Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
1. PENDAHULUAN
Sejak pada tahun 1960 hemodialisa diterapkan sebagai suatu terapi pengganti ginjal
pada pasien gagal ginjal akut dan gagal ginjal terminal. Hemodialisa merupakan terapi
pengganti yang bertindak sebagai ginjal buatan (artificial kidney atau dialyzer). Biasanya di
Indonesia hemodialisa dilakukan 2 kali seminggu. Setiap kali hemodialisa dibutuhkan waktu
selama kurang lebih 5 jam. Di beberapa pusat dialysis lainnya ada yang dilakukan
hemodialisa 3 kali seminggu dengan lama dialysis 4 jam.
Hemodialisa merupakan salah satu terapi faal ginjal dengan tujuan untuk
mengeluarkan zat zat metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan air dan
elektrolit antara kompartemen darah pasien dengan kompartemen larutan diasilat melalui
membrane semipermeabel yang bersifat sebagai pengganti ginjal. Hemodialisis sering
disebut pada orang awan sebagai terapi cuci darah. Hemodialisa terbukti dapat bermanfaat
dalam memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup penderita gagal ginjal terminal.
Dalam suatu proses hemodialisis, darah penderita dipompa oleh mesin kedalam kompartemen
darah pada dialyzer. Dialyzer mengandung ribuan serat atau fiber sintetis yang berlubang
kecil ditengahnya. Darah mengalir di dalam lubang serat sedangkan cairan dialisis yaitu
dialisat mengalir diluar serat. Dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel
tempat terjadinya proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara meningkatkan tekanan
hidrostatik melintasi membran dialyzer dengan cara menerapkan tekanan negatif ke dalam
kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zat-zat terlarut berpindah dari darah ke
dalam cairan dialisat. Hal ini dapat bermanfaat untuk menyedot kelebihan cairan tubuh dan
sampah-sampah sisa hasil metabolik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang ini telah
dilaksanakan pada banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal yang
kompartemen darahnya adalah kapiler selaput semipermeabel (hollow fibre kidney). Kualitas
hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur tertinggi sampai sekarang adalah 14
tahun.
Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat
beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang
selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki
terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan
Banyak orang merasa tak nyaman dan ragu-ragu saat-saat pertama dilakukan
hemodialisa. Saat dilakukan hemodialisa sebenarnya anda tidak akan merasakan apa-apa,
beberapa orang akan merasa lelah setelah selesai dilakukan hemodialisa terutama bila baru
beberapa kali hemodialisa. Setelah beberapa kali hemodialisa maka cairan yang berlebih dan
racun dari tubuh anda akan berkurang, anda akan merasa kembali bertenaga.
BAB II
TINJAUN TEORI
I. HEMODIALISA
A. PENGERTIAN HEMODIALISA
1. Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah, dan dialisi yang berarti
pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah suatu metode terapi dialisis yang
digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika
secara akut ataupun secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses
tersebut. Terapi ini dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi
membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisa dapat dilakukan
pada saat toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan untuk mencegah
kerusakan permanen atau menyebabkan kematian. Tujuan dari hemodialisa adalah
untuk memindahkan produk-produk limbah yang terakumulasi dalam sirkulasi
klien dan dikeluarkan kedalam mesin dialisis. (Muttaqin & Sari, 2011).
2. Hemodialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara
pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju
kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik
utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama
yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap
perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. ( Price dan Wilson, 2005)
3. Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang
dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk
membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam
sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah,
maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
melalui pembedahan (NKF, 2006)
4. Unit hemodialisa adalah merupakan ruangan khusus yang tidak terpisah dari satu
rumah sakit untuk melaksanakan tindakan hemodialisis baik akut maupun kronik /
terminal.
B. TUJUAN HEMODIALISA
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
E. PRINSIP HEMODIALISA
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan melaui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, kecairan dialisat
dengan konsentrasi yang lebih rendah. Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam
tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan
menciptakan gradient tekanan, Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan
tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien
tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan
hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan). Sistem dapar (buffer sisite) tubuh
dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi dari cairan dialisat ke
dalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk membentuk bikarbonat. Darah
yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh
darah vena (Smeltzer & Bare, 2002).
F. PROSES HEMODIALISA
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi
mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah
melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat
dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik.
Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi
maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran
membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi
pemindahan larutan (Tisher & Wilcox, 2003). Dalam proses hemodialisa diperlukan
suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut
dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum,
kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk
melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah
yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006). Suatu mesin ginjal
buatan atau hemodializer terdiri dari membran semipermeabel yang terdiri dari dua
bagian, bagian untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir dari arah
yang berlawanan dengan arah darah ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran
darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillarydializer yang terdiri dari
ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian
tengah tabung-tabung kecil ini, dan cairan dialisat membasahi bagian luarnya.
Dializer ini sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat
adanya banyak tabung kapiler (Price & Wilson, 2005).
Menurut Corwin (2004) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh.
Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke
dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel
(dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan
yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai
dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui
arterio venosa shunt (AV-shunt). Selanjutnya Price dan Wilson (2005) juga
menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan
satu lagi untuk cairan dialisa. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur
arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur
vena. Cairan dialisa membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan
sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan
perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa.
Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di
luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah
dan dialisat terjadi sepanjang membransemipermeabel dari hemodializer melalui
proses difusi,osmosis, dan ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat
perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan
hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen
darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan
menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan
negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan
kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan
garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan
darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal
(di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran
denganquick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran
kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri
melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah
atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah
kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien,
maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm
untuk berbagai parameter (Price & Wilson, 2005). Menurut PERNEFRI (2003) waktu
atau lamanyahemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa
dilakukan 4 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya
dilakukan 10 15 jam/minggu dengan QB 200300 mL/menit. Sedangkan menurut
Corwin (2004) hemodialisa memerlukan waktu 3 5 jam dan dilakukan 3 kali
seminggu. Pada akhir interval 2 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam,
air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia
karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.
Menurut Tisher dan Wilcox (2003) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi
pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan
biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan factor risiko terjadinya perdarahan.
7. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
8. Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
H. PENATALAKSANAAN HD PADA PASIEN GGK
Pada klien GGK, tindakan hemodialisa dapat menurunkan risiko kerusakan organ-
organ vital lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan
hemodialisa tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal secara
permanen. Klien GGK biasanya harus menjalani terapi dialisis sepanjang hidupnya
atau sampai mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Muttaqin & Sari,
2011).
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat
adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengekskresikan produk
akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum
pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang terjadi akibat penumpukan
tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan akan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan
dengan demikian meminimalkan gejala (Smeltzer & Bare, 2002).
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung
kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan
bagian dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif,
asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa
penyesuaian dan pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan.Banyak
obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang
memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia dan anti
hipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini
dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik
(Smeltzer & Bare, 2002).
I. FREKUENSI HEMODIALISA
femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh
pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai
aliran arterial, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya
sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan
jarum: jarum arterial diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula
atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di
klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian
hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal
salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk
memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat
disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu
dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah
pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke
dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat
sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang
mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi
seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port
obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan
ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui venosa atau
selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan
mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas
sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam
perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk
membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan
dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung
tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis
Tujuan :
Agar proses hemodialisis dapat berjalan lancar sesuai dengan hasil yang diharapkan
1. Punksi Cimino
2. Punksi Femoral
Punksi Cimino
a. Persiapan Alat-alat
1. 1 buah bak instrumen besar, yang terdiri dari :
2. 3 buah mangkok kecil
a. 1 untuk tempat NaCL
b. 1 untuk tempat Betadine
c. 1 untuk Alkohol 20%
3. Arteri klem
4. 1 spuit 20 cc
5. 1 spuit 10 cc
6. 1 spuit 1 cc
7. Kassa 5 lembar (secukupnya)
8. IPS sarung tangan
9. Lidocain 0,5 cc (bila perlu)
10. Plester
11. Masker
12. 1 buah gelas ukur / math can
13. 2 buah AV Fistula
14. Duk steril
15. Perlak untuk alas tangan
16. Plastik untuk kotoran
b. Persiapan Pasien
1. Timbang berat badan
2. Observasi tanda-tanda vital dan anamnesis
3. Raba desiran pada cimino apakah lancar
4. Tentukan daerah tusukan untuk keluarnya darah dari tubuh ke mesin
5. Tentukan pembuluh darah vena lain untuk masuknya darah dari mesin
ke tubuh pasien
6. Beritahu pasien bahwa tindakan akan dimulai
7. Letakkan perlak di bawah tangan pasien
8. Dekatkan alat-alat yang akan digunakan
c. Persiapan Perawat
1. Perawat mencuci tangan
2. Perawat memakai masker
3. Buka bak instrumen steril
4. Mengisi masing-masing mangkok steril dengan: Alcohol, NaCl 0,9%,
dan Betadine
5. Buka spuit 20 cc dan 10 cc, taruh di bak instrumen
6. Perawat memakai sarung tangan
7. Ambil spuit 1 cc, hisap lidocain 1% untuk anestesi lokal (bila
digunakan)
8. Ambil spuit 10 cc diisi NaCl dan Heparin 1500u untuk mengisi AV
Fistula
d. Memulai Desinfektan
1. Jepit kassa betadine dengan arteri klem, oleskan betadine pada daerah
cimino dan vena lain dengan cara memutar dari arah dalam ke luar, lalu
masukkan kassa bekas ke kantong plastik
2. Jepit kassa Alcohol dengan arteri klem, bersihkan daerah Cimino dan
vena lain dengan cara seperti no.1
3. Lakukan sampai bersih dan dikeringkan dengan kassa steril kering,
masukkan kassa bekas ke kantong plastik dan arteri klem diletakkan di
gelas ukur
4. Pasang duk belah di bawah tangan pasien, dan separuh duk ditutupkan
di tangan
e. Memulai Punksi Cimino
1. Memberikan anestesi lokal pada cimino (tempat yang akan dipunksi)
dengan spuit insulin 1 cc yang diisi dengan lidocain.
2. Tusuk tempat cimino dengan jarak 8 10 cm dari anastomose
3. Tusuk secara intrakutan dengan diameter 0,5 cm
4. Memberikan anestesi lokal pada tusukan vena lain
5. Bekas tusukan dipijat dengan kassa steril
f. Memasukkan Jarum AV Fistula
1. Masukkan jarum AV Fistula (Outlet) pada tusukan yang telah dibuat
pada saat pemberian anestesi lokal
2. Setelah darah keluar aspirasi dengan spuit 10 cc dan dorong dengan
NaCl 0,9% yang berisi heparin, AV Fistula diklem, spuit dilepaskan,
dan ujung AV Fistula ditutup, tempat tusukan difiksasi dengan plester
dan pada atas sayap fistula diberi kassa steril dan diplester
3. Masukkan jarum AV Fistula (inlet) pada vena lain, jarak penusukan
inlet dan outlet usahakan lebih dari 3 cm
4. Jalankan blood pump perlahan-lahan sampai 20 ml/mnt kemudian
pasang sensor monitor
5. Program mesin hemodialisis sesuai kebutuhan pasien
6. Bila aliran kuran dari 100 ml/mnt karena ada penyulit, lakukan
penusukan pada daerah femoral
7. Alat kotor masukkan ke dalam plastik, sedangkan alat-alat yang dapat
dipakai kembali di bawa ke ruang disposal
8. Pensukan selesai, perawat mencuci tangan
2. Indikasi Biokemis
a. Ureum darah lebi dari 250 mg%. Ureum sendiri tidak sangat toksik, tetapi diperlukan
pemeriksaan ureum secara teratur selama dialisis.
b. Kalium darah lebih dari 8 mEq/L. Peninggian kadar kalium darah lebih dari 8 mEq/L
dapat menimbulkan atetmia jantung yang fatal.
c. Bikarbonat darah kurang dari 12 mEq/L. Kadar bikarbonat darah yang rendah akan
merupakan peluang terjadinya asidosis metabolik. Kadar bikarbonat plasma yang
rendah secara klinik ditunjukan adanya pernafasan yang cepat dan dalam.
Kontraindikasi mutlak pada hakekatnya tidak ada, tetapi harus hati-hati terhadap
kemungkinan adanya peritonitis lokal, fistel atau kolostomi, penyakit abdomen,
anastomosis pembuluh darah besar abdomen, perdarahan yang sukar diatasi.
d. Dialisis dilakukan dokter di kamar yang aseptik.
D. Persiapan pasien :
1. Bila pasien masih sadar diberitahukan dan diberikan dorongan moril agar pasien tidak
takut. Satu jam sebelum dialisis dilaksanakan kulit pada permukaan perut sampai di
daerah simpisis dibersihkan dengan air dan sabun kemudian sesudahnya dikompres
dengan alkohol 70% sampai dialisis akan di mulai. Beritahukan pasien agar kompres
tetap di tempatnya.
2. Pasien dipasang infus. Kandung kemih dikosongkan. Pasien disuruh berkemih atau
dipasang kateter. Pasang pengikat pada tangan dan kaki (sambil dibujuk dan ikatan
jangan terlalu kencang).
E. Pelaksanaan Dialisis
1. Setelah dokter berhasil melakukan pemasangan kateter dialisis, pangkal kateter
dihubungkan dengan selang pada kantong penampung cairan dialisis yang
digantungkan pada sisi tempat tudur (satu pipa dihubungkan dengan selang cairan
dialisis). Pasang klem pada selang pembuangan ini.
2. Setelah persiapan selesai buka klem yang dari botol cairan dialisis; memasukan cairan
ini berlangsung selama 15 menit untuk 1 botol cairan. Setelah cairan habis klem
ditutup biarkan cairan berada didalam rongga peritoneum selama 30 menit.
Banyaknya cairan yang dimasukan dimulai dari 30-40 ml/kg sampai maksimum 2
leter.
3. Sesudah 30 menit Buka klem yang ke pembuangan; cairan akan keluar dalam waktu
15 menit. Jika tidak ancar berarti ada gangguan, dan banyaknya cairan yang keluar
harus sebanding dengan yang dimasukan.Pada uumnya kurang sedikit; tetapi jika
trlalu banyak perbdaannya harus memberitahukan dokter.
4. Bila cairan tidak kelur lagi,selangdi klem; masukn cairan dialisis dan selanjutnya
dilakukan seperti siklus pertam. Siklus ini dapat sampai 24-36 kali sesuai dengan hasil
pemeriksaan ureum. Ureum dikontrol setiap 3 jam selama dialisis berlangsung.
Tesimeter dipasang menetap dan diukur secara periodik (sesuai petunjuk dokter dan
melihat perkembangan pasiennya).
5. Selama dialisis biasanya pasin boleh minum; kadang-kadang juga makan. Untuk
mencegan sumbatan fibrin pada selang dialisis pada setip botol cairan dialisis
ditambahkan 1.000 Unit Heparin. Biasanya dilakukan terutama pada permulaan
dialisis.
F. Komplikasi dialisis
Komplikasi dialisis dapat terjadi disebabkan karena drainase, infeksi, syndrom di
sekuilibrium dialisis dan masalah yang timbul akibat komposisi cairan. Komplikasi tersebut
adalah :
G. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadi komplikasi dan
gangguan rasa aman dan nyaman. Pasien yang dilakukan dialisis adalah pasien yang sakit
payah sedangkan dialisis merupakan tindakan yang penuh resiko dengan berbagai
komplikasi. Oleh karena itu pasien yang dilakukan tindakan dialisis memerlukan pengawasan
yang cermat. Untuk ini biasanya diperlukan 1-2 tenaga khusus yang selalu ada di tempat
dialisis.
Adanya berbagai komplikasi dari sakit perut, perut kembung, kejang, renjatan sampai
dengan koma, maka pasien memerlukan pengawasan tanda-tanda pital setiap saat. Tekanan
darah diukur stiap jam, bila perlu lebih sering, oleh karena itu tensi meter dipasang tetap.
Juga menghitung nadi pernapasan serta suhu dilakukan lebih sering sesuai dengan keadaan
pasien. Jika terjadi hal-hal yang tidak semestinya pada pelaksanaan dialisis (yang memasukan
dan mengeluarkan cairan dialisa perawat) setelah dilakukan tindakan sesuai petunjuk dokter
pada daftar dialisis supaya segera menghubungi dokter. Pengawasan tanda-tanda vital dan
gangguan yang terjadi selama dialisis (bila ada) selalu dicatat dalam catatan khusus. Jumlah
urine yang sebelum dibuang juga dicatat. Perhatikan sesuai atau tidak. Obat-obatan diberikan
sesuai petunjuk. Dan harus selslu disediakan obat yang diperlukan sewaktu-waktu. Juga alat
untuk EKG. Ureum dikontrol setiap 3 jam/6 jam sesuai petunjuk dokter atau melihat keadaan
pasien. Berat badan ditimbang setiap 8 jam. Setelah dialisis selesai, luka ditutup denan kasa
steril yang diolesi dengan salep antibiotik, diplester kemudian pasien dipasang gurita.Selama
24 jam berikutnya, pasien diobservasi terus karena komplikasi masih mungkin terjadi.
Gangguan rasa aman dan nyaman.
Tindakan dialisis tentu merupakan hal yang menakutkan pasien, selain timbul rasa
sakit juga takut melihat alat-alatnya. Biasanya dialisis dilakukan diruangan khusus jika tidak
di ICU. Oleh karena itu jika pasien tidak payah atau koma perlu pendekatan yang baik.
Berikan dorongan agar tidak takut dan jelaskan mengapa perlu dilakukan dialisis. Untuk
memberikan rasa aman biasanya orang tua di izinkan menunggu. Selama dialisis pasien boleh
makan dan minum, dan keluarga boleh membantu memberikannya. Dengan adanya keluarga
disisinya dan perhatian dari perawatnya gangguan rasa aman dan nyaman dapat dikurangi
III. CIMINO
Suatu tindakan pembedahan dengan cara menghubungkan arteri radialis dengan vena
cephalica sehingga terjadi fistula arteriovena sebagai akses dialisis.
BAB III