Está en la página 1de 17

Konsep Dasar Medis

A. Pengertian Flail Chest


Flail chest atau trauma thoraks adalah keadaan di mana beberapa atau hampirsemua tulang
costae (iga) patah, biasanya di sisi kanan kiri dada yang menyebabkanadanya pelepasan
bagian depan dada sehingga tidak bisa lagi menahan tekanan waktu inspirasi dan malahan
bergerak kedalam waktu inspirasi. (Northrup,Robert S.1989)
Flail Chest adalah area toraks yang "melayang" (flail) oleh sebab adanya frakturiga multipel
berturutan (3 iga), dan memiliki garis fraktur = 2 (segmented) pada tiapi ganya. Akibatnya
adalah terbentuknya area "flail" yang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari
gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi
dan bergerak keluar pada ekspirasi.

B. Etiologi
Flail Chest berkaitan dengan trauma thorak, yang dapat disebabkan oleh:
1. 1. Trauma Tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur
costaantara lain: Kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari
ketinggian,atau jatuh pada lantai yang keras atau akibat perkelahian.
2. Truma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa: Luka tusuk dan luka
tembak.
3. Disebabkan bukan karena trauma yang dapat mengakibatkan fraktur costa adalah
terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau
oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakan
olahraga: Lempar martil, softball, tennis, golf.

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang biasanya tampak untuk menegakkan diagnosa flail chest adalah:
1. Tampak adanya gerakan paradoksal segmen yang mengambang, yaitu pada saat
inspirasi ke dalam, sedangkan pada saat ekspirasi keluar. Keadaan ini tidakakan
tampak pada klien yang menggunakan ventilator.
2. Sesak nafas
3. Takikardi

1
4. Sianosis
5. Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
6. Wajah pucat
7. Nyeri hebat di bagian dada karena terputusnya integritas jaringan parenkimparu.
8. Ada jejas pada thorak
9. Penurunan tekanan darah

D. Anatomi Fisiologi
Tulang Rib atau iga atau Os costae jumlahnya 12 pasang (24 buah), kiri dan kanan, bagian
depan berhubungan dengan tulang dada dengan perantaraan tulang rawan. Bagian belakang
berhubungan dengan ruas-ruas vertebra torakalis dengan perantaraan persendian.
Perhubungan ini memungkinkan tulang-tulang iga dapat bergerak kembangkempis menurut
irama pernapasan.
Tulang iga dibagi tiga macam:
1. Iga sejati (os kosta vera), banyaknya tujuh pasang, berhubungan langsung dengan tulang
dada dengan perantaraan persendian.
2. Tulang iga tak sejati (os kosta spuria), banyaknya tiga pasang, berhubungan dengan tulang
dada dengan perantara tulang rawan dari tulang iga sejati ke- 7.
3. Tulang iga melayang (os kosta fluitantes), banyaknya dua pasang, tidak
mempunyai hubungan dengan tulang dada.
Tulang-tulang ini berfungsi dalam sistem pernapasan, untuk melindungi organ paru-paru serta
membantu menggerakkan otot diafragma didalam proses inhalasi saat bernapas. Setelah
tulang iga terdapat lapisan otot musculus pectoralis mayor dan minormerupakan muskulus
utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius,rhomboideus, dan
muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus posteriordinding posterior
thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuklipatan/plika aksilaris
posterior.
Setelah lapisan otot. Rongga dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung
dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu
muskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga
udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus. Paru-paru dilapisi oleh pleura. Lapisan ini
adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik. Disana terdapat
pergerakan cairan, fagositosisdebris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura
visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan

2
mediastinum bersama sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax
dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi
dengan ekspansi paruparu normal, hanya ruang potensial yang ada.
Rongga toraks dibentuk oleh suatu kerangka dada berbentuk cungkup yang tersusun
dari tulang otot yang kokoh dan kuat, namun dengan konstruksi yang lentur dan dengan dasar
suatu lembar jaringan ikat yang sangat kuat yang disebut diaphragma.Diafragma bagian
muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam kartilago kosta, dari vertebra
lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk
tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah
mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu,turut berperan dalam
ventilasi paru paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.

E. Patofisiologi
Flail chest, adanya patahan pada dua segmen koste atau lebih akan
mengganggukeseimbangan dalam pernafasan. Ketika segmen thorak mengembang
bebas, makapatahan itu akan terdorong bebas ke dalam oleh tekanan atmosfer, yang
mengurangikemampuan paru untuk berekspansi maksimal pada saat inspirasi. Akibatnya
jumlahoksigen yang masuk dalam paru akan mengalami penurunan, jika hal ini
terjadi,selanjutnya peredaran oksigen dalam darah akan menurun. Pada saat ekspirasi,
tekanan paru yang meningkat akan mendorong udara keluarparu, tapi segmen kostae yang
telah patah akan menonjol keluar sehingga kesanggupansangkar toraks mendorong udara
keluar dari paru akan berkurang. Hal ini juga disebabkan karena sebagian
karbondioksida pada paru yang tidak bisa dihembuskankeluar, masuk ke dalam paru yang
menonjol pada daerah flail chest. Karbondioksidapun terakumulasi pada bagian yang fraktur
dan volume udaraekspirasi berkurang.Terakumulasinya karbondioksida pada paru

3
mengakibatkan suatukeadaan asidosis respiratori. Pada pasien flail chest, pada saat inspirasi,
paru-paru akanmenggencet jantung, membatasi pompa hjantung sehingga CO menurun dan
aliran darahke seluruh tubuh menjadi berkurang.

F. Komplikasi
a) Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
b) Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
c) Jantung : tamponade jamtung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep
jantung.
d) Pembuluh darah besar : hemothoraks.
e) Esofagus : mediastinis
f) Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan yang dibutuhkan adalah
Radiologi : X-foto thoraks 2 aeah (PA/AP dan lateral).
Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosaguinosa.

4
Hemoglobin : mungkin menurun.
Pa C O2 kadang-kadang menurun.
Pa O2 normal / menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
Bila pneumotoraks <30% atau hemothoraks ringan (300cc) terap simtomatik,
observasi
Bila pneumotoraks >30% atau hemotothoraks sedang (300cc) darinase cavum pleura
dengan WSD, dianjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
Pada kedaaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan
thorakotomi
Pada hematoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih 800cc segera
thorakotomi

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Konservatifa.
a. Pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri di dada
b. Pemasangan plak/plester yang menahan fraktur costae bergerak keluar
c. Jika perlu antibiotika
d. Fisiotherapy
2. Penatalaksanaan Operatif / invasifa.
a.Pemasangan Water Seal Drainage (WSD)
b. Pemasangan alat bantu nafas
c. Chest tube
d. Aspirasi (thoracosintesis)
e. Operasi (bedah thoraxis)
f. Tindakan untuk menstabilkan dada:
- Miringkan pasien pada arah daerah yang terkena.
- Gunakan bantal pasien pada daerah dada yang terkena.

5
g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada
kriteria:
- Gejala contusio paru
- Syok atau cedera kepala berat
- Fraktur delapan atau lebih tulang iga
- Umur diatas 65 tahun
- Riwayat penyakit paru-paru kronis
h. Oksigen tambahan

I. Prognosis Penyakit
1. Open Pneumothorak
Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru menjadi
kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap
inspirasi ( sucking chest wound ). Apabila luban ini lebih besar dari pada 2/3 diameter
trachea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang dada dibandingkan
melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas yang hebat
2. Tension Pneumothorak
Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak. Apabila ada
mekanisme ventil karena lubang pada paru maka udara akan semakin banyak pada sisi
rongga pleura, sehingga mengakibatkan :
Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat
Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok
Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan pada auskultasi bunyi
vesikuler menurun.
3. Hematothorak massif
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Ada perkusi terdengar redup,
sedang vesikuler menurun pada auskultasi.
4. Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen dinding dada
yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi
justru masuk kedalam yang dikenal dengan pernafasan paradoksal.

6
J. Klasifikasi
1. Trauma Tembus
Pneumothoraks terbuka
Hemothoraks
Trauma tracheobronkial
Contusi Paru
Ruptur diafragma
Trauma Mediastinal
2. Trauma Tumpul
Tension pneumothoraks
Trauma tracheobronkhial
Flail Chest
Ruptur diafragma
Trauma mediastinal
Fraktur kosta

K. Epidemiologi
Frekuensi
Insiden tepat flail chest tidak diketahui secara tepat. Para Hasil Studi Trauma Mayor lebih
dari 80.000 pasien didokumentasikan sekitar 75 pasien dengan cedera flail chest. Dari tahun
1971 sampai 1982, Landercasper dkk didokumentasikan 62 pasien berturut-turut. Dari tahun
1981 hingga 1987, Rumah Sakit Detroit Menerima mencatat 57 pasien dengan flail chest.
Pada tahun 1995, Ahmed dan Mohyuddin didokumentasikan 64 kasus selama periode 10
tahun. Borman mengevaluasi data dari Registry Trauma Nasional Israel mencatat 262
diagnosa dada gagal dari 11.966 luka dada (118211 total pasien) diperiksa antara 1998 dan
2003. Kejadian sebenarnya dari flail chest mungkin lebih tinggi daripada yang disebutkan di
atas, berdasarkan modalitas diagnostik baru dan prosedur termasuk scanning MSCT dada.
Berdasarkan artikel ini, seorang American College of Surgeons rata-rata (ACS) diverifikasi
tingkat 1 atau tingkat 2 pusat trauma akan melihat sekitar 1-2 kasus per bulan. Insiden flail
chest di fasilitas nontrauma pusat saat ini tidak diketahui. Memukul dada pada neonatus telah
dilaporkan sebagai penanda potensi pelecehan anak.

7
L. Pencegahan
Pencegahan Flail chest mungkin bisa dilakukan dengan cara meminimalisir benturan
benturan pada dada atau Trauma Thoraks.

8
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda
Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri,
menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu
dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks
spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus
menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis,
berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan
ventilasi mekanik tekanan positif.
Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
1. Penyuluhan/pembelajaran

9
B. Diagnosa
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak
maksimal karena trauma.
2. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma.

C. Intervensi keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal
karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL


1. Periksa pengontrol penghisap Mempertahankan tekanan negatif
untuk jumlah hisapan yang intrapleural sesuai yang diberikan,
benar. yang meningkatkan ekspansi paru
optimum/drainase cairan.
2. Periksa batas cairan pada Air penampung/botol bertindak
botol penghisap, pertahankan pada sebagai pelindung yang mencegah
batas yang ditentukan. udara atmosfir masuk ke area pleural.
3. Observasi gelembung udara Gelembung udara selama ekspirasi
botol penempung. menunjukkan lubang angin dari
penumotoraks/kerja yang diharapkan.
Gelembung biasanya menurun seiring

10
dengan ekspansi paru dimana area
pleural menurun. Tak adanya
gelembung dapat menunjukkan
ekpsnsi paru lengkap/normal atau
slang buntu.
4. Posisikan sistem drainage Posisi tak tepat, terlipat atau
slang untuk fungsi optimal, yakinkan pengumpulan bekuan/cairan pada
slang tidak terlipat, atau selang mengubah tekanan negative
menggantung di bawah saluran yang diinginkan.
masuknya ke tempat drainage.
Alirkan akumulasi dranase
bela perlu
5. Catat karakter/jumlah drainage Berguna untuk mengevaluasi
selang dada. perbaikan kondisi/terjasinya
perdarahan yang memerlukan upaya
intervensi

2. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik Akan melancarkan peredaran darah,
untuk menurunkan ketegangan otot sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan
rangka, yang dapat menurunkan akan terpenuhi, sehingga akan
intensitas nyeri dan juga tingkatkan mengurangi nyerinya.
relaksasi masase.
2. Ajarkan metode distraksi selama Mengalihkan perhatian nyerinya ke
nyeri akut. hal-hal yang menyenangkan.

11
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Kaji kulit dan identifikasi pada tahap mengetahui sejauh mana
perkembangan luka. perkembangan luka mempermudah
dalam melakukan tindakan yang tepat.
2 Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta mengidentifikasi tingkat keparahan
jumlah dan tipe cairan luka. luka akan mempermudah intervensi.
3. Pantau peningkatan suhu tubuh. suhu tubuh yang meningkat dapat
diidentifikasikan sebagai adanya
proses peradangan.
4. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik membantu
tehnik aseptik. Balut luka dengan mempercepat penyembuhan luka dan
kasa kering dan steril, gunakan mencegah terjadinya infeksi.
plester kertas.
5. Jika pemulihan tidak terjadi agar benda asing atau jaringan yang
kolaborasi tindakan lanjutan, terinfeksi tidak menyebar luas pada
misalnya debridement. area kulit normal lainnya.
6. Setelah debridement, ganti balutan balutan dapat diganti satu atau dua
sesuai kebutuhan kali sehari tergantung kondisi parah/
tidak nya luka, agar tidak terjadi
infeksi.
antibiotik berguna untuk mematikan
7. Kolaborasi pemberian antibiotik mikroorganisme pathogen pada
sesuai indikasi. daerah yang berisiko terjadi infeksi.

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan


untuk ambulasi dengan alat eksternal.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :

12
penampilan yang seimbang..
melakukan pergerakkan dan perpindahan.
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL


1. Kaji kebutuhan akan pelayanan mengidentifikasi masalah, memudahkan
kesehatan dan kebutuhan akan intervensi.
peralatan.
2. Tentukan tingkat motivasi pasien mempengaruhi penilaian terhadap
dalam melakukan aktivitas. kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3. Ajarkan dan pantau pasien dalam menilai batasan kemampuan aktivitas
hal penggunaan alat bantu. optimal.
4. Ajarkan dan dukung pasien dalam mempertahankan /meningkatkan kekuatan
latihan ROM aktif dan pasif. dan ketahanan otot.
5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik sebagai suaatu sumber untuk
atau okupasi mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas
pasien.

5. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder


terhadap trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

13
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau tanda-tanda vital. mengidentifikasi tanda-tanda
peradangan terutama bila suhu tubuh
meningkat
2. Lakukan perawatan luka Mengendalikan penyebaran
dengan teknik aseptik. mikroorganisme patogen.
3. Lakukan perawatan terhadap untuk mengurangi risiko infeksi
prosedur inpasif seperti infus, nosokomial.
kateter, drainase luka, dll.
4. Jika ditemukan tanda infeksi penurunan Hb dan peningkatan
kolaborasi untuk pemeriksaan jumlah leukosit dari normal bisa
darah, seperti Hb dan leukosit. terjadi akibat terjadinya proses
infeksi.
5. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik mencegah perkembangan
antibiotik. mikroorganisme patogen

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Tema : FLAIL CHEST


Sub tema : menjelaskan tentang flail chest
Sasaran :
Tempat : ruang 1
Waktu : 30 menit

A. Tujuan instruksional umum

14
Setelah mengikuti penyulihan selam 30 menit di harapkan pasien dapat mengetahui
pengertian dari flail chest

B. Tujuan instruksional khusus


Setelah mengikuti penyuluhan Selama 30 menit diharapkan pasien dapat
- Menjelaskan pengertian flail chest
- Menjelaskan penyebab flail chest
- Menjelaskan tanda dan gejala flail chest
- Menjelaska pencegahan flail chest

C. Materi
- Penertian flail chest
- Penyebab flail chest
- Tanda dan gejala flail chest
- Pencegahan flail chest

C. Metode
- Ceramah
No Perawat Pasien dan keluarga waktu
1 Pembukaan Memberikan salam
Perkenalan pasien
Menerangkan Menyebutkan
tujuan nama panggilan 5 menit

Kontrak waktu Mengerti dan


memahami
Pasien menyetujui
kontrak waktu
2 Isi
Menyampaikan Memperhatikan
materi dan memahami
Membuka sesi Mengajukan 5 menit
diskusi pertanyaan
Melakukan Menjawab
evaluasi pertanyaan

15
3 Penutup
Memberikan Menerima nasehat
nasehat atau amanat 5 menit
Salam penutup Salam penutup
- Tanya jawab

A. KEGIATAN PENYULUHAN

16
B. MEDIA
Leaflet
C. Sumber referensi
D. Evaluasi
Formatif
Sumatif

DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.


2. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
3. FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
4. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8
Vol.3. EGC : Jakarta.
5. http://hendritamara.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-pada-klien
trauma.html
6. http://iwansain.wordpress.com

17

También podría gustarte