Está en la página 1de 18

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ASUHAN
KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH. Makalah ini penulis disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Jiwa .
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini banyak
kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dan penulis.
Meski masih banyak kekurangan, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat,
khususnya bagi penulis dan Mahasiswa STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang dan umumnya
kepada para pembaca yang budiman.

Padang, 10 Oktober 2017


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No. 23
Tahun 1992, Pasal 1). Departemen Kesehatan (DEPKES) memberikan perhatian besar
untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa Indonesia dengan visi dan misi
Indonesia Sehat 2010. (http//www.pikiran rakyat.com)
Jumlah penduduk gangguan jiwa di Jawa Barat diperkirakan lebih dari 30%
dari jumlah penduduk dewasa. Jumlah tersebut bakal semakin bertambah dengan
kesulitan ekonomi yang disebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Keadaan tersebut diperparah dengan beberapa kejadian yang menimpa Indonesia
seperti bencana alam, diantaranya tsunami di Aceh dan Pangandaran, Lumpur panas
sidoarjo, serta gempa di Yogyakarta. Selain itu adanya gejolak politik lokal diberbagai
daerah dan meningkatnya tingkat persaingan antar individu merupakan salah satu
pemicu terjadinya gangguan mental.
Penyebab gangguan jiwa yang diderita terjadi karena frustasi, napza
(narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya), masalah keluarga, pekerjaan,
organik dan ekonomi. Namun jika dilihat dari persentase, penyebab tertinggi yaitu
karena frustasi.
Stigma penderita gangguan jiwa sat ini masih tinggi, tetapi masih sedikit yang
sadar untuk meminta bantuan psikiater. Akibatnya banyak penderita gangguan jiwa
yang sudah sembuh dan dipulangkan ke rumahnya, balik lagi ke rumah sakit. Para
pasien itu memilih untuk tinggal lagi di rumah sakit karena mendapatkan perlakuan
tidak menyenangkan di rumahnya. Keluarga mereka merasa malu karena ada
anggota keluarganya yang tidak waras. Akibatnya tidak sedikit yang memilih kabur.
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu melakukan
asuhan keperawatan pada klien dengan masalah gangguan konsep diri : harga diri
rendah
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR HARGA DIRI RENDAH


1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri
sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa
gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri ( Keliat, 1998).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negative, dapat secara langsung atau tidak langsung di
ekspresikan.
Seseorang yang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini
dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa
apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan
daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung
bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Akan
ada dua pihak yang bisa disalahkannya, entah itu menyalahkan diri sendiri
(secara negatif) atau menyalahkan orang lain (Rini, J.F, 2002).
Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
a. Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang
disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu
dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan
potensi. Yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan
pengalaman yang baru (Stuart & Sundeen, 1998).
b. Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku
sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu (Stuart &
Sundeen, 1998). Sering juga disebut bahwa ideal diri sama dengan cita cita,
keinginan, harapan tentang diri sendiri.
c. Identitas Diri (Self Identifity)
Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan
keunikkan individu (Stuart & Sundeen, 1998). Pembentukan identitas
dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi
merupakan tugas utama pada masa remaja
d. Peran Diri (Self Role)
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran
yang diterapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan.
Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu
(Stuart & Sundeen, 1998).
e. Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal
diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan
diri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, tetap merasa
sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart & Sundeen, 1998.
2. Etiologi
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang
tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system
pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang
negatif, difungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal
(Townsend, M.C. 1998 : 366).
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 82) koping individu tidak efektif adalah
keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami suatu
ketidakmampuan dalam mengalami stessor internal atau lingkungan dengan
adekuat karena ketidakkuatan sumber-sumber (fisik, psikologi, perilaku atau
kognitif).
Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998 : 312) koping individu tidak
efektif merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan memecahkan
masalah seseorang dalam memenuhi tuntutan kehidupan dan peran. Adapun
Penyebab Gangguan Konsep Diri Harga Diri Rendah, yaitu :
a. Factor Presdisposisi
Factor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan
orangtua, penolakan orangtua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang
kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
b. Factor Presipitasi
Factor Presipitasi Terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehillangan
bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau
produktifitas yang menurun.
Secara umum, gangguan konsep harga diri rendah ini dapat terjadi secara
situasional atau kronik. Secara situasional misalnya karena trauma yang
muncul secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, perkosaan atau
dipenjara termasuk dirawat di rumah sakit bisa menyebabkan harga diri
rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang
membuat klien tidak nyaman. Penyebab lainnya adalah harapan fungsi tubuh
yang tidak tercapai serta perlakuan petugas kesehatan yang kurang
menghargai klien dan keluarga. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan
klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran
negative dan meningkat saat dirawat.
Baik factor predisposisi maupun presipitasi diatas bila memengaruhi
seseorang dalam berpikir, bersikap maupun bertindak, maka dianggap akan
memengaruhi terhadap koping individu tersebut sehingga menjadi tidak
efektif ( mekanisme koping individu tidak efektif ). Bila kondisi pada lien tidak
dilakukan intervensi lebih lanjut dapat menyebabkan klien tifak mau bergaul
dengan orang lain ( isolasi social : menarik diri ), yang menyebabkan klien asik
dengan dunia dan pikirannya sendiri sehingga dapat muncul resiko prilaku
kekerasan.
Menurut peplau dan sulivan harga diri berkaitan dengan pengalaman
interpersonal, dalam tahap perkembangan dari bayi sampai lanjut usia
seperti good me, bad me, not me, anak sring diperslahkan, ditekan sehingga
perasaan amannya tidak terpengaruhi dan merasa ditolak oleh lingkungan
dan apabila koping yang digunakan tidak efektif akan menimbulkan harga diri
rendah. Menurut caplan, lingkungan social akan mempengaruhi individu,
pengalaman seseorang dan adanya perubahan social seperti perasaan
dikucilkan, ditolak oleh lingkungna social, tidak dihargai akan menyebabkan
stress dan menimbulkan penyimpangan perilaku akibat harga diri rendah.
3. Rentang respon
Respon adaptif Respon maladaptif
Aktualisasi diri Konsep diri positif Harga diri rendah Kerancuan identitas Deperso
nalisasi

4. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah (Psikodinamika)


Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal
diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri
sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,kekalahan, dan kegagalan,
tetapi merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan
diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat.Umumnya
disertai oleh evalauasi diri yang negative membenci diri sendiri dan menolak diri
sendiri. Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, missal harus dioperasi, kecelakaan, dicerai
suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, dll. Pada pasien yang dirawat dapat
terjadi harga diri rendah karena prifasi yang kurang diperhatikan : pemeriksaan
fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan, harapan akan
struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
b. Kronik
Yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berpikir yang negative. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negative terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada
pasien gangguan fisik yang kronis atau pada pasien gangguan jiwa.
5. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah
a. Mengejek dan mengkritik diri
b. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum dan menolak diri sendiri
c. Mengalami gejala fisik, missal : tekanan darah tinggi
d. Menunda keputusan
e. Sulit bergaul
f. Menghindari kesenangan yang dapat meberi rasa puas
g. Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga, halusinasi
h. Merusak diri : harga diri rendah menyokong pasien untuk mengakhirinya hidup
i. Merusak/melukai orang lain
j. Perasaan tidak mampu
k. Pandangan hidup yang pesimistis
l. Tidak menerima pujian
m. Penurunan produktivitas
n. Penolakan terhadap kemampuan diri
o. Kurang memerhatikan perawatan diri
p. Berpakaian tidak rapih
q. Berkurang selera makan
r. Tidak berani menatap lawan bicara
s. Lebih banyak menunduk
t. Bicara lambat dengan nada suara lemah.
6. Pohon Masalah
Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

Gangguan citra tubuh

7. Penatalaksanaan
Menurut hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini
sudah dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang
dimaksudmeliputi :
a. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat sebagai
berikut:
1) Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup singkat
2) Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil
3) Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik untuk gejala
positif maupun gejala negative skizofrenia
4) Lebih cepat memulihkan fungsi kogbiti
5) Tidak menyebabkan kantuk
6) Memperbaiki pola tidur
7) Tidak menyebabkan habituasi, adikasi dan dependensi
8) Tidak menyebabkan lemas otot.
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan yaitu golongan
generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical).Obat yang termasuk
golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL,
dan Haloperidol. Obat yang termasuk generasi kedua misalnya : Risperidone,
Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan aripiprazole.
b. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan
bersama. (Maramis,2005,hal.231).
c. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua
temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan
denga terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik. (Maramis, 2005).
d. Keperawatan
Biasanya yang dilakukan yaitu Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana
pengobatan untuk skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan
klien.Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial.Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan
praktis dalam komunikasi interpersonal.Therapi kelompok bagi skizofrenia
biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan
yang nyata. (Kaplan dan Sadock,1998).
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi
aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi
(Keliat dan Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok
diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri
harga diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy
aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan
aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Tanggal pengkajian :
Ruangan :
a. Identitas klien
Biasanya meliputi nama klien ( idntitas ), umur, jenis, kelamin, agama, alamat
lengkap, tanggal masuk, No. MR, penanggung jawab, keluarga yang bisa
dihubungi.
b. Alasan masuk
Biasanya klien mengkritik diri sendiri, pearasaan tidak mampu, pandangan
hidup pesimis, tidak menerima pujian, penurunan produktifitas, penolakan
terhadap kemampuan diri, kurang memprhatikan perawatan diri, berpakaian
tidak rapi, selera makan berkurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih
banyak menunduk, bicara lambat dengan nada bicara lemah.
c. Factor predisposisi
Biasanya penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali,
kurang mempunyai tanggung jawab yang personal, ketergantungan pada orang
lain, ideal diri yang tidak realistis.
d. Fisik
1. Tekanan darah : biasanya tekanan darah normal
2. Pernapasan : biasnaya pernapasan normal
3. Nadi : biasanya nadinya normal
4. Suhu : biasanya suhunya normal
e. Psikososial
Biasanya klien mengalami HDR cenderung menarik diri dari lingkungan
sekitar,biasanya klien bersepsi terhadap dirinya,biasanya klien memiliki rasa
frustasi tidak mampu melakukan peran nya seperti orang normal
lainnya,biasanya pandangan dan keyakinan klien HDR terhadap gangguan jiwa
sesuai dengan budaya dan agama yg dianut,biasanya klien tidak medekatkan diri
dengan yang maha kuasa.
f. Kebutuhan persiapan pulang
a. Makan
Observasi frekuensi,jumlah,variasi,macam(suka/tidak suka/pantangan)dan
cara makan. Observasi kemampuan klien dalam menyiapakan dan
membersihkan alat makan.
b. BAB/BAK
Observasi kemampuan klien untuk BAB/BAK,pergi menggunakan dan
membersihkan wec dan merapikan pakaian nya.
c. Mandi
Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi, cuci
rambut,gunting kuku,,observasi kebersihan tubuh.
d. Istirahat dan tidur
Observasi lama dan waktu tidur siang/tidur malam,persiapan sebelum tidur
seperti:menyikat gigi,cuci kaki dan berdoa, kegiatan sesudah
tidur,seperti:merapikan tempat tidur, mandi/cuci muka dan menyikat gigi.
e. Penggunaan obat
Observasi penggunaan obat:frekuensi,jenis,dosis,waktu,dan cara
pemberiaan,serta reaksi obat.
g. Mekanisme koping
1. Koping adaptif
a. Bicara pada orang lain
b. Mampu menyelesaikan masalah
c. Teknik relaksasi
d. Aktifitas kontruksi
e. Olah raga dan lain lain
2. Koping maladaptive
a. Minum alcohol
b. Reaksi lambat/berlebihan
c. Bekerja berlebihan
d. Menghindar
e. Mencerai diri

2. MASALAH YANG PERLU DIKAJI


No Masalah Keperawatan Data Subyektif Data Obyektif

1 Masalah utama : gangguan Mengungkapkan ingin Merusak diri sendiri,


konsep diri : harga diri diakui jati dirinya. Merusak orang lain,
rendah Mengungkapkan tidak ada Ekspresi malu,
lagi yang peduli. Menarik diri dari hubungan
Mengungkapkan tidak bisa social, Tampak mudah
apa-apa. Mengungkapkan tersinggung, Tidak
dirinya tidak mau makan dan tidak tidur
berguna. Mengkritik diri
sendiri. Perasaan tidak
mampu.
2 Mk : Penyebab tidak Mengungkapkan Tampak ketergantungan
efektifnya koping individu ketidakmampuan dan terhadap orang
meminta bantuan orang lain Tampak sedih dan
lain. Mengungkapkan tidak melakukan aktivitas
malu dan tidak bisa ketika yang seharusnya dapat
diajak melakukan dilakukan Wajah
sesuatu. Mengungkapkan tampak murung
tidak berdaya dan tidak
ingin hidup lagi.
3 Mk : Akibat isolasi sosial Mengungkapkan enggan Ekspresi wajah kosong
menarik diri bicara dengan orang tidak ada kontak mata
lain Klien mengatakan ketika diajak bicara Suara
malu bertemu dan pelan dan tidak
berhadapan dengan orang jelas Hanya
lain. memberi jawaban singkat
(ya/tidak) Menghindar
ketika didekati
3. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data diatas, yang didapat melalui observasi, wawancara atau
pemeriksaan fisik bahkan melalui sumber sekunder, maka perawat dapat
menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien sebagai berikut:
a. Harga Diri Rendah
b. Isolasi Sosial
c. Defisit Perawatan Diri
4. Intervensi keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1.

2.
3.

SP 1Pasien: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu
pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu pasien
memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang sudah
dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana
harian
Orientasi :
Assalamualaikum, bagaimana keadaan T hari ini ? T terlihat segar.
Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang pernah T
lakukan?Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat T dilakukna di rumah
sakit. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih
Dimana kita duduk ? bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ? Bagaimana kalau 20
menit ?
Kerja :
T, apa saja kemampuan yang T dimiliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya ya! Apa
pula kegiatan rumah tangga yang biasa T lakukan? Bagaimana dengan merapihkan
kamar? Menyapu ? Mencuci piring..............dst.. Wah, bagus sekali ada lima
kemampuan dan kegiatan yang T miliki .
T, dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan di rumah
sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang
masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah
sakit ini.
Sekarang, coba T pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini. O
yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana kalau sekarang kita
latihan merapihkan tempat tidur T. Mari kita lihat tempat tidur T. Coba lihat, sudah
rapihkah tempat tidurnya?
Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan
selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik. Nah, sekarang
kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !. Sekarang sebelah kaki, tarik
dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan
letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki.
Bagus !
T sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan bedakah
dengan sebelum dirapikan? Bagus
Coba T lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri) kalau T lakukan tanpa
disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan, dan T (tidak) melakukan.
Terminasi :
Bagaimana perasaan T setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapihkan tempat tidur ?
Yach, T ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini.
Salah satunya, merapihkan tempat tidur, yang sudah T praktekkan dengan baik sekali. Nah
kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang.
Sekarang, mari kita masukkan pada jadual harian. T. Mau berapa kali sehari merapihkan
tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00
Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. T masih ingat kegiatan apa lagi yang
mampu dilakukan di rumah sakit selain merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci piring..
kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis
makan pagi Sampai jumpa ya

SP 2 Pasien: Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan


kemampuan pasien.
Orientasi :
Assalammualaikum, bagaimana perasaan T pagi ini ? Wah, tampak cerah
Bagaimana T, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ Tadi pag? Bagus (kalau
sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan latihan kemampuan kedua.
Masih ingat apa kegiatan itu T?
Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur ruangan ini
Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur!
Kerja :
T, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu sabut/tapes
untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air untuk membilas., T
bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya jangan lupa sediakan tempat
sampah untuk membuang sisa-makanan.
Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya
Setelah semuanya perlengkapan tersedia, T ambil satu piring kotor, lalu buang dulu sisa
kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian T bersihkan piring
tersebut dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci
piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun
sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu T bisa mengeringkan piring yang sudah bersih tadi
di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai
Sekarang coba T yang melakukan
Bagus sekali, T dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap tangannya
Terminasi :
Bagaimana perasaan T setelah latihan cuci piring ?
Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-hari
T. Mau berapa kali T mencuci piring? Bagus sekali T mencuci piring tiga kali setelah
makan.
Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat tidur dan
cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan mengepel
Mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa
Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua kemampuan dilatih.
Setiap kemampuan yang dimiliki akan menambah harga diri pasien.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan
tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.
Masalah keperawatan yang muncul pada kasus ini adalah :
a. Gangguan konsep diri
b. Isolasi social
c. Defisit Keperawatan Diri
B. SARAN
1. Bagi Perawat
Diharapkan bagi perawat agar meningkatkan keterampilan dalam
memberikan praktikasuhan keperawatannya, serta pengetahuannya pada pasien
dengan Harga Diri Rendah, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang
maksimal dan dapat menjadi edukator bagi klien maupun keluarganya.
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa dengan adanya makalah ini dapat membantu
dalam dalam pembuatan asuhan keperawatan.
3. Bagi Dunia Keperawatan
Diharapkan asuhan keperawatan ini dapat terus ditingkatkan
kekurangannya sehingga dapat menambah pengetahuan yang lebih baik bagi
dunia keperawatan, serta dapat diaplikasikan untuk mengembangkan kompetensi
dalam keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Kelliat, Budhi Anna 2011 . Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader Kesehatan Jiwa.
Jakarta : EGC
Maglaya dan Bailon. 1997. Perawatan Kesehatan Keluarga : suatu proses. Pusdiknakes
Depkes RI. jakarta
Yosep , iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika Aditama

También podría gustarte