Está en la página 1de 204

Hidden Curriculum dan Pembentukan Karakter

(Studi Kasus di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister


Dalam Program Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

OLEH :
ADLAN FAUZI LUBIS
2113011000005

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M /1436 H
PEDOMAN TRANSLITERASI

A. PADANAN AKSARA
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan
B Be
T Te
Ts Te dan es
J Je
H Ha dengan garis bawah
Kh Ka dan Ha
D De
Dz De dan Zet
R Er
Z Zet
S Es
Sy Es dan Ye
S Es dengan garis bawah
D De dengan garis bawah
T Te dengan garis bawah
Z Zet dengan garis bawah
Koma terbalik di atas hadap
kanan
Gh Ge dan Ha
F Ef
Q Ki
K Ka
L El
M Em
N En
H Ha
W We
A Apostrof
Y Ye

i
B. VOKAL
Tanda Vokal Tanda Vokal
Keterangan
Arab Latin
--
A Fathah
--
I Kasrah
--
U Dammah
-- Ai A dan i
--
Au A dan u

C. VOKAL PANJANG
Tanda Vokal Tanda Vokal
Keterangan
Arab Latin
-- A dengan Topi di atas
-- I dengan Topi di atas
-- U dengan Topi di atas

D. KATA SANDANG
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf
, dialihaksarakan menjadi huruf (l), baik diikuti huruf syamsiyyah
maupun qamariyah. Contoh: al-syamsu bukan asy-syamsu dan al-jannah

E. SYADDAH/TASYDID
Syaddah/tasydd dalam tulisan Arab dilambangkan dengan , dalam
alih aksara dilambangkan dengan menggandakan huruf yang diberi tanda
syiddah. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku pada huruf-huruf syamsiyyah
yang didahului kata sandang. Misalnya kata tidak ditulis an-naum
melainkan al-naum

F. TA MARBTAH
Ta marbtah jika berdiri sendiri dan diikuti oleh kata sifat (naat)
dialihaksarakan menjadi huruf (h). Namun, jika huruf tersebut diikuti kata
benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf (t).
Contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
1 Madrasah
2 Al-jmiah al-
islmiyyah
3 Wihdat al-wujud

ii
iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI WIP I

Tesis dengan judul Hidden Curriculum dan Pembentukan


Karakter (Studi Kasus di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta).
yang ditulis oleh Saudara Adlan Fauzi Lubis dengan NIM 2113011000005,
telah diujikan dalam WIP I Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, 13 Mei
2015. Tesis ini telah diperbaiki sesuai dengan saran-saran penguji sebagai
salah satu syarat mengikuti WIP II.

Jakarta, Juni 2015


Tanggal
Tanda Tangan
Penguji I
Nama : Muhammad Zuhdi, M.Ed., Ph.D.
NIP : 19720704 199703 1 002

Penguji II
Nama : Dr. Hasyim Asyari, M.Pd.
NIP : 19661009 199303 1 004

Penguji III
Nama : Dr. Ahmad Sodiq, MA
NIP : 1971709 199803 1 001

iv
v
vi
ABSTRAK
Adlan Fauzi Lubis NIM. 2113011000005; Hidden Curriculum dan
Pembentukan Karakter (Studi Kasus di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN
Jakarta.. Tesis Program Magister Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Latar belakang penelitian ini adalah keprihatinan akan permasalahan
yang menyangkut peserta didik yang terjadi saat ini adalah masih adanya
perilaku menyimpang dari peserta didik yang sering diistilahkan dengan
kenakalan remaja yang terjadi di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN
Jakarta. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan lembaga
pendidikan untuk mencegah kenakalan remaja salah satunya dengan
pendidikan karakter. Melalui pendidikan karakter sebagai usaha mengubah
paradigm peserta didik dalam menanggulangi kenakalan remaja. Penelitian
ini dilakukan di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta. Penelitian ini
bertujuan untuk dapat menganalisis dan membuktikan lebih dalam peran
hidden curriculum dan pembentukan karakter peserta didik di Madrasah
Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.
Metodologi dalam penelitian menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode analisis deskriptif. Sumber data primer penelitian ini
didapatkan dari hasil wawancara langsung dengan informan yang terdiri dari
kepala sekolah, guru dan peserta didik, serta hasil dari observasi, serta
sumber skunder diperoleh dari berbagai studi dokumen, naskah, dan arsip
yang berkaitan dengan pelaksanaan hidden curriculum dalam membentuk
karakter yang peneliti temukan di Madrasah Pembangunan UIN Jakarta.
Berdasarkan hasil analisa peneliti bahwa aspek dalam hidden curriculum
tertuang melalui kegiatan peribadatan (shalat duha, tadarrus Al-quran, shalat
berjamaah, shalat jumat), tabungan amal saleh, reading habbit,
ekstrakurikuler pada bidang seni, kegiatan ekstrakurikuler pada bidang
olahraga, fasilitas sekolah dan kegiatan rutin yang dapat membentuk
karakter. Simpulan tesis ini Madrasah Aliyah Pembangunan mendesain
program hidden curriculum untuk pembentukan karakter peserta didik.
Praktik hidden curriculum di Madrasah Aliyah Pembangunan berhasil
membentuk 7 karakter peserta didik yaitu kejujuran, tanggung jawab,
toleransi, disiplin diri, religius, mandiri dan peduli sesama.

Kata Kunci : Hidden Curriculum, Karakter

vii
ABSTRACT
Adlan Fauzi Lubis Students Number 2113011000005: Hidden Curriculum
and Character Building (A Case Study in Islamic Senior High School of State
Islamic University of Jakarta. A Thesis of Islamic Education Master Degree
of The Faculty of tarbiyah and Teachers Training of Syarif Hidayatullah
State Islamic University of Jakarta.
The background of the study was the the writers anxiety about the
existence of hidden curriculum which is in fact almost forgotten and
neglected. Most academicians do not really understand the nature of hidden
curriculum. Besides, another concern of this study was about problems
related to the students. The problems that happen nowadays are shown from
the students behaviour shift which is generally called students deliquency.
This study was aimed at analyzing and proving thoroughly the role of hidden
curriculum and students character building in Islamic Senior High School of
State Islamic University of Jakarta.
Methodology of the study was qualitative approach with descriptive-
analysis method. The primary data source was collected from the interview
with the informants namely the principal, teachers, and students and the
observation. The secondary data source was gathered from documents,
manuscripts, and archive which are referred to the implementation of hidden
curriculum in building students character which the writer found from the
school. Based on the findings, it shows that the aspects of hidden curriculum
were implemented through the acts of worship (dhuha prayers, reading holy
Quran, congregated prayers), extra-curricular activities in art and sport
community, school facilities and routine character building programs.
Therefore, for the findings above it can be summarized that Islamic Senior
High School of State Islamic University of Jakarta designed the hidden
curriculum program to building students character. The implementation
concerns on seven (7) characters namely honesty, responsibility, tolerance,
discipline, religiousity, independence, and care of others.

Key Words: Hidden Curriculum, Character

viii

Hidden . " :5110111111112
( Curriculum
" .
.
hidden
.curriculum .hidden curriculum
.
.
.
hidden curriculum
.
.

.
hidden curriculum
.
hidden curriculum
(
) reading habbit
.
.
hidden curriculum .
hidden Curriculum

.
Hidden Curriculum :.

ix
KATA PENGANTAR


Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena
atas segala karunia, rahmat dan hidayah-Nya penulis bisa menyelesaikan
penulisan tesis ini. Shalawat dan salam dihaturkan kepada pendidik pertama,
Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menggariskan rambu-rambu
Pendidikan Islam sehingga dapat mengangkat derajat dan martabat manusia
sebagaimana mestinya.
Dalam kesempatan ini, penulisan menyadari bahwa selama penulisan
tesis ini, sejujurnya penulis banyak sekali mengalami berbagai kesulitan dan
kendala baik dalam penyelesaiannya, terutama dalam menganalisis dan
memahami berbagai bahan bacaan dan observasi lapangan yang menjadi
sumber penelitian ini. Namun berkat bantuan dan dorongan moril dari
berbagai pihak, akhirnya kesulitan-kesulitan selama penulisan tesis ini dapat
diatasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang tidak terhingga terutama kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Fahriany, M.Pd. selaku Ketua, Dr. Jejen Musfah, M.A selaku
Sekertaris Program Magister dan Azkia Muharom Albantani, M. Pd.I
selaku Staf Program Magister Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Jejen Musfah, M.A., selaku pembimbing tesis ini. Terima kasih atas
perhatian dan kesabarannya dalam mengarahkan dan membimbing
penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
5. Alm. Dr. Anshori, LAL, MA selaku penguji proposal dalam tesis ini.
Terima kasih atas bimbingan, perhatian dan kesabarannya pada saat
menguji proposal tesis ini.
6. Muhammad Zuhdi, M.Ed., Ph.D., Nurlena Rifai, M.A, Ph.D dan Dr.
Hasyim Asyari, M.Pd.,Dr. Ahmad Sodiq, MA selaku penguji Work In
Progress I (Pra Tesis I) dan Work In Progress II (Pra Tesis II) serta
penguji Promosi Terbuka. Terima kasih atas bimbingan, perhatian, dan
kesabarannya pada saat menguji tesis ini.
7. Seluruh Dosen Program Magister Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah mencurahkan ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan,
x
juga kepada seluruh civitas akademika yang telah banyak membantu
dalam pelayanan administrasi.
8. Kepala Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta (Drs. H. Samingan),
Wakil Kepala (Ridwan, S.Ag), Guru PAI (Yayat Hidayatul, S.Pd.I dan
M.Idham Khalid, S.Pd.I), Guru BK (Mardiana, S.Pd dan DRA.Hj.
Sumarji) serta guru lainnya dan peserta Didik yang telah memberikan
bantuan dan meluangkan waktu bagi penulis untuk mendapatkan data
dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian tesis ini.
9. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Program Magister Pendidikan
Agama Islam (Rubei, M. Samuddin, Ichfina ijazani, devi Zakiyah, M.
Mualif, M. Kharis, Pipit Riyani, Tabiin, Ahmad Muzamil, Riendi Putra,
Munawaroh, Ahmad fikri, Ika Wibowo, Nana Meyli, Ahmad Cecep,
Ahmad Khumaidi, Ahmad Hanafi, Dinil Abrar, Ahmad Zakkyudin,
Uspan Suyuti, dan M. Aufa, ) serta teman-teman Program Magister
Pendidikan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih atas segala
dukungan dan motivasinya demi kelancaran penulisan tesis ini.
10. Teristimewa keluarga tercinta ibunda Nuraliyah, N. A.Md, dan Najemah,
ayah Samsul Magrib Lubis dan Abduh, abang Selamat Lokot Lubis,
M.Ridwan, M.Taufik. Ahyar, Kak Imah, Kak Isap, Kak Intan, adik Rizna
serta belahan hati Hamidah Fajriani, S.Pd.I yang telah memberikan
dorongan dan motivasi serta bantuan baik moril maupun spritual
sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan.
11. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, tetapi
mempunyai peranan dalam penyelesaian tesis ini.

Mudah-mudahan Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas


segala jasa, kebaikan, bantuan dan motivasinya. Penulis menyadari akan
kekurangan dalam tesis ini, oleh karenanya kritik dan saran yang membangun
penulis harapkan demi sempurnanya tesis ini. Semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, Mei 2015


Penulis

Adlan Fauzi Lubis

xi
DAFTAR ISI

PEDOMAN TRANSLITERASI i
SURAT PERNYATAAN iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI WIP I iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI WIP II v
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING vi
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR x
DAFTAR ISI xii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL xvi

BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Permasalahan 14
1. Identifikasi Masalah 14
2. Pembatasan Masalah 14
3. Perumusan Masalah 15
C. Tujuan Penelitian 15
D. Manfaat/Signifikansi Penelitian 15
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan 15
F. Subyek Penelitian 19
G. Metodologi Penelitian 18
1. Metode Penelitian 18
2. Sumber Data 20
3. Teknik Pengumpulan Data 19
4. Teknik Analisis Data 21
BAB II Hidden Curriculum dalam Pembentukan Karakter
A. Konsep Hidden Curriculum dalam Pendidikan 22
B. Bentuk-bentuk Hidden Curriculum di Madrasah/Sekolah 36
C. Urgensi Hidden Curriculum dalam Pembentukan Karakter 42
xii
D. Implementasi Hidden Curriculum dalam Pendidikan 50
BAB III Tinjauan Karakter dalam Pendidikan
A. Hakikat Karakter dalam Pendidikan 53
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter 59
C. Pengembangan Nilai-Nilai Karakter PAI 64
D. Urgensi Pembentukan Karakter 69
E. Nilai-Nilai dalam Karakter 71
F. Fungsi Hidden Curriculum dalam Pembelajaran
Karakter 76
G. Kerangka Konseptual 79
BAB IV Pembentukan Karakter Siswa Melalui Hidden
Curriculum di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.
A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian 84
B. Telaah Kurikulum di Madarasah Aliyah Pembangunan
UIN Jakarta 88
C. Bentuk-Bentuk Kegiatan Berbasis Hidden Curriculum
di Madrasah Aliyah Pembangunan 93
D. Kegiatan Ekstrakulikuler dalam Aspek Hidden Curriculum 101
E. Kegiatan Rutin Berbasis Hidden Curriculum di
Madrasah Aliyah Pembangunan 107
F. Fasilitas Sekolah 112
G. Nilai-Nilai Karakter yang Terbentuk Melalui
Hidden Curriculum 114
1. Kejujuran 115
2. Tanggung jawab 117
3. Toleransi 119
4. Disiplin 120
5. Religius 122
xiii
6. Mandiri 124
7. Peduli Sesama 126
H. Evaluasi dan Tindak lanjut Sikap Peserta Didik 129

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan 136
B. Saran 138
Daftar Pustaka 139
Lampiran
Biodata Diri

xiv
Daftar Tabel
Tabel 1.1 Informan Penelitian 20
Tabel 3.1 Deskripsi Bentuk Hidden Curriculum
di Madrasah/Sekolah 81
Tabel 4.1 Struktur Kurikulum 2013 Permintaan
Ilmu-Ilmu Alam Kelas X 88
Tabel 4.2 Struktur Kurikulum 2013 Permintaan
Ilmu-Ilmu Sosial Kelas X 89
Tabel 4.3 Struktur Kurikulum 2013 IPA
dan IPS Kelas XI, XII 90
Tabel 4.4 Bentuk-bentuk Perbuatan Nilai
Karakter Peserta Didik 125
Tabel 4.4 Pembentukan Karakter dalam
Hidden Currulum 125
Tabel 4.5 Jenis Pelanggaran dan Poin Sanksi Hukuman 130

xv
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan Hidden
Curriculum Membentuk karakter 49
Gambar 3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karakter 63
Gambar 3.2 Beberapa Cara Pengembangan Hidden Curriculum
dan Pembentukan Karakter 79
Gambar 4.1 Kegiatan Persiapan Pentas Seni 103
Gambar 4.2 Kegiatan Penyambutan Peserta Didik Pada Jam
Masuk Sekolah 106
Gambar 4.3. Poster Penanaman Karakter Peserta didik 109

Gambar 4.4 Buku Penghubung antara madrasah dengan wali murid


sebagai evaluasi sikap peserta didik. 129
Gambar 4.5 Kerangka Hasil Penelitian di Madrasah Aliyah
Pembangunan UIN Jakarta 133

xvi
1

BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat
membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk terjadinya
pergeseran fungsi sekolah sebagai suatu institusi pendidikan. (Sanjaya,
2008:5) Pergereseran tersebut mengalami fungsi guru sebagai tenaga
pendidikan yang mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik dengan
kasih sayang, serta mengajarkan perilaku yang baik dan sopan tetapi dewasa
ini mengalami perubahan akibat perkembangan zaman era global dengan
tumbuhnya berbagai macam kebutuhan dan tuntutan kehidupan sekolah
mengalamai fungsi yang tidak lagi diharapkan dari dunia pendidikan.
Terjadinya kekerasan, pelecehan seksual dan pengan yayaan
mencoreng nama sekolah dari dunia pendidikan. Ditambah lagi kenakalan
remaja yang terjadi belakangan ini membuat beban sekolah semakin berat
dan kompleks, sekolah tidak saja dituntut untuk dapat membekali berbagai
macam ilmu pengetahuan yang sangat cepat berkembang, akan tetapi juga
dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan dan keahlian, membentuk
moral dan kepribadian, karakter bahkan peserta didik dituntut agar dapat
memiliki berbagai macam keahlian yang dibutuhkan untuk memenuhi dunia
pekerjaan.
Rustam (2009:1) menjelaskan bahwa salah satu aspek yang
berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan nasional adalah aspek
kurikulum. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki
peran strategis dalam sistem pendidikan. Kurikulum merupakan suatu sistem
program pembelajaran untuk mencapai tujuan institusional pada lembaga
pendidikan, sehingga kurikulum memegang peranan penting dalam
mewujudkan sekolah yang bermutu. Adanya program pembaruan dalam
bidang pendidikan nasional merupakan salah satu upaya untuk menyiapkan
masyarakat dan bangsa Indonesia yang mampu mengembangkan kehidupan
demokratis yang mantap dalam memasuki era globalisasi dan informasi
sekarang ini.
Namun yang harus dipertegas adalah bahwa keberhasilan pendidikan
nasional bukan hanya berasal dari aspek kurikulum. Guru sebagai tenaga
pendidikan juga sangat menentukan tentang berhasilnya pendidikan nasional.
Sebagus apapun konsep kurikulum yang dibuat oleh pemerintah kalau SDA
yakni guru belum siap dengan kurikulum yang bagus maka apa yang
dicitakan oleh pemerintah akan sulit tercapai. Maka dari itu, seharusnya
gurulah yang harus dipersiapkan dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Hal ini berbeda pula dengan pendapat, Rowo Mangun panggilan
akrab dari Romo Y.B. Mangunwijaya salah satu seorang tokoh pendidikan di
Indonesia yang diteliti oleh Pradipto (2007:23) dalam disertasinya menilai
bahwa kurikulum nasional yang dibuat oleh pemerintah hanya akan membuat
1
2

anak menjadi robot. Anak-anak hanya bisa menghafal tetapi tidak bisa
menerapkan ilmu yang diajarkan, pelajaran yang diberikan dianggap tidak
sesuai dengan lingkungan tempat tinggal.
Mengenai masalah ini Nasution (1995:9) memiliki pandangan yang
berbeda dari kedua pendapat di atas dan lebih netral dalam menyikapi
persoalan tersebut. Menurut Nasution mengenai masalah kurikulum
senantiasa terdapat pendirian yang berbeda-beda, bahkan sering
bertentangan. Ketidakpuasan dengan kurikulum yang berlaku adalah sesuatu
yang biasa dan memberi dorongan mencari kurikulum baru. Akan tetapi
mengajukan kurikulum yang ekstrim sering dilakukan dengan
mendiskreditkan kurikulum yang lama, padahal kurikulum itupun
mengandung kebaikan, sedangkan kurikulum pasti tidak akan sempurna dan
akan tampil kekurangannya setelah berjalan dalam beberapa waktu.
Berbicara tentang kurikulum ada beberapa istilah yang dapat
diketahui mulai dari kurikulum tertulis, kurikulum ideal, kurikulum nul, dan
kurikukulum tersembunyi. Yang akan dibahas dalam tesis ini adalah
kurikulum tersembunyi yang sering disebut juga dengan istilah hidden
curriculum. Hidden curriculum yang memiliki fungsi sebagai pelengkap dan
penunjang dari kurikulum formal. Keberadaan hidden curriculum dirasakan
memiliki pengaruh terhadap nilai dan sikap peserta didik yang dirasakan
memberikan sumbansi terhadap tujuan kurikulum formal yang dilakukan oleh
setiap lembaga pendidikan.
J. Czajkowski and Melon King (1975:280) menjelaskan hidden
curriculum melibatkan fakta bahwa lingkungan pendidikan termasuk
bagaimana cara anak-anak diperlakukan sebagai peserta didik untuk
berkomunikasi dengan harapan dan pandangan manusia, dan membentuk
bagian intrinsik dari pembelajaran anak-anak. Keberadaan hidden curriculum
yang ada tampaknya berbahaya bagi anak-anak dalam beberapa hal penting
yang bersifat negatif dalam beberapa kasus. Karena keterbukaan pendidikan
dalam memberikan keluasan bagi peserta didik dalam mengejar
kepentingannya sendiri. Penulis memandang hidden currulum memiliki
dampak negatif apabila peserta didik tidak di awasi secara intensif. Peserta
didik bebas berbuat apa yang diinginkan tanpa memikirkan dampak yang
ditimbulkan.
Berbeda dengan artikel Lakomski dalam David Gordon (1988:469),
Lakomsi meyakinkan dalam menunjukkan bagaimana penelitian hidden
curriculum belum tumbuh menjadi "pohon pengetahuan." Namun, kegagalan
ini seharusnya tidak membuat kita untuk meninggalkannya. Jika peneliti
sendiri benar dalam perasaan intuitif kita bahwa kurikulum tersembunyi
adalah bagian penting dan berpengaruh kehidupan sekolah, meskipun
ketidakjelasan konsep, maka kita harus perbaiki dan berharap bahwa kita
setidaknya menumbuhkan beberapa pengetahuan.
Mengutip pendapat Sukmadinata (2011:194) bahwa betapapun
bagusnya suatu kurikulum, hasilnya sangat bergantung pada apa yang
3

dilakukan oleh guru di dalam kelas. Dengan demikian, guru memegang


peranan penting dalam penyususnan kurikulum. Hal ini menjadi faktor juga
dalam pembentukan karakter melalui hidden curriculum. Hal senada juga
disampaikan oleh Arifin (2011:7) yang mengatakan bahwa pengaruh yang
diberikan oleh pribadi guru, peserta didik, suasana pembelajaran, dan
lingkungan sekolah berpengaruh terhadap karakter positif siswa yang terjadi
melalui hidden curriculum.
Dengan adanya hidden curriculum diharapkan bagi sebuah lembaga
pendidikan untuk dapat membentuk kepribadian. Bentuk-bentuk dari hidden
curriculum yang menjadi pengaruh kepada peserta didik dapat diberikan
melalui ekspektasi dari seorang guru terhadap peserta didiknya. Apa yang
diharapkan guru tentunya menjadi tolak ukur dari keberhasilan proses
mengajar yang diberikannya.
Rosyada (2004:32) menjelaskan bahwa kurikulum yang
mengantarkan siswa sesuai dengan harapan idealnya, tidak cukup hanya
kurikulum yang dipelajari saja, tetapi ada hidden curriculum yang secara
teoritik sangat rasional mempengaruhi siswa, baik menyangkut lingkungan
sekolah, suasana kelas, pola interaksi guru dengan siswa dalam kelas, bahkan
pada kebijakan serta manajemen pengelolaan sekolah dalam hubungan
interaksi vertikal dan horizontal. Kebiasaan sekolah menerapkan disiplin
terhadap siswanya, ketepatan guru dalam memulai pelajaran, kemampuan
dan cara guru menguasai kelas, kebiasaan guru dalam berpakaian yang rapi,
lingkungan sekolah yang rapi, tertib, nyaman dan kepribadian siswa yang
mulia. Itu semua merupakan pengalaman yang dapat mempengaruhi karakter
siswa dan inilah yang menjadi inti dari hidden curriculum.
Melalui pendapat ini, banyak hal yang dapat dilakukan sekolah dalam
hidden curriculum di antaranya, kebiasaan sekolah menerapkan disipilin
terhadap siswanya, ketepatan guru dalam memulai pelajaran, cara
penyampaian dan perilaku guru, lingkungan sekolah yang rapi, tertib, bersih,
dan asri adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi cara berpikir dan perilaku
siswa. Semua hal itu apabila dilakukan berulang-ulang secara konsisten
terhadap peserta didik dan menjadi sebuah kebiasaan yang dilakukan sehari-
hari akan menghasilkan sebuah karakter dari peserta didik.
Karakter bangsa merupakan salah satu amanat pendidikan Negara dan
telah mulai sejak awal kemerdekaan. Dalam sebuah pidatonya Soekarno,
pendiri Negara pernah berpesan bahwa tugas bangsa Indonesia dalam
mengisi kemerdekaan adalah mengutamakan pelaksanaan nation and
character building. Bahkan beliau telah wanti-wanti, Jika pembangunan
karakter bangsa tidak berhasil, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa
kuli (Sulhan, 2011:1-2)
Banyak dari lulusan sekolah yang memiliki nilai tinggi (itupun
terkadang sebagian nilai diperoleh dengan cara tidak murni), berotak cerdas,
brilian, serta mampu menyelesaikan berbagai soal mata pelajaran dengan
sangat tepat. Sayangnya, tidak sedikit pula di antara mereka yang cerdas itu
4

justru tidak berperilaku cerdas dan sikap yang brilian, serta kurang
mempunyai mental kepribadian yang baik, sebagaimana nilai akademik yang
telah mereka raih di bangku-bangku sekolah atau kuliah. Hal ini terbukti
banyaknya sekarang pemimpin bangsa dan para pejabat pemerintahan yang
tersandung kasus korupsi dan kejahatan lainnya (Aunillah, 2011:9-10)
Untuk menyikapi kasus yang terjadi di atas penulis sependapat
dengan analisis Lickona dalam buku Majid dan Andayani (2011:2) yang
mengatakan bahwa bangkitnya logika positivisme yang menyatakan tidak
ada kebenaran moral dan tidak ada sasaran benar salah, telah
menenggelamkan pendidikan moral dari permukaan dunia pendidikan.
Tidak adanya ukuran benar dan salah akan membuat pendidikan kita akan
kacau khususnya Negara Indonesia. Semua orang akan mengklaim dirinya
yang paling benar. Bukan hanya di bidang pendidikan saja kacau, bahkan
dalam bidang yang lain. Lebih lanjut Zubaedi (2013:13) mengatakan bahwa
karakter merupakan hal yang sangat esensial dalam berbangsa dan
bernegara, hilangnya karakter menyebabkan hilangnya generasi
penerus bangsa. Karakter berperan sebaga kemudi dan kekuatan
sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing. Karakter tidak datang
dengan sendirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi
bangsa yang mertabat.
Selain peran hidden curriculum dalam membentuk kepribadian siswa.
Sosok seorang guru menjadi tauladan yang hasanah bagi siswanya. Terlebih
lagi guru agama yang mengajar di sekolah umum maupun sekolah agama.
Amin (2011:55) menjelaskan bahwa peran guru agama mempunyai tugas
yang amat besar dalam rangka mendidik, membina kepribadian seorang
siswa. Pribadi siswa yang dibawa dari rumah ke sekolah ada yang baik dan
ada pula yang tidak baik, karena lingkungan keluarga yang tidak mendukung
pendidikan agama. Begitu pentingnya peran guru agama di sekolah sekolah
seolah-olah semuanya menjadi tanggung jawab guru agama. Tanpa kita
sadari bahwa masih ada guru bidang studi lain yang mengajarkan peserta
didik. Ada asumsi bahwa ketika siswa memiliki perilaku yang buruk maka
guru agama yang menjadi tanggung jawab atau ini semua salah guru agama.
Lantas bagaimana dengan guru lain yang mengajar.
Dalam ajaran Islam banyak perintah yang mengajarkan umatnya
dalam berakhlak yang mana ajaran tersebut termaktub dalam kitab Al-
Quran. Nabi Muhammad sendiri diutus oleh Allah SWT untuk memperbaiki
akhlak manusia. Di dunia ini banyak sekali manusia jahat, seperti halnya
kaum Quraisy pada zaman Nabi Muhammad. Fenomena saat ini yang terjadi
adalah kerusakan akhlak, moral bangsa yang menjadi karakter Negeri ini.
Pergaulan bebas, tawuran antar pelajaran, kematian yang diakibatkan narkoba
menjadi permasalahan umat di zaman sekarang ini. Oleh Karena itu, Ajaran
Islam telah banyak mengisyaratkan dan memberikan petunjuk dan ketentuan
yang berhubungan dengan soal pendidikan karakter atau akhlak manusia
sebagaimana Allah telah menegaskan dalam firmannya QS. Yunus Ayat : 57
5

Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu


pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit
(yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-
orang yang beriman.( QS. Yunus Ayat : 57)
Ayat di atas menyerukan kepada manusia untuk mengambil intisari
dari pelajaran-pelajaran yang ada untuk terhindar dari penyakit-penyakit hati.
Karena penyakit hati juga bisa menjadi sebuah karakter seseorang. Penyakit
yang dimaksud bisa seperti takabur, berbangga diri, bakhil, sombong/riya dan
hasud. Untuk itu ayat di atas mencoba untuk memberikan alternatif obat
untuk menyembuhkannya yakni salah satunya dengan petunjuk Al-quran
dan Hadits. Dalam konteks pendidikan penyakit tersebut bisa disembuhkan
melalui proses pembelajaran baik pendidikan agama atau umum yang ada di
sekolah/madrasah melalui serangkaian kurikulum. Dapat dikatakan bahwa
semua inti ajaran Islam adalah menuntun manusia kepada ajaran akidah,
ibadah, syariat, dan akhlak pada dasarnya adalah mengacu kepada pendidikan
akhlak (pembentukan karakter).
Menurut Nata (2014:364-365) pendidikan agama Islam (PAI) sangat
berpotensi untuk membentuk karakter peserta didik. Pertama, jika PAI
tersebut dijadikan sebagai dasar bagi seluruh penyelanggaraan pendidikan,
pendidikan agama Islam (PAI) bukan hanya dilihat sebagai materi ajaran
yang diajarkan oleh guru agama, melainkan juga dipahami, dihayati dan
diamalkan oleh guru dan peserta didik, serta oleh pada guru bidang studi
lainnya. Pendidikan Agama Islam juga dipraktekkan oleh seluruh civitas
sekolah dan dijadikan landasan bagi penyelenggaraan pendidikan itu sendiri.
Kedua, jika pendidikan agama Islam tersebut dijadikan sebagai budaya
sekolah. Yaitu dipraktekkan dan diintegrasikan ke dalam berbagai kegiatan
baik yang bersifat intra maupun ekstrakurikuler dengan dukungan dari semua
pihak. Ketiga, Pendidikan Agama Islam dapat membentuk ahklak apabila
didukung oleh proses pembelajaran dan evaluasi yang bersifat humanistik,
holistik, dan emansipatoris.
Dengan demikian pendidikan agama Islam dapat menjadi salah satu
potensi membentuk karakter bagi peserta didik. Sebagai pedoman dan
petunjuk hidup, pendidikan agam Islam merupakan salah satu sarana
penanaman karakter yang benar. Di dalamnya terdapat contoh-contoh
karakter Islami yang sangat membantu tiap pribadi dalam menghadapi
budaya negatif. Karakter yang baik akan memudahkan pengembangan tiap
individu dalam bermasyarakat.
6

Persoalan karakter merupakan persoalan yang tidak bisa dihilangkan


begitu sata atau dilupakan begitu saja. Karena persoalan karakter menyangkut
kehidupan peserta didik sebagai penerus bangsa yang diharapkan dapat
mengharumkan nama bangsa Indonesia di kanca internasional. Pemerintah
sebagai lembaga yang ikut andil bertanggung jawab dalam mengatasi
persoalan kenakalan remaja. Terlebih lagi peserta didik di era globalisasi
sudah mengalami pergeseran moral yang di tandai banyaknya kenakalan
remaja seperti, pergaulan bebas, narkoba, dan tawuran.
Untuk itu pemerintah sebagai lembaga yang ikut andil dalam
mengsukseskan tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 yang
berbunyi Pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukannya dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi Marusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Sisdiknas No.20
Tahun 2003 Pasal 3).
Peraturan Perundang-Undangan di atas mengisyaratkan bahwa tujuan
pendidikan nasional ingin menjadikan peserta didik menjadi manusia yang
memiliki karakter kepribadian, akhlak, dan moral yang baik dalam proses
pendidikan, namun dalam pembentukan karakter yang diinginkan setiap
lembaga pendidikan memiliki cara yang berbeda. Lembaga pendidikan dapat
menentukan proporsi kurikulum yang diinginkan baik kurikulum formal
maupun kurikulum yang tersembunyi atau hidden curriculum.
Landasan tentang kurikulum tersembunyi atau hidden curriculum
dapat dilihat pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun
2003 Bab X Pasal 38 Ayat 2 yang berbunyi Kurikulum pendidikan dasar
dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap
kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah
koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama
kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan
menengah.
Walaupun sebenarnya hidden curriculum bukan merupakan
kurikulum yang direncanakan dan bukan bagian dari kurikulum tertulis
setidaknya Madrasah Aliyah Pembangunan dapat menentukan bagaimana
implementasi hidden curriculum yang akan diberikan ke peserta didik. Pada
dasarnya hidden curriculum juga terintegrasi ke dalam kurikulum tertulis,
namun dalam pelaksanaan ada yang terlihat dan ada yang tidak terlihat.
7

Hasil penelitian Nisa (2009:84) yang berjudul Hidden


Curriculum:Upaya Peningkatan Kecerdasan Spritual Siswa. Menunjukkan
bahwa hidden curriculum mampu memberikan pengaruh dalam perubahan
nilai, persepsi, dan perilaku siswa. Sebuah lembaga pendidikan tentunya
memiliki tujuan yang diinginkan. Untuk mencapai tujuan tersebut sekolah
akan membuat kurikulum yang tidak ada di sekolah pada umumnya yakni
hidden curriculum.
Pendidikan tidak hanya mendidik peserta didik menjadi manusia yang
cerdas, tetapi juga mendidik karakternya agar berakhlak mulia. Dewasa ini
pendidikan di Indonesia khususnya masih dinilai oleh banyak kalangan tidak
bermasalah dengan peran pendidikan, terutama dalam ruang lingkup
kurikulum yang misinya adalah mencerdaskan anak Indonesia. Melihat
realita yang ada di lapangan bahwa karakter peserta didik tidak
mencerminkan perilaku yang baik. Pembentukan karakter melalui hidden
curriculum dipandang sebagai kebutuhan yang penting sebagai pelengkap
dari kurikulum formal.
Kurikulum bukanlah sebuah dari inti pendidikan jika tidak ada guru
yang yang berkualitas dan berkompeten. Kesuksesan pendidikan haruslah
menjadi sebuah sistem yang saling berhubungan. Kurikulum dan guru harus
saling bersinergi dalam mencapai tujuan pendidikan. Banyak orang yang
tidak mengetahui bahwa selain kurikulum tertulis ada hidden curriculum
yang dapat berpengaruh dalam mencapai tujuan pendidikan. salah satunya
Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta salah satu lembaga pendidikan
yang bernuansa Islami. Tentunya memiliki sejumlah program dan tujuan
untuk dalam pendidikannya. Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta
memiliki peran yang besar dalam membentuk karakter pribadi seseorang agar
menjadi pribadi yang cerdas, bukan hanya cerdas secara kognitif, namun
secara afektif maupun psikomotorik.
Untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan, Madrasah Aliyah
Pembangunan membuat sejumlah program kegiatan yang mendorong peserta
didik terampil dalam berbagai bidang. Program kegiatan yang merupakan
bagian dari kurikulum tambahan yang dipakai Madrasah Aliyah
Pembangunan UIN Jakarta yang berbeda dengan kurikulum formal yang
digunakan sekolah-sekolah lain di Jakarta. Dengan kata lain, program-
program kegiatan menjadi kurikulum tambahan dalam mengembangkan
keterampilan peserta didik serta membentuk karakter peserta didik.
Berbagai program kegiatan atau kurikulum muatan lokal yang
dijalankan di Madrasah Aliyah Pembangunan sangat membantu kurikulum
formal dalam mencapai tujuan pendidikan. Begitu juga dengan hidden
curriuculum, memiliki peran dalam mensukseskan tujuan pendidikan. Dalam
beberapa hal Hidden curriculum memiliki aspek struktural dan kultural.
Kurikulum muatan lokal Inilah yang kemudian menjadi bagian dari aspek
hidden curriculum. Setidaknya dalam mencapai tujuan pendidikan nasional
sekolah/madrasah sebagai lembaga pendidikan sudah berupaya dalam
8

mencegah bahayanya kenakalan remaja melalui hidden curriculum. Apalagi


saat ini banyak terjadi persoalan sosial yang menyangkut peserta didik dalam
beberapa kasus kenakalan remaja.
Selain itu dapat terlihat dari data Komnas PA mencatat, sepanjang
2013 ada 255 kasus tawuran antar-pelajar di Indonesia. Angka ini meningkat
tajam dibanding tahun sebelumnya, yang hanya 147 kasus. Dari jumlah
tersebut, 20 pelajar meninggal dunia saat terlibat atau usai aksi tawuran,
sisanya mengalami luka berat dan ringan. Sedangkan di Jakarta, pada 2013
angka tawuran pelajar mencapai 112 kasus. Jumlah ini meningkat dibanding
2012, yang hanya 98 kasus dengan 12 orang meninggal dunia (Musfah,
2015:2)
Selain data di atas banyak lagi permasalahan berkaitan dengan
karakter bangsa yang muncul di sekitar kita. Berdasarkan survey Komnas
Perlindungan Anak, PKBI, BKKBN tentang perilaku remaja yang telah
melakukan hubungan seks pranikah di perkotaan, diperoleh data sebagai
berikut : 62,7% siswi SMP pernah melakukan seks pranikah, 21,2% remaja
pernah aborsi, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah melakukan ciuman dan
oral seks, 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno (Media
Indonesia, 18 Januari 2010).
Lickona (2013:4) menjelaskan bahwa permasalahan di Amerika yang
mengkhawatirkan adalah permasalah yang menyangkut kenalakan remaja.
Sejak tahun 1978-1988, berdasarkan data statistik FBI, tindak pemerkosaan
yang melibatkan remaja lelaki berusia 13-15 tahun meningkat jumlahnya
menjadi dua kali lipat. Lebih dari 20 tahun (1968-1988) jumlah tindakan
kekerasan kriminal meningkat sebanyak 53% dan tindakan-tindakan tersebut
berupa pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, dan perusakan. Lebih tepatnya
tindakan tersebut dilakukan oleh para remaja lelaki dan perempuan yang
berusia di bawah tujuh belas tahun.
Betapa mirisnya melihat data kenakalan remaja yang sangat tinggi
persentasenya. Untuk mengatasi masalah tersebut, peran orang tua terutama
ibu sangat diperlukan. Jika orang tua mendidik dengan benar, maka anak
akan tumbuh dengan baik. Namun jika anak dididik dengan sekedarnya atau
bahkan dengan cara yang salah, maka masa depan anak tidak bisa dijamin
kesuksesannya. Kesuksesan anak itu ditentukan pendidikan kepribadian atau
karakternya orang tua. Sebagai evaluasi, kita bisa melihat bagaimana kondisi
kebanyakan remaja. Karena merekalah yang akan meneruskan estafet
perjuangan bangsa. Apalagi banyak remaja yang perbuatannya kurang baik,
Pembenahan bangsa ini harus dimulai dari rumah, yaitu pendidikan orang tua
ke anaknya.
Penulis ingin mengatakan bahwa pendidikan karakter bukan sekedar
mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Tetapi bagaimana para
pakar pendidikan memadukan berbagai guru mata pelajaran baik guru di
bidang umum maupun guru di bidang agama dalam menanamkan nilai-nilai
karakter. Penulis mengutip pendapat Gunawan (2012:27) yang mengatakan
9

bahwa pendidik harus mampu menanamkan kebiasaan (habituation) tentang


hal mana yang baik sehingga peserta didik paham (kognitif) tentang mana
yang benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa
melakukannya (psikomotor).
Pendidik dalam mengajarkan pendidikan karakter yang baik harus
melibatkan bukan saja aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), akan
tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling), dan
perilaku yang baik (moral action). Guru juga harus mampu menekankan pada
habit atau kebiasaan yang terus menerus dipraktikan dan dilakukan oleh
pendidik.
Menurut Koentjraningrat dan Mochtar Lubis dalam buku Listyarti
(2012:4) mengatakan bahwa karakter bangsa Indonesia dewasa ini adalah
meremehkan mutu, suka merebas, tidak percaya diri sendiri, tidak berdisiplin,
mengabaikan tanggung jawab, hipokrit, lemah kreativitas, etos kerja buruk,
suka feodalisme, dan tak punya malu.
Karakter tersebut telah melekat sejak bangsa Indonesia masih dijajah
bangsa asing sampai Negara Indonesia merdeka hingga saat ini. Masalah
karakter mencerminkan betapa naifnya bangsa ini dengan semua kelemahan
moral. Banyak terjadi kekacauan moral yang bisa di lihat melalui realitas
yang terjadi. Misalkan adanya penumpang wanita yang lebih tua dan lemah
berdiri dalam busway, sedangkan yang lebih muda dan kuat sedang duduk
tetapi kita tidak mau memberikan kursi kita kepada wanita tersebut. Betapa
malunya diri ini terhadap orang lain. Kondisi inilah yang membuat para
pendidik bahkan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan
Menengah menggencar-gencarkan betapa pentingnya pendidikan karakter.
Kenakalan remaja bukanlah hal yang harus ditutup-tutupi. Melainkan
harus dibenahi melalui pendidikan. Durkheim (1961:2) menilai bahwa
pendidikan adalah kumpulan teori-teori. Teori ilmiah hanya mempunyai
satu tujuan, yakni pengungkapan realitas, sedangkan teori pendidikan
mempunyai tujuan yang jelas yakni, menuntun perilaku. Dengan demikian
pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang mengarahkan
pembentukan yang menuntun perilaku. Dengan pendidikan seseorang dapat
memiliki wawasan yang begitu luas yang mampu mengarahkan perilaku
seseorang.
Jika pendidikan dipahami dalam arti luas, sebagai proses penyadaran,
pencerdasan, dan pembangunan mental atau karakter, tentu ia bukan hanya
identik dengan sekolah. Akan tetapi, ia berkaitan dengan proses kebudayaan
secara umum yang sedang berjalan, yang punya kemampuan untuk
mengarahkan kesadaran, memasok informasi, membentuk cara pandang, dan
membangun karakter generasi muda khususnya. Muin (2011:323-324)
mengartikan karakter yang menyangkut cara pandang dan kebiasaan siswa,
remaja, dan kaum muda secara umum hanya sedikit sekali yang dibentuk
dalam ruang kelas atau sekolah, tetapi lebih banyak dibentuk oleh proses
sosial yang juga tak dapat dilepaskan dari proses bentukan ideologi dari
10

tatanan material-ekonomi yang sedang berjalan. Penulis memiliki argumen


lain tentang pembentukan karakter siswa. Pembentukan karakter lebih
dominan mensinerjikan antara pendidikan sekolah, keluarga, dan masyarakat
harus saling melengkapi. Pendidikan karakter tidak akan terbentuk jika satu
sama lain tidak bekerja sama dalam membentuk karakter siswa yang
diinginkan. Hasil penelitian Rusmin Tumanggor (2009:12) mengatakan
bahwa
karakter PAI model unggulan memperoritaskan agama dalam segala
aspek penyelenggaraan pendidikan agama di semua jenjang
pendidikan. Karakter tersebut harus sinkron dengan visi, misi, tujuan,
strategi, dan program sekolah. Dalam menanamkan karakter,
pendidik seharusnya menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik, kordinasi lintas pendidik dan guru mata pelajaran lain.
Kemudian pembiasaan pesan-pesan agama dalam kehidupan
keseharian baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
Berbeda hasil penelitian Afiyah dalam buku Zubaedi (2013:55)
dijelaskan bahwa materi yang diajarkan dalam pendidikan agama termasuk di
dalamnya bahan ajar akhlak, cenderung terfokus pada pengayaan
pengetahuan (kognitif), sedangkan pembentukan sikap (afektif), dan
pembiasaan (psikomotorik) sangat minim. Pembelajaran pendidikan agama
lebih didominasi oleh transfer ilmu pengetahuan agama dam lebih banyak
bersifat hafalan tekstual, sehingga kurang menyentuh aspek sosial mengenai
ajaran hidup yang toleran dalam bermasyarakat dan berbangsa. Dengan kata
lain, penulis lebih setuju dengan pendapat Rusmin. Pendidikan agama
seharusnya mampu mengintegrasikan semua aspek pada peserta didik.
Jika melihat Realita pendidikan agama yang disampaikan oleh
pendidik saat ini yang disampaikan di kelas masih bersifat konvensional
cenderung bersifat dogmatis, verbalistik, normativ dan defensif. Yakni
mengajarkan agama sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Quran serta
pendapat para ulama klasik, tanpa disertai usaha inovasi sesuai dengan
perkembangan zaman. Sementara pendidikan yang dilaksanakan hanya hanya
kognitif saja dan kurang memberikan variasi pada pembinaan aspek afektif
dan psikomotorik
Untuk itu Russel (1993:84) mengatakan pentingnya pendidikan
agama yang sebagian orang dan kelompok harus didoktrinkan secara total
untuk mengatur manusia dan membentuk karakternya. Pembentukan karakter
melalui pendidikan agama banyak dikritik akan menumpulkan potensi akal
kritis manusia karena anak-anaknya hanya diberikan emos-emosi tertentu
yang kadang tidak sesuai dengan tindakan yang diperlukan.
Sepertinya pendapat Russel sejalan dengan apa yang disampaikan
juga oleh Lickona (2012:66) bahwa banyak sekali orang yang hidup
beragama, tetapi tidak memiliki peran yang berarti dalam kehidupan. Justru
mempunyai perilaku yang melanggar perintah agama. Peserta didik tidak
ingin diajarkan bahwa seseorang yang bermoral harus juga menjadi
11

seseorang yang beragama. Pendapat ini secara akurat sekolah seharusnya


memberikan gambaran tentang peranan agama dalam sejarah dan mengajak
para peserta didik untuk mengaitkan apa yang telah di pelajari dengan
perintah yang ada dalam agama mengenai pertanyaan moral yang muncul,
tetapi harus menemukan sebuah dasar dari defenisi dan pengajaran moral
yang menekankan pada aspek rasional tanpa melibatkan agama.
Agama dan moral merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dan
menjadi bagian yang sangat penting dalam menjalani kehidupan. Orang yang
beragama belum tentu memiliki moral yang baik dan bisa juga sebaliknya
orang yang bermoral belum tentu memiliki agama yang baik. Maka dari itu
kepribadian seseorang tidak bisa dijadikan sebagai pedoman agama dan
moral. Rusaknya pribadi moral seseorang tidak lantas menyalahkan
agamanya yang dianut. Agama Islam tentunya orang yang beragama akan
lebih paham tentang pendidikan moral. Karena agama Islam mengajarkan
bagaimana contoh dari tauladan Nabi Muhammad sebagai orang yang
bermoral dan beragama.
Pendidikan karakter tentu saja bukan hanya merupakan tanggung
jawab sekolah. Pendidikan karakter merupakan tanggung jawab bersama dari
mereka semua yang menyentuh nilai dan kehidupan para anak muda, berawal
dengan keluarga dan meluas hingga komunitas organisasi pemuda, bisnis,
pemerintahan, dan bahkan media. Harapan akan masa depan adalah bahwa
kita dapat berkumpul bersama dengan penyebab yang sama. Mengangkat
pendidikan karakter anak-anak bangsa, karakter diri sendiri sebagai orang
dewasa, dan pada akhirnya karakter kebudayaan Indonesia. Pada inti
pendidikan karakter efektif terdapat kemitraan yang kuat antara orang tua dan
sekolah. Keluarga adalah tempat dimana belajar kasih sayang.
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian Caswita (Tesis)
The Hidden Curriculum : Studi Pembelajaran PAI di sekolah. Penulis
membahas fokus penelitian pada hidden curriculum. Perbedaan penelitian ini
adalah terletak pada aplikasi hidden curriculum yang ingin dibentuk. Penulis
lebih cendrung pembentukan karakter. Lebih lanjut perbedaan penelitian
dengan Caswita yakni penelitiannya mengarah kepada keberhasilan hidden
curriculum dalam pemebelajaran PAI sedangkan penulis mengarah ke
kontekstual bagaimana bentuk-bentuk hidden curriculum dapat membentuk
karakter siswa.
Berdasarkan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh berbagai
lembaga pendidikan, para guru, dan pemerintah untuk mengatasi
permasalahan kenakalan remaja, maka keterbatasan pendidikan dan
pengajaran agama di sekolah/madrasah, serta sejumlah kurikulum muatan
lokal saja belum maksimal sebagai solusi. Maka dari itu, penulis merasa
tertarik untuk meneliti lebih lanjut, agar bisa mengungkapkan bagaimana
hidden currriculum di lembaga pendidikan di sekolah/madrasah dengan
segala keterbatasan dapat mengoptimalkan pelaksanaannya dan penerapan
pembentukan karakter khususnya pelaksanaan karakter atau akhlak di
12

madrasah untuk mencapai tujuan pendidikan karakter atau akhlak yang


diharapkan.
Dapat disadari keterbatasan dalam pengembangan kurikulum saat ini
dirasakan belum maksimal berorientasi kepada kepentingan peserta didik
atau peserta didik sebagai subjek (child oriented). Hal ini mengakibatkan
Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta memerlukan hidden curriculum
sebagai pendukung dari kurikulum formal agar anak didik memiliki
kepribadian yang berkarakter.
Maraknya kenakalan remaja yang terjadi selama ini tidak terlepas dari
kontrol dunia pendidikan. Kenakalan remaja seperti, merokok, menonton
video porno, berciuman merupakan hal yang sudah biasa dilakukan oleh
peserta didik. Hal ini juga terjadi di Madrasah Aliyah Pembangunan.
Beradasarkan wawancara penulis dengan salah seorang peserta didik
mengungkapkan bahwa peserta didik pernah melakukan hal tersebut.
Sepertinya kenakalan remaja menjadi sebuah persoalan yang sangat penting.
Sebagai lembaga pendidikan tentunya Madrasah Aliyah Pembangunan UIN
Jakarta harus memiliki strategi untuk mengatasi permasalah tersebut.
Salah satu strategi Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta
adalah menciptakan sebuah hidden curriculum yang dapat menjadikan
peserta didik sebagai karakter bangsa yang dicita-citakan. Berdasarkan
penelitian yang ada hidden curriculum mampu memberikan sebuah nilai
perilaku atau merubah karakter seseorang menjadi lebih baik. Namun hidden
curriculum dapat juga memberikan dampak perikaku atau karakter menjadi
buruk. Biasanya hidden curriculum dapat dilakukan oleh seluruh warga
sekolah/madrasah. Terutama peran seorang guru sangatlah diharapkan pada
perubahan perilaku atau karakter siswa.
Guru yang mengajar di Madrsah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta
memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Banyak guru yang
masih belum memahami istilah hidden curriculum. Hidden curriculum
bukanlah suatu istilah yang baru dalam dunia pendidikan. Namun terlepas
dari itu, guru haruslah mengetahui semua istilah yang berkaitan dengan
pendidikan. Apalagi hidden curriculum merupakan sebuah konsep yang
sangat sangat bermanfaat bagi kelangsungan proses pendidikan terutama bagi
peserta didik baik dalam lingkungan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Pendidikan yang berorientasi kepada hidden curriculum dalam
pembentukan karakter atau akhlak bukanlah sesuatu yang baru untuk diteliti.
Namun berkaitan dengan rendahnya karakter atau akhlak dewasa ini yang
sedang mewabah di negeri ini yang salah satunya adalah kurangnya perhatian
pendidikan dalam keluarga untuk membina karakter yang baik. Terlebih lagi
lingkungan masyarakat, pertemanan, dan pergaulan yang bebas tanpa ada
control dari pihak yang berwenang. Hal ini tentunya menjadi tugas yang
sangat berat bagi lembaga pendidikan untuk membina karakter atau akhlak
perserta didik. Maka untuk itu penyelenggaraan pendidikan khususnya
Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta harus lebih ektra
13

memaksimalkan penyelenggaraan akhlak dengan hidden curriculum di


sekolah seperti yang diiinginkan yaitu membentuk individu-individu yang
berkepribadian dan berkarakter akhlak yang mulia. Maka untuk menemukan
solusi dan meneliti lebih dalam terhadap permasalahan tersebut penulis
menganggap bahwa penelitian ini layak untuk dilaksanakan.
Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta ini menyelenggarakan
pendidikan yang salah satu pilar keunggulannya adalah karakter akhlakul
karimah. Sebagai implementasinya maka madrasah ini secara intensif
memaksimalkan seluruh program dan hidden curriculuim dalam kegiatan
pendidikannya untuk mewujudkan keunggulan karakter akhlak mulia dan
implikasinya ini sangat berhubungan dengan guru yang mengajar dalam
semua bidang mata pelajaran serta lingkungan warga di madrasah dalam
pembelajaran karakter akhlak mulia. Dengan segala program dan hidden
curriculum untuk membentuk karakter akhlak mulia Madrasah Aliyah
Pembangunan, maka Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta apakah
sudah mengetahui karakter yang sebenarnya ketika peserta didik berada di
luar lingkungan madrasah. Tentu saja Madrasah Pembangunan UIN Jakarta
tidak akan mungkin mewujudkan visinya untuk menjadi sebuah lembaga
pendidikan yang unggul dalam karakter akhlak mulia. Oleh karena itu dengan
adanya penelitian ini maka akan terungkap strategi serta berbagai program
yang tertuang dalam hidden curriculum dan kegiatan yang dilakukan oleh
madrasah , guru, kepala sekolah, stakeholder serta peserta didik untuk
mengoptimalkan dan mengimplementasikan karakter akhlak mulia di
madrasah. Untuk itu penelitian ini sangat layak untuk dilaksanakan sehungga
dapat nantinya menjadi rujukan bagi sekolah atau madrasah lainnya dalam
rangka meningkatkan kualitas akhlak peserta didiknya.
Penelitian pendahuluan yang telah penulis lakukan di Madrasah
Aliyah Pembangunan UIN Jakarta. Sebagai Madrasah yang unggul
menunjukkan bahwa madrasah ini layak diteliti karena memiliki pilar motto
madrasah yang unggul dalam bidang akhlak atau karakter. Penelitian ini
dilakukan untuk melihat bagaimana keberhasilan pembentukan karakter
melalui hidden curriculum yang dilaksanan di Madrasah Aliyah
Pembangunan UIN Jakarta, yaitu salah satu Madrasah unggulan yang ada di
Jakarta. Madrasah Aliyah Pembangunan merupakan Madrasah yang memiliki
pilar keunggulan di berbagai bidang yakni Ahklak, Bahasa, dan Sains. Salah
satu bidang yang dikembangkan adalah bidang karakter atau akhlak. Karena,
Marasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta telah menetapkan pilar
keunggulan sebagai landasan berpijak dalam proses pembelajaran yang
menitikberatkan pada basic science, bahasa, dan akhlakul karimah. Dengan
penetapan tersebut membawa konsekuensi logis pada perubahan kurikulum
2003/2004. Hal ini menjadi motivasi dan spirit untuk lebih meningkatkan lagi
prestasi dan reputasi melalui hidden curriculum dalam melahirkan lulusan
yang andal sesuai mottonya.
14

B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, dapat
teridentifikasi beberapa masalah yang terjadi sebagai bahan kajian dalam
penelitian ini :
1. Pengembangan kurikulum saat ini belum maksimal berorientasi kepada
kepentingan peserta didik sebagai subjek (child oriented). Hal ini
mengakibatkan Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta memerlukan
hidden curriculum sebagai pendukung dari kurikulum formal agar anak
didik memiliki kepribadian yang berkarakter.
2. Kurangnya kesempatan dan keterlibatan guru secara langsung dalam
pengembangan hidden curciculum.
3. Pemahaman guru tentang hidden curciculum masih minim. Kesempatan
bagi guru dalam memahami dan menafsirkan suatu hidden curciculum
masih kurang baik, guru hanya terfokus kepada kurikulum yang tertulis.
4. Bergesernya moral peserta didik yang terjadi di Madrasah Aliyah
Pembangunan yang terjadi dewasa ini. Semua ini ditandai dengan
maraknya kenalan remaja yang terjadi, seperti merokok, nonton video
porno, berciuman. Usia remaja tidak lagi dipandang sebagai usia bagi
para remaja dimana mereka harus belajar dan menuntut ilmu. Remaja di
sibukkan dengan perkembangan zaman globalisasi yang tak terbendung
lagi. Belum lagi perkembangan teknologi berupa media sosial yang
begitu cepat dapat merubah karakter.

2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah yang telah
di kemukakan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam kajian
ini adalah tentang gambaran yang jelas dan mendalam tentang hidden
curciculum dalam pembentukan karakter peserta didik. Dari sekian banyak
permasalahan yang ada, penelitian ini akan dibatasi dan terfokus pada
permasalahan: Hidden curriculum yang terbentuk dari struktural dan
kultural di madrasah.

3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan
masalah permasalahan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan
dalam bentuk pertanyaan Bagaimana peran hidden curciculum dalam
pembentukan karakter peserta didik di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN
Jakarta?
15

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan
penelitian yang diharapkan adalah menganalisis dan membuktikan lebih
dalam peran hidden curriculum dan pembentukan karakter peserta didik di
Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

D. Manfaat/Signifikansi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan hidden curriculum
dalam mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan karakter atau akhlak di
madrasah sehingga penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran karakter atau
akhlak kepada peserta didik menjadi optimal.
Manfaat secara umum penelitian ini adalah memberikan informasi
yang akurat mengenai pelaksanaan dan kesiapan guru di Madrasah Aliyah
Pembangunan UIN Jakarta untuk dapat melaksanakan kegiatan hidden
curriculum dalam rangka memaksimalkan pendidikan karakter. Sebagaimana
dimaksudkan oleh tujuan pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab
kemayarakatan dan kebangsaan, Secara khusus hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktis maupun teoritis
sebagai berikut :
a. Bagi pemerintah khususnya Kementerian Kebudayan Pendidikan
Dasar dan Menengah serta Kementerian Agama RI mendapatkan
informasi yang valid tentang pelaksanaan dan kesiapan semua Guru
Pendidikan Agama Islam serta seluruh guru bidang studi lainnya
dapat melaksanakan hidden curriculum dan pendidikan karakter.
b. Bagi peneliti lain, dapat melakukan penelitian lanjutan berdasarkan
informasi yang diperoleh dari penelitian lain.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan


Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan terkait dengan
penelitian tesis ini. Penelitian mengenai hidden curriculum dalam
pembentukan karakter yang berorientasi kepada akhlak memang bukanlah
penelitian yang baru untuk diteliti, banyak sudah peneliti yang melakukan
kajian-kajian terhadap permasalahan pendidikan karakter, baik di dalam
negeri maupun di luar negeri.
Tesis Haseb Perlia (2013) yang berjudul Disipilin Pengembangan
Pendidikan Karakter, (Studi Kasus SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga).
Tesis ini menyimpulkan bahwa penerapan disipilin dapat mengembangkan
pendidikan karakter. Hal ini dapat dilihat dari terbentuknya sikap-sikap
disiplin siswa yang tinggi dalam menjalankan tugas dan kewajibannya
dengan baik sesuai dengan peraturan yang ada, baik peraturan yang
16

disampaikan secara tertulis ataupun peraturan yang disampaikan secara lisan.


Proses disipilin diterapkan melalui penegakan aturan, pemberian reward dan
punishment, serta adanya konsistens. Adapun yang dilakukan guru dan pihak
sekolah sekolah dalam menerapkan disiplin sekolah adalah dengan
mensosialisasikan konsep disipilin, memberikan pengajaran dan pembiasaan
mengenai disiplin, keteladanan/uswatun hasana oleh guru kepada siswa,
adanya pengarahan dan perhatian dalam penerapan disiplin, pemberian
reward dan punishment, serta mengadakan evaluasi.
Tesis Hamzah (2013), yang berjudul Pendidikan Karakter Berbasis
Agama Islam di Madrasah Aliyah Negeri Ketapang Kalimantan Barat yang
menyimpulkan bahwa dengan mengembangkan kurikulum PAI dapat
mengapresiasi potensi-potensi siswa serta perkembangan era globalisasi dan
perkembangan zaman, yang berdasarkan ajaran agama Islam yang menjadi
cirri khas berkepribadian bangsa Indonesia. Dengan memperbanyak
pendidikan karakter peserta didik dalam berbagai kegiatan sekolah/madrasah
diantaranya yang bersifat kokorikuler dan ekstrakurikuler yang dapat
menunjang secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap tumbuh
dan berkembangnya sikap-sikap positif dalam diri peserta didik, baik itu
berupa kegiatan di bidnag akademik, di bidang oleharaga, maupun di bidang
seni.
Tesis Juhadi (2013) yang berjudul Model Pendidikan Karakter (di
SMP Islam Serba Bakti Suryalaya Sebuah Studi Pengembangan Kurikulum
Berwawasan Sufistik). Kesimpulan penilitian ini adalah pengembangan
kurikulum berbasis karakter untuk mata pelajaran PAI semestinya diarahkan
pada pendekatan tasawuf, karena problem belum suksesnya PAI dalam ikut
serta menangani kasus-kasus kenakalan remaja pelajar diantaranya
disebabkan mata pelajaran PAI hanya dipelajari dari aspek kognitf saja dan
belum menyentuh aspek afektif dan psikomotornya , sehingga materi-materi
PAI tidak sampai pada hati peserta didik. Juhadi mengatakan tindakan SMP
Islam Serba Bakti Suralaya melakukan pengembangan kurikulum PAI yang
berwawasan pada karakter sufistik dengan pengalaman ajaran al-Tariqah wa
al-Naqsabandiyah adalah merupakan langkah yang tepat ketika pemerintah
sedang menggalakkan pendidikan karakter bangsa untuk mengobati rusaknya
moralitas bangsa. Dalam tesis yang berhalaman 153 halaman ini mengatakan
bahwa materi PAI hanya bersifat kognitif saja namun penulis tidak
menemukan bukti yang real dalam kajian initentang aspek kognitif PAI yang
monoton. Bahkan kurikulum PAI yang masih memakai KTSP belum bisa
mengobati kenakalan remaja bangsa ini. Penulis juga tidak menemukan
perbandingan antara kurikulum KTSP dengan kurikulum muatan lokal
berwawasan sufistik yang digunakan di SMP SMP Islam Serba Bakti
Suralaya. Seharusnya peneliti harus menunjukkan kelemahan kurikulum PAI
berbasis KTSP sehingga kurikulum ini harus di perbaharui dengan kurikulum
muatan lokal yang baru.
17

Tesis Hairani (2012) yang berjudul Integrasi Nilai Multikultural


Dalam Kurikulum PAI, kesimpulan dalam tesis ini menjelaskan bahwa
bahwa nilai-nilai multikultural dalam kurikulum diintegrasikan secara
tekstual dan konteksutual. Pengintegrasian secara tekstual dengan cara
mengintegrasikan nilai multicultural dalam program pengajaran. Sedangkan
integrasi nilai multicultural secara kontekstual, dilakukan dengan cara
mengintegrasikan dalam manajemen sekolah, untuk itu pembinaan nilai
multicultural dapat dilaksanakan melalui pelbagai komponen dalam
manajemen sekolah itu sendiri.
Tesis Rahmawati (2008), yang berjudul Pelaksanaan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam Telaah Atas Desain Kurikulum Integrasi
Pendidikan Agama Islam di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Model
Jakarta., kesimpulan dalam tesis ini menjelaskan bahwa MAN 4 Model
Jakarta telah mengambil kebijakan di bidang kurikulum pendidikan agama
islam, yaitu dengan mengintegrasikan tiga mata pelajaran agama Islam (Al-
Quran Hadits, Akidah Akhlak dan Fiqih) menjadi mata pelajaran Studi al-
Quran. Kurikulum integrasi bidang studi pendidikan agama Islam adalah
sebuah kurikulum baru yang dikembangkan sendiri oleh MAN 4 Model
Jakarta atas diberlakukannya otonomi pendidikan.
Tesis Shofa, Nuuriya (2011) yang berjudul Model penerapan hidden
curriculum pada pembelajaran akidah akhlak di Madrasah Aliyah al-Irsyad
Gajah Demak tahun ajaran 2008/2009. Hasil penelitian di harapkan mampu
mengungkap bagaimana Model pengembangan Hidden Curriculum pada
pembelajaran akidah akhlak, dan bagaimana pelaksanaan Hidden Curriculum
pada Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah Al-Irsyad Gajah
Demak Tahun Ajaran 2008/2009.
Tesis Caswita. (2013) yang berjudul The Hidden Curriculum : Studi
Pembelajaran PAI di Sekolah. Hasil penelitian ini adalah bahwa untuk
mewujudkan pendidikan agama Islam yang lebih aplikatif dalam rangka
menanamkan nilai-nilai agama Islam pada diri anak, maka pembelajaran
pendidikan agama Islam tidak boleh hanya terfokus pada kurikulum tertulis.
Dalam melaksanakan pembelajaran agama Islam perlu dikembangkan
kurikulum di luar kurikulum resmi yang disebut dengan hidden curriculum.
Jurnal Khairunnisa (2009) yang berjudul Hidden Curriculum :
Upaya Peningkatan Kecerdasan Spritual Siswa. Hasil penelitian ini adalah
bahwa hidden curriculum mampu memberikan pengaruh dalam perubahan
nilai, persepsi, dan perilaku siswa. Banyak hal yang menjadi bagian dari
hidden curriculum antara lain yang dapat dilakukan antara lain, shalat zuhur
jamaah dan pembinaan spiritual yang bertujuan melakukan pembinaan
terhadap siswa secara lebih personal dalam upaya membantu siswa
memahami pelajaran agama dan mengamalkan ahklak mulia dalam
kehidupan sehari-hari.
Jurnal Zuhal Cubukcu (2012) yang berjudul The Effect of Hidden
Curriculum on Character Education Process of Primary School Students.
18

Hasil penelitian ini mengatakan bahwa Unsur-unsur dari kurikulum


tersembunyi yang dimiliki di sekolah adalah nilai-nilai, keyakinan, sikap, dan
norma dan nilai yang merupakan bagian penting dari fungsi sekolah, upacara
dan kualitas komunikasi interpersonal. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan kegiatan yang mendukung dan pandangan dari siswa
berpartisipasi dalam kegiatan ini dengan pemikiran mengungkapkan
pentingnya kurikulum tersembunyi di mendapatkan vales dalam pendidikan
karakter di sekolah dasar. Kegiatan mendukung kurikulum tersembunyi
seperti kegiatan sosial dan budaya, kegiatan waktu luang dan kegiatan sportif,
perayaan hari-hari khusus dan minggu, karya klub sosial dapat dianggap
sebagai nilai yang kuat alat mendapatkan untuk siswa sekolah dasar untuk
memahami, menginternalisasi dan melakukan nilai-nilai.
Jurnal Mediha Sari, Ahmet Doganay (2009) yang berjudul Hidden
Curriculum on Gaining the Value of Respect for Human Dignity: A
Qualitative Study in Two Elementary Schools in Adana. Penelitian ini
bertujuan untuk menyelidiki fungsi kurikulum tersembunyi dalam
menghormati martabat manusia yang merupakan salah satu nilai dasar
demokrasi secara rinci di dua sekolah dasar dengan kehidupan sekolah
berkualitas rendah dan tinggi di Adana-Turki. Hasil penelitian ini
mengatakan bahwa Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
menyelidiki fungsi kurikulum tersembunyi dalam menghormati martabat
manusia yang merupakan salah satu nilai dasar demokrasi secara rinci di dua
sekolah dasar dengan kehidupan sekolah berkualitas rendah dan tinggi di
Adana-Turki. kurikulum tersembunyi di sekolah dengan kualitas hidup yang
rendah memiliki fitur yang lebih pantas untuk menghormati martabat
manusia. Dan juga, siswa di sekolah ini menunjukkan misbehaviors lebih
sering mengenai menghormati martabat manusia. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa semua sisi dari kurikulum tersembunyi memiliki hubungan
timbal balik satu sama lain, bahwa siswa menunjukkan perilaku sejajar
dengan lingkungan sekolah dan bahwa lebih banyak siswa menunjukkan
misbehaviors, yang lebih banyak guru menunjukkan respon antidemokrasi.
Artinya hidden curriculum dapat berdampak negativ dari perilaku peserta
didik sehingga guru memberikan respon yang kurang baik.
Dari beberapa penelitian terdahulu di atas, penelitian ini memiliki
perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Penelitian di atas mengungkap
bagaimana proses pembentukan karakter melalui beberapa konsep
diantaranya pembentukan karakter melalui konsep disipilin, pengembangan
kurikulum berwawasan sufistik, mengembangkan kurikulum PAI. Banyak
konsep yang dapat menjadikan peserta didik berkarakter. Maka dari itu,
peneliti mengambil sebuah konsep hidden curriculum yang dapat membentuk
karakter.
19

F. Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Madrasah Pembangunan UIN Jakarta,
yang mempunyai tiga jenjang pendidikan yang berada di bawah
pengelolaanya, yaitu jenjang pendidikan tingkat dasar adalah Madrasah
Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta, jenjang pendidikan menengah pertama
adalah Madrasah Tsanawiyah Pembangunan UIN Jakarta, dan jenjang
pendidikan menengah atas adalah Madrasah Aliyah Pembangunan UIN
Jakarta. Namun, penelitian akan dibatasi dalam satu jenjang madrasah saja
yakni Madrasah Aliyah.
Lokasi ini ditetapkan karena beberapa alasan oleh penulis. Pertama,
salah satu pilar keunggulan dari madrasah ini adalah unggul dalam bidang
karakter yakni akhlakul karimah, bahasa, dan sains. Karena penulis meneliti
tentang hidden curriculum dalam membentuk karakter maka Madrasah
Aliyah Pembangunan merupakan tempat yang tepat untuk diteliti. Kedua,
secara geografis dan demografis lokasi ini berada di wilayah dimana penulis
tinggal, termasuk Madrasah Pembangunan UIN Jakarta, sehingga dengan
begitu penulis mempunyai pengalaman yang cukup untuk dipakai suatu
bahan kajian dalam sebuah penelitian. Ketiga, Madrasah Pembangunan UIN
Jakarta ini merupakan madrasah terfavorit se-kota Jakarta. Banyak dari
lulusan Madrasah Pembangunan lulus di berbagai perguruan tinggi ternama
baik di dalam negeri maupun di luar negeri dan banyak dari peserta didik
merupakan anak dari kalangan atau orang tunya memiliki ekonomi menengah
ke atas. Ini semua merupakan sesuatu yang wajar apa Madrasah
Pembangunan Jakarta dijadikan sebagai subjek penelitian.

G. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian dengan pendekatan
kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Metode kualitatif merupakan
suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berorientasi pada
fenomena atau gejala yang bersifat alami (Mahmud, 2011:89). Peneliti
mengumpulkan data melalui observasi, wawancara, dan kajian dokumen pada
situasi yang wajar atau alamiah, sebagaimana adanya, tanpa dipengaruhi
dengan sengaja. Peneliti mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas, sehingga datanya valid dan jenuh. Ukuran kejenuhan data ditandai
dengan tidak diperolehnya lagi data atau informasi baru. Aktivitas dalam
analisis meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta
Penarikan kesimpulan dan verifikas (conclusion drawing / verification) (Miles
dan Hubermen, 1984:130). Dalam penelitian kualitatif ini juga ditujukan
untuk memahami fenomena sosial dari sudut atau perspektif partisipan
(Sukmadinata, 2012:94).
Dalam penelitian kualitatif, peneliti harus memahami asumsi dasar
yang berkaitan dengan kondisi lapangan. Data yang dikumpulkan berupa
20

kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Laporan penelitian berupa


kutipan-kutipan data untuk member gambaran penyajian laporan. Data
tersebut bisa berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto,
videotape, dokumen pribadi catatan atau memo, dan dokumen resmi lainya
(Maleong, 2000:6).
Partisipan adalah orang-orang yang diajak berwawancara, diobervasi,
diminta memberikan data, pendapat, pemikiran, persepsinya. Sehingga
analisisnya tidak menggunakan angka, tetapi dengan interpretasi terhadap
data yang berupa kata-kata, kalimat, ataupun dokumentasi lainnya.
Pendekatan penelitian yang digunakan untuk meneliti pada obyek yang
alamiah. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan secara alamiah,
apa adanya dalam situasi normal yang tidak di manipulasi keadaan
kondisinya. Ini berarti bahwa dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan
penelitian secara intensif, terinci dan mendalam terhadap peran hidden
curriculum dalam pembentukan karakter pada obyek penelitian (Ali,
2002:59).
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini, penulis peroleh dari data yang
dibagi menjadi dua macam, yang pertama sumber primer dan sumber kedua
sumber skunder (Sugiyono, 2006:308-309). Sumber data primer yaitu sumber
data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer
yang didapatkan dari wawancara langsung informan yang terdiri dari kepala
sekolah, guru dan peserta didik, serta hasil dari observasi.
Sedangkan Sumber data sekunder yaitu sumber data yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sumber skunder di
peroleh dari berbagai studi dokumen, naskah, dan arsip yang berkaitan
dengan pelaksanaan hidden curriculum dalam membentuk karakter yang
peneliti temukan di Madrasah Pembangunan UIN Jakarta terutama yang
terkait pendidikan karakter.
3. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah berupaya
mendapatkan data atau informasi dari penelitian dengan menggunakan teknik
observasi, wawancara dan studi dokumentasi yang ada di Madrasah
Pembangunan UIN Jakarta.
a. Observasi
Dalam penelitian ini, penulis melakukan observasi untuk memahami
secara holistik atau menyeluruh terhadap pendidikan madrasah berbasis
karakter yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di Madrasah
Pembangunan UIN Jakarta. Peneliti juga melakukan observasi ke dalam
lapangan yakni ruang kelas, laboraturium, perpustakaan, kantin siswa, tempat
ibadah, hubungan dan komunitas, lapangan olahraga, serta tempat-tempat
yang menjadi kegiatan siswa.
21

b. Wawancara
Dalam pengumpulan data melalui wawancara, penulis menggunakan
pedoman slip, dan recorder atau alat perekam lainnya. Wawancara yang
dilakukan dalam penelitian ini, yaitu wawancara terstrukutur yang dilakukan
secara mendalam menggunakan pedoman yang ditulis secara sistematis.
Penulis juga menggunakan lembar catatan dan alat perekam yang bertujuan
untuk meminimalisir kemungkinan kekeliruan penulis dalam mencatat hasil
wawancara yang suda dilakukan. Wawancara dalam penelitian ini diarahkan
kepada sumber data yaitu informan yang memiliki keterkaitan langsung
dengan implementasi pendidikan madrasah berbasis karakter di Madrasah
Pembangunan UIN Jakarta. Informan dalam penelitian yang akan di
wawancarai ini adalah kepala sekolah, dewan guru, peserta didik,
stakeholder, wali murid, serta warga sekolah lainnya. Dalam melakukan
penelitian ini peneliti akan mewancarai mendalam terhadap semua responden
tersebut.
Tabel 1.1. Informan Penelitian
No. Informan Jumlah Keterangan
1 Kepala Madrasah 1 orang
2 Guru 4 orang Guru Quran Hadits, Aqidah
akhlak, BK, dan Bahasa
Indonesia
3 Peserta didik 15 orang Kelas 7, 8, dan 9
4 Penjaga Kantin 1 orang
5 Wali murid 3 orang

c. Studi dokumen
Studi dokumen merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,
gambar, hasil karya, maupun elektronik. Dokumen yang telah diperoleh
kemudian dianalisis, dibandingkan dan dipadukan membentuk satu hasil
kajian yang sistematis, padu dan utuh. Adapun dokumen yang akan
dikumpulkan adalah kurikulum madrasah, absensi siswa, buku harian siswa,
raport siswa, buku kegiatan siswa, buku profil madrasah, data jumlah siswa
dan guru, prestasi siswa dalam berbagai kegiatan, diari/catatan harian kepala
madrasah, foto, piala, catatan harian siswa, simbol-simbol tentang Madrasah
Aliyah UIN Jakarta, dan data tentang kegiatan ekstrakurikuler.

4. Teknik Analisis Data


Dalam menganalisis data peneliti mengambil interactive model
sebagai penyajiannya. Aktivitas dalam analisis data meliputi reduksi data (data
reduction), penyajian data (data display) serta Penarikan kesimpulan dan
verifikas (conclusion drawing / verification) (Miles dan Hubermen,
1984:130).
22

Langkah reduksi data (data reduction) pertama, melibatkan langkah-


langkah editng, pengelompokkan, dan meringkas data. Kedua, peneliti
menyusun kode-kode dan catatan-catatan mengenai berbagai hal, termasuk
yang berkenaan dengan aktivitas serta proses-proses sehingga peneliti dapat
menemukan tema-tema, kelompok-kelompok, dan pola-pola data. Terakhir
peneliti menyusun rancangan konsep-konsep serta penjelasan-penjelasan
berkenaan dengan tema, pola, atau kelompok-kelompok data bersangkutan.
Data yang diperleh dari lapangan cukup banyak, untuk itu maka perlu
dicatat secara teliti dan rinci sebab semakin lama peneliti dilapangan, maka
jumlah data akan semakin banyak kompek dan rumit. Untuk itu perlu
dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal yang
penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak pelu. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberi gambaran yang lebih jelas,
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya,
dan mencarinya bila diperlukan. Peneliti dalam mereduksi lebih
memfokuskan diri pada kegiatan peserta didik dengan guru.
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Dengan mendisplaykan data, maka akan lebih mudah
untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk uraian tersebut, bagan, hubungan antara kategori dan
sejinisnya. Namun dalam hal ini penliti lebih banyak mengunakan yang
bersifat naratif, sebab model ini yang paling banyak digunakan dalam
penelitian kualitatif. Peyajian data (data display) melibatkan langkah-langkah
mengorganisasi data, yakni menjalin data yang satu dengan data yang lain
sehingga seluruh data yang dianalisis benar-benar dilibatkan dalam satu
kesatuan. Data yang tersaji berupa kelompok-kelompok yang kemudian
saling dikaitkan sesuai dengan karangka teori yang digunakan.
Penarikan dan pengujian kesimpulan (drawing and verifying
conclusions), peneliti pada dasarnya mengimplementasikan prinsip induktif
dengan mempertimbangkan pola-pola data yang ada. Kesimpulan telah
tergambar sejak awal, namun kesimpulan final tidak pernah dapat
dirumuskan secara memadai tanpa peneliti menyelesaikan analisis seluruh
data yang ada. Peneliti harus mengkonfirmasi, mempertajam, dan merevisi
kesimpulan-kesimpulan yang telah dibuat untuk sampai pada kesmipulan
final berupa proposisi-proposisi ilmiah mengenai realitas yang diteliti
(Pawito, 2007:106)
Semua data mengenai pelaksanaan sistem pendidikan tentang hidden
curriculum di madrasah berbasis karakter atau akhlak yang ditemukan di
lokasi penelitian yang kemudian juga dianalisis secara kritis dengan
menggunakan pendekatan Multidisipliner Pendidikan, yaitu pendektan
Filsafat, Ilmu Pendidikan, dan Psikologi Pendidikan, yang hasilnya
disimpulkan dengan menggunakan teknik analisis induktif (Nata, 2009:156)
23

BAB II
Hidden Curriculum dalam Pembentukan Karakter
Dunia pendidikan sangat erat kaitannya dengan kurikulum. Ada yang
mengatakan bahwa kurikulum merupakan inti dari pendidikan. Namun,
kurikulum bukanlah sesuatu yang bisa dipisahkan dari pendidikan.
Pendidikan merupakan interaksi antara peserta didik dengan guru dalam
mengadakan pengajaran. Dengan adanya pendidikan, kurikulum sangat
membantu pendidikan dalam mencapai tujuan. Dalam mencapai tujuan
pendidikan yang diinginkan, maka sekolah dapat mengembangkan kurikulum
yang direncanakan. Kurikulum yang direncanakan inilah yang sering disebut
dengan kurikulum tertulis atau kurikulum formal. Disamping kurikulum
tertulis, ada konsep lain dari kurikulum yakni kurikulum tersembunyi atau
hidden curriculum. Keberadaan Hidden curriculum tanpa disadari sangat
berpengaruh terhadap proses pendidikan. Dalam bab ini akan di bahas
tentang beberapa pembahasan teori yang terdiri dari konsep kurikulum,
hidden curriculum, bentuk-bentuk hidden curriculum, urgensi hidden
curriculum dalam pembentukan karakter, implementasi hidden curriculum
dalam pendidikan.

A. Konsep Hidden Curriculum Dalam Pendidikan


Secara etimologis, istilah kurikulum digunakan pertama kali pada
dunia olahraga pada zaman Yunani kuno yang berasal dari kata curir artinya
berlari dan curere artinya tempat berpacu. Pada waktu itu kurikulum
diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Orang
mengistilahkannya dengan tempat berpacu atau tempat berlari dari mulai
start sampai finish (Sanjaya, 2008:3). Artinya kurikulum adalah sebagai
wadah untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada jalur yang sudah
disiapkan. Inilah yang menjadi dasar bagi para ahli pendidikan untuk menjadi
konsep kurikulum. Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia
pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus di tempuh
oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk
memperoleh pengahargaan dalam bentuk ijazah (Tim Pengembang MKDP
Kurikulum dan Pembelajaran, 2012:2).
Konsep kurikulum sebagai mata pelajaran biasanya kaitannya dengan
usaha memperoleh ijazah. Ijazah merupakan gambaran tentang kemampuan
siswa telah berhasil menguasai pelajaran sesuai dengan kurikulum yang
berlaku. Kemampuan tersebut tercermin dalam nilai setiap mata pelajaran
yang terkandung dalam ijazah tersebut. Siswa yang belum memiliki
kemampuan atau belum memperoleh nilai berdasarkan standar tertentu tidak
akan mendapatkan ijazah. Dalam pandangan ini kurikulum berorientasi

23
24

kepada isi atau materi pelajaran. Proses pembelajaran di sekolah yang


menggunakan konsep kurikulum akan penguasaan ini merupakan sasaran
akhir proses pendidikan (Sanjaya, 2008:4)
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, kurikulum adalah Seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Nurdin (2010:75) menjelaskan bahwa kurikulum secara eksplisit
memiliki tiga komponen kurikulum dalam penyelenggaraan pendidikan
yaitu; tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara atau metode yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan KBM. Meskipun evaluasi tidak
dinyatakan secara eksplisit, tapi frase cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar secara implisit juga menyimpan
arti tentang evaluasi. Diharapkan dari ketiga kompenen tersebut yakni tujuan,
isi, dan bahan pelajaran mampu menciptakan proses belajar mengajar yang
menjadi salah satu dalam pembentukan karakter.
Kurikulum mempunyai komponen dari prinsip tertentu sebagai
dasarnya. Kurikulum mempunyai komponen yang berarti bahwa kurikulum
mempunyai sistem, dimana setiap komponen memiliki keterkaitan fungsi dan
peranan tertentu. Artinya bahwa setiap komponen yang saling terkait tersebut
hanya memiliki satu tujuan pendidikan yang juga menjadi tujuan kurikulum.
Menurut Tambunan (1994:332) komponen tersebut terbagi menjadi empat
yakni, tujuan, isi, metode atau teknik penyampaian dalam proses belajar
mengajar, dan evaluasi program kurikulum.
Ada sejumlah ahli teori kurikulum yang bependapat bahwa kurikulum
bukan hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan juga
peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, jadi selain
kegiatan kurikuler yang formal juga kegiatan yang tidak formal (Nasution,
2012:5). Macam-macam defenisi yang diberikan tentang kurikulum .
lazimnya kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk
melancarkan proses belajar-mengajar di bawah bimbingan dan tanggung
jawab sekolah. Sedangkan kurikulum tidak formal terdiri atas aktivitas-
aktivitas yang juga direncanakan akan tetapi tidak berkaitan langsung
dengan pelajaran akademis di kelas, dan keberadaan kurikulum ini dipandang
sebagai pelengkap kurikulum formal (Idi, 1999:6)
Selanjutnya defenisi kurikulum secara terminologi, Ishak (1998:4-12)
membagi istilah pengertian kurikulum menjadi dua macam yakni, kurikulum
menurut pandangan lama dan kurikulum dalam pandangan baru. Pengertian
kurikulum menurut pandangan lama adalah kurikulum diberi arti sebagai
kurikulum yang sempit yakni hanya rencana pengajaran yang terdiri dari
sejumlah mata pelajaran. Kurikulum dianggap sebagai hasil pendidikan yang
25

harus dicapai oleh peserta didik. Kurikulum menurut pandangan baru adalah
kurikulum dipandang sebagai arti kurikulum yang luas. Pandangan baru
tersebut menekankan seluruh pengalaman peserta didik sebagai arti
kurikulum sebagai pengalaman-pengalaman yang direncanakan dan
diarahkan oleh sekolah atau guru sebagai tujuan , nilai-nilai atau hasil
pendidikan yang ingin tercapai.
Pengertian kurikulum dari beberapa ahli di atas menunjukkan bahwa
kurikulum dianggap menjadi dua pengertian. Pertama kurikulum dalam artian
sempit menunjukkan sejumlah mata pelajaran yang berisikan materi-materi
ilmu pengetahuan yang harus dicapai oleh peserta didik. Dengan materi-
materi tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh ijazah dalam
pendidikannya. Kedua, kurikulum dalam artian luas yakni menyangkut
tentang segala pengalaman yang dialami peserta didik yang berikaitan
dengan pengalaman yang memberikan pembelajaran tentunya. Pengalaman
tersebut akan diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Berbicara kurikulum tentunya tidak akan terlepas dari tujuan yang
hendak dicapai. Tujuan tersebut harus mewakili setiap mata pelajaran yang
akan disampaikan kepada peserta didik. Lebih lanjut tafsiran tentang
kurikulum yang dikemukan oleh Hamalik (2008:16-18). Pertama, kurikulum
memuat isi dan materi pelajaran. Sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperloleh sejumlah
pengetahuan. Kedua, kurikulum sebagai rencana pembelajaran yang
berisikan suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan
siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar,
sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai
dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Ketiga, kurikulum sebagai
pengalaman belajar menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak
terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan
di luar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra
kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman
belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.
Gambaran tentang konsep kurikulum di atas menjelaskan bahwa
kurikulum merupakan alat sebagai tujuan pembelajaran yang berisikan
sejumlah mata pelajaran dan berbagai pengalaman siswa. Suatu pengalaman
dikatakan kurikulum apabila kegiatan yang dilakukan memiliki pengalaman
belajar. Pengertian ini juga menunjukkan bahwa kurikulum bukanlah
kegiatan yang terbatas hanya di dalam kelasa saja, melainkan semua kegiatan
yang dilakukan saat di luar kelas.
Proses pembelajaran di sekolah atau madrasah pada dasarnya
merupakan upaya perwujudan dua tipe kurikulum, yaitu kurikulum ideal dan
kurikulum aktual. Kurikulum ideal merupakan kurikulum yang dicita-
citakan, yang masih berbentuk ideal, teks, dan belum dilaksanakan.
26

Sedangkan kurikulum aktual merupakan kurikulum yang dilaksanakan dalam


proses pembelajaran di kelas. Kurikulum adalah alat yang paling menentukan
keberhasilan proses pembelajaran di kelas yang dapat dilihat pada sejauh
mana kesenjangan antara kurikulum ideal dan kurikulum aktual (Idi,
2010:281). Idi menjelaskan bahwa semakin besar tingkat kesenjangan antar
kedua jenis kurikulum , maka semain besar tingkat ketidak berhasilan proses
pembelajaran yang diharapkan. Sebaliknya semakin kecil tingkat
kesenjangan antara keduanya, diprediksi semakin besar tingkat keberhasilan
proses pembelajara. Tetapi, ada satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa
antara kurikulum ideal dan kurikulum aktual selalu ada kesenjangan, artinya
tidak mungkin dalam proses pembelajaran dapat terlaksana penuh
sebagaimana yang diharapkan dalam ideal kurikulum. Tetapi tingkat
kesenajangan itu harus diusahakan sekecil mungkin. Penulis sependapat
dengan Idi bahwa dalam mencapai proses pembelajaran yang diinginkan
bukan hanya kurikulum ideal dan kurikulum actual yang harus diperhartikan.
Penulis juga menambahkan kurikulum tersembunyi atau hidden curiiculum
sebagai pelengkap yang memiliki peran dalam menentukan sikap seorang
siswa dan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran.
Sepertinya hidden curriculum yang terlupakan oleh sebagian orang.
Sesungguhnya untuk mengukur seberapa keberhasilan dari kurikulum
diterapkan maka sekolah/madrasah memerlukan sebuah alat atau pengukuran
yang dapat mengetahui keberhasilan dari sebuah kurikulum. Dengan alat
ukur maka dapat diketahui seberapa tingkat keberhasilannya. Menurut
Hasibuan (2010:11) bahwa kurikulum memerlukan pengukuran yang jelas.
Diperlukan dukungan SDM untuk mengembangkan aktivitas kurikulum.
Misalnya, mendorong aktivitas-aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa
yang berprestasi terhadap sesama teman sekelasnya terkait dengan program-
program pendidikan yang diikutinya. Dengan demikian lembaga-lembaga
pendidikan melalui program-programnya tentu perlu menyadari pengertian
kurikulum yang amat menantang akan kemajuan. Lewat program-program
yang ditawarkan diupayakan untuk selalu membantu kesuksesan siswa dalam
menjalankan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.
Beberapa uraian di atas sudah membicarakan pengertian kurikulum
dari pandangan umum. Sekarang akan dijelaskan pengertian kurikulum
menurut pandangan Islam. Nata (2012:123) mengartikan kurikulum dalam
pandangan Islam lebih cendrung sebagai susunan mata pelajaran yang harus
diajarkan kepada peserta didik. bahwa pengertian kurikulum dalam Islam
bersifat tradisional. Yaitu, pertama sebagai program studi yang harus
dipelajari. Kedua, sebagai konten data atau informasi yang tertera dalam
buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lain yang
memungkinkan timbulnya kegiatan belajar. Ketiga, sebagai kegiatan yang
direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan. Empat, sebagai hasil
27

belajar yang menjadi seperangkat tujuan untuk memperoleh suatu hasil


tertentu tanpa menspesifikan cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil.
Kelima, sebagai reprpduksi cultural dalam transfer dan refeleksi butir-butir
kebudayaan masyarakat. Keenam, sebagai produksi seperangkat tugas yang
harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.
Selanjutnya Nata (2012:125) juga mengartikan kurikulum yang
bersifat modern. Ada tiga pengertian yang dikemukakannya, Pertama,
kurikulum tidak hanya sekedar berisi rencana pelajaran atau bidang studi,
melainkan semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di
sekolah. Kedua, kurikulum adalah sejumlah pengalaman-pengalaman
pendidikan, budaya, sosial, olahraga, dan seni yang disediakan sekolah bagi
siswa-siswanya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya
untuk berkembang menyeluruh dalam segi dan mengubah tingkah laku sesuai
tujuan-tujuan pendidikan. Ketiga, kurikulum adalah sejumlah pengalaman
pendidikan, kebudayaan, sosial, olehraga, kesenian, baik yang berada di
dalam maupun di luar kelas yang dikelola sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa kurikulum dalam
pandangan Islam tidak jauh berbeda dengan pengertian kurikulum pada
zaman sekarang ini. Yang menjadi perbedaan kurikulum adalah materi yang
diajarkan. Kalau dalam kurikulum Islam lebih menonjolkan aspek agama dan
ahklak. Sedangkan dalam kurikulum zaman modern lebih cendrung ke ilmu
pengetahuan umum atau sains. Setidaknya kurikulum dalam pandangan Islam
harus sesuai dengan kebutuhan peserta didik untuk memenuhi kehidupannya
di era modern.
Berbagai pandangan tentang kurikulum di atas menyampaikan bahwa
hidden curriculum memiliki keterkaitan dan terintegrasi dalam kurikulum
formal atau kurikulum tertulis dan merupakan bagian dari kurikulum yang
memiliki makna yang luas. Peranan kurikulum tersembunyi atau hidden
curriculum tidak bisa dilepaskan dalam proses pendidikan. Kenyataan yang
terjadi adalah kurikulum tersembunyi hasil dari sesuatu yang tidak
direncanakan dan pengalaman alamiah peserta didik. Hidden curriculum
tidak hanya berkaitan dengan pembelajaran yang ada dikelas saja, melainkan
berkaitan dengan pengalaman siswa yang dapat dilihat, didengar, dan
dirasakan oleh peserta didik yang dapat merubah perilaku dan hasil belajar
siswa Glattrohn (1987:20) mengartikan hidden curriculum adalah sebagai
kurikulum yang tidak dipelajari, namun sebagai aspek dari sekolah di luar
kurikulum yang dipelajari yang mampu memberikan pengaruh nilai, persepsi
dan sikap siswa.
Kurikulum dalam pelaksanaannya selalu melibatkan guru. Kurikulum
yang diterbitkan oleh Pemerintah masih bersifat umum dan berbentuk
pedoman. Dengan demikian, kurikulum yang masih berbentuk pedoman itu
belum dapat disampaikan secara langsung kepada peserta didik di dalam
28

kelas. Penulis mengutip pendapat Nasution (2012:2) ada beberapa langkah


agar kurikulum dapat disajikan dengan baik kepada peserta didik. pertama,
pedoman kurikulum itu harus dianalisis lebih lanjut dalam sejumlah topik,
sub topik serta bahan yang lebih spesifik dalam menentukan kejelasan
tentang apa yang akan diajarkan, apa sebab, dan apa tujuannya. Kedua, agar
bahan pelajaran dapat disajikan kepada siswa dalam jam pelajaran tertentu
guru masih harus membuat persiapan pelajaran yang dilakukannya
berdasarkan pedoman intruksional kurikulum. Guru haus membuat persiapan
pelajaran sebelum ia masuk ke kelas dengan rasa penuh tanggung jawab.
Kurikulum pada intinya merupakan perencanaan tentang pencapaian
yang harus ditempuh oleh peserta didik. Dengan berbagai mata pelajaran
yang diajarkan menjadikan peserta didik paham dengan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan ini termasuk aspek kognitif. Sedangkan aspek afektif dan
psikomotorik yang akan terbentuk melalui pembelajaran sangat kurang
diperhatikan. Inilah yang kemudian disebut dengan kurikulum tersembunyi
atau hidden curriculum. Kurikulum tersembunyi sebenarnya sangat
berpengaruh dalam proses pendidikan. Banyak penelitian yang mengatakan
bahwa kurikulum tersembunyi dapat meningkatkan hasil belajar,
meningkatkan spiritual, dan meningkatkan kecerdasan emosional siswa. Hal
ini didukung oleh pendapat Dakir (2010:8) bahwa kurikulum yang
tersembunyi berarti tidak dapat dilihat, tetapi tidak hilang. Kurikulum
tersembunyi ini tidak direncanakan, tidak diprogram, dan tidak dirancang,
tetapi mempunyai pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap out put dari proses belajar mengajar.
Sedangkan menurut Hilda Taba, dalam Abdullah (1999:10)
menyatakan bahwa curriculum is a plan for learning, yakni aktivitas dan
pengalaman anak disekolah harus di rencanakan agar menjadi kurikulum, dan
ada yang berpendapat bahwa kurikulum sebenarnya mencakup pengalaman
yang direncanakan tetapi juga yang tidak direncanakan, yang disebut dengan
kurikulum tersembunyi atau hidden curriculum.
Kohelberg dalam Dakir (2010:8) mengatakan bahwa hidden
curriculum sebagai hal yang berhubungan dengan pendidikan formal dan
peran guru dalam mentransformasikan standar formal. Artinya hidden
curriculum juga memberikan manfaat kepada bagi guru dalam memberikan
contoh perilaku yang baik kepada siswa. Karakter seorang guru berpengaruh
kepada siswa baik dalam proses pembelajaran maupun di luar kelas. Siswa
sangat cepat meniru apa yang dicontohkan oleh seorang guru. Karakter yang
baik maka akan dicontoh siswa dengan baik. Begitu juga dengan karakter
yang jahat, maka siswa juga dapat mencontoh karakter jahat. Misalkan,
banyak dari sekian guru yang merokok, tanpa disadari guru sesungguhnya
apa yang diperbuatnya juga dicontoh oleh siswanya.
29

Kurikulum tersembunyi sejatinya bukan merupakan kurikulum yang


direncanakan tetapi haruslah seorang yang dapat menemukan bagaimana
kurikukulum tersembunyi itu ada. Bagi peneliti tentunya keberadaan
kurikulum tersembunyi tidak mudah untuk ditemukan. Karena keberadaan
kurikulum tersembunyi merupakan interaksi sosial yang dilakukan oleh
warga sekolah yang bisa menghasilkan sebuah budaya. Untuk dapat
menemukan ciri dari kurikulum tersembunyi yang ada di sebuah sekolah atau
madrasah tentunya memerlukan waktu yang relativ lama. Namun setelah
perkembangan ilmu pengetahuan saat ini ada beberapa ahli yang dapat
merancang bagaimana konsep hidden curriculum itu sendiri.
Menurut Martin (1976:139) Kurikulum tersembunyi bukanlah sesuatu
yang hanya ditemukan, salah satu harus pergi mencari untuk itu. Karena
kurikulum tersembunyi adalah seperangkat pembelajaran, akhirnya seseorang
harus mencari tahu apa yang dipelajari sebagai hasil dari praktek-praktek,
prosedur,aturan, hubungan, struktur, dan sifat fisik yang merupakan perturan
yang diberikan. Tapi dapat dimulai dengan bekas pembelajaran dan
memastikan mereka dapat ditelusuri kembali dalam pengaturan, atau dengan
memeriksa aspek pengaturan dan menemukan pembelajaran apa yang mereka
hasilkan. Motivasi untuk pencarian tentu saja bisa berbeda-beda. Beberapa
peneliti mungkin hanya ingin tahu apa yang dipelajari di sekolah, orang lain
akan ingin membuat metode pengajaran mereka lebih efisien, dan yang lain
akan berniat mengungkapkan antara pendidikan dan tatanan sosial yang lebih
besar.
Salah satu konsekuensi dari keberadaan kurikulum tersembunyi
adalah interaksi pendidik dan peserta didik dalam menemukan bagaimana
bentuk kurikulum tersembunyi. Namun, tidak pernah dilakukan oleh sekolah.
Pengaturan yang dilakukan sekolah dengan kurikulum tersembunyi sendiri
selamanya diciptakan dan yang lama berubah tanpa diketahui. Informasi yang
dikumpulkan kurikulum tersembunyi yang diberikan mungkin tidak secara
akurat menggambarkan bahwa aturan yang tersembunyi dalam kurikulum
saat ini. Dengan demikian, ruang lingkup pencarian untuk kurikulum
tersembunyi perlu diperluas di luar sekolah. Bahkan jika kurikulum
tersembunyi tidak berubah dari waktu ke waktu, akan ada alasan untuk
meninjau kembali untuk informasi yang diperoleh setiap saat.
Arifin (2011:7) menjelaskan bahwa kurikulum tersembunyi atau
hidden curriculum itu adalah segala sesuatu yang mempengaruhi peserta
didik yang berkaitan dengan perilaku positif ketika sedang memperlajari
sesuatu. Pengaruh itu bisa berasal dari guru, sesama peserta didik, kepala
sekolah, lingkungan sekolah, dan suasana pembelajaran di kelas. Kurikulum
tersembunyi ini terjadi ketika berlangsungnya kurikulum ideal atau dalam
kurikulum nyata. Kurikulum tersembunyi ini sangat kompleks, sukar
diketahui dan dinilai. Hal senada juga disampaikan Sanjaya (2011:27)
30

bahwa kurikulum tersembunyi atau hidden curriculum juga dapat diartikan


sebagai segala sesuatu yang terjadi tanpa direncanakan terlebih dahulu yang
dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Kurikulum Tersembunyi adalah pengetahuan, ide, dan praktik ini,
selain tujuan dan kegiatan proses belajar-mengajar ditunjukkan dalam
kurikulum resmi. (Tan, 2007:350-366).
Penulis mengilustrasikan Misalnya, ketika guru akan mengajarkan
tentang belajar kebersihan, tiba-tiba tanpa disadari guru melihat sampah yang
berserakan di bawah kursi siswa. Dengan adanya sampah yang berserakan
yang tidak direncanakan itu merupakan hidden curriculum yang dapat
dijadikan awal pembahasan materi tentang belajar kebersihan. Guru dapat
mengajarkan siswa hidup bersih dengan cara membuang sampat pad
tempatnya. Dengan demikian, guru dapat terbantu oleh hal-hal yang tidak
direncanakan namun memberikan pengaruh terhadap proses pembelajaran.
Inilah yang sering disebut dengan hidden curriculum.
Lebih lanjut Idi (2010:51) menjelaskan bahwa "kurikulum
tersembunyi atau hidden curriculum tidak direncanakan oleh sekolah dalam
programnya dan tidak ditulis atau dibicarakan oleh guru, sehingga kurikulum
ini merupakan murni anak didik atas potensi dan kreativitasnya yang
tentunya bisa berkonotasi negatif maupun positif". Konotasi positif
maksudnya adalah hidden curriculum memberikan manfaat bagi individu
peserta didik, guru dan sekolah. Misalkan, peserta didik dapat menjadi anak
yang pintar melalui cara belajar yang dimilikinya. Sedangkan konotasi
negatif maksudnya adalah keberadaan hasil hidden curriculum tidak
menguntungkn bagi anak didik, guru dan kepala sekolah maupun orang tua.
Misalkan, peserta didik menjadi anak yang pemarah. Hidden curriculum bisa
berkonotasi positif maupun negative, yang tentunya upaya bimbingan guru,
orang tua, atau pihak lain yang memiliki wewenang untuk mampu
memanfaatkan kurikulum hidden curriculum untuk membantu peserta didik
secara maksimal.
Menurut Bellack & Kiebard dalam Sanjaya (2008:26) hidden
curriculum memiliki tiga dimensi yaitu, pertama hidden curriculum dapat
menunjukkan suatu hubungan sekolah yang meliputi interkasi guru, peserta
didik, struktur kelas, keseleruhan pola organisasi peserta didik sebagai
mikrokosmos sistem nilai sosial, kedua hidden curriculum dapat menjelaskan
sejumlah proses pelaksanaan di dalam di luar sekolah yang meliputi hal-hal
yang memiliki nilai tambah, sosialisasi, pemeliharaan struktur kelas, ketiga
hidden curriculum mencakup perbedaan tingkat kesenjangan (intensionalitas)
seperti halnya yang dihayati oleh para peneliti, tingkat yang berhubungn
dengan hasil yang bersifat insidental. Bahkan hal ini kadang-kadang tidak
diharapkan dari penyusunan kurikulum dalam kaitannya dengan fungsi sosial
pendidikan.
31

Beberapa pendapat mengenai pengertian hidden curriculum yang


disampaikan di atas dapat disimpulakan bahwa hidden curriculum adalah
segala kegiatan yang dilaksanakan baik dalam lingkungan sekolah dan di luar
sekolah yang sifatnya memberikan dampak berupa nilai, perilaku, dan
pengaruh yang tidak direncanakan dari sebelumnya di dalam kurikulum
tertulis atau formal. Apa yang diperlihatkan dari guru sejatinya menjadi
konsumtif peserta didik dalam perkembangan pendidikannya. Tingkah laku,
gaya bahasa, penampilan, cara mengajar, semuanya itu memberikan
pengalaman kepada peserta didik.
Keberadaan hidden curriculum memang dirasakan sangat mendukung
perkembangan ilmu pengetahuan dan perilaku siswa. Hal ini juga dapat
mendukung dalam kurikulum aktual yang dilaksanakan di sekolah. Sebagai
sebuah interaksi hidden curriculum tentunya memiliki dampak positif dan
negativ. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa dampak positif itu
berupa hasil belajar yang meningkat, perilaku yang lebih baik. Dampak
negativ berupa perlakuan yang tidak baik, seperti merokok, tawuran, bolos
sekolah. Semua dampak tersebut disebabkan karena keberadaan hidden
curriculum.
Istilah hidden curriculum menunjuk kepada segala sesuatu yang dapat
berpengaruh didalamnya berlangsungnya pengajaran dan pendidikan, yang
mungkin meningkatkan atau mendorong peserta didik dalam hasil belajar
maupun perilaku sehari-hari, bahkan melemahkan usaha pencapaian tujuan
pendidikan. Dengan demikian, hidden curriculum menunjukkan pada praktek
dan hasil proses pendidikan yang tidak dijelaskan dalam kurikulum tertulis
atau kurikulum formal, namun dapat manjadi pengalaman belajar yang
bermakna.
Konsep hidden curriculum merupakan salah satu kontribusi Jackson
dalam studi kurikulum dalam menulis buku yang berjudul Life in Classroom
(1968). Dalam buku tersebut Jackson (1968:109) secara kritis mencari
jawaban kekuatan utama apa yang terdapat di sekolah sehingga bisa
membentuk habitus budaya seperti kepercayaan, sikap dan pandangan murid.
Jackson menemukan apa yang dia sebut daily grind, yaitu sistem dan
aturan membosankan yang dirancang untuk mempromosikan rutinitas pasif,
ketaatan dan persetujuan untuk mendapatkan kepuasan sesaat. Jackson
kemudian membandingkan sekolah penjara dengan lembaga seperti rumah
sakit jiwa. Jackson berpendapat bahwa daily grand yang dimaksud secara
prinsip adalah konsep hidden curriculum.
Jackson pula yang dianggap sebagai orang yang pertama yang
memperkenalkan konsep hidden curriculum dalam kajian pendidikan.
Konsep hidden curriculum menurut Jackson dapat mempersiapkan murid
dalam kehidupan yang dianggap membosankan dalam masyarakat industri
(Hidayat, 2011:46)
32

Jackson mengatakan bahwa hidden curriculum sangat penting untuk


seorang guru dapat mengarahkan perhatian pada aspek-aspek tertentu dari
sekolah yang tidak pernah dijelaskan sebelumnya. Pengembangan hidden
curriculum dapat dilakukan secara tidak langsung oleh masyarakat di sekitar
sekolah. Masyarakat di sekitar sekolah juga dapat mendorong atau
menghambat siswa untuk menjadi individu yang sukses. Masyarakat
merupakan bagian dari pendidikan non-formal yang berhak sebagai
penambah, pelengkap pendidikan formal. Berfungsi sebagai pengembangan
potensi peserta didik yang menekankan pada penguasaan dan pengetahuan
keterampilan serta pengembangan sikap dan kepribadian.
Pendapat yang berbeda mengenai konsep hidden curriculum dalam
artikel Dyah Kumalasari (2007:7) seorang dosen di Universitas Negeri
Yogyakarta, bahwa
konsep hidden curriculum ini diciptakan oleh Benson Snyder pada
tahun 1971 dan digunakan oleh para pendidik, sosiolog, dan psikolog
dalam melukiskan sistem informal dalam pendidikan. Hidden
curriculum juga disebutkan terdiri atas tiga R yang sangat penting
untuk dikembangkan yaitu rules (aturan), regulations (peraturan), dan
routines (kontinyu), di mana setiap sekolah yang menerapkan sistem
ini harus beradaptasi. Sosialisasi nilai-nilai moral merupakan
suplemen dari tiga R, pelajaran atau mata kuliah tersebut juga akan
semakin jelas dan mudah dipahami bila disampaikan dengan jalan
klasikal dalam ruang kelas yang teratur.
Pendapat lain yang mendukung bahwa konsep hidden curriculum
yang diciptakan oleh Benson Snyder adalah disampaikan oleh Ballantine
dalam Damsar (2011:133) yang menjelaskan bahwa hidden curriculum
dikembangkan Benson Snyder terjadi pada tahun 1971 dan digunakan oleh
para pendidik, sosiolog, dan psikolog dalam menjelaskan sistem informal.
Konsep ini menunjukkan pada permintaan implisit (sebagai lawan dari
kewajiban eksplisit dari kurikulum tertulis yang ditemukan pada institusi
pembelajaran yang mana peserta didik harus mengetahui dan menanggapi
sehingga dapat bertahan didalamnya.
Kurikulum tersembunyi atau hidden curriculum sebagai konsep
menjadi sesuatu yang tidak sengaja di ajarkan dan dipelajari bersama dengan
kurikulum resmi atau formal, melekat dalam peraturan, regulasi dan rutin
tidak tertulis tentang perilaku dan sikap, seperti ketaatan pada pihak yang
berwenang dan norma yang berlaku umum, serta iklim, hubungan kekuasaan,
dan konsekuensi yang tidak terantisipasi. Kurikulum tersembunyi
memperlihatkan bagaimana proses pelajaran-pelajaran yang diperoleh siswa
atas kenyataan bahwa mereka merupakan bagian dari komunitas yang saling
berinteraksi. Misalkan, konsepsi tentang berpakaian rapi (Damsar, 2012:134)
33

Vallance (1974:88) menjelaskan bahwa setiap label membawa satu


konotasi seperti apa kurikulum tersembunyi dianggap berarti. Ada tiga
dimensi label tersebut. Pertama, kurikulum tersembunyi dapat merujuk ke
salah satu dari konteks sekolah, termasuk siswa dengan guru berinteraksi,
struktur kelas, seluruh pola organisasi pembentukan pendidikan sebagai
mikrokosmos dari sistem nilai sosial. Kedua, kurikulum tersembunyi tahan
pada sejumlah proses yang beroperasi di sekolah, termasuk nilai-nilai
akuisisi, sosialisasi, pemeliharaan struktur kelas. Ketiga, kurikulum
tersembunyi dapat merangkul derajat yang berbeda dari intensionalitas, dan
kedalaman "ketersembunyian" mulai dari insidental dan cukup tidak
diinginkan oleh pengaturan produk kurikuler untuk hasil-hasil yang lebih
tertanam dalam sejarah fungsi social pendidikan. Posisi yang salah diberikan
konsepsi menempati tempat atau kontinum lainnya kemungkinan akan mence
rminkan disiplin akademik yang disiplin dan, tak jarang orientasinya sebagai
seorang pengkritik.
Kurikulum tersembunyi harus sesuai dengan gerak-gerik dan
perubahan masyarakat. Hidden curriculum harus senantiasa dapat berubah
sesuai dengan perkembangan masyarakat. Bentuk yang diberikan harus
fleksibel, yakni dapat berubah menurut kebutuhan dan keadaan. Hidden
curriculum juga bersifat elastis, sehingga dapat terbuka kesempatan untuk
memberikan bahan pelajaran yang penting yang perlu bagi peserta didik pada
saat dan tempat tertentu. Hanya dengan jalan demikian sekolah dapat
memberikan pendidikan yang fungsional, sehingga peserta didik benar-benar
mempersiapkan untuk menghadapi masalah-masalah di dalam masyarakat
(Ahmadi, 2004:133)
Kurikulum tersembunyi dalam pengembangan dalam proses belajar
mengajar membutuhkan peran dari seorang guru. Untuk itu dalam
pengembangan hidden curriculum haruslah memiliki prinsip. Penulis
Mengutip pendapat Sukmadinata (2008:150-151) tentang pengembangan
kurikulum. Setidaknya pengembangan kurikulum dengan hidden curriculum
memiliki prinsip yang sama. Ada dua prinsip dalam pengembangan hidden
curriculum yakni, prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum terbagi
menjadi menjadi lima.
Pertama prinsip relevansi, maksud dari prinsip relevansi adalah
bahwa hidden curriculum haruslah relevan dengan tuntutan, kebutuhan
peserta didik dalam proses pembelajaran. Apa yang harus dipersiapkan
hidden curriculum harus mempersiapkan peserta didik untuk tugas dan
kegiatan yang memiliki nilai dalam kecakapan perilaku. Hidden curriculum
harus mampu memotivasi peserta didik dalam hasil belajar.
Kedua prinsip kontinuitas, maksudnya adalah kesinambungan
perkembangan dan proses belajar peserta didik berlangsung secara
berkesinambungan, tidak terputus-putus atau berhenti. Oleh karena itu,
34

pengalaman-pengalaman belajar yang diberikan oleh guru, kepala sekolah,


serta teman hendaknya berkesinambungan lebih lanjut. Dampak yang
dihasilkan dari berkesinambungan hal tersebut adalah peserta didik menjadi
terbiasa dengan pengalaman belajar yang memiliki makna dalam tujuan
pembelajaran.
Ketiga prinsip praktis, maksudnya hidden curriculum mudah
dilaksanakan tanpa menggunakan peralatan yang banyak. Setiap apa yang
terlihat dan ada dalam kelas semuanya bisa dijadikan instrument dalam
penyampaian hidden curriculum. Prinsip ini juga disebut prinsip efisiensi
karna tidak menggunakan peralatan yang mahal. Seorang guru harus kreatif
dalam menggunakan peralatan apa saja yang dapat mendukung proses
pembelajaran.
Keempat prinsip fleksibilitas, maksudnya adalah hidden curriculum
haruslah memilih sifat lentur. Dengan hidden curriculum dapat
mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan sekarang dan yang akan
datang dimanapun anak berada. Hidden curriculum yang disampaikan oleh
siapa saja baik, guru, kepala sekolah maupun keluarga harus sesuai dengan
kondisi daerah peserta didik berada. Terutama guru yang mengajar harus
paham bagaimana kondisi latar belakang peserta didiknya.
Kelima prinsip efektivitas, maksudnya adalah hidden curriculum yang
disampaikan biasanya secara spontan tanpa ada direncanakan. Namun,
keberhasilan dalam tujuan yang diinginkan pelaksanaan hidden curriculum
harus komitmen dengan kualitas dan kuantitas hasil pembelajaran baik yang
bersifat kognitif, afektif dan psikomotorik.
Beberapa teori pendidikan telah dikembangkan untuk membantu
dalam memberikan makna, struktur terhadap kurikulum tersembunyi dan
peran sekolah mengilustrasikan dalam kegiatan interaksinya. Ada beberapa
teori yang menjelaskan bahwa pandangan struktural fungsional terhadap
sekolah, pandangan fenomenologis yang berhungan dengan sosiologi
pendidikan, dan pandangan kritis radikal yang berhubungan dengan analisis
neo-marxis terhadap teori dan praktik pendidikan. Tiga teori tersebut
disampaikan oleh Henry Giroux & Anthony Penna dalam Trianto (2007:19).
Pandangan struktural fungsional memusatkan diri pada bagaimana
norma dan nilai diterapkan dalam sekolah dan seberapa penting hal tersebut
bagi keberfungsian masyarakat telah diterima secara pernuh. Pandangan
fenemonologis berpendapat bahwa makna dibentuk melalui pertemuan dan
interaksi sosial, dan berimplikasi pada pendapat bahwa pengetahuan bersifat
obyektif. Pandangan radikal kritis mengenai hubungan antara reproduksi
ekonomi dan budaya serta menekankan hubungan antara teori, ideologi, dan
praktik belajar sosial (Amri & Ahmadi, 2010:69)
Sanjaya (2008:25-26) menjelaskan bahwa hakikat kurikulum adalah
berisi ide tau gagasan. Ide atau gagasan tersebut dituangkan dalam dokumen
35

tertulis yang dinamakan dengan kurikulum terencana. Kurikulum terencana


memiliki sejumlah tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik. Tujuan
itulah yang selanjutnya dijadikan pedoman oleh guru dalam proses
pembelajaran sebagai tahap implementasi kurikulum. Hasil dari proses
pembelajaran itu memiliki tujuan perilaku yang harus dirumuskan, juga ada
perilaku sebagai hasil belajar di luar tujuan yang dirumuskan. Inilah hakikat
hidden curriculum, yakni efek yang muncul sebagai hasil yang sama sekali di
luar tujuan yang dideskripsikan.
Hargreaves dalam buku Hamalik (2010:94) menjelaskan bahwa
Gagasan tentang hidden curriculum merupakan suatu tantangan dan agak
membingungkan perancang kurikulum. Hidden Curriculum memuat banyak
aspek belajar berbarengan atau mungkin kontradiksi terhadap kurikulum
(intented curriculum). Hidden Curriculum merupakan hasil dari desakan
sekolah, tugas baca buku yang memberikan efek tak diinginkan, dan
kebutuhan untuk mempengaruhi orang lain agar menyetujui sesuatu yang
diharapkan. Melalui interaksi kelas dan testing guru-guru sadar dapat
mengubah cita-cita pendidikan yang dimintakan. Sebagai penggantinya
mereka menguatkan upaya penyebarluasan pesan-pesan kultural mengenai
tingkah laku sosial.
Tidak semuanya penting apa yang diserap oleh peserta didik melalui
hidden curriculum, namun ada juga hal yang penting . Hal ini terjadi
terutama pada penyampaian pelajaran-pelajaran sosial dan moral watak guru
dan sosok yang menjadi idola peserta didik yang direalisasikan dalam
pelajaran dalam bentuk perilaku sehari-hari. Meskipun keberadaan hidden
curriculum tidak disadari oleh peserta didik. Pengalaman belajar yang tidak
direncanakan ini dapat dihasilkan tidak hanya interaksi peserta didik dengan
guru tetapi juga sesame peserta didik dan lingkungannya. Sosok seorang guru
sebagai figur keteladanan dan interaksi sesame peserta didik mengahasilkan
keteladanan moral berperilaku santun dalam kehidupannya sosialnya. Selain
itu juga hidden curriculum dapat membantu pertukaran informasi dari
berbagai aktivitas yang dilakukan dalam maupun luar lingkungan sekolah
sehingga menjadi sumber penting bagi pengetahuan.
Kurikulum tersembunyi atau hidden curriculum lebih jauh diekplorasi
oleh sejumlah pendidik. Dimulai dengan buku Pedagogy of the Oppressed
yang dipublikasikan tahun 1972 sampai akhir tahun 1990, saat pendidik dari
brazil, Paulo Freire yang mengeksplorasi berbagai dampak dari pengajaran
terhadap siswa sekolah, dan masyarakat secara menyuluruh. Eksplorasinya
tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh John Holt dan Ivan Iich yang
masing-masing diidentifikasi sebagai pendidik radikal. (Amri & Ahmadi,
2010:73)
36

B. Bentuk-bentuk Hidden Curriculum di Madrasah/Sekolah


Sekolah/Madrasah sebagai lembaga pendidikan merupakan wahana
bagi siswa menimba ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan umum
maupun ilmu tentang agama. Banyak pengalaman yang dapat di ambil dari
kegiatan belajar-mengajar baik dalam ruang kelas dan di luar kelas.
Pengalaman-pengalaman tersebut dapat diartikan sebagian ahli sebagai
sebuah kurikulum. Kurikulum yang dilaksanakan di sekolah berupa
kurikulum formal yang berisikan sejumlah program pendidikan. Namun,
dalam mencapai tujuan pendidikan sekolah tidak hanya melaksanakan
kurikulum formal saja tetapi ada kurikulum lain yang sangat berperan dalam
mencapai tujuan pendidikan tersebut yakni kurikulum tersembunyi atau
hidden curriculum.
Keberadaan hidden curriculum di sekolah/madrasah memiliki peran
penting dalam membangun persepsi, kepribadian dan sikap peserta didik.
terlebih lagi Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta adalah sekolah
percontohan bagi madrasah yang ada di Jakarta. Seperti apa yang
dikemukakan oleh Paulo Freire dalam Nuryanto (2009:8) pengetahuan tidak
dianggap sebagai entitas independen yang lepas dari proses pembentukannya,
melainkan entitas yang terkonstruksi lewat suatu proses tertentu yang tidak
bebas nilai.
Secara teori banyak yang menjelaskan bagaimana bentuk-bentuk
hidden curriculum yang dapat ditelesuri melalui berbagai aspek dan dimensi.
Dari bentuk-bentuk hidden curriculum melalui berbagai aspek dan dimensi
yang menjadi bagian dari hidden curriculum yang terintegrasi dalam
kurikulum resmi. Namun sebenarnya bentuk-bentuk hidden curriculum dapat
terlihat dari beberapa penelitian yang ada. Misalkan penelitian yang
dilakukan oleh Sari (2009:931) di Turki bahwa "hasil diskusi dalam
pengamatan menunjukkan bahwa guru di sekolah-sekolah dengan kualitas
rendah dari sekolah kehidupan menunjukkan 119 perilaku yang tidak
kompatibel dengan martabat manusia sementara guru di sekolah lain
menunjukkan 25 tidak kompatibel perilaku. Dalam pandangan siswa, guru di
sekolah dengan rendah menunjukkan perilaku yang bertentangan dengan nilai
terhadap martabat manusia, seperti penghinaan, berteriak, yang mengancam,
kekerasan fisik, yang mempertunjukkan di depan orang lain, dsb.
Dapat terlihat dari penelitian di atas bahwa bentuk-bentuk hidden
curriculum dapat bersifat negatif. Penelitian tersebut membandingkan dua
sekolah dengan mangamati beberapa perilaku guru yang menjadi bentuk-
bentuk dalam hidden curriculum. Perilaku guru seperti penghinaan, berteriak,
kekerasan fisik, dan mengancam siswa merupakan perilaku yang dapat
menyebabkan psikolgi anak terganggu dan bukan contoh yang baik bagi
karakter siswa. Secara tidak langsung lama-kelamaan maka siswa akan
37

mencontoh apa yang di perbuat oleh guru tersebut. Karena perilaku siswa
sesungguhnya merupakan pembelajaran yang ada di sekolah.
Perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari seringkali orang tua tidak
memperhatikannya. Lambat lama peserta didik akan menjadi anak yang
imitatif terhadap apa yang diperlihatkan dari kehidupan nyata. Dampak yang
ditimbulkan lebih mengarah kepada perilaku yang negatif. Dalam hal ini,
dalam menanamkan hidden curriculum terdapat beberapa aspek yang dapat
dikaji. Hidayat (2011:83) menjelaskan ada dua aspek dalam kajian hidden
curriculum yakni aspek struktural (organisasi) dan aspek budaya. Dua aspek
ini menjadi contoh dan panduan untuk melihat dan mendengar dalam hidden
curriculum di sekolah. Pertama, aspek struktural menjelaskan tentang
pembelajaran kelas, berbagai kegiatan sekolah di luar kegiatan belajar,
berbagai fasilitas yang disediakan sekolah. Fasilitasi juga mencakup barang-
barang yang ada di sekolah yang dapat mendukung pembelajaran di sekolah.
Termasuk yang ada di dalam adalah buku teks dan berbagai program
computer yang diajarkan di sekolah. Kedua, aspek kultural mencakup norma
sekolah, etos kerja keras, peran dan tanggung jawab, relasi social antar
pribadi dan antar kelompok, konflik antar pelajar, ritual dan perayaan ibadah,
toleransi, kerja sama, kompetisi, ekpektasi guru terhadap siswanya serta
disiplin waktu.
Sekolah merupakan tempat bagi peserta didik menimba ilmu
pengetahuan setelah pendidikan dalam keluarga atau pendidikan non formal.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan bertanggung jawab penuh atas
perkembangan peserta didik, baik secara kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dalam proses pendidikan yang efektif tentunya guru berinteraksi dengan
peserta didik yang menjadi penyambung komunikasi dengan baik. Hidden
curriculum sebagai kurikulum yang tidak tertulis tertulis sangat berdampak
bagi peserta didik bukan sekedar menjelaskan ilmu pengetahuan maupun
gagaasan. Tetapi juga melakukan lebih hal-hal yang dapat merubah perilaku
peserta didik. Hidayat (2011:80-81) menjelaskan bahwa bentuk-bentuk
hidden curriculum bisa mencakup praktik, prosedur, peraturan, hubungan,
dan struktur, struktur sosial dari ruang kelas, latihan otoritas guru, aturan
yang mengatur hubungan antara guru dan siswa, aktivitas belajar standar,
penggunanan bahasa, buku teks, alat bantu audio-visual, berbagai perkakas,
artsitektur, ukuruan disiplin, daftar pelajaran, sistem pelacakan, dan prioritas
hukuman.
Mengenai bentuk hidden curriculum di sekolah sangat penting untuk
dilaksanakan. Pasalnya sekolah terkadang terfokus kepada kurikulum formal
atau kurikulum tertulis. Sekolah kurang memerhatikan peran hidden
curriculum yang ada dalam pelaksanaanya. Dalam penelitian lain Ainun
(2014:1) menjelaskan bahwa ternyata di sekolah yang terdapat kurikulum
tersembunyi atau hidden curriculum yang banyak memberikan pengaruh
38

terhadap perkembangan jiwa sosial dan spiritual anak. Hidden curriculum


tersebut tentu akan lebih tertanam secara mendalam apabila mendapatkan
ruang gerak yang lebih besar seperti sekolah dengan model asrama.
Dalam pandangan lain, Giroux dalam Hidayat (2011:184)
menjelaskan sekolah pada dasarnya menjadi manifestasi dari kontestasi
berbagai pihak. Giroux mengatakan bahwa pendidik/guru memiliki peran
penting dalam proses transformasi di kelas. Profesi pendidik itu bermartabat
agung karena senantiasa mengembangkan intelektualitas transformatifnya.
Namun demikian, peran guru tersebut termarjinalkan dari mainstream
pendidikan yang berkembang; logika pasar. Peran guru menghilang dan
digantikan dengan sosok guru sebagai tukang instruksi di kelas. Sementara
itu dalam persaingan tersebut, Giroux melihat posisi murid secara lebih
mendalam. Menurutnya, murid seharusnya diperjuangkan menjadi intelektual
kritis, tetapi hanya menjadi pabrik kuli. Kekerasan yang terjadi terhadap antar
siswa mencerminkan buramnya institusi pendidikan yang tidak memiliki
filsafat pendidikan. Padahal, dalam pandangan Giroux, hakikat pendidikan
adalah mentransformasikan nilai-nilai humanisasi subyek. Singkatnya,
kekerasan yang terjadi akibat dominasi dan ketimpangan antara penguasa
dengan masyarakat yang justru mendehumanisasikan keduanya.
Senada apa yang telah disampaikan di atas bahwa seorang guru
haruslah lebih memperhatikan setiap kegitan yang dilakukan oleh siswanya,
agar tidak terjadi kekerasan dalam proses pendidikan. Guru merupakan
pemimpin yang ada di dalam kelas. Namun, guru jangan menjadikan siswa
sebagai robot dalam proses pembelajaran. Akibatnya, banyak siswa yang
tidak paham akan nilai-nilai dalam hal berperilaku. Siswa merupakan aset
yang paling berharga dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Maka dari itu,
guru hendak selayaknya memperlakukan siswa sebagai anak kandungnya.
Guru dipandang sebagai sosok yang sangat penting dalam
mensukseskan pendidikan. Guru termasuk faktor dalam pelaksanaan hidden
curriculum di sekolah/madrasah. Untuk mensukseskan hidden curriculum di
sekolah/ madrasah maka di perlukan pendekatan dalam menganalisis hidden
curriculum. Menurut Vallance (1977:41-42) hidden curriculum dapat
dianalisis dengan dua pendekatan yaitu, 1) hidden curriculum sebagai praktik
pendidikan maksudnya adalah hidden curriculum sebagai sistem praktik
pengajaran yang terdapat tujuan, implikasi dan masih berlangsung dalam
proses sehingga hasilnya masih belum diketahui. Pendekatan ini lebih
cendrung terjadi dalam suasana dalam kelas dalam proses pembelajaran. 2)
hidden curriculum sebagai hasil pendidikan maksudnya adalah mengkritik
dari pendekatan pertama yang mengatakan bahwa sekolah kurang
menjelaskan secara spesifik aktivitas sehari-hari untuk mendapatkan hasil
prestasi peserta didik. lebih luas lagi dapat dijelaskan bahwa sekolah bukan
39

hanya sebagai tempat belajar mengajar tetapi sebagai tempat dalam konteks
politik dan kritik.
Dapat dipahami apa yang disampaikan di atas bahwa tidak semua
sekolah/madrasah dapat menjelaskan secara rinci apa yang diprogramkan
maupun tidak di programkan. Hal inilah yang menjadi eksistensis dari hidden
curriculum. kegiatan siswa dalam kehidupan sehari-hari seringkali guru
khususnya sekolah tidak memperhatikannya baik yang terjadi di sekolah
maupun dalam masyarakat. Apa yang di tunjukkan dalam perilaku Lambat
lama peserta didik akan menjadi anak yang imitatif terhadap apa yang
diperlihatkan dari kehidupan nyata. Dampak yang ditimbulkan dapat
mengarah kepada perilaku yang positif maupun negatif . Dalam hal ini,
dalam menanamkan hidden curriculum terdapat beberapa aspek yang dapat
dikaji.
Kegiatan sosial, budaya, dan kegiatan olah raga, upacara untuk
merayakan pada hari tertentu. Perkumpulan atau geng yang ada di sekolah
adalah alat penting dalam kurikulum tersembunyi dalam kurikulum sekolah
dan mereka dianggap sebagai berhasil untuk sejauh ini apabila mengaitkan
kegiatan formal dan informal dari aspek sekolah dan pengalaman belajar
yang dapat menjadi perilaku yang diharapkans.
Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Hidayat, Glatthron dalam
Rosyada (2004:30-31) menjelaskan bagaimana tiga variabel penting dalam
pengelolaan dan pengembangan sekolah yang menjadi bagian integral dari
hidden curriculum yang merupakan aspek yang penting di sekolah. Pertama,
Variabel Organisasi, yakni kebijakan penugasan guru dan pengelompokkan
siswa untuk proses pembelajaran, yang dalam konteks ini ada empat isu yang
relevan menjadi perhatian dalam proses pembelajaran yakni, team teaching,
kebijakan promosi (kenaikan kelas), dan pengelompokkan siswa berdasarkan
kemampuan. Team teaching merupakan salah satu kebijakan dalam
penugasan guru. Kebijakan promosi (kenaikan kelas) merupakan salah satu
cara bagi siswa yang memiliki motivasi tinggi dalam meraih kenaikan kelas.
Biasanya siswa akan malu jika tidak naik kelas. Secara tidak langsung
perilaku siswa dalam mencapai kenaikan kelas telah berpengaruh kepada
usaha yang dilakukanya dan memotivasi dirinya agar lebih giat lagi dalam
belajar. Pengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan memiliki sedikit
pengaruh terhadap hasil belajar. Tingkat kemampuan dan talenta yang sama
memiliki efek positif terhadap sikap mereka dalam pelajaran yang diajarkan.
Kedua, Variabel sistem sosial, yakni suasana sekolah yang tergambar
dari pola-pola hubungan semua komponen sekolah. Banyak dari faktor sistem
sosial yang terjadi di sekolah yang dapat membentuk sikap dan perilaku
siswa, yakni pola hubungan guru dengan siswa, keterlibatan kepala sekolah
dalam pembelajaran, hubungan yang baik antar sesama guru, keterlibatan
guru dalam proses pengambilan keputusan, dan keterbukaan bagi siswa untuk
40

melakukan berbagai aktivitas, yang semuanya itu sangat berpengaruh


terhadap pembentukan sikap siswa. Ketiga, Variabel budaya yakni, dimensi
social yang terkait dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai, dan struktur
kognitif
Tiga variabel di atas merupakan aspek penting dalam pengelolaan dan
pengembengan hidden curriculum. Variabel-variabel tersebut merupakan
sistem yang memiliki komponen dalam pembentukan dan perkembangan
sikap siswa dalam berperilaku. Apabila variabel tersebut dapat berjalan
dengan baik maka semakin baik sekolah menghasilkan siswa yang
berkpribadian yang baik. Berbagai kurikulum yang ada di sekolah memiliki
fungsi masing-masing. Kurikulum tertulis dalam pelaksanaannya memiliki
beberapa program yang diajarkan kepada siswa. Program tersebut biasanya
lebih dominan kepada pencapaian kognitif Tetapi untuk memenuhi aspek
afektif siswa, maka keberadaan hidden curriculum secara teoritik dapat
berpengaruh terhadap perilaku siswa..
Terlihat apa yang disampaikan Glatthorn menjelaskan bahwa
berbagai hal-hal di sekolah yang termasuk ke dalam hidden curriculum yaitu,
pertama rumusan tujuan yang jelas dan dapat dipahami semua komponen dan
telah disepakati oleh tenaga administrasi dan guru, kedua pengelola
administrasi mempunyai harapan tinggi pada guru, dan begitu pula dengan
tenaga administrasi, ketiga tenaga administrasi dan guru mempunyai harapan
baik bagi peserta didik, yang diwujudkan dengan penguatan pelayanan
akademik, keempat pemberian hadiah terhadap peserta didik yang
berprestasi dan pemberian dan pemberian hukuman harus dilakukan secara
adil dan konsisten. Hidden curriculum yang disampaikan Glatthorn secara
gamblang susah untuk dipahami bagaimana hidden curriculum itu terjadi.
Namun, kalau ditelaah lebih dalam maka ada proses yang terjadi pada saat
kegiatan-kegiatan di atas berlangsung. Penulis ingin mencontohkan bahwa
pemberian hadiah dan hukuman kepada peserta didik secara langsung
memberikan pengaruh terhadap perilaku maupun hasil belajar. Pengaruh
tersebut bisa terjadi kapan saja dan dimana saja dalam keadaan yang tidak di
kondisikan. Dalam keadaan tersebut ada terdapat proses hidden curriculum
yang terjadi.
Sejalan dengan itu Glatthorn juga menjelaskan dalam Subandijah
(1996:27) bahwa ada dua aspek yang dapat mempengaruhi hidden
curriculum. Yaitu aspek yang relative tetap dan aspek yang dapat berubah.
Aspek relative maksudnya adalah ideologi, keyakinan, nilai budaya
masyarakat yang mempengaruhi sekolah dalam arti bahwa budaya
masyarakat yang menetapkan pengetahuan mana yang perlu diwariskan dan
mana yang tidak perlu diwariskan pada generasi peserta didik yang akan
mendatang. Sistem pengelolaan sekolah, ruang kelas, aturan yang diterapkan,
pola pengelompokkan peserta didik, kesemuanya berpengaruh pada diri
41

peserta didik. Aspek yang dapat berubah meliputi variabel organisasi sistem
sosial dan kebudayaan. Variabel organisasi meliputi bagaimana guru
mengelola kelas, bagaimana pelajaran diberikan, bagaimana sistem kenaikan
kelas (promosi) dilakukan. Sistem sosial meliputi bagaimana pola hubungan
sosial guru dengan guru, guru dengan kepala sekolah, guru dengan peserta
didik, dan guru dengan lingkungan sekolah. Semua ini adalah hal untuk yang
dapat menciptakan iklim sekolah, yaitu iklim yang menekankan pada
prosedur, otoritas, dan ketaatan serta iklim yang menekankan pada prosedur
demokratis, partisipasi dan self discipline, sedangkan yang dimaksud dengan
variabel kebudayaan adalah hal yang meliputi sistem keyakinan dan nilai
yang didukung oleh masyarakat dan sekolah.
Lebih lanjut Bellack dan Klieberd dalam Subandijah (1996:26)
memiliki beberapa dimensi tentang Hidden curriculum. Pertama, beliau
menjelaskan bahwa hidden curriculum dapat menunjukkan pada suatu
hubungan sekolah, yang meliputi interaksi, yang meliputi interaksi guru,
peserta didik, struktur kelas, keseluruhan pola organisasional peserta didik
sebagai mikrokosmos sistem nilai sosial. Kedua, Hidden curriculum dapat
menjelaskan sejumlah proses pelaksanaan di dalam atau di luar sekolah yang
meliputi hal-hal yang memiliki nilai tambah, sosialisasi, pemiliharaan
struktur kelas.
Menurut Tezcan, dalam Cubukcu (2012:1528) kurikulum
tersembunyi memiliki banyak faktor yang membuat bingkai sosio-budaya
sekolah. Banyak faktor seperti perilaku guru dan administrator, sikap,
pendekatan, keyakinan, nilai-nilai, kualitas atmosfer, nilai-nilai sekolah, pola
interaksi menyediakan siswa dengan aturan tidak ditulis dalam lingkungan
sekolah, rutinitas, disiplin, ketaatan kepada otoritas merupakan kerangka
sosial ini. Disanalah adalah hidden curriculum di semua sekolah atau
lembaga pendidikan tidak peduli apa tingkat organisasi fungsi dan kualitas
pendidikan yang diberikan. Hal sensada juga disampaikan Doganay, yang
dikutip oleh Cubukcu (2012:1529) sekolah melaksanakan program
pendidikan sarana sosialisasi dan ini terjadi sebagai tujuan eksplisit, implisit
dan tersembunyi. Oleh karena itu, hidden curriculum yang tersirat sebagai
komponen kurikulum resmi adalah sama pentingnya dengan hidden
curriculum.
Sekolah merupakan tempat bagi peserta didik menimba ilmu
pengetahuan setelah pendidikan dalam keluarga atau pendidikan non formal.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan bertanggung jawab penuh atas
perkembangan peserta didik, baik secara kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dalam proses pendidikan yang efektif tentunya guru berinteraksi dengan
peserta didik yang menjadi penyambung komunikasi dengan baik.
Pesan Tersembunyi dari uraian di atas yang disertakan dalam
mendukung kegiatan kurikulum tersembunyi diantarkan dari proses
42

sosialisasi, lembaga madrasah dan latar belakang sosial mempengaruhi


perilaku siswa dan guru, buku dan bahan yang digunakan di dalam kelas dan
sebagainya. Atmosfer diciptakan oleh budaya dan iklim sekolah tersebut
tidak hanya menyediakan para peserta didik pengalaman sosial yang bersifat
positif tetapi juga mempengaruhi siswa dalam hal kewajiban dan tekanan
yang timbul dari suasana sekolah dan fungsi dari sekolah, bahkan mungkin
untuk mendidik siswa sebagai pasif dalam interaksi atau agresif dalam
dividual

C. Urgensi Hidden Curriculum dalam Pembentukan Karakter


Bila ditelusuri secara mendalam, maka perilaku peserta didik pada
zaman sekarang telah berubah ke degradasi moral yang sangat
memprihatinkan. Nilai-nilai budaya yang telah di wariskan oleh guru
sebagaimana yang diajarkan, kini semakin lama semakin luntur. Peserta didik
lebih cendrung berkarakter angkuh, sombong, mementingkan diri sendiri,
berat tangan, tidak mengahargai, tidak percaya diri, tidak sopan santun,
melawan perkataan orang tua, semuanya itu merupakan bagian karakter yang
telah mengalami perubahan pada zaman sekarang.
Kemajuan teknologi yang berimbaskan kepada karakter peserta didik
membuat guru lebih ekstra kerja keras dalam mengantispasi karakter yang
tidak baik. Saat ini telah banyak terdengar bahwa media sosial, game online,
dan internet menjadi musuh yang dapat merusak karakter bangsa. Akibat dari
game online peserta didik rela mncuri uang orang tuanya agar bisa main.
Game online ternyata dapat menimbulkan dampak ketagihan atau kecanduan
kepada peserta didik yang telah asyik memainkannya. Bukan saja
berpengaruh kepada karakter bangsa melainkan dapat merusak kesehatan.
Dapat dilihat bahwa seseorang yang kecanduan dalam game online membuat
dirinya lupa akan segalanya, mulai dari makan sampai istirahat.
Memperhatikan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada
kasus di atas, maka seharusnya sebagai orang yang bertanggung jawab, baik
pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, masyarakat, tokoh-tokoh agama,
tokoh-tokoh pemuda sudah saatnya bergerak untuk membangun karakter
bangsa ini. Mau dibawa kemana bangsa ini kalau peserta didiknya sudah
tidak memiliki nilai-nilai karakter yang sesuai dengan bangsa Indonesia.
Masa depan bangsa Indonesia bisa hancur dalam degradasi moral, kecerdasan
bangsa sebagai norma yang dicita-citakan dalam komitmen nasional menjadi
khayalan semata.
Untuk dapat berfungsi dengan baik, sebagai alat untuk memudahkan
anak menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya dan juga dalam
membentuk karakter anak, maka hidden curriculum yang berisikan sejumlah
pengalaman-pengalaman peserta didik yang menjadi faktor pembentuk
43

karakter. Dibawah ini akan dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi


keberhasilan hidden curriculum membentuk karakter.
1. Peran Guru
Guru adalah orang yang mengajar anak berbagai ilmu pengetahuan.
Tugas guru sebagai pendidik mempunyai makna ganda, yaitu guru harus
dapat menjadikan siswanya pintar dalam hal pengetahuan sekaligus juga
membimbing siswany agar berperilaku baik. Guru pendidikan bertugas tidak
sebatas sebagai guru di dalam kelas saja, tetapi juga di luar kelas. Mendidik
merupakan aktivitas untuk menjadikan siswa berperilaku baik. Melihat peran
dan fungsi guru sesungguhnya tugas guru tidak hanya sebatas mengajar di
depan kelas atau mendampingi siswa saat belajar, tetapi lebih kepada
merubah dan membantu siswa dalam pembentukan karakter.
Guru merupakan sosok yang senantiasa menjadi cermin bagi orang
lain, baik di dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan social. Guru
senantiasa memperbaiki tingkah laku, kualitas berpikir dengan selalu
intropeksi pada masa lalu dan memiliki pandangan untuk masa depan. Pada
hakikatnya seorang guru merasakan bangga atas keberhasilan peserta
didiknya. Begitu juga sebaliknya, guru akan merasa sedih bila terjadi
kegagalan pada anaknya. Berbagai upaya dengan lulus ikhlas dilakukan agar
peserta didiknya menjadi sukses dalam ilmu pengetahuan dan tentunya
memiliki akhlak yang baik yang melebihi dirinya sendiri (Sulhan, 2011:6-7)
Dalam komunitas kecil di kelas, guru memiliki hubungan yang sangat
erat dengan siswa. Begitu juga hubungan guru dengan siswa lainnya, kedua
hubungan ini berpotensial dalam member pengaruh, baik pengaruh negarif
maupun pengaruh positif terhadap perkembangan karakter seorang anak.
Lickona (2012:112) menjelaskan bahwa guru memiliki kekuatan untuk
menanamkan nilai-nilai karakter pada anak. Secara eksplisit apa yang
dikatakan Lickona berhubungan dengan bagaiaman hidden curriuculum
dapat tersampaikan. Setidaknya ada tiga cara.
a. Guru dapat menjadi seorang yang penyayang yang efektif, menyayangi
dan menghormati murid-murid, membantu mereka meraih sukses di
sekolah, membangun kepercayaan diri mereka, dan membuat mereka
mengerti apa itu moral yang membentuk karakter dengan melihat cara
guru memperlakukan siswa dengan etika yang baik. Sosok seorang guru
memang sangat berpengaruh terhadap perilaku siswa, khususnya dalam
membentuk karakter yang baik dan begitu juga sebaliknya guru juga
dapat membentuk karakter siswa yang bersifat negative. Misalkan, guru
yang berpakaian rapi biasanya akan terlihat rapi, maka dari itu biasanya
siswa paling suka meniru apa yang diperlihatkan oleh gurunya. Kalau
guru terlihat sedang merokok, maka siswa juga akan menjadi terbiasa
melihat gurunya yang sedang merokok. Terlintas dalam benaknya,
44

guruku saja merokok, kenapa aku tidak boleh. Asumsi seperti ini secara
tidak langsung telah mempengaruhi siswa dalam pembentukan karakter.
b. Guru dapat menjadi seorang model, yaitu orang-orang yang beretika yang
menunjukkan rasa hormat dan tanggung jawabnya yang tinggi, baik di
Dalam kelas maupun di luar kelas. Gurupun dapat member contoh dalam
hal-hak yang berkaitan dengan moral berserta alasannya, yaitu dengan
cara menunjukkan etikanya dalam bertindak di sekolah dan di
lingkungannya.
c. Guru dapat menjadi mentor yang beretika, memberikan intruksi moral
dan bimbingan melalui penjelasan, diskusi di kelas, bercerita, pemberian
motivasi personal, dan memberikan umpan balik yang korektif ketika ada
siswa yang menyakiti temannya atau menyakiti dirinya sendiri.
Tentu saja tidak semua guru dapat menggunakan pengaruh etikanya
dalam hal-hal yang positif tersebut. Beberapa guru memperlakukan siswa
dengan kurang baik sehingga menjatuhkan kepercayaan diri siswanya.
Memiliki hubungan yang baik dengan siswa di dalam kelas maupun di luar
kelas adalah dengan memperlakukan siswa dengan hangat, manusiawi, dan
sesuai dengan perkembangan psikologi anak. Di kelas guru harus mampu
memfasilitasi siswa untuk membicarakan tentang permasalahannya dan
menjadi pembimbing bagi perkembangan perilakunya. Tanpa hubungan
dengan pengaruh hidden curriculum maka karakter yang dicapai dan
dibentuk akan sangat kekurangan.
Penulis mengilustrasikan bagaimana mengimplementasikan hidden
curriculum dalam suasana belajar di dalam kelas. Siapa yang tidak perbah
melihat orang tersenyum, begitu juga seorang juga memiliki senyum.
Meskipun hanya senyum ternyata mampu mengubah anak yang biasa-biasa
saja menjadi anak yang luar biasa. Mengubah anak yang malas menjadi anak
yang rajin, mengubah anak yang nakal menjadi anak yang yang penurut.
Sekali lagi dengan hanya bermodal senyuman yang ikhlas akan membuat
siswa menjadi pandai dan berperilaku yang baik yang menjadi karakter dari
seorang siswa.
Mulyana (2010:30) menjelaskan bahwa guru yang baik hati adalah
guru yang hatinya baik. Guru yang tidak pemarah dan tidak menakutkan,
serta pemaaf, saat ini era-nya sudah bukan seperti era di tahun 60-an dimana
guru harus di takuti peserta didik, guru harus dihormati peserta didik dan
guru harus kalihatan menyeramkan dimata peserta didiknya. Predikat guru
baik hati pada dasarnya memang tidak ada pada kamus, tetapi predikat ini
memang sebagai hidden curriculum yang tidak ada diajarkan atau dituliskan
dalam kurikulum formal, tetapi predikat ini memang diciptakan peserta didik
dan diberikan oleh guru yang sabar, mudah bergaul, pintar, tidak sombong.
Peserta didik pada dasarnya meniru sosok guru yan baik hati dan tidak
45

sombong. Hak ini menerangkan adanya hidden curriculum yang diberikan


oleh guru kepada peserta didiknya.
Ada aspek yang penting untuk diperhatikan oleh guru, untuk itu Naim
(2011:113) menjelaskan bahwa bagaimana seorang guru menjadi sosok yang
disukai oleh siswanya. Aspek ini tidak secara langsung bekaitan dengan
pembelajaran namun, berpengaruh kepada perilaku siswa. Satu syarat yang
tidak bisa ditawar dalam proses pembelajaran guru dan siswa adalah
keterbukaan pikiran dan perasaan. Sangat mungkin seorang guru telah
memenuhi syarat interaksi sosial yang efektif. Namun, dalam realitas yang
terjadi adalah tidak sesuai apa yang diinginkan. Pada dasarnya seorang guru
adalah seorang kuminikator. Proses yang terjadi adalah bahwa guru harus
semangat memberikan inspiratif kepada siswanya. Semangat inspiratif dapat
dibangun dengan beberapa landasan. Pertama adalah komitmen, komitmen
sebagai seorang guru inspiratif harus dibangun secara kukuh dalam jiwa.
Komitmen akan memberikan makna yang sangat penting terhadap apa yang
dikerjakan. Kedua adalah cinta yang mengerakkan jiwa. Mengajar yang
dilandasi dengan kecintaan yang mendalam akan melahirkan dan menyulut
semangat inspiratif secara kukuh terhadap peserta didik.
2. Peran Keluarga
Keberhasilan pendidikan di Indonesia tentang nilai-nilai akhlak yang
bergantung kepada pendidikan yang ada pada keluarga yang menjadi ruang
lingkup pendidikan in-formal. Pada taraf keluarga dan sekolah dalam usaha
bersama untuk memenuhi kebutuhan akan peserta didikk dan membantu
perkembangan karakter mereka. Orang tua memerlukan informasi dan citra
yang berkaitan dengan semua cara dimana mereka dapat memengaruhi
kesehatan, psikologi, rasa percaya diri, dan karakter anak tentunya. Orang tua
merupakan orang-orang yang berkuasa pada saat di rumah.
Seto Mulyadi dalam Salahuddin (2011:286) menjelaskan bahwa
pendidikan yang sejati itu ada dalam keluarga karena pendidikan dalam
keluarga pada dasarnya mengarah pada aspek individual. Artinya, setiap anak
dihargai secara khusus dan unik serta tidak dalam bentuk massal. Pendidikan
itu harus individual, dari hati yang jernih, sama halnya seperti mengajakan
bahasa ibunya, mengajari anak sopan santun, mengajarkan hormat kepada
orang tua, mengajarkan doa-doa, dan mengajarkan shalat pada waktunya.
Hal-hal yang dilakukan seperti itulah yang disebut sebagai proses pendidikan.
Keluarga memiliki peran penting pendidikan dalam proses internalisasi nilai-
nilai karakter dan moral pada manusia, khususnya pada anak usia dini.
Namun, pendidikan karakter seperti itu tidak boleh hanya sementara atau
sesaat, tetapi dilakukan secara terus menerus hingga anak terbentuk karakter
yang diinginkan. Karena jika hanya mengandalkan di sekolah dalam
pengembangan karakter tidak cukup, sebab sekolah hanya mengandalkan
46

proses pengajaran dalam aspek iptek, tetapi bagaimana etika dan estetikanya,
hal ini bisa dilakukan melalui pendidikan dalam keluarga.
Karakter yang terbentuk pada peserta didik bukan hanya terjadi di
sekolah saja, melainkan bisa terjadi dalam pendidikan in-formal yakni
keluarga. Kalau dilihat dari Tripusat pendidikan yakni antara sekolah,
keluarga, dan masyarakat semuanya saling berhubungan dalam
menyukseskan pendidikan. Pembentukan karakter tidak terlepas dari peran
keluarga. Pendidikan dalam keluarga dirasakan sangat penting dalam
peranannya karena pendidikan keluarga mengarah pada individual anak
secara mendalam. Dari keluarga, orangtua bisa mengetahui bakat, daya
tangkap, perilaku, dan karakter anak.
Penulis mengutip pendapat Lickona (2013:42) menyatakan bahwa
keluarga merupakan pendidikan moral yang utama bagi anak-anak. Orang
tua adalah guru moral pertama anak-anak, pemberi pengaruh yang paling
dapat bertahan lama. Anak-anak berganti guru setiap tahunnya, tetapi mereka
memiliki satu orang tua sepanjang masa pertumbuhan. Hubungan orang tua
anak juga mengandung signifikansi emosiaonal khusus, yang bisa
menyebabkan anak-anak merasa dicintai dan tidak berharga. Terakhir, orang
tua berada pada posisi sebagai pengajar moralitas yang merupakan bagian
dari pandangan dunia yang lebih luas yang menawarkan sebuah visi
kehidupan dan alasan utama untuk menjalani kehidupan yang bermoral.
Semua ini ditegaskan oleh banyak studi yang fokus pada pengaruh kekuatan
pengasuhan orang tua.
3. Peran Masyarakat
Semenjak dilahirkan manusia hidup bermasyarakat dan bersosialisasi
dengan yang lainnya. Hidup dalam masyarakat menunjukkan adanya
interaksi yang social dengan orang yang berada disekeliling kita dan biasanya
dalam bersosialisasi manusia memberikan pengaruh dan mempengaruhi
orang lain. Begitu halnya dengan peserta didik yang tinggal dalam kehidupan
bermasyarakat akan mengalami pengaruh dari kehidupan yang ada di
masyarakat. Peserta didik yang hidup dalam masyarakat lebih cendrung
imitative setiap pengalaman-pengalaman yang terjadi pada masyarakat.
Misalkan, peserta didik yang tinggal di daerah pesantren yang mayoritas
masyarakatnya memiliki tingkat relegiutas yang tinggi, maka peserta didik
lebih cendrung mengikuti setiap kegiatan-kegiatan agama yang dilaksanakan.
Shalat berjamaah dimasjid, bergotong royong, dan mengikuti acara-acara
keagamaan.
Masyarakat ikut andil dalam membangun karakter peserta didik,
penting bagi sekolah yang sedang melaksanakan hidden curriculum dalam
pendidikan nilai melibatkan tidak hanya orang tua. Keterlibatan masyarakat
secara luas masyarakat secara luas sangat membantu. Keterlibatan tersebut
membantu mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan untuk nilai-nilai
47

yang diajarkan. Keterlibatan tersebut membuka jalan bagi terbentuknya


keahlian etis yang berharga di dalam masyarakat dan keterlibatan tersebut
menginformasikan kepada public dan menciptakan publisitas positif atas
berbagai upaya yang dilakukan sekolah dalam bidang pengembangan
karakter (Lickona, 2013:536)
Hubungan sekolah dengan masyarakat adalah untuk meningkatkan
keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat
terutama dukungan moral. Dalam implementasi pendidikan karakter
hubungan sekolah dengan masyarakat ini perlu ditingkatkan lagi, terutama
untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki masyarakat serta
potensi peserta didik secara optimal. Sekolah dan masyarakat ini menjadi
sangat penting dan esensial dalam implementasi pendidikan karakter melalui
hidden curriculum yang dapat terjadi dalam interaksi masyarakat dengan
peserta didik. masyarakat diharapkan dapat membantu sekolah dalam
membentuk karakter peserta didik, terutama dalam penciptaan lingkungan
yang kondusif bagi perkembangan karakter peserta didik. hal ini penting,
sebab percuma saja peserta didik belajar di sekolah dididik tentang nilai-nilai
kebaikan, apabila di masyarakat mereka menyaksikan berbagai
penyimpangan nilai. Dalam hal ini perlu adanya kebersamaan antara sekolah
dengan masyarakat dalam menjunjung tinggi karakter yang baik dan positif,
sehingga tujuan sekolah yang ada pada hidden curriculum dan tujuan
masyarakat dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya (Mulyasa, 2013:73-74)
Penelitian yang dilakukan Hakim (2014:134) menjelaskan bahwa
pembentukan karakter sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, sehingga
lingkungan memiliki peranan yang cukup besar dalam membentuk jati diri
dan perilaku peserta didik. Termasuk lingkungan yang ada pada tatanan
masyarakat. Masyarakat pada suatu daerah dapat memperngaruhi bagaimana
karakter bisa terbentuk dari iklim dan kondisi geografis masyarakat.
Masyarakat yang tinggal di daerah pantai umumnya masrakatnya memiliki
karakter yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah
pegunungan. Umumnya masyarakat yang tinggal di daerah pantai memiliki
watak yang keras. Faktor tersebut disebabkan Karena kondisi masyarakat
yang tinggal di daerah pesisiran pantai yang memiliki suhu yang panas,
sehingga membuat masyarakatnya memiliki watak yang keras. Berbeda
dengan masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan yang memiliki suhu
yang sejuk dan dingin sehingga membuatnya masyarakatnya memiliki emosi
yang lembut. Penulis tidak mengatakan bahwa ikllim disuatu daerah
merupakan bagian dari kurikulum tersembunyi atau hidden curriculum.
Namun, perbedaan dari watak atau karakter tersebut dapat mempengaruhi
perilaku peserta didik yang belajar di sekolah.
Dalam kehidupan lingkungan masyarakat peserta didik akan
menemukan berbagai peristiwa yang baru, asing, yang baik dan buruk, yang
48

terpuji dan tercela. Banyak kejadian yang dapat dijadikan sebagai peristiwa
dan karakter seseorang dalam kehidupannya yang memberikan pengaruh
positif bahkan negative ketika berada pada lingkungan masyarakat.
4. Peran Sekolah
Karakter salah satu yang ingin dicapai sekolah tidak harus dengan
menyusun kurikulum tertulis atau kurikulum formal. Pendidikan karakter
dapat dimasukkan ke dalam pokok-pokok bahasan. Memberikan nasehat,
wejangan, arahan, petuah, petunjuk untuk berbuat kebaikan. Untuk tidak
melakukan sesuatu yang tidak baik sebelum dan sesudah penyampaian materi
merupakan suatu cara untuk mendidik karakter melalui hidden curriculum.
Perkataan guru, perbuatan guru, perilaku guru, ketaatan guru dalam
beribadah, kedekatan guru yang ramah merupakan teladan bagi peserta didik
yang merupakan bagian dari hidden curriculum. Membangun budaya
perilaku sekolah dituangkan dalam tata tertib sekolah, peraturan sekolah,
seperti cara berpakaian yang sopan santun, dilarang merokok, tidak berkata
kasar dan kotor, disiplin waktu, menjaga ketertiban dan kebersihan,
keindahan dan keamanan sekolah. Semua itu adalah cara membangu karakter
pendidikan peserta didik melalui lingkungan sekolah (Amin, 2011:49-50)
Iklim sekolah yang kondusif-akademik merupakan persyaratan bagi
terselenggaranya pengembangan karakter yang efektif. Lingkungan sekolah
yang aman dan tertib, optimism dan harapan yang tinggi dari warga sekolah,
kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik
merupaka iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar dan
karakter peserta didik. Penciptaan dan pengkondisian iklim sekolah
merupakan kewenangan sekolah dan kepala sekolah bertanggung jawab
untuk melakukan berbagai upaya yang lebih intensif dan ekstentif. Kondisi-
kondisi tersebut merupakan tugas sekolah untuk menunjang kelancaran
implementasi hidden curriculum di bawah kepemimpinan kepala sekolah
(Mulyasa, 2013:74)
Dengan demikian, keberhasilan implementasi hidden curriculum di
sekolah sangat di tentukan iklim dan budaya yang ada di sekolah. Sekolah
sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan juga sebagai tempat
pengembangan dan pembentukan karakter peserta didik. sekolah juga
merupakan tempat berinteraksi antara satu dengan yang lain. Interkasi antara
peserta didik dengan sesama temannnya, guru, kepala sekolah, dan warga
sekolah. Setiap individu memiliki karakter yang berbeda-beda yang dapat
mempengaruhi satu sama lainnya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari (2009:926) di Turki
menjelaskan bahwa Sebagian besar penelitian yang dikutipnya menunjukkan
bahwa budaya sekolah adalah faktor penting dalam kedua efektivitas sekolah
pada umumnya dan mendapatkan proses nilai-nilai. Kurikulum tersembunyi
mencakup semua belum diakui dan kadang-kadang tidak diinginkan
49

pengetahuan, nilai-nilai, dan keyakinan yang merupakan bagian dari proses


pembelajaran di sekolah-sekolah dan ruang kelas
Untuk menciptakan iklim sekolah yang nyaman dalam proses
pembelajaran yang paling utama adalah peranan kepala sekolah dan guru
dalam melakukan interaksi dan komunikasi dengan peserta didik. Guru harus
memposisikan siswa bukan hanya sebagai objek belajar tetapi guru harus
memposisikan siswa dengan penuh penghargaan terhadap segala apa yang
telah diketahui siswa selama ini. Oleh karena itu, guru harus banyak
menyediakan waktu di luar jam pelajaran untuk menjalin komunikasi dengan
siswa, semua itu bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikannya. Marshall menjabarkan
beberapa faktor yang dapat memperngaruhi iklim sekolah. Pertama, adalah
kualitas dan kuantitas interaksi antara guru dengan siswa. Kedua,
pengembangan budaya dan kepribadian sekolah. Ketiga, faktor lingkungan
fisik seperti bangunan sekolah dan lingkungan kelas. Keempat, terciptanya
rasa aman di lingkungan sekolah dan saling percaya saling menghormati
antara siswa dengan guru (Marshall, tt : 1)
Sekolah-sekolah menjanjikan kepada anak-anak tentang deskripsi apa
yang dicita-citakan lembaga sosialnya. Anak-anak didorong, dibimbing dan
diarahkan untuk mengikuti pola-pola perilaku orang dewasa melalui cara
ritual tertentu, sholat berjamaah, saling tolong menolong, gotong royong,
saling sapa salam, dan lain sebagainya yang semuanya merupakan wujud
nyata dari budaya masyarakat yang berlaku. Melalui cara-cara seperti inilah
anak-anak dibiasakan untuk belajar sopan santun terhadap orang tua, hormat
dan patuh terhadap norma-norma yang berlaku. Lembaga-lembaga agama
mengajarkan bagaimana penganutnya berbakti kepada Tuhan berdasarkan
tata cara tertentu (Idi, 2011:73)
Apa yang di deskripsikan di atas mengarah kepada suatu konteks yang
disebut dengan budaya sekolah atau madrasah. Budaya sekolah/madrasah
adalah sesuatu yang dirancang melalui interaksi-interaksi yang terjalin antara
nilai-nilai yang diterapkan oleh kepala sekolah/madrasah sebagai pemimpin
dengan memberikan nilai-nilai yang dianut oleh guru, karyawan, peserta
didik yang ada dalam ruang lingkup madrasah. Nilai-nilai tersebut dibangun
oleh pikiran-pikiran manusia tersebut kemudian menghasilkan apa yang
disebut dengan pikiran organisasi. Dari pikiran inilah kemudian muncul
sebuah bentuk nilai-nilai yang diyakini akan menjadi bahan utama dalam
pembentukan karakter peserta didik di sekolah/madrasah.(Muhaimin, 2011 :
47-48)
50

Guru

Keluarga
Faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan hidden curriculum
membentuk karakter

Masyarakat

Sekolah

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan Hidden


Curriculum Membentuk karakter (Thomas Lickona, Seto Mulyadi, Mulyasa)
Dalam keberhasilan penerapan hidden curriculum terhadap peserta
didik untuk menjadikan siswa unggul dalam aspek konitif, afektif dan
psokimotorik dibutuhkan beberapa syarat. Syarat-syarat di atas merupakan
syarat yang saling melengkapi dalam proses pendidikan. Pendidikan yang ada
pada hidden curriculum akan tidak sempurna apabila salah satu syarat
tersebut tidak berjalan dengan baik. Semuanya saling melengkapi satu
dengan yang lainnya agar tujuan pendidikan yang ada pada peserta didik
akan dapat terwujudkan.

D. Implementasi Hidden Curriculum dalam Pendidikan


Hidden curriculum adalah kurikulum yang tersembunyi, namun
pelaksanaanya nyata dalam proses pendidikan baik pembelajaran dalam kelas
maupun pembelajaran di luar kelas. Berbagai kejadian yang dapat terjadi
antara interaksi warga sekolah dengan peserta didik dapat membuktikan
adanya pengaruh dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter.
Yuksel Dalam Sahan (2014:1292) mengatakan bahwa "Kurikulum
Tersembunyi melibatkan fitur arsitektur dan dekorasi gedung sekolah, kelas
dan waktu yang disediakan untuk kelas, kegiatan ekstrakurikuler. Perilaku,
sikap, nilai-nilai, percaya kepada guru dan administrator di sekolah, sifat-sifat
suasana sekolah, pola interaksi dan kesempatan sekolah memberikan kepada
siswa, dan tak menyinggung sekolah. Apa yang disampaikan tersebut bahkan
bisa lebih berpengaruh dalam menentukan mutu sekolah dari aturan tertulis
dari sekolah".
51

Pada kenyataannya, kurikulum tersembunyi menekankan pada titik


yang dapat dilihat dalam cara siswa untuk memperoleh keinginannya, tidak
disebutkan secara eksplisit dalam kurikulum resmi, baik tertulis maupun
tidak tertulis bagaimana mengetahui informasi melalui pengalaman nyata,
ide-ide, nilai, dan prinsip kurikulum. Dalam praktiknya membuang dan
mengajukan hidden curriculum secara eksplisit membuat kondisi fisik,
psikologis lingkungan sekolah, administrasi guru dan menjadi sumber sikap
dan perilaku.
Pendidikan formal di sekolah memang lebih menekankan perhatian
pada pembinaan intelektual peserta didik. Sedangkan pembinaan terhadap
peserta didik untuk tumbuh kembang sesuai dengan karakter masing-masing
hanya mendapatan sedikit celah di sekolah (Sindhunata, 2000:191)
Dilihat dari pelaksanaan pendidikan di sekolah terdapat tiga
komponen utama yang saling berkaitan yaitu kurikulum, guru, dan
pengajaran atau proses belajar (Fadilawati, 2013:7). Didalam pelaksanaan
sebuah hidden curriculum dimana kurikulum ini tidak terstruktur, tidak
direncanakan terutama dalam pembentukan karakter peserta didik. Sementara
itu posisi guru sebagai salah satu komponen pendidikan, sangat sentral dalam
keseluruhan sistem pendidikan, sebab guru bertugas menterjemahkan dan
mengembangkan nilai-nilai dari kurikulum untuk ditransformasikan kepada
siswa melalui aktivitas belajar mengajar di kelas. Untuk itu, sebagai guru
haruslah selalu mau belajar agar mampu mengikuti perkembangan dan
pembaharuan kurikulum. Sedangkan pengajaran atau proses belajar sebagai
elemen dasar dalam pendidikan pada hakekatnya adalah membimbing
kegiatan siswa belajar yang nantinya pada diri siswa terjadi perubahan
tingkah laku yang teraktualisasi dalam ranah kognitif (aspek intelektual),
ranah psikomotor (keterampilan), dan ranah afektif (sikap).
Dapat disimpulkan bahwa sekolah seharusnya bukan saja
memberikan ilmu pengetahuan (transfer knowledge) saja kepada peserta
didik. Melainkan, sekolah harus memberikan internalisasi nilai-nilai
pendidikan karakter baik yang ada dalams tujuan pendidikan nasional
maupun dalam ajaran agama Islam. Dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat peserta didik juga berinteraksi bagaimana karakter yang
diterapkan untuk bisa menjalani kehidupan sosialnya.
Menurut Ainun dan Mudzakir (2014:4) keberadaan hidden
curriculum dalam pendidikan sekolah memang sangat berpengaruh karena
secara tidak langsung hidden curriculum terimplementasikan dalam setiap
aktifitas kegiatan di sekolah. Sering kali para pendidik di sekolah
mengabaikan aspek hidden curriculum ini sehingga tidak dapat
terimplementasikan menjadi hal yang positif dalam diri peserta didik. Oleh
karena itu, dibutuhkan manajemen yang baik oleh para pengurus sekolah
52

maupun para pendidik dalam mengelola hidden curriculum agar bermanfaat


bagi para peserta didik maupun bagi sekolah.
Setidaknya dalam implementasi hidden curriculum haruslah
mengarahkan peserta didik ke dalam kehidupan yang relegius dan fitrahnya
manusia. Karna manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam keadaan fitrah
yakni suci. Berdasarkan Al-Quran dan Hadits bahwa dalam diri manusia
terdapat berbagai macam fitrah. Dalam buku Muhaimin (2004:282-285)
dijelaskan fitrah itu terbagi menjadi 5 yakni fitrah agama, fitrah suci, fitrah
berakhlak, fitrah kebenaran, dan fitrah kasih sayang.
Dari kelima fitrah di atas mendorong peserta didik melalui hidden
curriculum dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan menjauhkan
dari perbuatan buruk/dosa. Dengan kata lain. Konsep fitrah ini sebenarnya
mengajak para guru untuk mengajarkan kepada peserta didik dengan nilai-
nilai keislaman. Salah satu tujuan orang tua wali murid menyekolahkan
anaknya di lembaga formal seperti madrasah adalah untuk mengajarkan dan
memperbaiki akhlak anaknya yang masih buruk.
53

BAB III
Tinjauan Karakter dalam Pendidikan

Pada bab ini akan membahas tentang konsep karakter dalam


pendidikan. Konsep karakter yang akan dibahas mengenai bagaimana
karakter terbentuk melalui proses kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah,
keluarga, dan masyarakat secara teori. Bab ini akan masih membahas teori-
teori yang berhubungan dengan pembentukan karakter melalui hidden
curriculum. Bab ini juga akan membahas mengenai hakikat karakter dalam
pendidikan, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter,
pengembangan nilai-nilai karakter PAI, urgensi pembentukan karakter, nilai-
nilai dalam karakter, fungsi hidden curriculum dalam pembelajaran karakter
di madrasah, kerangka konseptual.

A. Hakikat Karakter dalam Pendidikan


Pendidikan karakter bukan merupakan istilah yang asing bagi dunia
pendidikan. Istilah ini semakin hari mendapatkan pengakuan dari masyarakat
Indonesia dewasa ini. Karakter secara bahasa dalam bahasa Indonesia berarti
sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain.(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:623).
Sedangkan dalam bahasa Inggris karakter disebut character.(John M.
Echols & Hassan Shadily, 1992 : 261). Dalam bahasa Yunani karakter
berasal dari kata charassein yang berarti barang atau alat untuk
menggores, yang dapat diartikan sebagai stempel atau cap (Adisusilo,
2012:76) Suyanto dalam Azzet (2011:16) menjelaskan bahwa
karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas
tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Individu yang berkarakter
baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan
mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang dibuat.
Hal yang sama disampaikan oleh Darmayanti Zuchdi dalam Adisusilo
(2012:77) bahwa karakter sebagai seperangkat sifat-sifat yang selalu
dikagumi sebagai tanda-tanda kebaikan, kebijakan, dan kematangan moral
seseorang. Tujuan pendidikan karakter adalah mengajarkan nilai-nilai
tradisional tertentu, nilai-nilai yang diterima secara luas sebagai landasan
perilaku yang baik dan bertanggung jawab. Hal ini dimaksudkan untuk
menumbuhkan rasa hormat, tanggung jawab, rasa keadilan, rasa kasihan,
53
54

toleransi, keberanian, loyalitas, disiplin, keterbukaan, etos kerja dan


kecintaan pada Tuhan. Jadi dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter
adalah pendidikan tentang nilai-nilai kebaikan diri seseorang yang diperoleh
dari pengalaman belajar yang menjadi cirri khas dari seseorang.
Dalam konsep Islam Akhlak atau karakter adalah sasaran utama
dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hadits nabi yang
menjelaskan tentang keutamaan pendidikan akhlak salah satunya hadits
berikut ini: ajarilah anak-anakmu kebaikan, dan didiklah mereka(Rusn,
1998:99)
Memahami istilah karakter memiliki dua pengertian tentang karakter.
Pertama, karakter menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku.
Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, rakus, tentulah orang
tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang
berperilaku jujur, suka menolong, rendah hati tentulah seseorang telah
memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter tersebut erat
kaitannya dengan personality. Seseorang baru bisa dikatakan orang yang
berkarakter apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral dan norma yang
berlaku. (Muin, 2011:160).
Sedangkan Koesoema A (2007:80) menjelaskan bahwa karakter
sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau
karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber
dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga
pada masa kecil, juga bawaan sejak lahir.
Muin (2011:165-166) memiliki argument yang sama dengan Doni
Koesoema. Istilah kpribadian juga berkaitan dengan istilah karakter, yang
mengartikan sebagai totalitas nilai yang mengarahkan manusia dalam
menjalani hidupnya. Karakter berkaitan dengan sistem nilai yang dimiliki
oleh seseorang. Orang yang matang dan dewasa biasanya menunjukkan
konsistensi dalam karakternya. Ini merupakan akibat keterlibatannya secara
aktif dalam proses pembentukan karakter. Karakter diberntuk oleh
pengalaman dan pergumalan hidup. Pada akhirnya, tatanan dan situasi
kehidupan yang menentukan terbentuknya karakter peserta didik. untuk
menilai orang lain, orang akan melihat kepribadiannya. Keperibadian
seseorang yang baik akan terlihat menyenangkan dan menarik, sebaliknya
kepribadian yang buruk akan terlihat menjengekelkan dan akan timbul rasa
tidak suka sampai kebencian.
55

Karakter adalah perilaku perilaku yang tampak dalam kehidupan


sehari-hari baik dalam bersikap maupun bertindak.Karakter dimaknai sebagai
cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja
sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat
keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari
keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesame
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hokum, tata krama, budaya, adat istiadat, dan estetika (Samani & Hariyanto,
2011:41-42)
Dapat dipahami bahwa karakter merupakan sifat rohaniah yang
melekat dalam diri manusia yang menjadi identitas perilaku seseorang.
Identitas tesebut dapat terlihat dari aktivitas yang ditimbulkan dalam
berperilaku. Tindakan dan perilaku tersebut menjadi pembeda antara manusia
yang baik dengan manusia yang jahat.
Pendidikan karakter dalam seting sekolah sebagai pembelajaran yang
mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang
didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah. Pendidikan
karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang
terjadi pada semua mata pelajaran. Dairahkan pada penguatan dan
pengembangan perilaku anak secara utuh. Asumsinya anak merupakan
organisme manusia yang memiliki potensi untuk dikembangkan.
Pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang dirujuk sekolah (Kesuma
dkk, 2011:5)
Dalam ruang lingkup pendidikan karakter, dapat terlihat bahwa
kemampuan yang harus dikembangkan pada peserta didik melalui pendidikan
di madrasah adalah berbagai kemampuan yang akan menjadikan seseorang
sebagai ciptaan tuhan yang beragama dan mengemban amanah sebagai
khalifah di muka bumi. Kemampuan yang perlu dikembangkan pada peserta
didik adalah kemampuan untuk menjadi pribadi yang mulia yang mengabdi
pada Tuhan yang maha esa. Kemampuan untuk hidup sebagai masyarakat
yang rukun dengan lingkungan tempat tinggal dan kemampuan untuk
menjadikan dunia sebagai wahana kemakmuran dan kesejahteraan.
Peran Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta sangatlah penting
dalam usaha pembentukan karakter. Dalam konteks ini pendidikan karakter
56

adalah usaha yang dilakukan madrasah bersama guru, kepala madrasah, dan
semua stakeholder, melalui semua kegiatan madrasah untuk membentuk
akhlak, watak atau kepribadian peserta didik melalui kebaikan yang terdapat
dalam ajaran agama. Pembentukan karakter tidak terlepas juga dari peran
hidden curriculum yang dilaksanakan Madrasah Aliyah Pembangunan UIN
Jakarta. Pembentukan karakter dengan nilai-nilai agama dan kepribadian
bangsa sangatlah penting.
Adisusilo (2012:78) menjelaskan bahwa Ada empat ciri dasar
pendidikan karakter. Pertama, keteraturan interior dimana setiap tindakan
diukur berdasarkan seperangkat nilai. Nilai menjadi pedoman normative
setiap tindakan. Kedua, koherensi yang member keberanian, yang membuta
seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi.
Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain,
tanpa koherensi maka kredibilitas seseorang akan runtuh. Ketiga, otonomi
maksudnya seseorang menginternalisasikan nilai-nilai dari luar sehingga
menjadi nilai-nilai pribadi, menjadi sifat yang melekat melalui keputusan
bebas tanpa paksaan dari orang lain. Keempat, keteguhan dan kesetiaan.
Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang
dipandang baik, dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas
komitmen yang dipilih.
Karakter yang tepat dalam pendidikan terdiri dari nilai operatif, nilai
dalam tindakan. Seseorang berproses dalam karakter berubah menjadi suatu
kebaikan, suatu disposisi batin yang dapat diandalkan untuk menanggapi
situasi dengan cara yang menurut moral itu baik. Karakter yang dirasakan
memiliki tiga bagian yang saling berhubungan, yakni pengtahuan moral,
perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang baik itu terdiri dari
mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik, dan melakukan hal
yang baik, kebiasaan dalam cara berpikir, kebiasaan dalam hati, dan
kebiasaan dalam tindakan (Lickona, 2012:81-82).
Menurut Lickona (1991:43) menjelaskan bahwa nilai merupakan
komponen yang penting untuk dikembangkan menjadi karakter. Ada
dua komponen nilai yaitu, responbility (tanggung jawab) dan respect
(hormat). Keduanya dianggap memiliki nilai yang penting untuk
menjadikannya sebagai pembangunan kesehatan pribadi seseorang,
menjaga hubungan interpersonal, sebuah masyarakat yang manusiawi
dan demokratis, dan dunia yang lebih adil dan damai.
57

Setiap manusia yang hidup di dunia ini dalam menjalankan


kehidupannya pasti mengalami perubahan dan perkembangan, baik
perubahan yang bersifat nyata atau yang menyangkut perubahan fisik,
maupun perubahan yang bersifat abstrak atau perubahan yang berhubungan
psikologis. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal
dari dalam manusia atau yang berasal dari luar. Faktor-faktor itulah yang aka
menentukan apakah proses perubahan manusia mengarah kepada hal-hal
yang lebih baik atau mengarah kepada hal-hal yang buruk. Tanpa disadari
bahwa karakter atau akhlak yang dimiliki manusia bersifat fleksibel bisa
berubah kapan saja. Karakter manusia suatu saat bisa baik dan buruk.
Perubahan ini tergantung bagaimana proses interaksi antara potensi dan sifat
alami yang dimiliki manusia dengan lingkungannya, baik dalam keluarga,
sekolah maupun masyarakat.
Menurut Samani & Hariyanto (2011:42-43) Karakter dipengaruhi
oleh hereditas. Perilaku seorang anak sering kali tidak jauh dari perilaku ayah
dan ibunya. Kecuali yang mempengaruhi karakter berasal dari lingkungan,
baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam yang ikut membentuk
karakter. Di sekitar lingkungan sosial yang keras seperti di Harlem New
York, para remaja cendrung berperilaku antisosial, keras, tega, suka
bermusuhan. Sementara di lingkungan yang gersang, panas, dan tandus,
penduduknya cendrung bersifat keras dan berani mati. Sebagai identitas atau
jati diri bangsa, karakter merupakan nilai dasar perilaku yang menjadi acuan
tata nilai interaksi antar manusia. Secara universal karakter dirumuskan
sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar, kedamaian, mengahargai,
kerja sama, kebebasan, kebahagiaan, kejujuran, kerendahan hati, kasih
sayang, tanggung jawab, kesederhanaan, toleransi, dan persatuan.
Ada banyak tipe karakter manusia yang terbentuk melalui pendidikan.
Di Indonesia tipe manusia yang di bentuk melalui jalur pendidikan sekolah
atau madrasah memiliki ciri yang berbeda. Haidar (2004:198-199)
menjelaskan kriteria manusia Indonesia yang ingin diciptakan melalui jalur
pendidikan. Pertama, manusia yang religius, manusia yang yang patuh dan
taat kepada tuhan. Sejatinya pendidikan menjadikan manusia yang beragama
bukan manusia yang tahu agama. Karena, untuk menjadikan manusia
beragama tidak mudah. Kedua, manusia bermora, berakhlak mulia, memiliki
komitmen yang kuat terhadap kehidupan beretika. Ketiga, manusia yang
sehat, maksudnya sehat jasmani dan rohani. Dengan pendidikan manusia
dapat membedakan segala aspek yang menjadikan manusia sehat. Keempat,
58

memiliki ilmu pengetahuan, dan pecinta ilmu pengetahuan, manusia pencari,


penggali, pengamal ilmu pengetahuan, dan pencinta ilmu. Kelima, manusia
yang cakap yang memiliki keterampilan dalam menjalani kehidupannya.
Keenam, manusia yang kreatif dan inovatif. Dengan pendidikan diharapkan
manusia dapat mengembangkan suatu karya yang inovatif yang dapat
membantu keberlangsungan manusia. Ketujuh, manusia yang memiliki
kemandirian, dengan sikap hidup dinamis penuh percaya diri serta memiliki
semangat hidup yang dinamis. Kedelapan, kepedulian kepada masyrakat
bangsa dan Negara, berjiwa demokratis dan rasa tanggung jawabnya yang
tinggi untuk membawa bangsa Indonesia mencapai cita-citany idealnya. Apa
yang disampaikan Haidar secara eksplisit menggambarkan bagaimana
karakter pendidikan di Indonesia. Ada kesamaan dalam tujuan pendidikan
nasional dengan apa yang disampaikan Haidar.
Karakter seseorang berkembang berdasarkan potensi yang dibawa
sejak lahir atau yang dikenal dengan istilah karakter dasar yang bersifat
biologis. Menurut Ki Hajar Dewantara, aktualisasi dalam bentuk perilaku
sebagai hasil perpaduan antara karakter biologis dan hasil hubungan atau
interaksi dengan lingkungannya. Karakter dapat dibentuk melalui pendidikan,
karena pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk menyadarkan
individu dalam jati diri kemanusiaanya. Dengan pendidikan akan dihasilkan
kualitas manusia yang memiliki kehalusan budi dan jiwa, memiliki
kecermalangan piker, kecekatan raga, dan memiliki kesadaran penciptaannya
dirinya. Disbanding faktor lain, pendidikan memberi dampak dua atau tiga
kali lebih kuat dalam pembentukan kualitas manusia (Munawar, 2010:339)
Peran sekolah sangatlah penting terutama Madrasah Aliyah
Pembangunan UIN Jakarta dalam usaha pembentukan karakter. Dalam
konteks tersebut, pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan Madrasah
Aliyah Pembangunan UIN Jakarta yang dilakukan secara bersama-sama oleh
guru, pimpinan madrasah dan seluruh warga madrasah melalui kegiatan
sekolah untuk membentuk akhlak, watak atau kepribadian peserta didik
melalui berbagai contoh yang diperlihatkan oleh guru. Sebagai umat muslim
hendaklah senantiasa mencontoh perangai akhlak Nabi Muhammad SAW
dan senantiasa menjadikan Al-Quran dan Sunnah Rasul sebagai dasar dalam
menjalani kehidupan sehari-hari. Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi
Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia
yang damai, tentram, dan jauh dari kemaksiatan. Karena, dalam perilaku
59

Rasul terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia


menyikapi hidup dan kehidupan ini lebih berarti.
Dengan demikian, membentuk karakter merupakan tanggung jawab
bersama semua pihak dan komponen masyarakat untuk ikut terlibat
membentuk karakter yang kuat dan khas. Selain itu, hendaknya pembentukan
karakter hendaknya bermula dari semangat, visi, misi dan keteladanan yang
dimunculkan dari dalam diri pemimpinnya, itulah yang pernah terjadi oleh
Negara-negara besar. Sehingga semua lini kehidupan harus bergerak secara
terpadu melakukan sebuah revolusi mental dalam membangun karakter mulai
dari unsur terkecil dalam masyarakat, diawali dalam keluarga, lembaga
pendidikan, lingkungan sosial masyarakat melalui pemimpin-pemimpin
sosial seperti tokoh masyarakat, pemimpin RT/RW, pemimpin daerah
(Kelurahan/Desa, Kecamatan, Kota, Kabupaten), pemimpin tingkat regional,
Gubernur, Menteri, dan Presiden (Saleh, 2012:10)
Dengan adanya kesadaran bersama-sama untuk bertanggung jawab
dan mengawasi peserta didik dan mengarahkan karakter seperti yang dicita-
citakan bangsa ini sesuai tujuan pendidikan nasional yakni bukan hanya
sekedar mencerdaskan tetapi berakhlak mulia. Indonesia dikenal dunia
sebagai Negara yang berdaulat yang masyarakatnya memiliki kemajukan
suku, ras, dan agama. Hal ini dapat menjadikan Indonesia menjadi Negara
yang beragam dan tentunya karakter yang khas dan unik.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter


Ada beberapa faktor penting yang dianggap mempengaruhi
keberhasilan karakter. Pada dasarnya apa yang dilakukan setiap manusia
mempengaruhi apa yang menjadi karakter seseorang. Pengaruh tersebut bisa
berasal dari dalam diri seseorang juga bisa berasal dari luar diri seseorang.
Pengaruh yang diberikan merupakan akibat adanya pengaruh dari dalam diri
manusia yang sering disebut dengan istilah insting. Berikut ini akan
dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi karakter, antara lain :
Pertama adalah faktor insting, istilah insting telah dipkai dengan
berbagai arti. Defenisi klasikanya ialah suatu pola tingkah laku yang
terorganisasi dan kompleks yang merupakan cirri dari mahluk tertentu pada
situasi khusus, tidak dipelajari, dan tidak berubah. Insting yang didefenisikan
seperti ini tidak ada pada manusia atau sekurang-kurangnya tidak ada yang
diperlihatkan secara ilmiah. Pada manusia, semua pola tingkah laku
dipengaruhi oleh belajar, maka akan muncul bereneka ragam pola tingkah
60

laku. Begitu juga dengan karakter yang ditimbulkan beraneka ragam. Karena
pengalaman belajar yang dialami peserta didik merupakan sutu kegiatan
belajar yang mengalami proses transfer pengalaman (Semiun, 2006:374)
Insting adalah suatu dorongan hasrat atau kemauan seseorang
terhadap kecendrungan tertentu pada diri manusia. Insting yang berisikan
perilaku yang dibawa manusia sejak lahir. Kebanyakan psikolog menjelaskan
bahwa insting berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong
lahirnya tingkah laku. Menurut Zubaedi (2103:178-179) ada lima insting
lahirnya tingkah laku manusia antara lain, 1) insting makan (nutritive
instinct), setiap manusia membutuhkan makan sejak dilahirkan. Makan
menjadi kebutuhan pokok manusia dalam menjalankan aktivitas. Tanpa
makanan manusia akan mengalami kesulitan, bahkan makanan dapat
mendorong seseorang untuk berbuat apa saja., 2) insting berjodoh (sexual
instinct), setiap manusia diciptakan berpasangan-pasangan antara laki-laki
dan perempuan. Hidup dengan berpasangan membuat manusia akan
pemenuhan nafsu sexualnya. insting keibubapakan (peternal instinct), anak
yang dilahirkan merupakan sebuah kecintaan ibu-bapaknya terhadap
kehadirannya. Tahukah kenapa anak kecil tertawa ketika ayah-ibunya
melempar atau mengayunkan ke atas. Karena seorang anak tahu bahwa ayah-
ibunya pasti akan menangkap dan tidak akan melepaskannya jatuh. 3) insting
berjuang (combative instinct), setiap manusia dalam kehidupanya berjuang
dalam mempertahankan dari segala apa yang mengancam keselamatannya.
Ketika seseorang merasa terancam maka secara otomatis dia membela
dirinya, insting ber tuhan, manusia memiliki ketenangan dalam dirinya.
Dalam rangka mencari ketenangan dan kebenaran yang hakiki maka
seseorang ingin menemukan penciptanya yang dapat memberikan segalanya.
Faktor kedua, pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan
berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan
sebenarnya berintikan pengalaman yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang
diamalkan. Pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang
istimewa, yang dapat menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan
yang melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk
berbagai kegiatan dalam setiap pekerjaan, dan aktivitas lainnya. Proses
pembiasaan akan melahirkan kebiasaan yang ditempuh pula dalam rangka
memantapkan pelaksanaan materi-materi ajarannya. Pembiasaan dalam
pendidikan hendaknya dilakukan sedini mungkin.
61

Caswita (2012:83) menjelaskan bahwa hidden curriculum sangat


berpengaruh besar terhadap perilaku atau karakter anak dengan pembiasaan.
Dengan pembiasaan peserta didik akan mudah melakukan nilai-nilai norma
yang berlaku pada saat di sekolah, keluarga, masyarakat. Memberikan
contoh-contoh tauladan yang baik yang diajarkan oleh guru pada pendidikan
fomal kepada peserta didik hendaknya diikuti juga oleh peserta didik berada
dilingkungan non-formal.
Kebiasaan yang sering dilakukan akan berubah menjadi sebuah
karakter. Seseorang yang membiasakan dirinya untuk selalu mengerjakan
pekerjaan tepat pada waktunya akan menjadikan dirinya sebagai karakter
yang disiplin. Kebiasaan adalah aspek manusia yang selalu mengerjakan
pekerjaanya dengan konsisten, berlangsung secara otomatis, dan tidak
memiliki perencanaan. Kebiasaan yang dilakukan akan sendirinya
mengerjakan perkejaannya sebagai reaksi yang dilakukan berulang-ulang.
Makanya setiap peserta didik memiliki kebiasaan yang berbeda-beda dalam
menanggapi rangsangan.
Mulyasa (2011 : 168) menjelaskan bahwa pembiasaan dalam karakter
secara tidak terprogram yang menjadi ruang lingkup hidden curriculum dapat
dulaksanakan dengan tiga cara. Pertama, rutin yaitu pembiasaan yang
dilakukan terjadwal, seperti : upacara bendera, senam, shalat berjamaah,
keberaturan, pemiliharaan kebersihan, dan kesehatan diri. Kedua, spontan
adalah pembiasaan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti : perilaku
memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, budaya antri, mengatasi
silang pendapat (perkelahian). Ketiga, keteladanan adalah pembiasaan dalam
bentuk perilaku sehari-hari seperti :berpakaian rapi, berbahasa yang baik,
rajin membaca, memuji kebaikan dan keberhasilan orang lain, datang tepat
waktu.
Penelitian Ainiyah (2013:37) menjelaskan karakter seseorang muncul
dari sebuah kebiasaan yang berulang-ulang dalam waktu yang lama serta
adanya teladan dari lingkungan sekitar. Pembiasaan itu dapat dilakukan salah
satunya dari kebiasaan prilaku keberagamaan anak dengan dukungan
lingkungan sekolah, masyarakat dan keluarga. Penelitian lain yang dilakukan
oleh Sudrajat (2011:4) Indikator keberhasilan pendidikan Karakter adalah
jika seseorang telah mengetahui sesuatu yang baik (knowing the good)
(bersifat kognitif), kemudian mencintai yang baik (loving the good) (bersifat
afektif), dan selanjutnya melakukan yang baik (acting the good) (bersifat
psikomotorik)
62

Dapat dipahami bahwa kebiasaan yang berulang-ulang akan


menghasilkan karakter. Begitu juga dengan kegiatan hidden curriculum yang
dilaksanakan, apabila dilakukan secara terus-menerus maka menghasilkan
nilai-nilai perilaku yang berkarakter. Namun dari itu semua kebiasaan juga
bisa bersifat buruk. Kebiasaan buruk yang dilakukan secara berulang-ulang
akan menghasilkan karakter yang buruk juga. Sudah selayaknya pendidik
harus bisa memberikan pemahaman tentang kebisaan-kebiasaan yang baik
atau buruk. Seperti apa yang disampaikan Sudrajat (2011:14) bahwa guru
dianggap berhasil apabila siswa telah mengetahui sesuatu yang baik,
kemudian mencintai yang baik, dan melakukan yang baik.
Faktor ketiga adalah lingkungan, lingkungan adalah segala sesuatu
yang berada disekitar atau disekeliling seseorang, baik berupa manusia,
benda mati, hewan, maupun peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tatanan
masyarakat. Ketika seseorang dilahirkan telah mengalami hubungan dengan
orang-orang yang ada di sekitarnya. Salah satunya adalah keluarganya yang
terdiri dari ayah, ibu, adik, dan kakaknya. Lingkungan keluarga merupakan
lingkungan yang memberikan dampak terhadap karakter yang dimiliki
seseorang. Kalau lingkungan keluarga yang baik tentu saja memiliki dampak
yang baik pula terhadap perkembangan anak dalam kelaurga, sebaliknya
lingkungan keluarga yang buruk, seperti broken home, maka memiliki
dampak yang buruk bagi perkembangan psikologinya.
Dengan lingkungan seseorang akan belajar tentang apa yang ia tidak
ketahuinya. Seseorang akan mengalami pengalaman hal-hal yang baru yang
tidak di dapatkannya baik dalam pendidikan formal maupun pendidikan
informal. Kasali (2007:64) menjelaskan bahwa dalam perkembangannya
seoserang mulai melihat adanya karakter yang membentuk kesamaan setiap
pribadinya. Kesamaan karakter ini membentuk persepsi yang disebut
streotiping sebagai bentuk penilaian terhadap kelompok budaya. Interkasi
perilaku dengan lingkungan akan mengahasilkan mutasi nilai-nilai dan
pandangan-pandangan yang akhirnya membentuk belief dan personality.
Itulah sebabnya seseorang akan belajar beradaptasi dengan tuntutan
lingkungan. Karakter dapat tumbuh karena bentukan lingkungan yang
berinteraksi dengan unsure internal pada setiap orang.
Karakter seseorang dapat diketahui dengan mudah. Dengan
mengidentifikasi perilaku seseorang dalam kesehariannya. Misalkan karakter
seseorang pemarah, pendiam, periang, dapat dipengaruhi dari kondisi
lingkungan dimana seseorang tinggal. Lingkungan memiliki pengaruh cukup
63

besar terhadap pembentukan karakter seseorang dimana seseorang tumbuh


dan dibesarkan, norma dalam keluarga, teman-teman, dan dalam masyarakat.
Seperti yang dicontohkan oleh Robbins (2007:129), orang Amerika Utara
memiliki semangat ketekunan, keberhasilan, kompetisi, kebebasan, dan etika
kerja Protestan yang terus tertanam dalam diri mereka melalui buku, sistem
sekolah, keluarga, masyarakat dan teman. Hasilnya, orang-orang Amerika
Utara cenderung ambisius dan agresif bila dibandingkan individu yang
dibesarkan dalam kultur yang menekankan hidup bersama individu lain, kerja
sama, serta memperioritaskan keluarga dari pada pekerjaan dan karier.
Gair and Mullins dalam Margolis (2001:27) menjelaskan bahwa
lingkungan sebagai elemen-elemen kurikulum tersembunyi yang berfungsi
sebagai faktor-faktor sosialisasi.
Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber hidden curriculum seperti
yang telah dijelaskan sebenarnya tidak disadari oleh pendidik, namun
kesadaran itu tidaklah berarti bahwa lingkungan sudah dimanfaatkan secara
maksimal sebagai sumber hidden curriculum di sekolah dalam menunjang
kegiatan belajar mengajar itu sendiri. Terlebih lagi bahwa lingkungan mampu
membentuk karakter. Lingkungan bisa terjadi di aspek sekolah, keluarga, dan
masyarakat
Faktor keempat adalah faktor keturunan. Secara langsung atau tidak
langsung keturunan sangat memengaruhi pembentukan karakter sikap
seseorang. Agama Islam telah mengatur kehidupan umatnya dalam masalah
keturunan yang dapat membentuk karakter seseorang. Islam senantiasa
menuntun untuk melakukan kebajikan sehingga anak dan keturunan yang
dilahirkan menjadi orang yang memiliki karakter baik. Ada sebuah istilah
yang sering di dengar yakni buah tidak jauh jatuh dari pohonnya. Istilah
tersebut mengindikasikan bahwa sifat-sifat yang dimiliki orang tua pada
umumnya menurun kepada anak-anaknya.
Adapun sifat yang diwariskan orang tua terhadap anaknya bukan sifat
yang tumbuh dengan matang karena pengaruh lingkungan, adat dan
pendidikan tetapi melainkan sifat-sifat yang dibawa sejak lahir dari orang
tuanya. Menurut Zubaedi (2013:181) sifat-sifat yang biasa diturunkan dari
orang tuanya ada dua macam. Pertama, sifat-sifat jasmaniah yakni sifat
kekuatan dan bentuk tubuh dan urat saraf orang tua dapat diwariskan kepada
anak-anaknya. Orang tua yang memiliki postur tubuh tinggi besar
kemungkinan mewariskan kepada anaknya. Kedua, sifat-sifat rohaniah, yakni
lemah kuatnya suatu naluri yang dapat diwariskan orang tuanya kelak
64

mempengaruhi tingkah laku anak cucunya. Misalkan, pada zaman Yunani


merupakan zaman dimana orang-orang memiliki sifat pemberani, gagah
perkasa, tidak pernah takut dalam berperang. Apa yang orang tua miliki
terhadap sifat-sifat tersebut akan terwariskan kepada anak-anaknya.

insting

faktor-faktor yang
kebiasaan mempengaruhi lingkungan
karakter

keturunan

Gambar 3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karakter (Caswita,2012:83;


Zubaedi, 2013:181; Kasali,2007:64;)

C. Pengembangan Nilai-Nilai Karakter PAI


Pengembangan nilai-nilai karakter PAI merupakan hal yang sangat
penting. Terlebih lagi Madradah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta adalah
salah satu madrasah unggulan yang menjadi contoh bagi sekolah-sekolah
dalam mengembangkan nilai-nilai karakter PAI. Berbicara PAI di madrasah
dapat terlihat bahwa PAI merupakan sebuah istilah mata pelajaran yang ada
di sekolah umum. Namun, PAI yang ada pada pendidikan madrasah terbagi
menjadi beberapa mata pelajaran. Diantaranya, Aqidah Akhlak, Quran
Hadits, Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam.
Dalam pengembangan karakter PAI yang ada di Madrasah Aliyah
Pembangunan UIN Jakarta dirasakan sangat strategis. Pasalnya Madrasah
Aliyah UIN Jakarta adalah Madrasah yang memiliki pilar unggulan dalam
bidang akhlak. Secara tidak langsung dalam mendukung pilar yang dijadikan
unggulan tersebut setidaknya perlu peran hidden curriculum. Walaupun
sebenarnya akhlak memiliki persamaan dengan karakter peran hidden
65

curriclulum sangatlah diperlukan. Untuk itu, Madrasah Aliyah UIN Jakarta


perlu menanamkan nilai-nilai pendidikan agama itu pada diri peserta didik.
Menurut Nata (2013:356-360) beberapa pengembangan karakter PAI
melalui pendekatan budaya. Pertama, melalui proses pengambilan keputusan.
Hal ini bisa dilakukan dengan hal-hal yang terkait pada bidang akademik,
kesiswaan, pengabdian masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai agama.
Kedua, melalui penetapan pola-pola manajemen baik yang bersifat
manajemen fungsional. Komponen-komponen dalam fungsi manajemen
seperti planning, organizing, staffing, actuating, cotroling, supervising, dan
evaluating, hendaknya dilakukan dengan prinsip nilai-nilai agama. Misalkan
fungsi controlling bisa dilakukan dengan disipilin dan penuh tanggung jawab
baik kepada manusia maupun kepada Tuhan. Ketiga, melalui sikap dan
perilaku warga sekolah. Kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, tenaga
administrasi, petugas perpustakaan, petugas laboratorium, pembimbing dan
pelatih olahraga dan kesenian, pembimbing pramuka, pembimbing kegiatan
keagamaan, petugas kantin, koperasi, supir dan tenaga kebersihan semuanya
harus mencerminkan akhlak yang berkarakter. Keempat, melalui kegiatan
intrakulikuler dan kegiatan ekstrakurikuler.
Lebih lanjut Basri (2010:123) menjelaskan bahwa pengembangan PAI
bisa dilakukan dalam lingkungan masyarakat yang dapat menghasilkan
karakter. Pertama, pengembangannya melalui pendidikan tentang lingkungan
yang bersih. Maksudnya adalah lingkungan yang bersih dari kemaksiatan.
Kedua, pengembangan melalui pendidikan tentang amar makruf nahi
munkar, maksudnya ialah pendidikan dakwah yang menyemarakkan
lingkungan masyarakat dalam berbagai kegiatan positif dengan nilai-nilai
keislaman. Misalkan, tadarusan, pengajian, majlis taklim, dan kegiatan
remaja masjid. Ketiga, pengembangan melalui pendidikan tentang sanksi
social bagi masyarakat yang merusak nama baik lingkungan social-
religiusnya. Sanksi sosial diberlakukan dengan mempertahankan keselarasan
dengan hukum yang berlaku dan nilai-nilai Islami.
Nilai moral karakter PAI ini memiliki kualitas baik-buruk yang sudah
diimplementasikan dalam perilaku sebagai adat kebiasaan. Nilai-nilai
karakter PAI diyakini dapat mendasari prinsip dan norma yang dapat
mengarahkan sikap dan perilaku dalam hidup sebagai pembentuk karakter
seseorang. Kualitas perilaku ditentukan oleh nilai-nilai yang dihayati dan
digunakan sebagai pemandu sikap dan perilakunya. Watak atau karakter dan
66

kepribadian seseorang dibentuk oleh nilai-nilai karakter PAI yang dipilih,


diusahakan, dan secara konsisten diwujudkan dalam perbuatan.
Ainiyah (2013:34) menjelaskan bahwa tujuan utama dari
pengembangan nilai-nilai karakter PAI adalah pembentukan kepribadian
pada diri siswa yang tercermin dalam tingkah laku dan pola pikirnya dalam
kehidupan sehari-hari, maka pembelajaran PAI tidak hanya menjadi
tanggung jawab guru PAI seorang diri, tetapi dibutuhkan dukungan dari
seluruh komunitas disekolah, masyarakat, dan lebih penting lagi adalah orang
tua. Sekolah harus mampu mengkoordinir serta mengkomunikasikan pola
pembelajaran PAI terhadap beberapa pihak yang telah disebutkan sebagai
sebuah rangkaian komunitas yang saling mendukung dan menjaga demi
terbentuknya siswa berakhlak dan berbudi pekerti luhur.
Pada dasarnya apa yang terkandung dalam nilai-nilai pendidikan agama
islam bersifat normatif. Ada dua alternative dalam mengembangkan nilai-
nilai karakter pendidikan agama Islam dalam kehidupan peserta didik.
Pertama, nilai-nilai yang bersifat normative diaktualisasikan langsung
menjadi perilaku. Cara untuk mengembangkan aktualisasi ini adalah dengan
melalui program ilm al-fiqh. Kedua adalah mentransformasikan nilai-nilai
yang bersifat normative ini menjadi teori ilmu sebelum diaktualisasikan
kedalam perilaku (Kuntowijoyo, 2008:279)
Upaya pengembangan pembelajaran PAI yang berorientasi pada
karakter perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
pembelajaran PAI. Menurut Noeng Muhadjir dalam Muhaimin (2012:172-
173) ada empat strategi yang digunakan dalam pembelajaran karakter.
Pertama, pembelajaran karakter dengan menggunakan strategi tradisional,
maksudnya guru memberikan hasihat tentang nilai-nilai yang baik dan buruk.
Kedua, pembelajaran karakter dengan menggunakan strategi bebas
maksudnya memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih dan
menentukan nilai-nilai yang baik dan buruk tanpa ada campur tangan dari
guru. Ketiga, pembelajaran karakter dengan menggunakan strategi reflektif
maksudnya peserta didik dituntut adanya konsistensi dalam penerapan
criteria untuk mengadakan analisis terhadap konsep teoritiknya. Keempat,
pembelajaran karakter dengan menggunakan strategi transinternal maksudnya
adanya hubungan komunikasi antara guru dan peserta didik baik secara
langsung dan melibatkan komunikasi batin (kepribadian) antara keduanya.
Pengembangan nilai-nilai karakter PAI adalah untuk mengantisipasi
berbagai tantangan pada zaman modern dewasa ini. Pengembangan nilai-nilai
67

karakter PAI tidak mungkin dapat berhasil dengan baik sesuai keinginan
manakala hanya berpusat pada transfer ilmu pengatahuan agama yang lebih
menitikberatkan pada aspek kognitif saja. Pengembangan nilai-nilai karakter
PAI seharusnya dikembangkan kea rah internalisasi nilai (afektif) yang
dipadukan dengan kognitif sehingga menimbulkan motivasi yang kuat untuk
mengamalkan dan menjalankan nilai-nilai karakter PAI yang telah di transfer
dalam jiwa peserta didik.
Keberhasilan pengembangan nilai-nilai karakter PAI disekolah salah
satunya juga ditentukan oleh penerapan metode pembelajaran yang tepat.
Sejalan dengan hal ini Ulwan (tt:44) memberikan konsep pendidikan inluentif
dalam pendidikan akhlak atau karakter anak yang terdiri dari beberapa
unsure. Pertama, pendidikan dengan keteladanan, hal ini sama dengan apa
yang disampaikan Azyumardi Azra bahwa keteladanan guru menjadi titik
sentral moral yang ditiru peserta didik. Kedua, pendidikan dengan adat
kebiasaan, dengan terbiasa seseorang dalam melakukan perbuatan baik maka
perbuatan tersebut menjadi karakter. Ketiga, pendidikan dengan nasihat,
dengan memberikan nasihat maka menjadikan peserta didik menjadi pribadi
yang lebih baik lagi. Keempat, pendidikan dengan memberikan perhatian,
perhatian yang diberikan guru terhadap peserta didik dapat menentukan
karakter peserta didiknya . Kelima, pendidikan dengan memberikan
hukuman.
Nilai-nilai karakter PAI seperti spiritual, moral, budaya, mental, dan
kejiwaan pada setiap peserta didik didasarkan pada nilai dan kebaikan tradisi
masyarakat seperti, gotong royong, ramah tamah, dan saling tenggang rasa,
melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan penuh tanggung jawab itu
semua merupakan nilai-nilai karakter PAI. Meminjam dari konsep National
Soceity bahwa ada empat strategi yang dapat dikembangkan dalam karakter
PAI. Pengembangan spiritual terintegrasi melalui kurikulum dan praktek
ibadah sehari-hari, menumbuhkan moral setiap anak dengan membentuk
karakter menimbulkan keberanian melakukan kebenaran, pembetulan
budaya dengan menggabungkan warisan agama sebagaimana kontribusi
agama lain dan budaya, pembangunan mental dan kejiwaan yang melahirkan
potensi peserta didik secara utuh untuk tumbuh (National Society, 2001:8)
Berdasarkan apa yang disampaikan di atas dapat dijelaskan bahwa
pengembangan nilai-nilai karakter PAI tidak bisa terlepas dari sosok seorang
pigur yang dapat merubah sikap seseorang dalam pengembangan karakter.
Salah satunya figur seorang guru merupakan modeling akhlak yang baik
68

dalam penerapannya. Untuk itu seorang guru harus memiliki strategi dalam
pengembangan nilai-nilai karakter yakni strategi tradisional, strategi bebas,
strategi reflektif, dan strategi transinternal.
Penelitian Hidayat (tt:158) Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah IAIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi menjelaskan bahwa pelaksanaan nilai-nilai
karakter PAI pada dasarnya akan bermuara pada terbentuknya peserta didik
yang memiliki karakter atau akhlak yang mulia (budi pekerti yang luhur).
Akhlak mulia inilah merupakan misi utama diutusnya Nabi Muhammad
SAW di dunia. Untuk Mencapai karakter akhlak yang karimah (mulia) adalah
tujuan sebenarnya dari pelaksanaan Pendidikan Agama Islam. Peserta didik
membutuhkan kekuatan dalam hal jasmani, akal, dan ilmu, tetapi mereka
juga membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa,
dan kepribadian.
Nilai-nilai ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad merupakan
ajaran Islam yang rahmatal lilalamin untuk menyempurnakan ahklak
manusia. Tugas rasul teramat berat untuk memperbaiki akhlak pada zaman
kaum Quraish. Tetapi hal itu sepertinya hampir sama seperti zaman era
modern sekarang ini. Banyaknya kasus kejahatan yang berimbas dari perilaku
manusia menjadi tugas dari seorang guru untuk memperbaikinya. Bukan
hanya guru, tetapi keluarga dan masyarakat harus selalu mengawasi setiap
perilaku kejahatan yang terjadi.
Hakim (2012:69) menjelaskan bahwa Aspek nilai-nilai ajaran Islam
Pada intinya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu nilai-nilai aqidah,
nilai-nilai ibadah, nilai-nilai akhlak. Nilai-nilai akidah mengajarkan manusia
untuk percaya dan meyakini Tuhan semesta alam yakni Allah SWT. Manusia
senantiasa mengimani rukun iman dan mengerjakan segala yang
diperintahkan dan dilarang Allah SWT. Nilai-nilai ibadah mengajarkan
manusia untuk mengerjakan ibadah dengan ikhlas dan mengaharapkan ridho
dari Allah SWT dalam setiap perbuataanya. Nilai-nilai akhlak mengajarkan
manusia untuk berprilaku baik sesuai dengan norma-norma atau kaidah
ajaran Islam dan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Dengan inti ajaran Islam yang diajarkan semuanya akan terlepas dari
kejahatan dunia dan dari perbutan maksiat. Walaupun sebenarnya tidak
semua orang bisa terlepas dari perbuatan maksiat. Setidaknya sebagai
seorang pendidik dapat mengintegrasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam
proses pembelajaran. Maka dari itu, seseorang dapat menjalani kehidupannya
dengan bahagia dan tentram.
69

D. Urgensi Pembentukan Karakter


Perilaku bangsa Indonesia saat ini lebih mengedepankan kekerasan
anarkis, saling curiga mencurigai, tidak beretika dan tidak bermoral, serta
hanya mementingkan diri sendiri, kelompok atau golongan. Ditambah lagi
isu yang beredar saat ini banyak terjadi kejahatan dimana-mana salah satunya
pembegalan yang dilakukan oleh sekelompok remaja yang masih duduk di
bangku sekolah menengah pertama (SMP). Hal ini memperlihatkan betapa
hancurnya moral atau karakter bangsa pada era zaman moderen sekarang ini.
Abidinsyah (2011:7) menjelaskan bahwa dengan pendidikan karakter
merupakan alat yang dinilai banyak pihak sebagai media paling efektif dalam
menyemai benih-benih pembentukan karakter, jika hari ini kita belum puas
dengan hasil pendidikan karakter maka perlu adanya orientasi ulang terhadap
pendidikan kita yakni tujuan dan pengajaran karakter. Semua pihak harus
menyetujui tujuan pendidikan karakter adalah perubahan perilaku peserta
didik kearah sikap, kebiasaan dan perilaku hidup yang positif sehingga akan
membentuk insan-insan yang memilki karakter baik, yang mampu
melahirkan suatu peradaban bangsa yang besar yakni Bangsa Indonesia yang
Bermartabat.
Karakter bukanlah hal yang terbentuk dengan sendirinya. Tentunya
karakter terbentuk melalui serangkaian proses. Rangkaian proses yang
membentuk karakter tidak terlepas dari orang-orang yang berada sekitar
peserta didik, baik keluarga, sekolah, dan masyarakat. Semuanya bersinergi
satu sama lain mengawasi perilaku peserta didik. Arief (2014:224) dalam
penelitiannya mengungkapkan bahwa
persoalan pengembangan karakter bangsa saat ini harus menjadi
perhatian semua kalangan termasuk para pemimpin bangsa, aparat
penegak hukum, pendidik, dan tokoh-tokoh agama, etnis, golongan.
Dengan perhatian bersama, akan terwujud sebuah langkah bersama
untuk secara terus-menerus membangun nilai-nilai luhur budaya
sendiri dalam menumbuh-kembangkan karakter bangsa.
Maka dari itu, masalah karakter merupakan tanggung jawab bersama.
Bukan hanya tanggung jawab guru sebagai pendidik, bahkan diisukan guru
agama sebagai orang yang paling bertanggung jawab ketika moral anak
rusak. Semua komponen tri-pusat pendidikan hendaknya bersama-sama
untuk lebih prihatin terhadap permasalahan karakter.
Lebih lanjut Afandi (2011:88) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo mengakatakan bahwa
70

Pembentukan karakter sangat strategis dan dianggap penting bagi


keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan
dalam membentuk tersebut harus dilakukan dengan perencanaan yang baik,
pendekatan yang sesuai, dan metode belajar dan pembelajaran yang efektif.
Sesuai dengan sifat nilai pendidikan karakter merupakan usaha bersama
sekolah dan oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru,
semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya
sekolah.
Pembangunan pembentukan karakter bangsa memiliki urgensi yang
sangat luas dan bersifat multidimensional. Sangat luas karena terkait dengan
pengembangan multiaspek potensi-potensi keunggulan bangsa, dan bersifat
multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang
hingga saat ini sedang dalam proses menjadi. Urgensi pembangunan
karakter dengan sifatnya yang demikian, mensyaratkan karakter sebagai: (1)
perekat fondasi bangunan kehidupan berbangsa dan bernegara; (2) kemudi
dalam mencapai cita-cita dan tujuan hidup bersama; dan (3) kekuatan
esensial dalam membangun karakter bangsa yang bermartabat (Setiawan,
2013:54)
Namun, pembangunan karakter bangsa bukanlah urusan sepihak yang
datang dari atas. Gerakan pembangunan karakter bangsa harus mendapat
dukungan seluruh komponen pada akar bawah. Krisis moral yang tengah
melanda bangsa ini, mensyaratkan untuk segera dilakukannya rediscovery
nilai-nilai luhur budaya bangsa atau revitalisasi atau semacam invented
tradition (Hobsbawm, 1983:1) melalui gerakan nasional yang melibatkan
seluruh komponen sebagai konsensus yang lahir dari kesadaran nasional.
Untuk membangun karakter bangsa bukanlah hal yang mudah seperti
membalikkan telapak tangan. Membangun karakter bangsa haruslah menjadi
kesadaran nasional bagi tri pusat pendidikan. Pendidikan yang ada di sekolah,
keluarga, dan masyarakat harus merevitalisasi kembali kearifan lokal yang
ada dalam tatanan masyarakat. Karena kearifan lokal dalam masyarakat
sangat berpengaruh bagi pembentukan karakter yang ada dalam lembaga
formal.
Dalam artikel Fajriani (2014:123) menjelaskan bahwa kekayaan
kearifan lokal di Indonesia dapat berperan membentuk pendidikan karakter.
Kearifan lokal hanya akan abadi kalau kearifan lokal terimplementasikan
dalam kehidupan konkret sehari-hari sehingga mampu merespon dan
menjawab arus zaman yang telah berubah. Kearifan lokal juga harus
71

terimplementasikan dalam kebijakan negara, misalnya dengan menerapkan


kebijakan pendidikan yang berasaskan keadilan, bijaksana, dan persatuan
sebagai wujud nyata dari kearifan lokal.
Dengan demikian, karakter bangsa yang terbentuk dari kearifan lokal
dapat membantu kesadaran masyarakat akan pentingnya jati diri bangsa.
Misalkan, Dapat terlihat bentuk kearifan lokal yang dibawakan oleh suku di
Maluku Utara yakni Adat se Atorang (adat dan aturan) dapat dikatakan
sebagai prinsip kebersamaan, persatuan dan persaudaraan dalam
bingkai:Morimoi Ngone Futuru (bersatu kita teguh); cinta, keadilan,
kebenaran, kebebasan dan persaudaraan teraplikasikan dalam berbagai
kehidupan. Apa yang dikatakan suku di Maluku Utara sesungguhnya
memiliki nilai-nilai karakter yang di gagas oleh Pemerintah khususnya
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Sehingga cita-cita dari
pemerintah dapat terwujud melalui kerjasama dengan kearifan lokal.

E. Nilai-nilai Dalam Karakter


Nilai dari bahasa latin valere yang artinya berguna, mampu akan,
berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang
baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau
sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu
disukai, diinginkan , dikejar, dihargai, berguna dan dapat membuat orang
yang menghayatinya menjadi bermartabat (Adisusilo, 2012:56)
Steeman menjelaskan dalam Darmaputera (1987:65) bahwa nilai
adalah sesuatu yang member makna hidup, yang member acuan, titik tolak
dan tujuan hidup. Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat
mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar
keyakinan, nilai selalu menyangkut pola piker dan tindakan, sehingga ada
hubungan yang amat erat antara nilai dan etika.
Selanjutnya menurut Eyre & Linda yang dikutip oleh Majid (2011;42)
bahwa nilai yang benar dan diterima secara universal adalah nilai yang
menghasilkan suatu perilaku dan perilaku itu berdampak positif baik bagi
yang menjalankan maupun orang lain. Inilah prinsip yang memungkinkan
tercapainya ketentraman atau tercegahnya kerugian atau kesusahan. Ini
merupakan sesuatu yang membuat orang lain senang dan tercegahnya orang
lain sakit hati.
Dengan demikian , dapat dikatakan bahwa nilai merupakan seseuatu
yang memiliki acuan dalam pandangan seseorang tentang baik, buruk, benar
72

salah, yang selanjutnya mempengaruhi persepsi tentang keadaannya. Nilai


tidak hanya berbicara tentang nominal, tetapi berbicara juga tentang suatu
yang dideskripsikan dalam perilaku. Dengan pembentukan nilai diharapkan
bagi setiap lembaga pendidikan khususnya madrasah dapat memberikan
karakter-karakter mulia yang menjadikan cirri khas bagi lembaga pendidikan
Islam.
Sementara itu, ada beberapa sumber nilai-nilai karakter bangsa yang
dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai
tersebut dikembangkan dalam pendidikan karakter. Menurut Balitbang
Puskur Kemendiknas (2010:14) diidentifikasi sebagai berikut ini:
1. Agama : masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena
itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada
ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan
pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar
pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter
bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari
agama.
2. Pancasila : Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-
prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila.
Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih
lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur
kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta
didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang
memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupannya sebagai warga negara.
3. Budaya : sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui
masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian
makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota
masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan
masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam
pendidikan budaya dan karakter bangsa.
4. Tujuan Pendidikan Nasional : sebagai rumusan kualitas yang harus
dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai
satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan
73

nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga


Negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah
sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya
dan karakter bangsa.
Dengan adanya sumber-sumber nilai di atas yang dapat dijadikan
sebuah dasar dalam bertindak. Negara Indonesia adalah Negara yang
majemuk yang memiliki bermacam-macam agama, suku, budaya. Namun,
dengan beragamnya penduduk di Indonesia membuat semuanya menjadi satu
dalam ideology bangsa Indonesia yakni pancasila. Ada sebuah istilah yang
sering di dengar yakni Bhineka Tunggal Ika yang maknanya adalah walaupun
Negara di Indonesia memiliki beragam budaya, suku, agama tetapi Indonesia
tetap menjadi satu Negara kesatuan. Nilai-nilai karakter yang terdapat dari
identifikasi tersebut dapat dikembangkan menjadi karakter bangsa Indonesia.
Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan
melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional
satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan
karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya diperkuat dengan 18
nilai-nilai karakter yang terdapat kurikulum 2013 yang lebih menekankan
karakter peserta didik. Dengan adanya nilai-nilai karakter tersebut diharapkan
sekolah dapat mengembangkan lebih lanjut.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter
pada satuan pendidikan telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari
agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1)
Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7)
Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan,
(11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13)
Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16)
Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab (Pusat
Kurikulum. Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa:
Pedoman Sekolah. 2009:9-10).
Dapat dijelaskan dibawah ini tentang nilai-nilai karakter yang ada
dalam buku pedoman karakter yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan
Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum Dan
Perbukuan (2011:7-8) sebagai berikut :

1. Religius, yakni ketaatan dan kepatuahan dalam memahami dan


melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk
74

dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama
(aliran kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan berdampingan.
2. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang menceminkan kesatuan antara
pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui apa yang benar,
mengatakan yang benar, dan melakukan yang benar) sehingga
menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat
dipercaya.
3. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan
terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras,
etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar
dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.
4. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala
bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
5. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguh-
sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan
berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan, dan lain-lain dengan sebaik-
baiknya.
6. Keratif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam
berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan
cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya.
7. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini
bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak
boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain.
8. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan
persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara dirinya
dengan orang lain.
9. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang
mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang
dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam.
10. Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi
atau individu dan golongan.
11. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa
bangga, setia, peduli, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
budaya, ekomoni, politik, dan sebagainya, sehingga tidak mudah
menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa sendiri.
75

12. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan
mengakui kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi
yang lebih tinggi.
13. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan tindakan
terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga
tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik.
14. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana
damai, aman, tenang, dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam
komunitas atau masyarakat tertentu.
15. Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk
menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi,
baik buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya, sehingga
menimbulkan kebijakan bagi dirinya.
16. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya
menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.
17. Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian
terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya.
18. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri
sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara, maupun agama.
Dengan demikian 18 karakter di atas merupakan karakter yang harus
dilaksanakan dan diwujudkan dalam pelaksanaan pendidikan.
Sekolah/madrasah merupakan lembaga pendidikan formal menjadi sebuah
wadah karakter yang bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar
dan mana yang salah. Lebih dari itu, karakter yang terbentuk melalui hidden
curriculum adalah usaha yang dilakukan sekolah/madrasah dalam
menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta
didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah
menjadi kepribadiannya. Dengan kata lain, karakter yang baik harus
melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau
loving good (moral feeling) dan perilaku yang baik (moral action) sehingga
terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik.
76

F. Fungsi Hidden Curriculum dalam Pembelajaran Karakter


Hidden curriculum merupakan perkembangan nilai-nilai, norma dan
kebiasaan yang disampaikan melalui interkasi. Dalam pendidikan formal
hidden curriculum bisa terjadi dimana saja, baik dalam lingkungan sekolah
maupun di luar lingkungan sekolah. Keberadaan hidden curriculum tidak
terlihat dalam kurikulum formal. Namun, dapat dirasakan dampaknya
terhadap perkembangan karakter siswa. Hidden curriculum tentunya sebagai
pelengkap dan pendukung dari kurikulum yang tertulis baik kurikulum aktual
maupun kurikulum ideal. Dapat disimpulkan bahwa hidden curriculum dan
kurikulum formal saling melngkapi dalam pengembangan perilaku atau
karakter siswa. Hasil dari hidden curriculum ini bisa berbentuk prestasi
dalam pembelajaran maupun perilaku karakter yang baik bagi siswa.
Melihat pembelajaran karakter di sekolah/madrasah pada hakikatnya
melihat bagaimana peserta didik dapat memaknai pembelajaran yang sudah
diajarkan. Ketika proses pembelajaran berlangsung maka siswa akan
mengalami stimulus dari materi-materi yang diajarkan. Materi yang
disampaikan oleh guru hendaknya dapat merangsang beberapa aspek yang
dimiliki oleh siswa. Aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik memiliki
dampak yang terjadi dari proses pembelajaran. Setidaknya siswa mengalami
perubahan terhadap perilakunya.
Dalam proses pembelajaran yang membentuk karakter guru sering
kali hanya terpaut pada kurikulum aktual artinya guru hanya terfokus pada
RPP (rencana perangkat pembelajaran). Sebenarnya guru bisa memanfaatkan
kurikulum tersembunyi atau hidden curriculum dalam proses pembelajaran.
Fungsi hidden curriculum sendiri adalah membantu guru dalam menjelaskan
materi pelajaran. Misalkan, guru sedang membahas materi tentang
kebersihan. Untuk memulai pembahasan guru bisa saja menyuruh siswa
untuk membersihkan sampah yang ada dalam ruangan kelas tersebut. Namun,
guru haruslah mencontoh terlebih dahulu membuang sampah yang ada di
depannya. Dengan begitu, peserta didik akan paham apa yang ingin
disampaikan oleh guru yakni tentang kebersihan.
Hidayat (2011:82) menjelaskan ada beberapa fungsi hidden
curriculum dalam pendidikan. Pertama, hidden curriculum memberikan
pemahaman mendalam tentang kepribadian, norma, nilai, keyakinan, yang
tidak dijelaskan secara menyeluruh dalam kurikulum formal. Kedua, hidden
curriculum memiliki fungsi untuk memberikan kecakapan, keterampilan
yang sangat bermanfaat bagi murid sebagai bekal dalam fase kehidupannya
77

di kemudian hari. Ketiga, hidden curriculum dapat menciptakan masyarakat


yang lebih demokratis. Keempat, hidden curriculum juga dapat menjadi
mekanisme dan kontrol sosial yang efektif terhadap perilaku murid maupun
perilaku guru. Kelima, hidden curriculum menjadi berbagai sumber yang
dapat meningkatkan motivasi dan prestasi siswa dalam belajar.
Lebih lanjut Vallance dalam Sofan Amri (2010:71) menjelaskan
bahwa fungsi dari kurikulum tersembunyi memiliki beberapa aspek yaitu,
penanaman nilai, sosialisasi politis, pelatihan dan kepatuhan, pengekalan
struktur kelas tradisional-fungsi yang mempunyai karakteristik secara umum
seperti kontrol sosial. Kurikulum tersembunyi dapat juga disosialisasikan
dengan penguatan ketidaksetaraan sosial, seperti siswa yang memiliki uang
saku lebih dengan yang sedikit. Taraf pekerjaan dan aktivitas yang
berhubungan dengan pekerjaan yang diterapkan pada siswa jadi berbeda-beda
berdasarkan status sosialnya.
Fungsi hidden curriculum di atas mengarahkan peserta didik terhadap
kontrol sosial dimana peserta didik bersosialisasi dengan lingkungannya.
Sosialisasi yang terjalin haruslah menjadi sebuah komunikasi yang
berasaskan tentang norma-norma, nilai-nilai, dan keyakinan dalam diri siswa
untuk hidup menjalani rutinitas kehidupannya. Terkadang siswa dalam
menjalani hidupnya selalu melupakan norma-norma yang ada dalam tatanan
lingkungannya, misalkan, berkata tidak sopan dengan orang yang lebih tua,
memaki-maki teman sebaya, dan mencuri. Untuk itu, hidden curriculum
harus mampu menjembatani semua perilaku siswa dalam kesehariaanya.
Menurut Vallance dalam studi Barani (2011:1658) menjelasakan
fungsi kurikulum tersembunyi mencakup "penanaman nilai-nilai, sosialisasi
politik, pelatihan ketaatan dan kepatuhan, pelestarian kelas struktur-fungsi
tradisional yang dapat dicirikan secara umum sebagai kontrol sosial.
Kurikulum tersembunyi juga dapat dikaitkan dengan penguatan sosial
ketidaksetaraan, yang dibuktikan dengan pengembangan hubungan yang
berbeda untuk modal berdasarkan jenis pekerjaan dan Kegiatan yang
berhubungan dengan pekerjaan yang ditugaskan kepada siswa bervariasi
berdasarkan kelas sosial.
Guru tidak membandingkan siswa yang memiliki kelas sosial tinggi
dengan kelas sosial rendah. Di mata seorang guru siswa adalah seorang anak
yang akan diajarkan berbagai hal baik ilmu pengetahuan yang bersifat
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam studinya Ulfatin (2002:7)
menjelaskan Ketika seorang guru mengajar pelajaran kepada peserta didik
78

sebagaimana kurikulum formal maka guru akan merasakan dampak langsung


dari pengajaran tersebut atau yang disebut dengan instructional effect.
Namun dapat dirasakan oleh guru juga ada dampak pengiring atau yang dapat
disebut dengan nurturant effect. Nurturant effect atau pola mengasuh guru
yang tidak dirancang secara resmi dan terprogram, namun keberadaannya
sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pendidikan siswa,
misalnya kedisiplinan, cara berpikir kreativitas kejujuran dan sebagainya.
Menurut Noor (2013:31) ada dua fungsi hidden curriculum dalam
pembelajaran karakter. Pertama, hidden curriculum adalah alat dan metode
untuk menambah khazanah pengetahuan anak didik di luar materi silabus.
Misalnya, budi pekerti, sopan santun, menciptakan dan menimbulkan sikap
apresiatif terhadap kehidupan lingkungan. Kedua, hidden curriculum
berfungsi sebagai pencairan suasana, menciptakan minat, dan penghargaan
terhadap guru. Guru yang disukai murid merupakan modal awal bagi
lancarnya belajar-mengajar dan merangsang minat baca anak didik.
Vallance (1973:6) menjelaskan ada tiga dimensi secara fisik hidden
curriculum yang telah berkembang lebih besar, (1) hidden curriculum dapat
merujuk pada konteks dari sekolah, termasuk unit mahasiswa interaksi guru
kelas, struktur, seluruh organisasi dari pola pendidikan pendirian sebagai
sebuah mikrokosmos dari sistem nilai sosial.(2) dapat menanggung hidden
curriculum pada sejumlah proses dalam operasi atau melalui sekolah,
termasuk nilai akuisisi, sosialisasi, pemeliharaan struktur kelas. (3) hidden
curriculum dapat merangkul perbedaan derajat intentionalitas, dan kedalaman
dari "hiddenness" yang dianggap oleh investigator, mulai dari insidental dan
sangat tidak diharapkan oleh-produk sedang mengupas kurikulum untuk hasil
lebih telah tertanam dalam sejarah fungsi sosial pendidikan.
Pada dasarnya inti dari hidden curriculum sendiri adalah interkasi
yang terjalin antara peserta didik dengan warga sekolah (guru, kepala
sekolah, teman, staf dan karyawan sekolah). Interaksi yang terjalin akan
menghasilkan sebuah nilai. Bukan hanya sebuah nilai, hidden curriuculum
juga dapat mengintegrasikan beberapa macam perilaku yang dapat mengarah
kepada budaya pada sistem tatanan sekolah/madrasah.
79

G. Kerangka Konseptual
Permasalahn karakter atas pergereseran fungsi sekolah sebagai
lembaga pendidikan yang mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik
dengan kasih sayang, serta mengajarkan perilaku yang baik dan sopan tetapi
dewasa ini perkembangan zaman era global dengan tumbuhnya berbagai
macam kebutuhan dan tuntutan kehidupan sekolah mengalamai fungsi yang
tidak lagi diharapkan dari dunia pendidikan. Terjadinya kekerasan, pelecehan
seksual dan penganyayaan mencoreng nama sekolah dari dunia pendidikan.
Ditambah lagi kenakalan remaja yang terjadi belakangan ini membuat beban
sekolah semakin berat dan kompleks, sekolah tidak saja dituntut untuk dapat
membekali berbagai macam ilmu pengetahuan yang sangat cepat
berkembang, akan tetapi juga dituntut untuk dapat mengembangkan minat
dan bakat, membentuk moral dan kepribadian, karakter.
Beradasarkan uraian pada bab tiga di atas maka, madrasah-negeri
maupun-swasta sebaiknya dapat mengembangkan aspek dari hidden
curriculum sebagai wadah dalam pembentukan karakter siswa. Selain sebagai
pembentuk karakter Hidden curriculum juga dapat mengahasilkan nilai
tambah sebagai hasil prestasi dalam pembelajaran. Melalui bentuk-bentuk
hidden curriculum yang dicontohkan oleh guru, kepala sekolah, dan semua
warga sekolah diharapkan semua komponen tersebut dapat bersinerji dalam
mendidik siswa.
Kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler sebagai salah satu bentuk dari
hidden curriculum haruslah bermanfaat bagi keberlangsungan perkembangan
perilaku siswa. Dengan demikian siswa memperoleh kesempatan untuk
berkembang dan memperoleh ilmu pengetahuan dan perilaku atau karakter
yang belum dipelajarinya selama di dalam kelas. Namun harus disadari
bahwa perilaku guru harus selalu sesuai dengan perkembangan peserta didik.
Guru senantiasa memperlihatkan suri tauladan yang baik-baik dan
memotivasi siswa dalam belajar. Konsep kurikulum tersembunyi berdasarkan
pengakuan bahwa siswa menyerap pembelajaran di sekolah yang mungkin
atau mungkin tidak menjadi bagian dari kurikulum formal. Hidden
curriculum yang tidak diajarkan di sekolah dapat berpengaruh atau
pembentukannya sebagai apa yang diajarkan, kurikulum tersembunyi juga
memperluas untuk subyek-subyek, nilai-nilai, dan pesan yang telah diabaikan
dari kurikulum formal dan diabaikan, yang diabaikan, oleh para pendidik.
Jika menginginkan siswa sesuai dengan karakter yang diingingkan,
maka semua komponen tri pusat pendidikan harus selalu mengawasi dan
80

memberikan bentuk-bentuk hidden curriculum agar terciptanya karakter-


karakter bangsa yang menjadi akhlak mulia. Produk karakter penerus bangsa
yang baik merupakan sesuatu yang harus diraih dan diupayakan secara baik
dan terencana serta membutuhkan kerja keras dan tekun, bukan sesuatu hak
yang datang secara tiba-tiba atau instan. Berikut ini akan dijelasakan
beberapa teori terkait kerangka konseptual yang diambil dari beberapa ahli
(Jackson, 1968:109; Hidayat,2011:83; Glatthorn,1987:20-22; Lickona,
2013:536). Konsep pengembangan hidden curriculum dan pembentukan
karakter dapat dilihat pada gambar 3.2.

Faktor Pendukung
Pembentukan Karakter

Sekolah/Madrasah Keluarga Masyarakat

Faktor yang
Melatarbelakangi

Keberhasilan hidden
Curriculum di
sekolah/madrasah Dampak karakter
Kenakalan Remaja
Merokok ______________ 1. Kejujuran
Pergaulan bebas 2. Tanggung
Bolos sekolah Perolehan Teori Karakter jawab
Bentuk-bentuk Hidden Perolehan Teori
Pacaran Curriculum di Madrasah Karakter 3. Keadilan
- Pengetahuan 4. Toleransi
Moral
1. Aspek struktural 5. Disiplin diri
- Perasaan
(pembagian kelas, 6. Tolong-
Moral
ekstrakurikuler, menolong
- Tindakan
fasilitas sekolah)
Moral 7. Kerja sama
2. Aspek kultural (norma
sekolah, suasana
(Lickona 8. Demokratis
(2013:84) 9. Kebijaksanaan
sekolah, interaksi guru
dan siswa, iklim 10. Peduli sesama
sekolah, ibadah,
kompetisi, ekspetasi
guru terhadap
er
muridnya serta disiplin
waktu).

Gambar 3.2
Beberapa Cara Pengembangan Hidden Curriculum dan Pembentukan
Karakter
81

Secara teoritis, pengembangan hidden curriculum yang dapat


dilakukan melalui aktivitas yang berlangsung dalam kegiatan-kegiatan yang
ada di sekolah. Terdapat dua aspek yaitu aspek struktural dan budaya. Aspek
struktural dapat dilakukan dengan menjelaskan tentang pembagian kelas,
ekstrakurikuler, fasilitas sekolah (perpustakaan, laboratorium, dan tempat
ibadah). Aspek kultural dapat dilakukan dengan mencakup norma sekolah,
etos kerja keras, peran dan tanggung jawab, kerja sama, ibadah, toleransi,
kompetisi, ekspetasi guru terhadap muridnya serta disiplin waktu. (Hidayat,
2011:83).
Namun keberhasilan hidden curriculum tidak terlepas dari beberapa
faktor yang menjadi pilar utama pendidikan. Arief (2014:221) mengatakan
bahwa ada tiga pilar utama yang sangat berpengaruh dalam pembentukan
karakter soseorang, yaitu keluarga, sekolah/lembaga, dan masyarakat.
Hendaknya beberapa pilar pendidikan tersebut bisa bekerja sama dalam
membentuk karakter seseorang. Disadari saat ini moral/karakter peserta didik
sudah luntur akibat perkembangan zaman dan teknologi yang semakin maju
tanpa di barengi dengan iman dan taqwa yang menjadi karakter bangsa
Indonesia.
Karakter yang terbentuk melalui proses pendidikan bukanlah hal yang
datang dengan sendirinya. Diperlukan serangkaian proses dalam
pembentukan karakter tersebut. Hidden curriculum merupakan salah satu
media yang dapat membentuk karakter. Teori karakter yang diperkenalkan
Lickona sepertinya menjadi sebuah panduan bagi dunia pendidikan. terlebih
lagi penulis mengutip teori Lickona bagaimana memperoleh karakter.
Lickona (2013:84) menjelaskan teori tersebut ke dalam tiga aspek yaitu 1)
Pengetahuan Moral (kesadaran moral, pengetahuan nilai moral, penentuan
perspektif, pemikiran moral, pengambilan keputusan, pengetahuan pribadi);
2) Perasaan Moral (hati nurani, harga diri, empati, mencintai hal yang baik,
kendali diri, kerendahan hati); 3) Tindakan Moral (kompetensi,
keinginan,kebiasaan).
18 Karakter yang digenjar-genjarkan oleh pemerintah yang termaktub
dalam Permendiknas akan dapat tercapai apabila sekolah/madrasah sebagai
lembaga formal dapat mengoptimalkan bentuk-bentuk hidden curriculum
yang ada. Guru, kepala sekolah, dan seluruh warga sekolah dapat menjadi
aktor dalam pelaksanaan bentu-bentuk hidden curriculum. Bentuk-bentuk
hidden curriculum itu seperti, Pentas Seni, Core Value, Tabungan Amal Shaleh
(TAS), Habitual Curriculum (HC), Reading Habbit (RH).
82

Tabel 3.1.
Deskripsi Bentuk Hidden Curriculum di Madrasah/Sekolah

No. Aspek Deskripsi


1 Pembagian Kelas Pengelompokkan siswa berdasarkan
level tingkatan kelas yang diambil dari
aspek kognitif, psikomotorik, dan
afektif
Ekstrakurikuler kegiatan yang dilakukan siswa sekolah
atau universitas, di luar jam belajar
kurikulum standar. Kegiatan-kegiatan
ini ada pada setiap jenjang pendidikan
dari sekolah dasar sampai universitas.
Kegiatan ekstrakurikuler ditujukan agar
siswa dapat mengembangkan
kepribadian, bakat, dan kemampuannya
Strukural di berbagai bidang di luar bidang
akademik. Kegiatan ini diadakan secara
swadaya dari pihak sekolah maupun
siswa-siswi itu sendiri untuk merintis
kegiatan di luar jam pelajaran sekolah.
Fasilitas Sekolah segala fasilitas yang diperlukan dalam
proses pembelajaran yang disediakan
oleh sekolah, yang dapat meliputi
barang bergerak maupun barang tidak
bergerak agar tujuan pendidikan dapat
tercapai. Misalnya, fasilitas lapangan
olahraga, perpustakaan, laboratorium,
dan fasilitas tempat ibadah.
2 norma sekolah Aturan yang berlaku di dalam
lingkungan sekolah yang disertai sanksi
bagi siswa-siswi yang melanggar aturan
tersebut. Misalnya, memperhatikan
guru disaat guru menerangkan,
membuang sampah pada tempatnya,
Kultural menjaga kebersihan sekolah,
mengucapkan salam bila bertemu guru.
Suasana sekolah Kondisi atau keadaan sekolah sebagai
suatu sistem, terdiri atas beberapa
komponen yang saling berkaitan dan
dirancang untuk menghasilkan
perubahan yang diharapkan pada diri
83

siswa. Komponen-komponen itu


meliputi manusia, bangunan, buku-
buku, perlengkapan, dan sarana-sarana
lainnya. komponen-komponen
bekerjasama untuk mencapai tujuan
sekolah dalam suatu kondisi atau
suasana, baik internal maupun
eksternal.
Interaksi guru Hubungan atau komunkasi antara
dan siswa kegiatan timbal balik antara guru
dengan siswa yang terjadi dalam
keadaan saling mempengaruhi diantara
mereka.
Iklim sekolah adalah persepsi kolektif terhadap
kualitas dan karakter dari kehidupan
sekolah mencakup perilaku dari kepala
sekolah, guru dan staf, serta dinamika
sekolah.
ibadah Perbuatan yang dilakukan seseorang
yang bernilai pahala, misalnya shalat
dhuha, berzikir, sholawatan.
Kompetisi Persaingan saling mengatasi dan
berjuang antara dua peserta didik, atau
antara beberapa kelompok orang untuk
memperebutkan objek yang sama.
Misalnya merebutkan rangking satu di
dalam kelas.
ekspetasi guru harapan besar dari yang di bebankan
terhadap pada peserta didik yang di anggap akan
muridnya mampu membawa dampak yang baik
atau lebih baik
disiplin waktu Seseorang bisa menggunakan dan
membagi waktu dengan baik dan dapat
melakukan sesuatu secara tepat waktu,
tidak ditunda-tunda. Misalnya, tepat
waktu masuk sekolah.
84

BAB IV
Pembentukan Karakter Siswa Melalui Hidden Curriculum di Madrasah
Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.

Pada bab ini akan membahas tentang temuan dan pembahasan


penelitian yang meliputi: 1) deskripsi umum lokasi penelitian, 2) temuan
penelitian. Temuan penelitian akan difokuskan pada kegiatan-kegiatan dari
aspek hidden curriculum dan karakter yang terbentuk melalui hidden
curriculum yang diperoleh melalui metode wawancara, studi dokumen, dan
observasi langsung di lokasi penelitian. Bab ini juga akan menguraikan
tentang pembentukan karakter peserta didik melalui aspek hidden curriculum
di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta tentang nilai-nilai karakter
apa saja yang telah terbentuk melalui hidden curriculum. Bab ini juga akan
merangkan beberapa tema didalamnya termasuk, deskripsi umum lokasi
penelitian, telaah kurikulum di Madarasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta,
bentuk-bentuk kegiatan berbasis hidden curriculum di Madrasah Aliyah
Pembangunan, kegiatan ekstrakulikuler dalam aspek hidden curriculum,
kegiatan rutin berbasis hidden curriculum di Madrasah Aliyah Pembangunan,
fasilitas sekolah, nilai-nilai karakter yang terbentuk melalui hidden
curriculum, Evaluasi dan tindak lanjut sikap peserta didik.

A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian


Lahirnya madrasah Pembangunan UIN Jakarta berawal dari keinginan
akan adanya lembaga pendidikan Islam yang representative dari para tokoh di
Departemen Agama dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada awal tahun
1972, Panitia Pembangunan Gedung Madrasah Komprehensif dibentuk oleh
Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. H.M. Thoha Yahya Omar.
Bulan Juni 1972, bertetapan dengan Lustrum III IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dimulai pembangunan gedung madrasah yang ditandai dengan
peletakan batu pertama oleh Menteri Agama RI pada masa itu, yaitu Prof.
H.A Mukti Ali dan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah. Tanggal 17 November
1973, gedung madrasah diserah-terimakan dari Pimpinan Bagian Proyek
Pembinaan Bantuan untuk Madrasah swasta Pemda DKI Jakarta kepada
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tahun 1974, pertama kali Madrasah Pembangunan membuka tingkat
Ibtidaiyah. Jumlah muridnya baru 58 orang, terdiri dari kelas I : 43 orang,
Kelas II : 8 orang, dan Kelas III : 7 orang. Permulaan kegiatan belajar

84
85

mengajar dimulai pada tanggal 7 Januari 1974.Tanggal inilah yang kemudian


ditetapkan sebagai Hari Kelahiran Madrasah Pembangunan. Pada awal
tahun 1977, Madrasah Pembangunan membuka tingkat Tsanawiyah. Peserta
didik angkatan pertama berjumlah 19 orang. Bulan Juli 1991, dibuka kelas
jauh tingkat Ibtidaiyah di Pamulang, bekerja sama dengan Yayasan Al
Hidayah sebagai penyedia lahan. Sesuai dengan keputusan Rektor IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, sejak awal September 1974 pembinaan
Madarasah Pembangunan dilaksanakan oleh Tim Pembinaan yang dipimpin
oleh Dekan Fakultas Tarbiyah. Tugas tim ini diantaranya adalah menyiapkan
Madrasah Pembangunan sebagai madrasah laboratorium Fakultas Tarbiyah
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada tahun 1978, Madrasah Pembangunan ditetapkan sebagai
Madrasah Pilot Proyek Percontohan oleh Departemen Agama RI melalui
Surat Keputusan Dirjen Bimas Islam Depag RI Nomor : Kep/D/03/1978.
Berdasarkan keputusan tersebut, kemudian diselelnggarakan kegiatan
penataran penulisan modul dan uji coba pembelajaran dengan sistem modul.
Empat modul bidang studi Al-Quran Hadits, Bahasa Arab, Bahasa
Indonesia, dan Matematika telah diujicobakan sampai tahun 1985. Mulai
tahun 1988, berdasarkan Surat Keputusan Rektor IAIN Sayarif Hidayatullah
Jakarta Nomor : 06 Tahun 2008, wewenang pembinaan dan pengelolaan
Madrasah Pembangunan dipindahkan kepada Yayasan Syarif Hidayatullah
Jakarta. Pengembangan sebagai Madrasah Laboratorium dilaksanakan
bersama-sama dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tahun pelajaran 1991/1992 Madrasah Pembangunan membuka
tingkat Aliyah.Peserta didik yang diterima pertama kali sebanyak 32 orang
terdiri dari 10 laki-laki dan 22 perempuan. Setelah empat tahun berjalan,
berkenanaan dengan kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan (khususnya
Madrasah Aliyah), pada tahun pelajaran 1995/1996 MA Pembangunan tidak
menerima pendaftaran peserta didik baru lagi. Tahun 1996/1997, sebanyak
31 orang peserta didik terkahir lulus dari MA Pembangunan IAIN Jakarta.
Seiring dengan perubahan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi
Universitas Islam Negeri (UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta, sejak tahun
2002 Madarasah Pembangunan IAIN Jakarta mengikuti perubahan nama
menjadi Madrasah Pembangunan UIN Jakarta. Tahun perlajaran 2006/2007
atas dorongan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan banyaknya
permintaan masyarakat, Madrasah Pembangunan UIN Jakarta kembali
membuka tingkat Aliyah. Jumlah peserta didik pertama yang diterima adalah
86

47 orang peserta didik terbagi menjadi 2 rombongan belajar. Setelah tiga


tahun berjalan, akhir tahun 2009 Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta
telah terakreditasi dengan hasil Grade A kategori memuaskan, sama
dengan perolehan akreditasi MI dan MTs.
Tahun 2008 Madrasah Ibitidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah
Pembangunan UIN Jakarta ditetapkan sebagai Madrasah Standar Nasinonal
(MSN) di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi DKI
Jakarta dengan SK Nomor : Kw.09.4/4/5/HK.005/2081/2008 dan Madarah
Aliayah telah diverifikasi MSN pada 25 Desember 2010. Tahun 2011 Kepala
Kanwil Kemenag DKI Jakarta kembali mengukuhkan status MSN melalui
Surat Keputusan Nomor : Kw.09.4/1/HK.005/2293/2011. Dengan itu
terpenuhinya standar nasional (MSN), maka langkah berikutnya adalah
menuju Rintisan Madrasah Berstandar Internasional (RMBI).
Visi harus dikembangkan dengan memerhatikan kebutuhan dan
harapan stakeholder potensial dan kegiatan utama lembaga. Sebagai
lembaga pendidikan, Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta
merupakan lembaga yang harus memiliki nilai-nilai yang kuat dalam
pengembangan karakter. Nilai-nilai tersebut merupakan sesuatu yang
dijadikan bahan untuk membangun pilar-pilar unggulan dalam tatanan
masyarakat. Menurut Muhaimin (2012:158) visi harus dirumuskan dalam
kalimat yang mudah dipahami dan menunjukkan suatu keadaan
sekolah/madrasah dalam jangka panjang (bisa berkisar 5-10) tahun. Keadaan
tersebut dapat diwujudkan dalam ukuran yang kualitatif.
Lebih lanjut Abuddin Nata (2010 : 100) mengatakan bahwa visi
dalam pendidikan islam tidak hanya sebatas menekankan pada transfer
knowledge saja, tetapi juga menekankan pada aspek jiwa, pembinaan
karakter, dan kepatuhan dalam menjalankan ibadah. Artinya ilmu yang
diajarkan berupa pengetahuan yang terintegrasi ke dalam ikatan tauhid, yaitu
suatu keyakinan bahwa ilmu-ilmu yang dihasilkan lewat penalaran manusia
itu harus dilihat sebagai bukti kasih sayang Tuhan kepada manusia, dan harus
diabdikan untuk beribadah kepada Tuhan melalui karya-karya manusia.
Dilihat dari arus perkembangan zaman sekarang ini, terlihat kemajuan
teknologi tidak bisa diimbangi lagi dengan nilai-nilai aktualisasi
akhlak/karakter. Dampak teknologi dan media sosial membuat banyak siswa
lupa akan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai
ketuhanan dan pancasila. Maka dari itu, setidaknya visi suatu lembaga
pendidikan harus mampu mengantisipasi arus perkembangan zaman yang
87

sudah tidak wajar lagi. Terlebih lagi Negara Indonesia sebagai Negara yang
berkembang, setidaknya visi harus disesuaikan sebagaimana perkembangan
pendidikan di dunia. Buchri (1994:75) mengatakan visi pendidikan itu harus
mencetak manusia kreatif dan produktif. Pendidikan yang menghasilkan
manusia-manusia yang kreatif dan produktif membuat bangsa ini menjadi
bangsa yang dikenal dunia. Ir. Habibie adalah salah satu nama yang
mengaharumkan Indonesia di kanca dunia. Dengan inovasi kreatif habibie
mampu menciptakan pesawat terbang dan merupakan orang pertama di
Indonesia yang mampu menciptakan pesawat terbang.
Sejalan dengan visi-misi Madrasah Aliayah Pembangunan UIN
Jakarta. Ridwan mengatakan bahwa Madrasah Aliyah Pembangunan ingin
mengembangkan tiga pilar unggulan menjadi cirri madrasah unggulan yakni
bahasa, sains, dan ahklakul karimah (wawancara dengan Wakamad 22 juni
2015)
Visi Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta adalah Menjadi
lembaga pendidikan menengah yang unggul dan terkemuka dalam pembinaan
keislaman, keilmuan dan keindonesiaan, dengan mengapresiasi potensi
peserta didik serta perkembangan era global.
Misi sekolah/madrasah dikembangakn dari kegiatan utama lembaga
dengan memerhatikan visi yang telah ditetapkan. Dengan ditetapkannya
stakeholder potensial lembaga, maka hal penting lainnya yang juga harus
ditetapkan oleh lembaga adalah kegitan utama lembaga. Misi harus
merupakan nilai-nilai penting yang harus dilakukan oleh madrasah dalam
upaya untuk mencapai visi. Akan lebih mudah jika misi Madrasah Aliyah
Pembungunan UIN Jakarta tersebut dikembangkan dari kegiatan utama
lembaga. Untuk itu, misi Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta harus
terhubung dengan visi.(Muhaimin, 2012:167)
1. Menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah yang akan
melahirkan lulusan beriman dan bertaqwa serta memiliki kemampuan
kompetitif dan keunggulan komparatif.
2. Melakukan pembinaan kesehatan fisik sehingga terbentuk keseimbangan
antara kekuatan keilmuan dengan perkembangan jasmani peserta didik
serta dapat melahirkan lulusan yang cerdas, kuat dan sehat.
3. Melakukan inovasi kurikulum dengan aksentuasi pada pembinaan
keislaman, sains dan teknologi serta apresiatif terhadap kecenderungan
globalisasi dengan tetap berpijak pada kepribadian Indonesia.
88

4. Melakukan pembinaan tenaga pendidik sebagai tenaga professional yang


menguasai aspek keilmuan, keterampilan mengajar, kepribadian
pedagogis serta komunikasi global yang dijiwai akhlak mulia.
5. Melakukan pembinaan tenaga kependidikan yang profesional, yang
menguasai bidang ilmu yang mendukung tugasnya, etos kerja yang
tinggi, serta kepribadaian yang Islami.
Tujuan
1. Terselenggaranya pendidikan dasar dan menengah yang akan memiliki
kemampuan kompetitif dan keunggulan komparatif;
2. Terwujudnya peserta didik yang memiliki keseimbangan antara kekuatan
jasmani dan rohani serta kepekaan dan kepedulian social;
3. Terwujudnya kurikulum yang memiliki kekuatan pada pembinaan
keislaman, sains, dan teknologi serta apresiatif terhadap kecendrungan
globalisasi dengan tetap berpijak pada kepribadian Indonesia dan
kemampuan potensi anak;
4. Tersedianya pendidik sebagai tenaga professional yang menguasai bidang
keilmuan yang diasuhnya secara luas, mendalam dan komprehensif serta
memiliki kemampuan untuk mengajarkannya (teaching skill),
berkepribadian pedagogis dan berakhlak mulia;
5. Tersedianya tenaga kependidikan profesional yang dalam melaksanakan
tugasnya didukung oleh ilmu pengetahuan yang relevan, memiliki etos
kerja, loyalitas, dan dedikasi yang tinggi yang dilandasi akhlak mulia;
6. Tersedianya sarana prasarana dan fasilitas sumber belajar yang dapat
memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk dapat belajar
seluas-luasnya, sehingga Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta
benar-benar berfungsi sebagai pusat pembelajaran;
7. Terwujudnya peserta didik yang mandiri yang mampu melakukan team
work melalui berbagai aktivitas belajar baik intra maupun ekstrakurikuler.

B. Telaah Kurikulum di Madarasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta


Pekembangan dan perubahan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara perlu segera ditanggapi dan dipertimbangkan
dalam bentuk penyusunan kurikulum baru pada setiap jenjang dan satuan
pendidikan. Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta telah menetapkan
pilar keunggulan sebagai landasan berpijak dalam proses pembelajaran yang
menitikberatkan pada basic science, bahasa, dan akhlakul karimah atau
karakter.
89

Dalam Pasal 1 Permendikbud Nomor 160 Tahun 2014 Tentang


Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013 dinyatakan
bahwa Satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang
melaksanakan Kurikulum 2013 sejak semester pertama tahun pelajaran
2014/2015 kembali melaksanakan Kurikulum Tahun 2006 mulai semester
kedua tahun pelajaran 2014/2015 sampai ada ketetapan dari Kementerian
untuk melaksanakan Kurikulum 2013. Keputusan ini juga dilaksanakan oleh
Kementerian Agama yang menjadi landasan bagi Madrasah Aliyah
Pembangunan untuk menjalankan kurikulum KTSP bagi siswa yang kelas X
di semester II.(Wawancara Wakamad Bidang Kurikulum, 5 Maret 2015)
Kurikulum yang diterapkan di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN
Jakarta saat ini mengacu pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Perbedaan pada kurikulum 2013 adalah bahwa dalam kurikulum 2013 sudah
memuat beberapa karakter di setiap mata pelajaran. Sedangkan dalam KTSP,
dalam pembentukan karakter harus masih harus diberikan dari pengaruh
eksternal seperti halnya hidden curriculum. Dibawah ini dapat terlihati
kurikulum 2013.
Tabel 4.1 Struktur Kurikulum 2013 Permintaan Ilmu-Ilmu Alam Kelas X

No. Alokasi Waktu


Mata Pelajaran Semester
Semester I
II
Kelompok A (Wajib)
1 Pendidikan Agama Islam
a. Al-Quran Hadits 2 2
b. Aqidah Akhlak 2**) 2**)
c. Fiqih 2 2
d. Sejarah Kebudayaan Islam 2**) 2**)
2 Pendidikan Pancasila dan
2 2
Kewarganegaraan
3 Bahasa Indonesia 4 4
4 Bahasa Arab 4 4
5 Matematika 4 4
6 Sejarah Indonesia 4 4
7 Bahasa Inggris 2 2
Kelompok B (Wajib) 26 26
90

1 Seni Budaya 2 2
2 Pendidikan Jasmani, Olahraga,
3*) 3*)
dan Kesehatan
3 Prakarya dan Kewirausahaan 2 2
Kelompok A dan B Perminggu 32 32
Kelompok C (Permintaan)
Permintaan Matematika dan Ilmu-Ilmu
Alam
1 Matematika 3
2 Biologi 3 3
3 Fisika 3 3
4 Kimia 3 3
Mata pelajaran pilihan dan pengalaman
3 3
minat
Pilihan lintas minat/atau pendalaman
4***) 4***)
minat
Jumlah jam pelajaran yang harus
48 48
ditempuh per minggu
Keterangan : *) Satu jam teori
**) Satu jam tugas terstruktur
***) Bahasa Jepang dan Tahfidz

Table 4.2 Struktur Kurikulum 2013 Permintaan Ilmu-Ilmu Sosial Kelas X

No. Alokasi Waktu


Mata Pelajaran Semester
Semester I
II
Kelompok A (Wajib)
1 Pendidikan Agama Islam
a. Al-Quran Hadits 2 2
b. Aqidah Akhlak 2*) 2*)
c. Fiqih 2 2
d. Sejarah Kebudayaan Islam 2*) 2*)
2 Pendidikan Pancasila dan
2 2
Kewarganegaraan
91

3 Bahasa Indonesia 4 4
4 Bahasa Arab 4 4
5 Matematika 4 4
6 Sejarah Indonesia 2 2
7 Bahasa Inggris 2 2
Kelompok B (Wajib) 26 26
1 Seni Budaya 2 2
2 Pendidikan Jasmani, Olahraga,
3*) 3*)
dan Kesehatan
3 Prakarya dan Kewirausahaan 2 2
Kelompok A dan B Perminggu 33 33
Kelompok C (Permintaan)
Permintaan Matematika dan Ilmu-Ilmu
Alam
1 Geografi 3
2 Sejarah 3 3
3 Sosiologi 3 3
4 Ekonomi 3 3
Mata pelajaran pilihan dan pengalaman
3 3
minat
Pilihan lintas minat/atau pendalaman
3***) 3***)
minat
Jumlah jam pelajaran yang harus
48 48
ditempuh per minggu
Keterangan : *) Satu jam teori
**) Satu jam tugas terstruktur
***) Bahasa Jepang dan Tahfidz

Table 4.3 Struktur Kurikulum 2013 IPA dan IPS Kelas XI, XII

Kelas XI Kelas XII


No IPA IPS IPA IPS
Mata Pelajaran
. BS BS BS BS
MP MP MP MP
NP NP NP NP
1 Pendidikan 3 2 3 2 3 2 3 2
92

Agama Islam
2 Bahasa Arab 3 0 3 0 3 0 3 0
3 Pendidikan 2 2 2 2 2 2 2 2
Kewarnegaraan
4 Bahasa dan 4 4 4 4 4 4 4 4
Sastra Indonesia
5 Bahasa Inggris 4 4 4 4 5 4 5 4
6 Matemtika 5 4 4 4 6 4 6 4
7 Bahasa Jepang 2 2 2 2 0 2 0 2
8 Fisika 4 4 0 0 6 4 0 0
9 Kimia 4 4 0 0 5 4 0 0
10 Biologi 4 4 0 0 5 4 0 0
11 Ekonomi/Akunta 0 0 5 4 0 0 5 4
nsi
12 Sejarah 1 1 3 3 1 1 4 3
13 Sosiolgi 0 0 3 3 0 0 4 3
14 Geografi 0 0 3 3 0 0 4 3
15 Seni Budaya 1+1 2 1+ 1+ 0 0 0 0
1 1
16 Penjaskes 2 2 2 2 2 2 2 2
17 Teknologi 2 2 2 2 0 0 0 2
18 BK 1 0 1 1 0 0 0 0
Jumlah 43 37 43 37 42 37 42 37
Program pembinaan kepeserta didikan (40 menit pada awal
pembelajaran) berisi bahan-bahan kajian yang diambil sebagai
pengembangan dari beberapa mata pelajaran dan cakupan materinya meliputi
:
1) Al-Quran-Hadits
Materi Al-Quran Hadits disusun mengacu kepada kaidah-kaidah serta
tujuan kurikuler sebagaimana yang terdapat dalam kurikulum sesuai
dengan tingkatannya, dengan penekanan pada :
93

a. Mempraktikan kemampuan membaca Al-Quran dengan tartil


b. Mempraktikan kemampuan membaca Al-Quran sesuai dengan
bacaan yang ditentukan.
2) Aqidah Akhlak
Materi Aqidah Akhak mengacu kepada kaidah-kaidah serta tujuan
kurikuler sebagaimana yang dikehendaki oleh kurikulum sesuai dengan
tingkatannya, dengan penekanan pada :
a. Kemampuan menunjukkan akhlak yang baik dalam pergaulan antar
sesame manusia.
b. Kemampuan menunjukkan akhlak yang baik terhadap orang tua dan
guru.
3) Fiqih
Materi Fiqih disusun mengacu kepada kaidah-kaidah serta tujuan
kurikuler sebagaimana yang dikehendaki oleh kurikulum sesuai dengan
tingkatannya, dengan penekanan pada :
a. Kemampuan melaksanakan shalat dhuha dengan baik dan benar.
b. Menghayati pentingnya melaksanakan shalat.
c. Kemampuan menjadi imam shalat, memimpin dzikir dan doa.
4) PKn dan Bahasa Indonesia
Materi PKn disusun mengacu kepada kaidah-kaidah serta tujuan kurikuler
sebagaimana yang dikehendaki oleh kurikulum sesuai dengan
tingkatannya, dengan penekanan pada :
a. Kemampuan menghormati dan menghargai pendapat orang lain
sesuai norma bangsa Indonesia.
b. Kemampuan untuk berani berbiacara dan mengemukakan pendapat di
muka umum.
Memberikan masukan/kritik atas penampilan teman sekelas.

C. Bentuk-Bentuk Kegiatan Berbasis Hidden Curriculum di Madrasah


Aliyah Pembangunan
Madrasah Aliyah Pembangunan mendesain semua program kegiatan
untuk peserta didik yang bertujuan untuk menciptakan karakter. Karakter
yang tercipta merupakan dampak dari semua kegiatan madrasah yang
mengandung nilai-nilai hidden curriculum. Namun yang menjadi fokus
penelitian ini adalah kegiatan yang direncanakan atau tidak direncanakan.
Adapu kegiatan yang direncanakan adalah kegiatan yang tertulis dalam
program madrasah sedangkan yang tidak direncakan adalah kegiatan yang
94

bersifat spontanitas dan kegiatan rutinitas baik dalam proses belajar mengajar
di dalam kelas maupun di luar kelas.
Guru yang mengajar dalam proses pembelajaran di kelas selalu
memberikan motivasi atau arahan sebelum memasuki mata pelajaran.
Motivasi bisa disampaikan dalam bentuk cerita maupun memperlihatkan
tayangan video yang dapat merangsang aktivitas belajar peserta didik.
Arahan atau cerita yang disampaikan berisi tentang kisah-kisah orang yang
sukses dan hebat dalam kehidupannya. Keteladanan seorang guru dapat
menjadi daya tarik bagi siswa dalam perilakunya. Misalkan disiplin waktu
yang diperbuat oleh guru.
Menurut informan penelitian bahwa untuk menciptakan karakter
peserta didik perlu memberikan contoh dari diri kita sendiri. Segala perilaku
yang kita contohkan dapat memberikan dampak karakter terhadap peserta
didik. contohnya, pada saat saya melihat sampah yang bertebaran maka saya
langsung berinisiatif untuk membuangnya ke tempat sampah. Terkadang
peserta didik juga kritis terhadap gurunya dengan hal-hal yang sensitive dari
persoalan membuang sampah (wawanacara dengan GR II 30 juli 2015)
Disiplin waktu juga direalisasikan oleh guru ketika dalam proses
mengajar. Guru hadir tepat waktu ketika mengajar merupakan hal yang
sangat berpengaruh terhadap karakter siswa dalam belajar. Seorang guru
harus menjadi suri tauladan bagi setiap siswanya, maka dengan demikian
setiap siswa akan termotivasi untuk dapat belajar lebih giat lagi. Kalau setiap
guru tidak disiplin waktu dalam mengajar atau selalu terlambat, maka
bagaimana guru itu dapat menjadi suri tauladan bagi setiap siswanya.
Kalau guru sudah dapat disiplin dalam hal mengajar, maka siswanya
akan termotivasi dengan baik dan akhirnya prestasinyapun akan baik, tetapi
sebaliknya jika guru tidak disiplin waktu dalam mengajar mungkin siswanya
malas untuk mengikuti pelajaran, maka hasilnyapun akan jelek. Dengan
demikian seorang guru dituntut untuk disiplin dalam hal waktu mengajar agar
tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik.
Berikut ini akan dijelaskan kegiatan-kegiatan yang didesain Madrasah
Aliayah Pembangunan yang mengandung hidden curriculum yang dapat
membentuk karakter peserta didik:
1. Peribadatan
Peribadatan adalah tata cara ibadah yang dilaksanakan dalam rangka
mencari pahala dan mengaharapkan ridho dari Allah Swt. Kata peribadatan
berasal dari kata ibadah yang ecara etimologi berasal dari kata bahasa Arab
95

yaitu abida-yabudu-abdan-ibaadatan yang berarti taat, tunduk, patuh


dan merendahkan diri. Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang
berdekatan. Seseorang yang tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan
yang disembah disebut abid (yang beribadah). Zainuddin, (1997:1)
Peribadatan ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Pembangunan
adalah dalam rangka memenuhi tuntutan dari orang tua wali yang anaknya
sekolah di Madrasah Aliyah Pembangunan agar bisa menguasai ilmu dalam
bidang agama. Ilmu pengetahuan umum saja tidak cukup membekali anak
mereka dalam menjalankan kehidupan sehari-hari maka dibutuhkan praktek
ibadah yang disini dituangkan dalam program yang disebut dengan habitual
curriculum (HC) (wawancara dengan KM 25 Mei 2015)
Program HC sudah ada sejak dari awal sekolah ini didirikan, tetapi
pada saat itu program ini belum ada namanya. Program HC tiap tingkatan
madrasah memiliki program yang berbeda.. Sesuai pilar unggulan yang ada
di MP yakni ungul dalam aspek sains, bahasa dan akhlakul karimah.
Program HC ini adalah program pembelajaran di luar jam pelajaran
yang dilakukan dalam rangka pembiasaan amaliah keagamaan sebagai
penguatan terhadap materi yang telah diberikan di dalam jam tatap muka di
kelas. Habitual curriculum merupakan pembinaan ahkhlak selama empat
puluh menit pada awal jam pertama untuk setiap hari dimulai pada jam
07.00-07.40. Kegiatan HC adalah kegiatan rutin yang dilaksanakan pada
seluruh peserta didik (wawancara dengan WKM 22 Juni 2015)
Pada awalnya program habitual curriculum (HC) bernama hidden
curriculum. Kemudian sejak tahun 2000 habitual curriculum disebut dengan
program Hidden Curriculum. Karena dirasa kurang cocok maka dari tahun
2004 program ini kemudian dinamakan dengan program Habitual
Curriculum. Program HC pada tingkat MA adalah dimulai dengan shalat
duha lalu membaca Al-quran atau tadarus.
Pertama, Pelaksanaan shalat duha adalah shalat sunnah yang
dilaksanakan dilakukan pada tiap masing-masing kelas, mulai dari kelas X
sampai kelas XII. Karena pelaksanaan shalat duha dilakukan dalam kelas
biasanya peserta didik merapikan terlebih dahulu meja dan bangku untuk
tempat shalat. Mereka setiap harinya bergantian dalam merapikan meja dan
bangkunya. Kegiatan shalat duha dimulai pada pukul 07.00 yang
dilaksanakan di dalam kelas. Tujuan shalat duha ini adalah untuk
membiasakan peserta didik akan pembiasaan untuk beribadah.
96

Ada beberapa hal yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat duha
ini. Peserta didik yang umumnya berasal dari sekolah umum ketika dia masih
di bangku SMP sangat jarang melaksanakan shalat duha. Namun, ketika
siswa sudah berada di Madrasah dengan segala program yang ada terutama
shalat duha peserta didik semakin terbiasa melaksanakan shalat duha. Ada
rasa malu bagi teman sekelasanya ketika mereka tidak ikut melakasanakan
shalat. Bukan hanya terbiasa melaksanakan shalat duha tetapi ada nilai lebih
bagi psikologi tiap-tiap peserta didik. Maulida salah satu siswi Madrasah
Aliyah Pembangunan mengatakan bahwa hati dan perasaan tentram, damai,
dan nyaman ketika melaksanakan shalat duha, ada perasaan tidak nyaman
ketika tidak melaksanakan shalat duha. Di dalam pelaksanaan shalat duha
biasanya peserta didik di dampingi oleh wali kelas dan guru pendamping.
Ada beberapa alasan mengapa shalat duha ini dilaksanakan terhadap
peserta didik untuk menciptakan karakter religius. Pertama, tidak semua
peserta didik berasal dari lembaga pendidikan madrasah. Banyak yang tidak
mengetahui tentang pelaksanaan shalat duha. Ketidaktahuannya disebabkan
peserta didik tidak pernah melaksanakan shalat duha ditambah siswa yang
berasal dari sekolah umum yang notabene sekolah tidak pernah mengajarkan
shalat duha. Kedua, sebagian dari orang tua wali murid merupakan orang tua
yang memiliki kesibukan yang sangat padat sehingga sebagian dari siswa
mengalami kekurangan dari kasih sayang orang tua. Karena beradasarkan
wawancara dengan Mardiana bahwa "kebanyakan orang tua wali murid yang
sekolah di Madrasah Aliyah Pembangunan memiliki tempat kerja yang jauh
bahkan sampai di luar negeri sehingga orang tua jarang sekali berjumpa
dengan anaknya". Kurangnya kasih sayang orang tua juga menyebabkan
perilaku anak terganggu seperti, siswa yang selalu sering terlambat.
Berdasarkan informan bahwa sebagian orang tua juga memiliki permasalahan
rumah tangga seperti brokenhome banyak dari siswa yang terpengaruh
dengan keadaan orang tuanya ketika berada dirumah. Siswa sering melihat
pertengkaran orang tuanya sehingga siswa pada saat di sekolah menjadi anak
yang pemarah bahkan kasar dalam ucapan.
Proses Palaksanaan shalat duha dari awal sampai akhir ada terdapat
aspek hidden curriculum. Siswa memimpin menjadi imam dalam shalat duha
lalu memimpin menjadi doa dan berizikir setelah shalat duha sekaligus
memberikan tausiyah merupakan bagian dari aspek hidden curriculum.
Kedua, kegiatan Tadarrus Al-quran yang dilaksanakan setelah
peserta didik selesai shalat duha. Pembacaan Tadarrus Al-quran dibacakan
97

bersama-sama dari tiap-tiap kelas. Pembacaan Tadarrus Al-quran


didampingi oleh wali kelas dan guru pendamping. Surat Al-quran yang akan
dibaca biasannya sesuai dengan instruksi dari masing-masing wali kelas,
salah satunya yang sering dibacakan adalah QS. Al-Jumuah dan QS. Al-
Muminuun. Setelah kegiatan shalat duha dan tadarrus Al-quran selesai
maka peserta didik merapikan kembali meja dan bangku ke tempat semula.
Kegiatan shalat duha dan tadarrus Al-quran dilakukan setiap hari tetapi pada
setiap hari rabu setelah shalat duha ada satu kegiatan rutin yang dilakukan
oleh seluruh peserta didik yakni kultum. Kultum adalah sejenis ceramah atau
pesan yang disampaikan oleh peserta didik di depan kelas dengan durasi
waktu yang singkat. Tema yang diberikan tidak ditentukan oleh wali kelas
namun, temanya bersifat pengetahuan agama dan umum. Setiap hari rabu
peserta didik bergantian memberikan kultum kepada sesame teman-temannya
tanpa terkecuali. Peserta didik dengan percaya diri memberikan materi yang
disampaikan.
Kegiatan tadarrus yang dilaksanakan selain bernilai ibadah bisa juga
menjadikan siswa berkarakter. Pelaksanaan tadarrus ini memudahkan bagi
siswa yang sedang menjalani program hapalan Al-qur'an. Dengan sering
bertadarrus maka siswa akan terbiasa dengan apa yang dibacanya. Letak
aspek hidden curriculum disini adalah adanya kompetisi dalam menghapal
Al-qur'an. Siswa berlomba-lomba menyelesaikan hapalannya agar tidak
terkena sanksi dari peraturan tata tertib sekolah. Dengan membiasakan siswa
bertadarrus diharapkan siswa akan terbiasa dengan kegiatan ini saat berada
dirumah
Ketiga shalat berjamaah yang merupakan kegiatan rutin tiap hari
dilaksanakan peserta didik dalam rangka membiasakan diri untuk beribadah.
Pelaksanaan shalat berjamaah dilakukan pada waktu zuhur dan ashar pada
pada jam istirahat sekitar pukul 12.00. Ketika azan berkumandang semua
peserta didik bergegas untuk mengambil wudhu dengan tertib dan disiplin.
Mereka mengambil wudhu secara bergantian dengan mengantri. Seperti biasa
tempat pelaksanaan shalat berjamaah dilakukan di dalam kelas dan di
damping oleh guru kelas. Dalam pelaksanaan shalat berjamaah yang bertugas
menjadi imam adalah dari siswa laki-laki yang secara bergantian. Peserta
didik putrid yang sedang berhalangan shalat diwajibkan melaporkan kepada
wali kelas atau guru BK. Shalah jamaah yang dilaksanakan harus melengkapi
peralatan shalat baik laki-laki maupun wanit seperti, mukena, peci dan alas
sajadah. Setiap harinya masing-masing dari siswa laki-laki nmendapat giliran
98

untuk bertugas sebagai iqomat, imam, dan memimpin bacaan doa. Sebelum
dan sesudah shalat berjamaah peserta didik dianjurkan untuk shalat sunah
rawatib terlebih dahulu. Dari beberapa kesimpulan penulis berdasarkan
observasi langsung dilokasi penelitian ada beberapa hal yang dapat dipetik.
Pertama, peserta didik memiliki kebiasaan yang sudah dilakukan selama
mereka berada disekolah dan ketika berada dirumah maupun dalam
lingkungan masyarakat. Kedua, adanya karakter tanggung jawab, disipilin,
rapi, toleransi yang diperlihatkan peserta didik ketika pelaksanaan ibadah.
Ketiga, adanya pemodelan dari seorang guru yang menjadi contoh dalam
perilaku peserta didik.
Inti dari kegiatan peribadatan adalah menjadikan siswa terbiasa akan
melaksanakan ibadah dimanapun siswa berada. Baik berada pada lingkungan
keluarga, sekolah, maupun dalam lingkungan masyarakat. Siswa akan
terbiasa dengan membawakan beberapa tugas baik sebagai imam, muadzin,
dan pembawa doa setelah selesai shalat.
Keempat, pelaksanaan shalat jumat berjamaah terkhusus untuk
peserta didik putra wajib untuk melaksanakan shalat jumat di masjid. Peserta
didik putra bersegera berangkat ke masjid dengan mempersiapkan diri
dengan rapi dengan membawa perlengkapan shalat. Setelah bel dibunyikan,
peserta didik langsung menuju ke masjid Madrasah dengan membawa
perlengkapan shalat Jumat (Peci, sajadah dan HC/Al-Quran) Pada kegiatan
shalat jumat peserta didik secara bergantian sebagai petugas muazzin dan
iqomah dan untuk peserta didik yang tidak mendapatkan tugas akan
membacakan asma al-husna bersama-sama.
Dalam pelaksanaan shalat jumat ini siswa dibiasakan dalam
membentuk karakter disiplin, percaya diri, dan bertanggung jawab. Hal ini
semua dapat terlihat dari observasi dilapangan bahwa peserta didik dengan
rapi dan teratur secara bergantian pergi ke masjid. Peserta didik putra juga
dengan sabar mengantri untuk mengambil wudhu. Setelah mengambil wudhu
siswa langsung melaksanakan shalat sunnah. Layaknya sebagai pengurus
masjid, peserta didik juga dilatih dalam memberikan pengumuman dan
pengaturan tentang manajemen masjid. Semua yang dilakukan peserta didik
putra dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Mendengarkan khutbah jum'at merupakan rukun dalam shalat jum'at.
Pada saat khatib mulai berkhutbah seluruh siswa sudah tidak ada lagi yang
berbicara dan tidak ada ktivitas yang dapat menganggu teman yang lain
dalam mendengarkan khutbah jum'at. Apa yang disampaikan dalam khutbah
99

jum'at merupakan bagian dari aspek hidden curriculum. Sebagian materi


dalam penyampaian khutbah jum'at mengandung nilai-nilai karakter yang
dapat mengubah sikap dari peserta didik.
2. Tabungan Amal Saleh
Tabungan Amal Saleh (TAS) adalah suatu unit yang menangani
pengumpulan uang dan barang sosial yang diperoleh dari infaq peserta didik,
guru, karyawan, dan orang tua murid. (Buku Panduan Peserta didik MA
Pembangunan UIN Jakarta 2014/2015)
Kegiatan pengumpulan dana infaq sedekah yang disebut dengan TAS
atau tabungan amal saleh. Kegiatan ini dilaksanakan pada setiap harinya
untuk menghimpun dana uang yang dilaksanakan oleh peserta didik. kegiatan
ini merupakan wadah bagi peserta didik untuk menyisihkan sebagian uang
untuk membantu orang yang kurang dalam hal ekonomi. Uang yang
terkumpul dari infaq sedekah akan disumbangkan untuk membantu anak
yang tidak mampu dalam hal ekonomi, untuk beasiswa anak-anak yang
kurang mampu, untuk membantu orang-orang yang tertimpa bencana alam,
dan untuk membantu guru MP UIN Jakarta agar dapat melaksanakan ibadah
haji.(wawancara dengan WKM, 10 april 2105)
Pengumpulan dana tabungan amal saleh ini adalah untuk mengajarkan
peserta didik betapa pentingnya menolong sesama kita yang sedang
mengalami kekurangan ekonomi. Dengan begitunya peserta didik akan
merasakan bahagianya orang yang tidak mampu yang sedang mendapatkan
bantuan. Peserta didik juga akan dilatih dan diajarkan untuk ikhlas dan rela
memberikan sebagian uang jajannya untuk disumbangkan. Hal ini akan
membiasakan peserta didik untuk selalu menolong orang-orang yang
kekurangan uang. Bukan saja orang yang kekurangan uang tetapi bisa juga
disedahkan ke masjid. Adapun dana TAS ini juga digunakan untuk beasiswa
anak asuh (SD s.d SMA) setiap semester, santunan anak yatim dan dhuafa
(menjelang Idul Fitri dan Muharaam), santunan untuk korban musibah
bencana alam, bantuan pembangunan/renovasi sarana ibadah, bantuan biaya
haji Ta'awun (guru dan karyawan Madrasah)
Thobroni (2007:26) menjelaskan bahwa "Orang yang gemar
bersedekah adalah mereka yang memahami arti kehidupan dalam hidupnya".
Dengan bersedekah seseorang dapat berbagi sebagian hartanya untuk
menolong orang yang sedang kekurangan. Ada nilai-nilai karakter yang bisa
di ambil dari kegiatan tabungan amal saleh (TAS). Pertama, tolong-
menolong bagi orang yang membutuhkan sedekah, sedekah bukan hanya
100

dengan materi tetapi juga bisa dengan tenaga dan pikiran. Kedua, adanya rasa
keadilan bagi setiap orang dalam menjalani kehidupan. Dengan bersedekah
semua akan merasakan sepenanggungan dan sependeritaan. Orang yang
menerima sedekah akan merasa senang dengan bantuan yang diberikan orang
lain, begitu juga dengan orang yang memberikan sedekah akan merasa
senang karena telah membantu orang yang sedang kesusahan. Disinilah nilai
keadilan yang dapat diambil dari kegiatan tabungan amal saleh. Ketiga,
saling mencintai antara orang yang memberikan sedekah dengan orang yang
menerima sedekah. Dengan adanya nilai-nilai karakter yang terkandung
dalam infak dan sedekah ini membuktikan bahwa kegiatan TAS ini sangat
membantu kontribusi terhadap pendidikan karakter yang ada dalam aspek
hidden curriculum. Karena dengan adanya kegiatan TAS ini yang dilakukan
maka sikap untuk berlaku adil, sikap persaudaraan, sikap empati, sikap
penyayang, sikap suka membantu, dan sikap suka menolong akan tumbuh
dan melekat pada diri peserta didik.
3. Reading Habbit
Reading habit (budaya baca) adalah satu bentuk pelatihan pembiasaan
membaca dengan alokasi waktu khusus selama 40 menit. Kegiatan reading
habit dilaksanakan dalam suasana santai, tanpa tuntutan apapun kecuali
setiap peserta didik harus membaca. Pada kondisi tertentu guru dapat
meminta peserta didik untuk menceritakan atau membuat synopsis dari buku
yang dibacanya.(Panduan Peserta Didik TP 2014/2015:15)
Jenis buku yang dibaca sesuai dengan buku yang berkaitan dengan
pelajaran dan bisa juga tema-tema yang lain. Untuk jenis buku yang akan
dibaca tidak ada di tentukan dengan pasti, namun harus layak dibaca oleh
peserta didik. Biasanya reading habit yang akan ditampilkan siswa berbentuk
artikel. Artikel ini nantinya akan dibahas oleh siswa yang akan
mempresentasikan bacaanya. Lalu bacaan tersebut akan dibahas dan di
diskusikan. Bagi siswa yang ingin menanggapi akan menanyakan langsung
tentang tema yang akan dibahas bahkan memberikan kritik terhadap
presentasi yang ditampilkan.(wawancara dengan KM, 10 April 2015)
Ada beberapa karakter yang terbentuk aspek hidden curriculum yang
dapat diambil dari kegiatan reading habit yang dapat menghasilkan karakter.
Pertama, tumbuhnya karakter percaya diri dengan artikel yang akan
diprensentasikan. Sikap percaya diri akan tumbuh dengan sendirinya dengan
terbiasa tampil didepan temannya. Untuk memberikan hasil yang terbaik
dalam memaparkan materi yang akan dipresentasikan siswa akan sering
101

berlatih sebelum menampilkan artikel yang akan dipresentasikan. Dengan


sering berlatih peserta didik akan terbiasa dengan membaca buku. Kemudian,
kebiasaan membaca buku akan menghasilkan minat. Minat inilah yang akan
menjadikan siswa terbiasa dengan membaca. Menurut Slameto (2003: 180),
"minat adalah rasa suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktifitas,
tanpa ada yang menyuruh. Kegiatan yang diminati sesorang diperhatikan
terus-menerus yang disertai dengan rasa senang".
Kedua, tumbuhnya sikap mandiri dari peserta didik. Penugasan
reading habit oleh guru dibuat oleh masing-masing peserta didik. Karena
reading habit merupakan tugas individual. Maka dari itu siswa akan terbiasa
mengerjakan tugasnya tanpa bantuan dari orang lain atau temannya. Ketika
mempresentasikan artikelnya siswa tidak dibantu dengan siapapun. Siswa
harus mencari sendiri jawaban dari pertanyaan atau kritikan dari temannya.
Ketiga, tumbuhnya karakter tanggung jawab dari peserta didik. Sikap
ini tumbuh dengan sendirinya akan rasa tanggung jawab yang dilaksanakan
untuk mempertanggungjawabkan setiap tugas yang dikerjakannya. Peserta
didik akan merasa malu dalam dirinya dan dengan temannya ketika tugas
yang diberikan tidak selesai dikerjakan. Peserta didik juga harus
bertanggungjawab atas presentasinya dari buku yang dibacanya.

D. Kegiatan Ekstrakurikuler dalam Aspek Hidden Curriculum


Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh
sekolah dalam mengembangkan kreatifitas siswa di luar jam pelajaran.
Kegiatan Kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan di sekolah diharapkan
bisa mengembangkan ide-ide dari siswa yang mana ide tersebut saat
mengikuti pelajaran belum optimal diaktualisasikan. Dengan adanya kegiatan
ekstrakurikuler dapat mengembangkan dan membina kemampuan yang
dimiliki siswa agar berkembang secara optimal.
Terlebih lagi dalam kegiatan ekstrakurikuler terdapat beberapa aspek
hidden curriculum yang menjadi faktor pengembang karakter siswa,
setidaknya kegiatan ekstrakukiler ini mendukung program-program yang
diberikan dari sekolah dalam ruang lingkup tujuan pendidikan. Menurut
Suryosubroto (1996:271) kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan
di luar jam struktur program dilaksanakan di luar jam pelajaran biasa, agar
bisa memperkaya dan memperdalam wawasan pengetahuan dan kemampuan
siswa.
102

Umam (2013:93) menjelaskan Kegiatan ektrakurikuler tidak hanya


bermanfaat bagi pelajar dalam mengisi waktu luang tetapi juga ditujukan
untuk pembentukan prilaku sosial seperti kerjasama, kemurahan hati,
persaingan, empati, sikap tidak mementingkan diri sendiri, sikap ramah,
memimpin dan mempertahankan diri. Pembentukan prilakusosial terbentuk
seirama dengan proses pertumbuhan dan perkembangannya.
Dalam mencapai keberhasilan dalam membentuk karakter sangat
membutuhkan sekali kegiatan ekstrakurikuler. Karena pembelajaran saat di
dalam kelas hanya sekedar mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga karakter
yang ingin dibentuk kurang optimal. Walaupun sebenarnya kurikulum 2013
sudah mengarahkan setiap kompetensi ke dalam komponen karakter. Namun
pergantian kurikulum 2013 kembali menjadi kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) membuat banyak pihak yang menyanyangkan. Bahkan
dari itu, banyak juga pihak yang setuju akan keputusan itu. Sehingga kegiatan
ekstrakurikuler penting untuk dilaksanakan untuk mengoptimalisasikan
karakter peserta didik.
Murni (2009) mengatakan bahawa Pelaksanaan kurikulum
tersembunyi dalam KTSP dapat digolongkan dalam aktivitas pengembangan
diri yang pelaksanaannya tidak terprogram. Dalam panduan KTSP untuk
pengembangan diri tentang bentuk-bentuk pelaksanaan pengembangan diri.
Dinyatakan bahwa bentuk-bentuk pelaksanaan pengembangan diri mencakup
dua cara. Pertama, Kegiatan pengembangan diri yang terprogram dan
dilaksanakan dengan perencanaan khusus dengan waktu tertentu untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik baik secara kognitif, afektif, dan
psikomotorik individual maupun kelompok melalui penyelenggaraan yang
dilaksanakan berbentuk layanan dan kegiatan pendukung konseling, dan
kegiatan ekstra kurikuler.
Kedua, Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram secara
khusus yang dapat dilaksanakan sebagai berikut : kegiatan rutin, yaitu
kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara bendera, senam, ibadah
khusus keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan
kesehatan diri; kegiatan spontan, adalah kegiatan yang tidak terjadwal dalam
kejadian khusus seperti: pembentukan perilaku memberi salam, membuang
sampah pada tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran); dan
keteladan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti:
berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan
atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.
103

Banyak pelaksanaan kegiatan yang dilakukan di Madrasan Aliyah


Pembangunan baik yang bersifat ekstrakurikuler, intrakulikuler dan ko-
kulikuler secara ekspilisit terintegrasi ke dalam aspek hidden curriculum.
Madrasah Aliyah Pembagnunan yang menjadikan akhlak atau karakter
sebagai pilar keunggulan dapat menjadikan aspek hidden curriculum sebagai
faktor pendukung kurikulum formal dan dapat mengoptimalkan tujuan
pendidikan yang ingin dicapai Madrasah Aliyah Pembangunan.
Kualitas lulusan sekolah atau madrasah dituntut untuk memenuhi
standar kompetensi dunia kerja. Salah satunya, selain mampu menguasai
materi pelajaran, siswa harus dapat berinteraksi dan aktif dalam hubungan
sosial. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu alat pengenalan siswa
pada hubungan sosial. Di dalamnya terdapat pendidikan pengenalan diri dan
pengembangan kemampuan selain pemahaman materi pelajaran. Melalui
kegiatan ekstrakurikuler ini siswa akan memiliki keterampilan untuk bekal
bersosialisasi dengan kehidupan masyarakat.
Dalam kegiatan ekstrakurikuler di Madrasah Aliyah Pembangunan
memiliki target pencapaian prestasi dalam bidang seni maupun bidang
olahraga. Prestasi yang harus dicapai adalah harus menang dalam berbagai
kegiatan ekskul. Seandainya pencapain prestasi selama satu tahun tidak
memiliki prestasi yang membanggakan maka pelatih dan peserta didik harus
di evaluasi kembali untuk melihat dimana kekurangannya.(WKM, 22 juni
2015)

1. Kegiatan Ekstrakurikuler Pada Bidang Seni


Seni dalam kamus besar bahasa indonesia (2008: 1037), mempunyai
arti kecil dan halus, karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa.
Menurut Prestisa (2013:3) "kesenian adalah segala sesuatu yang mengenai
atau berkaitan dengan seni. Seni mengarah pada suatu tujuan, yaitu
mengungkapkan perasaan manusia. Hal tersebut berkaitan dengan apa yang
dialami oleh seorang seniman atau pelaku seni ketika menciptakan suatu
karya seni".
Kegiatan yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Pembangunan
adalah kegiatan seni yang dapat mengembangkan bakat dan minat peserta
didik. Ada beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam beberapa bidang.
Pertama, pentas seni adalah sebuah pertunjukkan sebuah karya seni yang
ditampilkan oleh siswa-siswi Madrasah dalam kegiatan yang dilakukan pada
setiap hari senin. Siswa bebas menunjukkan bakat atau talenta yang dimiliki
104

untuk ditampilkan di depan umum di lapangan Madrasah. Kegiatan ini bisa


ditampilkan sendirian maupun kelompok. Dalam pentas seni biasanya semua
warga sekolah berkumpul di lapangan. Kepala sekolah, guru-guru, staf tata
usaha, dan karyawan berkumpul duduk bersama di atas karpet yang telah
disediakan.
Pentas seni ini bukan hanya menampilkan seni musik saja melainkan
talenta beatbox, pidato bahasa inggris, dan musik band. Semua orang terhibur
dalam pementasan pentas seni ini. Dapat terlihat bahwa keseriusan peserta
didik membawakan setiap talenta yang dimilikinya dengan penghayatan dan
pendalaman karakter. Demikian juga para pendengar dan penonton yang
hanyut dalam pentas tersebut. Sepertinya pentas seni tersebut memberikan
magnet yang mendalam dalam setiap peserta didik.

Gambar 4.1: Kegiatan Persiapan Pentas Seni.


Kedua, Musikalisasi Puisi adalah kegiatan ekstrakurikuler yang
berbentuk pelatihan puisi yang diiringi dengan musik. Musik yang
mengiringi puisi biasanya disesuaikan dengan puisi yang akan ditampilkan
105

atau dibawakan. Musikalisasi puisi ini dilaksanakan dalam bentuk pelatihan


yang diadakan seminggu sekali setiap kamis selesai shalat ashar sekitar jam
16.00 sore. Pelatihan musikalisasi puisi ini dilatih oleh seorang guru yang
dipanggil dari luar yang mahir di bidang seni.
Ketiga, Marawis adalah kegiatan ekstrakurikuler yang berbentuk
pertunjukan dari salah satu jenis "band tepuk" dengan perkusi sebagai alat
musik utamanya. Kegiatan marawis ini dilaksanakan pada setiap hari jumat
tepatnya selesai shalat jumat. Pelatihan marawis ini dilatih oleh seorang guru.
Ekatrakulikuler marawis ini terdiri dari kelas X-XII baik dari laki-laki
maupun wanita. Marawis ini biasanya membawakan lagu-lagu yang
bertemakan islami.
Dari beberapa kegiatan ekstrakurikuler pada bidang seni yang
dilaksanakan di Madrasah Aliyah Pembangunan terlihat dari aspek hidden
curriculum yang membentuk karakter. Kegiatan ekstrakurikuler pada bidang
seni menjadikan siswa pribadi yang bertanggungjawab, disiplin, cinta akan
bidang kesenian. Pribadi pelatih yang tegas, disiplin dalam melatih peserta
didik dalam kegiatan ekstrakurikuler ternyata berimbas kepada karakter
peserta didik itu sendiri. Berdasarkan wawancara dari salah satu peserta didik
di Madrasah Aliyah Pembangunan mengatakan bahwa dia mengalami
perubahan karakter dari sebelum mengikuti ekstrakurikuler. Berikut petikan
wawancaranya.
"ketika saya mengikuti kegiatan eksrakulikuler saya lebih
bertanggungjawab dalam segala hal terutama dalam membagi waktu.
Karena kami setiap orang harus bisa mengatur jadwal ekskul untuk
pelatih. Adanya kepengurusan di dalam ekskul musikalisasi puisi
membuat saya lebih disiplin".(wawancara dengan PD, 10 juni 2015)
Aspek hidden curriculum dari ekskulikuler bidang seni
memperlihatkan karakter dari peserta didik. Peserta didik lebih percaya diri
ketika melihat temannya tampil dalam membawakan beberapa kesenian.
Peserta didik lebih cendrung meniru penampilan temannya yang
membawakan penampilan dengan sangat bagus. Sehingga dirinya tidak mau
kurang dari temannya. Karena penampilan kesenian ini berdasarkan kelas
masing-masing. Adanya persaingan antara masing-masing kelas menjadikan
siswa lebih baik. Untuk itu siswa harus percaya diri dan bekerja keras untuk
menyiapkan penampilannya.
106

2. Kegiatan Ekstrakurikuler Pada Bidang Olahraga


Ekstrakurikuler pada bidang olehraga yang dilaksanakan di Madrasah
Aliyah Pembangunan meliputi basket dan futsal. Pertama, olahraga basket
adalah olahraga kelompok yang terdiri atas dua tim beranggotakan masing-
masing lima orang yang saling bertanding mencetak point dengan
memasukkan bola ke dalam keranjang lawan yang disertai dengan peraturan-
peraturan tertentu. Permainan bola basket ini dilaksanakan dilapangan.
Terkait dengan permainan bola basket, pelatih dituntut untuk dapat mengajar
dan membimbing siswa agar dapat menguasai keterampilan bermain bola
basket dengan baik, yang pada akhirnya akan dapat mendukung pencapaian
tujuan. Penggunaan pelatihan yang efektif akan dapat meningkatkan
pencapaian keterampilan bermain bola basket secara optimal. Seorang pelatih
harus dapat mengajar yang seperti apa yang akan diterapkan dalam bermain
bola basket. Dalam hal ini pelatih harus melihat karakteristik peserta didik,
karena peserta didik memiliki karakteristik bermain bola basket yang
berbeda. Selain itu, pelatih juga harus bisa menyatukan permainan bola
basket dari beberapa pemain. Bola basket ini merupakan bagian dari
permainan dengan kerjasama tim. Agar permainan bola basket tercapai tujuan
yang diharapkan.
Kedua, olahraga futsal adalah olahraga yang dimainkan oleh lima
orang pemain dengan dua tim yang masing-masing tim harus memasukkan
bola ke gawang dengan dijaga dengan seorang kiper yang dipimpin oleh
seorang wasit. Sama halnya dengan permainan bola basket. Olahraga futsal
juga membutuhkan kerjasama tim untuk mencetak gol ke gawang lawan.
Dibutuhkan kerjasama antara pemain secara komplek untuk menguasai
jalannya permainan.
Ada beberapa aspek hidden curriculum yang dapat diambil dai ekskul
olahraga terhadap pembentukan karakter. Ekstrakurikuler futsal dan basket
merupakan olaharaga yang membutuhkan kerjasama tim. Dalam permaianan
olahraga basket dan futsal ada beberapa peraturan yang harus ditaati oleh
seluruh pemain. Dengan menaati peraturan permainan ini diharapkan semua
akan dapat menumbuhkan sikap fair play, kerjasama tim, dan sikap mau
bekerjasama dengan orang lain. Hal ini menumbuhkan karakter seperti
tanggungjawab, kejujuran, dan saling peduli. Setiap pemain sangat dilarang
bermain tidak sportif atau bermain rusuh yang dapat mencederai atau
menghancurkan jalannya permainan.
107

E. Kegiatan Rutin Berbasis Hidden Curriculum di Madrasah Aliyah


Pembangunan
Aspek hidden curriculum yang menjadi kegiatan rutin dari
pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah
Pembangunan adalah kegiatan rutinitas dan spontanitas yang dilakukan oleh
guru, kepala sekolah, dan peserta didik. Hasmawati (2013:11) menjelaskan
bahwa "kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan anak terus
menerus dan konsisten setiap saat. Karakter erat kaitannya dengan habit atau
kebiasaan yang kerap dimanifestasikan dalam tingkah laku".
Setiap harinya saat memasuki gerbang sekolah peserta didik sudah
disambut oleh kepala madrasah dan dewan guru yang sudah standby
menyambut kedatangan peserta didik akan memasuki sekolah. Kedatangan
peserta didik disambut oleh kepala madrasah dan guru dengan wajah yang
riang, semangat, dan penuh kasih sayang. Hal ini ditujukan agar siswa
nyaman akan lingkungan madrasah yang kondusif.

Gambar 4.2: Kegiatan Penyambutan Peserta Didik Pada Jam Masuk


Sekolah
Kedatangan peserta didik juga disambut dengan pembiasaan
mengucap salam apabila bertemu kepala madrasah dan guru. Kebiasaan cium
108

tangan, menyapa dan memberi salam bukanlah hal yang asing pada setiap
harinya di Madrasah Aliyah Pembangunan. Kebiasaan itu sudah berlangsung
secara berkelanjutan sehinggan peserta didik menjadi terbiasa akan sapa,
salam. Melalui kegiatan beribadah bersama atau shalat bersama, berdoa
waktu mulai dan selesai berkegiatan. Pembiasaan membuang sampahpada
tempatnya untuk membiasakan hidup bersih dan sehat. Kemandirian juga
ditanamkan dengan pembiasaan menata sepatu pada rak atau tempatnya.
Megawangi (2010:6) menjelaskan bahwa membangun karakter
peserta didik hanya bisa dilakukan apabila lingkungan di sekolah memiliki
suasana yang kondusif. Sekolah adalah tempat peserta didik belajar sambil
untuk bersenang-senang, dimana anak merasa nyaman, merasa senang di
sekolah sehingga proses belajar menjadi efektif.
Maka dari itu, madrasah harus mampu menciptakan iklim sekolah
dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan agar peserta didik merasa
nyaman saat proses belajar mengajar sehingga anak-anak semangat untuk
belajar. Kenyamanan yang dirasakan peserta didik membawa karakter
tersendiri agar karakter anak terbentuk. Tentunya madrasah menjadi tempat
yang menyenangkan bagi anak, serta menjadi lingkungan yang kondusif
untuk membangun karakter peserta didik.
Madrasah Aliyah Pembangunan sebagai lembaga pendidikan yang
memiliki motto unggul dalam bidang akhlakul karimah atau karakter tidak
terlepas dari peran seorang guru yang selalu memberikan pengaruh terhadap
peserta didik baik yang bersifat positif maupun negatif. Guru meruapakan
elemen yang sangat penting bagi perkembangan peserta didik baik secara
kognitif, afektif, psikomotorik terlebih lagi guru merupakan sumber dari
hidden curriculum, karena apa yang disampaikan oleh guru baik secara lisan,
tulisan, dan perbuatan akan menjadi model atau contoh bagi peserta didik.
Mulyani (2012:1) mengatakan bahwa
"Guru harus dapat menempatkan dirinya sebagai teladan bagi
siswanya. Teladan di sini bukan berarti bahwa guru harus menjadi
manusia sempurna yang tidak pernah salah. Guru adalah manusia
biasa yang tidak luput dari kesalahan. Tetapi guru harus berusaha
menghindari perbuatan tercela yang akan menjatuhkan harga dirinya.
Karena ia berhadapan langsung dengan mereka yang otomatis
menjadi contoh dalam berperilaku dan bertata karma dan menghargai
sesama. Hal ini sangat penting terutama untuk guru tk, dan SD
sebagai pembentuk mental pertama siswa"
109

Tugas guru amat terasa berat dalam mendidik peserta didik dalam
mencetak siswa yang unggul bukan dalam bidang kognitif saja tetapi guru
harus bisa mencetak siswa yang berakhlak mulia. Oleh karena itu, guru selalu
memberikan nasihat-nasihat dan motivasu dalam setiap kegiatan yang ada
baik dalam kegiatan proses belajar mengajar maupun pada kegiatan yang
lainnya. Pesan yang disampaikan berkaitan dengan sikap agar selalu baik
dimanapun peserta didik berada baik dalam lingkungan sekolah, keluarga,
dam masyarakat.
Madrasah Aliyah Pembangunan dalam rangka melaksanakan
kegiatan rutin untuk mencetak siswa yang berkarakter mulia. Maka kegiatan
yang dilaksanakan dapat berupa penyampaian tausiyah pidato secara
langsung maupun tidak langsung. Penyampaian tausiyah pidato atau nasehat
dan motivasi secara langsung yang diberikan pada saat proses kegiatan
belajar mengajar (KBM) atau diluar jam belajar. Penyampaian nasehat atau
motivasi tidak langsung bisa disampaikan melalui poster-poster yang
disampaikan diluar kelas.
Pertama, penyampaian secara langsung. Guru dapat menyampaikan
tausiyah pidato berupa nasehat atau motivasi pada setiap hari sekolah, di
setiap saat, dan di setiap kesempatan yang bisa dimanfaatkan oleh guru untuk
melaksanakannya. Semua guru mata pelajaran diharapkan dapat
melaksanakannya sebelum kegiatan belajar dimulai. Guru bisa bercerita
tentang kisah-kisah atau motivasi pengalaman seseorang yang dapat
merangsang motivasi belajar serta merangsang sikap siswa sehari-hari.
Secara formal kegiatan ini ini dilaksanakan pada setiap hari sekolah yaitu
pada setiap proses KBM untuk setiap mata pelajaran. Dalam setiap 5 menit
pada awal proses KBM pada semua mata pelajaran semua guru
diinstruksikan untuk menyampaikan, mengingatkan, dan mencontohkan cara
penerapannya kepada siswa-siswanya tentang nilai-nilai akhlakul karimah
yang sedang diprogramkan. Selanjutnya dalam penyampaian materi pelajaran
juga diupayakan untuk mengkaitkannya jika materi pelajaran tersebut
mengandung nilai-nilai multikultural.
Kedua, penyampaian secara tidak langsung. Poster merupakan pesan
yang disampaikan melalui symbol-simbol atau gambar yag menarik berisikan
ajakan, larangan serta nasehat-nasehat. Maiyena (2013:20) menjelaskan bawah
"Poster adalah salah satu media yang terdiri dari lambang kata atau simbol yang
sangat sederhana dan pada umumnya mengandung anjuran atau larangan".
Sedangkan menurut Menurut Sudjana (2007:51) poster merupakan kombinasi
110

visual dari rancangan yang kuat, dengan warna dan pesan dengan maksud
untuk menangkap perhatian orang tetapi cukup menanamkan gagasan yang
berate di dalam ingatannya.
Poster yang berisikan ajakan tentang pesan atau himbauan tentang
nilai-nilai kebaikan seperti perilaku jujur, berbicara dengan baik, bila
mendenganrkan pembicaraan tekun, bila berjumpa orang dia menyambut
dengan wajah ceria, dan bila berjanji ditepati. Semuanya merupakan salah
satu usaha Madrasah Aliyah Pembagunan dalam menanamkan nilai-nilai
akhlakul karimah terutama membentuk karakter siswa.
Poster-poster yang berisikan nilai-nilai kebaikan tidak hanya dipasang
di dalam kelas tetapi juga terpasang di luar kelas. Poster yang digunakan di
luar kelas berisikan tujuan untuk memotivasi siswa, sebagai ajakan,
peringatan untuk melakuka sesuatu yang positif dan menanamkan nilai-nilai
karakter. Disamping itu poster di luar kelas juga mengandung nilai
kedispilinan.
Poster ini merupakan strategi yang penting dalam menanamkan nilai-
nilai karakter baik dalam ruangan kelas maupun di luar ruang kelas. Karena
poster tidak hanya untuk menyampaikan pesan atau kesan tertentu, namun
dia mampu pula untuk mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang
yang melihatnya. Poster juga dapat merangsang perasaan peserta didik agar
senantiasa melaksanakan apa yang disampaikan melalui tulisan tersebut.
111

Gambar 4.3. Poster Penanaman Karakter Peserta didik

Berdasarkan pengalaman poster juga memiliki keberhasilan dalam


proses belajar mengajar, keberhasilan tersebut yakni tersampainya pesan atau
informasi dari seorang guru terhadap siswanya Guru yang mengajarkan mata
pelajaran akan lebih mudah menyampaikan materinya karena pesan yang
disampaikan mempunyai kesan yang lebih menarik dan menyenangkan.
Begitu juga dengan poster yang ditampikan pada dinding-dinding ruangan
baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Setiap harinya peserta didik dapat
membaca pesan yang disampaikan
Kepala Madrasah Aliyah Pembangunan mengatakan bahwa
pemasangan poster ini bertujuan agar siswa bisa melihat makna-makna yang
tersampaikan dari poster itu. Karena setiap poster memiliki isi yang berbeda-
beda, ada yang berisi tentang sanksi dan larangan dan ada juga yang
berisikan tentang nasehat. Jadi kalau ada siswa yang terlambat saya langsung
112

menyuruh siswa untuk membaca poster-poster tersebut (wawancara dengan


KM, 10 April 2015)
Pada saat yang bersamaan apabila peserta didik melanggar peraturan
tata tertib madrasah maka biasanya guru akan langsung memberitahukan
siswa untuk membaca setiap poster yang ada. Pengaruh pesan yang
disampaikan melalui poster dalam implementasi hidden curriculum memiliki
kontribusi dalam membentuk karakter. Dengan poster yang terpasang akan
memudahkan Madrasah Aliyah Pembangunan khususnya guru-guru dapat
menginternalisasikan nilai-nilai karakter yang baik.

F. Fasilitas Sekolah
Untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dalam kegiatan proses
belajar mengajar dan untuk mencapai tujuan sekolah maka Madrasah Aliyah
Pembangunan membutuhkan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana
merupakan fasilitas yang disediakan oleh setiap lembaga pendidikan yang
memiliki kontribusi yang sangat penting untuk menunjang keberlangsungan
proses belajar mengajar. Fasilitas sekolah yang baik akan mendukung
terciptanya suasana proses belajar-mengajar yang baik pula, khususnya
berbagai mata pelajaran. Fasilitas sekolah yang diimplementasikan dengan
pelayanan sekolah dalam bentuk sarana dan prasarana.
Yudi menjelaskan (2012:2-3) Sarana pendidikan adalah "semua
perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan
dalam proses pendidikan di sekolah sedangkan prasarana pendidikan adalah
semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang
pelaksanaan pelaksanaan proses pendidikan di sekolah".
Madrasah Aliyah Pembangunan telah menyediakan berbagai fasilitas
sekolah sebagai pelengkap poses pembelajaran yang dikelola dengan baik.
Berdasarkan obeservasi hampir semua sarana dan prasana dirawat dan dijaga
dengan baik serta dalam keadaan kondisi yang baik. Maka dari itu, dengan
baiknya sarana dan prasarana sekolah atau fasilitas sekolah akan mendukung
proses belajar yang nyaman dan menyenangkan. Sebagaimana ungkapan
Rosivia (2014:663) bahwa
"Pengelolaan sarana prasarana yang baik akan menunjang kelancaran
dalam proses pembelajaran sebab tersedianya sarana prasarana siap
pakai saat dibutuhkan. Pengelolaan sarana dan prasarana sangat
penting dalam dunia pendidikan, karena dengan adanya pengelolaan
yang baik maka sarana dan prasarana akan dapat di gunakan dengan
113

jangka waktu yang lebih lama, selain itu pengelolaan sarana dan
prasarana bertujuan agar tercipta suatu kondisi yang kondusif,
nyaman dan aman dalam proses pembelajaran".
Berdasarkan apa yang diungkapkan di atas bahwa ketika sarana dan
prasarana dapat mendukung aktivitas belajar peserta didik maka peserta didik
merasakan nyaman dan dapat juga meningkatkan minat dan presatasi. Karena
fasilitas sekolah memiliki peran yang sangat strategis juga dalam membentuk
perilaku sikap peserta didik. Inilah yang akan penulis telusuri dari beberapa
fasilitas sekolah yang menjadi bagian dari aspek hidden curriculum.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 pasal 42 ayat 1
dan 2 tentang standar sarana prasarana pendidikan bahwa "setiap satuan
pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, serta
perlengkapan lainnya yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran
yang teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki
prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan, ruang pendidik,
ruang tatausaha, perpustakaan, laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit
produksi, kantin, tempat olahraga, tempat ibadah, tempat bermain, dan
tempat lainnya yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan".
Adapun yang menjadi obeservasi penulis disini dibagi menjadi
beberapa fasilitas. Pertama Perpustakaan, perpustakaan Madrasah
Pembangunan UIN Jakarta adalah salah satu unit pelaksana teknis sumber
belajar bagi peserta didik, guru, dan karyawan. Untuk itu perpustakaan
mempunyai peranan yang sangat penting.(wawancara dengan GR III, 21 Juni
2015)
Menurut Darmono (2007:1) perpustakaan adalah "salah satu bentuk
organisasi sumber belajar yang menghimpun berbagai informasi dalam
bentuk buku dan bukan buku yang dapat dimanfaatkan oleh pemakai (guru,
siswa, dan masyarakat) dalam upaya mengembangkan kemampuan dan
kecakapannya."
Sedangkan dalam BSNP disebutkan (2007:8) "ruang perpustakaan
adalah ruang untuk menyimpan dan memperoleh informasi dari berbagai
jenis bahan pustaka. Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat kegiatan
peserta didik dan guru memperoleh informasi dan berbagai jenis bahan
pustaka dengan membaca, mengamati, mendengar, dan sekaligus tempat
petugas mengelola perpustakaan".
114

Perpustakaan sebagai salah satu tempat yang menyediakan sumber


belajar ternyata sangat berpengaruh terhadap prestasi, minat maupun sikap
peserta didik. Dari aktivitas yang dilakukan peserta didik dalam perpustakaan
mempengaruhi sikap seseorang. Seperti guru yang memberi tugas membaca
di perpustakaan tentang suatu tema, menceritakan kembali serta membuat
laporan. Dengan menyediakan fasilitas belajar yang menyenangkan, dan
kedekatan pustakawan dengan siswa akan membantu proses kenyamanan
belajar di perpustakaan. Hasilnya siswa diharapkan bisa menguasai sekaligus
mengembangkan mata pelajaran yang diterimanya di kelas. Selain itu
menumbuhkan dan mengembangkan kecintaan peserta didik terhadap bacaan.
Seiring berjalannya proses belajar yang dilakukan peserta didik di
perpustakaan akan memperkaya pengalaman belajar serta menanamkan
kebiasaan belajar mandiri dan bertanggungjawab atas tugas yang diberikan
kepada siswa. Pengaruh yang diberikan seorang pustakawan terhadap peserta
didik memberikan dampak secara psikologis. Misalkan keramahan pelayanan
pustakawan dalam melayani peserta didik membuat siswa menjadi senang
dalam mengunjungi perpustakaan. Ketika peserta didik dalam keadaan
senang maka siswa akan patuh atas larangan pustakawan. Seperti merapikan
kembali buku yang diabaca serta meletakkan sepatu ke rak sebelum
memasuki ruangan perpustakaan.

G. Nilai-nilai Karakter melalui Hidden Curriculum


Kegiatan yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Pembangunan sudah
mengarahkan peserta didik ke dalam nilai-nilai karakter positif. Melalui
aspek hidden curriculum diharapkan karakter yang belum optimal bisa
dikembangkan lagi secara optimal. Karakter atau akhlak yang menjadi pilar
unggulan di Madrasah Aliyah Pembangunan selama ini masih dirasakan
belum terlaksana seacara maksimal.
Nilai-nilai yang terbentuk merupakan proses dari interaksi seseorang
dengan individual maupun kelompok. Interaksi yang terjalin akan
membangun perilaku yang bersifat negatif atau positif. Maka dari itu,
lembaga pendidikan hendaknya dapat membangun nilai-nilai yang bersifat
positif. Agar terbentuk nilai-nilai humanis dari lembaga pendidikan maka,
Krathwohl (1964:112) membagi proses pembentukan (dan pengembangan)
nilai-nilai pada anak didik itu ada lima tahap.
115

1. Receiving (menyimak dan menerima). Dalam hal ini anak menerima


secara aktif, artinya anak telah memilih untuk kemudiaj menerima nilai.
Jadi pada tahap ini anak baru menerima saja.
2. Responding (menanggapi). Pada tahap ini anak sudah mulai bersedia
menerima dan menanggapi secara aktif. Dalam hal ini ada tiga tahapan
sendiri, yakni manut (menurut), bersedia menaggapi, dan puas dalam
menaggapi.
3. Valuing (memberi nilai), pada tahap ini anak sudah mulai mampu
membangun persepsi dan kepercayaan terkait dengan nilai yang diterima.
Pada tahap ini ada tiga tingkatan yakni : percaya terhadap nilai yang
diterima, merasa terikat dengan nilai dipercayai, dan memiliki keterkaitan
batin dengan nilai yang diterima.
4. Organization, dimana anak mulai mengatur sistem nilai yang ia terima
untuk ditata dalam dirinya dalam konteks perilaku.
Characterization, atau karakterisasi nilai yang ditandai dengan
ketidakpuasan seseorang untuk mengorganisir sistem nilai yang diyakininya
dalam hidupnya yang serba mapan, ajek, dan konsisten. Semakin terbiasa
peserta didik dengan kegiatan-kegiatan positif, maka akan terbentuk karakter
yang positif pula dan sebaliknya semakin terbiasa peserta didik melakukan
kegiatan-kegiatan yang bersifat negatif maka akan terbentuk karakter yang
negatif pula. Dibawah ini akan diuraikan nilai-nilai karakter yang terbentuk
dari proses aspek hidden curriculum sebagai berikut :

1. Kejujuran
Nilai-nilai kejujuran yang terbentuk melalui aspek hidden curriculum
bukanlah hal yang dilakukan dengan mudah. Perlu ada sebuah rangsangan
dan pembiasaan dalam mewujudkannya. Perilaku yang ditampilkan oleh
peserta didik menjadikannya sebuah karakter tersendiri dalam menilai dan
menerima sikap seseorang. Sikap ada yang memiliki pengaruh positif dan
negatif kepada orang lain. Sikap jujur yang dimiliki seseorang dapat juga
mempengaruhi orang banyak pula. Sikap jujur akan terbiasa dilakukan dan
terbentuk apabila sudah ditanamkan nilai-nilai kejujuran sejak dini.
Jujur, yakni sikap dan perilaku yang menceminkan kesatuan antara
pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui apa yang benar,
mengatakan yang benar, dan melakukan yang benar) sehingga menjadikan
orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya. Kesuma
116

(2011:16) menjelaskan kata jujur sering dimaknai dengan Adanya kesamaan


antara realitas yang ada dengan ucapan, dalam kata lain Apa adanya.
Menanamkan nilai kejujuran kepada peserta didik merupakan hal
yang mudah dilakukan namun sangat sulit dilakukan oleh peserta didik..
Peserta didik sering melakukan hal-hal yang tidak jujur yang menjadi hal
yang biasa dilakukan. Di lembaga pendidikan, perilaku tidak jujur banyak
dilakukan oleh peserta didik di sekolah, mulai dari siswa yang menyontek,
alasan tidak masuk kelas, sering telat masuk kelas, alasan tidak mengerjakan
PR.
Implementasi nilai-nilai kejujuran pada peserta didik terlihat ketika
adanya koperasi kejujuran. Koperasi kejujuran adalah sebuah koperasi yang
mengelola jual-beli yang diorganisir oleh dewan guru untuk melayani peserta
didik. Peserta didik dibebaskan mengambil barang yang dibelinya dengan
tidak diawasi atau dijaga oleh penjualnya. Setiap harga barang yang di jual
sudah diberi kode harganya masing-masing. Peserta didik hanya menghitung
sendiri berapa banyak barang yang dibeli. Berdasarkan siswa yang di
wawancarai, siswa akan malu jika terlihat temannya yang tidak jujur ketika
mengambil barang yang dibeli tidak di bayar. Hal ini dapat diketahui dari
jumlah barang yang dijual (wawancara dengan PD, 10 juni 2015)
Pemilik kantin yang ada di Madrasah mengatakan bahwa tingkat
kejujuran dari peserta didik sudah bagus. Hal ini terlihat dari penuturan sang
pemilik kantin yang menuturkan bahwa hanya 1, 2 orang lebih yang
mengambil jajanan tetapi tidak membayarnya. Jikalau pemilik kantin
mengetehui siswa yang tidak membayar maka pemilik kantin langsung
memperingati siswa tersebut. Dengan syarat tidak mengulangi perbuatannya
lagi (wawancara dengan PK, 29 Juli 2015)
Selain koperasi kejujuran ada juga kantin yang berjualan dibelakang
gedung madrasah yang menjual berbagai jenis makanan dan minuman.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik kantin bahwa pemilik kantin
mengatakan peserta didik tidak pernah mencuri atau mengambil makanan
tanpa membayarnya. Setiap makanan dan minuman yang dibeli harus
langsung dibayar. Jika ada siswa yang tidak membayar atau lupa biasanya
pemilik kantin langsung mengetahuinya.
Hal lain yang dapat terlihat dari kejujuran peserta didik adalah ketika
sedang ulangan ujian harian maupun ujian semesteran. Dapat diamati bahwa
setiap peserta didik melaksanakan ujian hampir tidak ada siswa yang
mencontek. Semuanya percaya diri mengerjakan soal yang diberikan oleh
117

guru. Walaupun sebenarnya ada beberapa siswa yang mencontek tapi tidak
terlalu banyak. Hal ini membuktikan nilai-nilai kejujuran yang dimiliki
peserta didik lebih besar terealisasikan melalui hidden curriculum. Setiap
ulangan diadakan guru mata pelajaran selalu mengawasi siswa yang sedang
ujian, namun hal ini tidak menjadi faktor untuk menjadikan alasan siswa
takut kalau ketahuan guru karena mencontek. Saat guru diluar kelas suasana
kelas cukup kondusif tidak ada kebisingan atau usaha mencontek yang
dilakukan oleh siswa.
Hal lain yang dapat dilihat dari sikap kejujuran siswa adalah ketika
siswa terlambat pada jam masuk sekolah. Guru yang piket selalu bertanya
apa alasan siswa terlambat. Siswa berkata jujur apa adanya sesuai apa yang
dialaminya. Dari beberapa alasan siswa terlambat karena faktor lokasi rumah
yang cukup jauh dan macet. Untuk mengetahui alasan siswa terlambat guru
juga melibatkan orang tua wali untuk mengetahui perihal kebenaran alasan
mengapa siswa terlambat.
Apa yang telah dikemukan di atas sebenarnya sebagai dampak dari
hidden curriculum yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Pembangunan.
Hidden curriculum bukan menjadi faktor satu-satunya yang menjadikan
siswa bersikap jujur, namun keberadaan hidden curriculum menjadi factor
pendukung suksesnya sikap kejujuran yang dimiliki oleh peserta didik..
Hampir seluruh kegiatan di madrasah melakukan usaha nyata untuk
menumbuhkan sikap kejujuran siswa untuk cinta kepada kejujuran. Salah
satunya adalah dengan memasang poster di setiap gedung madrasah yang
berisikan tentang arti kejujuran. Di kalangan siswa budaya kejujuran sudah
hampir punah yang ada budaya yang tumbuh subur adalah budaya nyontek,
budaya plagiat. Oleh karena itu madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam
hendaknya melakukan reorientasi pendidikan menuju nilai-nilai yang Islami
dalam mengembangan nilai-nilai karakter.

2. Tanggung jawab
Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri
sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara, maupun agama. Paningkat
Siburian (2012:15) menjelaskan pendidikan karakter dapat diintegrasikan
kedalam mata (mata pelajaran) keahlian berbentuk kurikulum yang tidak
terlihat secara eksplisit, pembiasaan kehidupan peserta didik dalam satuan
pendidikan, integrasi dalam kegiatan ekstrakurikuler (dalam kegiatan
118

penalaran, bakat dan minat, kegemaran, kesejahteraan dan lainlainnya),


pembiasaan kehidupan di rumah, pembiasaan kehidupan di lingkungan
masyarakat.
Salah satu pembentukan karakter tanggung jawab dari aspek hidden
curriculum adalah melalui kegiatan ekstrakurikuler. Jumlah maksimal
kegiatan ekstrakurikuler yang beleh diikuti oleh peserta didik adalah dua
jenis. Misalkan ekstrakurikuler basket, peserta didik merasa lebih senang
dengan olahraga basket. Pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas
lebih cendrung mengarahkan peserta didik kepada teori-teori saja. Siswa
merasa senang apabila belajar sambil bermain dan berolahraga. Di dalam
olahraga basket tidak hanya mengajarkan olahraga semata tetapi lebih
cendrung mengajarkan peserta didik dalam nilai-nilai tanggung jawab.
Seperti, sebelum kegiatan basket dimulai peserta didik harus mengawali
dengan pemanasan. Setelah itu pemanasan tersebut dipimpin seorang ketua
dengan mengawali berbagai gerakan. Setiap siswa yang mengalami
kesalahan merupakan tanggung jawab ketuanya. Sebagai anggota juga harus
bertanggung jawab penuh kepada ketua dalam mengisi absen. Berdasarkan
observasi pelatih selalu memberikan motivasi dan nasehat kepada peserta
didik tentang nilai-nilai tanggung jawab. Tidak hanya nilai karakter tanggung
jawab tetapi nilai karakter disiplin, tolong-menolong, dan kerja sama.
Dalam proses pembelajaran di kelas juga terdapat nilai karakter
tanggung jawab yang dapat ditelusuri melalui aspek hidden curriculum.
Bentuk pekerja rumah (PR) merupakan bentuk pelaksanaan yang wajib
dikerjakan peserta didik di dalam mengerjakan tugas-tugas mata pelajaran
yang diberikan oleh guru. Tugas yang diberikan harus dikerjakan di rumah
tidak boleh dikerjakan pada saat di sekolah. Tujuannya adalah agar siswa
bertanggung jawab atas tugas yang dibebankan kepadanya dan mengulangi
mata pelajaran yang sudah dipelajari (wawancara dengan GR I, 10 juni
2015).
Dalam proses pembelajaran sikap tanggung jawab dapat ditunjukan
dengan cara mengerjakan tugas sesuai yang telah ditentukan, berperan aktif
dalam kelompok dan berani menanggung resiko atas perbuatan yang telah
dilakukanya. Termasuk keterlambatan yang dilakukan oleh siswa. Siswa
harus bertanggung jawab atas perbuatannya dengan menghapal ayat-ayat
pendek dari surat Al-Quran dan bertanggung jawab atas semua kesalahan
yang diperbuat oleh peserta didik.
119

3. Toleransi
Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan
terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis,
pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan
terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut.
Ending (2009:90) menjelaskan bahwa dalam lingkungan sekolah
sikap toleransi dan kebersamaan menjadi salah satu filar yang penting dan
mendasar untuk dikembangkan. Sekolah disepakati sebagai bentuk sistem
sosial yang di dalamnya terdiri dari komponen-komponen masyarakat
sekolah dengan berbagai latar, ekonomi, lingkungan keluarga, kebiasaan-
kebiasaan, agama bahkan keinginan, cita-cita dan minat yang berbeda.
Sikap toleransi yang diperlihatkan peserta didik dalam kesehariannya
adalah tidak adanya perbedaan antara mereka dari latar belakang kedua orang
tua. Bisa dikatakan bahwa peserta didik di Madrasah Aliyah Pembangunan
memiliki kedua orang tua yang ekonominya menengah ke atas. Berdasarkan
observasi penulis bahwa hampir rata-rata orang tua memiliki mobil ketika
mengantarkan anaknya ke sekolah dan ada juga peserta didik yang membawa
motor atau mobil sebagai kendaraan transportasi ke sekolah. Namun ada juga
siswa yang berlatar belakang dari keluarga ekonomi menengah ke bawah.
Ada hal yang menarik dari semua ini adalah mereka menjalin peretemanan
tidak berdasarkan ras, suku, harta, dan kepintaran. Interaksi yang terjalin
antara sesama peserta didik membuat mereka menjadi akrab satu sama lain.
Tidak ada perbedaan yang mencolok bagi peserta didik dari latar
belakang yang berbeda baik dari latar belakang ekonomi, ras, suku, adat, dan
minat. Hal yang menarik adalah perbedaan minat dalam satu kelas pasti
berbeda-beda. Namun itu semua tidak mengurangi keakraban mereka untuk
saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Peserta didik saling
melengkapi kekurangan yang dimiliki dalam satu kelasnya.
Hal lain yang dapat terlihat dari sikap toleransi peserta didik adalah
ketika guru memberikan tugas kerjasama atau makalah kelompok yang akan
di diskusikan. Tema makalah yang akan di diskusikan akan dipresentasikan
dan dibahas. Selanjutnya siswa akan dipersilahkan bertanya tentang apa yang
telah dipresentasikan temannya. Selain bertanya siswa juga diperbolehkan
untuk memberikan kritikan dan saran untuk kekurangan makalahnya. Namun
ada hal yang menarik ketika berdiskusi, yakni terjadi perbedaan pendapat
tentang makalah yang dipresentasikan. Perbedaan pendapat itu tidak lantas
120

menjadikan perpecahan antara peserta didik. Hal itu menjadi motivasi bagi
siswa untuk lebih mengetahui lagi tentang tema yang didiskusikan.
Selain itu dalam kegiatan pembelajaran guru juga sering membagi
siswa dalam kelompok-kelompok belajar dengan model pembelajaran
kooperatif. Dengan berkelompok siswa diharapkan dapat saling bekerja sama
dan bertukar pikiran dalam mempelajari suatu materi. Namun kebiasaan
berkelompok tersebut dapat berakibat negatif apabila guru tidak mampu
mengelolanya secara tepat. Hal tersebut dapat terjadi apabila siswa dibiarkan
memilih anggota kelompoknya sendiri. Mereka cenderung akan memilih
teman-teman terdekatnya. Hal ini akan mengakibatkan pergaulan mereka
terbatas pada orang-orang tertentu saja.
Untuk itu guru menyikapi persoalan dengan cara membagi kelompok
secara heterogen. Tiap-tiap kelompok harus terdiri dari beberapa siswa yang
memiliki latar belakang berbeda, tingkat pengetahuan berbeda, tingkat
ekonomi berbeda. Oleh karena itu, kekurangan dari masing-masing kelompok
dapat saling membantu dalam mencapai tujuan bersama. Dengan demikian
setiap individu tidak akan ada yang merasa paling hebat dan meremehkan
orang lain.
Apa yang di deskripsikan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap
toleransi siswa yang dapat dilihat adalah siswa mampu menghargai pendapat
orang lain, Siswa tidak memotong pembicaraan orang lain selama proses
diskusi, Siswa tidak memaksakan pendapatnya kepada orang lain, Siswa
mampu menerima dengan lapang dada apabila dirinya salah, Siswa mampu
mengutarakan pendapat dengan sopan, Siswa tidak menyinggung perasaan
orang baik dalam perkataan maupun perbuatan. Hal tersebut dimaksudkan
agar siswa lebih bisa menerima dan menghargai perbedaan-perbedaan dalam
kelompoknya. Siswa akan menyadari bahwa setiap orang memiliki kelebihan
dan kekurangan masing-masing.

4. Disiplin
Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala
bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku. Disiplin yang terbentuk dari
peraturan yang dibuat di Madrasah Aliyah Pembangunan merupakan
penanaman pembiasaan untuk menaati peraturan yang ada.
Wuryandani dkk (2014:177) menjelaskan karakter disiplin
merupakan sistem nilai terpola yang dimiliki oleh sekolah. Untuk memelihara
agar pola nilai kedisiplinan tetap terpelihara dalam diri setiap anggota
121

komunitas sekolah perlu dilakukan sosialisasi dan internalisasi. Untuk


mensosialisasikan hal tersebut Madrasah Aliyah Pembangunan menggunakan
fasilitas sekolah sebagai alat untuk mengkampanyekan karakter disipilin.
Pertama, melalui adanya disediakan rak sepatu yang berfungsi
sebagai wadah untuk meletakkan sepatu di masing-masing depan kelas agar
peserta didik membiasakan meletakkan sepatu dengan rapi pada rak yang
telah disiapkan. Kedua, disediakannya tempat sampah yang berfungsi untuk
mendisiplinkan siswa agar membuang sampah pada tempatnya sesuai dengan
jenis sampahnya pada tempat yang telah disediakan. Ketiga, adanya poster
yang memberikan pesan-pesan afektif yang berfungsi untuk selalu memberi
kesempatan kepada siswa agar selalu membaca beberapa pesan tentang
kedisiplinan. Keempat, adanya aturan aktif tentang jam masuk sekolah bagi
peserta didik. peserta didik masuk dan hadir di sekolah 5 menit sebelum bel
tanda masuk kelas berbunyi. Kegiatan belajar mengajar dimulai pada pukul
07.00 sampai dengan selesai.
Pagi-pagi sekali kepala madrasah sudah berada di depan pintu
gerbang berdiri untuk menunggu peserta didik berdatangan ke madrasah.
Terlihat peserta didik menegur, sapa, salam dan mencium tangan kepala
madrasah dan guru. Sesekali kepala madrasah menegur bagi siswa yang
melanggar aturan dengan menindak lanjuti siswa sesuai dengan kesalahannya
Untuk membiasakan peserta didik menjadi disiplin, kepala madrasah
dan dewan guru setiap pagi sudah berada di depan gerbang sebelum peserta
didik masuk gerbang. Peserta didik bergantian dan mengantri untuk
bersalam dengan kepala madrasah dan dewan guru. Agar peserta didik
terbentuk karakter disiplin maka harus dimulai dari peneladanan dari seorang
guru atau kepala madrasah. Itulah beberapa hal yang perlu dipersiapkan guru
untuk menciptakan lingkungan kelas yang kondusif bagi siswa dalam
berperilaku disiplin.
Disamping penanaman nilai kedisiplinan melalui peraturan yang
dibuat, madrasah juga menerapkan aturan yang tegas, misalnya ketika bel
sudah berbunyi masuk jam 07.00 maka pintu gerbang akan ditutup. Maka
dari itu peserta didik yang terlambat dari jam itu harus menghadap guru piket
dan dicatat namanya dibuku catatan siswa terlambat jika ada yang terlambat
sampai sekolah maka harus menghapal ayat-ayat pendek yang ada di buku
hapalan. Selain itu, poster tentang kedisiplinan waktu juga terpasang di area
sekolah dengan tujuan pembelajaran tidak hanya terbatas di dalam kelas saja
122

melainkan dilingkungan sekolah dapat dijadikan sarana siswa dalam belajar


terutama dalam menanamkan sikap disiplin.
Disipilin waktu yang dicontohkan oleh guru ketika dalam proses
mengajar seperti guru hadir tepat waktu ketika mengajar merupakan hal yang
sangat berpengaruh terhadap karakter siswa dalam belajar. Hal ini ternyata
menjadi contoh suri tauladan bagi setiap siswanya dengan selalu tepat waktu
masuk ke dalam kelas pada proses belajar, maka dengan demikian setiap
siswa akan termotivasi untuk dapat belajar lebih giat lagi. Kalau setiap guru
tidak disiplin waktu dalam mengajar atau selalu terlambat, maka bagaimana
guru itu dapat menjadi suri tauladan bagi setiap siswanya. Kalau guru sudah
dapat disiplin dalam hal mengajar, maka siswanya akan termotivasi dengan
baik dan akhirnya karakter disiplin yang akan terbentuk, tetapi sebaliknya
jika guru tidak disiplin waktu dalam mengajar mungkin siswanya malas
untuk mengikuti pelajaran, maka hasilnyapun akan jelek. Selain itu tugas
rumah yang diberikan oleh guru selalu tepat waktu dikerjakan dirumah dan
selesai ketika berada di sekolah.
Dari paparan di atas dapat diambil contoh disiplin dari peserta didik
adalah 1)tidak terlambat pada jam masuk ke sekolah, walaupun sebagian
masih saja ada siswa yang terlambat. Namun itu semua tidak terlalu
signifikasn banyak siswa yang terlambat. 2) melaksanakan jadwal tugas
secara bergantian, seperti bertugas sebagai imam, pembawa tausiyah, dan
bertugas sebagai MC, (3) membuang sampah yang berserakan pada tempat
sampah, (4) tidak membuat kebisingan di kelas, (5) memakai pakaian yang
rapi, serta menaati segala peraturan-peraturan di madrasah.

5. Religius
Religius, yakni ketaatan dan kepatuahan dalam memahami dan
melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, termasuk
dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama (aliran
kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan berdampingan. Adanya sikap
religious yang dihasilkan dari pengalaman seseorang dalam berinteraksi
dengan Tuhan agar senantiasa dekat dan menjauhkan diri dari hawa nafsu.
Nasrullah (2012:19) mengatakan bahwa "upaya pembentukan moral
anak atau karakter dapat dilakukan dengan melalui penciptaan lingkungan
sosio religius di sekolah". Menciptakan iklim kehidupan religius yang di
dalamnya berkembang suatu landasan kehidupan yang diwujudkan melalui
keterampilan ibadah anak di sekolah. Untuk menciptakan sosio religious di
123

sekolah seperti yang diharapkan umat Islam pada umumnya, memerlukan


sebuah model lembaga pendidikan Islam yang kreatif dan inovatif dengan
perubahan zaman.. Menurut Arifin dalam mujtahid (2011), ada tiga dimensi
pengembangan pendidikan Islam kaitannya dengan pengembangan eksistesi
manusia.
Pertama, dimensi kehidupan duniawi yang mendorong manusia
sebagai hamba Allah (abdullah) untuk mengembangkan dirinya dalam ilmu
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang mendasari kehidupan yaitu
nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam yang mampu melahirkan sosok generasi
yang memiliki keluasan ilmu dan keterampilan profesional. Ilmu dan
keterampilannya mampu mendekatkan diri kepada Allah sebagai kreator
(pencipta) yang menuntun dan memberikan kemampuan fisik dan psikisnya.
Kedua, dimensi kehidupan ukhrawi yang mendorong manusia untuk
mengembangkan dirinya dalam pola hubungan yang serasi dan seimbang
dengan Tuhannya. Pendidikan Islam menjadi tempat mengasah anak didik
agar tumbuh jiwa spiritual dan moral sebagai wujud ketaatannya kepada sang
Khaliq. Selain taat secara ritual-individual (shalat, puasa, zakat dan haji),
juga taat secara sosial (suka menolong, tidak dhalim dan tidak mengambil
hak orang lain) sebagai sebuah bukti keimanan dirinya kepada Allah.
Ketiga, dimensi kehidupan antara duniawi dan ukhrawi mendorong
manusia untuk berusaha menjadikan dirinya sebagai hamba Allah yang utuh
dan paripurna dalam ilmu pengetahuan dan keterampilan, sekaligus menjadi
pendukung serta pelaksana (pengawal) nilai-nilai agamanya. Maksudnya
adalah melahirkan sosok yang memiliki jiwa spiritual yang tinggi, keluhuran
akhlak yang mulia, bobot keilmuan yang mantap dan keahlian serta
ketrampilan profesional.
Dalam pembentukan karakter religius Madrasah Aliyah Pembangunan
mengadakan berbagai kegiatan seperti yang telah dijelaskan pada aspek
ibadah dari hidden curriculum. Kegiatan itu dilaksanakan setiap harinya dan
dibiasakan untuk melakukan shalat duha, tadarrus Al-Qur'an, Kultum, shalat
berjamaah, dan pelaksanaan shalat jumat. Hal ini semua dilaksanakan untuk
menciptakan suasana religious dari diri siswa dan agar terbiasa dengan dalam
lingkungan keluarga dan masyarakat.
Sikap religius ini juga ditampilkan dari pribadi seorang guru yang
menjadi contoh modeling untuk peserta didik. bukan saja hanya sekedar
kegiatan rutinitas semata lebih cendrung kepada niat untuk beribadah karena
124

Allah. Misalkan guru yang selalu berpakaian rapi dengan menutup aurat,
bahasa yang santun, selalu mengucapkan salam apabila bertemu.
Sikap religius yang ditunjukkan oleh peserta didik dapat dilihat ketika
berada dirumah. Siswa mengerjakan shalat 5 waktu ketika di rumah tanpa
disuruh atau diperintah lagi. Bahkan bukan hanya shalat yang wajib tetapi
shalat sunnah juga dikerjakan seperti shalat duha. Wali murid menceritakan
bahwa sebelum masuk ke madrasah siswa tidak pernah shalat duha, namun
setelah belajar di madrasah siswa semakin rajin untuk mengerjakan shalat
duha. Karena sebelumnya siswa belajar di sekolah umum yang jarang
melaksanakan shalat sunnah.
6. Mandiri
Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini
bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak
boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain. Dengan
sikap mandiri peserta didik diharapkan mau menyelesaikan tugas dan
masalahnya dengan kreativitas sendiri.
Dalam penelitia Pasani & Pramita (2014:21) menjelaskan bahwa
kemandirian merupakan karakter yang harus ada dalam diri siswa. Untuk itu
beberapa indikator karakter mandiri. Untuk melihat pelaksanaan
kemandirian peserta didik dalam proses pembelajaran dapat dilakukan
dengan indikator yang ada sebagai berikut:
1. Menjalankan instruksi dengan sebaik-baiknya selama proses
pembelajaran berlangsung.
2. Fokus, serius, dan dapat konsisten selama proses pembelajaran
berlangsung.
3. Memiliki kepercayaan diri atau keyakinan dalam menyelesaikan tugas
yang diberikan.
4. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan
potensi yang ada pada dirinya.
5. Mengerjakan/menyelesaikan sendiri tugas dan latihan yang diberikan
dengan tidak mencontek/meniru pekerjaan teman yang lain.
Apa yang dijelakan di atas sudah terlaksana di Madrasah Aliyah
Pembangunan UIN Jakarta. Terlebih lagi beberapa kelas memiliki tingkat
pembelajaran yang sangat aktif. Mereka dapat melaksankan beberapa
indikator seperti menjalankan intruksi dengan sebaik-baiknya. Peserta didik
yang sekolah di Madrasah Aliyah Pembangunan merupakan peserta didik
125

yang berasal dari lingkungan heterogen, baik berasal dari latar belakang
sosial, ekonomi, budaya, dan gaya belajar sehingga masing-masing peserta
didik memiliki cara pandang belajar yang berbeda pula dan karakter yang
dimiliki berbeda juga. Berdasarkan observasi peserta didik terbiasa mengatur
dan mengurus perlengkapan pribadinya di tempat yang sudah disediakan,
misalkan meletakkan sepatu di rak.
Sikap mandiri siswa tidak hanya terjadi pada saat di sekolah saja.
Ketika berada dirumah sikap mandiri dari siswa dapat terlihat berdasarkan
wawancara dengan salah seorang wali murid yang mengatakan bahwa anak
saya ketika dirumah selalu mengerjakan pekerjaan dengan sendiri. Berbeda
ketika anak saya belum masuk di MP, misalkan anak saya sudah bisa
memasak indomie untuk dirinya sendiri (wawancara dengan WM, 13 Juni
2015)
Dalam proses pembelajaran yang diberikan oleh guru, siswa
memperlihatkan keseriusan dalam pembelajaran. Ketika guru memberikan
tugas rumah untuk latihan, siswa mengerjakan dirumah masing-masing dan
selesai pada waktunya. Walaupun sebenarnya masih ada beberapa peserta
didik yang masih ada belum selesai mengerjakan tugasnya. Tapi hamper
secara keseluruhan siswa mengerjakan tugasnya dengan kepercayaan diri.
Pentingnya penanaman sikap mandiri dari aspek hidden curriculum
adalah agar siswa tidak bergantung kepada orang lain dalam semua bentuk
pekerjaanya. Siswa dituntut untuk paham dan mengerti atas materi yang
sudah dijarkan. Apabila siswa tidak paham dengan materi yang disampaikan
oleh guru atau menemukan kesulitan dalam kemampuannya maka siswa bisa
bertanya kepada guru atau bertanya kepada teman yang lebih paham. Jangan
berhenti bertanya sebelum paham dan guru jangan pernah berhenti
menjelaskan sebelum paham. (wawancara dengan GR I, 10 juni 2015)
Sikap mandiri siswa dapat terlihat pada saat acara penampilan pentas
seni. Sebelum penampilan pentas seni biasanya siswa selalu mempersiapkan
alat-alat untuk performance untuk menghibur sesama teman dan dewan guru.
Mereka menyiapkan alat-alat dengan sendirinya dan juga menyiapkan karpet
atau alas untuk tempat duduk bagi seluruh siswa dan guru. Semua itu
dikerjakan oleh siswa tanpa harus diperintah oleh guru.
126

7. Perduli Sesama
Kepedulian adalah "Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah dan memperbaiki penyimpangan dan kerusakan di sekitar dirinya"
(Pranowo,2013:5). Nilai karakter perduli sesama yang terjalin dalam
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Pembangunan
adalah adanya kegiatan tabungan amal saleh. Dengan adanya tabungan amal
saleh diharapkan kepada peserta didik bisa menolong sesame yang sedang
kekurangan dalam bentuk materi. Nantinya sedekah yang dikumpulkan dapat
digunakan untuk membantu orang yang kurang mampu, fakir miskin,
santunan anak yatim, dan berbagai bencana yang terjadi. Peserta didik dilatih
untuk terbiasa menyisihkan uang jajan untuk menolong sesama. Dengan
terbiasa menolong orang lain maka disinilah terbentuknya karakter perduli
sesama.
Berdasarkan penulis sikap lain yang ditunjukkan peserta didik dalam
karakter perduli sesama adalah adanya rasa empati kepada teman untuk
menolong dan membantunya, misalkan ada siswa yang membawa motor ke
sekolah dan ada juga yang tidak membawa motor. Kebiasaan sikap yang
ditunjukkan dari peserta didik ialah memberikan tumpangan kepada
temannya untuk pulang bersama-sama dengan mengendarai motor.
Sikap peduli sesama tidak hanya ditunjukkan kepada sesama manusia
tetapi bisa juga perduli kepada lingkungan. Inilah yang menjadi ciri khas dari
Madrasah Aliyah Pembangunan yakni untuk membiasakan membuang
sampah pada tempat yang telah disediakan. Apabila ada sampah yang
berserakan maka guru atau kepala sekolah langsung menegur peserta didik
dan langsung menyuruh membuang sampah yang berserakan. Walaupun
sebenarnya di Madrasah Aliyah Pembangunan sudah ada orang yang
mengurusi masalah kebersihan.
Sikap peduli sesama tidak hanya dilakukan pada saat disekolah saja
tetapi pada saat diluar sekolah. Siswa selalu memberikan sebagian uang
jajannya ketika melihat pengemis yang sedang meminta sedekah. Walaupun
sebenarnya memberikan uang kepada pengemis merupakan perbuatan yang
dilarang pemerintah. Namun hal ini menunjukkan bahwa kepedulian siswa
terhadap sesama menjadi indikator hidden curriculum yang dilaksanakan di
madrasah dapat membentuk karakter siswa. Selain itu peserta didik juga
berinisiatif untuk mencari dana buat orang-orang yang tertimpa musibah.
Mereka biasanya mencari dana dengan turun ke jalan dengan mengamen.
127

Hasil uang yang terkumpul akan disumbangkan ke orang-orang yang


tertimpa musibah.
Momen ramadhan juga dimanfaatkan oleh peserta didik di MA
Pembangunan untuk menggalang dana bantuan kepada penyandang penyakit
kanker yang dilaksanakan pada acara bazar. Mereka berinisiatif tanpa
dipandu oleh guru untuk berjualan takzil pada acara bazaar yang
dilaksanakan di Madrasah Pembangunan. Keuntungan yang mereka dapatkan
agar didonasikan kepada penderita kanker yang membutuhkan dana untuk
pengobatan. Hal ini membuktikan bahwa rasa perduli yang tertanamkan pada
diri siswa untuk menolong sesama yang kurang mampu dapat dijadikan
contoh kepada siswa lain.

Tabel. 4. 4. Bentuk-bentuk Perbuatan Nilai Karakter Peserta Didik


No. Nilai-nilai Karakter Bentuk Perbuatan
1 Kejujuran koperasi kejujuran, tidak mencontek pada saat
ulangan harian maupun ujian semesteran.
2 Tanggung Jawab mengerjakan tugas dari guru sesuai yang telah
ditentukan, berperan aktif dalam kelompok
dan berani menanggung resiko atas perbuatan
yang telah dilakukan.
3 Toleransi Perbedaan pendapat dalam berdiskusi,
4 Disiplin tidak terlambat masuk ke sekolah,
melaksanakan jadwal tugas, membuang
sampah pada tempatnya, tidak membuat
kebisingan di kelas, memakai pakaian dengan
rapi.
5 Relegius melakukan shalat duha, tadarrus Al-Qur'an,
Kultum, shalat berjamaah, dan pelaksanaan
shalat jumat,
6 Mandiri Mengerjakan semua tugas individu yang
diberikan tanpa meminta bantuan orang lain.
7 Perduli Sesama Berinisiatif menggalang dana bantuan kepada
penderita kanker, memberikan sebagian uang
saku untuk bersedekah

Beberapa nilai-nilai karakter yang tertanam dalam diri peserta didik


sudah tertanamkan melalui bentuk-bentuk perbuatan yang dilakukan, baik
dilakukan dilingkungan sekolah maupun dalam lingkungan keluarga.
Karakter peserta didik sudah menceriminkan keinginan dari Madrasah Aliyah
128

Pembangunan yakni unggul dalam bidang Ahklakul Karimah. Walaupun


masih saja ada kekurangan dalam pelaksanaannya, misalkan saja pada nilai
disiplin masih ada saja peserta didik yang masih melanggar peraturan.

Tabel 4.5. Pembentukan Karakter dalam Hidden Currulum


No. Aspek Hidden Implementasi Hidden Nilai-Nilai
Curriculum Curriculum Karakter
1. Peribadatan shalat duha, Tadarrus Al- Religius, disiplin,
quran, shalat berjamaah, bertanggungjawab
shalat jumat
2. Reading Habit Memresentasikan Artikel Tanggungjawab,
yang tugaskan oleh guru mandiri,
dan diskusikan di depan
sesama temannya
3. Tabungan Amal Dapat membrikan secara Perduli sesama,
Saleh (TAS) langsung uang yang kejujuran,
dikumpulkan dari toleransi,
sebagian uang jajan dan
merasakan
sepenanggungan dan
sependeritaan.
4. Ekstrakurikuler Pada Alunan musik yang Disiplin,
Bidang Seni menyenangkan dan tangunggjawab,
semangat serta mandiri
pertunjukkan yang
menghibur
5. Ekstrakurikuler Pada Kerja sama tim dalam Mandiri,
Bidang Olahraga sportifitas Tanggungjawab,
disiplin
6. Kegiatan Rutin 3 S (Senyum, Sapa, Perduli sesama,
Salam)
7. Fasilitas Sekolah Perpustakaan (pribadi Mandiri,
yang baik dari Tanggungjawab,
pustakawan) mandiri
Tabel 4.1. Karakter dalam Hidden Currulum
129

H. Evaluasi dan Tindak lanjut Sikap Peserta Didik


Evaluasi atau penilaian seberapa efektif hidden curriculum
membentuk karakter diukur melalui buku penghubung yang diberikan kepada
peserta didik dan diketahui oleh wali murid. Selain buku penghubung peserta
didik juga diberikan buku HC (habitual curriculum) untuk melihat sejauh
mana perkembangan perilaku peserta didik serta mengukur kebiasaan-
kebiasaan akhlakul karimah. Evaluasi dilakukan pada dasarnya bertujuan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program
Purnomo dan Munadi (2005:265) menjelaskan evaluasi adalah
"mengevaluasi hasil belajar yang tujuan utamanya adalah untuk mengetahui
sejauhmana penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang harus
dikuasai sebagaimana yang telah dirumuskan pada profil kompetensi
lulusan".
Evaluasi sikap peserta didik tidak jauh berbeda dengan evaluasi hasil
belajar. Evaluasi belajar yang dilihat adalah kemampuan kognitif siswa
sedangkan evaluasi sikap peserta didik yang ingin dilihat adalah
perkembangan sikap (afektif) dari peserta didik. Evaluasi sikap peserta didik
dilakukan untuk mengetahui seberapa efektifkah hidden curriculum yang
akan membentuk karakter. Maka dari itu, setiap hari guru melakukan evaluasi
hidden curriculum. Mengutip Kerr dan Nelson dalam Anshari (2012:23)
bahwa penilaian afektif harus diawasi secara berkelanjutan karena hal itu
penting dilaksanakan terhadap perkembangan kemajuan peserta didik dalam
rangka keberhasilan pelaksanaan intervensi perilaku setelah penilaian awal
dan intervensi terhadap peserta didik.
Sedangkan dalam UU No.20 Tahun 2003 menjelaskan evaluasi
adalah "Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk
memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan. Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program
pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh,
transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional
pendidikan".
Anas (2003:16) menyatakan bahwa tujuan evaluasi dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) untuk memperoleh data yang
mendukung tingkat ketercapaian kompetensi dan tingkat keberhasilan siswa
dalam pencapaian tujuan-tujuan kurikuler setelah mereka mengikuti proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, dan (2) untuk mengetahui tingkat
efektivitas metode-metode pengajaran yang telah digunakan oleh pengajar.
130

Evaluasi dampak dari hidden curriculum membentuk karakter


terhadap peserta didik sesungguhnya dilakukan dengan melalui evaluasi buku
penghubung peserta didik, komisi disiplin (Komdis), guru BK, serta masing
masing guru mata pelajaran. Dari empat komponen penilaian evaluasi ini
diharapkan Madrasah Aliyah Pembangunan mendapatkan informasi yang
komfrehensif tentang perilaku peserta didik.
Pertama, buku penghubung. Dalam melaksanakan evaluasi perilaku-
perilaku peserta didik maka Madrasah Aliyah Pembangunan membuat sebuah
buku penghubung. Buku penghubung adalah sebuah buku yang berisikan tata
tertib peraturan-peraturan peserta didik disertai dengan bentuk-bentuk
pelanggaran yang dilakukan siswa. Dalam buku penghubung ini juga
berisikan sanksi-sanksi pelangaran yang dilakukan oleh peserta didik. Agar
ada tindak lanjut dari orang tua wali murid maka buku penghubung ini harus
diketahui oleh wali murid dengan ada bukti sebuah tanda tangan dan dibaca
orang tau wali murid. Kemudian buku penguhung ini akan ditindak lanjuti
oleh Komdis (komisi disipilin).
131

Gambar 4.4 Buku Penghubung antara madrasah dengan wali murid


sebagai evaluasi sikap peserta didik.

Model evaluasi yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Pembangunan


untuk menilai sikap (afektif) siswa adalah dengan melibatkan wali murid
untuk selalu mengawasi aktivitas pelanggaran siswa saat berada dimadrasah.
Buku penghubung tersebut merupakan perpanjangan tangan dari pihak
madrasah dengan wali murid. Dengan adanya buku penghubung tersebut
diharapkan orang tua dapat mengetahui segala jenis pelanggaran yang
dilakukan oleh anaknya saat berada disekolah. Isi buku penghubung yang
harus diisi oleh guru atau pihak yang terkait yang dapat mengisi buku
penghubung dengan member poin maksimal terhadap jenis pelanggaran
yang dilanggar. Isi buku penghubung tersebut adalah tentang keterlambatan
132

masuk sekolah, ketidakhadiran, pakaian, kepriadian, ketertiban, rokok,


minuman, dan obta terlarang/narkoba, buku, majalah, kaset, CD, VCD, DVD
terlarang, senajata, perkelahian, dan pelanggaran etika dan evaluasi.
Sedangkan yang harus dilaksanakan orang tua wali murid adalah
menandatangani buku penghubung tersebut dengan catatan orang tua harus
bisa diajak kerjasama dalam memperbaiki sikap yang dilanggar oleh siswa.
Orang tua bukan hanya sekedar menandatangani buku penghubung tapi lebih
lanjut ada tindaklanjut yang dilakukan orang tua. Selain itu buku penghubung
juga merupakan sarana komunikasi antara guru dengan orang tua dengan
mengajukan saran dan kritik yang ada dikolom yang sudah disediakan. Orang
tau juga bisa mengisi keluhan-keluhan yang dialami terhadap anaknya dan
bisa juga memberikan masukan kepada madrasah atau peserta didik lainnya.
Kedua, evaluasi perilaku peserta didik dilakukan oleh komdis (komisi
disiplin). Komisi disiplin adalah sebuah komisi yang beranggotakan guru-
guru yang berjumlahkan lima orang yang ditunjuk oleh kepala madarasah
untuk menindak lanjuti pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh peserta
didik. Komdis berhak menjatuhi hukuman secara langsung ketika melihat
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik. Selain itu
komdis juga melaksanakan kegiatan rutin berbentuk razia. Razia ini
dilaksanakan untuk menetralisir setiap pelanggaran-pelanggaran yang
dilukukaan siswa, misalnya membawa rokok ke dalam kelas, memakai celana
pensil, membawa alat senjata tajam, serta memeriksa semua atribut seragam
pakaian yang dikenakan siswa.
Ketiga, penilaian evaluasi dilaksanakan oleh guru BK. Guru BK
adalah guru yang membimbing psikologi peserta didik yang
bertanggungjawab untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling
kepada peserta didik. Selain komdis yang diberikan tugas oleh kepala
madrasah untuk mengontrol pelanggaran-pelanggaran, kepala madrasah juga
menugaskan guru BK untuk mengontrol pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan peserta didik. Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh peserta
didik yang bersifat berat maka tugas dari guru BK untuk mengonseling atau
menenangkan perasaan peserta didik. Misalkan, siswa yang kena sanksi di
potong celananya karena memakai celana pensil. Lalu tugas guru BK yang
menenangkan siswa dan menelepon orang tua memberitahukan bahwa celana
anaknya harus di ganti dengan yang baru karena telah dipotong oleh komdis
karena melanggar tata tertib.
133

Keempat, Evaluasi terhadap perilaku peserta didik juga dilakukan


oleh semua guru-guru dan wali kelas. Sekiranya guru-guru melihat
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik dalam jenis
pelanggaran yang ringan maka guru berhak untuk menegur dan menindak
lanjutinya. Pelanggaran yang terjadi bisa dilakukan oleh siswa didalam
sekolah maupun diluar sekolah. Selagi peserta didik masih mengenakan
seragam Madrasah Aliyah Pembangunan. Berikut ini akan dijelaskan
beberapa jenis pelanggaran yang dikenakan poin punishment seperti table
dan disertai tindakan yang ditentukan oleh Komisi Disiplin (Komdis)

Tabel 4.6. Jenis Pelanggaran dan Poin Sanksi Hukuman


Tabel di atas menjelaskan jenis pelanggaran dan poin maksimal yang
diberikan kepada siswa pada setiap pelanggaran yang dilakukannya. Jenis
134

pelanggaran yang ada dibedakan menjadi tiga jenis yakni pelanggaran ringan,
sedang, dan berat. Dalam tabel tersebut ada tujuh jenis pelanggaran mulai
dari pelanggaran keterlambatan masuk sekolah, ketidakhadiran, pakaian,
kepribadian, ketertiban, merokok, minuman, dan obat terlarang/narkoba,
membawa buku majalah, kaset, CD/VCD/DVD terlarang, senjata, berkelahi,
dan pelanggaran etika dalam evaluasi.
Sejauh ini tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik
hanya mencapai 40%. Jenis pelangggaran yang sering terjadi di Madrasah
Aliyah Pembangunan adalah jenis kedisiplinan seperti siswa terlambat,
pakaian tidak rapi, berbicara yang tidak pantas dan membolos. Hal ini
membuktikan bahwa tata tertib sudah berjalan dengan efektif namun belum
optimal dalam pelaksanaannya (wawancara dengan GR IV, 25 Juni 2015)
Jenis pelangggaran yang sering terjadi di Madrasah Aliyah
Pembangunan adalah jenis kedisiplinan seperti siswa terlambat, pakaian tidak
rapi, berbicara yang tidak pantas dan membolos. Berdasarkan wawancara
bahwa dari "total siswa yang ada di Madrsah Pembangunan sekitar 40% yang
hanya melakukan pelanggaran. Selebihnya siswa patuh terhadap tata tertib
peraturan madrasah". Setiap program yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah
Pembangunan tampaknya sudah berjalan dengan baik.
Keberhasilan Madrasah hanya mungkin tercapai apabila didukung
oleh segenap civitas akademika baik guru, karyawan, dan terutama
seluruh siswa. Tata tertib siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN
Jakarta disusun untuk membentuk pribadi akhlakul karimah dan
mendukung keseluruhan aktivitas pembelajaran agar berjalan tertib
dan lancar. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi agar pihak-
pihak yang terkait memiliki persepsi yang sama dalam membentuk
karakter siswa (wawancara dengan KM, 10 April 2015)
Pelanggaran yang terjadi pada siswa membuktikan bahwa tata tertib
sudah berjalan dengan efektif namun belum optimal dalam pelaksanaannya.
Hal ini menuntut Madrasah Aliyah Pembangunan untuk lebih
mengoptimalkan peraturan tata tertib agar siswa tidak melakukan kesalahan
yang sama. Maka dari itu, salah satu alternatif dari pelanggaran yang terjadi
adalah dengan memberikan peran hidden curriculum kepada peserta didik.
Untuk memperbaiki pelanggaran yang dilakukan oleh siswa sebaiknya tidak
hanya sanksi yang diberikan oleh madrasah tetapi harus ada juga sanksi yang
diberikan orang tua kepada anaknya. Hal ini bertujuan memberikan efek jera
kepada peserta didik atas perbuatan yang dilakukannya.
135

Implementasi Aspek
Hidden Curriculum

1. Kepala
1. Peribadatan (shalat
sekolah duha, Tadarrus Al-
2. Guru quran, shalat
3. Peserta didik berjamaah, shalat Hasil karakter
4. Stakeholder jumat)
2. Tabungan Amal 1. Kejujuran
Saleh 2. Tanggung
3. Reading Habbit jawab
4. Ekstrakurikuler 3. Toleransi
Pada Bidang Seni 4. Disiplin diri
5. Ekstrakurikuler 5. Religius
Pada Bidang
6. Mandiri
Olahraga
6. Kegiatan Rutin
7. Peduli
7. Fasilitas sekolah sesama

Gambar 4.5
Kerangka Hasil Penelitian di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta
136

BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berasarkan temuan data dan pembahasan pada Bab 4, maka dapat
diambil beberapa simpulan penelitian penelitian. Simpulan umum penelitian
adalah bahwa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta melaksanakan
berbagai program kegiatan untuk membentuk karakter peserta didik.
Simpulan khusunya antara lain :
1. Madrasah Aliyah Pembangunan mendesain program hidden curriculum
untuk pembentukan karakter peserta didik.
2. Praktik hidden curriculum di Madrasah Aliyah Pembangunan berhasil
membentuk 7 karakter peserta didik yaitu kejujuran, tanggung jawab,
toleransi, disiplin diri, religius, mandiri dan peduli sesama.
3. Pembentukan karakter melalui hidden curriculum di Madrasah Aliyah
Pembangunan UIN Jakarta belum sepenuhnya berhasil membentuk
karakter peserta didik.
4. Sumber yang mengandung hidden curriculum yang ada di Madrasah
Aliyah Pembangunan yaitu, Peribadahan (shalat duha, Tadarrus Al-
quran, shalat berjamaah, shalat jumat), Tabungan Amal Saleh, Reading
Habbit, Ekstrakurikuler Pada Bidang Seni, Ekstrakurikuler Pada Bidang
Olahraga, Kegiatan Rutin dan Fasilitas sekolah.
Dengan penerapan yang ada pada aspek hidden curriculum dapat
membentuk karakter peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari terbentuknya
karakter dari peserta didik selama ada di dalam kegiatan sekolah. Penelitian
ini juga menyimpulkan bahwa untuk mewujudkan pendidikan yang
berkarakter maka dibutuhkan perpaduan antara kurikulum tertulis dengan
hidden curriculum agar menjadi bagian yang terintegrasi. Pendidikan
karakter yang dijadikan selogan oleh pemerintah dirasakan kurang optimal
jika hanya mengandalkan kurikulum tertulis atau resmi. Maka dari itu, harus
ada supplement untuk mengoptimalkan peran pendidikan terhadap karakter
peserta didik.
Lembaga pendidikan khususnya Madrasah Aliayah Pembangunan
UIN Jakarta selama ini hanya terfokus pada kurikulum tertulis, sementara
kurikulum yang tersembunyi kurang dioptimalkan perannya. Kebiasaan
sekolah menerapkan disiplin terhadap peserta didik, suasana sekolah yang
kondusif, iklim sekolah, interaksi guru dengan peserta didik dengan
memperlakukan siswa sebagai bagian dari keluarga, semua itu merupakan

136
137

pengalaman-pengalaman yang dapat mengubah sikap dan perilaku siswa


yang menghasilkan sebuah karakter dari peserta didik.
Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta mencoba
mengembangkan kegiatan-kegiatan yang menjadi bagian dari aspek hidden
curriculum dalam rangka mewujudkan pilar unggulan yakni akhlakul
karimah atau karakter. Melalui pengembangan aspek hidden curriculum
untuk menanamkan nilai-nilai karakter dapat dilaksanakan dari berbagai
aspek yakni, aspek struktural (pembagian kelas, ekstrakurikuler, fasilitas
sekolah dan aspek kultural (norma sekolah, suasana sekolah, interaksi guru
dan siswa, iklim sekolah, ibadah, kompetisi, ekspetasi guru terhadap
muridnya serta disiplin waktu).
Untuk mewujudkan keberhasilan dalam membentuk karakter melalui
aspek hidden curriculum diperlukan kerjasama dari semua stakeholder di
Madrasah Aliyah Pembangunan. Mulai dari kepala sekolah, guru, pegawai
administrasi, satpam, penjaga kantin, effice boy serta lingkungan madrasah
yang berkomitmen dalam rangka mewujudkan peserta didik yang berkarakter
agar terhindar dari kenakalan remaja.
Proses kegiatan belajar mengajar (KBM) di dalam kelas yang
mengajarkan berbagai mata pelajaran dirasakan belum cukup dalam
membentuk karakter di Madrasah Aliyah Pembangunan. Hal ini dapat
terlihat masih adanya bentuk-bentuk kenakalan remaja yang terjadi, seperti
siswa merokok, pergaulan bebas, pacaran, menonton film porno, serta
membolos sekolah. Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada pada
peserta didik, Madrasah Aliyah Pembangunan memiliki tanggungjawab yang
besar. Ditambah lagi era zaman modern ini Madrasah merupakan ujung
tombak dan contoh bagi sekolah umum dalam permasalahan karakter.
Madrasah Aliyah Pembangunan telah mengembangkan berbagai
kegiatan yang ada. Dimulai dari proses kegiatan belajar mengajar,
peribadahan (shalat duha, tadarrus Al-Qur'an, kultum, tahfiz, pelaksanaan
shalat dzuhur dan ashar berjamaah serta shalat jum'at), kegiatan
ekstrakurikuler, kegiatan kokurikuler.
138

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang dijelaskan di atas, maka ada beberapa
saran yang akan penulis ajukan dalam tesis ini :
1. Madrasah bisa membuat semacam diskusi ilmiah terkait hidden
curriculum dalam berbagai aspek-aspek kegiatan yang ada. Masih ada
beberapa guru yang tidak paham konsep bahkan tidak mengetahui istilah
hidden curriculum. Madrasah juga harus memperhatikan hidden
curriculum dalam proses pembelajaran di kelas, tidak hanya terfokus
pada kurikulum yang ditulis. Hidden curriculum sebegai pelengkap dan
berpengaruh terhadap pembentukan karakter peserta didik. diharapkan
semua elemen sekolah baik kepala madrasah, guru, pegawai administrasi,
satpam, penjaga kantin, serta stakeholder dapat bekerja sama
memberikan pengaruh yang positif dari aspek hidden curriculum.
2. Bagi orang tua siswa perlunya diadakan jalinan kerja sama siswa
bersama masyarakat dan Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.
Kerja sama ini bisa berupa pengawasan bagi peserta didik terhadap
perilaku-perilaku yang menyimpang dari peserta didik, baik itu
masyarakat di lingkungan sekolah, masyarakat di lingkungan siswa
tinggal, maupun masyarakat yang lebih luas, dalam rangka untuk
memantau perkembangan karakter siswa.
3. Penelitian tentang hidden curriculum peneliti rasakan masih minim
sekali. Oleh karena itu diharapkan lembaga perguruan tinggi dan
lembaga riset lainnya untuk dapat mengembangkan kembali penelitian
tentang urgensi hidden curriculum untuk mengatasi kenakalan remaja
yang terjadi sekarang ini dan mengalami rergeseran moral atau karakter
akibat perkembangan zaman yang semakin maju.
4. Diharapkan kepada peneliti lain yang tertarik untuk dapat mengadakan
penelitian lebih lanjut, karena hasil penelitian ini masih banyak
kekurangan baik secara teori maupun praktis. Hasil penelitian ini dapat
menjadi sumber refresentatif untuk penelitian selanjutnya.
139

Daftar Pustaka
Buku
Adisusilo, Sutarjo. (2012), Pembelajaran Nila-Karakter Kontruktivisme dan VCT
Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif, Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada.
Ahmadi, Abu. (2004), Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT Rineka Cipta.
Ali, Sayuthi. (2002), Metodologi Penelitian Agama, Pendekatan Teori dan
Praktek, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
Amin, Maswardi Muhammad. (2011), Pendidikan Karakter Anak Bangsa, Jakarta :
Baduose Media.
Anas Salahuddin & Irwanto Alkrienciechie. (2013), Pendidikan Karakter,
Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa, Bandung : Pustaka
Setia
Anshari. (Ed) (2012). Pemikiran Para Pendidik Muda. Jakarta : SPs UIN Jakarta.
Arifin, Zainal. (2011), Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung :
PT Remaja Rosdakarya.
Aunillah, Nurla Isna. (2011), Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di
Sekolah. Jogjakarta : Laksana.
Az, Mulyana. (2010), Rahasia Menjadi Guru Hebat Memotivasi Diri Menjadi
Guru Luar Biasa, Jakarta : PT Grasindo.
Azzet, Akhmad Muhaimin. (2011), Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia,
Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
BSNP. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor
24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana. Jakarta.
Buchari, Muchtar. (1994), Ilmu Pendidikan dan Praktik Pendidikan, Jakarta : IKIP
Muhammadiyah Jakarta Press.
Dakir. (2010), Perenacanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta : Rineka
Cipta.
Damsar. (2012), Pengantar Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Kencana Prenada
Group.
Darkhein, Emile. (1967), Pendidikan Moral Suatu Studi Teori dan Aplikas
Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Erlangga.
Darmaputera, Eka. (1987), Pancasila, Identitas dan Modernitas Tinjauan Etis dan
Budaya, Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Daulay, Haidar Putra. (2004), Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia, Jakarta : Prenada Media
140

Departemen Pendidikan Nasional. (2008), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta


: PT Gramedia Pustaka Utama.
Dharma Kesuma, Cepi Triatna, & Johar Permana. (2011), Pendidikan Karakter
Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Endraswara, Suwardi.(2009), Metodologi Penelitian Folklor, Yogyakarta :
Medpress.
Glatthorn, Allan A.(1987), Curriculum Leadership, Illions : Scott Foresman and
Company.
Gunawan, Heri. (2012), Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, Bandung :
Alfabeta.
Hamalik, Oemar, (2008), Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara.
Hamalik, Oemar. (2010), Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Hasan Basri & Beni Ahmad Saebani. (2010), Ilmu Pendidikan Islam, Bandung :
CV. Pustaka Setia.
Hasibuan, Lias. (2010), Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan, Jakarta : Gaung
Persada Press.
Hidayat, Rahmat. (2011), Pengantar Sosiologi Kurikulum, Jakarta : PT
Rajagrafindo Persada.
Hidayat. (tt), Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berorientasi
Pengembangan Karakter Bangsa, Jurnal el-Hikmah Fakultas Tarbiyah
UIN Malang
Hobsbawm, E.J. and Ranger , T.O. (eds). 1983. The Invention of Tradition. New
York: Cambridge University Press.
Idi, Abdullah. (1999), Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jakarta : Gaya
Media Pratama.

___________. (2010), Pengembagan Kurikulum Teori dan Praktik, Jogjakarta :


Ar-Ruzz Media.Cet.III.
___________. (2011), Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat, dan
Pendidikan, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
Ishak, Baego, (1998), Pengembangan Kurikulum Teori dan Teknik, Ujung Pandang
: Yayasan Ahkam.
Jackson, Philip W.(1968), Life in Classrooms, Newyork : Holt, Rinehart and
Winston
John M. Echols & Hassan Shadily. (1992), Kamus Indonesia Inggris, Jakarta : PT
Gramedia.
141

Kasali, Rhenald. (2007), RE-CODE YOUR CHANGE DNA, Melepaskan Belenggu-


belenggu untuk Meraih Keberanian dan Keberhasilan dalam
Pembaharuan, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Kemendiknas RI. (2010), Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa, Jakarta: Balitbang Puskur Kemendiknas RI.
Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum dan Perbukuan (2011), Panduan Pelaksanaan Pendidikan
Karakte, Jakarta.
Kesuma, D., Triatna, C., & Permana, J. (2011). Pendidikan Karakter Kajian Teori
dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT R
Krattwohl, David R., Bloom, Benjamin S., & Masia., Betram B., (Eds). (1964).
Taxonomi of Educational Objectives Handbook II. Affective Domain.
London: Longman Group..
Kuntowijoyo. (2008), Paradigma Islam, Interpretasi Untuk Aksi, Bandung : Gema
Insani Press.
Lickona, Thomas. (1991), Educating For Character, How Oue School Can Teach
Resfect and Responbility, New York : Bantam Books.
_______. Thomas. (2013), Education For Character (Mendidik Untuk Membentuk
Karakter), Jakarta : Bumi Aksara.Terj. Juma Abdu Wamaungo.
_______. Thomas. (2013), Pendidikan Karakter Panduan Lengkap Mendidik Siswa
Menjadi Pintar da Baik, Terj. Lita S. Bandung : Nusa Media.
Listyarti, Retno. (2012), Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif, &
Kreatif, Jakarta : Erlangga.
Mahmud. (2011), Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : Pustaka Setia.
Majid, Abdul dan Andayani, Dian.(2011), Pendidikan Karakter Perspektif Islam,
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Maleong, Lexy J.(2000), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Margolis, Eric.ed. (2001), The Hidden Curriculum in Higher Education, New York
: Routledge
Megawangi, Ratna. 2010.Strategi dan Implementasi Pendidikan Karakter pada
Anak Usia Dini. Makalah. Bogor: Kementerian Pendidikan Nasional
Miles dan Hubermen, (1984), Qualitative Data Analysis, London: Sage
Publication.
Muin, Fatchul. (2011), Pendidikan Karakter Kontruksi Teoritik dan Praktik,
Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
142

Muchlas Samani & Hariyanto. (2011), Konsep dan Model Pendidikan Karakter,
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Muhaimin. (2011), Manajemen Pendidikan Aplikasinya Dalam Penyusunan
Rencana Pembangunan Sekolah/Madrasah. Jakarta : Prenada Media
Group.
_________. et al,(2012), Manajemen Pendidikan Aplikasinya dalam Penyusunan
Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah, Jakarta : Prenada Media
Group
________.et.al. (2004), Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah,, Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. (2013), Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta : Bumi Aksara.
_______. Praktik Penelitian Tindakan Kelas, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2009.
Munawar, Wahid. (2010), Pengembangan Model Pendidikan Afeksi Berorientasi
Konsiderasi Untuk Membangun Karakter Siswa Yang Humanis di
Sekolah Menengah Kejuruan, Bandung : UPI.
Naim, Ngainun. (2011), Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan, Jogjakarta : Ar-
Ruzz Media
Nasution, S, (2012), Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta : Bumi Aksara.
_______.. (1995), Asas-Asas Kurikulum, Jakarta : Bumi Aksara.
Nata, Abuddin. (2012), Kapita Selekta Pendidikan Islam, Isu-Isu Kontemporer
tentang Pendidikan Islam, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
_______. (2013), Sosiologi Pendidikan Islam, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
_______. (2014), Sosiologi Pendidikan Islam, Jakarta : Rajawali Press.
________.(2010), Manajemen Penddikan, Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam
di Indonesia, Jakarta : Prenada Media Group.
Nasrullah, (2012), Lingkungan Sosio Religius dan Pembentukan Moral, Jakarta :
Young Progressive Muslim (YPM)
National Society. (2001), Christian Character: A Handbook for Developing an
Anglican Ethos in Independent Schools, London : Church House
Publishing
Nurdin, Syafruddin. (2010), Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Ciputat : Ciputat Press Group.
Nuryanto, M. Agus.(2009). Mazhab Pendidikan Kritis : Menyingkap Relasi
Pengetahuan Politik Dan Kekuasaan. Yogyakarta: Resist Book
Pawito. (2007), Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yogyakarta : LKIS
143

Pedoman akademik program magister dan doktor pengkajian islam sekolah


pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta :
2011-2015.
Perlia, Haseb. (2013), Disiplin dan Pengembangan Pendidikan Karakter (Studi
Kasus SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga), Magelang : PKBM Ngudi
ilmu
Pradipto, Y. Dedy. (2007), Belajar VS Sejati Kurikulum Nasional, Kontestasi
Kekuasaan dalam Pendidikan Nasional, Yogyakarta : Kanisius.
Pusat Kurikulum. (2009) Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa: Pedoman Sekolah, Jakarta
Rosyada, Dede. (2004), Paradigma Pendidika Demokrasi Sebuah Model
Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Penddikan, Jakarta :
Prenada Media
Rusn, Abidin Ibnu. (1998), Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Russell, Bertrand. (1993), Pendidikan dan Tatanan Sosial, Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia.
Rustam, (2009), Manajemen Kurikulum, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
Saifuddin & Karim. (2008), Refleksi Karakter Bangsa, Jakarta : Forum Kajian
Antropologi Indonesia.
Saleh, Muwafik. (2012), Membangun Karakter dengan Nilai Hati Nurani :
Pendidikan Karakter Untuk Generasi Bangsa, Jakarta :Erlangga.
Sanjaya, Wina. (2008), Kurikulum dan Pembelajaran (Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Jakarta :
Kencana Prenada Media Group.
Semiun, Yustinus. (2006), Kesehatan Mental 1, Pandangan Umum Mengenai
Penyesuaian Diri dan Kesehatan Mental Serta Teori-Teori Terkait,
Yogyakarta : Kanisius.
Sindhunata. (2000). Menggagas Paradigma Baru Pendidikan : Demokratisasi,
Otonomi, Civil Society, Globalisasi. Yogyakarta: Kanisius.
Sofan Amri & Iif Khoiru Ahmadi. (2010), Kontruksi Pengembangan Pembelajaran
Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum, Jakarta :
Prestasi Pustaka.
Stephen P. Robbins & Timothy A. judge. (2007), Organization Behavior, 12th ed,
Pearson Education, Inc. New Jersey.
Sudijono, Anas (2003). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada
144

Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. (2007). Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru
Algesindo
Sugiyono (2006), Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R
& D. Bandung : Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2011), Pengembagnan Kurikulum Teori dan Praktik,
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
_______.. (2012), Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Sulhan, Najib. (2011), Karakter Guru Masa Depan Sukses dan Bermartabat,
Surabaya : Jaringpena
_______. (2011), Panduan Praktis Pengembangan Karakter dan Budaya Bangsa
Sinergi Sekolah dengan Rumah, Surabaya : PT Jepe Press Media Utama.
Suryosubroto. (1996). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.
Tambunan, Menanti T. (1994) dalam Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II,
Kurikulum Untuk Abad Ke-21, Jakarta : PT Gramedia Widiasarana
Indonesia
Tan.(2007), Rethinking School and Community Relations in Hongkong. Int. J.
Educ. Manage.
Thobroni, Muhammad. (2007). Mukjizat Sedekah , Yogyakarta: Pustaka Marwa
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran UPI, (2012), Kurikulum
dan Pembelajaran, Jakarta : Rajawali Pers.
Ulwan, Abdullah Nasih (tt), Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Terj Sefullah
Kamalie Dan Hery Noer Ali, Jilid 2, Semarang: Asy-Syifa.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta
Vallance, Elizabeth.(1977), Hidding the Hidden Curriculum : An Interpretation of
the Language of Justification in Nineteenth-Century Educational Reform
In Curriculum and Evaluation, eds. Arno A Bellack and Herbert M.
Kliebard. Berkeley, CA : McCutchn.
Zainuddin, A. Rahman Ritonga. (1997). Fiqh Ibadah, Jakarta : Gaya Media
Pratama.
Zubaedi. (2013), Desain Pendidikan Karakter, konsepsi dan Aplikasinya Dalam
Lembaga Pendidikan, Jakarta : Prenada Media Group.
145

Jurnal
Abidiansyah.(2011), Urgensi Pendidikan Karakter dalam Membangun Peradaban
Bangsa Yang Bermartabat, Februari 2011, Volume 3 Nomor 1, Jurnal
Socioscientia Kopertis Wilayah XI Kalimantan
Afandi, Rifki. (2011). Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS di
Sekolah Dasar, Jurnal Pedagogia Vol. 1, No. 1, Desember 2011: 85-
98
Ainiyah, Nur.(2013), Pembentukan Karakter melalui Pendidikan Agama Islam,
Jurnal Al-Ulum Volume. 13 Nomor 1, Juni 2013 Hal 25-38. ISSN 1412-
053413
Ainun, Muh. Habib.(2014), Implementasi Hidden Curriculum di Sekolah Model
Asrama, Jurnal Paradigma. Volume 2 Nomer 2 Tahun 2014.
Arief, Armai.(2014). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
dalam Upaa Menghadapi Tantangan Global. Jurnal Tarbiya, Vol. I,
No.2 Desember 2014
Barani, Ghasem. (2011), Quality Indicators of Hidden Curriculum in Centers of
Higher Education, Journal Procedia - Social and Behavioral Sciences
30 (2011) 1657 1661. doi:10.1016/j.sbspros.2011.10.321
Chairil, F.P., & Mitra, P. (2014), Meningkatkan Karakter Mandiri dan Hasil
Belajar Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Think Pair Share (TPS) di Kelas VIII-C SMPN 13 Banjarmasin,
JPM IAIN Antasari Vol. 01 No. 2 Januari Juni 2014, h. 17-32
Cubukcu, Zuhal. (2012), The Effect of Hidden Curriculum on Character Education
Process of Primary School Students, Journal Educational Sciences:
Theory and Practice, Vol.12 No. 2 p 1526-1534 Spr 2012, diakses dari
http://eric.ed.gov/?id=EJ987859
Czajkowski and Melon King, (1975), The Hidden Curriculum and Open
Education, The Elementary School Journal, Vol. 75, No. 5 (Feb.,
1975), diakses dari http://www.jstor.org/stable/1000558.
Darmono. (2007). Pengembangan Perpustakaan Sekolah Sebagai Sumber Belajar.
Jurnal Perpustakaan Sekolah , Tahun 1 - Nomor 1 - April 2007
Ending, Busri. (2009), Mengembangkan Sikap Toleransi dan Kebersamaan di
Kalangan Siswa , Jurnal Visi Ilmu Pendidikan (J-VIP) Vol 1, No 2
(2009): Volume 1 No. 2 Edisi Agustus 2009
Fajriani, Ulfah. (2014). Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter,
Jurnal Sosio Didaktika, Vol.1, No.2 Des 2014.
146

Gordon, David. (1988), The Rebirth of the Hidden Curriculum: Phlogiston as


Priestley Might Explain it to Lavoisier, Curriculum Inquiry, Vol. 18,
No. 4, diakses dari http://www.jstor.org/stable/1179389.
Hakim, Lukman. (2012), Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam Dalam
Pembentukan Sikap dan Perilaku Siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu
Al-Muttaqin Kota Tasikmalaya, Jurnal Pendidikan Agama Islam-
Talim, Vol. 10 No. 1-2012.
Hidayat, Rahmat.(2011), Perspektif Sosiologi Tentang Kurikulum, Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.17 Nomor 2 ,Maret 2011, ISSN.
0215-2673.
Maiyena, Sri. (2013). Pengembangan Media Poster Berbasis Pendidikan
Karakteruntuk Materi Global Warming. Jurnal Materi dan
Pembelajaran Fisika (JMPF) Volume 3 Nomor 1 2013 ISSN : 2089-
6158
Marshall, Megan L. Examining School Climete : Defening Factors and Educational
Influence, Journal Center for Reseach on School Safety, School
Climete and Classroom Managament Georgia State Univeristy.
Martin, Jane R. (1976), What Should We Do with a Hidden Curriculum When We
Find One?, Curriculum Inquiry, Vol. 6, No. 2 (1976), pp. 135-15.
Diakses dari http://www.jstor.org/stable/1179759
Mulyani, HRA. (2012). Peranan Guru Sebagai Tenaga Pendidikan di Sekolah
Jurnal Nuansa Kependidikan Vol. 16 Nomor.1, Nopember 2012.
Nisa, Khairun. (2009), Hidden Curriculum : Upaya Peningkatan Keceradasan
Spritiual Siswa, Jurnal Lentera Pendidikan, Vol,.12 NO.1 Juni 2009
72-86.Diakses dari https://www.google.com/?gws_rd=ssl#q=jurnal+kur
ikulum+tersembunyi&revid=801867800
Pranowo, Dwiyanto Pranowo. (2013). Implementasi Pendidikan Karakter
Kepedulian dan Kerjasama Pada Matakuliah Keterampilan Berbicara
Bahasa Prancis Dengan Metode Bermain Peran. Jurnal Pendidikan
Karakter, Tahun III, Nomor 2, Juni 2013
Prestisa, Galuh. (2013). Bentuk Pertunjukan dan Nilai Estetis Ksenian Tradisional
Terbang Kencer Baitussolikhin di Desa Bumijawa Kecamatan
Bumijawa Kabupaten Tegal. Jurnal Seni Musik. Vol. 2 No.1 2013,
ISSN 2301- 4091
147

Purnomo, Edy dan Munadi, Sudji. (2005). Evaluasi Hasil Belajar Dalam
Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi di Sekolah Menengah
Kejuruan. Jurnal Cakrawala Pendidikan, Juni 2005, Th. XXIV, No. 2
Rosivia. (2014). Peningkatan Pengelolaan Sarana Prasarana Pendidikan di SMP
Negeri 10 Padang, Jurnal Administrasi Pendidikan. Volume 2 Nomor 1
Juni 2014
Sahan, Hasan Huseyin.(2014), The Effect of Hidden Curriculum on the Criteria
Parents Use to Select School and Teachers. Academic Journals
Vol.9(23),pp.1291-1300 DOI: 10.5897?ERRR2014.1880
Sari, Mediha. (2009), Hidden Curriculum on Gaining the Value of Respect for
Human Dignity: A Qualitative Study in Two Elementary Schools in
Adana, Kuram ve Uygulamada Eitim Bilimleri / Educational
Sciences: Theory & Practice 9 (2) Spring 2009 925-940
Setiawan, Deny. (2013), Peran Pendidikan Karakter dalam Mengembangkan
Kecerdasan Moral, Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, Nomor 1,
Februari 2013.
Siburian, Paningkat. (2012). Penanaman dan Implementasi Nilai Karakter
Tanggung Jawab, diakses dari
http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-
Article31404JURNAL%20VOL%205%20NO%201%20APRIL%2020
12.pdf tanggal 19 juni 2015 pukul 11.19
Sudrajat, Ajat. (2011), Mengapa Pendidikan Karakter?, Jurnal Pendidikan
Karakter, Vol. 1, No. 1.
Tumanggor, Rusmin. (2009), Karakter PAI Model Unggulan pada Sekolah,
Tahdzib, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol III, No.1. Januari 2009.
Ulfatin, Nurul.(2002) Kurikulum Tersembunyi (Hidden Curriculum) di Sekolah
Bercirikan Agama, Jurnal Pendidikan & Pembelajaran, Vol. 9, No. I,
April, 2002.
Umam, Khairul.(2013), Pengaruh Kegiatan Ekstrakurikuler Terhadap Prestasi
Sains dan Perilaku Sosial Pelajar, Jurnal Peluang, Volume 1, Nomor 2,
April 2013, ISSN: 2302-5158
Vallance, Elizabeth. (1974), Hiding the Hidden Curriculum: An Interpretation of
the Language of Justification inNineteenth-Century Educational
148

Reform, Curriculum Theory Network, Vol. 4, No. 1 (1973 - 1974), pp.


5-21. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/1179123
Wuri, W., Bunyamin, M., Sapriya., & Dasim, B. (2014). Internalisasi Nilai
Karakter Disiplin Melalui Penciptaan Iklim Kelas yang Kondusif di SD
Muhammadiyah Sapen Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Karakter,
Tahun IV, Nomor 2, Juni 2014.
Yudi , Alex Aldha.(2012). Pengembangan Mutu Pendidikan Ditinjau Dari Segi
Sarana dan Prasarana (Sarana dan Prasarana PPLP). Jurnal Cerdas
Sifa, Edisi No.1. Mei Agustus 2012.
Internet dan Koran

Evi Fadilawati. (2013), Kurikulum Tersembunyi sebagai Strategi Internalisasi


Nilai Nilai Pendidikan Islam, Jakarta. Dilihat http://www.academia.edu/
5342481/Kurikulum_Tersembunyi_sebagai_Strategi_Internalisasi_Nilai-
Nilai_Pendidikan_Islam. jam 07.06 wib tanggal 30 Maret 2015.
Hasmawati, Ratna. (2013). Membangun Karakter Pada Usia Emas, diakses
melalui
http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fkip201017.pdf. pada
tanggal 22 juni 2015 pukul 23.49.
Kenakalan Remaja Memprihatinkan, http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/kena
kalan-remaja-memprihatinkan/.(20 Januari 2015).dilihat tanggal Januari
2015, jam 15.30 wib
Kumalasari, Dyah. (2007), Hidden Curriculum Dalam Pengajaran Sejarah dan
Pembentukan Jiwa Nasionalisme, Diakses http://www.google.com/url?sa
=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CBs
QFjAA&url=http%3A%2F%2Fstaff.uny.ac.id%2Fsites%2Fdefault%2Ffi
les%2Fpenelitian%2FDr.%2520Dyah%2520Kumalasari%2C%2520M.P
d.%2FHIDDEN%2520CURRICULUM%2520DALAM%2520PENGAJ
ARAN%2520SEJARAH%2520DAN%2520PEMBENTUKAN%2520JI
WA%2520NASIONALISME.pdf&ei=C8PiVMiGB4uluQT5mYKIAw&
usg=AFQjCNFLgP6csHrRbngDdC_1Dn3x33OZYA&bvm=bv.8597051
9,d.c2E. tanggal 17 Feberuari 2015 Jam. 11.36.
Mujtahid, (2011), Pendidikan Islam; Menyiapkan SDM Unggul dan Sosio-Religius
Modern, diakses melalui http://en.uin-
malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1980:pe
ndidikan-islam-menyiapkan-sdm-unggul-dan-sosio-religius-
modern&catid=35:artikel-dosen&Itemid=210. Pada tanggal 20 juni 2015
pukul 15.59
149

Murni, Wahid.(2009), Kurikulum Tersembunyi, diakses http://tarbiyah.uin-


malang.ac.id/Artikel-12-kurikulum tersembunyi.html. tanggal 17 juni
2015 pukul 09.46
Musfah , Jejen (5 Mei 2015,). Membeli Waktu Ayah, Go Cakrawala, Makasar.
Tesis dan Disertasi
Hairani (2012), Integrasi Nilai Multikultural Dalam Kurikulum PAI, Tesis
Pascasarjana UIN Jakarta
Hamzah (2013), Pendidikan Karakter Berbasis Agama Islam di Madrasah Aliyah
Negeri Ketapang Kalimantan Barat, Tesis Pascasarjana UIN Jakarta.
Haseb Perlia (2013) Disipilin Pengembangan Pendidikan Karakter, (Studi Kasus
SMP IT Raudhatul Ulum Sakatiga)
Juhadi. (2013), Model Pendidikan Karakter, (Di SMP Islam Serba Suryalaya,
Sebuah Studi Pengembangan Kurikulum PAI Berwawasan Sufistik),
Magelang : PKBM Ngudi Ilmu
Rahmawati (2008), Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Telaah Atas
Desain Kurikulum Integrasi Pendidikan Agama Islam di Madrasah
Aliyah Negeri (MAN) 4 Model Jakarta, Tesis Pascasarjana UIN Jakarta.
Shofa, Nuriya (2011), Model penerapan hidden curriculum pada pembelajaran
akidah akhlak di Madrasah Aliyah al-Irsyad Gajah Demak tahun ajaran
2008/200, Tesis Pascasarjana UIN Jakarta.
Lampiran 1

Direktori Guru Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta

No NPPM Nama Pelajaran Jabatan Detail


1 100.122 DRS. H. SAMINGAN Bahasa Indonesia Kepala Sekolah Detail
2 100.201 RIDWAN, S.AG Bahasa Indonesia Wakabid Kurikulum Detail
3 100.261 DRA. Hj. SUMARJI BK Wakabid Kesiswaan Detail
4 100.066 H. DARUL JANIN, S.AG Matematika Guru Detail
5 100.048 ENDANG PURWANTO, S.Pd.I Bahasa Arab Guru Detail
6 100.316 DINI ANDRIANY, SS Bahasa Jepang Guru Detail
7 100.326 ZAKARIYA, MA Bahasa Arab Wali Kelas XI IPS Detail
8 100.343 DRA. TRI SUNARSIH IPS Geografi Wali Kelas XII IPS Detail
9 100.346 ISMA MARYAM, S.Pd Bahasa Inggris Guru Detail
10 100.347 AHMAD SHOHIBUL WAFA. ZA, M.Pd Matematika Wali Kelas XII IPA- Detail
2
11 100.351 FITRIYUNI MIRALDA SIREGAR, SPD Kimia Wali Kelas XII IPA- Detail
1
12 100.361 WAHYU RAMDANI, S.Pd Penjaskes Wali Kelas X-C Detail
13 100.362 PUTRI NURYANI, S.Pd IPA Biologi Wali Kelas XI IPA-2 Detail
14 100.364 DENDEN PERMANA SIDIK, S.Pd Matematika Wali Kelas XII IPA- Detail
2
15 100.366 ZAKI MUBARAK, S.Pd PKN Wali Kelas X-A Detail
16 100.367 NIDYA KHOERINA,S.Pd Bahasa Indonesia Guru Detail
17 100 YAYAT HIDAYATUL MUTTAQIN, Pendidikan Agama Wali Kelas X-D Detail
3001 S.Pd Islam
18 100.334 MARDIANA, S.Pd BK Guru Detail
Lampiran 1

19 100.302 HALIMATUSSADIYAH, S.Pd IPS Ekonomi/Akuntansi Wali Kelas X-B Detail


20 100.305 ASEP MUTAQIN ABROR, S.Pd Bahasa Inggris Guru Detail
21 K-001 RIFATUNNAILI AM.S.Kom TIK Guru Detail
22 K-002 YANUAR ANNAS BOLKIAH, S.SI IPA Fisika Guru Detail
23 100.211 ERMAWATI, S.Ag. Kimia Laboran Detail
24 100.555 DWI KURNIAWAN, S.Pd.I. Pendidikan Agama Guru Detail
Islam
25 K-003 TENDY, S.Pd. IPS Sejara dan Sosiologi Guru Detail
26 M.IDHAM KHALID, S.Pd.I Pendidikan Agama Guru Detail
Islam
Sumber. http://www.mpuin-jkt.sch.id/ma/html/guru.php?id=dbguru
Lampiran 2

Prestasi Siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta

Prestasi Akademik
NO PRESTASI MATA LOMBA TINGKAT PENYELENGGARA
1 PERINGKAT 13 (SENIOR AUSTRALIAN SE-INDONESIA AUSTRALIAN
DIVISION GRADE 11 AND MATHEMATICS MATHEMATICS TRUST,
12) COMPETITION (AMC) 2011
2011
2 Finalis Pidato Bahasa Jepang Sejabodetabek UHAMKA 2013
3 Peringkat 1 Ujian Nasional Jur.IPS Provinsi DKI Kemendikbud 2013
4 Peringkat 4 Ujian Nasional Provinsi DKI Kemendikbud 2013

Prestasi Non-Akademik
NO PRESTASI MATA LOMBA TINGKAT PENYELENGGARA
1 JUARA 2 TARI SAMAN JABODETABEK UIN JAKARTA, 2012
2 JUARA 1 MANGA JABODETABEK UHAMKA 2013
3 JUARA 2 MANGA JABODETABEK UHAMKA 2013
4 JUARA 3 TARI SAMAN JABODETABEK UHAMKA 2013
5 JUARA 3 TARI SAMAN JAKARTA& Tangsel SMAN 1 Tangsel 2013
6 JUARA 2 ROBOTIC DAYS (KATEGORI NASIONAL SMAN 28 JAKARTA, 2012
SMART SORTING ROBOTIC
NXT)
7 Juara 3 Basket Jabodetabek AVICENA 2012
8 Juara 3 Futsal Jabodetabek AVICENA 2012
9 PASKIBRA ANGGOTA PASKIBRA TK PROVINSI KEMENPORA DKI 2013
Sumber. http://www.mpuin-jkt.sch.id/ma/html/siswa.php?id=profil&kode=33&profil=Prestasi%20Siswa
Lampiran 3

Fasilitas Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta

1. Ruang kelas belajar


2. Masjid
3. Pelayanan siswa
4. Perpustakaan
5. Musik dan seni
6. Audiovisual
7. Lapangan olahraga
8. Ruangan kepala sekolah
9. Ruangan guru
10. Administrasi
11. Kantin
12. Laboratorium
13. Ruang toilet
14. Antar jemput

Fasilitas sekolah yang ada di atas merupakan faktor yang ikut


mempengaruhi karakter peserta didik. Fasilitas sekolah merupakan sesuatu
yang sangat penting di dalam proses belajar. Apabila fasilitas sekolah tidak
atau kurang mendukung proses belajar, kemungkinan besar pelajar mudah
jenuh dan proses penerimaan informasi terhambat yang akan menimbulkan
karakter bagi siswa. Pembelajaran yang efektif, efisien, dan menyenangkan
sangat dituntut bagi sekolah dalam memenuhi kebutuhan siswa. Fasilitas
yang sifatnya sangat krusial diperlukan oleh siswa adalah tempat yang
nyaman dan menyenangkan, dalam hal ini madrasah aliyah pembangunan
mendesain sebaik mungkin agar siswa belajar menjadi nyaman dan
menyenangkan.
Lampiran 3

Tidak saja berpengaruh kepada karakter, fasilitas sekolah juga


berdampak pada proses pembelajaran. Fasilitas sekolah pendidikan adalah
salah satu sumber daya yang menjadi tolak ukur mutu sekolah/madrasah dan
perlu peningkatan terus menerus seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih. Fasilitas sekolah adalah
salah satu bagian input, sedangkan input merupakan salah satu subsistem.
Fasilitas sekolah yang disediakan Madrasah Aliyah Pembangunan sudah
terlaksanakan dengan baik untuk menunjang keterampilan siswa agar siap
bersaing terhadap pesatnya teknologi. Fasilitas sekolah merupakan bagian
penting yang perlu disiapkan secara cermat dan berkesinambungan, sehingga
dapat dijamin selalu terjadi KBM yang lancar. Dalam penyelengaraan
pendidikan, Fasilitas sekolah sangat di butuhkan untuk menghasilkan KBM
yang efektif dan efisien. Sejalan dengan pernyatan ini semua bahwa fasilitas
yang dimiliki oleh madrasah aliyah pembangunan sudah berjalan dengan
efektif dan efisien. Walaupun masih ada saja kekurangan dari fasilitas
tersebut dan yang belum telengkapi.
Lampiran 4

Peraturan Tata Tertib Siswa Madrasah Aliyah Pembangunan UIN


Jakarta

Buku penghubung ini merupakan buku yang dapat menjadi jembatan


komunikasi antara orang tua dan pihak Madrasah Aliayah Pembangunan
dalam memonitori proses pembelajaran dan perkembangan karakter peserta
didik di madrasah. Dalam buku penghubung ini berisi tentang sejumlah tata
tertib siswa, lembar komunikasi madrasah dan orang tua, kurikulum dan
profil madarasah. Tata tertib yang dibuat dan dilaksankaan di Madrasah
Aliyah Pembangunan adalah sebagai alat untuk mengatur tentang perilaku
dan sikap peserta didik. Dengan adanya tata tertib siswa menjamin proses
pendidikan di madrasah dapat berjalan dengan tertib, tenang, sehingga
aktivitas sosial dapat dicapai. Tata tertib yang direalisasikan dengan tepat
dan jelas serta konsekuen dan diawasi dengan sungguh-sungguh maka akan
memberikan dampak terciptanya suasana masyarakat belajar yang tertib,
damai, tenang dan tentram di sekolah.

Sejauh ini tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik


hanya mencapai 40%. Jenis pelangggaran yang sering terjadi di Madrasah
Aliyah Pembangunan adalah jenis kedisiplinan seperti siswa terlambat,
pakaian tidak rapi, berbicara yang tidak pantas dan membolos. Hal ini
membuktikan bahwa tata tertib sudah berjalan dengan efektif namun belum
optimal dalam pelaksanaannya. Hal ini menuntut Madrasah Aliyah
Pembangunan untuk lebih mengoptimalkan peraturan tata tertib agar siswa
tidak melakukan kesalahan yang sama. Maka dari itu, salah satu alternatif
dari pelanggaran yang terjadi adalah dengan memberikan peran hidden
curriculum kepada peserta didik.
Lampiran 5

Lampiran

Wawancara dengan WK.Kesiswaan Monitor CCTV

Wawancara dengan Guru BK Kegiatan Ekstrakulikuler Musik

Kegiatan Ekskul Tari Saman Kegiatan Pentas Seni


Lampiran 6

INSTRUMEN WAWANCARA

Informan : Yayat Hidayatul, S.Pd.I


Jabatan : Guru PAI
Pelaksanaan : Rabu, 10 Juni 2015

Variabel Indikator Uraian Pertanyaan Wawancara


1. Struktural Dalam penyusunan pembagian kelas, Apakah Bapak/ibu melakukan
pengembangan dengan memasukan nilai-nilai karakter?
Jawaban : pada dasarnya pembagian kelas berdasarkan hasil pleno rapat.
Pembagian kelas berdasarkan kemampuan siswa serta rangking siswa pada
1. Pembagian Kelas
masing-masing kelas pada saat di kelas x. pembagian jurusan dilihat dari 3
hal, pertama dilihat rapot semester I, kedua hasil dari psikotes, ketiga
berdasarkan hasil angket tentang penjurusan.

Karakter seperti apa yang anda harapkan dari kegiatan ekstrakulikuler?


Apakah anda ikut serta dalam kegiatan ekstrakulikuler?
Jawaban : saya tidak terlibat dalam kegiatan ekskul karena sudah ada
2. Ekstrakulikuler kordinator tersendiri yang mengurusinya. Karakter yang diharapkan dari
ekskul secara keseluruhan secara pribadi anak-anak memegang prinsip
yang kuat dalam perilaku akhlakul karimah sesuai pilar-pilar madrasah
aliyah pembangnan.
Lampiran 6

Bagaimana anda memanfaatkan fasilitas sekolah dalam proses


pembelajaran?
Bagaimana fasilitas sekolah yang anda harapkan?
3. Fasilitas Sekolah Jawaban : fasilitas yang ada di madrasah ini sudah komplit tetapi masih
ada kekurangan. Kita sebagai guru sangat memanfaatkan semua fasilitas
sumber dan media yang ada dalam mendorong proses pembelajaran.
Misalkan materi agama temannya dalam pengurusan jenazah. Semua alat
sudah lengkap dengan alat praktiknya.
2. Kultural Menurut anda norma seperti apa yang anda berikan yang memiliki dampak
terhadap pembentukan karakter?
Jawaban : untuk norma sekolah sudah di atur dalam satuan komisi disiplin
1. norma sekolah
yang menangani pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh siswa.
Saya sebagai wali kelas hanya bisa mengur dan melaporkan kepada
komdis dari setiap pelanggaran yang dilakukan. Norma yang dilakukan
hanya sekedar teguran dan peringatan saja.
Bagaimana cara anda membuat suasana sekolah menjadi kondusif
terhadap peserta didik?
Jawaban : terutama saya selalu menekankan kepada siswa akan selalu
2. Suasana Sekolah bersikap disiplin dimanapun ia berada. Saya selalu menegur dan
memperingati setiap pelanggaran yang terjadi pada saat dilingkungan
sekolah. Tujuannya hanya membuat siswa yang lain nyaman pada saat
belajar.
3. Interaksi Guru dan Bentuk interaksi bagaimana yang anda berikan kepada peserta didik dalam
Siswa membentuk karakternya?
Lampiran 6

Jawaban : interaksi yang saya berikan adalah sebagai family atau sebagai
anak saya sendiri. Karena sekolah ini adalah sekolah swasta jadi saya
selaku guru tidak bisa terlalu kasar terhadap siswa. Beda dengan sekolah
negeri mereka gurunya pada cuek-cuek pada siswanya.
Bagaimana cara anda membuat iklim sekolah menjadi nyaman kepada
peserta didik?
4. Iklim Sekolah Jawaban : agar iklim sekolah selalu nyaman saya selalu menegakkan
kedisiplinan atas pelanggaran-pelanggaran yang ada dari siswa. Dengan
itulah iklim sekolah menjadi nyaman bagi yang lain.
Bagaimana anda memberikan contoh ibadah di luar program madrasah?
Jawaban : banyak hal yang dapat dicontohkan dalam ibadah di sekolah.
Sekolah sendiri punya program yang diberikan kepada siswa. Diluar
5. Ibadah program pembelajaran siswa sering bertanya tentang seputar kehidupan
sehari-hari, seperti bagaimana posisi seorang yang sedang haid. Intinya
saya memberikan pengetahuan seputar ibadah dalam kehidupan sehari-
hari.
Kompetesi apa yang anda kepada peserta didik berikan ketika proses
belajar mengajar dan apakah kompetisi itu membentuk karakter, karakter
apa yang dibentuk dari kompetisi tersebut?
Jawaban : paling pertama saya membuat game katerampilan. Seperti
6. Kompetisi
contoh saya memeberikan tugas dalam membagi harta warisan dalam
anggota keluarganya yang ada dirumah. Dengan begitu mereka dengan
antusias mengerjakan dan menghitung harta warisan dalam anggota
keluargnya. Saya selalu menanamkan kepada siswa dalam kompetisi sikap
Lampiran 6

agar selalu menjunjung ahklakul karimah.

Apa yang anda harapkan dari peserta didik?


Jawaban : yang saya harapkan dari peserta didik adalah agar mereka
7. ekspetasi guru
semua paham dengan apa yang saya ajarkan. Jangan pernah berhenti
terhadap muridnya
bertanya sebelum paham dan saya tidak akan berhenti member penjelasan
sebelum siswa paham.
Bagaimana anda mengajarkan disiplin waktu kepada peserta didik?
Jawaban : saya memberikan toleransi pada setiap siswa yang terlambat
dengan waktu 10 menit. Lewat 10 menit saya mengunci kelas dan yang
8. disiplin waktu
terlambat lebih dari 3x dengan konsikuensi belajar diluar kelas dengan
mengerjakan tugas atau sama sekali tidak masuk kelas mengikuti
pelajaran.
Lampiran 6

Informan : M. Idham Khalid, S.Pd.I


Jabatan : Guru PAI
Pelaksanaan : Kamis, 30 Junli 2015

Variabel Indikator Uraian Pertanyaan Wawancara


1. Struktural Dalam penyusunan pembagian kelas, Apakah Bapak/ibu
melakukan pengembangan dengan memasukan nilai-nilai
karakter?
Jawaban : biasanya kelas ada yang aktif dan ada kelas yang tidak
1. Pembagian Kelas aktif. Untuk kelas yang tidak aktif saya selalu memberikan dengan
game keterampilan dan menyampaikan materi dengan lemah
lembut juga. Dalam pembagian kelas saya tidak langsung memulai
materi pelajaran tetapi cendrung memberikan motivasi bagaimana
mereka mau belajar dengan pelajaran yang saya berikan.
Karakter seperti apa yang anda harapkan dari kegiatan
ekstrakulikuler?
Apakah anda ikut serta dalam kegiatan ekstrakulikuler?
Jawaban : ekskul yang dilaksanakan di madrasah ini sangat
2. Ekstrakulikuler disenangi oleh siswa. Bahkan siswa rela mengikuti kegiatan dari
pada belajar dalam kelas. Karena kegiatan ekskul merupakan
kegiatan yang nyata yang dampaknya langsung dirasakan oleh
siswa itu sendiri. Misalknya siswa memenangkan perlombaan
dalam pertandingan olahraga dan seni.
Lampiran 6

Bagaimana anda memanfaatkan fasilitas sekolah dalam proses


pembelajaran?
Bagaimana fasilitas sekolah yang anda harapkan?
3. Fasilitas Sekolah Jawaban : fasilitas sangat membantu saya dalam proses
pembelajaran terutama pada saat menyampaikan materi dengan
proyektor. Karena peserta didik memiliki gaya belajar yang
berbeda-beda dengan bagaimana saya menyampaikan pelajaran
kepada mereka.
2. Kultural Menurut anda norma seperti apa yang anda berikan yang memiliki
dampak terhadap pembentukan karakter?
1. norma sekolah Jawaban : karena madrasah ini merupakan lembaga pendidikan
yang bercirikan Islam, maka sikap dan sifat harus sesuai dengan
agama Islam. Untuk itu saya mengajarkan dari diri saya sendiri
agar selalu menjadi tauladan yang berahklak karimah.
Bagaimana cara anda membuat suasana sekolah menjadi kondusif
terhadap peserta didik?
Jawaban : suasana nyaman saya mulai dari kelas sendiri. Saya
2. Suasana Sekolah
membuat siswa bagaimana caranya mereka untuk mau belajar
dulu. Biasanya saya memberikan motivasi atau game untuk
merangsang minat siswa.
Lampiran 6

Bentuk interaksi bagaimana yang anda berikan kepada peserta


didik dalam membentuk karakternya?
3. Interaksi Guru dan
Jawaban : intinya menempatkan sesuai dengan posisinya. Siswa
Siswa
bisa menjadi seorang anak didik, teman, saudara atau menjadi
seorang rekan kerja dalam sebuah kegiatan.
Bagaimana cara anda membuat iklim sekolah menjadi nyaman
kepada peserta didik?
Jawaban : biasanya saya memberikan reward and punishment
kepada siswa. Agar iklim sekolah selalu nyaman dengan
4. Iklim Sekolah menegakkan kedisiplinan atas pelanggaran-pelanggaran yang ada
dari siswa. Dengan itulah iklim sekolah menjadi nyaman bagi
yang lain dan memberikan pengahargaan bagi siswa yang
memiliki prestasi kebaikan. Dengan itu begitu iklim sekolah dapat
menjadi nyaman.
Bagaimana anda memberikan contoh ibadah di luar program
madrasah?
5. Ibadah Jawaban : setiap ibadah yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah ini
sebenarnya sudah di program. Paling saya memberikan contoh
semisal berdoa sebelum dan sesudah belajar mengajar.
Kompetesi apa yang anda kepada peserta didik berikan ketika
proses belajar mengajar dan apakah kompetisi itu membentuk
6. Kompetisi karakter, karakter apa yang dibentuk dari kompetisi tersebut?
Jawaban : saya membuat system saving point. Saya mengajukan
beberapa pertanyaan pada proses pembejaran. Lalu yang bisa
Lampiran 6

menjawab saya akan berikan nilai tambahan dari tugas hariannya.

Apa yang anda harapkan dari peserta didik?


7. ekspetasi guru
Jawaban : yang saya harapkan yakni karakter yang sesuai dengan
terhadap muridnya
ajaran Islam.
Bagaimana anda mengajarkan disiplin waktu kepada peserta
didik?
8. disiplin waktu Jawaban : kalau dalam KBM saya membuat aturan tersendiri,
siswa terlambat 5 menit siswa diberi tanda x diabsen tidak
dianggap hadir dan boleh masuk mengikuti pelajaran dalam kelas.

Informan : Ridwan, S.Ag


Jabatan : Guru Bahasa Indonesia
Pelaksanaan : Senin, 22 Juni 2015

Variabel Indikator Uraian Pertanyaan Wawancara


1. Struktural Dalam penyusunan pembagian kelas, Apakah Bapak/ibu melakukan
pengembangan dengan memasukan nilai-nilai karakter?
Jawaban :
biasanya kelas ada yang aktif dan ada kelas yang tidak aktif. Untuk kelas
1. Pembagian Kelas
yang tidak aktif saya selalu memberikan dengan game keterampilan dan
menyampaikan materi dengan lemah lembut juga. Dalam pembagian kelas
saya tidak langsung memulai materi pelajaran tetapi cendrung memberikan
motivasi bagaimana mereka mau belajar dengan pelajaran yang saya
Lampiran 6

berikan.

Karakter seperti apa yang anda harapkan dari kegiatan ekstrakulikuler?


Apakah anda ikut serta dalam kegiatan ekstrakulikuler?
2. Ekstrakulikuler Jawaban : karakter yang diinginkan dari ekskul adalah target dari MOU
dengan pihak pelatih. Biasanya targetnya adalah memiliki juara pada
tingkat nasional baik dalam bidang olehraga dan seni.
Bagaimana anda memanfaatkan fasilitas sekolah dalam proses
pembelajaran?
Bagaimana fasilitas sekolah yang anda harapkan?
3. Fasilitas Sekolah
Jawaban : fasilitas yang di Aliyah belum 100% memiliki fasilitas yang
lengkap. Tetapi secara garis besar sudah memenuhi karakter dan proses
pembelajaran siswa.

2. Kultural Menurut anda norma seperti apa yang anda berikan yang memiliki dampak
terhadap pembentukan karakter?
1. norma sekolah
Jawaban : tentunya norma-norma yang mencerminkan akhlakul karimah.
Saya sebagai guru harus dapat mencontohkan kepada siswa tentang hal-hal
yang baik, seperti tepat masuk ke sekolah.
Lampiran 6

Bagaimana cara anda membuat suasana sekolah menjadi kondusif terhadap


peserta didik?
2. Suasana Sekolah Jawaban : disini ada program HC (habitual curriculum), untuk itu program
ini ditargetkan siswa dapat berkelakuan baik terutama dengan pergaulan
sehari-hari baik dari bahasa maupun sikap.
Bentuk interaksi bagaimana yang anda berikan kepada peserta didik dalam
membentuk karakternya?
3. Interaksi Guru dan Jawaban : kami sebagai lembaga pendidikan swasta selalu memberikan
Siswa interaksi seperti family anak adalah sebagai keluarga. Beda seperti sekolah
negeri yang cuek kepada peserta didiknya. Banyak siswa yang pindah dari
sekolah negeri ke Madrasah Aliayah ini.
Bagaimana cara anda membuat iklim sekolah menjadi nyaman kepada
peserta didik?
Jawaban : iklim sekolah sudah dimulai sejak awal kedatangan siswa pada
4. Iklim Sekolah
pagi hari. Semboyan 3 S (sapa, senyum, salam) menjadi iklim yang tidak
dipisahkan dari siswa. Terlebih lagi sanksi yang diberikan bagi siswa yang
terlambat pada jam masuk sekolah.
Bagaimana anda memberikan contoh ibadah di luar program madrasah?
5. Ibadah Jawaban : saya biasanya mengajarkan ibadah masuk kedalam mata
pelajaran intra seperti pengurusan jenazah, prkatik ibadah, keputrian,
Kompetesi apa yang anda kepada peserta didik berikan ketika proses
belajar mengajar dan apakah kompetisi itu membentuk karakter, karakter
6. Kompetisi
apa yang dibentuk dari kompetisi tersebut?
Jawaban : biasanya saya selalu memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada
Lampiran 6

siswa terkait dengan materi yang saya ajarkan. Dari sini akan keliatan
siswa-siswi yang berlomba untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Apa yang anda harapkan dari peserta didik?
Jawaban : harapan saya sebagai guru dari siswa adalah terwujudnya visi
7. ekspetasi guru
dari Madrasah Aliyah yakni unggul dalam bidang akhlak. Lalu harapan
terhadap muridnya
saya untuk siswa adalah siswa yang tamat dari sini diterima di seluruh
perguruan tinggi yang ternama seperti UIN Jakarta, UI
Bagaimana anda mengajarkan disiplin waktu kepada peserta didik?
Jawaban : saya selalu tegas terhadap siswa dengan menjalankan tata tertib
8. disiplin waktu yang ada di madrasah ini. Apapun pelanggaran yang dilakukan harus
diberikan sanksi.

Informan : Drs. Samingan R.


Jabatan : Kepala MA.
Pelaksanaan : Kamis, 25 Juni 2015

Variabel Indikator Uraian Pertanyaan Wawancara


1. Struktural Apakah selama ini pembagian kelas direncanakan terlebih dahulu?
Bagaimana sistem pembagian kelas yang dibuat di MP?
1. Pembagian Kelas
Jawaban : benar, setiap pembagian kelas itu sudah di desain terlebih
dahulu. Pembagian kelas berdasarkan minat dan kemampuan peserta didik.
Lampiran 6

Karakter seperti apa yang anda harapkan dari kegiatan ekstrakulikuler?


Apakah kegiatan ekstrakulikuler sudah sesuai dengan kebutuhan siswa?
Jawaban : karakter yang diharapak tentunya karakter yang mampu bersaing
2. Ekstrakulikuler
dengan perkembangan zaman tentunya. Karakter yang lebih ditonjolkan
adalah karakter akhlakul karimah. Ekskul yang dilaksanakan di Madarasah
Aliyah Pembangunan sudah sesuai dengan kebutuhasn peserta didik.
Apakah fasilitas sekolah ini sudah mendukung karakter siswa ?
Jawaban : kita selalu berusaha memberikan fasilitas yang terbaik untuk
3. Fasilitas Sekolah peserta didik tentunya. Namun masih saja ada fasilitas yang belum
memadai bagi siswa. Kedepannya kamu tentu akan mengevaluasi lagi
fasilitas yang kurang. Secara umum fasilitas yang ada di MAP ini sudah
mendukung karakter siswa.
2. Kultural Bagaimana bentuk norma-norma di madrasah ini yang mencerminkan
karakter yang baik?
Jawaban : sebagai contoh guru tauladan yang baik kami selalu memberikan
4. norma sekolah perilaku-perilaku yang dapat membuat siswa terdorong untuk terbiasa
melaksanakannya. Misalkan guru-guru dan saya pagi-pagi sudah
menunggu datangnya siswa di pintu gerbang dengan memberikan
senyuman dan sapaan hangat kepada siswa. Tidak lupa juga tradisi yang
ada di MAP ini 3 S (sapa, senyum,salam) itu selalu kami biasakan.
Apa yang anda lakukan agar iklim sekolah menjadi nyaman dan
menyenangkan?
5. Iklim Sekolah
Jawaban : saya selalu menekankan kepada guru-guru bahwa peserta didik
merupakan bagian dari keluarga kita. Maka dari itu, hubungan family
Lampiran 6

antara siswa dengan guru harus tetap terjaga harmonis.

Apakah ada program ibadah-ibadah yang diberikan kepada siswa dan apa
saja bentuk program ibadahnya dan apakah fasilitas disekolah ini sudah
mendukung program ibadah tersebut?
6. Ibadah
Jawaban : kita banyak memberikan program kepada siswa. Salah satunya
kegiatan HC. Mulai dari shalat dhuha, tadarrus, kultum, tahfiz. Tapi untuk
beberapa kegiatan masih ada fasilitas yang belum terpenuhi.
Kompetisi apa saja yang pernah dilaksanakan di madrasah ini?
Jawaban : madrasah aliyah sudah banyak mengukuti kompetisi baik yang
7. Kompetisi
dilakukan di MAP maupun diluar madrasah misalkan futsal, basket, dan
pentas seni.
Apakah sekolah sudah menerapkan setiap kegiatan yang dilakukan
beradasarkan disiplin waktu?
Jawaban : disipilin waktu merupakan hal wajib dilaksankan di madrasah
8. disiplin waktu
ini. Mulai dari sanksi hukuman sudah kami terapkan untuk membuat anak
menjadi disiplin. Namun masih saja ada pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan peserta didik.
Lampiran 6

Informan : Peserta Didik


Jabatan :
Pelaksanaan : Rabu, 10 Juni 2015

Variabel Indikator Uraian Pertanyaan Wawancara


1. Struktural Apa yang anda rasakan ketika ada pembagian kelas?
1. Pembagian Kelas Jawaban : yang saya rasakan senang ketika saya bisa masuk jurusan yang
saya inginkan.
Kegiatan ekstrakulikuler apa yang kamu ikuti?
Hal apa yang dapat kamu ambil dari kegiatan ekstrakulikuler?
Jawaban : saya ikut KIR (kelompok ilmiah remaja), musikalisasi puisi,
2. Ekstrakulikuler basket. Banyak pengalaman yang saya dapatkan pada kegiatan ekskul.
Saya belajar dengan teori terus jadi pengen menikmati yang praktik. Di
ekskul saya lebih dituntut untuk lebih tanggungjawab juga, tepat waktu,
dan kerjasama.
Manfaat apa yang kamu rasakan dengan fasilitas sekolah berikan?
3. Fasilitas Sekolah Jawaban : yang saya rasakan dengan fasilitas sekolah belum memadai
untuk kegiatan ekskul. Ada juga fasilitas sekolah yang belum bersih,
contohnya toilet yang masih kotor. Jadi kita merasa tidak nyaman aja.
2. Kultural Apakah kamu sering melanggar norma yang ada di madrasah ini dan
bagaimana menurut kamu norma-norma yang ada di madrasah ini?
1. norma sekolah
Jawaban : Alhamdulillah saya tidak melanggar peraturan. Peraturan yang
ada disini tidak terlalu berat. Kami tidak merasa terbebani dengan aturan
yang ada.
Lampiran 6

Apakah kamu merasa nyaman pada saat proses belajar mengajar?


2. Suasana Sekolah Jawaban : saya merasa nyaman kalau lagi belajar. Kalaupun ada teman
yang berisik tidak terlalu menggangu belajar saya.
Interaksi seperti apa yang terjalin dengan guru kamu?
3. Interaksi Guru dan Jawaban : guru-guru disini sangat menyenangkan. Paling ada beberapa
Siswa guru yang kami tidak sukai. Tapi secara keseluruhan kami nyaman. Mereka
menganggap kami seperti anaknya sendiri.
Bagaimana cara kamu memberikan toleransi kepada sahabat kamu?
Jawaban : biasanya ada juga teman yang ieng atau berisik pas lagi belajar.
4. Iklim Sekolah
Paling kita Cuma diemin aja kalau dia ganggu teman yang lain. Nanti juga
diem sendiri.
Apakah ada dampak setelah kamu mengikuti ibadah di madrasah dan
seperti apa dampak yang kamu rasakan?
Jawaban : banyak dampak yang kami rasakan. Biasanya kami tidak pernah
5. Ibadah
shalat dhuha sekarang jadi sering dhuha. Biasa jarang menghapal quran
sekarang jadi terbiasa menghapal. Kami jadi seperti nyaman aja kalau
sudah shalat dhuha
Apakah gurumu pernah memberikan sejenis kompetisi dalam
pembelajaran, bagaimana menurut kamu kompetisi tersebut?
6. Kompetisi Jawaban : iya kadang-kadang guru juga memberikan kompetisi. Menurut
saya itu sangat bagus buat kami. Karena kami juga terdorong untuk
berlomba dengan teman yang lain.
7. ekspetasi guru Respon apa yang anda berikan dari motivasi guru untuk kamu?
terhadap muridnya Jawaban : kami selalu mengikuti apa yang diberikan guru. karena motivasi
Lampiran 6

itu sangat bermanfaat bagi kami.


Apakah kamu melaksanakan disiplin waktu dari setiap kegiatan madrasah?
Jawaban : iya kita selalu bisa tepat waktu juga setiap kegiatan yang ada. Itu
8. disiplin waktu
sudah jadi tanggungjawab juga. Walaupun kadang-kadang masih telat
juga.

Informan : Wali Murid


Jabatan :
Pelaksanaan : Sabtu, 13 Juni 2015

Variabel Indikator Uraian Pertanyaan Wawancara


2. Struktural Karakter seperti apa yang anda ketahui dari siswa setelah mereka
mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di madrasah?
Jawaban : karakter yang seperti jujur, bertanggungjawab, dan disiplin.
1. Ekstrakulikuler
Sebelum anak saya masuk ke MP anak saya biasa saja sewaktu dirumah.
Namun sekarang anak saya lebih rajin shalatnya, lebih disiplin dari yang
sebeluumnya.
Apakah menurut anda fasilitas sekolah memberikan sebuah karakter yang
2. Fasilitas Sekolah baik terhadap siswa?
Jawaban : Saya kurang mengetahui tentang fasilitas yang ada di sekolah.
Setahu saya tidak ada komplin dari anak saya.
3. Kultural 1. norma sekolah Apakah anak anda terbebani dengan peraturan yang ada di madrasah?
Lampiran 6

Apakah anak anda rajin melaksanakan ibadah ketika di rumah dan


bagaimana dampak dari ibadah tersebut terhadap karakter?
Jawaban : Alhamdulillah banyak perkembangan yang terjadi pada anak
2. Ibadah saya selama sekolah di MP. Sebelumnya dia tidak pernah melaksanakan
shalat dhuha tapi sekarang dia rajin melaksanakannya. Tanpa ada suruhan
dia melaksanakan shalat. Karakter yang diberikan lebih rajin dan disipilin
saja.
Apakah anak anda selalu disiplin waktu tehadap pekerjaanya ketika di
rumah?
3. disiplin waktu Jawaban : sekarang anak saya lebih disiplin dari sebelum dia masuk ke
MP. Kadang-kadang saja dia telat bangun. Itupun hanya pada waktu libur
sekolah.
Lampiran 7

Lampiran Dokumentasi

No Tipe Dokumen Jenis Dokumen


1 Dokumen Resmi Kurikulum madrasah
Madrasah Buku profil madrasah
Data jumlah siswa dan guru
Prestasi siswa dalam berbagai
kegiatan
Absensi siswa
2 Dokumen Pribadi Diari/catatan harian kepala madrasah
Foto, piala dan lain-lain
Catatan harian siswa
3 Objek Simbol-simbol tentang Madrasah
Aliyah UIN Jakarta
4 Dokumen Data tentang kegiatan ekstrakulikuler
kegiatan-kegiatan
Ekstrakulikuler
Lampiran 8

Lampiran Observasi

No. Observasi Hasil Observasi

1 Suasana Sekolah

2 Tempat Ibadah

3 Proses Pembelajaran di Kelas

4 Hubungan dan Komunitas

5 Sarana dan Prasana

6 Perpustakaan

7 Laboratorium

8 Kantin siswa

8 Lapangan olahraga
Adlan Fauzi Lubis dilahirkan di Tanjung Pura pada tanggal 25 Mei
1991. Anak keempat dari 4 bersaudara dari pasangan Samsul Magrib Lubis
dan Nuraliyah, N yang berdarah Batak Mandailing. Pernah mengecap
pendidikan di SD Negeri Kota Lama 056616 pada tahun 1997- 2003.
Kemudian melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Negeri
(MTsN) Stabat pada tahun 2003-2006. Setelah itu mengikuti tes untuk
masuk ke Madrasah Aliyah Negeri Stabat pada tahun 2006 - 2009.
Setelah lulus dari MAN Stabat kemudian melanjutkan pendidikan ke
perguruan tinggi IAIN Sumatera Utara Medan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan jurusan Pendidikan Agama Islam, fakultas ini kemudian berubah
menjadi Universioas Islam Negeri (UIN) SU Medan. Pada tahun 2013
akhirnya dapat menyelesaikan studi di IAIN SU Medan. Pada tahun 2013
mengikuti seleksi masuk program magister di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan dalam proses penyelesaian studi sampai sekarang.

También podría gustarte