Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Disusun oleh :
dr. Rizka Nurul Firdaus
Pendamping :
dr. Lita Feradila Rosa
2. Etiologi
Virus Dengue serotype 1,2,3, dan 4 yang di tularkan oleh vector Aedes aegypti,
nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies lain yang
merupakan vector yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotype akan
menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotype lain.
3. Patofisiologi
Virus Dengue dibawa oleh nyamuk Ae. Aegypti dan Ae. Albopictus sebagai vektor ke
tubuh manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Namun tidak semua orang yang
terkena gigitan nyamuk tersebut dapat terserang penyakit DBD. Apabila terdapat
kekebalan yang cukup dalam tubuh manusia tersebut maka tidak akan terserang sakit,
meskipun dalam darahnya terdapat virus tersebut. Sebaliknya pada orang yang tidak
mempunyai kekeblan akan mengalami demam yang ringan bahkan sakit berat, yaitu
demam tinggi yang disertai perdarahan bahkan syok, tergantung dari tingkat kekebalan
yang dimilikinya. Infeksi yang pertama kali mungkin memberikan gejala sebagai
Demam Dengue dan menimbulkan antibodi terhadap serotipe tersebut tetapi tidak
untuk serotipe yang lain. Apabila orang itu mendapat infeksi ulang oleh tipe virus yang
berlainan akan menimbulkan reaksi yang berbeda dan lebih berat.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik virus Dengue sangat bervariasi tergantung daya tahan tubuh dan
virulensi itu sendiri. Mulai dari tanpa gejala (asimptomatik), demam ringan tidak
spesifik (undifferential fever), demam dengue, demam berdarah dengue dan sindrom
syok dengue (SSD).
6. Fogging
Fogging (pengasapan) adalah salah satu teknis pengendalian nyamuk yang
dilakukan diluar ruangan. Alat yang digunakan adalah mesin fogging (Termal Fogger).
Target dari cara pengendalian ini adalah nyamuk dewasa yang berada diluar gedung.
Area yang biasa dilakukan pengasapan antara lain Garbage Area (tempat sampah),
drainage (STP), pengasapan tebal pada seluruh jalur got (drainage) yang tertutup
treatment dengan insektisida khusus termal fogger.
Penyemprotan Nyamuk adalah salah satu pekerjaan yang dilakukan oleh
operator pest control yang sistem pekrjaannya adalah dengan melakukan Fogging
(pengasapan) disekitar lingkungan yang sudah ada manusia yang terkena gigitan
nyamuk demam berdarah dan mengakibatkan manusia tersebut menjadi sakit. Untuk
menghindari agar nyamuk demam berdarah tidah bersarang dilingkungan anda
diutamakan kebersihan daripada lingkungan dan disarankan dilakukan Fogging
(pengasapan) yang dikerjakan oleh badan usaha yang profesional.
Swingfog adalah pengasapan insektisida dengan mesin swingfog dilaksanakan
dengan cara menyemprotkan insektisida ke dalam bangunan rumah atau lingkungan
sekitar rumah diharapkan nyamuk yang berada dihalaman maupun didalam rumah
terpapar dengan isektisida dan dapat dibasmi. Upaya untuk menekan laju penularan
penyakit DBD salah satunya ditunjukkan untuk mengurangi kepadatan vektor DBD
secara kimiawi yang dikenal dengan istilah pengasapan (fogging) yaitu menggunakan
alat yang diberi nama swingfog. Fogging adalah untuk membunuh sebagian besar
vektor infektife dengan cepat, sehingga rantai penularan segera dapat diputuskan.
Selain itu kegiatan ini juga bertujuan untuk menekan kepadatan vektor selama waktu
yang cukup sampai dimana pembawa virus tumbuh sendiri. Alat yang digunakan untuk
fogging terdiri dari portable thermal fog machine dan ultra low volume ground sprayer
mounted.
Fogging yang efektif dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 07.00 sampai
dengan 10.00 dan sore hari pukul 15.00 sampai 17.00, bila dilakukan pada siang hari
nyamuk sudah tidak beraktiftas dan asap fogging mudah menguap karena udara terlalu
panas. Fogging sebaiknya jangan dilakukan pada keadaan hujan karena sia-sia saja
melakukan pengasapan.
Fogging dapat memutuskan rantai penularan DBD dengan membunuh nyamuk
dewasa yang mengandung virus . namun, fogging hanya efektif selama dua hari. Selain
itu, jenis insektisida yang digunakan untuk fogging ini juga harus ganti-ganti untuk
menghindari resistensi dari nyamuk.
Selama 40 tahun terakhir, bahan kimia telah digunakan untuk membasmi
nyamuk bagi kesehatan masyarakat saat ini banyak bermunculan fenomena resistensi
terhadap bahan insektisida yang umum digunakan, antara lain: malathion, temephos,
tenthion, permethrin, profoxur, dan fenithrothion. Cara itu sangat lazim digunakan pada
saat outbreak terutama pada bulam-bulan kritis seranga DBD. Walaupun bahan aktif
yang digunakan itu tidak selalu efektif mengendalikan vektor karena dibeberapa
tempat, Aedes sudah menunjukkan resistensi terhadap beberapa insektisida yang
digunakan. Hampir semua populasi aedes aegypti menunjukkan ketahanan terhadap
insektisida pyrethroid, permethrin, dan deltamethrin. Kalaupun pengasapan masih
digunakan hasilnya hanya dapat menghalau atau membunuh naymuk dewasa tetapi
tidak termasuk larvanya. Pengasapan dengan malathion 4 persen dengan pearut solar,
yang dinilai masih efektif hanya mampu membunuh nyamuk dewasa pada radius 100-
200 meter dari jarak terbang nyamuk yang hanya efektifitas satu sampai dua. Dalam
kondisi seperti itu, penggunaan insektisida selain kurang efektif dan mahal juga
berbahaya mterhadap kesehatan dan lingkungan.
Bahaya Fogging:
a. Dapat mengganggu saluran pernapasan
b. Bila dilakukan fogging terus menurun nyamuk dapat kebal terhadap bahan kimia.
c. Dapat mengakibatkan keracunan terhadap makanan yang terkena asap fogging.
Cara-cara Pelaksanaan Fogging:
Selama ini masyarakat begitu mengandalkan fogging untuk menekan laju penularan
penyakit DBD. Karena itu ada beberapa hal penting yang perlu kita ketahui mengenai
fogging antara ain sebagai berikut:
a. Bahwa fogging efektif untuk membasmi vektor atau nyamuk Aedes
agyepti dewasa saja karena itu upaya fogging saja tidaklah terlalu efekif untuk
menekan laju penularan DBD dimasyarakat meski tidak berarti upaya melakukan
fogging sia-sia.
b. Efek fogging hanya efektif bertahan selama dua hari.
c. Selain itu, jenis insektisida yang dipergunnakan mesti diganti secara periodik untuk
menghindari kekebalan (resistensi nyamuk Aedes)
Hal-hal yang diperhatikan dalam pelaksanaan fogging dengan swingfog untuk
mendapatkan hasil yang optimal adalah sebagai berikut:
a. Konsentrasi larutan dan cara pembuatannya. Untuk malathion, konsentrasi larutan
adalah 4-5%.
b. Nozzle yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelarut yang digunakan dan debit
keluaraan yang diinginkan.
c. Jarak moncong mesin dengan target maksimal 100 meter.
d. Kecepatan berjalan ketika memfogging, untuk swingfog kurang lebih 500 m2 atau
2/3 menit untuk satu rumah dan halamnnya.
e. Waktu fogging disesuaikan dengan kepadatan/aktifitas puncak dari nyamuk, yaitu
06.00 sampai 10.00.
BAB III
PERMASALAHAN
Bila terpenuhi kriteria 1,2 dan 3/4 dilakukan fogging fokus seluas 1 RW/Dukuh/300
rumah seluas 16 Ha, sebanyak 2 siklus dengan interval 7-10 hari dan PSN diluar dan di
dalam rumah.
Bila Hanya terpenuhi no 5/6, maka diharapkan menggerakkan masyarakat utk
melaksanakan PSN, selanjutnya dilakukan pengamatan ke II, 3 minggu yang akan datang
sejak tanggal sakit Index kasus.
Bila pada PE yang ke II ditemukan tambahan 1 kasus DBD dilakukan fogging seluas
300 rumah atau 1 RW/Dukuh sebanyak 2 siklus dengan interval 7-10 hari.
B. PELAKSANAAN KEGIATAN FOGGING
Pada hari Kamis, tanggal 12 Maret 2015 dilakukan fogging di Kelurahan
Samapuin di RT 01/RW 02 (ABJ 66%) dan RT 02/RW 02 (ABJ 76%) dengan nama-
nama kepala keluarga yang rumahnya termasuk dalam cakupan fogging antara lain
sebagai berikut :
Kelurahan Samapuin
RT 01/RW02 RT02/RW02
Bapak JND Bapak AP
Bapak JML Bapak S
Bapak H Bapak ABD
Bapak AM Bapak ANT
Bapak R Bapak M
Bapak N Bapak H
Bapak NSR Bapak KR
Bapak IH Bapak S
Bapak KBR Bapak Z
Bapak MJ
Bapak S
Bapak MZ
Bapak S
Bapak E
Bapak N
Bapak AMA
Bapak AM
C. PERMASALAHAN
Permasalahan yang di dapatkan di lapangan :
1. Kesadaran warga untuk mempersiapkan diri sebelum fogging dilakukan masih belum
baik, padahal pemberitahuan akan dilaksanakannya fogging sudah dilakukan kurang
lebih dua hari sebelumnya. Beberapa warga masih ada yang di dalam rumah, bahkan
ada bayi yang belum dibawa keluar rumah pada saat petugas fogging sudah mulai
menyalakan mesin fogging.
2. Masih ada beberapa warga yang beranggapan mengapa yang di fogging hanya
sebagian area saja (hanya 2 RT), tidak sekalian seluruhnya, hal ini menunjukkan
bahwa persepsi masyarakat masih menganggap bahwa fogging adalah cara terbaik
untuk membasmi nyamuk aedes aegypti.
BAB IV
PROBLEM SOLVING
Untuk mengubah persepsi masyarakat tentang cara pemberantasan sarang nyamuk yang
benar, sebaiknya kepada masyarakat disampaikan hal-hal berikut ini :
Pembatasan Fogging dilakukan karena :
1. Banyak polutan (zat pencemar) yang dihasilkan oleh mesin fogging akibat insektisida
yang disemprotkan dan pembakaran yang tidak sempurna.
2. Polutan yang mencemari makanan, air minum dan lingkungan rumah setelah
pelaksanaan fogging dapat mengganggu kesehatan warga baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada saat akan dilakukan fogging warga
dihimbau untuk menutup rapat-rapat makanan, air minum, air mandi, piring, gelas,
sendok dsb. Dalam hal ini belum semua warga melaksanakannya, bahkan pada saat
fogging masih banyak warga yang tidak mau keluar rumah, ada anak-anak yang
mengikuti penyemprot dan ada warga memasuki rumah sebelum asap fogging di
dalam rumah habis.
3. Fogging memerlukan biaya cukup besar ( Rp. 1.900.000 untuk fogging radius 200
meter) dan tenaga yang cukup banyak dan terlatih (tidak efisien). Sedangkan daya
bunuhnya hanya 1 2 hari, setelah itu nyamuk akan menjadi banyak lagi dan akan
mudah menularkan DBD.
4. Bila fogging dilaksanakan sesuai dengan aturan kesehatan maka dampak positif yang
ditimbulkan akan lebih besar dibandingkan dampak negatifnya. Aturan yang paling
utama adalah fogging hanya dilaksanakan pada lokasi yang sedang terjadi penularan
DBD dan harus didahuli dan diikuti gerakan PSN serentak.
5. Fogging bukan merupakan langkah pencegahan munculnya penderita DBD melainkan
untuk memutus rantai bila telah terjadi penularan DBD. Salah satu ciri khas terjadinya
penularan DBD adalah terdapatnya lebih dari satu penderita DBD di dalam radius 200
meter dalam waktu seminggu. Dalam hal ini warga sering menganggap bahwa
fogging dilaksanakan setelah menunggu korban lebih banyak.
6. Penularan DBD tidak selalu terjadi di sekitar rumah penderita, tetapi dapat terjadi
dimanapun, terutama tempat-tempat beraktivitas pada jam-jam dimana nyamuk suka
menggigit, yaitu antara jam 08.00 11.00 dan jam 13.15 18.00.Waspadai tempat-
tempat aktivitas tersebut dengan memberantas sarang nyamuk yang masih ada.
Sekolah, perkantoran, pasar, terminal dsb juga merupakan tempat potensial penularan
DBD.
7. Pada umumnya warga masyarakat Sumbawa sudah mengetahui cara PSN yang benar,
yaitu dengan 3 M Plus (menguras, menutup dan mengubur, plus ikanisasi), dan
hanya perlu melaksanakannya secara rutin.
Selain itu, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya nyamuk demam
berdarah, sebaiknya dibagikan booklet/poster atau buku panduan yang dibuat secara menarik
berisi tentang bagaimana perjalanan penyakit Demam Berdarah Dengue beserta siklus hidup
nyamuk aedes aegypti sebagai vektornya dan bagaimana cara mencegahnya. Media booklet
diharapkan dapat memberi informasi lebih apabila penyuluhan dirasakan kurang efektif,
sehingga kesadaran dan kepedulian serta kewaspadaan masyarakat tentang penyakit demam
berdarah semakin meningkat.
BAB V
KESIMPULAN
1. Fogging efektif untuk membasmi vektor atau nyamuk Aedes agyepti dewasa saja
karena itu upaya fogging saja tidaklah terlalu efekif untuk menekan laju penularan
DBD dimasyarakat meski tidak berarti upaya melakukan fogging sia-sia.
2. Pelaksanaan fogging pada umumnya memberikan kepuasan semu pada warga,
sehingga merasa aman dan tidak melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk)
lagi. Tidak jarang lokasi yang baru saja dilakukan fogging terdapat penderita DBD
baru dan nyamuknya banyak lagi.
3. Pencegahan DBD yang paling efektif dan efisien adalah dengan cara menghilangkan
sarang nyamuk sehingga tidak terdapat lagi jentik (uget-uget) yang tersisa. Warga
masyarakat tidak perlu menunggu korban untuk malaksanakan PSN secara serentak
dan rutin agar tidak muncul penderita DBD.
4. Perlunya penyampaian informasi ke masyarakat tentang gejala demam berdarah,
siklus hidup nyamuk dan cara pencegahannya dengan media yang lebih informatif dan
menarik agar kewaspadaan masyarakat tentang penyakit DBD semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue.
Jakarta, 1992
WHO SEARO. Terjemahan Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagie
Fever. Jakarta, 2000