4, mengalami atropi otot
11. Kulit dan kuku
I: Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun, kulit kaki
kering, pecah, rambut kaki/jari tidak ada, kalus, claw toe, jumlah ulkus 2,
warna kulit kemerahan, kuku panjang dan kotor, pada ulkus: kalus tebal
dan keras,
P: kulit teraba hangat, kulit terba dingin disekitar ulkus

12. Keadaan lokal (sesuai penyakit)


Posisi klien supinasi, terdapat luka gangren pada kaki kiri dengan jumlah
ulkus 2, pada luka terdapat pus dan darah, luka gangren menimbulkan bau
yang tidak enak.
4.2 Analisa Data

NO DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH

1 DS : Klien mengatakan nyeri pada Reaksi inflamasi dan Kerusakan


kaki kiri dan terasa panas. imun (RKTDF) Integritas Jaringan
Kulit
DO :terdapat luka gangren pada
kaki kiri, terdapat edema,
Fibrosis
terdapat pus dan darah pada luka,
terdapat tanda-tanda peradangan
(RKTDF), kulit kering, pecah- Terbentuk bekuan
pecah, pada ulkus kalus tebal dan
24

keras. darah (trombus)

Penyumbatan
pembuluh darah

Aterosklerosis

Mikrovaskuler

Atropi kerapuhan
pada kulit

Ulkus

Kerusakan integritas
jaringan kulit

2 DS : Klien mengatakan bahwa Reaksi Inflamasi Hipertermi


demam, kakinya terasa panas dan (RKTDF)
nyeri pada area yang sakit.

DO : kulit kaki kering dan pecah-


Fibrosis
pecah, warna kulit kemerahan,
berkeringat, kulit teraba hangat
TTV
Peningkatan

- TD : 180/130 mmHg Leukosit


- Nadi : 90 x/menit
25

- RR : 26 x/menit
- Suhu : 38 C
Resiko tinggi infeksi

Pusat termoregulasi
terganggu

Peningkatan suhu
tubuh

Demam

Hipertermi

3 DS : Klien mengatakan luka sulit Metabolisme protein Resiko Infeksi


untuk sembuh dan luka semakin terganggu
melebar.
Pertumbuhan
DO : Terdapat luka gangren pada jaringan terhambat
kaki kiri, terdapat edema, terdapat
Luka sulit untuk
pus dan darah pada luka, terdapat
sembuh
tanda-tanda peradangan (RKTDF).
Luka diameter 3-4cm, kedalaman Resiko infeksi
2cm.

4 DS : Klien mengeluhkan nyeri pada Hiperglikemia kronis Nyeri kronik


kaki kiri yang sakit dan cemas jika
tidak dapat sembuh
Terjadi injury
DO : kekuatan otot kaki kiri 4, atropi
otot, adanya gangguan pada pola
26

tidur, Peningkatan kadar


gula darah

Luka semakin lebar

Nyeri kronis

5 DS : Klien mengatakan sangat malu Luka gangren Gangguan citra


ketika berada di sekitar orang lain tubuh dan harga diri
Pus
karena luka di kakinya dan luka
dengan bau yang tidak enak. Luka sukar sembuh

DO : Terdapat luka gangren pada Koping diri rendah


kaki kiri dengan pus. Kulit
kemerahan sekitar luka. Luka
gangren bau menyengat tidak enak, Gangguan citra
klien tampak berusaha menghindari tubuh dan harga diri
tatapan dan bersikap apatis rendah

4.3 Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan integritas jaringan kulit b.d faktor mekanik, hiperglikemia, dan


defisit imunologi yang ditandai oleh kerusakan lapisan kulit dan gangguan
permukaan kulit
2. Hipertermi b.d. proses infeki yang ditandai oleh kenaikan suhu tubuh diatas
rentang normal
3. Resiko infeksi b.d. kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
yang ditandai oleh luka yang semakin lebar dengan tanda-tanda peradangan
4. Nyeri kronis b.d. ketidakmampuan fisik kronis karena injuri neurologis yang
ditandai oleh atropi otot, gangguan aktivitas, cemas akan injuri ulang
5. Gangguan citra tubuh b.d. biofisika penyakit kronis dan kognitif sensori yang
ditandai oleh munculnya perasaan negatif tentang tubuh dan bagian tubuh
yang tidak berfungsi

4.4 Perencanaan
27

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Rencana Tindakan (NIC)
1. Kerusakan NOC : NIC :
integritas Tissue Integrity : Skin and Mucous Pressure Management
jaringan kulit b.d Setelah dilakukan 12 kali kunjunga, 1. Anjurkan klien untuk
faktor mekanik, dengan setiap kali kunjungan menggunakan pakaian yang
hiperglikemia, berdurasi 2x60 menit, diharapkan longgar.
2. Hindari kerutan pada tenpat
dan deficit integritas kulit klien baik dengan
tidur.
imunologi yang kriteria hasil :
3. Bantu klien untuk menjaga kulit
ditandai dengan 1. Integritas kulit yang baik bisa
tetap bersih dan kering.
kerusakan dipertahankan (sensasi, 4. Bantu untuk mobilisasi klien
lapisan kulit dan elastisitas, temperatur, hidrasi, (ubah posisi klien) setiap dua
gangguan pigmentasi) jam sekali.
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 5. Oleskan lotion atau minyak/
permukaan kulit
3. Perfusi jaringan baik
baby oil pada derah yang
4. Menunjukkan pemahaman
tertekan.
dalam proses perbaikan kulit
Insision Site Care
dan mencegah terjadinya
1. Monitor tanda gejala infeksi
sedera berulang
5. Mampu melindungi kulit dan pada area insisi
mempertahankan kelembaban 2. Gunakan preparat antiseptic,
kulit dan perawatan alami sesuai program
6. Menunjukkan terjadinya
3. Ganti balutan pada interval
proses penyembuhan luka
waktu yang sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka (tidak dibalut
sesuai program
2. Hipertermi b.d NOC : NIC :
proses infeksi Termoregulation 1. Monitor suhu sesring mungkin
2. Lakukan kompres pada kien di
yang ditandai Setelah dilakukan 3 kali kunjungan,
area lipatan paha, aksila,
dengan kenaikan dan setiap kunjungan berdurasi
tengkuk, dan kening.
suhu tubuh 1x60 menit, diharapkan suhu klien
3. Tingkatkan intake cairan dan
diatas rentang dapat kembali normal dengan
nutrisi klien
normal criteria hasil : 4. Ajarkan pada klien dan keluarga
1. Suhu tubuh dalam rentang cara menggunakan thermometer
28

normal (non raksa) oral.


2. Nadi dan RR dalam rentang 5. Beri informasi kepada keluarga
normal klien bahwa lansia lebih berisiko
3. Tidak ada perubahan warna
mengalami hipertermi dan
kulit dan tidak ada pusing.
dehidrasi.
6. Ajarkan keluarga klien
mengenai tanda awal hipertermi
3. Nyeri kronis b.d NOC : NIC :
ketidakmampuan Pain level 1. Berikan informasi kepada klien
fisik kronis Pain control dan kelurga tentang nyeri,
karena injuri Setelah dilakukan kunjungan 6 kali, seperti : penyebab nyeri, berapa
neurologis yang dan setiap kunjungan berdurasi lama akan berlangsung, dll.
2. Ajarkan kepada klien teknik non
ditandai dengan 1x60 menit, diharapkan nyeri klien
farmakologis untu mengurangi
atropi otot, dapat berkurang dengan criteria
nyeri (terapi aktivitas, kompres
gangguan hasil :
hangat atau dingin, dan masase).
aktivitas, cemas 1. Klien mampu mengontrol nyeri
3. Kendalikan faktor lingkungan
2. Klien mengatakn nyerinya
akan injuri ulang
yang dapat mempengaruhi
berkurang
3. Kien mengatakan merasa respon klien terhadap
nyaman setelah nyerinya ketidaknyamanan (misalnya :
berkurang. suhu ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan).
4. Pastikan pemberian terapi
analgesic atau terapi non
farmakologis lainnya sebelum
melakukan prosedur yang dapat
menimbulkan nyeri.
5. Perhatikan bahwa lansia
mengalami peningkatan
sensitivitas terhadap efek
analgesic opiate, dengan efek
yang lebih tinggi dan durasi
peredaran nyeri yang lebih lama.
6. Perhatikan kemungkinan
29

interaksi obat dan obat penyakit


pada lasia, karena lansia sering
mengalami penyakit multiple
dan mengkonsumsi banyak obat.
4. Gangguan citra NOC : NIC :
tubuh b.d Body image 1. Kaji secara verbal dan non
biofisika Self esteem verbal respon klien terhadap
penyakit kronis Setelah dilakukan kunjungan 8 kali, tubuhnya.
2. Kaji tingkat penerimaan
dan kognitif dan setiap kunjungan berdurasi
klien trhadap perubahan
sensori yang 2x60 menit, diharapkan klien dapat
tubuhnya.
ditandai dengan beradaptasi dengan keadaan
3. Bantu klien dan keluarga
munculnya tubuhnya dengan criteria hasil :
utuk secara bertahap
perasaan negatif 1. Body image positif
menjadi terbiasa dengan
2. Mampu mengidentifikasi
tentang tubuh
perubahan pada tubuhnya
kekuatan personal
dan bagian tubuh 4. Beri dorongan kepada klien
3. Mendeskripsikan secara factual
yang tidak utuk mempertahankan
perubahan fungsi tubuh.
berfungsi 4. Mempertahankan interaksi kebiasaan sehari-harinya
social
5. Resiko infeksi NOC : NIC :
b.d kerusakan Immune status 1. Ajarkan klien dan keluarga
jaringan dan Knowledge : Infection control tindakan higienen dasar seperti :
peningkatan Risk control mencuci tangan, tidak berbagi
paparan Setelah dilakukan kunjungan 6 kali, handuk dan alat mandi lainnya.
2. Bantu klien dan keluarga untuk
lingkungan yang dan setiap kunjungan berdurasi
mengidentifikasi faktor
ditandai dengan 1x60 menit, diharapkan klien dapat
lingkungan seperti gaya hidup,
luka yang meminimalkan terjadinya infeksi
ataupun praktik kesehatan yang
semakin lebar dengan criteria hasil :
dapat meningkatkan terjadinya
dngan tanda- 1. Klien bebas dari tanda dan
risiko infeksi.
tanda gejala infeksi
3. Ajarkan kepada keluarga
2. Mendeskripsikan proses
peradangan
bagaimana membuang balutan
penularan penyakit, faktor yang
lukayang kotor dan sampah
mempengaruhi penularan, dan
30

penatalaksanaan. yang lainnya.


3. Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi
4. Menunjukkan perilaku hidup
yang sehat.
4.5 Implementasi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Implementasi Keperawatan


1. Kerusakan integritas Pressure Management
jaringan kulit b.d faktor 1. Menganjurkan klien untuk
mekanik, hiperglikemia, dan menggunakan pakaian yang longgar.
2. Menghindari kerutan pada tenpat tidur.
deficit imunologi yang
3. Membantu klien untuk menjaga kulit
ditandai dengan kerusakan
tetap bersih dan kering.
lapisan kulit dan gangguan 4. Membantu untuk mobilisasi klien (ubah
permukaan kulit posisi klien) setiap dua jam sekali.
5. Memberikan lotion atau minyak/ baby
oil pada derah yang tertekan.
Insision Site Care
1. Memantau tanda gejala infeksi pada area
insisi
2. Menggunakan preparat antiseptic, sesuai
program
3. Mengganti balutan pada interval waktu
yang sesuai atau biarkan luka tetap
terbuka (tidak dibalut sesuai program
2. Hipertermi b.d proses 1. Memantau suhu sesring mungkin
2. Melakukan kompres pada kien di area
infeksi yang ditandai dengan
lipatan paha, aksila, tengkuk, dan kening.
kenaikan suhu tubuh diatas
3. Meningkatkan intake cairan dan nutrisi
rentang normal
klien
4. Mengajarkan pada klien dan keluarga
cara menggunakan thermometer (non
raksa) oral.
5. Memberikan informasi kepada keluarga
31

klien bahwa lansia lebih berisiko


mengalami hipertermi dan dehidrasi.
6. Mengajarkan keluarga klien mengenai
tanda awal hipertermi
3. Nyeri kronis b.d 1. Memberikan informasi kepada klien dan
ketidakmampuan fisik kelurga tentang nyeri, seperti : penyebab
kronis karena injuri nyeri, berapa lama akan berlangsung, dll.
2. Mengajarkan kepada klien teknik non
neurologis yang ditandai
farmakologis untu mengurangi nyeri
dengan atropi otot,
(terapi aktivitas, kompres hangat atau
gangguan aktivitas, cemas
dingin, dan masase).
akan injuri ulang
3. Mengendalikan faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon klien
terhadap ketidaknyamanan (misalnya :
suhu ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan).
4. Memastikan pemberian terapi analgesic
atau terapi non farmakologis lainnya
sebelum melakukan prosedur yang dapat
menimbulkan nyeri.
5. Memperhatikan bahwa lansia mengalami
peningkatan sensitivitas terhadap efek
analgesic opiate, dengan efek yang lebih
tinggi dan durasi peredaran nyeri yang
lebih lama.
6. Memperhatikan kemungkinan interaksi
obat dan obat penyakit pada lasia, karena
lansia sering mengalami penyakit
multiple dan mengkonsumsi banyak
obat.

4. Gangguan citra tubuh b.d 1. Mengkaji secara verbal dan non verbal
biofisika penyakit kronis dan respon klien terhadap tubuhnya.
2. Mengkaji tingkat penerimaan klien
32

kognitif sensori yang trhadap perubahan tubuhnya.


3. Membantu klien dan keluarga utuk
ditandai dengan munculnya
secara bertahap menjadi terbiasa dengan
perasaan negatif tentang
perubahan pada tubuhnya
tubuh dan bagian tubuh yang
4. Memberi dorongan kepada klien utuk
tidak berfungsi
mempertahankan kebiasaan sehari-
harinya
5. Resiko infeksi b.d kerusakan 1. Mengajarkan klien dan keluarga tindakan
jaringan dan peningkatan higienen dasar seperti : mencuci tangan,
paparan lingkungan yang tidak berbagi handuk dan alat mandi
ditandai dengan luka yang lainnya.
2. Membantu klien dan keluarga untuk
semakin lebar dngan tanda-
mengidentifikasi faktor lingkungan
tanda peradangan
seperti gaya hidup, ataupun praktik
kesehatan yang dapat meningkatkan
terjadinya risiko infeksi.
3. Mengajarkan kepada keluarga bagaimana
membuang balutan lukayang kotor dan
sampah yang lainnya.

4.6 Evaluasi

No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi


1. Kerusakan integritas S : Pasien mengatakan masih nyeri pada kaki
jaringan kulit b.d faktor kiri dan terasa panas.

mekanik, hiperglikemia, dan O : Terdapat luka gangren pada kaki kiri,


deficit imunologi yang terdapat edema berkurang, pus
ditandai dengan kerusakan berkurang dan darah pada luka,
lapisan kulit dan gangguan terdapat tanda-tanda peradangan
permukaan kulit (RKTDF), kulit kering, pecah-pecah,
pada ulkus kalus sedikit tebal.
A : Masalah kerusakan integritas jaringan
kulit teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
33

2. Hipertermi b.d proses S : Pasien mengatakan bahwa tidak demam,


infeksi yang ditandai dengan kakinya sedikit terasa panas dan nyeri pada

kenaikan suhu tubuh diatas area yang sakit.

rentang normal O : kulit kaki kering dan pecah-pecah, warna


kulit kemerahan, berkeringat, kulit
teraba hangat
TTV
- TD : 170/130 mmHg
- Nadi : 86 x/menit
- RR : 26 x/menit
- Suhu : 37,7 C
A : Masalah hiperterim teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
3. Nyeri kronis b.d S : Pasien mengeluhkan nyeri pada kaki kiri
ketidakmampuan fisik yang sakit dan kecemaannya sudah mulai

kronis karena injuri berkurang

neurologis yang ditandai O : kekuatan otot kaki kiri 4, atropi otot, adanya
gangguan pada pola tidur,
dengan atropi otot,
A : Masalah nyeri kronis teratasi sebagian
gangguan aktivitas, cemas
P : Intervensi dilanjutkan
akan injuri ulang
4. Gangguan citra tubuh b.d S : Pasien mengatakan sangat malu ketika
biofisika penyakit kronis berada di sekitar orang lain karena luka di

dan kognitif sensori yang kakinya

ditandai dengan munculnya O : Terdapat luka gangren pada kaki kiri dengan
pus. Kulit kemerahan sekitar luka, klien
perasaan negatif tentang
tampak berusaha memulain interaksi dengan
tubuh dan bagian tubuh
tetangganya.
yang tidak berfungsi
A : Masalah gangguan citra tubuh teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
5. Resiko infeksi b.d S : : Pasien mengatakan lukanya sedikit sembuh
kerusakan jaringan dan dan lebar lukanya mengecil.

peningkatan paparan O : Terdapat luka gangren pada kaki kiri,


terdapat sedikit edema, pus berkurang dan
34

lingkungan yang ditandai darah pada luka, terdapat tanda-tanda


dengan luka yang semakin peradangan (RKTDF). Luka diameter 3 cm,

lebar dngan tanda-tanda kedalaman 1,5 cm.

peradangan A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian


P : Intervensi dilanjutkan
35

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Diabetes Melitus merupakan suatu keadaan hiperglikemi kronik disertai


berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi
pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Banyak
orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua
atau penyakit yang hanya timbul karena faktor keturunan.

5. 2 Saran

Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan diharapkan memiliki


keterampilan, kemampuan dan pengetahuan untuk meningkatkan ketrampilan
kompetensinya sebgai seorang perawat, sehingga mampu melakukan tindakan
mandirinya secara profesional sehingga nantinya dapat membantu meningkatkan
kualitas kesehatan dimasyarakat.
36

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih
bahasa YasminAsih. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih
bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta : EGC, 1999.

Misnadiarly. 2006. Diabetes Melitus Gangren, Ulcer, Infeksi, Mengenali gejala,


Menanggulangi, dan Mencegah komplikasi. Jakarta: Pustaka Obor
Populer.

Price, Sylvia A.dkk. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Tjokoprawiro, Askandar. 2000. Diabetes Mellitus, Klasifikasi, Diagnosis dan


Terapi, Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

También podría gustarte