Está en la página 1de 23

BAB I

1. PENDAHULUAN

Sejak pada tahun 1960 hemodialisa diterapkan sebagai suatu terapi pengganti ginjal
pada pasien gagal ginjal akut dan gagal ginjal terminal. Hemodialisa merupakan terapi
pengganti yang bertindak sebagai ginjal buatan (artificial kidney atau dialyzer). Biasanya di
Indonesia hemodialisa dilakukan 2 kali seminggu. Setiap kali hemodialisa dibutuhkan waktu
selama kurang lebih 5 jam. Di beberapa pusat dialysis lainnya ada yang dilakukan
hemodialisa 3 kali seminggu dengan lama dialysis 4 jam.

Hemodialisa merupakan salah satu terapi faal ginjal dengan tujuan untuk
mengeluarkan zat zat metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan air dan
elektrolit antara kompartemen darah pasien dengan kompartemen larutan diasilat melalui
membrane semipermeabel yang bersifat sebagai pengganti ginjal. Hemodialisis sering
disebut pada orang awan sebagai terapi cuci darah. Hemodialisa terbukti dapat bermanfaat
dalam memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup penderita gagal ginjal terminal.
Dalam suatu proses hemodialisis, darah penderita dipompa oleh mesin kedalam kompartemen
darah pada dialyzer. Dialyzer mengandung ribuan serat atau fiber sintetis yang berlubang
kecil ditengahnya. Darah mengalir di dalam lubang serat sedangkan cairan dialisis yaitu
dialisat mengalir diluar serat. Dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel
tempat terjadinya proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara meningkatkan tekanan
hidrostatik melintasi membran dialyzer dengan cara menerapkan tekanan negatif ke dalam
kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zat-zat terlarut berpindah dari darah ke
dalam cairan dialisat. Hal ini dapat bermanfaat untuk menyedot kelebihan cairan tubuh dan
sampah-sampah sisa hasil metabolik.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang ini telah
dilaksanakan pada banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal yang
kompartemen darahnya adalah kapiler selaput semipermeabel (hollow fibre kidney). Kualitas
hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur tertinggi sampai sekarang adalah 14
tahun.

Hemodialisa adalah pengobatan bagi orang yang menurun fungsi ginjalnya.


Hemodialisa mengambil alih fungsi ginjal untuk membersihkan darah dengan cara
mengalirkan melalui ginjal buatan. Hal yang melatar berlakangi isi makalah ini di harapkan
agar pengobatan hemodialisa dapat di cegah bagi para penderita penurunan fungsi ginjal
dengan lebih meningkatkan asupan cairan bagi fungsi ginjal yang belum kronis.

Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat
beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang
selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki
terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan

Banyak orang merasa tak nyaman dan ragu-ragu saat-saat pertama dilakukan
hemodialisa. Saat dilakukan hemodialisa sebenarnya anda tidak akan merasakan apa-apa,
beberapa orang akan merasa lelah setelah selesai dilakukan hemodialisa terutama bila baru
beberapa kali hemodialisa. Setelah beberapa kali hemodialisa maka cairan yang berlebih dan
racun dari tubuh anda akan berkurang, anda akan merasa kembali bertenaga.
BAB II
TINJAUN TEORI

I. HEMODIALISA

A. PENGERTIAN HEMODIALISA
1. Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah, dan dialisi yang berarti
pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah suatu metode terapi dialisis yang
digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika
secara akut ataupun secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses
tersebut. Terapi ini dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi
membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisa dapat dilakukan
pada saat toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan untuk mencegah
kerusakan permanen atau menyebabkan kematian. Tujuan dari hemodialisa adalah
untuk memindahkan produk-produk limbah yang terakumulasi dalam sirkulasi
klien dan dikeluarkan kedalam mesin dialisis. (Muttaqin & Sari, 2011).

2. Hemodialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara
pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju
kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik
utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama
yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap
perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. ( Price dan Wilson, 2005)
3. Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang
dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk
membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam
sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah,
maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
melalui pembedahan (NKF, 2006)
4. Unit hemodialisa adalah merupakan ruangan khusus yang tidak terpisah dari satu
rumah sakit untuk melaksanakan tindakan hemodialisis baik akut maupun kronik /
terminal.

B. TUJUAN HEMODIALISA

Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :

a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa


metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.
C. INDIKASI PELAKSANAAN HEMODIALISA
Price dan Wilson (2005) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas
berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus
dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan
penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan
biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu,
menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan
biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria,
4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit.
Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit
berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi. Menurut konsensus
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien
dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10
mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit
walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga
disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti
oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (2003) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya
dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding
dengan kadar kreatinin serum 810 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia
dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan
hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (2003) juga menyebutkan bahwa indikasi
relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin
yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia,
hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem
pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.

D. KONTRA INDIKASI PELAKSANAAN HEMODIALISA


Menurut Thiser dan Wilcox (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah
hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari
hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses
vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa
yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom
hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI,
2003).

E. PRINSIP HEMODIALISA
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melaui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, kecairan dialisat
dengan konsentrasi yang lebih rendah. Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam
tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan
menciptakan gradient tekanan, Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan
tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien
tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan
hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan). Sistem dapar (buffer sisite) tubuh
dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi dari cairan dialisat ke
dalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk membentuk bikarbonat. Darah
yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh
darah vena (Smeltzer & Bare, 2002).

F. PROSES HEMODIALISA
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi
mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah
melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat
dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik.
Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi
maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran
membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi
pemindahan larutan (Tisher & Wilcox, 2003). Dalam proses hemodialisa diperlukan
suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut
dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum,
kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk
melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah
yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006). Suatu mesin ginjal
buatan atau hemodializer terdiri dari membran semipermeabel yang terdiri dari dua
bagian, bagian untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir dari arah
yang berlawanan dengan arah darah ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran
darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillarydializer yang terdiri dari
ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian
tengah tabung-tabung kecil ini, dan cairan dialisat membasahi bagian luarnya.
Dializer ini sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat
adanya banyak tabung kapiler (Price & Wilson, 2005).

Menurut Corwin (2004) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh.
Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke
dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel
(dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan
yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai
dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui
arterio venosa shunt (AV-shunt). Selanjutnya Price dan Wilson (2005) juga
menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan
satu lagi untuk cairan dialisa. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur
arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur
vena. Cairan dialisa membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan
sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan
perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa.
Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di
luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah
dan dialisat terjadi sepanjang membransemipermeabel dari hemodializer melalui
proses difusi,osmosis, dan ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat
perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan
hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen
darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan
menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan
negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan
kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan
garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan
darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal
(di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran
denganquick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran
kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri
melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah
atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah
kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien,
maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm
untuk berbagai parameter (Price & Wilson, 2005). Menurut PERNEFRI (2003) waktu
atau lamanyahemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa
dilakukan 4 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya
dilakukan 10 15 jam/minggu dengan QB 200300 mL/menit. Sedangkan menurut
Corwin (2004) hemodialisa memerlukan waktu 3 5 jam dan dilakukan 3 kali
seminggu. Pada akhir interval 2 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam,
air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia
karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.

G. KOMPLIKASI PELAKSANAAN HEMODIALISA

Menurut Tisher dan Wilcox (2003) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi
pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan
biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan factor risiko terjadinya perdarahan.
7. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
8. Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
H. PENATALAKSANAAN HD PADA PASIEN GGK

Pada klien GGK, tindakan hemodialisa dapat menurunkan risiko kerusakan organ-
organ vital lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan
hemodialisa tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal secara
permanen. Klien GGK biasanya harus menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya
atau sampai mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Muttaqin & Sari,
2011).
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat
adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekskresikan produk
akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum
pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan
tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan
dengan demikian meminimalkan gejala (Smeltzer & Bare, 2002).
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung
kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan
bagian dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif,
asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa
penyesuaian dan pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan.Banyak
obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang
memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia dan anti
hipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini
dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik
(Smeltzer & Bare, 2002).

I. FREKUENSI HEMODIALISA

Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi


sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa
dikatakan berhasil jika :
1. Penderita kembali menjalani hidup normal.
2. Penderita kembali menjalani diet yang normal.
3. Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
4. Tekanan darah normal.
5. Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal
kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan
ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau
beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.

J. PROSEDUR HEMODIALISA national kidney foundation

Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa


keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke
system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur
arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar
(diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter
dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna, atau

femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh
pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai
aliran arterial, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya
sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan
jarum: jarum arterial diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula
atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di
klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian
hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal
salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk
memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat
disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu
dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah
pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke
dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat
sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang
mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi
seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port
obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan
ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui venosa atau
selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan
mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas
sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam
perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk
membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan
dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung
tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis

I. Teknik dan prosedur Hemodialisis dengan meggunakan Punksi dan kanulasi


Pengertian :
Suatu tindakan memasukkan jarum AV Fistula ke dalam pembuluh darah untuk
sarana hubungan sirkulasi yang akan digunakan selama proses hemodialisis.

Tujuan :

Agar proses hemodialisis dapat berjalan lancar sesuai dengan hasil yang diharapkan

Punksi dan kanulasi terdiri dari :

1. Punksi Cimino
2. Punksi Femoral
Punksi Cimino
a. Persiapan Alat-alat
1. 1 buah bak instrumen besar, yang terdiri dari :
2. 3 buah mangkok kecil
a. 1 untuk tempat NaCL
b. 1 untuk tempat Betadine
c. 1 untuk Alkohol 20%
3. Arteri klem
4. 1 spuit 20 cc
5. 1 spuit 10 cc
6. 1 spuit 1 cc
7. Kassa 5 lembar (secukupnya)
8. IPS sarung tangan
9. Lidocain 0,5 cc (bila perlu)
10. Plester
11. Masker
12. 1 buah gelas ukur / math can
13. 2 buah AV Fistula
14. Duk steril
15. Perlak untuk alas tangan
16. Plastik untuk kotoran
b. Persiapan Pasien
1. Timbang berat badan
2. Observasi tanda-tanda vital dan anamnesis
3. Raba desiran pada cimino apakah lancar
4. Tentukan daerah tusukan untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin
5. Tentukan pembuluh darah vena lain untuk masuknya darah dari mesin
ke tubuh pasien
6. Beritahu pasien bahwa tindakan akan dimulai
7. Letakkan perlak di bawah tangan pasien
8. Dekatkan alat-alat yang akan digunakan
c. Persiapan Perawat
1. Perawat mencuci tangan
2. Perawat memakai masker
3. Buka bak instrumen steril
4. Mengisi masing-masing mangkok steril dengan: Alcohol, NaCl 0,9%,
dan Betadine
5. Buka spuit 20 cc dan 10 cc, taruh di bak instrumen
6. Perawat memakai sarung tangan
7. Ambil spuit 1 cc, hisap lidocain 1% untuk anestesi lokal (bila
digunakan)
8. Ambil spuit 10 cc diisi NaCl dan Heparin 1500u untuk mengisi AV
Fistula
d. Memulai Desinfektan
1. Jepit kassa betadine dengan arteri klem, oleskan betadine pada daerah
cimino dan vena lain dengan cara memutar dari arah dalam ke luar, lalu
masukkan kassa bekas ke kantong plastik
2. Jepit kassa Alcohol dengan arteri klem, bersihkan daerah Cimino dan
vena lain dengan cara seperti no.1
3. Lakukan sampai bersih dan dikeringkan dengan kassa steril kering,
masukkan kassa bekas ke kantong plastik dan arteri klem diletakkan di
gelas ukur
4. Pasang duk belah di bawah tangan pasien, dan separuh duk ditutupkan
di tangan
e. Memulai Punksi Cimino
1. Memberikan anestesi lokal pada cimino (tempat yang akan dipunksi)
dengan spuit insulin 1 cc yang diisi dengan lidocain.
2. Tusuk tempat cimino dengan jarak 8 10 cm dari anastomose
3. Tusuk secara intrakutan dengan diameter 0,5 cm
4. Memberikan anestesi lokal pada tusukan vena lain
5. Bekas tusukan dipijat dengan kassa steril
f. Memasukkan Jarum AV Fistula
1. Masukkan jarum AV Fistula (Outlet) pada tusukan yang telah dibuat
pada saat pemberian anestesi lokal
2. Setelah darah keluar aspirasi dengan spuit 10 cc dan dorong dengan
NaCl 0,9% yang berisi heparin, AV Fistula diklem, spuit dilepaskan,
dan ujung AV Fistula ditutup, tempat tusukan difiksasi dengan plester
dan pada atas sayap fistula diberi kassa steril dan diplester
3. Masukkan jarum AV Fistula (inlet) pada vena lain, jarak penusukan
inlet dan outlet usahakan lebih dari 3 cm
4. Jalankan blood pump perlahan-lahan sampai 20 ml/mnt kemudian
pasang sensor monitor
5. Program mesin hemodialisis sesuai kebutuhan pasien
6. Bila aliran kuran dari 100 ml/mnt karena ada penyulit, lakukan
penusukan pada daerah femoral
7. Alat kotor masukkan ke dalam plastik, sedangkan alat-alat yang dapat
dipakai kembali di bawa ke ruang disposal
8. Pensukan selesai, perawat mencuci tangan

II. PERITONEUM DIALISIS

A. Pengertian Peritoneum Dialisis

Dialisis perotoneum adalah dialisis yang menggunakan membran peritoneum sebagai


sarana petukaran cairan dialisis; berbeda dengan hemodialisis yang melalui pembuluh darah.
Tujuan dialisis ialah mengeluarkan zat-zat toksik dari tubuh seperti ureum yang tinggi pada
GGA atau GGK, atau racun didalam tubuh dan lain sebagainya.
Peritoneal dialysis adalah suatu proses dialysis di dalam rongga perut yang bekerja
sebagai penampung cairan dialysis, dan peritoneum sebagai membrane semi permeable yang
berfungsi sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang berlebihan & solute yang berisi
racun yang akan dibuang.
Peritoneal dialysis atau CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis)
merupakan metode pencucian darah dengan mengunakan peritoneum (selaput yang melapisi
perut dan pembungkus organ perut).
B. Indikasi
Dibedakan indikasi klinik dan biokimis :
1. Indikasi Klinik :
a. Gagal ginjal : Akut, ditandai dengan oliguriamendadak dan gejala uremia. Kronik,
gunanya untuk menopang kehidupan selama pasien dalam pengawasan atau untuk
rencana transplantasi ginjal.
b. Gagal jantung atau edema paru yang sukar diatasi.
c. Keracunan yang menimbulkan gagal ginjal atau gagngguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
d. Keracunan obat mendadak dan perlu mengeluarkan obat tersebut.
e. Gejala uremia mayor. Yang menunjukan adanya gagal ginjal akut/kronik yang telah
terminal dengan gejala: Muntah sering, kejang, disorientasi, somnolen sampai koma.
Tanda hidrasi berlebihan: edema paru, gagal jantung, hipertensi yang tidak terkendali.
Perdarahan.

2. Indikasi Biokemis
a. Ureum darah lebi dari 250 mg%. Ureum sendiri tidak sangat toksik, tetapi diperlukan
pemeriksaan ureum secara teratur selama dialisis.
b. Kalium darah lebih dari 8 mEq/L. Peninggian kadar kalium darah lebih dari 8 mEq/L
dapat menimbulkan atetmia jantung yang fatal.
c. Bikarbonat darah kurang dari 12 mEq/L. Kadar bikarbonat darah yang rendah akan
merupakan peluang terjadinya asidosis metabolik. Kadar bikarbonat plasma yang
rendah secara klinik ditunjukan adanya pernafasan yang cepat dan dalam.
Kontraindikasi mutlak pada hakekatnya tidak ada, tetapi harus hati-hati terhadap
kemungkinan adanya peritonitis lokal, fistel atau kolostomi, penyakit abdomen,
anastomosis pembuluh darah besar abdomen, perdarahan yang sukar diatasi.
d. Dialisis dilakukan dokter di kamar yang aseptik.

C. Persiapan yang diperlukan :


1. Persiapan cairan dialisis
Cairan untuk dialisis ada tersendiri adalah dexterose yang berkadar 1,5%, 4,25% dan
7%. Selain itu harus tersedia larutan KCL, larutan Natrium-Bikarbonat, Albumisol
dan heparin 10 mg/ml. Untuk infus biasa diperlukan glukosa 5%-10%.
Alat-alat untuk tindakan dialisis.
2. Set untuk dialisis (terdiri dari: Selang/kateter khusus yang telah dilengkapi denga
klem. Kateter tersebut dimasukan kedalam rongga peritoneum dan bagian sebelah luar
salah satu cabangnya dihubungkan dengan penampung urine (urine bag) atau kantong
plastyikkhusus yang ada skalanya dan cabang yang lain ke botol cairan.
3. Stylet atau bisturi kecil, trokar yang ssuai dengan ukuran kateter, pinset.
4. Sarung tangan steril.
5. Kasa dan kapas lidi steril.
6. Arteri klem 2.
7. Spuit 2 cc, 5 cc, 10 cc dan 20 cc.
8. Desinfektan: yodium/betadin 10% alkohol 70%.
9. Novocain 2%.
10. Gunting, plester, pembalut.
11. Pengukat tanan atau kaki.
12. Bengkok.
13. Kertas untuk catatan.
14. Tempat pemanas cairan yang harus selalu terisi air panas (khusus bila ada untuk
pemanas cairan yang elektrik).

D. Persiapan pasien :
1. Bila pasien masih sadar diberitahukan dan diberikan dorongan moril agar pasien tidak
takut. Satu jam sebelum dialisis dilaksanakan kulit pada permukaan perut sampai di
daerah simpisis dibersihkan dengan air dan sabun kemudian sesudahnya dikompres
dengan alkohol 70% sampai dialisis akan di mulai. Beritahukan pasien agar kompres
tetap di tempatnya.
2. Pasien dipasang infus. Kandung kemih dikosongkan. Pasien disuruh berkemih atau
dipasang kateter. Pasang pengikat pada tangan dan kaki (sambil dibujuk dan ikatan
jangan terlalu kencang).

E. Pelaksanaan Dialisis
1. Setelah dokter berhasil melakukan pemasangan kateter dialisis, pangkal kateter
dihubungkan dengan selang pada kantong penampung cairan dialisis yang
digantungkan pada sisi tempat tudur (satu pipa dihubungkan dengan selang cairan
dialisis). Pasang klem pada selang pembuangan ini.
2. Setelah persiapan selesai buka klem yang dari botol cairan dialisis; memasukan cairan
ini berlangsung selama 15 menit untuk 1 botol cairan. Setelah cairan habis klem
ditutup biarkan cairan berada didalam rongga peritoneum selama 30 menit.
Banyaknya cairan yang dimasukan dimulai dari 30-40 ml/kg sampai maksimum 2
leter.
3. Sesudah 30 menit Buka klem yang ke pembuangan; cairan akan keluar dalam waktu
15 menit. Jika tidak ancar berarti ada gangguan, dan banyaknya cairan yang keluar
harus sebanding dengan yang dimasukan.Pada uumnya kurang sedikit; tetapi jika
trlalu banyak perbdaannya harus memberitahukan dokter.
4. Bila cairan tidak kelur lagi,selangdi klem; masukn cairan dialisis dan selanjutnya
dilakukan seperti siklus pertam. Siklus ini dapat sampai 24-36 kali sesuai dengan hasil
pemeriksaan ureum. Ureum dikontrol setiap 3 jam selama dialisis berlangsung.
Tesimeter dipasang menetap dan diukur secara periodik (sesuai petunjuk dokter dan
melihat perkembangan pasiennya).
5. Selama dialisis biasanya pasin boleh minum; kadang-kadang juga makan. Untuk
mencegan sumbatan fibrin pada selang dialisis pada setip botol cairan dialisis
ditambahkan 1.000 Unit Heparin. Biasanya dilakukan terutama pada permulaan
dialisis.

F. Komplikasi dialisis
Komplikasi dialisis dapat terjadi disebabkan karena drainase, infeksi, syndrom di
sekuilibrium dialisis dan masalah yang timbul akibat komposisi cairan. Komplikasi tersebut
adalah :

1. Nyeri abdomen berat.


Biula terjadi saat pengisian abdomen. Tindakannya selang segera di jepit (diklem),
pasien diubah posisinya misalnya didudukan. Jika tidak ada perbaikan kateter harus
diperbaiki (oleh dokter). Nyeri hebat mendadak mungkin disebabkan ruptur
peritoneum.
2. Bila mengikuti drainase, isi kembali ke ruang abdomen dengan sebagian dialisat.
3. Penyumbatan drain.
4. Urut perut pasien dan ubah posisi pasien.
5. Manipulasi kateter atau suntikan 20 ml dialisat dengan kuat untuk membebaskan
sumbatan. Bila gagal, pindahkan kateter pada posisi lain.
6. Berikan heparin pada dialisat untuk mengurangi pembekuan darah dan merendahkan
fibrin.
7. Kontrol dengan pemeriksaan sinar x. Bila ada perdarahan intraperitoneum yang
masuk ke dalam kateter, kontrol kadar hematokit dialisat untuk menilai lama dan
beratnya pendarahan.
8. Hipokalsemia; dicegah dengan menambahkan 3,5-4 mEq/L kalsium per liter dialisat.
Hidrasi berlebihan dapat diketahui dengan mengukur berat badan tiap 8 jam. Berat
badan pasien akan turun 0,5-1% setiap hari. Jika meninggi berikan dialisat dextrose 2-
7 % atau ke dalam cairan dialisat ditambahkan cairan dextrose 1,5% dan 7% berganti-
ganti atau bersama-sama dengan perbandingan 1:1.
9. Hipovolemia dapat diketahui denga mengukur tekanan darah dan mengawasi tanda-
tanda renjatan. Jika ada berikan albumin 5% secara intravena atau infus dengan NaCl
0,9%.
10. Hipokalemia ditentukan dengan cara mengukur kadar kalium darah dan mengawasi
perubahan EKG yang terjadi (gejalanya: perut kembung, nadi lemah).
Infeksi dicurigai bila cairan dialisat yang dikeluarkan keruh atau berwarna. Peritonitis
terjadi biasanya karena kuman gram negatif atau streptococus aures. Berikan
antibiotik.
11. Hiperglikemi terjadi karena absorbsi glukosa dari dialisat. Bila kadar glukosa darah
meningkat, koreksi dengan memberikan insulin dengan dosis yang sesuai.
Hipoproteinemia timbul karena keluarnya protein dalam dialisat. Bila terjadi,
tindakannya diberikan albumin atau plasma.
12. Pneumoni dan atelektasis diberikan pengobatan baku.
13. Sindrom disekuilibrium dialisis lebih sering terjadi pada hemodialisis. Dapat terjadi
selama dialisis atau setelah 24 jam pertama yang ditandai oleh gejala kelemahan
umum, mengantuk, bingung. Lebih berat terdapat gejala tegang, hipertensi,
berhentinya pernafasan dan denyut jantung. Diduga patogenesisnyan karena
meningginya osmolalitas cairan serebrospinal dibandingkan dengan cairan
eksrtaseluler. Perbedaan osmolalitas menyebabkan masuknya cairan kedalam otak.
Sindrom ini diatasi dengan pemberian glukosa hpertoik secara intravena dan diharap
dapat mengubah perbedaan osmolalitas hingga kembali normal.
14. Dapat terjadi, hiperglikemih nonketon sebagai akibat pengaruh osmosis glukosa yang
memasuki ruang ekstraseluler selama dialisis yang tidak dimetabolisme secara
sempurna pada saat uremia. Kadar glukosa dapat melampaui 500mg%. Untuk
menurunkan kadar tersebut diperlukan insulin. Jika menggunakan cairan yang 7%
dapat terjadi dehidrasi ekstraseluyler dan deplesi volume pembuluh darah yang
menimbulkan renjatan.

G. Penatalaksanaan Keperawatan

Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadi komplikasi dan
gangguan rasa aman dan nyaman. Pasien yang dilakukan dialisis adalah pasien yang sakit
payah sedangkan dialisis merupakan tindakan yang penuh resiko dengan berbagai
komplikasi. Oleh karena itu pasien yang dilakukan tindakan dialisis memerlukan pengawasan
yang cermat. Untuk ini biasanya diperlukan 1-2 tenaga khusus yang selalu ada di tempat
dialisis.
Adanya berbagai komplikasi dari sakit perut, perut kembung, kejang, renjatan sampai
dengan koma, maka pasien memerlukan pengawasan tanda-tanda pital setiap saat. Tekanan
darah diukur stiap jam, bila perlu lebih sering, oleh karena itu tensi meter dipasang tetap.
Juga menghitung nadi pernapasan serta suhu dilakukan lebih sering sesuai dengan keadaan
pasien. Jika terjadi hal-hal yang tidak semestinya pada pelaksanaan dialisis (yang memasukan
dan mengeluarkan cairan dialisa perawat) setelah dilakukan tindakan sesuai petunjuk dokter
pada daftar dialisis supaya segera menghubungi dokter. Pengawasan tanda-tanda vital dan
gangguan yang terjadi selama dialisis (bila ada) selalu dicatat dalam catatan khusus. Jumlah
urine yang sebelum dibuang juga dicatat. Perhatikan sesuai atau tidak. Obat-obatan diberikan
sesuai petunjuk. Dan harus selslu disediakan obat yang diperlukan sewaktu-waktu. Juga alat
untuk EKG. Ureum dikontrol setiap 3 jam/6 jam sesuai petunjuk dokter atau melihat keadaan
pasien. Berat badan ditimbang setiap 8 jam. Setelah dialisis selesai, luka ditutup denan kasa
steril yang diolesi dengan salep antibiotik, diplester kemudian pasien dipasang gurita.Selama
24 jam berikutnya, pasien diobservasi terus karena komplikasi masih mungkin terjadi.
Gangguan rasa aman dan nyaman.
Tindakan dialisis tentu merupakan hal yang menakutkan pasien, selain timbul rasa
sakit juga takut melihat alat-alatnya. Biasanya dialisis dilakukan diruangan khusus jika tidak
di ICU. Oleh karena itu jika pasien tidak payah atau koma perlu pendekatan yang baik.
Berikan dorongan agar tidak takut dan jelaskan mengapa perlu dilakukan dialisis. Untuk
memberikan rasa aman biasanya orang tua di izinkan menunggu. Selama dialisis pasien boleh
makan dan minum, dan keluarga boleh membantu memberikannya. Dengan adanya keluarga
disisinya dan perhatian dari perawatnya gangguan rasa aman dan nyaman dapat dikurangi

III. CIMINO

Suatu tindakan pembedahan dengan cara menghubungkan arteri radialis dengan vena
cephalica sehingga terjadi fistula arteriovena sebagai akses dialisis.
BAB III

3.1 SARAN DAN KESIMPULAN


Hemodialisa merupakan pengganti terapi faal ginjal dengan tujuan untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan air dan
elektrolit antara kompartemen darah pasien dengan kompartemen larutan dialisat melalui
selaput semipermeabel yang bertindak sebaagai ginjal buatan. Tujuan dari hemodialisa adalah
untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah pasien ke dializer tempat
darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan ketubuh pasien. Ada tiga prinsip yang
mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Bagi penderita gagal
ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak
menyebabkan penyembuhan atau pemulihan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi
hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan tampak dari gagal
ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Havens, L. & Terra, R. P, 2005, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.


NKF, 2006, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.
Jonathan Himmelfarb, MD. Hemodialysis Complications. American Journal of Kidney
Disease, vol 45, No.6 (June); 2005: pp 1125-1131.
Daugridas, JT. Cronic Hemodyalisis Prescription : A Urea Kinetic Approach. Daugirdas JT,
Ing TS (Eds) Handbook of Dialysis 3dh edition by Lippincott Williams and Willkins
Publisers 2000 : 12-47.
Rahardjo P., Susalit E., Suhardjono. Hemodialisis. Dalam Buku AJar Ilmu Penyakit Dalam,
Edisi IV,
Xue JL, Ma JZ, Louis TA, Collins AJ: Forecast of the number of patients with end-stage
renal disease in the United States to the year 2010. J Am Soc Nephrol 12:2753-2758,
2001.
Albert Lasker : Award for Clinical Medical Research. J Am Soc Nephrol 13:3027-3030,
2002.
Kinchen KS, Sadler J, Fink N, et al: The timing of specialist evaluation in chronic kidney
disease and mortality. Ann Intern Med 137:479-486, 2002

También podría gustarte

  • Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
    Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
    Documento7 páginas
    Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
    Putri Paramita Sari
    Aún no hay calificaciones
  • Sap GGK
    Sap GGK
    Documento6 páginas
    Sap GGK
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Soni
    Soni
    Documento22 páginas
    Soni
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Cover
    Cover
    Documento1 página
    Cover
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Soni
    Soni
    Documento22 páginas
    Soni
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Pathway
    Pathway
    Documento3 páginas
    Pathway
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • SIKLUS JANTUNG
    SIKLUS JANTUNG
    Documento8 páginas
    SIKLUS JANTUNG
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Leaflet
    Leaflet
    Documento1 página
    Leaflet
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • SIKLUS JANTUNG
    SIKLUS JANTUNG
    Documento8 páginas
    SIKLUS JANTUNG
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Word Teh Putri
    Word Teh Putri
    Documento2 páginas
    Word Teh Putri
    Annisa Sakila
    Aún no hay calificaciones
  • Suhu Terbaru
    Suhu Terbaru
    Documento17 páginas
    Suhu Terbaru
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • BAB III Hipertensi Fixx
    BAB III Hipertensi Fixx
    Documento11 páginas
    BAB III Hipertensi Fixx
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Mengulas Artikel
    Mengulas Artikel
    Documento7 páginas
    Mengulas Artikel
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Kehamilan Gemelli
    Kehamilan Gemelli
    Documento32 páginas
    Kehamilan Gemelli
    Ditha Rizky Oktavianti
    Aún no hay calificaciones
  • BAB III Gemeli
    BAB III Gemeli
    Documento15 páginas
    BAB III Gemeli
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Terapi Pijat Peningkatkan Berat Bayi
    Terapi Pijat Peningkatkan Berat Bayi
    Documento7 páginas
    Terapi Pijat Peningkatkan Berat Bayi
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Cover Anak
    Cover Anak
    Documento1 página
    Cover Anak
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • BAB III Gemeli
    BAB III Gemeli
    Documento15 páginas
    BAB III Gemeli
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Bab 2
    Bab 2
    Documento26 páginas
    Bab 2
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Bab Ii-1
    Bab Ii-1
    Documento20 páginas
    Bab Ii-1
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Rpkps Kom Ahmad Alfan
    Rpkps Kom Ahmad Alfan
    Documento35 páginas
    Rpkps Kom Ahmad Alfan
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Documento2 páginas
    Abs Trak
    bahtiar
    Aún no hay calificaciones
  • Kontrak Belajar Windy Astutik New
    Kontrak Belajar Windy Astutik New
    Documento6 páginas
    Kontrak Belajar Windy Astutik New
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Critical Jurnal Bws
    Critical Jurnal Bws
    Documento17 páginas
    Critical Jurnal Bws
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Kelompok 3 Gadar
    Kelompok 3 Gadar
    Documento9 páginas
    Kelompok 3 Gadar
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Bab 2
    Bab 2
    Documento26 páginas
    Bab 2
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Bab I Gemeli SC
    Bab I Gemeli SC
    Documento4 páginas
    Bab I Gemeli SC
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Ha Has Sssssss
    Ha Has Sssssss
    Documento23 páginas
    Ha Has Sssssss
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Ha Has Sssssss
    Ha Has Sssssss
    Documento23 páginas
    Ha Has Sssssss
    AlfanIndra
    Aún no hay calificaciones
  • Contoh Proposal Home Care
    Contoh Proposal Home Care
    Documento9 páginas
    Contoh Proposal Home Care
    apriliyanto
    Aún no hay calificaciones