Está en la página 1de 178

RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA

PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN


Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon

Y.A. BUDHI JATMIKO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA
PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon

Y.A. BUDHI JATMIKO


Nrp: C.561020094

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
DOKTOR
pada
Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi saya yang berjudul :

RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA


PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon

Merupakan hasil karya sendiri, dengan pembimbingan komisi pembimbing


dan belum pernah diserahkan untuk pencapaian prestasi akademik apapun
melalui perguruan tinggi manapun.
Semua sumber data dan informasi yang dipergunakan dalam penyusunan
disertasi ini, telah dinyatakan secara jelas dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka dibagian akhir disertasi ini.

Bogor, September 2009

Y.A BUDHI JATMIKO


NRP. C.561020094
ABSTRACT

Y.A. BUDHI JATMIKO. DEVELOPMENT PATTERN DESIGN OF FISHERIES


INDUSTRIAL PRODUCT, Case study : Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta
dan Cirebon. Under Supervision: JOHN HALUAN as the chief of the
commission, with HARTRISARI HARDJOMIDJOJO and MITA WAHYUNI as the
members of the commission.

Fish processing unit activities is one of commodity industry which is potential to


develop as a great source of national territorial waters. Nevertheless, there are
many problems in developing this industry, such as raw material production
aspect, sanitation and hygiene.
Purpose of the research were to design the development of fish industrial
product, the research consisted of 3 main steps:
1. Identifying the production of captured fisheries as a source of raw material
used for fish processing unit activities.
2. Determining the main product of captured fisheries.
3. Determining the development pattern design of fish processing unit
activities.
Based on the analysis, potential commodities of Cilacap regency were multi
species fish. Potential commodities of Pelabuhanratu Sukabumi Regency
were eaglerays fish. Potential commodities of DKI Jakarta Province were shark
fish and potential commodities of Cirebon Regency were eaglerays fish.
Prime product of Cilacap Regency is surimi of multi species fish, surimi of
eaglerays fish from Pelabuhanratu Sukabumi Regency, surimi of shark fish
from DKI Jakarta Province and surimi of eaglerays fish from Cirebon Regency.
The financial feasibility of Cilacap Regencys NPV is Rp 2.510.361.474,- Net
B/C 2,24 and PBP 3,27 years, Pelabuhanratu Sukabumi Regencys NPV is
Rp 282.620.155,- Net B/C 1,62 and PBP 6,61 years, DKI Jakarta Provinces
NPV is Rp 2.601.926.215,- Net B/C 1,97 and PBP 3,76 years and Cirebon
Regencys NPV is Rp 4.788.037.931,- Net B/C 2,34 and PBP 3,15 years.
The development strategy of surimi processing industrial needs efforts from
government, stakeholders and financial institution. The government, needs to
support the surimi industrialist by giving the financial reinforcement, technical
assistance, promotion, guidance for financial institution and lead to partnership
with processing industry of fish jelly product and fish captured industries.

Keywords: Pattern design, development industry, prime product.


RINGKASAN

Y.A BUDHI JATMIKO. RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA


PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN, Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI
Jakarta dan Cirebon, Dibimbing oleh JOHN HALUAN sebagai ketua komisi,
dengan anggota HARTRISARI HARDJOMIDJOJO dan MITA WAHYUNI.

Usaha pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu jenis industri


yang sangat potensial untuk dikembangkan. Hal ini mengingat potensi
sumberdaya ikan dari perairan nasional sangat besar, terlebih sumberdaya ikan
yang berasal dari laut juga potensial. Namun demikian masih banyak persoalan
dan masalah yang menghambat perkembangannya, antara lain aspek produksi
bahan baku untuk industri pengolahan, aspek sanitasi dan higiene di rantai
penangkapan, pendaratan dan pada unit pengolahan.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat rancangan model
pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan khususnya ikan yang
dihasilkan dari tangkapan laut, melalui tahapan sebagai berikut: (1)
mengidentifikasi produksi perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan, (2)
menentukan produk unggulan, (3) menentukan rancangan model
pengembangan usaha pengolahan produk unggulan.
Rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan
dirancang dalam suatu program komputer dengan nama SPK Perikanan,
melalui subsistem kelayakan finansial untuk mengetahui tingkat kelayakan
produk unggulan industri pengolahan hasil perikanan yang dirumuskan dengan
kriteria Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Pay
Back Period (PBP).
Berdasarkan hasil analisis, komoditas potensial Kabupaten Cilacap
adalah ikan campuran (multi species). Komoditas potensial Pelabuhanratu
adalah ikan pari. Komoditas potensial DKI Jakarta adalah ikan cucut dan
komoditas potensial Kabupaten Cirebon adalah ikan pari.
Produk unggulan Kabupaten Cilacap surimi ikan campuran (multi
species), produk unggulan DKI Jakarta adalah surimi ikan cucut, produk
unggulan Pelabuhanratu surimi ikan pari dan produk unggulan Kabupaten
Cirebon surimi ikan pari.
Dengan berkembangnya olahan produk surimi di suatu daerah akan
berdampak positif terhadap meningkatnya penyerapan tenaga kerja,
meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatnya keuntungan
finansial para pelaku usaha baik terhadap pengolah itu sendiri maupun
terhadap para nelayan sebagai pemasok bahan baku.
Analisis kelayakan finansial terhadap industri pengolahan surimi di
Kabupaten Cilacap menggunakan bahan baku ikan campuran (multi species)
dengan kapasitas produksi sebesar 818.400 kg/th menghasilkan NPV
Rp. 2.510.361.474,- ; Net B/C 2,24 dan PBP 3,27 tahun. Industri pengolahan
surimi di wilayah Pelabuhanratu menggunakan bahan baku ikan pari dengan
kapasitas produksi sebesar 108.460 kg/th menunjukkan NPV Rp. 282.620.155,-
; Net B/C 1,62 dan PBP 6,61 tahun. Industri pengolahan surimi dari ikan cucut
untuk wilayah DKI Jakarta pada kapasitas produksi 1.141.700 kg/th
menunjukkan NPV Rp. 2.601.926.215,- ; Net B/C 1,97 dan PBP 3,76 tahun.
Industri pengolahan surimi di Kabupaten Cirebon menggunakan bahan baku
ikan pari dengan kapasitas produksi 1.864.900 kg/th menunjukkan NPV Rp.
4.788.037.931,- ; Net B/C 2,34 dan PBP 3,15 tahun.
Keempat daerah penelitian menunjukkan NPV yang tinggi, Net B/C > 1
dan PBP antara 3,15 tahun sampai dengan 6,61 tahun, artinya proyek ini hanya
memerlukan waktu pengembalian/menutup biaya investasi awal kurang dari 7
tahun. Dari analisis ini maka pengolahan surimi dari ikan potensial layak untuk
dikembangkan di Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon.
Strategi pengembangan usaha pengolahan surimi dengan kerjasama
yang sinergi antara pemerintah, pelaku usaha dan lembaga keuangan. Pihak
pemerintah perlu memberikan dukungan penuh kepada pengolah surimi melalui
penguatan modal, bimbingan teknis, promosi, pendampingan terhadap lembaga
keuangan dan memfasilitasi terjadinya kemitraan dengan industri pengolahan
fish jelly product serta industri penangkapan sebagai pemasok bahan baku
pengolahan surimi.

Kata kunci: Rancangan model, pengembangan usaha pengolahan, produk


unggulan.
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini
tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian
atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin
IPB
Persembahan untuk isteri dan kedua buah hati tercinta yang tiada lelah
mendoakan serta penuh keikhlasan mendukung dan berkorban :

M.G. Sri Sudarini S.pd


V. Adhisurya Rakasiwi S.E.Ak.
Monica Dhika Prameswari S.Farm.,Apt
RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN
HASIL PERIKANAN
Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon

Y.A. BUDHI JATMIKO

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tertutup Tanggal 5 Februari 2008:
1. Prof. Dr. Ir. Musa Hubies, Dipl.Ing.DEA

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka Tanggal 17 Maret 2009:


1. Dr. Agus Heri Purnomo, M.Sc
2. Prof. Dr. Ir. Mulyono Baskoro, M.Sc
Judul Disertasi : RANCANGAN MODEL PENGEMBANGAN USAHA
PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
Studi Kasus: Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan
Cirebon

Nama : Y.A. Budhi Jatmiko


NRP : C.561020094
Program Studi : Teknologi Kelautan ( TKL )

Disetujui :
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc


Ketua

Dr. Ir. Mita Wahyuni M.Sc Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA
Anggota Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Teknologi Dekan Sekolah Pascasarjana


Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc Prof. Dr. Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :


PRAKATA

Puji Tuhan, atas kuasa dan kehendak Tuhan jualah sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah dalam bentuk disertasi merupakan
salah satu syarat untuk mencapai gelar doktor di Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari, bahwa tanpa bantuan pihak lain disertasi ini tidak akan dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu , baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam penyelesaian disertasi ini.
Secara khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang tulus kepada Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc selaku ketua
komisi pembimbing dalam penyusunan disertasi ini. Hal yang sama penulis
sampaikan kepada Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA dan Dr. Ir. Mita Wahyuni
M.Sc selaku anggota komisi pembimbing sekaligus dosen sejak penulis
mengikuti pendidikan pada program Pascasarjana (S3) pada tahun 2002, yang
telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu selama penulis menempuh
pendidikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para anggota
tim penguji luar komisi, yang telah memberikan kritik sekaligus masukan
konstruktif guna penyempurnaan disertasi ini.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Martani Huseini selaku Direktur Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Departemen Kelautan dan Perikanan
yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk
menempuh pendidikan doktor di Institut Pertanian Bogor.
2. Bapak Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir.Khairil Anwar
Notodiputro, MS, Bapak Ketua Program Studi Teknologi Kelautan, Prof.
Dr. Ir. John Haluan M.Sc beserta seluruh staf pengajar dan staf
administrasi pada program studi Teknologi Kelautan (TKL) atas semua
bantuan dan fasilitas yang disediakan sehingga penulis dapat mengikuti
pendidikan dengan baik dan lancar.
3. Bapak Ir. Santoso M.Phil selaku Kepala Balai Besar Pengembangan dan
Pengendalian Hasil Perikanan (BBP2HP) yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan program S3
di Institut Pertanian Bogor.
4. Bapak Ir. Nazori Djazuli M.Sc selaku Direktur Standardisasi dan Akreditasi
yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis untuk
dapat menyelesaikan pendidikan program S3 di Institut Pertanian Bogor
ini.
5. Teman-teman seperjuangan dan seangkatan pada program S3 kelas
khusus program studi Teknologi Kelautan angkatan 2002, mereka telah
banyak memberikan bantuan, dorongan, kritik dan saran kepada penulis.
Sayang, pada akhirnya penulis dan mereka sudah harus mulai berpisah
untuk menentukan jalannya masing-masing dalam menjalani proses
pengabdian selanjutnya.
Akhirnya penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih
secara khusus kepada kakakku, Sri Hartiti dan Sugeng Priyadi yang tak
henti-hentinya memberikan motivasi dan doa untuk keberhasilan dan
kesuksesan penulis.
Sesungguhnya, ketika menjalani kehidupan masa kecil dulu di sebuah
Desa Gemolong wilayah Solo Jawa Tengah yang penuh dengan
kesulitan, penulis tidak pernah membayangkan apalagi bermimpi bahwa
salah seorang diantara kami bisa sampai pada jenjang pendidikan Strata
tiga (S3).
Penghargaan dan terima kasih khusus juga kami tujukan kepada istri,
M.G. Sri Sudarini dan putra-putri kami, V. Adhi Surya Rakasiwi S.E. Ak.
dan Monica Dhika Prameswari S.Farm. yang selama penulis menjalankan
pendidikan program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor, selalu
memberikan dukungan dan dorongan/motivasi serta menerima dengan
penuh pengertian, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih ada kekurangannya,
untuk itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak selalu penulis
harapkan. Terima kasih.

Bogor, September 2009

Y.A Budhi Jatmiko.


RIWAYAT HIDUP

Y.A. BUDHI JATMIKO, lahir di Solo Jawa Tengah pada tanggal 8 Pebruari
1956 dari ayah bernama Yososumarto dan ibu bernama Sukasri yang saat ini
sudah almarhum. Penulis merupakan anak ke 4 dari 5 bersaudara. Pendidikan
dasar diselesaikan di SDN I Gemolong-Sragen pada tahun 1968, melanjutkan
pendidikan di SMPN IV Solo dan tamat pada tahun 1971, pendidikan selanjutnya
dijalani di SMAN II Solo hingga tamat pada tahun 1974. Pada tahun 1975 penulis
melanjutkan belajar di PGSLP Solo dan lulus pada tahun yang sama.
Jenjang pendidikan Akademi, penulis selesaikan pada Akademi Usaha
Perikanan (AUP) Jakarta dan lulus tahun 1980. Pada tahun 1987 penulis
menyelesaikan pendidikan pada program Diploma IV di Pendidikan Ahli Usaha
Perikanan (AUP) Jakarta, selanjutnya Penulis berkesempatan melanjutkan
jenjang pendidikan S2 pada Magister Manajemen (MM) yang diselenggarakan
oleh IPWI Jakarta dan lulus pada tahun 1997. Penulis mengakhiri pendidikan
formal saat ini pada Institut Pertanian Bogor (IPB) Program Studi Teknologi
Kelautan (TKL) Strata 3 sejak tahun 2002 sampai tahun 2009 ini.
Penulis mengawali karir dalam jabatan struktural sebagai Kepala Sub Seksi
Sarana Pelabuhan pada Pelabuhan Perikanan Pantai Banjarmasin Kalimantan
Selatan dari tahun 1980 sampai dengan tahun 1983 dan sejak tahun 1984
sampai dengan sekarang (2007) atau sekitar 23 tahun bekerja pada Balai Besar
Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan (BBP2HP) direktorat
Jenderal P2HP-Departemen Kelautan dan Perikanan. Saat ini penulis dipercaya
mengemban jabatan Struktural pada BBP2HP sebagai Kepala Bidang Monitoring
Mutu Hasil Perikanan.
Penulis menikah dengan Sri Sudarini pada tanggal 22 Mei 1982 di kota Solo
dan sampai saat ini telah dikaruniai dua orang anak, yaitu Victor Adhi Surya
Rakasiwi S.E.Ak. (26 tahun) dan Monica Dhika Prameswari S.Farm., Apt (24
tahun).
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ................................................................................................. i


DAFTAR ISTILAH.. iii
DAFTAR TABEL.......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... ix

1 PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 5
1.3 Formulasi Masalah............................................................................. 7
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................... 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 8
1.6 Kerangka Pikir Penelitian................................................................... 8
1.7 Keluaran yang Diharapkan ................................................................ 11
1.8 Manfaat Penelitian ............................................................................. 11

2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 12


2.1 Potensi dan Produksi Perikanan ...................................................... 12
2.2 Sistem ............................................................................................. 15
2.2.1 Keunggulan pendekatan sistem.............................................. 17
2.2.2 Metode perbandingan eksponensial ....................................... 18
2.2.3 Proses metode perbandingan eksponensial ........................... 19
2.3 Prinsip-prinsip Dasar Teknologi Pengolahan Modern ...................... 20
2.4 Berbagai Teknologi Pengolahan Tradisional.................................... 22
2.4.1 Pengeringan........................................................................... 22
2.4.2 Penggaraman ........................................................................ 24
2.4.3 Fermentasi ............................................................................. 28
2.4.4 Pengasapan........................................................................... 30
2.4.5 Produk adonan....................................................................... 30
2.4.6 Disposisi olahan produk tradisional hasil perikanan............... 31
2.5 Surimi dan Fish Jelly Product............................................................ 32
2.5.1 Teknologi pengolahan surimi ................................................. 32
2.5.2 Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
mutu surimi ............................................................................ 34
2.5.3 Teknologi pengolahan fish jelly product ................................. 37
2.6 Tinjauan Studi Terdahulu yang Relevan........................................... 39
2.7 Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System) ............... 42

i
3 METODOLOGI PENELITIAN.................................................................. 45
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 45
3.2 Metode Penelitian ........................................................................... 45
3.2.1 Pemilihan komoditas potensial............................................... 46
3.2.2 Pemilihan produk unggulan ................................................... 46
3.3 Pengumpulan Data, Jenis dan Sumber Data ................................... 48
3.4 Jenis dan Sumber Data.................................................................... 49
3.5 Analisis Data .................................................................................... 51

4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 56


4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ............................................... 56
4.2 Pemilihan Komoditas Potensial........................................................ 63
4.3 Pemilihan Produk Unggulan............................................................. 80
4.4 Analisis Kelayakan Finansial Produk Unggulan............................... 86
4.4.1 Asumsi kelayakan finansial di Kabupaten Cilacap.................. 87
4.4.2 Asumsi kelayakan finansial di Pelabuhanratu......................... 88
4.4.3 Asumsi kelayakan finansial di DKI Jakarta ............................. 89
4.4.4 Asumsi kelayakan finansial di Kabupaten Cirebon ................. 90
4.5 Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Surimi........................ 91
4.6 Rancangan Model Pengembangan Usaha Pengolahan
Hasil Perikanan................................................................................ 96

5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 98


5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 98
5.2 Saran .............................................................................................. 100

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 101

LAMPIRAN

ii
DAFTAR ISTILAH

Definisi-definisi :

1). Pengertian Usaha Menengah, Kecil dan Mikro menurut :

(1) ADB

Usaha mikro adalah usaha-usaha non-pertanian yang mempekerjakan


kurang dari 10 orang termasuk pemilik usaha dan anggota keluarga
(ADB Report.op.cit.)

(2) Bank Dunia

Usaha mikro merupakan usaha gabungan (partnership) atau usaha


keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 10 orang, termasuk
didalamnya usaha yang hanya dikerjakan oleh satu orang yang sekaligus
bertindak sebagai pemilik (self-employed). Usaha mikro sering
merupakan usaha tingkat survival (usaha mempertahankan hidup-
survival level activities) yang kebutuhan keuangannnya dipenuhi oleh
tabungan dan pinjaman berskala kecil.

(http://web.worldbank.org/WBSITE/EKSTERNAL/NEWS/().contentMD:20
026975).

(3) BPS

Industri kerajinan rumah tangga yaitu perusahaan/usaha industri


pengolahan yang mempunyai pekerja 1 4 orang, sedangkan industri
kecil mempekerjakan 5 19 orang.

(4) Departemen Kelautan dan Perikanan (Peraturan No. 18/MEN/2006)

Perbedaan skala usaha pengolahan hasil perikanan ditetapkan


berdasarkan parameter Omset, Asset, Jumlah tenaga kerja, Status
hukum dan perijinan, teknis dan manajerial.

Usaha pengolahan hasil perikanan skala mikro memiliki nilai kumulatif


parameter skala usaha antara 20-44; Skala kecil memiliki nilai kumulatif

iii
parameter skala usaha antara 45-69; Skala Menengah memiliki nilai
kumulatif parameter skala usaha antara 70-89; Skala Besar memiliki nilai
kumulatif parameter skala usaha antara 90-100.

(5) Departemen Keuangan

Usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan WNI
yang memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1000.000.000 per
tahun, sedangkan usaha kecil memiliki hasil penjualan paling banyak Rp
1 milyar per tahun (SK Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003)

(6) Departemen Perindustrian dan Perdagangan

Industri kecil adalah kegiatan industri dengan nilai investasi kurang dari
200 juta rupiah dan industri menengah nilai investasinya kurang dari 10
milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

(7) Farbman dan Lessik (1989)

Usaha mikro mempunyai karakteristika antara lain mempekerjakan


paling banyak 10 orang pekerja, merupakan usaha keluarga dan
menggunakan tenaga kerja keluarga, lokasi kerja biasanya di rumah,
menggunakan teknologi tradisional, dan berorientasi pasar lokal.

(8) ILO

Usaha mikro di negara berkembang mempunyai karakteristik, antara lain


usaha dengan maksimal 10 orang pekerja, berskala kecil, menggunakan
teknologi sederhana, aset minim, kemampuan manejerial rendah dan
tidak membayar pajak.

(9) Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

Usaha mikro dan usaha kecil adalah suatu badan usaha milik WNI baik
perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih
(tidak termasuk tanah dan bangunan) sebanyak-banyaknya Rp 200 juta
dan atau mempunyai omzet/nilai output atau hasil penjualan rata-rata per
tahun sebanyak-banyaknya Rp 1 milyar dan usaha tersebut berdiri
sendiri.

iv
(10) Komite Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Pengusaha mikro adalah pemilik atau pelaku kegiatan usaha skala mikro
di semua sektor ekonomi dengan kekayaan diluar tanah dan bangunan
maksimum Rp 25 juta.

(11) USAID

Usaha mikro adalah kegiatan bisnis yang mempekerjakan maksimal 10


orang pegawai termasuk anggota keluarga yang tidak dibayar.
Kadangkala hanya melibatkan 1 orang, yaitu pemilik yang sekaligus
menjadi pekerja, kepemilikan aset dan pendapatannya terbatas
(http://www.usaidmikro.org/About).

2). Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka edisi 3 tahun
2002 yang dimaksud dengan:

(1)Komoditas Potensial adalah barang dagangan utama berupa bahan


mentah yang telah memenuhi kriteria tertentu dan mempunyai
kemampuan untuk dapat dikembangkan.

(2)Produk Unggulan adalah barang/jasa yang dibuat dan ditambah nilai/


gunanya melalui proses produksi sehingga menjadi produk akhir yang
mempunyai nilai lebih tinggi untuk dikembangkan.

3). Definisi dan pengertian industri menurut Departemen Perindustrian R.I


melalui Surat Keputusan Menteri omor 78/M-IND/PER/9/2007 tanggal 28
September 2007, yang dimaksud dengan Industri adalah kegiata ekonomi
yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/atau
barang jadi menjadi barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasan
industri. Jenis/macam industri berdasarkan tempat bahan baku, perikanan
merupakan industri ekstraktif yaitu industri yang bahan bakunya diambil
langsung dari alam sekitar.

v
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Produksi perikanan tangkap menurut sub sektor perikanan tangkap


pada tahun 2000-2005 (dalam ton) ....................................................... 12
2. Produksi perikanan tangkap menurut sub sektor perikanan tangkap
pada tahun 2000-2005 (dalam ton) potensi dan produksi (103
ton/tahun) .............................................................................................. 14
3. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan daerah perairan
pantai di Jawa Tengah........................................................................... 15
4. Perlakuan produksi perikanan tangkap tahun 2004 menurut cara
perlakuan berdasarkan wilayah pendaratan (dalam ton) ....................... 31
5. Cara dan tujuan aspek teknis produksi surimi ....................................... 37
6. Jenis dan sumber data .......................................................................... 49
7. Analisis kebutuhan para pelaku dengan kebutuhannya......................... 53
8. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan kabupaten/kota di
pantai utara dan selatan Provinsi Jawa Tengah (2002 2006)............. 57
9. Produksi dan nilai hasil perikanan menurut kabupaten/kota di
pantai selatan Provinsi Jawa Barat tahun 2004..................................... 59
10. Produksi dan nilai hasil perikanan menurut kabupaten/kota di
pantai utara Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 ....................................... 63
11. Produksi perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan di
Kabupaten Cilacap (2002 2006) ......................................................... 64
12. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Kabupaten
Cilacap................................................................................................... 65
13. Serapan industri dari produksi perikanan Cilacap ................................ 66
14. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap
Unit Pengolahan Ikan (UPI) modern ...................................................... 67
15. Produksi perikanan yang kontinyu didaratkan di Pelabuhanratu
(2002 2006) ........................................................................................ 68
16. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Pelabuhanratu........... 69
17. Produksi perikanan tangkap Pelabuhanratu dan serapan industri......... 70
18. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap
Unit Pengolahan Ikan (UPI) modern ...................................................... 71
19. Produksi perikanan yang kontinyu didaratkan di DKI Jakarta (2002
2006) .................................................................................................. 72
20. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di DKI Jakarta ............... 73
21. Produksi perikanan DKI Jakarta dan serapan industri ........................... 74
22. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap
Unit Pengolahan Ikan (UPI) ................................................................... 75

vi
23. Produksi perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan di
Kabupaten Cirebon (2002-2006) ........................................................... 76
24. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Kabupaten
Cirebon .................................................................................................. 77
25. Produksi perikanan Kabupaten Cirebon dan serapan industri............... 78
26. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap
Unit Pengolahan Ikan (UPI) ................................................................... 79
27. Pemilihan produk potensial di Kabupaten Cilacap................................. 80
28. Mutu surimi ikan campuran (multi species) dalam teknologi
pengolahan surimi ikan hasil tangkapan samping (by catch)................. 81
29. Pemilihan produk potensial di Pelabuhanratu....................................... 82
30. Pemilihan produk potensial di DKI Jakarta ............................................ 83
31. Pemilihan komoditas potensial di Kabupaten Cirebon........................... 86
32. Pembagian tugas dan tanggung jawab stakeholders pada strategi
pengembangan industri Surimi .............................................................. 95

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Alur penelitian......................................................................................... 10
2. Tahapan pendekatan sistem (Eriyatno, 1998)........................................ 17
3. Teknis penanganan dan pengolahan surimi (SNI 01-2694.2-1992) ....... 34
4. Arsitektur model SPK Perikanan ............................................................ 54
5. Rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil
perikanan ............................................................................................... 96

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Analisis finansial industri surimi di Kabupaten Cilacap .......................... 108


2. Analisis finansial industri surimi di Pelabuhanratu ................................. 115
3. Analisis finansial industri surimi di DKI Jakarta ...................................... 122
4. Analisis finansial industri surimi di Kabupaten Cirebon .......................... 129
5. Kapasitas perusahaan pengolahan ikan di Cilacap, Pelabuhanratu,
DKI Jakarta dan Cirebon........................................................................ 136
6. Petunjuk instalasi model SPK perikanan................................................ 143
7. Identitas pakar/responden dalam penelitian........................................... 146
8. Identifikasi jenis ikan yang tidak diserap industri besar/modern............. 148
9. SNI produk surimi beku.......................................................................... 151
10. Uji coba pengolahan surimi dan bakso ikan gindara... .. 160
11. Rekapitulasi hasil uji coba pengolahan surimi dari beberapa jenis
ikan ........................................................................................................ 161

ix
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2004 total produksi perikanan sebesar 6,5 juta ton. Dari
jumlah tersebut sebanyak 66,2% berasal dari laut. Produksi perikanan tersebut
dimanfaatkan sebagai makanan dalam bentuk segar (56,16%), olahan
tradisional (26,31%) dan olahan modern sebesar 17,53%. Dari jumlah total
olahan tradisional, sebanyak 68,73 % diolah dalam bentuk ikan asin,
sedangkan sisanya didistribusikan dalam bentuk produk pindang, fermentasi
serta bentuk olahan lainnya. Produk yang dihasilkan tersebut sebagian besar
mempunyai nilai dan tingkat mutu yang rendah (Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap 2004). Pada tahun yang sama, ekspor perikanan mencapai 902.358
ton dan hampir 80% didominasi produk olahan modern, sementara ekspor
produk tradisional seperti ikan asin, ikan asap, ikan pindang dan produk
fermentasi hanya 5,3% dari total ekspor. Jumlah ekspor produk tradisional
tersebut hanya sebesar 3,6% berasal dari kegiatan usaha dengan skala rumah
tangga.

Berdasarkan hasil pengkajian stock ikan yang dilakukan Badan Riset


Kelautan dan Perikanan (BRKP) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) tahun 2001 sumberdaya ikan di perairan Indonesia yang memiliki nilai
ekonomis dalam bidang perikanan dapat dikategorikan kedalam 5 kelompok
yaitu ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan karang, ikan hias dan ikan
demersal. Ikan demersal adalah ikan yang hidup pada atau dekat dengan dasar
laut antara lain ikan baronang, bawal hitam, bawal putih, beloso, bijinangka,
cucut, ekor kuning, pisang-pisang, gulamah, tigawaja, gerot-gerot, ikan lidah,
ikan merah, bambangan, jenaha, ikan nomei, ikan peperek, ikan sebelah, kakap
putih, kerapu, kurisi, kuro, senangin, layur, lencam, manyung, ikan pari dan
swanggi. Berbeda dengan ikan demersal, ikan pelagis hidupnya aktif di dekat
permukaan laut seperti misalnya ikan tuna, layaran , hiu, setuhuk, alu-alu,
bawal hitam, belanak, japuh, julung-julung, kembung, ikan kuwe, layang,
lemuru, parang-parang, selar, sunglir, talang-talang, tembang, teri, terubuk,
tetengkek, tongkol, setuhuk, ikan layaran, ikan pedang, cakalang dan tenggiri.

Pengolahan ikan skala kecil menggunakan modal usaha yang relatif


terbatas, teknik dan peralatan sederhana. Berbagai upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan nelayan dan pengolah ikan skala usaha kecil menengah tersebut
telah diupayakan pemerintah (DKP, 2002) antara lain sebagai berikut :

1) Perbaikan/pengadaan sarana penanganan ikan di atas kapal (palka, es,


refrigerasi dll)
2) Pengadaan fasilitas para pengolah di sentra kegiatan pengolahan hasil
perikanan.
3) Penyediaan sumber air bersih yang memenuhi persyaratan sanitasi dan
hygiene.
4) Pengembangan Standard Operating Procedure (SOP) khusus olahan
produk perikanan.
5) Penguatan modal usaha (credit/loan scheme) dan informasi pasar serta
promosi produk perikanan.
6) Peningkatan intensitas pelatihan kepada para pengolah dan para pemasok
bahan baku.
7) Penyebar luasan informasi tentang peraturan keamanan pangan (food
safety) sekaligus membangun kesadaran para pengolah .
8) Penguatan jaringan pascapanen ASEAN (ASEAN FPHT Network)

Dengan adanya pasar bebas ASEAN, Indonesia telah membuka pasar


bagi setiap produk perikanan dari luar sebagaimana perkembangan permintaan
konsumen. Keadaan tersebut memberikan dampak pada persaingan dengan
produk dalam negeri. Salah satu kunci agar suatu produk dapat bersaing
dipasaran adalah tingginya daya kompetitif dengan melihat keunggulan
komparatif. Keunggulan komparatif yang diperoleh dari produk perikanan antara
lain tersedianya bahan baku yang cukup, tersedianya tenaga kerja lokal yang
terampil dan dikuasainya teknologi pascapanen perikanan. Keunggulan
komparatif tersebut dapat diubah menjadi daya kompetitif apabila dalam semua

2
aspek dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Kedekatan antara kegiatan
produksi dengan ketersediaan bahan baku, tenaga kerja dan teknologi
ditambah dengan permodalan merupakan dasar dalam menentukan
keberhasilan pengembangan produk perikanan.

Dahuri (2002) dalam makalah Kebijakan dan Strategi Pembangunan


Kelautan dan Perikanan, menyatakan bahwa industri perikanan sebagai bagian
dari sistem bisnis dan industri perikanan belum besar peranannya di dalam
meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan. Industri
pengolahan produk perikanan kebanyakan belum mampu memperoleh bahan
baku yang dibutuhkan guna mengoperasikan unit usahanya pada tingkat
kapasitas terpasang secara kontinyu. Hal ini pada dasarnya karena belum
terjalin keterkaitan antara industri pengolahan dengan pemasok bahan baku,
sehingga mobilisasi pembangunan industri perikanan seperti industri
pengolahan ikan belum dapat memberikan peranan yang lebih besar dalam
meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan.

Dalam perspektif ketahanan pangan, ikan dan produk perikanan


memegang peranan penting sebagai penyedia bahan pangan sumber protein
untuk pemenuhan gizi masyarakat. Selain itu kandungan asam lemak tidak
jenuh omega tiga yang tinggi dalam minyak ikan dilaporkan dapat memberikan
banyak keuntungan di bidang kesehatan khususnya dalam upaya pencegahan
penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner. Asam lemak omega tiga
diketahui dapat menurunkan kolesterol dalam darah (Prameswari, 2006).
Kandungan rataan asam lemak omega tiga pada minyak ikan lemuru dan tuna
yang banyak ditemukan di Indonesia. Dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sehat yang dicirikan oleh
rendahnya kandungan kolesterol dan tingginya protein, telah memberikan
kecenderungan permintaan atas produk perikanan yang semakin meningkat.

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menggambarkan


selama kurun waktu 2001 2003, kisaran proporsi pengeluaran rataan per
kapita/bulan untuk kebutuhan konsumsi ikan adalah 5,17 6,3%. Dalam kurun
waktu yang sama, persentase ini lebih besar dibanding persentase pengeluaran

3
sumber protein hewani lainnya, yaitu 2,293,43% serta telur dan susu 2,86
3,72 % (BPS, 2004). Indonesia sebagai negara kepulauan terdiri dari 13.677
pulau mempunyai garis pantai sekitar 81.000 km dan sebagian besar (62%)
wilayah kedaulatan Indonesia berupa laut seluas 5,8 juta km2, terdiri dari 3,1
juta km2 perairan nusantara ditambah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI)
seluas 2,7 km2. Perairan Indonesia tersebut merupakan sumberdaya hayati
perikanan yang potensial untuk memenuhi kepentingan penyediaan sumber
pangan karena memiliki potensi lestari sumberdaya perikanan laut 6,5 juta ton
pertahun yang terdiri dari 4,2 juta ton pada perairan wilayah nusantara dan
sekitar 2,3 juta ton per tahun pada perairan ZEE Indonesia. Kekayaan
sumberdaya laut yang relatif besar tersebut diharapkan Indonesia dapat
mengoptimalkan pendayagunaan sumberdaya guna menunjang keberhasilan
sektor perikanan yang selanjutnya dapat pula menunjang keberhasilan
pembangunan perikanan. Potensi pengolahan dan pemasaran hasil perikanan
meliputi (1) ketersediaan sumberdaya ikan untuk konsumsi manusia, (2) industri
pengolahan hasil perikanan, (3) jumlah penduduk yang besar sebagai sasaran
konsumen produk perikanan. Peluang pasar dalam negeri mempunyai prospek
yang cukup baik. Tingkat konsumsi ikan perkapita penduduk Indonesia masih
rendah yaitu 24,6 kg/kapita/tahun pada tahun 2004 dan tahun 2005
diperkirakan 25 kg/kapita/tahun. Nilai ini masih jauh dibawah tingkat konsumsi
ikan perkapita masyarakat dinegara-negara maju seperti Jepang (110 kg),
Korea selatan (85 kg), Hongkong (85 kg), AS (80 kg), Malaysia (45 kg) dan
Thailand (35 kg). Mengingat masih rendahnya tingkat konsumsi ikan
masyarakat Indonesia saat ini maka diperlukan upaya nyata untuk memotivasi
agar masyarakat untuk lebih banyak mengkonsumsi ikan melalui gerakan
memasyarakatkan makan ikan. Berbagai jenis ikan air tawar maupun ikan laut
memiliki peluang cukup besar untuk mengisi pasar dalam negeri (Ditjen P2HP,
2005).

Dalam struktur perekonomian nasional, sektor perikanan memiliki peran


strategis sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber devisa bagi negara.
Lapangan kerja yang terkait langsung dengan industri perikanan adalan usaha
produksi/penangkapan, usaha budidaya, usaha penanganan/pengolahan dari

4
yang berskala kecil (rumah tangga) sampai industri besar/modern serta usaha
pelayanan jasa yang mendukung usaha produksi dan pengolahan.

1.2 Rumusan Masalah

Meskipun sektor perikanan secara keseluruhan tumbuh cukup


menggembirakan, tetapi masih terdapat permasalahan, baik dari sisi produksi
maupun penanganan pasca panen. Dari sisi produksi hambatan yang sering
ditemui dalam pengembangan kinerja penanganan dan pengolahan produk
hasil perikanan secara umum adalah sifat ikan sebagai bahan pangan yang
mudah rusak/busuk, sehingga tingkat kesegaran ikan yang menjadi prasyarat
untuk pengolahan menjadi produk lanjutan sulit dipenuhi. Hasil tangkapan untuk
beberapa jenis ikan bersifat musiman, sehingga mempersulit upaya untuk
menjaga kontinuitas bahan baku yang diperlukan dalam usaha industri.

Kendala yang dihadapi pada kegiatan pengolahan tradisional di


antaranya adalah (1) penguasaan dan penerapan teknologi pascapanen masih
lemah, termasuk diantaranya kurangnya keterampilan untuk melakukan
diversifikasi produk olahan guna memperoleh nilai tambah yang lebih besar, (2)
rendahnya mutu bahan baku dan adopsi teknologi menyebabkan mutu produk
sangat beragam dan cenderung rendah, (3) kurangnya kemampuan modal dan
manajerial yang menyebabkan kegiatan pengolahan masih terbatas pada
usaha kecil tradisional yang tersebar dengan target pemasaran lokal (Dahuri,
2004) sehingga usaha pengolahan tradisional ini agak menyulitkan dalam
proses pembinaan dan pengembangan. Selain kontinuitas dan kualitas bahan
baku, pengolahan perikanan modern juga tidak luput dari berbagai kendala,
seperti (1) investasi yang dibutuhkan relatif besar, dan selama ini persepsi
bisnis perikanan masih dianggap beresiko tinggi; (2) rendahnya kemampuan
penanganan dan pengolahan hasil perikanan sesuai dengan selera konsumen
dan standardisasi mutu produk secara internasional; (3) lemahnya kemampuan
pemasaran produk perikanan, diantaranya dikarenakan lemahnya market
intelligence yang meliputi penguasaan informasi tentang pesaing, segmen
pasar dan selera, serta belum memadainya prasarana dan sarana system
transportasi dan komunikasi untuk mendukung distribusi atau penyampaian

5
produk perikanan dari produsen ke konsumen secara tepat waktu. Kondisi
semacam ini terutama sangat dirasakan didaerah terpencil di luar Jawa dan
Bali ( Dahuri, 2003; DKP, 2004).

Sejak diberlakukannya UU mengenai otonomi daerah No.22/1999 setiap


daerah dituntut kemampuannya untuk mengindentifikasi potensi kelautan dan
perikanan serta nilai ekonomi yang dimiliki, serta mampu mengolah sumber
daya perikanan dan kelautan secara tepat dengan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan. Keragaman kondisi tiap daerah dalam hal sosio-kultur tiap
masyarakat, kuantitas dan mutu masyarakat, sarana dan prasarana, iklim serta
heterogenitas ketersediaan sumberdaya alam menyebabkan pengembangan
kelautan dan perikanan tidak dapat dilakukan secara terpusat. Implikasi dari
kondisi tersebut adalah bahwa setiap daerah seharusnya mengembangkan
komoditas perikanan sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimilikinya.

Ikan merupakan kelompok utama biota laut yang memiliki jumlah spesies
terbanyak kedua (lebih dari 2.000 spesies) dan beberapa spesies diketahui
mempunyai nilai ekonomis penting, seperti ikan pelagis besar dan ikan pelagis
kecil. Ikan pelagis kecil diperkirakan meliputi lebih dari 1.200 spesies seperti
kembung, layang, lemuru, selar dan teri yang penyebarannya berada diperairan
dekat pantai. Ikan pelagis besar yang jumlahnya lebih sedikit seperi tuna,
cakalang, hiu dan setuhuk banyak ditemukan di zona permukaan laut atau ZEEI
seperti samudera pasifik dan samudera hindia (Gema Mina, DKP, 2006).

Ikan-ikan pelagis kecil yang biasa dimanfaatkan sebagai bahan baku


olahan tradisional ada yang dapat ditingkatkan harga jualnya untuk bahan baku
industri seperti ikan kembung, kuwe, layang, parang-parang, selar, sunglir,
talang-talang, tembang, terubuk, tetengkek. Dari beberapa jenis ikan demersal
yang juga biasa dimanfaatkan oleh para pengolah tradisional antara lain ikan
beloso, cucut, gulamah, tigawaja, ikan lidah, nomei, peperek, manyung, ikan
pari dan swangi.

6
1.3 Formulasi Masalah

Keberhasilan dalam usaha pengolahan hasil perikanan di Cilacap,


Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon memerlukan perencanaan yang baik,
pengalaman, pengetahuan serta intuisi yang tepat dari pengambil keputusan.
Sinergi kepentingan antar pelaku dalam sistem diharapkan akan
mengoptimalkan pencapaian tujuan pengembangan usaha pengolahan hasil
perikanan, yaitu pemanfaatan secara optimal sumberdaya untuk memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi para pelaku, seperti peningkatan daya saing,
keuntungan usaha, pendapatan daerah, lapangan kerja dan konsumsi ikan.

Permasalahan yang mendasar dalam usaha pengolahan hasil perikanan


di Cilacap, Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon adalah kontinuitas bahan
baku (jenis, volume dan mutu) ikan hasil tangkapan di laut, belum efektifnya
penerapan cara berproduksi yang baik dan benar (Good Manufacturing
Practices / GMP), masih rendah tingkat efisiensi dan efektivitas produksi serta
sistem kontrol dalam penerapan teknik sanitasi dan hygiene masih lemah.
Kurangnya kemampuan sumberdaya manusia ditingkat pengolah skala
kecil/menengah dalam mengadopsi teknologi pengolahan hasil perikanan akan
menyebabkan produk yang dihasilkan mempunyai nilai tambah relatif kecil
dengan pangsa pasar relatif terbatas dipasar domestik, kurangnya dukungan
yang memadai dalam penyediaan infrastruktur atau industri penunjang lainnya
untuk pengembangan industri pengolahan oleh pihak pemerintah.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah membuat rancangan model pengembangan


usaha pengolahan hasil perikanan studi kasus : Cilacap, Pelabuhanratu, DKI
Jakarta dan Cirebon melalui tahapan sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi produksi perikanan tangkap yang didaratkan.


2) Menentukan produk unggulan.
3) Membuat rancangan model strategi pengembangan usaha
pengolahanproduk unggulan.

7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Sebagaimana tertuang dalam SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986,


yang dimaksud dengan industri adalah suatu usaha atau kegiatan bahan
mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai
tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha pengolahan ikan adalah
bagian dari industri. Dalam penelitian ini, bahan baku yang dianalisis berasal
dari produksi perikanan tangkap di suatu wilayah tertentu untuk diolah menjadi
produk pangan. Penelitian ini menggunakan studi kasus di Cilacap,
Pelabuhanratu, DKI Jakarta dan Cirebon. Desain pengembangan usaha
pengolahan hasil perikanan ini juga mempertimbangkan pentingnya peranan
pascapanen bukan hanya terbatas pada bagaimana mempertahankan agar
produk ikan segar yang dihasilkan tidak menurun mutunya atau seberapa besar
nilai tambah yang dihasilkan melalui penerapan teknologi pascapanen, namun
juga merupakan suatu mata rantai penghubung antara kegiatan produksi primer
(industri penangkapan) dengan kegiatan pemasaran.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Industri pengolahan hasil perikanan merupakan salah satu jenis industri


yang potensial untuk dikembangkan, mengingat potensi sumberdaya ikan dari
perairan laut nasional relatif besar. Namun demikian terdapat sejumlah
persoalan menghambat pengembangan industri pengolahan hasil perikanan
pada umumnya, baik dari aspek ketersediaan bahan baku maupun aspek
pengolahan produk.

Persoalan yang dihadapi pada pemenuhan bahan baku khususnya bahan baku
yang dihasilkan oleh aktifitas industri penangkapan di antaranya adalah
teknologi penanganan ikan di atas kapal (penerapan rantai dingin) yang belum
diterapkan secara benar serta sarana pendaratan ikan yang belum memadai,
termasuk sarana sanitasi dan hygiene seperti air bersih, es, wadah
penanganan ikan. Permasalahan ini secara langsung akan mempengaruhi
industri pengolahan seperti volume, mutu dan harga bahan baku.

8
Industri pengolahan hasil perikanan yang berkembang di Indonesia
secara umum dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu pengolahan hasil
perikanan tradisional dan pengolahan hasil perikanan modern. Ciri umum
industri pengolahan hasil perikanan tradisional adalah bersifat padat karya,
teknologi yang digunakan bersifat sederhana, skala usaha kecil, target pasar
adalah pasar lokal. Kendala umum pengembangan industri pengolahan hasil
perikanan tradisional ini adalah permodalan dan kemampuan sumber daya
manusia yang terlibat di dalamnya. Sebaliknya, untuk industri pengolahan hasil
perikanan modern memiliki ciri umum padat modal, menggunakan permesinan
berteknologi relatif tinggi, skala usaha menengah atau besar, target pasar
adalah regional atau internasional. Dalam pengembangannya kelompok industri
modern juga memiliki kendala umum seperti kesinambungan bahan baku
(jumlah dan mutu), permodalan, kebijakan pemerintah dan kondisi pasar global.

Saat ini industri pengolahan hasil perikanan yang bahan bakunya berasal
dari tangkapan di laut masih tetap mampu bertahan di tengah kendala-kendala
pada industri penangkapan seperti misalnya isu penangkapan berlebih
(overfishing), jarak penangkapan yang semakin jauh (tidak sesuai sarana
kapal), kasus pencurian ikan dll, sementara politik perdagangan yang
diterapkan oleh negara-negara pesaing (Singapura, Thailand, Vietnam, China
dan Korea) semakin menambah sempit akses pasar. Demikian pula semakin
ketatnya peraturan jaminan keamanan pangan yang diberlakukan oleh negara
Amerika Serikat dan Uni Eropa. Apabila berbagai persoalan yang dapat
menghambat kinerja pengembangan industri pengolahan hasil perikanan
tersebut tidak ditangani secara komprehensif, pada akhirnya akan
memperlemah daya saing produk yang dihasilkan.

Keadaan umum yang dikemukakan di atas akan menjadi pintu masuk


dalam pengembangan desain usaha pengolahan hasil perikanan, sehingga
dapat dirumuskan prioritas strategi pengembangannya dengan memanfaatkan
peluang keunggulan potensi sumberdaya bahari. Desain pengembangan
usaha pengolahan hasil perikanan dimulai dengan melihat potensi sumberdaya
perikanan dari masing-masing wilayah. Potensi yang berbeda-beda untuk tiap
daerah akan mengakibatkan berbagai ragam pengelolaan terhadap hasil

9
perikanan tersebut. Potensi sumberdaya perikanan ini diartikan sebagai jenis-
jenis ikan yang didaratkan disuatu daerah untuk dimanfaatkan guna
memperoleh nilai tambah dalam rangka peningkatan pemenuhan kesejahteraan
nelayan/pengolah ikan setempat.

Mengingat komoditas ikan dan perlakuan pengolahan hasil hasil


perikanan relatif beragam, maka diperlukan suatu rumusan dalam penentuan
komoditas potensial dan produk unggulan, sehingga pengembangannya dapat
lebih terarah. Sebagai rqncqngqn model, produk unggulan dari masing-masing
wilayah dilakukan analisis terhadap kelayakan finansialnya. Prioritas strategi
dan elemen kunci dalam pengembangan ditetapkan agar perumusan kebijakan
untuk pencapaian tujuan pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan
didasarkan pada realita masa sekarang dan probabilitas di masa mendatang.
Diharapkan keputusan yang diambil dalam pengembangan usaha pengolahan
hasil perikanan menjadi lebih terarah, terencana, operasional dan
berkesinambungan. Skema Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 1.

Produksi Perikanan Identifikasi Produksi Menentukan


Tangkap yang kontinyu Perikanan Tangkap Produk Unggulan
didaratkan (2002-2006)

Menganalisis
kelayakan finansial
dari nilai produksi
terendah

Membuat
rancangan model
pengembangan

Rancangan model
Pengembangan
Usaha

Gambar 1. Alur penelitian

10
1.7 Keluaran yang Diharapkan

Keluaran hasil penelitian ini berupa sebuah rancangan model


pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan yang dapat digunakan
dalam penentuan prioritas pilihan kebijakan pemerintah dalam menentukan
produk unggulan yang akan dikembangkan di suatu daerah.

1.8 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian Rancangan Model Pengembangan Usaha Pengolahan


Hasil Perikanan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam rangka
penentuan arah dan prioritas kebijakan pengembangan industri pengolahan
hasil perikanan serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi :

1) Ilmu pengetahuan
- Sebagai bahan referensi dalam pengkajian lebih lanjut terutama dalam
bidang pengembangan industri pengolahan hasil perikanan.
- Sebagai dasar pertimbangan metode kuantitatif berbasis ilmu
pengetahuan dalam menghasilkan alternatif keputusan.
2) Stakeholders
- Sebagai pertimbangan dalam menentukan jenis produk yang akan
dihasilkan dalam menginvestasikan modalnya disektor perikanan.
- Sebagai informasi dan referensi bagi stakeholders dan masyarakat
dalam pengelolaan hasil perikanan disuatu daerah.
3) Pemerintah
Sebagai acuan pemerintah pusat dan daerah dalam menyusun
perencanaan pengembangan industri pengolahan hasil perikanan didaerah
serta penentuan prioritas program aksi yang diperlukan.

11
2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi dan Produksi Perikanan

Dalam periode lima tahun terakhir (2000-2005) produksi perikanan


tangkap Indonesia meningkat dengan rataan 1,34% per tahun yaitu dari
4.125.525 ton meningkat menjadi 4.389.050 ton. Produksi penangkapan ikan
di laut pada periode tersebut meningkat dengan rataan 1,39% per tahun, atau
meningkat dari 3.807.191 ton pada tahun 2000 menjadi 4.320.241 ton pada
tahun 2005 (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa lebih dari 90%
produksi perikanan berasal dari laut. Perkembangan produksi perikanan laut
merupakan akibat penambahan kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana
penangkapan laut, sedangkan produksi perikanan pada perairan umum
meningkat rataan 0,88% per tahun yaitu meningkat dari 318.334 ton tahun
2000 menjadi 331.630 ton tahun 2005.

Tabel 1. Produksi perikanan tangkap menurut sub sektor perikanan tangkap


pada tahun 2000-2005 (dalam ton)

Tahun Di laut Di peraian umum Jumlah


2000 3.807.191 318.334 4.125.525
2001 3.966.480 310.240 4.276.720
2002 4.073.506 304.989 4.378.495
2003 4.383.103 308.693 4.691.796
2004 4.320.241 330.880 4.651.121
2005 4.057.420 331.630 4 389.050
Rataan Kenaikan 1,39% 0,88% 1,34%
Sumber: Buku Kelautan dan Perikanan Dalam Angka, 2006
Dalam media informasi perikanan tangkap (DKP, 2006) dikatakan
bahwa operasionalisasi pemanfaatan potensi sumber daya perikanan dibagi
atas empat kelompok:

1) Sumberdaya demersal, yaitu jenis ikan yang hidup di dasar atau dekat
dasar perairan. Beberapa jenis ikan demersial merupakan jenis ikan
bernilai ekonomis tinggi, seperti kakap putih dan kerapu. Jenis ikan lainnya
adalah petek, bawal putih, manyung, kakap merah atau bambangan dan
beberapa jenis udang seperti udang jerbung, udang windu, udang dogol
dan udang krosok.
2) Sumberdaya pelagis kecil, yaitu jenis ikan yang berenang dipermukaan
atau dekat permukaan air laut. Jenis ikan ini diantaranya ikan kembung,
bentrong, layang dan selar.

3) Sumberdaya pelagis besar, yaitu jenis ikan permukaan yang berukuran


besar dan mempunyai sifat ruaya (pengembara) yang sangat jauh.
Berdasarkan ukurannya, ikan pelagis besar dibagi atas tuna besar dan
tuna kecil. kelompok tuna besar diantaranya tuna sirip hitam, sedangkan
kelompok tuna kecil diataranya cakalang dan tongkol.

4) Biota laut lainnya seperti kekerangan, rumput laut, cumi cumi dan teripang.

Berdasarkan potensi dan penyebaran sumberdaya ikan laut di perairan


Indonesia yang disusun oleh komisi nasional pengkajian stok sumberdaya
ikan laut tahun 1998 potensi lestari dan pemanfaatan sumberdaya perikanan
laut pada Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di Indonesia dapat dilihat
pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa secara keseluruhan selat
Malaka dan laut Jawa tingkat pemanfaatannya telah melebihi potensi lestari.
Laut Banda lebih dari 80% potensi lestarinya juga telah dimanfaatkan,
sedangkan wilayah pengelolaan perikanan lainnya yaitu laut China Selatan,
selat Makasar dan laut Flores, laut Arafura, laut Seram dan teluk Tomini, laut
Sulawesi dan samudra Pasifik, serta samudra Hindia masih sangat potensial
untuk diusaha-kembangkan, karena tingkat pemanfaatannya masih dibawah
80%. Potensi lestari adalah potensi sumberdaya perikanan dimana proses
eksploitasi sumberdaya perikanan tersebut tetap dipertahankan di bawah nilai
upaya maksimum lestari.

13
Tabel 2. Produksi perikanan tangkap menurut sub sektor perikanan tangkap
pada tahun 2000-2005 (dalam ton) Potensi dan Produksi (103
ton/tahun)
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)
Kelompok S. Malka LCS L. Jawa SM & LF L. Bd L. Arfr LS& LS& S. Hd
Sumber Daya TT Sp
Ikan Pelagis
Besar
-Potensi 27,67 66,08 55,00 193,60 104,12 50,868 106,51 175,26 366,26
-JTB 22,14 52,86 44,00 154,88 83,30 40,69 85,21 140,21 293,01
-Produksi 36,27 35,16 137,82 85,10 29,10 34,56 37,46 153,43 188,28
-Pemanfaatan OE UE OE UE UE UE UE OE UE

Ikan Pelagis
Kecil
-Potensi 147,30 621,50 340,00 605,44 132,00 468,66 379,44 384,75 526,57
-JTB 117,84 497,20 272,00 484,35 105,60 374,93 303,55 307,80 421,26
-Produksi 132,70 205,53 507,53 333,35 146,47 12,31 119,43 62,45 26,56
-Pemanfaatan FE UE OE UE OE UE UE UE UE
Ikan Demersial
-Potensi 82,40 334,80 375,20 87,20 9,32 202,34 88,84 54,86 135,13
-JTB 65,92 267,84 300,16 69,76 7,46 161,87 71,07 43,89 108,10
-Produksi 146,29 54,69 334,92 167,38 43,20 156,60 32,14 15,31 134,83
-Pemanfaatan OE UE FE OE OE UE UE UE OE
Ikan karang
Konsumsi
-Potensi 5,00 21,57 9,50 34,10 32,10 3,10 12,50 14,50 12,88
-JTB 4,00 17,26 7,60 27,28 25,68 2,48 10,00 11,60 10,30
-Produksi 21,60 7,88 48,24 24,11 6,22 22,58 4,63 2,21 19,42
-Pemanfaatan OE UE OE FE UE OE UE UE OE
Udang Penaeid
-Potensi 11,40 10,00 11,40 4,80 0,00 43,10 0,90 2,50 10,70
-JTB 9,12 8,00 9,12 3,84 0,00 34,48 0,72 2,00 8,56
-Produksi 49,46 70,51 52,80 36,91 0,00 36,67 1,11 2,18 10,24
-Pemanfaatan OE OE OE OE FE OE OE OE
Lobster
-Potensi 0,40 0,40 0,50 0,70 0,40 0,10 0,30 0,40 1,60
-JTB 0,32 0,32 0,40 0,56 0,32 0,08 0,24 0,32 1,28
-Produksi 0,87 1,24 0,93 0,65 0,01 0,16 0,02 0,04 0,16
-Pemanfaatan OE OE OE OE UE OE UE UE UE
Cumi cumi
-Potensi 1,86 2,70 5,04 3,88 0,05 3,39 7,13 0,45 3,75
-JTB 1,49 2,16 4,03 3,10 0,04 2,71 5,70 0,36 3,00
-Produksi 3,15 4,89 12,11 7,95 3,48 0,30 2,86 1,49 6,29
-Pemanfaatan OE OE OE OE OE UE UE OE OE
Sumber : Pengkajian stock ikan di perairan Indonesia, DKP bekerjasama dengan LIPI, 2002

Keterangan :

Keterangan WPP : 1.S.Malka=Selat Malaka, 2.LCS=Laut China Selatan, 3. L. Jawa=Laut


Jawa, 4. SM&LF=Selat Makasar dan laut Flores, 5. L.Bd= Laut Banda, 6. L. Arfr=Laut Arafura,
7. LS&TT=Laut Seram dan Teluk Timoni, 8. LS&SP=Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik, 9. S.
Hd=Samodra Hindia, JTB=Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan.

Kategori Eksploitasi : Pemanfaatan 100% = over exploited ( OE), pemanfatan 80-100%=full


exploted ( FE), pemanfaatan <80% = under exploited

Secara khusus perairan pantai Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat
terbagi dalam dua wilayah, yaitu perairan pantai utara pulau Jawa yang
menghadap laut Jawa dan perairan pantai selatan pulau Jawa yang

14
menghadap Samudera Hindia. Perbedaan wilayah penangkapan ini
mempengaruhi volume produksi dan jenis ikan yang dihasilkan. Pada Tabel 3
berikut disajikan produksi perikanan laut (2004) di Provinsi Jawa Tengah.

Tabel 3. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan daerah perairan
pantai di Jawa Tengah

Jenis Ikan Pantai Selatan Jawa Pantai Utara Jawa Total


layang - 56.260.600 56.260.600
selar - 15.204.800 15.204.800
teri - 3.671.400 3.671.400
tembang - 39.817.800 39.817.800
lemuru 209.600 12.173.300 12.382.900
kembung 6.500 16.662.400 16.668.900
tengiri 171.600 5.492.200 5.663.800
layur 274.400 3.236.100 3.510.500
tuna 1.666.000 - 1.666.000
cakalang 2.523.700 - 2.523.700
tongkol 203.800 14.396.700 14.600.500
peperek - 15.728.800 15.728.800
manyung 39.900 6.832.000 6.871.900
beloso - 1.374.100 1.374.100
merah - 3.921.800 3.921.800
tigawaja 74.600 5.711.000 5.785.600
cucut 412.700 2.886.100 3.298.800
pari 143.400 3.653.100 5.956.300
ikan lainnya 1.749.100 52.160.400 53.909.500
udang 790.200 1.759.800 2.550.000
cumi cumi 58.800 3.111.100 3.169.900
ubur ubur 4.433.800 4.433.800 4.433.800
lain lain 1.536.600 695.900 2.232.500
Total 14.294 700 266.909.200 281.203. 900
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jateng 2004

2.2 Sistem

Sistem adalah suatu gugus atau kumpulan dari elemen yang saling
berhubungan (berinteraksi) dan terorganisir untuk mencapai suatu tujuan
(Hartrisari, 2007). Menurut Eriyatno, 1998. Sistem merupakan keseluruhan
interaksi unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang

15
bekerja mencapai tujuan. Pengertian dari keseluruhan adalah lebih dari
sekedar penjumlahan atau susunan, yaitu terletak pada kekuatan yang
dihasilkan oleh keseluruhan jauh lebih besar dari suatu penjumlahan.

Pengertian interaksi adalah pengikat atau penghubung antar unsur


yang memberi bentuk/struktur kepada obyek, membedakan dengan obyek
lain, dan mempengaruhi perilaku dari obyek sistem. Unjuk kerja dari sistem
ditentukan oleh fungsi unsur. Gangguan salah satu fungsi unsur
mempengaruhi unsur lain sehingga mempengaruhi unjuk kerja sistem
sebagai keseluruhan. Unsur yang menyusun sistem ini disebut juga bagian
sistem atau sub-sistem.

Menurut Eriyatno, 1998, pengertian obyek adalah sistem yang menjadi


perhatian dalam suatu batas tertentu sehingga dapat dibedakan antara sistem
dengan lingkungan sistem. Artinya semua yang di luar batas sistem adalah
lingkungan sistem. Pada umumnya, semakin luas bidang perhatian semakin
kabur batas sistem. Demikian juga sebaliknya, semakin spesifik obyek
semakin jelas batas sistem. Dengan demikian, jelas batas obyek dengan
lingkungan cenderung bersifat mental atau konseptual, terutama obyek non-
fisik. Pengertian batas antara sistem dengan lingkungan tersebut memberikan
dua jenis sistem, yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tertutup
adalah sebuah sistem dengan batas yang dianggap kedap (tidak tembus)
terhadap pengaruh lingkungan. Sistem tertutup itu hanya ada dalam
anggapan, karena pada kenyataannya sistem selalu berinteraksi dengan
lingkungan, atau sebagai sebuah sistem terbuka. Pengertian tujuan adalah
unjuk kerja sistem yang teramati atau diinginkan. Unjuk kerja yang teramati
merupakan hasil yang telah dicapai oleh kerja sistem, yaitu keseluruhan
interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Di pihak lain, unjuk
kerja yang diinginkan merupakan hasil yang akan diwujudkan oleh sistem
melalui keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu.
Menurut Marimin, 2004. pencapaian tujuan akan menyebabkan timbulnya
dinamika, perubahan-perubahan yang terus menerus perlu dikembangkan
dan dikendalikan. Definisi tersebut menunjukkan bahwa sistem sebagai gugus
dari elemen-elemen yang saling berinteraksi secara teratur dalam rangka
mencapai tujuan atau subtujuan.

16
Mulai

Analisis Kebutuhan

Absah

Formulasi

Absah

Identifikasi Sistem
- Diagram lingkar sebab akibat
- Diagram input-output

Absah

Permodelan

Absah

Verifikasi dan validasi

Absah

Selesai

Gambar 2. Tahapan Pendekatan Sistem (Eriyatno, 1998)

2.2.1 Keunggulan pendekatan sistem

Menurut Marimin (2004) dikatakan bahwa pendekatan sistem


diperlukan karena makin lama maka dirasakan interdependensinya dari
berbagai bagian dalam mencapai tujuan sistem. Masalah-masalah yang
dihadapi pada waktu ini tidak lagi sederhana dan dapat menggunakan
peralatan yang menyangkut satu disiplin saja, tetapi memerlukan peralatan

17
yang komprehensif, yang dapat mengindentifikasi dan memahami berbagai
aspek dari suatu permasalahan dan dapat mengarahkan pemecahan secara
menyeluruh .

Pendekatan sistem sangat penting untuk menonjolkan tujuan yang


hendak dicapai dan tidak terikat pada prosedur koordinasi atau pengawasan
dan pengendalian itu sendiri. Dalam banyak hal pendekatan manajemen
tradisional seringkali mengarahkan pandangan pada cara cara koordinasi dan
kontrol yang tepat, seolah inilah yang menjadi tujuan manajemen, padahal
tindakan koordinasi dan kontrol ini hanyalah suatu cara untuk mencapai
tujuan, dan harus disesuaikan dengan lingkungan yang dihadapi.

Konsep sistem terutama berguna sebagai cara berfikir dalam suatu


kerangka analisis, yang dapat memberi pengertian yang lebih mendasar
mengenai perilaku dari suatu sistem dalam mencapai tujuannya, dengan
demikian kaitan antara faktor-faktor teknologi, ekonomi dan politik makin lama
makin erat, gerakan disalah satu bidang akan mempunyai pengaruh pada
bidang lain. Hal tersebut mencerminkan kompleksitas dari lingkungan.

Disinilah diperlukan keterpaduan antara pengolahan data yang makin


rumit menjadi informasi yang diperlukan untuk pembuatan keputusan.
Pengolahan data ini makin lama makin rumit yang perlu dilaksanakan dengan
melalui peralatan yang lebih kompleks dan keahlian yang lebih
mengkhususkan diri untuk menanganinya. Spesialisasi ini makin menjadikan
pengolahan data menjadi suatu kegiatan tersendiri yang kadang kadang
terpisah dari kegiatan menajemen organisasi sebagai keseluruhan, karena itu
perlu pengitegrasian pengolahan informasi ini dengan mengambil keputusan
sehingga keputusan keputusan yang dibuat akan mempunyai landasan yang
kokoh berdasarkan kenyataan.

2.2.2 Metode perbandingan eksponensial

Menurut Marimin (2004) Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)


merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif
keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan sebagai pembantu

18
bagi individu pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun
model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahap proses.

2.2.3 Proses metode perbandingan eksponensial

Dalam menggunakan metode perbandingan eksponensial ada


beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu : menyusun alternatif alternatif
keputusan yang akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan kriteria
keputusan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria,
menghitung skor atau nilai total setiap alternatif, dan menentukan urutan
prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing masing
alternatif.

Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam metoda


perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut:

Tkkj
m
Total nilai ( TN )I = { RK ij)
J=i

Dengan:
TN i : total nilai elternatil ke-1
RK ij : derajat kepentingan relatif criteria ke-j pada pilihan keputusan I
TKK j : derajat kepentingan criteria keputusan ke j; TKK j >0;bulat
n : jumlah pilihan keputusan
m : jumlah criteria keputusan
Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan melalui cara
wawancara dengan pakar/responden atau melalui kesepakatan curah
pendapat, sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu
dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya.
Semakin besar nilai alternatif semakin besar pula skor alternatif tersebut.
Total skor masing masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara
nyata karena adanya eksponensial.

Metode perbandingan eksponensial mempunyai keuntungan dalam


mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor yang

19
menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) ini
mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata.

Produk yang potensial untuk diinvestasikan tentunya produk yang mempunyai


nilai tinggi untuk setiap kriteria. Penilaian alternatif pada setiap kriteria
menggunakan skala nila 1- 5.

2.3 Prinsip-prinsip Dasar Teknologi Pengolahan Modern

1). Pendinginan dan Pembekuan

Pendinginan dan pembekuan berarti penurunan suhu yang akan


berakibat dapat menghambat proses kemunduran mutu (pembusukan) suatu
makanan. Hal ini disebabkan karena hampir semua reaksi kimia termasuk
reaksi enzimatis akan dihambat dengan rendahnya suhu, demikian pula pada
suhu yang rendah maka aktivitas mikroorganisme pembusuk akan dihambat
bahkan akan terhenti pada suhu beku yang sangat rendah. Indikator suhu
selama proses pengolahan dan distribusi sangat diperlukan dalam
pengawasan pada informasi sistem (Selman, 1992)

Teknik pembekuan terdiri dari 3 fase yaitu proses penurunan suhu dari
suhu kamar kesuhu dingin (oC), proses pembekuan yaitu perubahan air yang
terkandung dalam suatu makanan menjadi es dan proses penurunan suhu
dari suhu beku sampai suhu penyimpanan yang dikehendaki. Ketiga proses
dalam teknik pembekuan tersebut mempunyai grafik penurunan suhu yang
tipenya relatif sama karena pada dasarnya didalam proses pendinginan dan
pembekuan akan mengikuti teori dan hukum pemindahan panas (heat
transfer). Industri pangan menaruh perhatian terhadap mikroorganisme
dengan membagi kedalam 2 kelompok yaitu kelompok bakteri-bakteri patogen
(bakteri beracun) yang dapat digunakan sebagai indikator organisme beracun.
Bakteri patogen yang tahan terhadap suhu dapat dibagi kedalam 3 kelompok
yaitu kelompok sangat berbahaya, cukup berbahaya dengan potensi
berkembang biak dan kelompok cukup berbahaya dengan penyebaran
terbatas (Waites, 1988).

20
2). Teknologi Pengalengan.

Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam


wadah yang tertutup rapat (hermetis) dan disterilkan dengan panas. Cara
pengawetan ini merupakan cara yang paling umum dilakukan karena bebas
dari pembusukan serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya
tarik. Proses pengalengan meliputi tahap-tahap persiapan bahan mentah,
pengisian bahan baku, pengisian larutan media, penghampaan udara, proses
sterilisasi, pendinginan dan penyimpanan. Penghampaan udara ialah
pengeluaran udara yang terdapat didalam kemasan/kaleng untuk mengurangi
tekanan didalam kaleng selama proses pemanasan.
Proses pemanasan dengan sterilisasi komersial kebanyakan dikemas
pada kondisi anaerobik (Winarno, 1994). Proses sterilisasi suatu produk
umumnya dilakukan pada suhu 121oC waktu yang diperlukan selama 60
menit, jadi setelah waktu tersebut dicapai maka waktu sterilisasi baru mulai
dihitung. Waktu proses bervariasi tergantung jenis ikan, nilai pH dari bahan
pangan dan jenis media yang digunakan. Kecepatan penetrasi panas dalam
makanan kaleng ditentukan oleh ukuran kaleng, konsistensi produk, suhu
retort dan suhu awal produk, rotasi kaleng, ruang head space, letak kaleng
dalam retort dan metoda operasi (Buckle et al, 1987). Sistem kontrol terhadap
suhu retort ini sangat penting untuk mengetahui suhu pusat wadah/kaleng
makanan dan terhadap keseluruhan proses (Ramesh, 1995). Proses
sterilisasi yang terbaik, dipilih dan ditetapkan pada kondisi produk tertentu
agar mendapatkan tingkat sterilisasi komersial yang dikendaki. Apabila proses
pemanasan kurang sempurna maka dapat meningkatkan resiko ekonomi dan
resiko kesehatan, karena masih ada mikroba yang tetap aktif didalam kaleng
dan dapat menyebabkan terjadinya pembusukan, yakni Clostridium
botulinum. Proses makanan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat
menjamin bahwa makanan tersebut telah bebas dari bakteri Clostridium
botulinum. Penutupan kaleng yang tepat dan benar merupakan salah satu
tahapan penting dalam seluruh jalur proses pengalengan. Selain
menggunakan proses pemanasan dengan cara sterilisasi, beberapa produk

21
perikanan dapat dikalengkan dengan cara pasteurisasi. Dengan suhu
pasteurisasi diharapkan konsistensi dan cita rasa produk tidak banyak
berubah. Produk pengalengan dengan menerapkan proses pasteurisasi
masih dapat mengalami pembusukan yang disebabkan antara lain : suhu
penyimpanan dibawah 3,30C, terjadinya kebocoran kaleng,
pengolahan/proses pasteurisasi yang tidak sempurna dan mutu bahan baku
yang tidak baik.
Ward et al, (1991) menyatakan bahwa tahap pendinginan merupakan
tahapan terpenting dalam proses pengalengan secara pasteurisasi. Hal ini
disebabkan produk kaleng yang diproses secara pasteurisasi tidak akan steril
dan selama waktu pendinginan memungkinkan pertumbuhan
mikroorganisme. Oleh karena itu dianjurkan pendinginan kaleng dilakukan
dalam air es sampai suhu daging mencapai 37,80C selama 50 menit atau
12,70C selama 180 menit dan disimpan pada suhu 1,60C.

2.4 Berbagai Teknologi Pengolahan Tradisional

2.4.1 Pengeringan

Pada prinsipnya pengawetan ikan dengan metoda pengeringan tidak


lain adalah bertujuan untuk mengurangi (menurunkan) kandungan air dari
produk, khususnya air bebas sampai pada batas tertentu sehingga perubahan
deterioratif yang dialami oleh produk karena kegiatan mikroorganisme, enzim
dan reaksi kimia dalam suatu sistem akan dapat dihambat atau sama sekali
dihentikan. Kebalikan dari air bebas ini adalah air ikatan, yaitu air yang terikat
erat oleh struktur molekuler bahan pangan dan tidak dapat dimanfaatkan
untuk pertumbuhan mikroorganisme, kerja enzim dan reaksi kimia. Jumlah air
bebas yang tersedia dalam suatu bahan pangan biasanya dinyatakan dalam
suatu parameter yang disebut dengan nilai aw. Nilai aw ikan segar umumnya
diatas 0,95. Bakteri pembusuk yang umum terdapat dalam bahan pangan
dapat dihentikan pertumbuhannya pada nilai aw 0,90. Pertumbuhan jamur
dihambat pada nilai aw dibawah 0,80 sedangkan bakteri halopilik dihentikan
pertumbuhannya pada nilai aw dibawah 0,75 . Dengan berpedoman pada nilai
aw tersebut maka aktivitas bakteri sebenarnya sudah dapat dihentikan apabila

22
kandungan air produk diturunkan hingga di bawah 25%, dan apabila
diturunkan lagi hingga dibawah 15 % maka pertumbuhan jamur juga dapat
dihentikan. Upaya penurunan nilai aw atau tepatnya pengurangan jumlah air
bebas di samping dapat dilakukan dengan cara pengeringan (penguapan )
maka dapat juga dilakukan dengan cara merubah sejumlah air bebas menjadi
air ikatan dengan menambahkan sejumlah bahan (garam dapur) yang dapat
menarik atau mengikat air dari produk. Mengingat sifat garam yang mampu
mengikat air dalam jumlah besar, maka produk ikan asin kering dengan kadar
air 35% - 45% (tergantung dari jumlah garam yang ada) sering dianggap
sudah cukup kering untuk dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur
terutama pada kondisi udara (iklim) biasa (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan
Hasil, 2003).

Pengeringan pada hakikatnya bertujuan untuk memindahkan jumlah air


dari suatu produk bahan pangan dengan cara penguapan melalui
penggunaan aliran udara yang dipanaskan (udara kering). Praktek
pengeringan yang banyak dilakukan dalam usaha pengolahan ikan di
Indonesia adalah dengan cara menjemur di panas matahari. Cara
pengeringan ini mudah dan murah, namun faktor pengeringan seperti suhu,
RH dan aliran udara sulit dikontrol, membutuhkan tenaga kerja yang lebih
banyak dan area penjemuran yang luas, kurang higienis karena mudah
ditulari kotoran dan lalat, selama musim hujan dan cuaca mendung
pengeringan sulit dilakukan, dan ironisnya musim hujan ini biasanya
bersamaan dengan musim ikan. Untuk memecahkan masalah ini telah dicoba
penggunaan alat pengering surya (solar dryer) namun hasilnya kurang
memuaskan, karena kapasitasnya kecil dan juga karena aliran udara yang
lambat sehingga kecepatan pengeringannya menjadi rendah. Selain itu untuk
memecahkan masalah pengeringan ini telah dicoba pula penggunaan alat
pengering mekanik bentuk terowongan dengan bahan bakar minyak tanah
serta dilengkapi blower untuk mengalirkan udara kering (JICA-Dit Mutu dan
Pengolahan Hasil, 2003).

Pada umumnya jenis ikan yang digarami adalah; ikan teri (Stelophorus
spp), ikan layang (Decapterus spp), ikan kembung (Rastrelliger spp), ikan
peperek (Luthianus malabaricus ), ikan kepala ular (Ophiocephalus spp) dan

23
ikan gabus (Stichopus spp). Proses pengeringan/pengolahan ikan asin
dilakukan secara tradisional. Ikan diolah dengan atau tanpa penggaraman
selanjutnya ikan dikeringkan dengan cara dijemur hingga kering selama 2-3
hari.

1) Pengolahan Ikan Asin

Sebelum ikan digarami, ikan dibelah lalu dicuci. Untuk ukuran ikan
kecil, pengolahan dilakukan tanpa melalui perlakuan penyiangan (utuh).
Selanjutnya ikan direndam selama 1 hari atau direbus beberapa menit dalam
larutan garam dan dibiarkan (12 jam), lalu ikan disusun diatas para-para
bambu untuk dijemur selama 2-3 hari. Pengemasan semua ukuran
menggunakan karton atau keranjang bambu selama distribusi (JICA-Dit Mutu
dan Pengolahan Hasil, 2003).

2) Pengolahan Kerupuk Kulit Ikan

Bahan kerupuk ikan dibagi menjadi dua tahapan, terdiri dari bahan
kerupuk ikan berupa kulit ikan pari. Pengolahan kulit ikan ini, merupakan
salah satu pemanfaatan kulit ikan pari (Trigonidae) dan cucut (Centrophorus,
Squomasus) yang telah kering. Tahapan proses pengolahannya adalah:
perebusan kulit selama 1 jam, pengerokan kulit untuk membuang lapisan kulit
kasar, pemucatan dengan cara merendam kulit dalam larutan tawas 30 %
selama 2 jam, lalu dalam larutan Borax 7,5% selama 6 jam. Kemudian
dilakukan pengerokan kulit kasar dan pencucian. Kulit yang telah bersih dan
putih dijemur hingga kering. Kulit kering dikemas dalam kantong plastik.

Bahan kerupuk ikan ini selanjutnya akan dikonsumsi setelah direndam


kembali dalam air tawar hangat selama 1 jam, lalu dalam larutan bumbu
(bawang putih, MSG dan garam 10%) selama 1 jam, kemudian dikeringkan.
Setelah kering digoreng hingga bentuknya mengembang seperti kerupuk
(JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003).

2.4.2 Penggaraman

Secara umum semua jenis ikan sebenarnya dapat saja diolah/


diawetkan dengan cara penggaraman, baik dalam bentuk utuh, disiangi,

24
dibelah ataupun dijadikan filet. Sampai saat ini masih banyak pengolah yang
beranggapan bahwa penggaraman hanyalah merupakan upaya untuk
menyelamatkan produksi ikan yang karena dari sisi kesegarannya sudah tidak
layak lagi dijual sebagai ikan basah.

Penggaraman ikan dapat dilakukan dengan teknik penggaraman kering


(dry salting), penggaraman dalam larutan garam (wet salting) dan kombinasi
dari kedua teknik tersebut (pickle salting). Teknik penggaraman kering
hampir tidak ditemui di Indonesia, sedangkan teknik penggaraman dalam
larutan kurang mempunyai arti pengawetan dan umumnya dikerjakan sebagai
perlakuan pendahuluan terhadap ikan yang akan dikalengkan atau diasap
dengan tujuan untuk mendapatkan rasa asin dari produk. Teknik
penggaraman yang banyak terdapat di Indonesia adalah pickle salting,
dengan teknik penggaraman ini lapisan ikan dan garam disusun secara
bergantian dalam wadah kedap air. Permukaan ikan yang paling atas ditutup
dengan lapisan garam yang lebih tebal kemudian ditutup papan dan diatasnya
diberi pemberat. Larutan garam yang terbentuk selama proses penggaraman
kemudian dibiarkan merendam seluruh lapisan ikan. Garam yang digunakan
adalah garam rakyat dengan jumlah sekitar 30% dari berat ikan. Lama
penggaraman umumnya bervariasi dan tergantung dari jenis dan ukuran ikan
serta bentuk preparasinya, mutu kesegaran bahan mentah, spesifikasi produk
akhir yang diinginkan dan bahkan kadang-kadang dibiarkan lebih lama dalam
bak penggaraman sambil menunggu cuaca baik untuk penjemuran. Produk
ikan asin kering yang dihasilkan biasanya dikemas dalam peti kayu, karung
goni/plastik, keranjang rotan, dan lain-lain dengan berat antara 50 100 kg.

Perbaikan mutu ikan asin kering di Indonesia dapat dilakukan terlebih


dahulu meningkatkan mutu garam yang digunakan. Garam rakyat yang
digunakan umumnya kondisinya kotor dan kadar NaCl-nya rendah. Dengan
menggunakan garam bermutu rendah maka penetrasi garam NaCl ke dalam
daging akan dihambat dan berarti akan meningkatkan laju pembusukan
selama proses penggaraman. Impurities utama dalam garam yang
diperdagangkan umumnya adalah garam kalsium, magnesium, sulfat dan
bahan organik. Garam-garam ini umumnya bersifat menghambat penetrasi
garam NaCl ke dalam daging ikan. Dengan adanya garam kalsium dan

25
magnisium sebesar 1% dalam garam yang digunakan maka daging ikan akan
menjadi putih kaku dan pahit rasanya. Ikan yang digarami dengan garam
yang bermutu tinggi (garam murni) tekstur dagingnya akan lebih lembut dan
kompak, berwarna kuning muda atau krem dan kalau dimasak rasanya
mendekati ikan segar dengan rasa asin.

Selain mutu garam, faktor lain yang perlu mendapat perhatian dalam
hubungannya dengan masalah penggaraman dan mutu produk antara lain
adalah mutu kesegaran bahan mentah, perlunya penyiangan dan
pembersihan, kandungan lemak, jumlah garam yang digunakan, suhu
penggaraman dan juga kondisi sanitasi dan hygiene selama pengolahan
(JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003).

1) Pengolahan Jambal Roti

Produk jambal-roti memiliki ciri khas dalam rasa dan tekstur,


dibandingkan dengan produk ikan asin lainnya. Bahan baku jambal-roti
adalah ikan manyung (Arius thallasinus).

Tahap proses pengolahan diawali dengan pemotongan kepala ikan,


penggaraman dalam 20-30% garam dan dibiarkan selama 2 malam.
Selanjutnya dilakukan pembelahan ikan menjadi bentuk Butterfly, lalu dijemur
selama 2-3 hari hingga kadar air mencapai nilai 20-30%. Pengemasan produk
dalam kantong plastik atau karton (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil,
2003).

2) Pemindangan

Di Indonesia pemindangan merupakan salah satu cara pengolahan


tradisional yang mempunyai kedudukan nomor dua terbesar setelah
pengolahan ikan asin kering. Umumnya pemindangan banyak dilakukan
terhadap jenis-jenis ikan laut, khususnya jenis-jenis ikan pelagis.
Dibandingkan dengan produk ikan asin kering, pindang ternyata lebih disukai
oleh konsumen karena aroma dan rasanya mendekati aroma dan rasa ikan
kaleng. Di samping itu karena rasanya tidak terlalu asin maka dapat

26
dikonsumsi dalam jumlah relatif banyak sehingga berpotensi dalam
meningkatkan konsumsi ikan di masyarakat. Satu kelemahan utama dari
produk pindang ini adalah daya awetnya yang relatif pendek sehingga
distribusi dan pemasarannya terbatas pada daerah tertentu saja.

Menurut BPPMHP, 2000. prinsip pengawetan dengan cara


pemindangan didasarkan pada upaya pemusnahan atau pengurangan bakteri
serta pemusnahan enzim melalui pemanasan suhu tinggi sekitar titik didih
larutan garam. Di samping itu dengan pembubuhan dan masuknya garam ke
dalam daging ikan, serta pengurangan air selama proses pemindangan
(koagulasi protein) maka pertumbuhan bakteri yang tersisa pada ikan dapat
dihambat atau mungkin juga dapat dimusnahkan.
Praktek pengolahan pindang pada prinsipnya dapat dikelompokkan
dalam dua cara, yaitu pengolahan pindang garam (pindang badeng atau
pindang paso) dan pindang air garam (pindang cue). Pada pengolahan
pindang garam, ikan dan garam disusun bergantian dalam wadah perebus
(dari metal, kendil atau paso tanah) kemudian ditambah air secukupnya dan
selanjutnya direbus selama 4-6 jam. Air perebus yang terbentuk kemudian
dibuang dan sisa airnya kemudian diuapkan. Wadah perebus ini kemudian
digunakan sekaligus sebagai wadah distribusi. Pada pengolahan pindang air
garam, ikan mula-mula disusun dalam sarangan bambu (dalam bahasa
Sunda disebut naya) dan kemudian permukaan ikan yang berada pada
tumpukan paling atas ditaburi dengan garam. Beberapa sarangan bambu
yang sudah terisi ikan kemudian ditumpuk, diikat dan selanjutnya dicelupkan
ke dalam larutan garam mendidih selama beberapa menit. Setelah
perebusan, produk didinginkan, dikemas dan siap untuk dipasarkan
(BPPMHP 2000).

Sesuai dengan teknik pengolahannya maka pindang garam dapat


mendidih selama beberapa menit dan memiliki daya awet yang lebih lama
(sekitar 1 bulan) pada suhu kamar apabila disimpan dengan baik dalam
keadaan tertutup rapat dalam wadah. Pindang air garam umumnya memiliki
daya awet yang singkat pada suhu kamar, yaitu 2-3 hari. Kerusakan produk
pindang umumnya ditandai dengan timbulnya lendir atau bakteri dan
pertumbuhan jamur.

27
Berbagai permasalahan yang perlu mendapat perhatian dalam
hubungannya dengan proses pemindangan dan mutu produknya antara lain
adalah mutu kesegaran bahan mentah dan proses preparasi, jumlah dan
mutu bahan pembantu (garam dan air) yang digunakan, teknik dan prosedur
pemindangan yang dilakukan, serta kondisi sanitasi dan hygiene selama
pengolahan mengingat proses pemindangan bukanlah merupakan proses
sterilisasi dalam wadah tertutup secara hermetik (pengalengan) (JICA-Dit
Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003).

2.4.3 Fermentasi

Menurut BPPMHP, 2000. produk fermentasi hasil perikanan secara


umum diproses dengan cara penambahan garam dan difermentasi sehingga
berubah bentuk dari ikan bentuk padatan menjadi bentuk bubur/pasta.
Fermentasi ikan/ udang hanya dikenal dan terdapat di beberapa daerah saja.
Produk fermentasi yang telah banyak dikenal adalah terasi/belacan, petis dan
kecap ikan. Produk ini biasa dikonsumsi sebagai penyedap rasa atau salah
satu bumbu dalam masakan atau dapat juga dijadikan sambal.

Terasi dan petis ikan/udang pada umumnya berwarna merah atau


coklat gelap, dengan bentuk lonjong/ kotak, dan dibungkus dengan kertas,
sementara petis berwarna coklat gelap atau hitam dengan bentuk pasta dan
dibungkus dalam botol plastik atau kaleng selama distribusi dan pemasaran.

Dibandingkan dengan pengolahan tradisional lainnya, maka


pengolahan atau pengawetan ikan secara fermentasi di Indonesia ternyata
masih relatif kecil jumlahnya, terutama dalam bentuk produk seperti terasi dan
kecap ikan.

Pengolahan/pengawetan ikan dengan cara fermentasi dalam


prakteknya dapat dikerjakan dengan berbagai perlakukan misalnya fermentasi
ikan menggunakan garam, fermentasi ikan dengan penambahan karbohidrat
dan sayuran, fermentasi ikan dengan penambahan dedak, fermentasi ikan
dengan bahan mentah ikan utuh, dibelah, potongan, filet atau bagian-bagian
tubuh ikan.

28
1) Pengolahan Terasi Ikan/Udang

Bahan baku terasi umumnya adalah ikan rucah berukuran kecil atau udang
rebon. Proses pengolahan dimulai dengan menghaluskan bahan baku
dengan cara digiling berulang-ulang dan menambahkan garam. Hasil gilingan
dikeringkan dan digiling kembali hingga padat dan kompak. Pengemasan
produk mempergunakan kertas atau kantong plastik (JICA-Dit Mutu dan
Pengolahan Hasil, 2003).

2) Pengolahan Petis Udang

Bahan baku yang digunakan untuk pengolahan petis udang adalah rebon
atau kepala udang. Proses pengolahan dimulai dengan merebus udang
selama 3-4 jam, lalu digiling sampai halus. Selanjutnya dilakukan
pengeringan dengan kain kasa. Sari yang dihasilkan selanjutnya direbus
kembali sampai berbentuk bubur dan ditambah gula dengan konsentrasi 10%,
garam dengan konsentrasi 1,5% dan MSG dengan konsentrasi 0,4%.

3) Pengolahan Dendeng Ikan

Dendeng ikan adalah satu jenis ikan asin. Pada umumnya bahan baku yang
dipergunakan adalah ikan japuh (Dussumieria spp) dan ikan tembang
(Sardinella fibriata). Tahapan pengolahan dimulai dengan membelah ikan
membuang isi perut dan kepala, pencucian untuk membuang darah dan
kotoran, serta direndam dalam larutan garam 30%. Untuk membedakan rasa
asin, lama perendaman dibuat dua macam yaitu selama 15 menit untuk rasa
asin sedang dan 30 menit untuk rasa asin. Selanjutnya ikan ditaburi bubuk
ketumbar dan gula pasir (8-10%) dan selanjutnya dijemur selama 1-2 hari.
Pengemasan dilakukan menggunakan karton. Produk ini dikonsumsi sebagai
pendamping nasi dengan cara digoreng (JICA-Dit Mutu dan Pengolahan
Hasil, 2003).

29
2.4.4 Pengasapan

Di Indonesia produk ikan asap yang telah dikenal adalah ikan asap yang
menggunakan bahan baku dari ikan bandeng (Chanos chanos) yang banyak
terdapat di Pulau Jawa. Ikan asap yang berasal dari daerah Sulawesi, Maluku
dan Papua adalah dengan menggunakan bahan baku ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) dan tongkol (Euthynus spp). Pengasapan ikan
bandeng yang dijumpai di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, telah
menggunakan peralatan dan teknologi yang memadai, seperti menggunakan
lemari asap (smoking cabinet) dengan proses pengasapan dingin selama 10
12 jam.

2.4.5 Produk adonan

Produk adonan merupakan pengolahan lanjutan dari lumatan daging


ikan (minced fish). Produk adonan tradisional yang sudah dikenal di Indonesia
adalah kerupuk ikan atau udang yang kualitasnya dapat di bedakan dari
warna/aromanya. Pengolahan kerupuk ini banyak terdapat di daerah Sidoarjo
Jawa Timur dan Sumatera Selatan. Kerupuk ikan dan udang biasanya
dibungkus dengan pembungkus plastik dan selanjutnya dikemas dengan
pembungkus jenis karton. Dalam memenuhi permintaan pasar dunia, maka
kualitas bahan pembungkus harus memenuhi keamanan pangan seperti
kotak karton jenis premia berlipat (Batch, 1992)

30
Tabel 4. Perlakuan produksi perikanan tangkap tahun 2004 menurut cara
perlakuan berdasarkan wilayah pendaratan (dalam ton)

Penge
Volume Produk Produk Tepung
Wilayah Penga- Pemin Fermen- Lain- ringan/
Penang Segar Modern Ikan
Pendaratan sapan dangan Tasi lain Pengga
kapan (61,04 %) (10,3 %) (0,15 %)
raman
Sumatera 1.256.624 4.235 12.547 38.054 2.424 246.315 909.678 34.774 8.627
Jawa 904.168 42.884 111.564 9.096 8.141 269.089 413,032 44.028 6.334
Bali
241.360 2.469 23.636 447 4.340 56.091 139.207 11.673 3.497
Nusatenggara
Kalimantan 321.465 225 120 3.303 1.584 98.089 198.260 19.790 94
Sulawesi 817.331 32.211 9.801 1.465 15.540 97.830 552.567 107.877 40
Maluku-Papua 779.293 9.419 62 209 3.105 13.732 213.515 539.131 ---
Jumlah 4.320.241 91.443 157.730 52.521 35.134 781.146 2.426.259 757.425 18.592
Sumber : Statistik Perikanan Tahun 2004

2.4.6 Disposisi olahan produk tradisional hasil perikanan

Pemanfaatan ikan hasil tangkapan dapat dikategorikan dalam bentuk


segar dan olahan baik olahan tradisional maupun modern. Diversifikasi
pemanfaatan ikan hasil laut pada tahun 2003-2004 (Ditjen Perikanan
Tangkap, 2005) menunjukkan peningkatan pemanfaatan dalam bentuk segar
sebesar 2,28%, beku sebesar 13,12%, dan modern (kaleng) sebesar 27,57%,
sedangkan olahan tradisional (ikan asin) terjadi penurunan sebesar 15,76%,
tepung sebesar 44,91%. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan ikan di atas
kapal dan TPI sudah mengalami peningkatan. Industri pengolahan perikanan
meliputi industri tradisional dan modern. Pengolahan tradisional umumnya
merupakan pengolah skala kecil hingga menengah dengan orientasi pasar
domestik, sebaliknya industri modern mempunyai skala produksi yang lebih
besar dengan tujuan pasar ekspor. Bedasarkan inventarisasi unit pengolahan
ikan (UPI) skala kecil menengah tahun 2004 terdapat 15.504 unit yang terdiri
6.673 unit pengeringan/penggaraman, 3.163 unit pemindangan, 3.125 unit
pengasapan, 1.384 unit fermentasi, 576 unit kerupuk dan lain-lain 522 unit.
Unit Pengolahan Ikan (UPI) modern (skala besar) pada tahun 2005 tercatat
sebesar 783 unit yang terdiri 136 unit produk segar, 474 unit pembekuan, 58
unit pengalengan, 7 unit ikan hidup dan 107 unit pengeringan.

31
JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan, 2003, menyatakan
bahwa pengolahan tradisional pada umumnya dilakukan dengan cara
pengolahan tradisional, penggunaan bahan baku yang bermutu rendah,
sarana/prasarana yang sederhana dan penerapan sanitasi dan higienis yang
masih dibawah standar mutu. Dengan cara-cara tersebut, produk yang
dihasilkan menjadi tidak seragam (rasa, warna dan ukuran), penampilan tidak
menarik, rata-rata tanpa kemasan atau kemasan yang tidak memenuhi syarat
sanitasi/higiene dan mempunyai daya simpan yang pendek. Oleh karena itu
produk yang dihasilkan sebagian besar bernilai rendah sehingga terbatas
pada pasar lokal (domestik) dan hanya sebagian kecil (5%) yang sudah
memenuhi persayaratan mutu dan kemasan serta menerapkan sistem
keamanan pangan sehingga produk dapat memasuki pasar yang lebih baik
seperti swalayan dan ekspor.

2.5 Surimi dan Fish Jelly Product

2.5.1 Teknologi pengolahan surimi

Surimi adalah campuran dari lumatan daging ikan dengan karbohidrat


tertentu (sorbitol dan gula) sehingga teksturnya dapat diperbaiki dan
dipertahankan pada suhu beku karena ditambahkan zat tambahan makanan
berupa poliposphat. Manvell, 1987. mengatakan bahwa bahan
pengawet/tambahan makanan dapat memperbaiki beberapa makanan alami
dan bahan pengawet menjadi penting untuk membuat makanan menjadi lebih
aman dan membangkitkan selera.

Surimi merupakan produk olahan hasil perikanan setengah jadi. Surimi


digunakan sebagai bahan baku produk olahan lanjutan yang dikenal dengan
sebutan Fish Jelly yaitu produk yang spesifik mampu membentuk gel seperti
misalnya bakso, empek-empek, sosis, fish burger, fish cake dan sejenisnya.

Surimi terdiri dari 3 tipe (BBP2HP, 2006) yaitu sebagai berikut :

1) Mu-en Surimi yaitu surimi yang dibuat dengan menggiling hancuran


daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan posphat
tanpa penambahan garam dan telah mengalami proses pembekuan.

32
2) Ka-en Surimi yaitu surimi yang dibuat dengan menggiling hancuran daging
ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan garam tanpa
penambahan posphat dan telah mengalami proses pembekuan.

3) Surimi yaitu surimi yang tidak mengalami proses pembekuan.

Jaringan daging ikan berdasarkan warnanya dibedakan atas daging merah


dan daging putih, tetapi perbandingan keduanya berbeda antara spesies yang
satu dengan lainnya. Daging merah yang terdapat pada ikan pelagis
umumnya berjumlah sekitar 20% dari total daging dan pada ikan demersal
hanya berjumlah 6%. Perbedaan ini disebabkan adanya kandungan mioglobin
pada daging merah. Daging merah terdapat pada sepanjang tubuh bagian
samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat hampir di seluruh
bagian tubuh ikan.

Menurut Suzuki (1981) dikatakan bahwa struktur daging ikan yang


merupakan bundel serabut otot (sel otot) mempunyai komposisi bahan utama
yang sederhana, sebagian besar terdiri dari protein yang larut dalam larutan
garam. Protein digolongkan berdasarkan kelarutannya kedalam 3 jenis, yaitu
protein miofibrillar, protein sarkoplasma dan protein stroma. Ketiga jenis
protein tersebut mudah mengalami kerusakan, yaitu terjadinya denaturasi,
penggumpalan dan kemunduran mutu yang diakibatkan proses pengolahan.
Denaturasi protein adalah suatu pengembangan rantai peptide atau sebagai
suatu perubahan atau modifikasi struktur sekunder, tersier dan kuatener dari
molekul protein tanpa terjadinya pemotongan ikatan kovalen. Denaturasi
dapat diartikan sebagai proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi
hidrofabik dengan ikatan garam dan terbukanya lipatan molekul. Pencegahan
denaturasi protein merupakan hal yang sangat penting dilakukan karena
protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Salah satu cara
untuk mencegah denaturasi protein adalah dengan melakukan pengolahan
selalu dibawah 100C atau dengan menggunakan ikan yang kesegarannya
tinggi

Teknologi pengolahan surimi meliputi tahap-tahap persiapan,


pengambilan daging, pembilasan (leaching), penyaringan, pengepresan,

33
pencampuran dan pembekuan. Skema/diagram alir pengolahan surimi yang
umum dilakukan disajikan pada Gambar 3.

Pencucian

Penyiangan

Pengambilan daging

Air:daging=4:1
Pencucian (Leaching) kadar garam 0,2-0,3%
Pengulangan 3-4kali

Pengurangan kandungan air

Penambahan bahan tambahan makanan


(gula 3% dan mono sodium tripoliposphat 0,2%)

Pengepakan

Pembekuan

Gambar 3. Teknis penanganan dan pengolahan surimi (SNI 01-2694.2-1992)

2.5.2 Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap mutu surimi

1) Kadar lemak dan protein ikan.

Menurut Suzuki (1981) dikatakan bahwa kadar lemak ikan menentukan


elastisitas daging ikan karena partikel-partikel lemak terletak diantara
molekul-molekul protein sehingga myosin sulit terekstrak keluar dan

34
menyebabkan terganggunya pembentukan gel. Ikan yang berlemak tinggi
umumnya memiliki elastisitas yang rendah.

Kandungan lemak ikan bervariasi tergantung pada jenis, umur, jumlah


daging merah dan kondisi makanan. Kandungan lemak erat kaitannya
dengan kandungan protein dan air. Ikan yang kandungan lemaknya rendah
umumnya mengandung protein dalam jumlah cukup besar. Semakin besar
kandungan protein, semakin tinggi kemampuan pembentukan gel.
Tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh pada daging ikan,
mengakibatkan ikan rentan mengalami ketengikan dibanding bahan
pangan lainnya. Hasil analisis kandungan protein pada ujicoba pengolahan
surimi dari ikan gindara adalah 13,14%, ikan cucut sebesar 16,59%, ikan
pari sebesar 16,13% dan ikan campuran (kurisi, kuniran dan pisang-
pisang) sebesar 15,66%. Sesuai standar yang ditetapkan maka ikan cucut,
pari dan campuran (kurisi, kuniran dan pisang-pisang) dapat digunakan
sebagai bahan baku surimi dengan pemilihan tingkat kesegaran ikan yang
tinggi. Data pada Lampiran 10 menunjukkan jenis ikan gindara kadar
lemaknya melebihi standar yang ditetapkan dan kadar proteinnya kurang
dari standar yang telah ditetapkan dalam SNI produk surimi (Lampiran 9).
Penelitian Fitrial (2000), mengatakan bahwa kandungan lemak pada ikan
cucut di bawah 0,5% dan kandungan protein lebih dari 15%, maka ikan
cucut dapat digunakan sebagai bahan baku surimi.

2) Tingkat kesegaran ikan.

Pembentukan gel dipengaruhi oleh protein ikan. Pada ikan yang kurang
segar, proteinnya telah mengalami denaturasi sehingga produk yang
dihasilkan memiliki tekstur yang kurang kenyal dan mutu yang kurang baik.
Protein ikan merupakan senyawa kimia utama dan merupakan bagian
terbesar dari daging ikan disamping lemak dan air. Protein miofibril
merupakan bagian terbesar dalam jaringan ikan dan protein ini bersifat
larut dalam larutan garam. Protein miofibril sangat berperan dalam
pembentukan gel terutama dari fraksi aktomiosin (Suzuki, 1981).

35
3) Jenis bahan baku ikan.

Jenis ikan berdaging putih dan jenis ikan demersal secara umum baik
untuk dibuat surimi. Dalam perkembangannya surimi dapat dibuat dari
jenis-jenis ikan non ekonomis atau dari species ikan tropis yang
merupakan ikan hasil tangkapan samping (by catch) sehingga memberikan
nilai tambah pada ikan tersebut. Adanya perbedaan sifat dari setiap
species ikan maka dimungkinkan untuk mencampur beberapa jenis ikan
untuk mendapatkan sifat-sifat surimi yang baik.

4) Derajat keasaman (pH).

Hidrasi aktomiosin tergantung pada pH. Hidrasi berangsur-angsung akan


menguat dengan aktomiosin melarut sepenuhnya pada pH diatas 6,5.
Kisaran pH optimum untuk menghasilkan gel yang baik adalah 6,5 7,5.
Jika terjadi pemanasan pada pH kurang dari 6 akan dihasilkan gel yang
rapuh dan kurang lentur (fragile) sedangkan pada pH 8 maka gel yang
terbentuk tidak kompak.

5) Konsentrasi garam.

Peran garam dalam proses pembentukan gel adalah sebagai bahan


pelarut protein miofibril. Pada konsentrasi yang lebih tinggi maka miofibril
akan terdehidrasi, selain itu garam juga berpengaruh terhadap rasa asin
(penggunaan melebihi 3%).

6) Bahan tambahan makanan.

Penambahan bahan krioprotektif berupa gula atau gula alkohol (sukrosa,


glukosa dan sorbitol) bertujuan untuk mengurangi terjadinya denaturasi
selama pembekuan dan untuk memperoleh sifat pembentukan gel. Ujicoba
BBP2HP (2006) mengatakan bahwa surimi beku yang dibuat dari species
ikan tropis dengan penambahan 3-5% gula dapat disimpan pada suhu -18
s/d -200C selama 3-6 bulan tanpa perubahan mutu yang berarti.

Tujuan penambahan poliposphat adalah untuk memperbaiki atau


mencegah pengurangan air, menaikkan pH, meningkatkan elastisitas dan
daya ikat pada daging ikan. Cara dan tujuan aspek teknis produksi surimi
disajikan dalam Tabel 5 berikut.

36
Tabel 5. Cara dan tujuan aspek teknis produksi surimi

Metode
Proses Tujuan
Manual Mekanik

IKAN BASAH
Pencucian Air + Es Mendinginkan ikan Wadah, ember Rotary fish
Pembuangan Menghilangkan kepala Pisau Heading/Gutting
kepala dan isi dan isi perut machine
perut
Pencucian Air + Es Menghilangkan sisa Wadah, ember Rotary fish washer
kontaminasi darah
Pemisahan Memisahkan daging Pisau, pinset, Meat bone separator
daging dari kulit dan tulang sendok

HANCURAN DAGING
Pembilasan 23 Air + Es + 0,2 % Menghilangkan protein Wadah, ember, Leaching tank
kali garam (1:4) larut air, darah, lemak
dan bau Pengaduk

Pengurangan air Menuang dan Menghilangkan Kain kasa Rotary sieve washer
mengalirkan air, kotoran. bahan nilon
menekan keluar

LEACHED MEAT
Penapisan Menghilangkan sisa Strainer
kulit, tulang, sisik
Pencampuran 3-5% gula Reduksi denaturasi _ Grinder, silent cutter
0,2%poliposphat protein dan
meningkatkan daya
ikat air
Pengepakan Dlm polietilen Pengemasan Dengan tangan Filling machine
o o
Pembekuan 30 C Suhu pusat 20 C (4-6 Contact plate freezer,
jam) air blast freezer

sumber : BBP2HP, 2006.

2.5.3 Teknologi pengolahan fish jelly product

Bahan baku yang digunakan berupa lumatan daging ikan (mince) dari
ikan segar atau surimi. Proses dasar pengolahan produk fish jelly adalah
penggilingan (grinding), penggaraman, pembentukan, setting dan
pemanasan.

37
1). Penggilingan
Bahan baku digiling dengan grinder atau alat penggiling yang bertujuan untuk
memecahkan serabut otot agar dapat meningkatkan ekstraksi protein larut
garam.

2). Penggaraman
Penambahan garam selama proses penggilingan berfungsi untuk
meningkatkan ekstrasi protein larut garam dan memberikan rasa asin pada
produk akhir. Biasanya penambahan garam sebanyak 2-3% dari berat daging
ikan, namun dapat ditingkatkan sampai 5% tergantung pada selera
konsumen. Setelah penambahan garam baru dapat ditambahakan bahan-
bahan lain untuk memberikan citra rasa. Di samping itu ditambahkan air
untuk memberikan tekstur yang lembut/halus.

3). Pembentukan (Setting)


Setelah selesai terbentuknya sol dan telah berubah menjadi gel yang elastis,
selanjutnya dilakukan proses setting yaitu pemanasan pada suhu 40C
selama 20 menit atau pada suhu ruang selama 2 jam atau pada suhu chilling
satu malam.
Setting yang dilakukan pada proses pembuatan bakso/fish cake secara
tradisional biasa dilakukan dengan cara merendam dalam air, metoda ini
digunakan untuk produk-produk yang cenderung berubah bentuknya jika
dibiarkan diudara terbuka.

4). Pemanasan
Pemanasan berfungsi untuk memasak dan sterilisasi produk. Proses
pemanasan dilakukan pada suhu 90C untuk mendapatkan produk dengan
permukaan yang halus/lembut.. Pemanasan dilakukan hingga suhu pusat
produk mencapai 80C, waktu pemanasan sebaiknya cukup lama agar dapat
menghancurkan bakteri yang ada. Sebagai contoh bakso dipanaskan pada
suhu 90C selama 20 menit.

38
2.6 Tinjauan Studi Terdahulu yang Relevan

Beberapa studi terdahulu telah banyak yang membahas


permasalahan yang terkait dengan industri perikanan, antara lain Alhadar
(1998) memformulasikan strategi industri pengolahan hasil yang membahas
permasalahan yang terkait dengan industri perikanan, diantaranya
memformulasikan strategi industri pengolahan hasil perikanan di Kabupaten
Maluku Utara, melalui metode analisis Strengths, Weakness, Opportunities
and Threats (SWOT) Hasil kajian menyatakan bahwa sarana prasarana dan
potensi sumberdaya alam relatif mendukung, tetapi belum ada teknologi
pengolahan yang memadai, serta terdapat keterbatasan modal untuk
membangun industri pengolahan hasil perikanan laut dalam rangka
memperluas pasar. Adapun strategi yang direkomendasikan adalah
diperlukan fokus pada kegiatan-kegiatan utama yang berpengaruh secara
langsung pada proses perencanaan produksi.

Sarinah (1999) melakukan kajian pengembangan industri pengolahan


hasil perikanan laut di Sulawesi Tenggara dengan Metode Perbandingan
Eksponensial (MPE) untuk menentukan produk unggulan di wilayahnya dan
Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menganalisa strategi
pengembangan. Stategi pengembangan yang terpilih dari penelitian tersebut
adalah pengembangan sarana dan prasarana untuk menunjang tujuan utama
pengembangan industri pengolahan ikan, yaitu pengembangan teknologi agar
diperoleh produk berkualitas tinggi.

Hasil yang tidak jauh berbeda diperoleh dari penelitian yang dilakukan
oleh Atmanto (1999) yang melakukan kajian perencanaan pengembangan
agroindustri perikanan rakyat di daerah Maluku. Besar potensi bahan baku
yang tidak didukung dengan ketersediaan sarana prasarana mengakibatkan
bahan baku tersebut tidak dapat dijadikan produk unggulan bagi Provinsi
Maluku. Atmanto (1999) juga melakukan pengelompokan kecamatan dengan
cluster analysis dimana kriteria yang digunakan meliputi (1) ketersediaan
bahan baku, (2) ketersediaan tenaga, (3)jumlah industri kecil pengolahan, (4)
aksesibilitas, (5) jumlah lembaga keuangan, dan (6) ketersediaan tenaga
listrik.

39
Agustedi (1994) membuat model perencanaan dan pembinaan
agroindustri hasil laut orientasi ekspor. Dalam hal ini produk yang menjadi
bahan kajian adalah teri asin. Pada penilitian ini dirancang perangkat lunak
Sistem Pengambilan Keputusan/SPK dengan model AGROSILA yang terdiri
dari submodel pengadaan bahan baku dan perencanaan produksi (DAKUSI),
submodel teknologi (TEKNO), sub model pembiayaan, kelayakan dan resiko
usaha (PKRESIKU), sub model nelayan (NELAYAN), sub model mutu
(MUTU), submodel produktivitas (PRITAS) dan submodel perkiraan harga
(HARGA).

Kajian lain yang terkait dengan bidang industri pengolahan hasil


perikanan diantaranya dilakukan oleh Yuliyanthi (2004) yang membahas
tentang pemilihan komoditas unggulan yang potensial untuk dikembangkan,
penentuan produk unggulan dan analisis kelayakan produk terpilih serta
penyusunan strategi pengembangan dari komoditas terpilih. Komoditas
unggulan yang dihasilkan dari penelitian tersebut adalah bawang merah
dengan produk unggulan adalah bawang goreng. Prioritas utama strategi
pengembangan agroindustri komoditas unggulan adalah mempercepat
agroindustri yang telah ada.

Materi yang dibahas dalam penelitian Novenra (2003) adalah kondisi


eksternal dan internal yang meliputi aspek bahan baku, aspek pasar dan
pemasaran, aspek teknis teknologis, aspek manajemen operasional, aspek
hukum, aspek lingkungan dan aspek finansial. Penelitian tersebut dibatasi
pada tahap kelayakan pendirian industri penyamakan kulit ikan pari. Untuk
menilai kelayakan finansialnya dengan kelayakan investasi pendirian industri
penyamakan kulit ikan pari apakah layak atau tidak layak untuk
dikembangkan. Dengan kondisi modal sendiri sebesar 40% dan modal
pinjaman sebesar 60%. Total investasi yang diperlukan sebesar Rp.
903.628.000,- dan modal kerja selama 3 bulan sebesar Rp. 315.126.125,-
Dari hasil perhitungan kriteria investasi, NPV sebesar Rp. 125.296.550,-,
discount factor 20%, Net b/c 1,76; IRR sebesar 25,2%; PBP selama 3,9 tahun
merupakan waktu yang relatif singkat untuk pengembalian modal investasi.

Rangkuman isi dari penelitian Oryzanty (2003) adalah Sistem


Penunjang Keputusan untuk menentukan kapasitas bahan baku minyak pala,

40
kelayakan finansial usaha tani pala dan agroindustri minyak pala yang
berbasis di daerah Bogor. Penelitian hanya difokuskan pada pengembangan
industri minyak pala tidak termasuk pengembangan industri antaranya
(intermediate industry). Hasil penelitian ini menunjukkan umur proyek 10
tahun usaha tani pala layak untuk dikembangkan dengan NPV sebesar Rp.
1.972.135,-; BEP sebesar Rp.44.589.650,-; B/C Ratio 2,97; IRR sebesar
18,5% dan PBP selama 7,48 tahun. Demikian pula terhadap agroindustri
minyak pala layak untuk dikembangkan dengan NPV sebesar Rp.
880.533.521,-; BEP sebesar Rp. 4.539.002.486,-; B/C Ratio 1,09; IRR
sebesar 33,78% dan PBP selama 5,44 tahun. Analisis kelayakan agroindustri
pola bagi hasil dengan menggunakan sisten pembiayaan syari'ah
menunjukkan bahwa untuk umur proyek 10 tahun, agroindustri minyak pala
layak untuk dikembangkan dengan NPV sebesar Rp. 57.980.612,-; BEP
sebesar Rp. 3.383.429.707,-; B/C Ratio 1,02; IRR sebesar 23,04% dan PBP
selama 5,44 tahun.

Kurniawan (2006) membahas sistem penunjang keputusan untuk


pengembangan agroindustri komoditas perikanan di kabupaten Cirebon.
Materi yang dibahas adalah menentukan komoditas perikanan unggulan
berdasarkan nilai ekonomi dan permintaan industri, memberikan gambaran
alternatif produk unggulan yang berasal dari komoditas perikanan unggulan,
merancang model sistem pengambilan keputusan untuk pengembangan
agroindustri komoditas perikanan di Kabupaten Cirebon. Penelitian ini
menghasilkan rancangan paket program perangkat lunak komputer yang
bernama SPK Perikanan yang terdiri dari sistem pengolahan terpusat, sistem
manajemen basis data, sistem manajemen dialog dan sistem manajemen
basis model. Sub model SPK Perikanan untuk pemilihan komoditas produk
unggulan yang paling potensial adalah pengasinan ikan dan prioritas
berikutnya adalah pengasapan ikan.

Giyatmi (2005), membahas sistem pengembangan agroindustri


perikanan laut di propinsi Jawa Tengah. Materi penelitian yang dibahas dalam
penelitian ini adalah mengkaji dan merumuskan cara pengelompokan wilayah
pada kawasan pengembangan dan pusat pertumbuhan agroindustri
perikanan laut, mengidentifikasi dan merumuskan cara pemilihan komoditas

41
potensial dan produk unggulan agroindustri perikanan laut serta kelayakan
usahanya dimasing-masing kawasan pengembangan, menyusun strategi
pengembangan dan cara pemberdayaan kelembagaan agroindustri perikanan
laut, mengembangkan alternatif model pengembangan agroindustri perikanan
laut berbasis Sistem Penunjang Keputusan. Berdasarkan hasil penelitian
maka produk unggulan agroindustri perikanan laut kota Pekalongan adalah
ikan layang asin, untuk kabupaten Pati adalah ikan layang pindang dan untuk
kabupaten Cilacap adalah ikan tuna kaleng. Berdasarkan analisis sensitivitas
kelayakan finansial agroindustri ikan asin masih layak bila terjadi penurunan
produksi sampai 55,56%, adanya kenaikan harga bahan baku tidak melebihi
3,63% atau harga produk turun sampai 3,06%. Usaha ikan pindang hanya
layak bila penurunan produksi tidak lebih dari 55,34% kenaikan harga bahan
baku maksimal 2,68% atau harga produk turun sampai 2,11%

2.7 Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System)

Prinsip dasar Sistem Penunjang Keputusan (SPK).

Menurut Turban (1990) konsep Sistem Penunjang Keputusan (SPK)


muncul pertama kali pada awal tahun 1970-an oleh Scott-Morton. Mereka
mendefinisikan SPK sebagai suatu sistem interakif berbasis komputer yang
dapat membantu para pengambil keputusan dalam menggunakan data dan
model untuk memecahkan persoalan yang bersifat tidak terstruktur. Dari
definisi tersebut dapat diindikasikan empat karakteristik utama dalam SPK,
yaitu :

1). SPK menggabungkan data dan model menjadi satu bagian.

2). SPK dirancang untuk membantiu para manajer (pengambil keputusan)


dalam proses pengambilan keputusan dari masalah yang bersifat semi
struktural (atau tidak terstruktur).

3). SKP lebih cenderung dipandang sebagai penunjang penilaian manajer


dan sama sekali bukan untuk menggantikannya.

4). Teknik SPK dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas dari pengambil


keputusan.

42
Definisi lain dari SPK menurut Minch dan Burns (1983) dalam Eriyatno
(1998) adalah konsep spesifik sistem yang menghubungkan komputerisasi
informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya.
Karakteristik pokok yang melandasi teknik SPK adalah :

1). Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan.

2). Dukungan menyeluruh dari keputusan bertahap ganda.

3). Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang antara lain
ilmu komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem dan ilmu
manajemen.

4). Mempunyai kemampuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan


kemampuan berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat.

Dari beberapa definisi tentang SPK, maka SPK itu sendiri tak lepas
dari perangkat komputer sebagai alat untuk mendukung pengambilan
keputusan pihak manajerial. Dengan membuat model yang menggunakan
beberapa teknik pengambilan keputusan maka SPK dapat mempercepat
proses pengambilan keputusan.

Secara umum, SPK terdiri dari tiga komponen, yaitu :

1) Manajemen Data, termasuk didalamnya adalah database yang berisi data


yang berhubungan dengan sistem yang diolah menggunakan perangkat
lunak yang disebut sistem manajemen basis data.

2) Manajemen Model, yaitu paket perangkat lunak yang terdiri dari model
finansial, statistikal, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lain yang
menyediakan kemampuan sistem analisis.

3) Subsistem Dialog, yaitu subsistem yang menghubungkan pengguna


dengan perintah-perintah dalam SPK.

Ketiga komponen tersebut merupakan bagian dari perangkat lunak


dalam SPK. Pengembangan teknik penunjang keputusan melalui sistem ini
ditujukan untuk membantu manajer pada proses pengambilan keputusan
yang umumnya bersifat semi struktural. Teknik SPK dikembangkan untuk
meningkatkan efektivitas dari pengambil keputusan. Efektivitas mencakup

43
identifikasi dari apa yang harus dilakukan dan menjamin bahwa kriteria yang
dipilih relevan dengan tujuan.

Penggunaan SPK diperusahaan-perusahaan bisnis, menurut Turban


(1990), terutama dikarenakan oleh alasan sebagai berikut :
1) Perusahaan beroperasi di lingkungan ekonomi yang tidak stabil.
2) Perusahaan dihadapkan oleh masalah peningkatan kompetisi baik di
dalam maupun luar negeri.
3) Perusahaan mengalami kesulitan dalam mengatasi banyaknya operasi
bisnis.
4) Sistem komputer perusahaan yang ada tidak mendukung dalam
peningkatan efisiensi dan keuntungan.

SPK tidak hanya dimanfaatkan pada aktifitas bisnis tapi juga pada
program pemerintah dalam mendukung pembangunan nasional. SPK dalam
aplikasinya dapat mencakup berbagai sektor, antara lain pertanian,
perikanan, perdagangan, lingkungan hidup dan sebagainya. Dengan
pendekatan ini maka permasalahan lintas sektoral dapat diselesaikan dengan
komprehensif dan multi disiplin.

44
3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.

Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) di beberapa


daerah potensial penghasil bahan baku dan kegiatan pengolahan ikan di DKI
Jakarta, kabupaten Cirebon, kabupaten Cilacap dan kabupaten Sukabumi-
Pelabuhanratu. Pemilihan lokasi memperhitungkan aspek geografis ; pantai
utara dan selatan pulau Jawa. Penelitian dilaksanakan selama lebih kurang 6
bulan (April s/d September 2005). Alasan lain pemilihan lokasi ini didasarkan
juga pada keberadaan para pengolah produk hasil perikanan dan potensi
perikanan serta dilihat dari jenis, volume dan kontinuitas bahan baku relatif
dapat mewakili kondisi wilayah pantai utara Jawa dan pantai selatan Jawa.
Selain itu jenis ikan yang tertangkap dari laut utara Jawa dan laut selatan Jawa
mempunyai jumlah spesies yang berbeda dan cara pengolahan yang berbeda
pula.

3.2 Metode Penelitian

Dalam rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil


perikanan, jumlah dan kontinuitas komoditas perikanan sebagai bahan baku
bagi kegiatan industri menjadi faktor penting bagi keberlangsungan
industri/usaha yang akan dikembangkan. Komoditas perikanan tangkap
beragam jenisnya, penanganan pasca panen juga beragam sehingga
diperlukan pentahapan dalam proses pemilihan produk unggulan. Penentuan
produk unggulan dimulai dengan menentukan jenis ikan yang kontinyu
didaratkan di daerah penelitian dan belum dimanfaatkan secara optimal/belum
diserap oleh industri pengolahan hasil perikanan skala besar namun
mempunyai pangsa pasar yang luas.

Untuk menentukan produk unggulan digunakan 7 kriteria yaitu akses


pasar, kemampuan diversifikasi, nilai tambah, pemanfaatan limbah, teknologi,
sumberdaya manusia dan daya serap pasar. Kriteria pemilihan komoditas,
produk, pembobotan dan penilaian ditentukan oleh pakar/responden dalam
rentang nilai 1-5 sesuai kriteria yang telah ditetapkan untuk pemilihan
komoditas potensial dan pemilihan produk unggulan.

3.2.1 Pemilihan komoditas potensial


Ketersediaan bahan baku merupakan persyaratan mutlak yang diperlukan
untuk menjamin keberlanjutan suatu kegiatan industri pengolahan termasuk
industri perikanan. Bahan baku tersebut harus memenuhi persyaratan secara
kuantitas maupun kualitas. Dalam pengembangan industri pengolahan hasil
perikanan di suatu daerah komoditas potensial yang dimiliki oleh daerah
tersebut perlu diperhatikan sehingga diharapkan persoalan bahan baku dapat
diatasi. Data potensi/ikan yang didaratkan di suatu daerah juga dapat
digunakan untuk perencanaan pengembangan produk di suatu wilayah.
Pemilihan komoditas potensial di daerah penelitian ditentukan berdasarkan
kriteria sebagai berikut (1) volume jenis ikan yang didaratkan, (2) kontinuitas
bahan baku, (3) pesaing pembeli terhadap jenis ikan tertentu, (4) kestabilan
harga dan (5) mutu. Volume dan kontinuitas bahan baku merupakan faktor
yang penting untuk keberlangsungan suatu industri karens jenis komoditas
perikanan yang mempunyai kemampuan untuk dilakukan diversifikasi produk
akan memperoleh nilai lebih besar jika dibandingkan dengan jenis ikan yang
tidak mempunyai kemampuan diversifikasi. Pemilihan komoditas menggunakan
metode perbandingan eksponensial dengan rentang skor 1-5. Pemilihan
komoditas potensial ini diawali dengan penentuan jenis ikan yang sudah
dimanfaatkan secara optimal atau sudah diserap oleh industri modern/eksportir.
Jenis-jenis ikan/komoditas yang tersisa atau yang belum dimanfaatkan oleh
industri modern selanjutnya menjadi alternatif komoditas unggulan yang
berpeluang untuk dikembangkan menjadi produk yang bernilai tambah (added
value) tinggi sebagai produk unggulan.

3.2.2 Pemilihan produk unggulan

Proses penentuan produk unggulan dimulai dengan proses penentuan


bahan baku potensial di setiap daerah penelitian guna memberikan gambaran
awal dari jenis-jenis produk yang memungkinkan untuk dikembangkan. Bila

46
suatu daerah memiliki beberapa alternatif produk yang potensial untuk
dikembangkan, maka harus dipilih jenis produk yang mampu memberikan nilai
tambah yang tinggi berdasarkan berbagai kriteria.
Kriteria yang digunakan untuk pemilihan produk potensial dan produk
unggulan industri pengolahan hasil perikanan adalah : (1) berasal dari jenis
komoditas potensial, (2) akses pasar, (3) tingkat kemampuan untuk dilakukan
diversifikasi, (4) nilai tambah terhadap produk, (5) nilai/manfaat limbah, (6)
ketersediaan teknologi, (7) kesiapan sumberdaya manusia, (8) daya serap
pasar, (9) penyerapan tenaga kerja.
Proses pemilihan produk unggulan diawali dari komoditas potensial yang
memiliki skor rataan geometri tertinggi. Langkah berikutnya adalah menetapkan
jenis-jenis olahan dari masing-masing produk potensial. Responden di daerah
penelitian memberikan skor untuk memilih Produk Potensial dengan kriteria
akses pasar, kemampuan diversifikasi, tingkat nilai tambah dan nilai manfaat
limbah. Langkah berikutnya adalah melakukan pemilihan produk unggulan
dengan menggunakan kriteria sebagai berikut (1) Teknologi (2) Sumberdaya
Manusia (3) Daya serap pasar. Sebagai langkah terakhir untuk proses
pemilihan Produk Unggulan adalah melakukan rekapitulasi skor dari produk
potensial yang memiliki skor rataan geometri tertinggi. Dari rata-rata nilai yang
diperoleh selanjutnya diambil skor tertinggi dari produk potensial dan ditetapkan
sebagai Produk Unggulan di daerah/wilayah tertentu.

Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka pelaksanaan penelitian ini


dilakukan melalui tahapan (1) identifikasi ikan hasil tangkapan yang kontinyu
didaratkan di daerah penelitian selama tahun 2002-2006 (2) identifikasi jenis-
jenis ikan yang belum dimanfaatkan/belum diserap oleh Unit Pengolahan Ikan
(UPI) skala besar/modern (3) melakukan analisis kelayakan finansial terhadap
produk unggulan dengan rancangan Sistem Penunjang Keputusan (SPK)
berbasis komputer dan (4) membuat rancangan model pengembangan usaha
pengolahan produk unggulan.

47
3.3 Pengumpulan Data, Jenis dan Sumber data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, seperti misalnya
BPS, beberapa perusahaan/pengolah ikan dan instansi yang berhubungan
dengan usaha pengolahan hasil perikanan. Data primer diperoleh melalui
wawancara mendalam dengan pakar, kuesioner dan pengamatan langsung ke
lokasi penelitian serta ujicoba yang dilakukan dalam rangka verifikasi.

Kriteria Pemilihan Pakar.

Pemanfaatan jenis-jenis ikan laut yang didaratkan didaerah penelitian


namun belum dimanfaatkan secara optimal, diserap oleh para pengolah
tradisional menjadi produk tradisional (ikan asin, pindang, asap, terasi dll)
termasuk dijual segar untuk konsumsi langsung, Salah satu tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk mencari alternatif produk bernilai tambah (value
added product) dari jenis-jenis ikan yang belum dimanfaatkan oleh produsen
eksportir. Dari latar belakang pemikiran tersebut, dipilih responden/pakar
dengan kriteria sebagai berikut :

1) Pelaku usaha pada daerah penelitian yang mampu melihat potensi ikan
yang didaratkan sebagai bahan baku sehingga dapat menghasilkan produk
bernilai tambah yang tinggi dan memiliki permintaan yang baik

2) Pejabat dari instansi pemerintah yang berkompeten dalam pemanfaatan


hasil perikanan dan pembinaan para nelayan dan pengolah ikan sehingga
dalam pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan disuatu daerah
selaras dengan arah kebijakan pemerintah pusat dan daerah.

3) Luasnya wawasan dan kemampuan akademis dalam menganalisis potensi,


teknologi dan peluang pasar serta mempunyai latar belakang sarjana
khususnya sarjana perikanan.

Dalam memenuhi kebutuhan data, maka jenis data yang akan dikumpulkan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

48
(1) Data teknis ( kapasitas industri, sarana dan prasarana, sumber bahan baku,
teknologi, bahan pembantu dan bahan tambahan yang digunakan)
(2) Data kebijakan (peraturan-peraturan, rencana strategis)
(3) Biaya produksi dan harga jual
(4) Pendapat pakar tentang daya serap dan permintaan pasar.
(5) Biaya tetap dan biaya tidak tetap.

3.4 Jenis dan Sumber data

Untuk mencapai tujuan penelitian, maka jenis data dan sumber data yang
diperoleh akan diperlihatkan dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Tabel 6. Jenis dan sumber data

No. Jenis Data Sumber Data


1. Data Primer
1. Identifikasi komponen industri
pengolahan hasil perikanan Responden (pakar)
2. Analisis kebutuhan Responden (pakar)
3. Formulasi masalah Responden (pakar)

2. Data Sekunder
1. Pangsa pasar Laboratorium dan UPI
2. Standar mutu produk Badan Standardisasi Nasional ( BSN )

Cara Pemilihan Prioritas Komoditas Potensial dan Produk Unggulan


Industri Pengolahan Hasil Perikanan.

Penentuan prioritas komoditas potensial merupakan proses yang


penting mengingat kontinuitas ketersediaan bahan baku dapat menjadi penentu
keberlangsungan sebuah industri pengolahan. Di dalam penentuan jenis
komoditas potensial untuk industri pengolahan hasil perikanan tangkap yang
dikembangkan di tiap-tiap daerah penelitian didasarkan pada beberapa kriteria.
Kriteria yang diperlukan dalam pemilihan komoditas potensial yang akan
dikembangkan, berupa volume produksi/ikan yang didaratkan, kontinuitas
bahan baku, mutu, nilai ekonomis bahan baku, jenis ikan yang belum diserap
oleh industri modern, pesaing pembeli dan stabilitas harga bahan baku.

49
Untuk penentuan Produk Unggulan pada industri pengolahan hasil
perikanan digunakan kriteria-kriteria antara lain akses pasar, kemampuan
diversifikasi produk, tingkat nilai tambah, tingkat pemanfaatan limbah,
ketersediaan teknologi, pemenuhan tenaga kerja (SDM) dan permintaan/daya
serap pasar. Alternatif produk unggulan merupakan kombinasi antara jenis
ikan/komoditas potensial dengan jenis olahan yang memiliki nilai tambah paling
tinggi ditiap-tiap daerah penelitian. Pembobotan dan penilaian untuk masing-
masing kriteria menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)

Perumusan Kelayakan Finansial Industri Pengolahan Hasil Perikanan.

Pengambilan keputusan untuk pengembangan usaha pengolahan hasil


perikanan tangkap utamanya dilakukan melalui perhitungan kelayakan finansial
dengan kriteria-kriteria kelayakan seperti asumsi dan koefisien, investasi,
penyusutan dan pemeliharaan alat, biaya tetap, biaya tidak tetap, modal kerja
dan pendanaan serta perkiraaan arus uang. Analisis kelayakan finansial
menggunakan formulasi Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net
B/C) dan Pay Back Period (PBP). NPV, Net B/C dan PBP dihitung dengan
rumus sebagai berikut (Kadariah, et al.,1978)

Net Present Value (NPV):


n (Bt-Ct)
NPV = -------------- - Ko
t = 1 (1 + i)t

Keterangan :
Bt B = benefit bruto proyek pada tahun ke t
Ct = biaya bruto proyek pada tahun ke t
n = umur ekonomis proyek
i = tingkat bunga modal (persen)
t = periode/tahun
Ko = investasi awal (Initial Investment)

50
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) :

n Bt
-------------------
t=1 (1 + i)t
Net B/C = -----------------------------------------
n Ct
------------------ + Ko
t=1 (1 + i)t
Keterangan :
Bt = B benefit bruto proyek pada tahun ke t
Ct = biaya bruto proyek pada tahun ke t
n = umur ekonomis proyek
i = tingkat bunga modal (persen)
t = periode/tahun
Ko = investasi awal (Initial Investment)

Pay Back Period (PBP) :

NPV2 ( t2 - t1)
PBP = t2 - NPV2 NPV1

Keterangan :
NPV1 = Nilai NPV Komulatif Negatif
NPV2 = Nilai NPV Komulatif Positif
t1 = tahun umur proyek yang memiliki NPV komulatif negatif
t2 = tahun umur proyek yang memiliki NPV komulatif positif

3.5 Analisis Data

Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang


melibatkan banyak komponen. Permasalahan yang diselesaikan dengan
pendekatan system harus memenuhi kriteria (menurut Eriyatno, 2003) sebagai
berikut :

51
1) Komplek, dalam arti interaksi antar elemen cukup rumit.

2) Dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada
pendugaan kemasa depan.

3) Probabilistik, dalam arti diperlukannya fungsi peluang dalam kesimpulan


maupun rekomendasi.

Pengembangan industri pengolahan hasil perikanan sebagai suatu sistem


usaha akan melibatkan banyak komponen dan tingkat kompleksitas tinggi
sehingga untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek diperlukan
pendekatan sistem, dengan tahapan sebagai berikut :

Analisis Kebutuhan.

Berdasarkan kajian pustaka dan kajian di lapangan sebagai pengamatan


awal, maka didapat 6 pelaku yang berperan sebagai stakeholders sebagai
berikut :

(1) Pelanggan, yaitu konsumen dari olahan produk perikanan baik kelompok
maupun perorangan, baik dalam negeri maupun luar negeri.
(2) Pemasok, yaitu pihak luar pengolah ikan (produsen) yang menjadi rekanan
guna memenuhi kebutuhan bahan baku, bahan pembantu dan bahan
tambahan serta peralatan penunjang.
(3) Pemilik, yaitu perorangan atau kelompok usaha atau orang-orang yang
memiliki saham (modal) terhadap usaha pengolahan produk perikanan.
(4) Masyarakat, yaitu orang-orang yang hidup (bertempat tinggal) disekitar
lokasi kegiatan pengolahan produk perikanan yang secara tidak sadar
kehidupan mereka sehari-harinya terpengaruh oleh kegiatan pengolahan
produk perikanan.
(5) Karyawan, yaitu orang-orang yang terlibat bekerja secara langsung dalam
kegiatan usaha pengolahan produk perikanan.
(6) Pemerintah, yaitu pemerintah pusat maupun daerah (dinas-dinas) yang
mempunyai keterkaitan dengan usaha pengolahan produk perikanan baik
secara langsung maupun tidak langsung.

52
Tabel 7. Analisis kebutuhan para pelaku dengan kebutuhannya

No. Pelaku Kebutuhan


1. Pelanggan (konsumen) Harga terjangkau dan stabil.
Hasil produksi yang berkualitas.
Ketepatan dan kecepatan penyediaan produk.
2. Pemasok Ketepatan waktu pembayaran.
Peningkatan kebutuhan bahan baku.
Harga bahan baku yang layak dan stabil.
Kontinuitas permintaan bahan baku.
3. Pemilik Industri Kebanggaan atau image perusahaan.
Kelangsungan usaha.
Jaminan ketersediaan bahan baku.
Profit usaha meningkat.
Peningkatan produktivitas dan efisiensi.
Jaminan pasar.
Ketersediaan modal usaha.
Tingkat suku bunga dan nilai tukar bersaing.
4. Masyarakat Lowongan pekerjaan.
Tidak mencemari lingkungan.
Kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
5. Karyawan Gaji yang layak.
Jaminan keamanan & keselamatan kerja.
Jaminan hari tua dan asuransi.
Jenjang karir yang pasti.
Coorporate culture yang kondusip dan
kekeluargaan.
6. Pemerintah Daerah Peningkatan pendapatan daerah.
Tidak mencemari lingkungan.
Dapat menyerap tenaga kerja lokal.
Pematuhan terhadap peraturan perundangan di
bidang Pengolahan Produk Hasil Perikanan.
7. Pemerintah Pusat Peningkatan penyerapan tenaga kerja secara
nasional.
Peningkatan konsumsi ikan perkapita.
Peningkatan penerimaan negara.
Peningkatan ekspor produk perikanan.

53
Permodelan Sistem
1. Arsitektur Model SPK Perikanan

Arsitektur model merupakan rancangan awal dalam membuat suatu


model Sistem Penunjang Keputusan (SPK). Model sistem penunjang keputusan
dalam pengembangan industri pengolahan hasil perikanan dirancang dan
dibuat dalam suatu paket program komputer yang diberi nama SPK Perikanan.
Model ini terdiri dari tiga sub model, yaitu sub model pemilihan alternatif
komoditas unggulan (sub model I), sub model pemilihan produk unggulan (sub
model II), dan sub model analisa kelayakan finansial (sub model III).
Rancangan model SPK Perikanan dapat dilihat pada Gambar 5.

SPK Perikanan

Komoditas Perikanan

Pemilihan Komoditas potensial Pemilihan Produk Unggulan Analisa Finansial

Kelayakan Finansial
Komoditas potensial Produk Unggulan

Sub Model I Sub Model II Sub Model III

Gambar 4. Arsitektur Model SPK Perikanan

2. Diagram Alir Model SPK Perikanan

Model SPK Perikanan dirancang menggunakan perangkat Microsoft


Visual Basic 6.0, Formula One Workbook Designer dan didukung oleh Adobe
Photosop 7.0 untuk desain tampilan.

54
SPK Perikanan secara umum dapat digambarkan dengan sebuah
diagram alir deskriptif yang terdiri dari bentuk masukan dan keluaran program
serta alur program secara keseluruhan. Secara garis besar program SPK
Perikanan menggunakan beberapa metoda, diantaranya: metoda pembobotan
berdasarkan mutu bahan baku, ketersediaan bahan baku, harga stabil dan
pesaing pembeli jenis ikan sebagai bahan baku untuk penyaringan alternatif
komoditas perikanan potensial dengan menggunakan teknik MPE untuk
penentuan alternatif produk perikanan yang paling potensial, serta metode
analisa finansial yang digunakan untuk mengetahui parameter kelayakan
industri pengolahan hasil perikanan.

Rancangan atau arsitektur model SPK Perikanan terdiri dari tiga sub
model. Pada Sub Model Pemilihan Alternatif Komoditas Unggulan terdapat
input data komoditas perikanan yang akan dipilih berdasarkan volume produksi,
akses pasar, tingkat kemampuan dilakukan diversifikasi produk, nilai tambah
dan pemanfaatan limbah yang dihasilkan untuk mendapatkan komoditas
unggulan. Output dari Sub Model Pemilihan Alternatif Komoditas Unggulan
adalah komoditas perikanan terpilih yang akan diolah menjadi produk unggulan
di suatu daerah. Komoditas perikanan terpilih tersebut menjadi input pada Sub
Model Pemilihan Produk Unggulan. Yang dimaksud dengan komoditas
perikanan terpilih adalah berasal dari jenis ikan potensial yang belum diserap
oleh industri modern. Pada sub model ini data diolah dengan menggunakan
teknik MPE. Setelah mendapatkan potensi produk unggulan, maka langkah
selanjutnya pada model SPK Perikanan adalah melakukan analisis kelayakan
finansial produk unggulan terpilih.

55
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

1) Kabupaten Cilacap.

Kabupaten Cilacap mempunyai luas wilayah 2.138 km2 dan merupakan


daerah terluas di antara 35 Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah.
Kabupaten Cilacap terbagi dalam 24 Kecamatan, 11 Kecamatan di antaranya
memiliki wilayah pantai. Kabupaten Cilacap berpenduduk 1.641.849 jiwa pada
tahun 2003. Potensi industri besar di Cilacap adalah kilang bahan bakar minyak
Pertamina, pabrik semen, industri pupuk, biji coklat, bahan karet, tepung terigu,
benang tenun, penggergajian kayu dan pasir besi serta sentra industri jamu
tradisional, pertanian, perkebunan rakyat dan pariwisata.

Potensi kelautan di Kabupaten Cilacap relatif besar, dengan garis pantai


201,9 km dan yang berbatasan langsung dengan Samudara Hindia 80 km.
Potensi perikanan pantai 56.380 ton, dan pada tahun 2001 baru dimanfaatkan
sebesar 29.841 ton (52,9%). Potensi perikanan lepas pantai 852.600 ton dan
baru dimanfaatkan sebesar 13.508,9 ton (1,6%) ( Diskanlut Kab. Cilacap, 2004).
Daerah penangkapan meliputi perairan teluk penyu, teluk panandaran dan
selatan Yogyakarta sampai Pacitan. Luas daerah penangkapan 5.200 km2.
Jumlah nelayan di Kabupaten Cilacap 21.348 orang.

Sarana dan prasarana penangkapan yang terdapat di Kabupaten Cilacap


adalah Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap dengan kapasitas 250 kapal,
tempat pelelangan ikan sebanyak 11 unit (6 TPI Provinsi dan 5 TPI Kabupaten),
pabrik es dengan kapasitas 236 ton sebanyak 5 unit, cold storage kapasitas 75
ton sebanyak 3 unit, serta kawasan industri dan zona pengembangan seluas
16,81 ha. Armada penangkapan sebanyak 4.538 buah yang terdiri dari motor
tempel 1.139 unit, perahu tanpa motor 649 unit, kapal motor 2.635 unit dan kapal
longline 115 unit (Diskanlut Kab. Cilacap, 2003). Pengolahan pasca panen
produksi hasil perikanan di kabupaten Cilacap dengan menggunakan teknologi
modern dan tradisional. Daerah pemasaran produk yang dihasilkan adalah pasar
lokal sampai ekspor. Jumlah pengolah yang menggunakan teknologi modern
sebanyak 11 perusahaan, sedangkan secara tradisional yang dikelola oleh
Kelompok Tani Wanita nelayan dan perorangan sebanyak 28 buah.

Hasil pengolahan produksi perikanan secara modern umumnya


merupakan produk ekspor, di antaranya produk beku seperti tuna, udang, keong,
dan layur; produk kering/asin seperti ubur-ubur, teri,dan ebi; serta produk kaleng
dari ikan cakalang dan tuna. Negara tujuan utama ekspor produk perikanan
Cilacap adalah Amerika Serikat, Jepang dan China. Jenis ikan dan udang
tertentu untuk komoditas ekspor, tidak diolah di Cilacap, tetapi diolah di luar
daerah seperti Jakarta, sehingga mengakibatkan berkurangnya peluang
lapangan kerja bagi warga Cilacap dan berkurangnya pendapatan asli daerah.

Tabel 8. Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dan kabupaten/kota di pantai
utara dan selatan Provinsi Jawa Tengah (2002 2006)

Jumlah (ton)
No Kabupaten/kota
2002 2003 2004 2005 2006
I Pantai Utara Jawa
1 Kabupaten Brebes 3.742,80 5.269,60 3.794,80 4.376,00 1.774,40
2 Kabupaten Tegal 845,30 1.106,90 554,70 341,10 493,90
3 Kota Tegal 34.513,30 29.564,40 28.893,90 23,52 20.816,10
4 Kabupaten Pemalang 11.279,80 9.925,20 11.465,30 12.821,00 14.471,80
5 Kabupaten Pekalongan 2.163,90 1.978,90 2.062,30 1.751,70 1.842,70
6 Kota Pekalongan 53.161,90 62.008,90 65.478,20 47.965,00 34.641,90
7 Kabupaten Batang 17.656,90 11.863,60 12.468,10 12.048,90 20.293,40
8 Kabupaten Kendal 1.111,40 1.055,20 1.270,04 1.569,40 1.064,30
9 Kota Semarang 331,60 174,30 125,50 36,80 67,80
10 Kabupaten Demak 1.181,50 1.208,60 2.300,70 1.918,10 1.091,30
11 Kabupaten Jepara 2.206,10 3.729,80 4.454,20 5.813,10 5.740,80
12 Kabupaten Pati 59.889,30 63.457,20 62.941,80 34.895,10 22.479,80
13 Kabupaten Rembang 78.825,70 32.370,70 38.941,80 37.228,90 40.575,50
II Pantai Selatan Jawa
1 Kabupaten Wonogiri - - 19,60 19,30 20,00
2 Kabupaten Purworejo 63,10 201,60 26,40 19,00 30,60
3 Kabupaten Kebumen 5.349,80 4.180,00 1.168,40 918,00 1.397,60
4 Kabupaten Cilacap 8.944,60 8.140,10 8679,7 7.616,00 11.180,10
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Tengah

57
2) Pelabuhanratu - Kabupaten Sukabumi

Visi dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Sukabumi adalah :


mewujudkan dinas Kelautan dan Perikanan sebagai fasilitator yang akomodatif
dalam upaya pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang produktif.

Misi dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Sukabumi adalah


memfasilitasi pemanfaatan dibidang kelautan dan perikanan yang berorientasi
pasar yang didukung sarana, prasarana dan teknologi tepat guna melalui
pemberdayaan kelompok nelayan dan pembudidaya ikan yang dinamis dan
inovatif.

Kebijakan umum pembangunan Kelautan dan Perikanan di kabupaten


Sukabumi meliputi 1) pengembangan potensi kelautan dan perikanan, 2)
peningkatan Infrastruktur/sarana dan prasarana, 3) penanggulangan kemiskinan
(peningkatan pendapatan nelayan dan pembudidaya) dan 4) pengembangan
sumberdaya manusia

Potensi keragaan perikanan kabupaten Sukabumi adalah sebagai berikut :


budidaya air tawar meliputi sawah perikanan 31.001 ha, kolam air tenang 6.684
ha, kolam air deras 343 ha, keramba 50 ha dan jaring apung 10 unit. Budidaya
air payau (tambak) seluas 1.400 ha. Penangkapan perairan umum terdiri dari
perairan rawa 35 ha, sungai 747,5 km, situ 149,6 buah dan waduk seluas 1.400
ha, sementara jumlah RTP dan RTBP sebanyak 25.945 orang.

Potensi keragaan kelautan kabupaten Sukabumi meliputi panjang pantai


117 km, kewenangan daerah 4 mil laut tersebar di 9 kecamatan pesisir (51 desa
pesisir), potensi lestari 14.592 ton/th, armada tangkap 1.173 unit, alat tangkap
2.039 unit, Pelabuhan Perikanan 1 unit , Pangkalan Pendaratan Ikan 1 unit dan
Tempat Pelelangan Ikan 6 unit.

58
Tabel 9. Produksi dan nilai hasil perikanan menurut kabupaten/kota di pantai
selatan Provinsi Jawa Barat tahun 2004
Kab / Kota Pantai Selatan Jawa
No
Areal Produksi Ciamis Tasikmalaya Garut Cianjur Sukabumi
1 Penangkapan di laut
Tonase 1,667 283 7,348 148 787,100
Nilai (Rp) 16,707,670 2,424,300 40,473,875 787,100 44,315,409
2 Budidaya tambak
Tonase 77 20 28 97 133
Nilai (Rp) 3,509,000 86,700 199,900 1,403,100 4,541,000
3 Budidaya kolam
Tonase 10,110 16,400 14,516 10,452 18,028
Nilai (Rp) 93,096,980 117,577,000 140,811,601 51,665,325 108,135,130
4 Budidaya karamba
Tonase 54 0.26
Nilai (Rp) 596,625 2,600
5 Budidaya Sawah
Tonase 34 3,850 7,170 5,106 11,565
Nilai (Rp) 352,500 37,914,000 55,269,450 15,201,375 67,068,930
6 Kolam Air Deras
Tonase 78 85 330 993
Nilai (Rp) 958,500 505,200 1,767,120 3,178,560
7 Jaring Apung
Tonase 18 24,057 12
Nilai (Rp) 14,300 83,902,725 71,670
8 Perairan Umum
Tonase 123 531 559 852 384
Nilai (Rp) 894,222 206,744 3,629,390 6,556,595 1,040,000
Jumlah Tonase 12,106 21,168 29,951 40,712 818,214
Jumlah Nilai (Rp) 114,624,773 158,507,731 238,522,505 69,057,752 227,239,413

3) DKI Jakarta.
Propinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara merupakan pusat
pemerintahan, perekonomian, politik dan pusat berbagai aktifitas lainnya.
Pembangunan di bidang perikanan dan kelautan dari waktu kewaktu semakin
terdesak oleh pembangunan fisik kota dan isu lingkungan.

(1). Keadaan Umum Wilayah


Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7
meter di atas permukaan laut terletak pada posisi 6012 Lintang Selatan dan
106048; Bujur Timur. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 1227 tahun 1989 luas
wilayah DKI Jakarta berupa daratan 661.52 km2 dan berupa lautan 6.977,5 km2,
dengan lebih dari 110 buah pulau yang tersebar di kepulauan seribu, sekitar 27

59
buah sungai/saluran/kanal yang digunakan sebagai air minum, usaha perikanan
dan usaha perkotaan.

Di sebelah Utara membentang pantai dari Barat sampai ke Timur


sepanjang lebih kurang 35 km yang menjadi tempat bermuaranya 9 buah sungai
dan 2 buah kanal. Sungai-sungai yang melintasi wilayah Jakarta antara lain
sungai Ciliwung, Cisadane, kali Pesanggrahan, kali Angke, kali Grogol, kali
Sunter, kali Cakung, kali Cipinang dan kali Krukut.

Visi Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta adalah
terwujudnya masyarakat sejahtera melalui pengelolaan sumber daya peternakan,
perikanan dan kelautan yang berwawasan lingkungan secara berkelanjutan. Visi
tersebut mengandung arti bahwa dinas peternakan, kelautan dan perikanan
propinsi DKI Jakarta tidak hanya menjalankan fungsi peternakan, perikanan dan
kelautan yang secara tradisional menyediakan layanan penyediaan produk
peternakan, perikanan dan kelautan, tetapi juga dapat mewujudkan Jakarta
sebagai kota jasa, sentra pemasaran regional, pengolahan, produksi serta pintu
gerbang ekspor dan impor hasil peternakan, perikanan dan kelautan. Selain itu
produk perikanan laut dapat mendorong terwujudnya Jakarta sebagai sentra
pengolahan, produksi dan pintu gerbang ekspor.

Misi dinas meliputi peningkatan ketahanan dan keamanan pangan yang


bersumber dari hewan dan ikan serta melakukan penataan dalam pengelolaan
sumberdaya peternakan. perikanan dan kelautan.

(2). Tujuan Strategis


Tujuan strategis meliputi penyediaan bahan pangan hewani yang aman
sehat, halal dan cukup bagi masyarakat, peningkatan pendapatan usaha bidang
peternakan. perikanan dan kelautan, memberdayakan usaha ekonomi
kerakyatan, meningkatkan kualitas lingkungan sumberdaya dan terwujudnya
peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

(3). Arah Kebijakan

Arah kebijakan dinas peternakan, perikanan dan kelautan adalah


mendorong tumbuhnya model peternakan kota yang ramah lingkungan serta

60
mengembangkan sistem distribusi produk peternakan yang dapat menjamin
penyediaan gizi bagi masyarakat Jakarta. Selain itu kebijakan diarahkan untuk
mendorong perkembangan usaha perikanan yang lebih efisien, produktif dan
bernilai tambah serta mengurangi berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi
nelayan.

4) Kabupaten Cirebon

Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 986,0 km2 merupakan bagian


dari wilayah Propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian Timur dan merupakan
batas sekaligus sebagai pintu gerbang antara Propinsi Jawa Tengah dan Jawa
Barat. Letak geografisnya antara 104032 - 108049 bujur Timur dan 060 - 00- 070
- 00 lintang Selatan dengan batas administrasif sebelah Utara Kota Cirebon dan
Laut Jawa, sebelah Timur Kabupaten Brebes, sebelah Selatan Kabupaten
Kuningan dan sebelah Barat Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Indramayu.

Iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh keadaan


alam yang sebagian besar terdiri dari daerah pantai terutama bagian Utara,
Timur dan Barat, sedangkan di sebelah Selatan adalah daerah perbukitan.
Menurut Schmidt dan Ferguson (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Cirebon, 2005), Kabupaten Cirebon termasuk kategori tipe C dan D dengan
jumlah curah hujan rata-rata per tahun berkisar antara 1000 3000 mm. Jumlah
curah hujan tertinggi terdapat di bagian Tengah dan Selatan yaitu daerah
perbukitan di kaki gunung Ciremai.

Kabupaten Cirebon terletak pada ketinggian antara 0130 m di atas


permukaan laut dan dibedakan menjadi dua bagian yaitu daerah dataran rendah
yang terletak di sepanjang pantai Utara Jawa antara lain: Kecamatan Gegesik,
Kecamatan Amarangun, Pangeran, Brecon Utara, Brecon Barat, Cemanarang,
Sumber, Karangsembung, Babakan Ciledug dan Losari; sedangkan Kecamatan
lainnya termasuk pada daerah dataran sedang dan tinggi.

Kabupaten Cirebon merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang


mempunyai luas wilayah terkecil kedua setelah Kabupaten Purwakarta tetapi
mempunyai jumlah penduduk yang relatif besar. Jumlah penduduk tahun 2003

61
sebanyak 1.976. 947 jiwa. terdiri atas laki-laki 990.493 jiwa dan perempuan
986.454 jiwa.
Potensi Perikanan dan Kelautan, meliputi sumberdaya manusia terdiri dari
petugas perikanan 57 orang, nelayan 21.754 orang, pembudidaya tambak 6.977
orang, pembudidaya kolam 4.503 orang, pembudidaya disawah/ minapadi 120
orang, penangkap ikan perairan Umum 279 orang, pembudidaya ikan kolam air
deras 3 orang, pengolah / pedagang ikan 505 orang, kelompok nelayan 50 orang,
kelompok pembudidaya tambak 38 orang, kelompok pembudidaya air tawar 61
orang, kelompok pembudidaya kerang hijau 6 orang dan kelompok pengolah 28
orang
Potensi Sumberdaya Alam (SDA) meliputi panjang pantai 54 km, areal
tambak 7.500 ha, luas areal kolam 784 ha, luas sawah/minapadi 8.623 ha,
panjang sungai 1.200,5 km, luas sungai 2.450 ha, luas waduk 244 ha, luas situ 5
ha, luas bekas galian 3 ha, luas embung geongan 4 ha dan luas galian astapada
0,8 ha.
Visi Perikanan dan Kelautan yang maju, tangguh, lestari dan memberikan
kemakmuran, sedangkan misinya adalah meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia perikanan dan kelautan serta mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya perikanan dan kelautan dengan teknologi maju, berwawasan
lingkungan, berbudaya industri, berorientasi bisnis dan berbasis pedesaan.
Meningkatkan pelayanan dan pembinaan yang prima, melaksanakan pengadaan
sarana dan prasarana usaha perikanan dan kelautan yang dibutuhkan.

Kebijakan Pembangunan Perikanan dan Kelautan


Upaya meningkatkan pembangunan perikanan dan kelautan di Kabupaten
Cirebon yaitu dengan jalan peningkatan produksi dan produktivitas usaha
perikanan dan kelautan. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
pedesaan dengan sasaran yang ditempuh antara lain :
1) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perikanan dan kelautan dengan
menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berwawasan lingkungan
serta meningkatkan nilai tambah produksi hasil perikanan dan kelautan.

62
2) Meningkatkan penyediaan dan distribusi bahan pangan komoditas perikanan
dan kelautan dalam rangka meningkatkan kualitas konsumsi dan gizi
masyarakat.
3) Meningkatkan lapangan kerja dan kesempatan berusaha.
4) Mendorong dan meningkatkan pertumbuhan industri di dalam negeri melalui
penyediaan bahan baku dan peningkatan penyerapan devisa.
5) Meningkatkan kelestarian sumberdaya perikanan dan kelautan.

Tabel 10. Produksi dan nilai hasil perikanan menurut kabupaten/kota di pantai
utara Provinsi Jawa Barat Tahun 2004
Kab / Kota Pantai Utara Jawa
No
Areal Produksi Bekasi Karawang Subang Indramayu Cirebon
1 2 3 4 5 6 7
1 Penangkapan di laut
Tonase 1,612 10,163 17,968 66,789 44,930
Nilai (Rp) 14,355,700 41,946,400 144,967,950 527,455,035 44,930
2 Budidaya tambak
Tonase 6,577 29,517 11,018 19,791 3,349
Nilai (Rp) 1,043,792,511 345,554,566 40,865,900 4,656,506,491 86,069,097
3 Budidaya kolam
Tonase 276 1,763 2,547 4,290 1,176
Nilai (Rp) 1,777,327 10,927,700 4,383,000 29,797,400 86,069,097
4 Budidaya karamba
Tonase
Nilai (Rp)
5 Budidaya Sawah
Tonase 21 329 3,003 4
Nilai (Rp) 101,236 3,707,368 13,215,000 78,000
6 Kolam Air Deras
Tonase 177
Nilai (Rp) 1,072,774
7 Jaring Apung
Tonase
Nilai (Rp) 1,105
8 Perairan Umum
Tonase 790 560 549 1,105 149
Nilai (Rp) 37,702 2,409,200 2,203,810 21,010,172 441,340
Jumlah Tonase 9,275 42,333 35,262 91,976 49,607
Jumlah Nilai (Rp) 1,060,027,564 402,136,594 204,505,173 5,213,760,031 172,261,273

4.2 Pemilihan Komoditas Potensial


Pemilihan komoditas potensial dalam penelitian ini didasarkan pada
pertimbangan jenis-jenis ikan yang kontinyu didaratkan di daerah penelitian,

63
selanjutnya memilih jenis ikan yang belum diserap industri modern/eksportir dan
volume ikan yang didaratkan secara terus menerus (kontinyu) dari tahun 2002-
2006 dalam jumlah rata-rata minimal 30.000 kg/jenis ikan/tahun. Dengan 300 hari
kerja/tahun maka diperoleh rata-rata 100 kg/hari kerja untuk mencukupi
kebutuhan bahan baku sebuah usaha pengolahan hasil perikanan ditingkat
usaha kecil. Jenis ikan yang belum diserap industri modern yang biasa
dimanfaatkan oleh pengolah tradisional sebagai bahan baku pengolahan produk
tradisional seperti ikan asin, ikan asap, dendeng ikan, pindang ikan.

1) Pemilihan komoditas potensial Kabupaten Cilacap.


Berdasarkan hasil penilaian responden, jenis-jenis ikan yang belum
diserap oleh industri pengolahan modern dari Kabupaten Cilacap adalah ikan
campuran (multi species), cucut, gulamah/tigawaja, pari dan manyung.
Berdasarkan 5 jenis ikan/komoditas tersebut selanjutnya ditentukan komoditas
potensial dengan rataan geometri. Nilai rataan geometri tertinggi akan menjadi
pilihan komoditas potensial. Proses pemilihan komoditas potensial Kabupaten
Cilacap dimulai data jenis ikan yang didaratkan secara kontinyu di Kabupaten
Cilacap selama 5 tahun terakhir ( tahun 2002-2006) seperti pada Tabel 11.

Tabel 11. Produksi perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan di Kabupaten


Cilacap (2002 2006)

Volume Produksi (kg)


No Jenis Ikan
2002 2003 2004 2005 2006
1 bawal hitam 21.100 1.400 32.100 33.200 1.200
2 bawal putih 44.600 29.900 42.400 26.000 61.600
3 Cakalang 2.500.700 3.756.200 2.068.100 982.100 4.532.800
4 Cucut 397.800 209.300 121.800 140.400 182.500
5 gulamah/tigawaja 74.600 46.300 313.900 344.700 394.200
6 ikan campuran 1.287.900 838.000 1.986.800 818.400 1.535.600
7 Layur 35.200 180.300 117.300 55.600 34.700
8 Lemuru 209.600 14.200 54.300 8.600 18.900
9 Manyung 39.900 75.500 150.400 655.100 103.100
10 Pari 48.700 26.900 49.900 45.700 72.600
11 Rebon 759.606 628.107 882.927 675.178 1.344.884
12 Tengiri 82.000 62.700 75.700 52.100 52.100
13 Tongkol 164.800 78.100 284.000 241.800 80.700
14 tuna besar 1.666.000 675.900 616.500 1.207.000 1.253.400
15 udang dogol 247.600 116.100 403.300 110.100 90.800
16 udang jerbung 417.000 190.200 247.200 191.800 280.400

64
Data jenis ikan yang kontinyu didaratkan di kabupaten Cilacap selanjutnya
dilakukan ranking berdasarkan nilai ekonomi dari perkalian antara volume ikan
dengan harga ikan seperti terlihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Kabupaten Cilacap

Volume rata-rata Harga Nilai Ekonomi


No Jenis Ikan
(kg) (Rp/kg) (Rp)
1 udang jerbung 265.320 55.230 14.653.623.600
2 tuna besar 1.083.760 8.897 9.642.212.720
3 cakalang 2.767.980 2.763 7.647.928.740
4 udang dogol 193.580 23.864 4.619.593.120
5 ikan campuran 1.293.340 2.233 2.888.028.220
6 rebon 858.140 3.264 2.800.970.266
7 tongkol 169.880 7.324 1.244.201.120
8 gulamah/tigawaja 234.740 4.850 1.138.489.000
9 bawal putih 40.900 25.068 1.025.281.200
10 cucut 210.360 4.839 1.017.932.040
11 manyung 204.800 4.218 863.846.400
12 tengiri 64.920 12.415 805.981.800
13 layur 84.620 4.597 388.998.140
14 bawal hitam 17.800 12.503 222.553.400
15 pari 48.760 3.299 160.859.240
16 lemuru 61.120 1.857 113.499.840

Dari jenis ikan yang telah mengalami ranking berdasarkan nilai ekonomi tersebut,
selanjutnya dilakukan pemilihan jenis ikan yang belum diserap oleh industri
besar/industri skala ekspor. Jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar ini
adalah jenis ikan yang selama ini dimanfaatkan oleh para pengolah tradisional
untuk diolah menjadi ikan asin, kering, asap, kerupuk dan lain-lain seperti terlihat
pada Tabel 13.

65
Tabel 13. Serapan industri dari produksi perikanan Cilacap

Skala Prioritas Komoditas yang Komoditas yang


No. Komoditas Menurut diserap Tidak diserap
Nilai Ekonomi Industri Modern Industri Modern
1 udang jerbung udang jerbung
2 Rebon rebon
3 Cakalang cakalang
4 tuna besar tuna besar
5 bawal putih bawal putih
6 udang dogol udang dogol
7 Lemuru lemuru
8 Tengiri tengiri
9 bawal hitam bawal hitam
10 ikan campuran ikan campuran
11 Cucut cucut
12 Layur layur
13 Tongkol tongkol
14 gulamah/tiga waja gulamah/tiga waja
15 Pari pari
16 Manyung manyung

Langkah selanjutnya adalah pemilihan komoditas potensial. Pemilihan dimulai


dengan melihat Jenis/komoditas yang belum diserap industri besar selanjutnya
oleh responden dilakukan penilaian dengan mengunakan kriteria mutu,
ketersediaan bahan baku, harga dan pesaing ditingkat pembeli terhadap jenis
ikan yang belum diserap industri modern/industri besar. Nilai/skor yang dihasilkan
selanjutnya dihitung berdasarkan rataan geometri dan jenis ikan yang memiliki
nilai dengan rataan geometri tertinggi nenjadi komoditas potensial, seperti terlihat
pada Tabel 14.

66
Tabel 14. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit
Pengolahan Ikan (UPI) modern

Komoditas Yang Skor Komoditas Potensial 1 - 5


No. Belum Diserap Kriteria Nilai
Rataan
UPI P1 P2 P3 P4
Geometri
1 ikan campuran 5 5 5 4 4.728 Mutu prima, ketersediaan
bahan baku terjamin, harga
2 cucut 4 4 3 4 3.722 stabil, pesaing pembeli rendah
=5
Mutu Prima, ketersediaan
3 gulamah/tiga waja 3 4 4 5 3.936 bahan baku terjamin, harga
stabil, pesaing pembeli sedang
4 pari 4 4 3 3 3.464 =4
Mutu Prima, ketersediaan
5 manyung 3 3 4 4 3.464 bahan baku terjamin, harga
tidak stabil, pesaing pembeli
tinggi =3
Mutu Prima, ketersediaan
bahan baku kurang terjamin,
harga tidak stabil, pesaing
pembeli tinggi =2
Mutu Prima, ketersediaan
bahan baku tidak terjamin,
harga tidak stabil, pesaing
pembeli tinggi =1

Komoditas potensial Kabupaten Cilacap yang memiliki rataan geometri tertinggi


adalah: ikan campuran (multi species).

2) Pemilihan komoditas Potensial Pelabuhanratu


Jenis-jenis ikan yang belum diserap industri pengolahan modern dari
wilayah Pelabuhanratu adalah ikan pari, kembung, cucut, layang, selar,
manyung, kuwe/putihan, peperek dan ikan tembang. Dari 9 jenis ikan tersebut
selanjutnya ditentukan komoditas potensial dengan rataan geometri. Proses
pemilihan komoditas potensial di Pelabuhanratu-kabupaten Sukabumi dimulai
data jenis ikan yang didaratkan secara kontinyu di Pelabuhanratu Sukabumi
selama 5 tahun terakhir ( tahun 2002-2006) seperti pada Tabel 15.

67
Tabel 15. Produksi Perikanan yang kontinyu didaratkan di Pelabuhanratu
(2002 2006)
Volume Produksi (kg)
No Jenis Ikan
2002 2003 2004 2005 2006
1 Cakalang 938.700 1.151.600 865.900 829.100 578.590
2 Cucut 148.200 654.400 636.300 609.300 560.020
3 cumi-cumi 5.300 3.700 3.700 3.500 54.080
4 kerang lainnya 1.387.400 671.980 573.510 551.000 142.110
5 kakap merah 42.000 83.300 190.000 181.900 79.810
6 Kembung 39.100 199.500 840.300 804.600 321.630
7 kuwe/putihan 101.800 90.500 56.500 54.100 237.630
8 Layang 31.000 50.500 423.800 405.800 181.050
9 Layur 76.100 1.004.500 151.900 145.400 518.020
10 Manyung 19.000 45.100 166.600 159.500 27.870
11 Pari 186.500 506.800 1.425.900 1.365.400 108.460
12 Peperek 280.600 169.600 149.000 142.700 222.510
13 Selar 29.200 76.500 212.800 203.700 53.700
14 Tembang 1.241.700 160.900 26.000 24.900 756.210
15 Tengiri 54.500 77.800 129.000 123.500 85.820
16 Teri 86.500 22.000 160.700 153.900 159.270
17 Tongkol 1.336.800 729.100 624.900 598.400 571.200
18 tuna besar 200.100 688.300 917.900 1.912.800 347.540
19 udang lainnya 103.900 7.200 3.400 3.300 293.530

Data jenis ikan yang kontinyu didaratkan di Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi


selanjutnya dilakukan ranking berdasarkan nilai ekonomi dari hasil perkalian
antara volume ikan dengan harga ikan seperti terlihat pada Tabel 16.

68
Tabel 16. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Pelabuhanratu
Volume rata-rata Harga Nilai Ekonomi
No Jenis Ikan
(kg) (Rp/kg) (Rp)
1 tuna besar 813.328 8.000 6.506.624.000
2 cakalang 872.778 6.000 5.236.668.000
3 layur 379.184 12.620 4.785.302.080
4 kerang lainnya 665.200 6.250 4.157.500.000
5 pari 698.612 5.160 3.604.837.920
6 tongkol 772.080 3.850 2.972.508.000
7 cucut 521.644 5.623 2.933.204.212
8 kembung 441.026 6.167 2.719.807.342
9 tembang 441.942 4.804 2.123.089.368
10 kakap merah 115.402 14.631 1.688.446.662
11 udang lainnya 82.266 17.000 1.398.522.000
12 layang 218.430 5.320 1.162.047.600
13 tengiri 94.124 10.931 1.028.869.444
14 teri 116.474 7.126 829.993.724
15 kuwe/putihan 108.106 4.645 502.152.370
16 selar 115.180 3.689 424.899.020
17 peperek 192.882 1.906 367.633.092
18 manyung 83.614 3.934 328.937.476
19 cumi-cumi 14.056 8.165 114.767.240

Dari jenis ikan yang telah mengalami ranking berdasarkan nilai ekonomi tersebut,
selanjutnya dilakukan pemilihan jenis ikan yang belum diserap oleh industri
besar/industri skala ekspor. Jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar ini
adalah jenis ikan yang selama ini dimanfaatkan oleh para pengolah tradisional
untuk diolah menjadi ikan asin, kering, asap, kerupuk dan lain-lain seperti terlihat
pada Tabel 17.

69
Tabel 17. Produksi perikanan tangkap Pelabuhanratu dan serapan industri

Ranking Komoditas Komoditas yang diserap Komoditas yang Tidak


No.
Menurut Nilai Ekonomi Industri Modern diserap Industri Modern
1 Pari pari
2 tuna besar tuna besar
3 Kembung kembung
4 Cakalang cakalang
5 kerang lainnya kerang lainnya
6 Cucut cucut
7 Tongkol tongkol
8 Layang layang layang
9 kakap merah kakap merah
10 Tengiri tengiri
11 Teri teri
12 Selar selar
13 Layur layur
14 Manyung manyung
15 kuwe/putihan kuwe/putihan
16 Peperek peperek
17 Tembang tembang
18 udang lainnya udang lainnya
19 cumi-cumi cumi-cumi

Langkah selanjutnya adalah pemilihan komoditas potensial. Pemilihan dimulai


dengan melihat Jenis/komoditas yang belum diserap industri besar selanjutnya
oleh responden dilakukan penilaian dengan mengunakan kriteria mutu,
ketersediaan bahan baku, harga dan pesaing ditingkat pembeli terhadap jenis
ikan yang belum diserap industri modern/industri besar. Nilai/skor yang dihasilkan
selanjutnya dihitung berdasarkan rataan geometri dan jenis ikan yang memiliki
nilai dengan rataan geometri tertinggi nenjadi komoditas potensial, seperti terlihat
pada Tabel 18.

70
Tabel 18. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap
Unit Pengolahan Ikan (UPI) modern

Komoditas Yang Skor Komoditas Potensial 1 - 5


No. Belum Diserap Kriteria Nilai
Rataan
UPI P1 P2 P3 P4
Geometri
Mutu prima, ketersediaan bahan
1 pari 4 4 4 4 4,000
baku terjamin, harga stabil,
2 kembung 3 3 3 3 3,000 pesaing pembeli rendah = 5
Mutu Prima, ketersediaan bahan
3 cucut 4 4 3 4 3,722 baku terjamin, harga stabil,
pesaing pembeli sedang =4
4 layang 3 3 3 2 2,710 Mutu Prima, ketersediaan bahan
baku terjamin, harga tidak stabil,
5 selar 3 2 3 3 2,710
pesaing pembeli tinggi =3
6 manyung 3 4 2 3 2,913 Mutu Prima, ketersediaan bahan
baku kurang terjamin, harga
7 kuwe/ putihan 2 3 3 2 2,449 tidak stabil, pesaing pembeli
tinggi =2
8 peperek 4 4 3 4 3,722 Mutu Prima, ketersediaan bahan
baku tidak terjamin, harga tidak
9 tembang 3 3 3 2 2,710 stabil, pesaing pembeli tinggi =1

P1 : Dr. Bustami Mahyudin


P2 : Ir. Cecek
P3 : Ir. Abdul Kodir
P4 : Agus Suryadi S.P

Komoditas potensial yang memiliki rataan geometri tertinggi : Ikan pari

3) Pemilihan komoditas Potensial DKI Jakarta


Berdasarkan hasil penilaian responden, jenis ikan yang belum diserap
industri pengolahan modern untuk wilayah DKI Jakarta adalah ikan pari, selar,
cucut, manyung, beloso, peperek, tembang, kuwe/putihan, belanak, golok-golok
dan terisi. Berdasarkan 11 jenis ikan/komoditas tersebut selanjutnya dilakukan
pemilihan komoditas potensial dengan rataan geometri dan nilai rataan geometri
tertinggi akan menjadi pilihan komoditas potensial. Proses pemilihan komoditas
potensial di DKI Jakarta dimulai dengan melihat data jenis ikan yang didaratkan
secara kontinyu di DKI Jakarta selama 5 tahun terakhir ( tahun 2002-2006)
seperti pada Tabel 19.

71
Tabel 19. Produksi perikanan yang kontinyu didaratkan di DKI Jakarta (2002
2006)

Volume Produksi (kg)


No Jenis Ikan
2002 2003 2004 2005 2006
1 bawal hitam 1.633.000 2.488.400 1.300.800 1.920.400 2.212.200
2 belanak 1.417.500 592.900 384.500 359.200 442.000
3 beloso 328.200 1.014.600 1.285.900 2.626.800 1.568.500
4 cakalang 964.900 900.700 814.200 1.362.200 5.227.400
5 cucut 2.415.800 5.383.900 5.047.900 3.605.000 1.141.700
6 cumi-cumi 2.640.500 3.378.300 4.246.600 4.894.200 6.620.300
7 ekor kuning 1.198.800 1.435.500 856.700 1.252.700 2.106.400
8 golok-golok 355.900 180.700 177.400 236.000 305.900
9 kakap merah 2.115.700 7.800.600 4.312.100 4.026.900 2.514.100
10 kembung 11.359.300 2.728.300 3.012.000 3.348.600 5.969.600
11 kerapu 305.700 2.226.700 1.285.100 1.575.000 957.800
12 kuro 370.600 218.400 93.300 62.900 130.100
13 kuwe/putihan 698.300 598.100 427.500 416.100 1.162.600
14 layang 4.910.200 1.108.100 1.724.300 2.143.900 3.237.900
15 layur 55.300 174.500 231.800 356.200 841.700
16 lemuru 371.600 643.800 432.100 730.900 966.800
17 manyung 649.900 690.800 537.200 782.800 1.714.200
18 pari 3.226.000 2.840.100 2.251.100 4.724.900 1.779.900
19 peperek 492.700 206.300 878.000 1.893.800 1.350.700
20 selar 3.270.900 2.233.900 1.673.900 1.908.700 2.148.300
21 sotong 826.000 864.400 636.200 500.900 467.200
22 tembang 5.469.900 1.644.600 1.592.700 3.956.100 4.035.800
23 tengiri 3.908.300 5.699.300 5.818.300 6.692.000 4.147.100
24 teri 417.800 518.300 431.800 725.800 778.300
25 tongkol 11.338.300 9.911.900 14.902.100 12.307.700 8.695.400
26 udang lainnya 379.700 6.379.400 2.987.900 6.343.600 7.490.600

Data jenis ikan yang kontinyu didaratkan di DKI Jakarta selanjutnya dilakukan
ranking berdasarkan nilai ekonomi yang dihasilkan dari perkalian antara volume
ikan dengan harga ikan seperti terlihat pada Tabel 20.

72
Tabel 20. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di DKI Jakarta

Volume rata-rata Harga Nilai Ekonomi


No Jenis Ikan
(kg) (Rp/kg) (Rp)
1 udang lainnya 4.716.240 13.045 61.523.350.800
2 tongkol 11.431.080 5.120 58.527.129.600
3 tengiri 5.253.000 10.115 53.134.095.000
4 cumi-cumi 4.355.980 9.397 40.933.144.060
5 kakap merah 4.153.880 7.683 31.914.260.040
6 kembung 5.283.560 4.056 21.430.119.360
7 bawal hitam 1.910.960 10.104 19.308.339.840
8 cucut 3.518.860 4.704 16.552.717.440
9 kerapu 1.270.060 8.547 10.855.202.820
10 ekor kuning 1.370.020 6.028 8.258.480.560
11 layang 2.624.880 2.502 6.567.449.760
12 kuwe/putihan 660.520 8.710 5.753.129.200
13 Selar 2.247.140 2.542 5.712.229.880
14 cakalang 1.853.880 3.019 5.596.863.720
15 tembang 3.339.820 1.495 4.993.030.900
16 pari 2.964.400 1.647 4.882.366.800
17 manyung 874.980 4.338 3.795.663.240
18 teri 574.400 5.800 3.331.520.000
19 beloso 1.364.800 2.329 3.178.619.200
20 sotong 658.940 4.755 3.133.259.700
21 belanak 639.220 2.487 1.589.740.140
22 layur 331.900 3.092 1.026.234.800
23 peperek 964.300 1.015 978.764.500
24 golok-golok 251.180 3.695 928.110.100
25 lemuru 629.040 1.298 816.493.920
26 kuro 175.060 3.547 620.937.820

Dari jenis ikan yang telah mengalami ranking berdasarkan nilai ekonomi tersebut,
selanjutnya dilakukan pemilihan jenis ikan yang belum diserap oleh industri

73
besar/industri skala ekspor. Jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar ini
adalah jenis ikan yang selama ini dimanfaatkan oleh para pengolah tradisional
untuk diolah menjadi ikan asin, kering, asap, kerupuk dan lain-lain seperti terlihat
pada Tabel 21.

Tabel 21. Produksi perikanan DKI Jakarta dan serapan industri

Ranking Komoditas Komoditas yang Komoditas yang


No. Menurut diserap Tidak diserap
Nilai Ekonomi Industri Modern Industri Modern
1 Tongkol tongkol
2 cumi-cumi cumi-cumi
3 kakap merah kakap merah
4 Tengiri tengiri
5 Kembung kembung
6 Lemuru lemuru
7 bawal hitam bawal hitam
8 Pari Pari
9 Cakalang cakalang
10 Sotong sotong
11 udang lainnya udang lainnya
12 Selar Selar
13 Layang layang
14 Cucut cucut
15 Manyung manyung
16 Beloso beloso
17 Peperek peperek
18 Tembang tembang
19 kuwe/putihan kuwe/putihan
20 Teri teri
21 Kerapu kerapu
22 Belanak belanak
23 golok-golok golok-golok
24 ekor kuning ekor kuning
25 Terisi Terisi
26 Layur layur

Langkah selanjutnya adalah pemilihan komoditas potensial. Pemilihan dimulai


dengan melihat Jenis/komoditas yang belum diserap industri besar selanjutnya

74
oleh responden dilakukan penilaian dengan mengunakan kriteria mutu,
ketersediaan bahan baku, harga dan pesaing ditingkat pembeli terhadap jenis
ikan yang belum diserap industri modern/industri besar. Nilai/skor yang dihasilkan
selanjutnya dihitung berdasarkan rataan geometri dan jenis ikan yang memiliki
nilai dengan rataan geometri tertinggi nenjadi komoditas potensial, seperti terlihat
pada Tabel 22.

Tabel 22. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit
Pengolahan Ikan (UPI)

Komoditas Yang Skor Komoditas Potensial 1 - 5


No. Belum Diserap Rataan Kriteria Nilai
UPI P1 P2 P3 P4
Geometri
1 pari 4 3 4 4 3,722 Mutu prima, ketersediaan
bahan baku terjamin, harga
2 selar 3 3 4 4 3,464 stabil, pesaing pembeli
rendah = 5
3 cucut 5 3 4 5 4,726 Mutu Prima, ketersediaan
bahan baku terjamin, harga
4 manyung 3 3 3 4 3,223 stabil, pesaing pembeli
sedang =4
5 beloso 4 3 3 4 3,464 Mutu Prima, ketersediaan
bahan baku terjamin, harga
6 peperek 3 3 3 4 3,223
tidak stabil, pesaing pembeli
7 tembang 5 3 4 5 4,161 tinggi =3
Mutu Prima, ketersediaan
8 kuwe/ putihan 4 3 3 3 3,223 bahan baku kurang
terjamin, harga tidak stabil,
9 belanak 3 3 5 4 3,662 pesaing pembeli tinggi =2
Mutu Prima, ketersediaan
10 golok-golok 3 3 3 3 3,000
bahan baku tidak terjamin,
harga tidak stabil, pesaing
11 terisi 2 2 3 3 2,449
pembeli tinggi =1
P1 : H.Dayat Suntoro S.Pi
P2 : Lucky A.Nugroho S.Pi
P3 : Yudi Winarsono Basuki S.Pi
P4 : Mudasir S.Pi

Komoditas potensial yang memiliki rataan geometri tertinggi: Ikan cucut.

4) Pemilihan komoditas Potensial Kabupaten Cirebon


Berdasarkan hasil penilaian responden, jenis ikan yang belum diserap
industri pengolahan modern dari Kabupaten Cirebon adalah pari,
gulamah/tigawaja, tembang, peperek, japuh, cucut, ikan campuran (multi
species), selar, julung-julung, kembung, kuro dan ikan talang-talang. Dari 12 jenis
ikan/komoditas tersebut selanjutnya dilakukan pemilihan komoditas potensial

75
dengan nilai rataan geometri. Nilai rataan geometri tertinggi akan menjadi pilihan
komoditas potensial. Proses pemilihan komoditas potensial di DKI Jakarta
dimulai dengan melihat data jenis ikan yang didaratkan secara kontinyu di DKI
Jakarta selama 5 tahun terakhir ( tahun 2002-2006) seperti pada Tabel 23.

Tabel 23. Produksi perikanan tangkap yang kontinyu didaratkan di Kabupaten


Cirebon (2002-2006)
Volume Produksi (kg)
No Jenis Ikan
2002 2003 2004 2005 2006
1 bawal hitam 705.800 1.375.600 433.600 367.600 672.000
2 bawal putih 127.400 351.400 799.100 793.500 94.500
3 Belanak 185.400 611.400 472.600 469.300 626.000
4 Cucut 1.006.400 1.052.100 1.204.200 1.123.000 1.101.380
5 gulamah/tiga waja 2.706.100 3.729.100 3.580.600 3.536.900 1.510.480
6 ikan campuran 1.367.700 1.446.600 4.512.100 4.459.810 3.559.260
7 Japuh 793.900 1.924.800 1.622.700 1.598.000 548.850
8 julung-julung 73.800 470.100 457.400 454.200 20.600
9 kakap merah 206.500 224.400 218.600 184.900 327.190
10 Kembung 1.397.700 1.424.100 1.930.400 1.874.700 812.640
11 kerang-kerangan 7.634.300 711.100 4.630.700 2.937.000 2.156.040
12 Kuro 191.500 264.300 243.700 237.700 61.340
13 Manyung 222.500 647.900 520.800 466.600 328.930
14 Pari 1.864.900 6.490.300 5.482.400 5.358.500 5.406.550
15 Peperek 6.159.800 5.403.300 6.948.600 6.899.600 934.000
16 Selar 173.600 2.775.600 379.500 376.800 20.600
17 Sotong 677.000 665.300 324.700 907.000 557.450
18 talang-talang 161.600 20.700 9.500 9.400 1.046.500
19 Tembang 2.631.800 3.022.800 4.290.600 4.235.100 568.100
20 Tengiri 332.500 541.00 586.800 519.800 995.890
21 Teri 1.676.000 913.800 1.081.800 1.074.200 374.990
22 Tongkol 466.700 498.000 540.500 472.300 412.640
23 udang dogol 375.700 121.500 172.700 171.000 266.200
24 udang jerbung/putih 616.300 469.200 612.000 583.000 217.370
25 udang lainnya 2.409.900 865.700 534.500 492.500 495.300

76
Data jenis ikan yang kontinyu didaratkan di DKI Jakarta selanjutnya dilakukan
ranking berdasarkan nilai ekonomi yang dihasilkan dari perkalian antara volume
ikan dengan harga ikan seperti terlihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Ranking jenis ikan berdasarkan nilai ekonomi di Kabupaten Cirebon
Volume rata-rata Harga Nilai Ekonomi
No Jenis Ikan
(kg) (Rp/kg) (Rp)
1 udang lainnya 959.580 38.770 37.202.916.600
2 udang jerbung/putih 499.574 52.852 26.403.485.048
3 kerang-kerangan 3.613.828 6.500 23.489.882.000
4 pari 4.920.530 4.469 21.989.848.570
5 bawal putih 433.180 50.000 21.659.000.000
6 ikan campuran 3.069.094 4.335 13.304.522.490
7 gulamah/tiga waja 3.012.636 4.220 12.713.323.920
8 tembang 2.949.680 3.161 9.323.938.480
9 teri 1.024.158 8.333 8.534.308.614
10 peperek 5.269.060 1.577 8.309.307.620
11 kembung 1.487.908 5.167 7.688.020.636
12 cucut 1.097.416 5.037 5.527.684.392
13 bawal hitam 710.920 7.338 5.216.730.960
14 sotong 626.290 7.120 4.459.184.800
15 tengiri 486.998 8.703 4.238.343.594
16 japuh 1.297.650 3.010 3.905.926.500
17 selar 745.220 4.720 3.517.438.400
18 udang dogol 221.420 14.745 3.264.837.900
19 tongkol 478.028 6.500 3.107.182.000
20 manyung 437.346 5.583 2.441.702.718
21 belanak 472.940 3.980 1.882.301.200
22 talang-talang 249.540 5.833 1.455.566.820
23 julung-julung 295.220 4.500 1.328.490.000
24 kakap merah 232.318 5.500 1.277.749.000
25 kuro 199.708 4.500 898.686.000

Dari jenis ikan yang telah mengalami ranking berdasarkan nilai ekonomi tersebut,
selanjutnya dilakukan pemilihan jenis ikan yang belum diserap oleh industri

77
besar/industri skala ekspor. Jenis ikan yang belum diserap oleh industri besar ini
adalah jenis ikan yang selama ini dimanfaatkan oleh para pengolah tradisional
untuk diolah menjadi ikan asin, kering, asap, kerupuk dan lain-lain seperti terlihat
pada Tabel 25.

Tabel 25. Produksi perikanan Kabupaten Cirebon dan serapan industri

Skala Prioritas Ikan yang diserap Ikan yang Tidak


No. Jenis Ikan UPI Modern diserap UPI Modern
Menurut Nilai Ekonomi (Komoditas Potensial)
1 bawal putih bawal putih
2 udang jerbung/putih udang jerbung/putih
3 pari pari
4 kerang-kerangan kerang-kerangan
5 gulamah/tiga waja gulamah/tiga waja
6 tembang tembang
7 peperek peperek
8 teri teri
9 udang lainnya udang lainnya
10 japuh japuh
11 cucut cucut
12 tengiri tengiri
13 ikan campuran ikan campuran
14 tongkol tongkol
15 bawal hitam bawal hitam
16 manyung manyung
17 belanak belanak
18 udang dogol udang dogol
19 selar selar
20 julung-julung julung-julung
21 kembung kembung
22 sotong sotong
23 kakap merah kakap merah
24 kuro kuro
25 talang-talang talang-talang

78
Langkah selanjutnya adalah pemilihan komoditas potensial. Pemilihan dimulai
dengan melihat Jenis/komoditas yang belum diserap industri besar selanjutnya
oleh responden dilakukan penilaian dengan mengunakan kriteria mutu,
ketersediaan bahan baku, harga dan pesaing ditingkat pembeli terhadap jenis
ikan yang belum diserap industri modern/industri besar. Nilai/skor yang dihasilkan
selanjutnya dihitung berdasarkan rataan geometri dan jenis ikan yang memiliki
nilai dengan rataan geometri tertinggi nenjadi komoditas potensial, seperti terlihat
pada Tabel 26.

Tabel 26. Pemilihan komoditas potensial dari jenis ikan yang belum diserap Unit
Pengolahan Ikan (UPI)
Skor Komoditas Potensial
Komoditas Yang 1- 5
No Belum Diserap Kriteria Nilai
UPI Rataan
P1 P2 P3 P4
Geometri
1 pari 4 4 4 4 4,00 Mutu prima, ketersediaan
bahan baku terjamin, harga
2 campuran 3 4 4 4 3,722 stabil, pesaing pembeli rendah
3 gulamah/tigawaja 4 3 4 3 3,464 =5
4 tembang 3 4 4 4 3,722 Mutu Prima, ketersediaan
bahan baku terjamin, harga
5 peperek 4 4 4 4 4,00 stabil, pesaing pembeli sedang
6 kembung 3 3 3 4 3,223 =4
Mutu Prima, ketersediaan
7 cucut 3 3 4 3 3,223 bahan baku terjamin, harga
8 japuh 3 4 3 3 3,223 tidak stabil, pesaing pembeli
tinggi =3
9 selar 3 2 2 3 2,449
Mutu Prima, ketersediaan
10 manyung 2 3 3 2 2,449 bahan baku kurang terjamin,
11 belanak 2 2 3 2 2,213 harga tidak stabil, pesaing
pembeli tinggi =2
12 talang-talang 3 2 2 2 2,213
Mutu Prima, ketersediaan
13 julung-julung 3 3 2 2 2,449 bahan baku tidak terjamin,
14 kuro 3 2 2 2 2,213 harga tidak stabil, pesaing
pembeli tinggi =1
P1 : Adang Sumarna MM
P2 : Ir. Dedi Supriyadi
P3 : Yohanes Dwi Haryanto
P4 : Toni Hambali S.Pi

Komoditas potensial yang memiliki rataan geometri tertinggi adalah :


1. Ikan peperek
2. Ikan pari

79
4.3 Pemilihan Produk Unggulan
Proses pemilihan produk unggulan di Kabupaten Cilacap dapat dilihat
pada Tabel 27. Proses pemilihan produk unggulan untuk Kabupaten Sukabumi-
Pelabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 29. Proses pemilihan produk unggulan
untuk DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 30, sedangkan proses pemilihan
produk unggulan untuk Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 31.

1) Pemilihan Produk Unggulan Kabupaten Cilacap


Tabel 27. Pemilihan produk potensial di Kabupaten Cilacap
Komoditas Skor Jenis Olahan 1 - 5
Diolah
potensial
Menjadi Rataan Kriteria skor
Rataan
Produk Utama P1 P2 P3 P4 Geometri
Geometri
1. Ikan campuran a. ikan asin 3 3 3 4 3,223 Akses pasar tinggi, tingkat
kemampuan untuk diversifikasi
tinggi, tingkat nilai tambah tinggi,
b. surimi 5 4 5 5 4,728 pemanfaatan limbah tinggi = 5
Akses pasar sedang, tingkat
kemampuan untuk diversifikasi
tinggi, tingkat nilai tambah sedang,
c. FJP 4 5 4 4 4,229 pemanfaatan limbah tinggi = 4
Akses pasar sedang, tingkat
kemampuan untuk diversifikasi
d. dendeng 4 3 2 3 2,913 sedang, tingkat nilai tambah
sedang, pemanfaatan limbah
sedang = 3
e. abon 3 2 2 3 2,449 Akses pasar sedang, tingkat
kemampuan untuk diversifikasi
rendah, tingkat nilai tambah
rendah, pemanfaatan limbah
rendah = 2
Akses pasar rendah, tingkat
kemampuan untuk diversifikasi
rendah, tingkat nilai tambah
rendah, pemanfaatan limbah
rendah = 1
P1 : Ir. Sartono
P2 : Ir. Agus Sunaryanto
P3 : Joko Riyanto S.Pi
P4 : Dra Anggia Rusmila

Produk unggulan Kabupaten Cilacap : surimi dari ikan campuran (multi species)

Hasil uji coba pengolahan surimi dari ikan campuran (ikan pisang-pisang,
kurisi dan kuniran) menghasilkan rendemen 28,00%. Mutu surimi ikan campuran
(multi species) terhadap kandungan abu total 1,08%, kadar lemak 1,10% dan
dan protein 15,66% seperti terlihat pada Lampiran 11. Dalam pengembangan

80
usaha pengolahan surimi dari ikan campuran (multi species) perlu dilakukan
perbaikan teknologi pengolahannya khususnya upaya untuk menekan
kandungan lemak dengan cara penambahan food additive tertentu dalam
konsentrasi yang optimal dan melakukan fariasi campuran jenis-jenis ikan yang
digunakan sebagai bahan baku. Secara teknis dan finansial usaha pengolahan
surimi dari ikan campuran ini layak untuk dikembangkan bagi pengolah ikan
sebagai alternatif upaya memperoleh nilai tambah yang tinggi.

Hasil uji coba yang dilakukan oleh Balai Bimbingan dan Pegujian Mutu
Hasil Perikanan (BBPMHP) pada tahun 2004 tentang mutu surimi ikan campuran
(multi species) dalam Teknologi pengolahan surimi dari ikan hasil tangkapan
samping (by catch), memberi gambaran sebagai berikut:

Tabel 28. Mutu surimi ikan campuran (multi species) dalam teknologi
pengolahan surimi ikan hasil tangkapan samping (By Catch)

campuran
Parameter kurisi gulamah beloso
(1:1:1)

pH 7,01 7,14 6,91 7,02


TVB (mg N/100g) 11,56 9,35 12,5 11,13
Kadar Air (%) 81,16 81,99 81,76 81,63
Kadar Protein (%) 12,15 13,61 11,25 12,33
Gel Strength (gr.cm) 527,88 644,46 245,67 472,67
Uji Lipat 4,78 5,00 1,83 3,87
Uji Gigit 8,39 8,50 2,40 6,43
Rendemen (%) 30,73 25,13 34,47 30,11

81
2) Pemilihan Produk Unggulan Kabupaten Sukabumi-Pelabuhanratu

Tabel 29. Pemilihan produk potensial di Pelabuhanratu


Komoditas Diolah
Skor 1 - 5 Rataan
potensial Menjadi
No Kriteria skor
Rataan Produk Geometri
Geometri Utama P1 P2 P3 P4
1. Ikan pari a.surimi 4 4 4 4 4,00 Akses pasar tinggi, tingkat
kemampuan untuk diversifikasi
b.FJP 3 3 3 4 3,223 tinggi, tingkat nilai tambah
tinggi, pemanfaatan limbah
tinggi = 5
c.asap 3 3 3 3 3,00
Akses pasar sedang, tingkat
d.asin 3 3 2 2 2,449 kemampuan untuk diversifikasi
tinggi, tingkat nilai tambah
e.steak 2 3 2 3 2,449 sedang, pemanfaatan limbah
tinggi = 4

Akses pasar sedang, tingkat


kemampuan untuk diversifikasi
sedang, tingkat nilai tambah
sedang, pemanfaatan limbah
sedang = 3
Akses pasar sedang, tingkat
kemampuan untuk diversifikasi
rendah, tingkat nilai tambah
rendah, pemanfaatan limbah
rendah = 2

Akses pasar rendah, tingkat


kemampuan untuk diversifikasi
rendah, tingkat nilai tambah
rendah, pemanfaatan limbah
rendah = 1

Produk unggulan Kabupaten Sukabumi-Pelabuhanratu: surimi dari ikan pari

Hasil uji coba pengolahan surimi dari ikan pari menghasilkan rendemen
33,07% dan setelah dilakukan uji kimiawi terhadap parameter abu total 0,8%,
kandungan lemak 0,95% dan kandungan protein 16,13% seperti terlihat pada
Lampiran 11. Mutu surimi ikan pari hasil uji coba sebagai konfirmasi bila
dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu kadar lemaknya
0,5%. Kadar lemak yang melebihi standar ini berakibat pada kemampuan
pembentukan gel sebagai syarat utama mutu surimi. Untuk meningkatkan
kemampuan pembentukan gel produk surimi diperlukan pengembangan teknologi
pengolahan surimi lebih lanjut.

82
3) Pemilihan Produk Unggulan DKI Jakarta
Tabel 30. Pemilihan produk potensial di DKI Jakarta

Komoditas Skor 1 - 5
Diolah
potensial Rataan
No Menjadi P P P P Kriteria skor
Rataan Geometri
Produk Utama 1 2 3 4
Geometri
1. Ikan cucut a.asin 2 3 3 2 2,449 Akses pasar tinggi, tingkat
kemampuan untuk diversifikasi
b.pengasapan 2 3 4 3 2,912 tinggi, tingkat nilai tambah tinggi,
pemanfaatan limbah tinggi = 5
c.FJP 3 4 4 4 3,722 Akses pasar sedang, tingkat
kemampuan untuk diversifikasi
d.surimi 4 5 4 5 4,472 tinggi, tingkat nilai tambah
sedang, pemanfaatan limbah
tinggi = 4

Akses pasar sedang, tingkat


kemampuan untuk diversifikasi
sedang, tingkat nilai tambah
sedang, pemanfaatan limbah
sedang = 3

Akses pasar sedang, tingkat


kemampuan untuk diversifikasi
rendah, tingkat nilai tambah
rendah, pemanfaatan limbah
rendah = 2
Akses pasar rendah, tingkat
kemampuan untuk diversifikasi
rendah, tingkat nilai tambah
rendah, pemanfaatan limbah
rendah = 1
P1 : H.Dayat Suntoro S.Pi
P2 : Lucky A.Nugroho S.Pi
P3 : Yudi Winarsono Basuki S.Pi
P4 : Mudasir S.Pi

Produk unggulan DKI Jakarta adalah: surimi ikan cucut

Uji coba yang dilakukan menghasilkan rendemen surimi ikan cucut


44,30% dan dilakukan uji kimiawi terhadap mutu surimi ikan cucut terhadap
kandungan Abu total 0,73%, kadar lemak 1,14 dan kadar protein 16,59% seperti
terlihat pada Lampiran 11. Sebagai bahan baku, ikan cucut mempunyai kadar air
76,71%, kadar abu 1,50%, kadar lemak 0,87%, kadar protein 23,55% dan kadar
protein larut garam 15,77%. Surimi dari ikan cucut ini juga mempunyai kadar
lemak yang melebihi standar SNI, sehingga dalam pengembangannya perlu

83
dilakukan uji coba teknologi untuk mendapatkan formulasi perlakuan terhadap
food additive tertentu dalam upaya mereduksi kandungan lemak pada surimi ikan
cucut. Teknologi baru tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan elastisitas
surimi/kekuatan gel (gel strength).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwandari (1993) bahwa komposisi
kimiawi daging ikan cucut sebagai berikut :
Hammerhead (cucut martil): Air (75,6), Protein(21,6), Lemak (0,2), Mineral (1,6)
Horn shark : Air (79,6), Protein (17,7), Lemak (0,3), Mineral (1,8)
Korothokhostaya : Air (75,8), Protein (18,9), Lemak (0,2), Mineral (1,6)
Silky shark : Air (73,6), Protein (21,7), Lemak (0), Mineral (1,2)
Tiger shark (cucut macan) : Air (79,4), Protein (16,3), Lemak (0,1), Mineral (0,6)
White tip shark : Air (76,9), Protein (19,9), Lemak (0,3), Mineral (1,8)
Kandungan urea pada daging ikan cucut :
Hammerhead (cucut martil) : 2,320 mg/100g
Tiger shark (cucut macan) : 1,990 mg/100g
Black tip shark (cucut botol) : 1,728 mg/100g
Lesser spotted dog fish : 1,775 mg/100g
Smooth hound : 2,038 mg/100g
Spiny dog fish : 1,570 mg/100g
Penelitian yang dilakukan Wahyuni (1992) terhadap daging cucut giling
dengan merendam dan mencuci dalam air dingin (50C) sebanyak 3 kali ulangan
akan menghasilkan penurunan kadar urea dari rata-rata 5% (berat kering)
menjadi rata-rata tidak terdeteksi. Pemanfaatan ikan cucut sebagai bahan baku
industri surimi sudah dilakukan di beberapa negara, misalnya Taiwan yang
menggunakan ikan cucut sebagai bahan baku utama. Demikian pula Jepang
yang memanfaatkan daging ikan cucut untuk pembuatan kamaboko didasarkan
pada kemampuannya untuk membentuk gel (Suzuki, 1981).
Laporan hasil uji coba yang dilakukan oleh BBPMHP tahun 1988/1989
tentang pengaruh lama penyimpanan surimi ikan cucut macan terhadap
elastisitas sosis sebagai produk lanjutan, sebagai berikut :

84
Minggu ke 0: uji lipat = 2,3; gel strength = 234,4 g/cm2
Minggu ke 2: uji lipat = 3,7; gel strength = 354,4 g/cm2
Minggu ke 4: uji lipat = 2,0; gel strength = 475,7 g/cm2
Minggu ke 6: uji lipat = 3,4; gel strength = 402,0 g/cm2

Cara pengolahan surimi ikan cucut dilakukan sebagai berikut :


(1) Penyiangan dan pencucian dengan air dingin mengalir.
(2) Pengurangan kadar urea dilakukan dengan perendaman kedalam KOH 2%,
4%, 6%, 8% dan asam asetat 1%, 2%, 3% dan 4% selama 45-60 menit dalm
kondisi dingin.
(3) Pengambilan daging, dengan melakukan pemfiletan dan pengerokan daging
pada tulang.
(4) Pembilasan (leaching). Pembilasan dengan menggunakan larutan soda kue
0,5% bersuhu 5-100C. Perbandingan air dan ikan adalah 4:1. Pembilasan
dikakukan sebanyak 2-4 kali masing-masing selama 15 menit dengan cara
pengadukan secara terus menerus.
(5) Pengepresan, yang dilakukan untuk menghilangkan sisa air sehingga kadar
air mencapai 80-82%.
(6) Pembekuan, hasil pengepresan berupa lumatan daging dikemas kedalam
plastik selanjutnya dibekukan selama 4 jam.

Menurut BBPMHP (1988/1989) melaporkan bahwa gel strength surimi ikan


alasca pollack mulai menurun pada penyimpanan selama 1 (satu) bulan. Surimi
adalah intermediate product yang salah satu tujuannya adalah untuk menjaga
kontinuitas bahan baku yang diakibatkan musim ikan, sehingga surimi akan
mengalami penyimpanan beberapa waktu sesuai kebutuhan proses produk
lanjutannya berupa produk pasta ikan (fish jelly product). Data yang dilakukan
oleh BBPMHP tersebut menunjukkan surimi yang disimpan sampai dengan
minggu ke 6 memiliki nilai gel strength diatas 400 gr.cm. Nilai gel strength
tertinggi berada pada surimi pada penyimpanan minggu ke 4 atau penyimpanan
selama 1 bulan. Nilai gel strength pada angka lebih besar dari 300 gr.cm adalah
mutu surimi tingkat ekspor.

85
4) Pemilihan Produk Unggulan Kabupaten Cirebon
Tabel 31. Pemilihan komoditas potensial di Kabupaten Cirebon
Komoditas Skor 1 - 5
Diolah
potensial Rataan
No Menjadi Kriteria skor
Rataan P1 P2 P3 P4 Geometri
Produk Utama
Geometri
1. Ikan peperek a.asin 3 3 2 2 2,449 Akses pasar tinggi, tingkat
kemampuan untuk diversifikasi
b.dendeng 3 2 3 3 2,710 tinggi, tingkat nilai tambah
tinggi, pemanfaatan limbah
c. surimi 2 1 1 2 1,414 tinggi = 5

2. Ikan pari a.asin 2 3 2 2 2,213 Akses pasar sedang, tingkat


kemampuan untuk diversifikasi
b.pengasapan 3 3 2 3 2,710 tinggi, tingkat nilai tambah
sedang, pemanfaatan limbah
d.surimi 4 4 4 4 4,00 tinggi = 4

e.FJP 3 4 4 4 3,722 Akses pasar sedang, tingkat


kemampuan untuk diversifikasi
sedang, tingkat nilai tambah
sedang, pemanfaatan limbah
sedang = 3

Akses pasar sedang, tingkat


kemampuan untuk diversifikasi
rendah, tingkat nilai tambah
rendah, pemanfaatan limbah
rendah = 2

Akses pasar rendah, tingkat


kemampuan untuk diversifikasi
rendah, tingkat nilai tambah
rendah, pemanfaatan limbah
rendah = 1

P1 : Adang Sumarna MM
P2 : Ir. Dedi Supriyadi
P3 : Yohanes Dwi Haryanto
P4 : Toni Hambali S.Pi

Produk Unggulan Kabupaten Cirebon adalah : surimi yang berasal dari ikan pari.

4.4 Analisis Kelayakan Finansial Produk Unggulan

Untuk mengetahui tingkat kelayakan industri pengolahan hasil perikanan


dari produk unggulan di masing-masing daerah penelitian, dilakukan analisis
finansial. Kriteria yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit

86
Cost Ratio (Net B/C Ratio) dan Pay Back Period (PBP). Menurut Kadariah et al.
1978. penentuan layak atau tidaknya suatu usaha adalah dengan cara
membandingkan masing-masing nilai dengan batas-batas kelayakan, yaitu NPV
> 0, Net B/C >1 dan PBP < 10 th. Sub model untuk menghitung kelayakan
finansial usaha/industri pengolahan hasil perikanan adalah Sub Model
Kelayakan.
Perhitungan kelayakan finansial disajikan pada Lampiran 1 tentang analisis
finansial industri surimi di Kabupaten Cilacap, Lampiran 2 tentang analisis
finansial industri surimi di Pelabuhanratu, Lampiran 3 tentang analisis finansial
industri surimi di DKI Jakarta dan Lampiran 4 tentang analisis finansial industri
surimi di Kabupaten Cirebon. Asumsi perhitungan finansial ini didasarkan pada
data yang diperoleh melalui wawancara dengan responden. Data tersebut antara
lain jumlah karyawan yang dibutuhkan, gaji/upah karyawan, harga bahan baku,
harga jual produk, target produksi, sedangkan data lain didasarkan pada kondisi
umum yang berlaku (bunga bank, penyusutan dan pajak).

4.4.1 Asumsi kelayakan finansial di Kabupaten Cilacap


Asumsi kelayakan finansial industri pengolahan surimi ikan campuran
(multi spesies) di Kabupaten Cilacap dilaksanakan dengan menggunakan modal
sendiri (modal kerja/investasi) sebesar 80% dan pinjaman bank/pemerintah
sebesar 20%.Total bahan baku ikan campuran yang didaratkan di daerah Cilacap
sebesar 818.400 kg/tahun diambil dari jumlah minimal 5 data kontinuitas untuk
dijadikan kapasitas produksi. Dengan mempertimbangkan produksi bahan baku
ikan campuran di Kabupaten Cilacap sebesar lebih kurang 818.400 kg/th, industri
ini diasumsikan untuk skala industri menengah. Total anggaran meliputi modal
investasi ditambah dengan modal kerja selama 3 bulan. Pajak penghasilan
diperkirakan sebesar 15%/tahun dihitung dari besarnya keuntungan usaha.
Kapasitas produksi selama tahun pertama diperhitungkan hanya akan tercapai
80%, tahun kedua baru akan tercapai 90% dan pada tahun ketiga kapasitas
produksi akan mencapai 100%. NPV Rp. 2.510.361.474,- PBP 3,27 tahun dan
B/C Ratio 2,24

87
Berdasarkan data produksi ikan hasil tangkap yang kontinyu didaratkan,
hasil analisis menunjukkan produk unggulan Kabupaten Cilacap adalah surimi
ikan campuran (multi species). Dengan asumsi hari kerja selama 1 tahun adalah
300 hari, maka rata-rata ikan campuran (multi species) yang diolah sebanyak
2.728 kg/hari. Pengolahan surimi dari bahan baku sebanyak 2.728 kg/hari ini
mempekerjakan tenaga administrasi 9 orang dan tenaga produksi sebanyak 11
orang dengan menggunakan peralatan/mesin mekanik
Jenis permodalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu modal investasi dan
modal kerja/usaha. Modal investasi meliputi biaya atas tanah dan bangunan serta
biaya untuk pembelian mesin dan peralatan. Kebutuhan dana untuk modal kerja
sebesar Rp. 556.275.680,- dan investasi sebesar Rp. 2.027.000.000,- sehingga
total kebutuhan dana sebesar Rp. 2.583.275.680,- yang berasal dari modal
sendiri Rp. 2.066.620.544,- sehingga masih diperlukan modal bantuan/pinjaman
sebesar Rp. 516.665.136,-. Perhitungan berbagai kebutuhan permodalan dan
pembiayaan untuk kegiatan usaha/industri surimi di Kabupaten Cilacap disajikan
pada Lampiran 1.

4.4.2 Asumsi kelayakan finansial di Pelabuhanratu


Asumsi kelayakan finansial pada industri pengolahan surimi dari bahan
baku ikan pari di Pelabuhanratu dilaksanakan dengan menggunakan modal
sendiri/patungan usaha bersama sebagai modal kerja/investasi. Total bahan
baku ikan pari didaerah Pelabuhanratu sebanyak lebih kurang 108.460 kg/tahun
yang diambil dari jumlah minimal dari 5 data kontinyu untuk dijadikan kapasitas
produksi, maka industri ini diasumsikan sebagai industri skala kecil menengah.
Total anggaran meliputi modal investasi ditambah dengan modal kerja selama 3
bulan. Pajak penghasilan untuk industri diperkirakan sebesar 15%/th dihitung dari
besarnya keuntungan usaha. Kapasitas produksi selama tahun pertama
diperhitungkan hanya akan tercapai 80%, tahun kedua baru akan tercapai 90%
dan pada tahun ketiga kapasitas produksi akan mencapai 100%. NPV Rp.
282.620.155,- PBP 6,61 tahun dan B/C Ratio 1,62
Produksi ikan yang kontinyu didaratkan, produk unggulan Pelabuhanratu
adalah surimi ikan pari. Dengan asumsi hari kerja selama 1 tahun adalah 300

88
hari, maka rata-rata ikan pari yang dapat diolah sebagai bahan baku produk
surimi sebanyak 288 kg/hari. Pengolahan surimi dari bahan baku sebanyak 288
kg/hari ini mempekerjakan tenaga administrasi 6 orang dan tenaga produksi
sebanyak 11 orang dengan sistim manual dan bantuan alat pengepres mekanik.
Jenis permodalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu modal investasi dan
modal kerja/usaha. Modal investasi meliputi biaya atas tanah dan bangunan serta
biaya untuk membelian mesin dan peralatan. Kebutuhan dana untuk modal kerja
sebesar Rp. 130.572.200,- dan investasi sebesar Rp. 459.164.000,- sehingga
total kebutuhan dana sebesar Rp. 589.736.200,- yang seluruhnya berasal dari
modal sendiri/kelompok (KUB). Berbagai kebutuhan permodalan dan
pembiayaan untuk kegiatan usaha/ industri surimi ikan pari di Pelabuhanratu-
Kabupaten Sukabumi disajikan pada Lampiran 2.

4.4.3 Asumsi kelayakan finansial di DKI Jakarta


Asumsi kelayakan finansial pada usaha pengolahan surimi dari bahan
baku ikan cucut di DKI Jakarta dilaksanakan dengan menggunakan modal yang
berasal dari pinjaman perbankan sebanyak 40% dari total anggaran dan dari
modal sendiri/patungan usaha bersama sebagai modal kerja/investasi sebesar
60%. Dengan mempertimbangkan produksi bahan baku ikan cucut di DKI Jakarta
sebesar lebih kurang 1.141.700 kg/tahun yang diambil jumlah minimal dari 5
data kontinyu dan dijadikan kapasitas produksi, industri ini diasumsikan untuk
skala industri menengah besar. Total anggaran meliputi modal investasi
ditambah dengan modal kerja selama 3 bulan. Bunga bank/pinjaman
diasumsikan sebesar 10%/tahun. Jangka waktu pengembalian pinjaman selama
10 tahun. Pajak penghasilan diperkirakan sebesar 15%/tahun dihitung dari
besarnya keuntungan usaha. Kapasitas produksi selama tahun pertama
diperhitungkan hanya akan tercapai 80%, tahun kedua baru akan tercapai 90%
dan pada tahun ketiga kapasitas produksi akan mencapai 100%. NPV Rp.
2.601.926.215,- PBP 3,76 tahun dan B/C Ratio 1,97.
Berdasarkan data produksi ikan hasil tangkap yang kontinyu didaratkan,
analisis menunjukkan bahwa produk unggulan DKI Jakarta adalah surimi ikan
cucut. Dengan asumsi hari kerja selama 1 tahun adalah 300 hari, maka rata-rata

89
ikan cucut yang dapat diolah sebagai bahan baku produk surimi sebanyak 3.806
kg/hari dengan mempekerjakan tenaga administrasi 9 orang dan tenaga produksi
sebanyak 13 orang, menggunakan sepenuhnya peralatan/mesin mekanik.
Jenis permodalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu modal investasi dan
modal keja/usaha. Modal investasi meliputi biaya atas tanah dan bangunan serta
biaya untuk pembelian mesin dan peralatan. Kebutuhan dana untuk modal kerja
sebesar Rp. 1.227.032.400,- dan investasi sebesar Rp. 2.676.427.500,- sehingga
total kebutuhan dana sebesar Rp. 3.903.459.900,- yang berasal dari modal
sendiri Rp. 2.342.075.940,- sehingga masih diperlukan modal bantuan/pinjaman
sebesar Rp. 1.561.383.960,-. Berbagai kebutuhan permodalan dan pembiayaan
untuk kegiatan usaha/industri pengolahan surimi di DKI Jakarta isajikan pada
Lampiran 3.

4.4.4 Asumsi kelayakan finansial di Kabupaten Cirebon


Asumsi kelayakan finansial pada industri pengolahan surimi dari bahan
baku ikan pari di kabupaten Cirebon dilaksanakan dengan menggunakan modal
yang berasal dari pinjaman perbankan sebanyak 40% dari total anggaran dan
dari modal sendiri/patungan usaha bersama sebagai modal kerja/investasi
sebesar 60%. Dengan mempertimbangkan produksi ikan pari di Kabupaten
Cirebon sebesar lebih kurang 1.864.900 kg/th yang diambil jumlah minimal dari 5
data kontinyu dan dijadikan kapasitas produksi, maka skala industri ini
dikategorikan sebagai industri skala menengah besar. Total anggaran meliputi
modal investasi ditambah dengan modal kerja selama 3 bulan. Bunga
bank/pinjaman diasumsikan sebesar 10%/tahun. Jangka waktu pengembalian
pinjaman selama 10 tahun. Pajak penghasilan diperkirakan sebesar 15%/tahun
dihitung dari besarnya keuntungan usaha. Kapasitas produksi selama tahun
pertama diperhitungkan hanya akan tercapai 80%, tahun kedua baru akan
tercapai 90% dan pada tahun ketiga kapasitas produksi akan mencapai 100%.
NPV Rp. 4.788.037.931,- PBP 3,15 dan B/C Ratio 2,34
Data produksi ikan hasil tangkap yang kontinyu didaratkan, produk
unggulan kabupaten Cirebon adalah surimi ikan pari. Data produksi ikan pari
terendah dari tahun 2002 s/d 2006 terjadi pada tahun 2002 sebesar 1.864.900

90
kg/th. Dengan asumsi hari kerja selama 1 tahun adalah 300 hari, maka rata-rata
ikan pari yang dapat diolah sebagai bahan baku produk surimi sebanyak 6.216
kg/hari. Pengolahan surimi dari bahan baku sebanyak 6.216 kg/hari ini
mempekerjakan tenaga administrasi 9 orang dan tenaga produksi sebanyak 13
orang, dengan menggunakan peralatan/mesin mekanik.
Jenis permodalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu modal investasi dan
modal keja/usaha. Modal investasi meliputi biaya atas tanah dan bangunan serta
biaya untuk pembelian mesin dan peralatan. Kebutuhan dana untuk modal kerja
sebesar Rp. 1.419.485.960,- dan investasi sebesar Rp. 3.568.450.000,- sehingga
total kebutuhan dana sebesar Rp. 4.987.935.960.040,- yang berasal dari modal
sendiri Rp. 2.992.761.576,- sehingga masih diperlukan modal bantuan/pinjaman
sebesar Rp. 1.995.174.384,-. Berbagai kebutuhan permodalan dan pembiayaan
untuk kegiatan usaha/industri pengolahan surimi ikan pari di Kabupaten Cirebon
disajikan pada Lampiran 4.

4.5 Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Surimi


1) Kabupaten Cilacap
Dimulai dengan identifikasi produk perikanan tangkap yang kontinyu
didaratkan (Tabel 11) dan dilanjutkan dengan pemilihan komoditas potensial
oleh responden (dapat dilihat pada Tabel 14) yang menghasikan ikan
campuran (multi spesies). Langkah selanjutnya adalah pemilihan produk
unggulan yang menghasilkan produk surimi ikan campuran. Produk unggulan
ini selanjutnya dianalisis kelayakan finansialnya.
Strategi pengembangan usaha pengolahan surimi ikan campuran
sebanyak 818.400 kg/th seperti disajikan pada tabel 1, membutuhkan dana
sebesar Rp. 2.583.275.680,- terdiri dari modal kerja Rp. 556.275.680,- dan
investasi sebesar Rp. 2.027.000.000,-. Total kebutuhan dana tersebut
direncanakan berasar dari modal sendiri seesar Rp. 2.066.620.544 dan
modal pinjaman sebesar Rp. 516.665.136,-. Sesuai perhitungan analisis
finansial, pengembalian pinjaman dlakukan selama 10 tahun dengan tingkat
kelayakan usaha sebagai berikut : NPV Rp. 2.510.361.474,- ; PBP 3,27 dan

91
B/C ratio 2,24. Strategi pengembangan usaha dengan melibatkan seluruh
stakeholders untuk bersinergi dengan pembagian peran sebagai berikut :

2) Pelabuhanratu.
Dimulai dengan identifikasi produk perikanan tangkap yang kontinyu
didaratkan (Tabel 15 ) dan dilanjutkan dengan pemilihan komoditas potensial
oleh responden (dapat dilihat pada Tabel 18) yang menghasikan ikan pari.
Langkah selanjutnya adalah pemilihan produk unggulan yang menghasilkan
produk surimi ikan pari. Produk unggulan ini selanjutnya dianalisis kelayakan
finansialnya.
Strategi pengembangan usaha pengolahan surimi ikan pari sebanyak
108.400 kg/th seperti disajikan pada tabel 2, membutuhkan dana sebesar
Rp. 589.736.200,- terdiri dari modal kerja Rp. 130. 572.200,- dan investasi
sebesar Rp. 459.164.000,-. Total kebutuhan dana tersebut direncanakan
berasar dari modal sendiri seesar Rp. 589.736.200,- dan modal pinjaman
Rp. 0,-. Tingkat kelayakan usaha sebagai berikut : NPV Rp. 282.620.155,- ;
PBP 6,61 dan B/C ratio 1,62. Strategi pengembangan usaha dengan
melibatkan seluruh stakeholders untuk bersinergi dengan pembagian peran
sebagai berikut :
(1) Pemerintah memberikan bantuan berupa bimbingan teknis, memfasilitasi
terjadinya kemitraan dengan industri pengolahan fish jelly product,
memberikan bantuan modal dan penyediaan sarana air bersih dan listrik
yang memadai, penyediaan es yang cukup, bantuan promosi dan
perluasan pasar serta penyediaan tenaga kerja yang terampil.
(2) Industri besar/pengusaha mitra (pengolah surimi) perlu memberikan
bimbingan kepada kelompok mitra yang berkaitan dengan kualitas bahan
baku dan cara pengolahan meanfish sesuai yang diinginkan.
(3) Pengusaha mitra wajib memberikan pinjaman/bantuan fasilitas dan
sarana pengolahan produk, memberikan bantuan/kredit modal dan
membeli seluruh hasil olahan kelompok mitra sesuai perjanjian dalam
kontrak beli.

92
3) DKI Jakarta
Dimulai dengan identifikasi produk perikanan tangkap yang kontinyu
didaratkan (Tabel 19) dan dilanjutkan dengan pemilihan komoditas potensial
oleh responden (dapat dilihat pada Tabel 22) yang menghasikan ikan cucut.
Langkah selanjutnya adalah pemilihan produk unggulan yang menghasilkan
produk surimi ikan cucut. Produk unggulan ini selanjutnya dianalisis
kelayakan finansialnya.
Strategi pengembangan usaha pengolahan surimi ikan cucut sebanyak
1.141.700 kg/th seperti disajikan pada tabel 1, membutuhkan dana sebesar
Rp. 3.903.459.900,- terdiri dari modal kerja Rp. 1227.032.400,- dan investasi
sebesar Rp. 2.676.427.500,-. Total kebutuhan dana tersebut direncanakan
berasar dari modal sendiri sebesar Rp. 2.342.075.940,- dan modal pinjaman
sebesar Rp. 1.516.383.960,-. Sesuai perhitungan analisis finansial,
pengembalian pinjaman dlakukan selama 10 tahun dengan tingkat kelayakan
usaha sebagai berikut : NPV Rp. 2.601.926.215,- ; PBP 3,76 dan B/C ratio
1,97.
Strategi pengembangan usaha surimi ikan cucut di DKI Jakarta ini berskala
usaha menengah/besar, sehingga perlu melibatkan seluruh stakeholders
untuk bersinergi dengan pembagian peran sebagai berikut :
(1) Pemerintah memberikan bantuan kepada pengusaha mitra berupa:
promosi, perluasan akses pasar dan kemudahan perijinan. Pemerintah
mendorong pengusaha mitra untuk melakukan perikatan kerjasama
dengan kelompok mitra. Pemerintah terhadap kelompok mitra
memberikan penguatan berupa bimbingan teknis, memberikan bantuan
modal dan penyediaan air bersih yang memadai. Pasokan kelompok
mitra kepada pengusaha mitra dapat berupa bahan baku atau berupa
mincedfish.
(2) Pengusaha mitra wajib memberikan pinjaman/bantuan peralatan
pengolahan produk, memberikan bantuan/kredit modal dan membeli
seluruh hasil olahan kelompok mitra sesuai perjanjian dalam kontrak beli.

93
4) Kabupaten Cirebon
Dimulai dengan identifikasi produk perikanan tangkap yang kontinyu
didaratkan (Tabel 23) dan dilanjutkan dengan pemilihan komoditas potensial
oleh responden (dapat dilihat pada Tabel 26) yang menghasikan ikan pari.
Langkah selanjutnya adalah pemilihan produk unggulan yang menghasilkan
produk surimi ikan pari. Produk unggulan ini selanjutnya dianalisis kelayakan
finansialnya.
Strategi pengembangan usaha pengolahan surimi ikan pari sebanyak
1.864.900 kg/th seperti disajikan pada tabel 1, membutuhkan dana sebesar
Rp. 4.987.935.960.040,- terdiri dari modal kerja Rp. 1.419.485.960,- dan
investasi sebesar Rp. 3.568.450.000,-. Total kebutuhan dana tersebut
direncanakan berasar dari modal sendiri sebesar Rp. 2.992.761.576,- dan
modal pinjaman sebesar Rp. 1.995.174.384,-. Sesuai perhitungan analisis
finansial, pengembalian pinjaman dlakukan selama 10 tahun dengan tingkat
kelayakan usaha sebagai berikut : NPV Rp. 4.788.037.931,- ; PBP 3,15 dan
B/C ratio 2,34.
Strategi pengembangan usaha surimi ikan cucut di DKI Jakarta ini berskala
usaha menengah/besar, sehingga perlu melibatkan seluruh stakeholders
untuk bersinergi dengan pembagian peran sebagai berikut :
(1) Pemerintah memberikan dukungan kepada kelompok mitra berupa
bimbingan teknis, memfasilitasi terjadinya kemitraan dengan industri
pengolahan surimi, memberikan bantuan modal dan penyediaan sarana
air bersih dan listrik yang memadai. Pasokan kelompok mitra dapat
berupa bahan baku ikan namun dapat pula berupa produk minced fish.
(2) Industri besar/pengusaha mitra (pengolah surimi) perlu memberikan
bimbingan kepada kelompok mitra yang berkaitan dengan kualitas bahan
baku dan cara pengolahan mincedfish sesuai yang diinginkan.
Pengusaha mitra wajib memberikan pinjaman/bantuan fasilitas dan
sarana pengolahan produk, memberikan bantuan/kredit modal dan
membeli seluruh hasil olahan kelompok mitra sesuai perjanjian dalam
kontrak beli.

94
(3) Pemerintah memberikan dukungan kepada pengusaha mitra berupa
bimbingan teknis, kemudahan perijinan, pelatihan, promosi secara
internasional, membantu pengembangan pasar dan memberikan
pendampingan dalam bermitra dengan kelompok mitra.
Pembagian tugas dan tanggung jawab para pihak yang melaksanakan sinergi
untuk pengembangan industri surimi ini diuraikan seperti matrik pada Tabel 32.

95
Tabel 32. Pembagian tugas dan tanggung jawab stakeholders pada strategi pengembangan industri Surimi

No Faktor Kabupaten Cilacap Pelabuhan Ratu DKI Jakarta Kabupaten Cirebon


A B C A B C A B C A B C
1. Modal Usaha Bantuan modal Efisiensi modal Bantuan/pinja Bantuan Pengelolaan Bantuan - Bantuan Menerima Bantuan Modal Bantuan modal Mengelola Ikut membantu
usaha/pendam usaha man modal kpd Modal Bantuan Modal Modal/Kredit Modal Bantuan Modal Kepada B bagi B. bantuan modal permodalan
pingan thd B Usaha Untuk Biaya Modal Kepada Kepada B Dari C untuk usaha bagi B
bank Produksi B -
Pendampinga
n dengan
Bank
2. Peralatan Bantuan alat Mengoperasika Bantuan Bantuan Pemanfaatan Bantuan/Pinja Bantuan Pemanfaatan Bantuan Bantuan alat Mengoperasika Membantu alat
Pengolahan produksi n alat secara peralatan Peralatan/Pras Peralatan man Peralatan Kepada Sarana Secara Kepada B produksi kpd B n alat produksi sanitasi dan
efektif sanitasi higiene arana Kelompok Profesional scr efektif higiene kpd B
Mitra
3. Air Bersih Penyediaan air Pemanfaatan Bantuan water Penyediaan Air Pemanfaatan Bantuan Alat Penyediaan air Pemanfaatan Mandiri Penyediaan air Mengelola air Mandiri
bersih air scr efisien treatment kpd Bersih Air Bersih Penjernihan Air bersih Kepada Secara Efisien bersih bagi B bersih scr
B Secara Efisien B efisien

4. Akses Pasar Bantuan Perbaikan Perluasan Penyediaan Pemanfaatan Peningkatan Penyediaan Memanfaatkan Perluasan Promosi, Perbaikan Perluasan
promosi, mutu sesuai pasar ekspor Informasi Perluasan Permintaan Informasi dan Promosi dan Pasar Secara perluasan mutu produk pasar domestik
perluasan permintaan Pasar Pasar Produk Kepada Promosi Perluasan Internasional pasar dan ekspor
pasar B Pasar

5. Kemitraan Fasilitasi Menyediakan Membeli bahan Memberikan Komitmen Bermitra Memfasilitasi Bermitra Bermitra Mendorong Menyiapkan Bermitra
Usaha terjadinya pasokan baku ikan Pendampingan Untuk Bermitra dengan C terjadinya Dengan Dengan terjadinya produk yang dengan B dan
kemitraan ikan/mincedfish /minced fish Kepada B dan kemitraan Pengusaha Kelompok kemitraan B bermutu sesuai bekerjasama
antara B dan C kpd C sesuai dari B C Kepada B dan Mitra Mitra dan C permintaan C saling
kesepakatan C menguntungka
n
6. Pelatihan Teknis Melatih teknis Meningkatkan Transfer Membimbing Menerapkan Membimbing Pemberian Menerima Memberikan Memberikan Meningkatkan Transfer
pengolahan ketrampilan technology dan Melatih Teknologi Persyaratan Pelatihan Pelatihan Teknik pelatihan ketrampilan technologi
surimi sesuai teknis untuk kepada B Teknis Kepada Sesuai Teknis Kepada teknis Pengolahan teknis bagi B tenaga kepada B
persyaratan menjaga mutu sesuai Pengusaha Permintaan C pengolahan Kepada B dan C produksi. sesuai
produk. permintaan Mitra surimi Sesuai permintaan
pasar Permintaan pembeli
Pasar
7. Pemenuhan Menyiapkan Memanfaatkan Bantu Melatih dan Meningkatkan Membantu Menyiapkan Menerima dan Melatih Membantu Memenuhi Membantu
SDM bagi tenaga tenaga ahli kekurangan Menyediakan ketrampilan peningkatan dan Melatih Menggunakan Ketrampilan kebutuhan kebutuhan tenaga terampil
pengolah profesional produk surimi tenaga pada B SDM Sesuai teknis ketrampilan Ketrampilan Ketrampilan Kepada B tenaga teknis jumlah tenaga kepada B
pengolah Kebutuhan B kepada B yang terampil profesional
surimi.

Keterangan: A : Pemerintah
B : Kelompok Mitra
C: Pengusaha Mitra

95
Secara umum rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil
perikanan dapat dilihat pada gambar 5.

4.6 Rancangan Model Pengembangan Usaha Pengolahan Hasil Perikanan

Gambar 5. Rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan

Rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan


(gambar 5) akan bermuara sebagai pengembangan usaha. Rancangan model ini
sudah sesuai dengan sekuensi proses desain model, namun sebagai catatan
bahwa aspek ekonomi yang diperhitungkan dibatasi pada aspek analisis finansial
yang mencakup Net Presen Value (NPV), Pay Back Period (PBP) dan B/C ratio.
Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya perlu juga diperhitungkan aspek ekonomi

96
yang lebih lengkap antara lain potensi pasar luar negeri/internasional, faktor
ekonomi lainnya dan juga sosial budaya lokal.

97
5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1) Komoditas potensial yang didaratkan secara kontinyu di Kabupaten


Cilacap adalah ikan campuran (multi species), Kabupaten Sukabumi-
Pelabuhanratu adalah ikan pari, DKI Jakarta adalah ikan cucut dan
Kabupaten Cirebon adalah ikan pari.

2) Produk unggulan di Kabupaten Cilacap adalah surimi ikan campuran (multi


species), Pelabuhanratu adalah surimi ikan pari, DKI Jakarta adalah
surimi ikan cucut dan Kabupaten Cirebon adalah surimi ikan pari.

3) Hasil analisis finansial produk-produk unggulan adalah sebagai berikut;


Kabupaten Cilacap menghasilkan NPV Rp. 2.510.361.474,- ; Net B/C 2,24
dan PBP 3,27 tahun, Pelabuhanratu menunjukkan NPV Rp. 282.620.155,-;
Net B/C 1,62 dan PBP 6,61 tahun, DKI Jakarta menunjukkan NPV
Rp. 2.601.926.215,- ; Net B/C 1,97 dan PBP 3,76 tahun, dan Kabupaten
Cirebon menunjukkan NPV Rp. 4.788.037.931,- ; Net B/C 2,34 dan PBP
3,15 tahun.

4) Rancangan model pengembangan usaha pengolahan hasil perikanan,


diuraikan sebagai berikut :
(1) Mengidentifikasi ikan yang didaratkan disuatu wilayah tertentu.
(2) Menentukan jenis ikan yang belum diserap industri besar (eksportir).
(3) Pemilihan komoditas potensial, dengan melibatkan pakar/responden.
(4) Pemilihan produk potensial untuk mendapatkan jenis olahan yang
memiliki nilai tambah (added value) paling tinggi dengan melibatkan
pakar/responden.
(5) Menentukan produk unggulan dari produk potensial terseleksi dengan
pertimbangan ketersediaan teknologi, sumberdaya manusia dan
permintaan pasar secara internasional.
(6) Perhitungan analisis finansial untuk menentukan kemampuan
produksi, formulasi biaya produksi dan harga jual produk sesuai
tingkat mutu produk yang telah ditetapkan pasar.
(7) Menentukan strategi pengembangan usaha dengan pola kemitraan
antara kelompok mitra (nelayan/pengolah skala kecil) dengan
pengusaha mitra (industri skala menengah/besar).

99
5.2 Saran

1) Diperlukan kebijakan pemerintah yang lebih jelas untuk mendukung


pengembangan industri pengolahan hasil perikanan khususnya jenis-
jenis produk bernilai tambah, mengingat besarnya multiplier effect
yang ditimbulkan. Terkait hal tersebut, pemerintah daerah dan pusat
perlu terus melakukan pembinaan teknis secara intensif terhadap para
pelaku usaha melalui pelatihan, pembuatan kegiatan percontohan,
kampanye makan ikan dan memfasilitasi kemitraan dengan pihak
industri modern yang sesuai dengan produk yang dihasilkan.

2) Pemerintah pusat/daerah agar secara terus menerus melakukan


penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan surimi sesuai
perkembangan dan permintaan pasar dalam dan luar negeri.

3) Pemerintah Pusat dan Daerah untuk melakukan perluasan akses


pasar dan promosi dagang dengan negara luar melalui market
intellegency pengembangan industri pengolahan hasil perikanan yang
sesuai dengan potensi perikanan di Indonesia.

4) Penelitian dengan judul strategi pengembangan usaha pengolahan


hasil perikanan ini perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan
pendalaman aspek sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal
(Kabupaten Cilacap, Kabupaten Sukabumi-Pelabuhanratu, DKI
Jakarta, Kabupaten Cirebon).

100
DAFTAR PUSTAKA

Agustedi, 1994. Sistem Penunjang Keputusan Untuk Pembinaan Agroindustri


Perikanan Rakyat. Thesis, IPB, Bogor. 144 hal.

Alhadar, M. 1998. Formulasi Strategi Industri Pengolahan Hasil Perikanan


Laut di Kabupaten Maluku Utara. Tesis TIP. PPS, IPB, Bogor. Pp :
72-91.

Atmanto, Sigit B. 1999. Kajian Wilayah Pengembangan Agroindustri


Perikanan Rakyat Di Daerah Maluku. Thesis, IPB, Bogor. 109 hal.

Batch, F. F., 1992. Peningkatan Packing Makanan Laut. Journal Infofish Vol.
2.No. 4. Malaysia. Pp. 18-20.

BBP2HP, 2005. Teknologi Pengolahan Surimi dan Produk Fish Jelly. Jakarta.
45 hal.

BBP2HP, 2006. Keragaan Produk Olahan Hasil Perikanan, Jakarta. 115 hal.

BBPMHP, 1988/1989. Laporan Uji Pengaruh Lama Penyimpanan Surimi Ikan


Cucut Macan Terhadap Elastisitas Sosis Sebagai Produk
Lanjutan, Jakarta. Pp : 4-7.

BBPMHP, 2004. Teknologi Pengolahan Surimi Dari Ikan Hasil Tangkapan


Samping (HTS). Jakarta. Pp : 3-5.

BBPMHP, 2006. Laporan Perekayasaan Teknologi Pengolahan Fish Jelly


Product, Jakarta. Pp : 16-20.

BBPMHP, 1993. Petunjuk Teknis Pembuatan Kerupuk Ikan, Jakarta. 20 hal.

Beljaars, Jonker K.M., Schout L.J., 1998. Liquid Chromatographic


Determination of Histamine in Fish. Journal of AOAC International
vol.81 no. 5. Netherlands. Pp. 991-997

BPPMHP, 2000. Petunjuk Teknis Teknologi Pemanfaatan Ikan Non


Ekonomis, Jakarta. 27 hal.

BPPMHP, 2002. Pengembangan Methode Pengujian Kaleng, Jakarta. 27 hal.

BPS, 1977. Pedoman Usaha Bersama. Pusat Pengembangan Usaha, Badan


Pengembangan Swadaya Masyarakat, Jakarta. 108 hal.

BPS , 2004. Statistik Indonesia, Jakarta. 646 hal.


Buckle, K.A, R.A. Edwards, G.H. Fleet dan N. Wooton, 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.

Budiyanto, D, 2003. Analisis Tekno-Ekonomi Produk-Produk Olahan Tuna


dan Kakap, Jakarta. 22 hal.

Clucas, I.J. dan A.R. Ward, 1996. Post harvest Fisheries Development : A
Guide to Handling, Preservation, Processing and Quality. Natural
Recources Institute, Chtham Maritim, United Kingdom. Pp : 229.

Craby & Starky, 2007. Buletin Pengolahan dan Pemasaran Perikanan. Edisi
Juni 2007. Jakarta. 23 hal.

Dahuri, R, 2001a. Kebijakan dan Program Sektor Kelautan dan Perikanan


Dalam Rangka pemulihan Ekonomi Menuju Bangsa Indonesia
Yang Maju, Makmur dan Berkeadilan, Jakarta. 32 hal.

Dahuri, R, 2002b. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kelautan dan


Perikanan, Jakarta. 25 hal.

Dahuri, R, DKP. 2004. Wujud Nyata Kebijakan Pemerintah Dalam


Pengelolaan Perikanan Yang Bertanggung Jawab , Makalah
Semiloka 10 Mei 2004, Hotel Aryaduta, Jakarta. 32 hal.

Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001. Pemberdayaan Industri


Pengolahan Ikan di Indonesia : Sebuah Perspektif. Analisis
Kebijakan Pembangunan Perikanan 2000, Jakarta. 42 hal.

Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002. Program Kerja Departemen


Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 92 hal.

Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004a. Rencana Strategis (Renstra)


transisi tahun 2005, Jakarta. 5 hal.

Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004b. Undang-Undang Republik


Indonesia No. 31 tentang Perikanan, Jakarta. 86 hal.

Departemen Pendidikan Nasional, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Edisi ketiga. Balai Pustaka, Jakarta.1381 hal.

Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Universitas


Indonesia. Jakarta. 614 hal.

Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Tengah, 2000. Komoditas Unggulan


Perikanan Jawa Tengah 1997-1999, Semarang. Pp : 12-18

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cilacap, 2004. Profil Perikanan dan
Kelautan kabupaten Cilacap, Cilacap. Pp : 16-19.

102
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2005. Laporan Tahunan ,
Cirebon. 101 hal.

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi, 2004. Laporan


Tahunan, Sukabumi. Pp : 11-15.

Dinas Perikanan, Peternakan dan Kelautan DKI Jakarta, 2005. Laporan


Tahunan, Jakarta. 65 hal.

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasarn Hasil Perikanan, 2005.


Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan 2005-2009, Jakarta. 44 hal.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2003, Pedoman umum Pelaksanaan


Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil, Jakarta.
86 hal.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2005. Statistik Perikanan Tangkap,


Jakarta. 367 hal.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2006. Master Plan dan Rencana


Strategis Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil.
Jakarta. 67 hal.

Direktorat Jenderal Perikanan, 2000. Monitoring Mutu Organoleptik, Fisika


dan Mikrobiologi Produk Kaleng, Jakarta. 13 hal.

Eriyatno, 1998. Ilmu Sistem, Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen.


Jilid I edisi kedua, IPB Press, Bogor. Pp: 38-52.

Fauzi, A dan Anna, S., 2002. Penilaian Depresiasi Sumberdaya Perikanan


Sebagai Bahan Pertimbangan Penentuan Kebijakan
Pembangunan Perikanan. Jakarta. Journal Pesisir dan Lautan Vol
II. Pp: 36-48.

Fitrial, Y., 2000. Pengaruh Konsentrasi Tepung Tapioka, Suhu dan Lama
Perebusan Terhadap Mutu Gel Daging Ikan Cucut Lanyam.
Thesis.Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Pp : 73-80.

Gabungan Pengusaha Indonesia, 1999. Surimi di Asia Tenggara. Edisi XVIII-


Mei 1999. Sapta Wigata, Jakarta. 17 hal.

Gabungan Pengusaha Indonesia, 2000. Pasar Eropa Untuk Surimi. Edisi


Akhir 2000. Sapta Wigata, Jakarta. 18 hal.

Gema Mina, DKP, 2006. Keanekaragaman Spesies Ikan Indonesia. Volume


IV-No. 7. Jakarta. 19 hal.

103
Giyatmi, 2005. Sistem pengembangan Agroindustri Perikanan Laut : Suatu
Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan di Provinsi Jawa
Tengah, Disertasi IPN. PPS, IPB, Bogor. 215 hal.

Haluan, J. 2003. Pendekatan Sistem Dalam Pengembangan Perikanan


Tangkap di Indonesia. (Bahan Kuliah). IPB, Bogor. 10 hal.

Harini, L.P.D., 1993. Pembuatan Dan Uji Kesukaan Burger Dari Surimi Ikan
Cucut Dengan Berbagai Jenis Tepung. Skripsi, Fakultas
Perikanan, IPB, Bogor. Pp : 33-46.

Hartrisari, 2003. Metode Analisis Prospektif. (Bahan Kuliah). IPB, Bogor. 17


hal.

Hartrisari, 2007. Sistem Dinamik. Konsep Sistem Permodelan Untuk Industri


dan Lingkungan. Seameo Biotrop. IPB, Bogor. 125 hal.

Jaczynski J, Park JW. 2004. Physicochemical change in alaska pollac surimi


and surimi gel as affected by electron beam. Journal of Food
Science. 69(1):C53-C57.

JICA-Dit Mutu dan Pengolahan Hasil, 2003. Teknologi Pengolahan Ikan di


Indonesia, Jakarta. Pp. 3-19.

Kadariah, L., Karlina, C. Gray. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas


Ekonomi, UI, Jakarta. Pp : 47-50

Kohar, K.P., 2004. Pengaruh Beberapa Jenis Ikan Rucah Terhadap Kualitas
Surimi Mentah. UNDIP, Semarang. 103 hal.

Kurniawan, Y., 2006. Sistem Penunjang Keputusan Pengembangan


Agroindustri Komoditas Perikanan di Kabupaten Cirebon, Bogor.
76 hal.

Lanier, T.C and C.M. Lee, 1986. Surimi Technology, New York. 528 hal.

Laporan Penelitian. Desember 2007. Peta Upaya Penguatan Usaha


Mikro/Kecil di Tingkat Pusat Tahun 19772003.
http://www.semeru.or.id

Manetsch, TJ and PG. Park. 1979. System Analisis and Simulation With
Application to Economic and Social Science. Michigan State
University, East Lausing.

Mangunsong, S., 2003. Implementation of Safety and Quality Assurance on


Traditional Products In Indonesia, Jakarta. Pp: 8-16 hal.

Manullang, M., M. Theresia dan H.E. Irianto. 2005. Pengaruh Konsentrasi


Tepung Tapioka dan Sodium Tripoliposphat Terhadap Mutu dan

104
Daya Awet Kamaboko Ikan Pari Kelapa (Trygon sephen). Bul.
Teknologi dan Industri Pangan. Vol. VI.(2):21-26.

Manvell, C. 1987. Sterilisation of Food Particulates-An Investigation Of The


APV Jupiter System. Food Science And Technology Today.
Journal Of The Institute Of Food Science And Technology, Vol.1.
No. 2. UK. Pp. 106-109.

Marhayudi, P., 2006. Model Pengelolaan Sumberdaya Hutan Berkelanjutan di


Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat, Disertasi PSL, PPS. IPB,
Bogor. 196 hal.

Marimin, 2004. Tehnik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria


Majemuk. Grasindo, Jakarta. 197 hal.

MFRD-SEAFDEC, Second Edition, 1991. Southeast Asian Fish Products.


Singapura. 28 hal.

Minch, R.P. and J.R. Burns. 1983. Conceptual Design Of Decision Support
System Utilizing Management Science Models. IEEE Transaction
of System, Man and Cybernetic. 131 hal.

Ministry Of Marine Affairs And Fisheries, 2008. Indonesian Fisheries Book.


DKP and JICA, Jakarta. 76 hal.

Murdiyanto, B 2003. Menumbuhkan Komitmen dan Kerjasama stakeholder


dalam Pengelolaan Sumberdaya Laut Wilayah Pantai Jawa
Tengah. Buletin PSP vol XII nomor 2, Oktober 2003, Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Kelautan, IPB. Bogor. Pp : 65-79.

NCQC, 2000. The Inventory of Traditional Fish Products In Indonesia.


Jakarta. 14 hal.

Nichols PD., Mooney BD., Elliott NG. 2001. Unusually High Levels Of Non-
saponifiable Lipids In The Fishes escolar And Rudderfish
Identification By Gas And Thin-layer Chromatography. J
Chromatogr A. 2001 Nov 30;936(1-2):183-91.Links.

Nikijuluw, V, 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Pustaka


Cidesindo, Jakarta. 254 hal.

Novenra, AD. 2003. Studi Kelayakan Pendirian Industri Penyamaan Kulit Ikan
Pari di Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB, Bogor. 90 hal.

Nugroho, A.E., 2006. Studi Pembuatan Surimi Multi-Species Dari Ikan


Demersal Non Ekonomis. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan IPB, Bogor. 98 hal.

105
Oryzanty, S. 2003. Sistem Penunjang Keputusan Kelayakan Investasi
Agroindustri Minyak Pala di Bogor Jawa Barat. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. 102 hal.

Prameswari, D. 2007. Analisa EPA dan DHA dalam limbah kepala ikan tuna
secara kromatografi gas (GC). Skripsi. Fakultas Farmasi
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. 54 hal.

Pranira, S., 2003. Pemanfaatan Ikan Pelagis Ekonomis Rendah Sebagai


Bahan Baku Surimi. IPB, Bogor. Pp : 31-54.

Pratiwiningsih, T.I., 2004. Kajian Sifat Fungsional Mikrostruktural dan


Pendugaan Umur Simpan Surimi Dari Ikan Marlin. IPB, Bogor. Pp :
27-84.

Purwandari, Y. 1993. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Penerimaan


Produk Emulsi dari Surimi dan Tahu Ikan (Salted Dried Fish
Cakes) Cucut. Skripsi. Fakultas Perikanan, IPB, Bogor. Pp: 39-52.

Ramesh, M. N., 1995. Optimum Sterilisation Of Foods By Thermal


Processing. Food Science And Technology Today. Journal Of The
Institute Of Food Science And Technology, Vol. 9. No. 4. UK. Pp.
217-224.

Sarinah. 1999. Kajian Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Perikanan


Laut di Sulawesi Tenggara. Tesis TIP. PPS, IPB, Bogor. 130 hal.

Schawrz MD, Lee CM, 1988. Comparizon of the thermostability of red hake
and alaska pollack surimi during processing. Journal of Food
Science. 53 (5) : 1347-1351

Selman, J., 1992. New Technologies For The Food Industry. Food Science
And Technology Today. Journal Of The Institute Of Food Science
And Technology, Vol. 6. No. 4. UK. Pp. 205-209.

Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein in Processing Technology. . Applied


Science Publishing. Ltd. London. p: 203

Turban , 1990. Decision Support and Expert system. Macmillan Publ. Co.,
Inc., New York.

Wahyuni, M. 1992. Sifat Kimia dan Fungsi Ikan Hiu Lanyam (Carcharinus
limbatus) Serta Penggunaannya Dalam Pembuatan Sosis. Tesis,
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 147 hal.

Waites, W. 1988. Hazardous Microorganisms And The Hazard Analysis


Critical Control Point System. Food Science And Technology
Today. Journal Of The Institute Of Food Science And Technology,
Vol. 6. No. 2. UK. Pp. 259-264.

106
Ward, K., Srikantan, S. and N.Richard. 1991. Management Acconting For
Finance Decision. Oxford : Butterworths-Heinemann. 321 hal.

Winarno, 1994. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta. 152 hal.

Yasin, A.W.N, 2005. Pengaruh Pengkomposisian dan penyimpanan Dingin


Daging Lumat Ikan Cucut dan ikan Pari terhadap karakteristik
Surimi yang dihasilkan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, IPB, Bogor. 108 hal.

Yuliyanthi, D. 2004. Studi Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan


di Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB, Bogor. 98 hal.

107
Lampiran 1. Analisis Finansial Industri Surimi di Kabupaten Cilacap

Asumsi dan Koefisien


Gunakan Nilai Perubahan? Ya
No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir
1 Produktifitas dan Harga
Kebutuhan Bahan Baku kg/tahun 818400 0 818400
Harga Bahan Baku Rp./kg 2676 0 2676
Rendemen Produksi % 30 0 30
Harga Jual Produk Rp./kg 17000 0 17000
2 Persentase Produksi
Persentase Produksi Tahun I % 80 0 80
Persentase Produksi Tahun II % 90 0 90
Persentase Produksi Tahun Berikutnya % 100 0 100
3 Pendanaan
Bunga Pinjaman %/tahun 10 0 10
Modal Sendiri % 80 0 80
Jangka Waktu Pengembalian Modal Tahun 10 0 10
4 Lain-Lain
Depresiasi Nilai Sisa % 10 0 10
Biaya Pemeliharaan % 5 0 5
Biaya Asuransi % 0 0 0
Pajak Bumi dan Bangunan % 1 0 1
Pajak Penghasilan % 15 0 15

108
Investasi, Penyusutan, dan Pemeliharaan
No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah Nilai Sisa Umur Penyusutan Pemeliharaan
A. Lahan 450.000.000
Tanah m2 500 900.000 450.000.000
B. Bangunan 252.000.000 25.200.000 22.680.000 12.600.000
Kantor m2 20 900.000 18.000.000 1.800.000 10 1.620.000 900.000
Ruang Pencucian m2 10 900.000 9.000.000 900.000 10 810.000 450.000
Ruang Processing m2 200 900.000 180.000.000 18.000.000 10 16.200.000 9.000.000
Ruang Penganginan m2 0 0 0 0 10 0 0
Ruang Penyimpanan Batu Es m2 10 900.000 9.000.000 900.000 10 810.000 450.000
Gudang bahan baku m2 30 900.000 27.000.000 2.700.000 10 2.430.000 1.350.000
Gudang produk m2 0 0 0 0 10 0 0
Ruang Penjemuran m2 0 0 0 0 10 0 0
Laboratorium m2 0 0 0 0 10 0 0
Toilet m2 10 900.000 9.000.000 900.000 10 810.000 450.000
C. Kendaraan 100.000.000 10.000.000 9.000.000 5.000.000
Truck buah 1 100.000.000 100.000.000 10.000.000 10 9.000.000 5.000.000
D. Peralatan 1.150.700.000 115.070.000 207.126.000 57.535.000
Keranjang plastik buah 15 10.000 150.000 15.000 5 27.000 7.500
Meat Bone Seperator buah 1 300.000.000 300.000.000 30.000.000 5 54.000.000 15.000.000
Mesin Pengepres buah 1 75.000.000 75.000.000 7.500.000 5 13.500.000 3.750.000
Bak Perendam buah 1 400.000 400.000 40.000 5 72.000 20.000
Mesin Pelumat Daging buah 1 75.000.000 75.000.000 7.500.000 5 13.500.000 3.750.000
Timbangan buah 3 50.000 150.000 15.000 5 27.000 7.500
Silent Cutter buah 1 100.000.000 100.000.000 10.000.000 5 18.000.000 5.000.000
Cold Storage buah 1 300.000.000 300.000.000 30.000.000 5 54.000.000 15.000.000
Pompa angin buah 0 0 0 0 5 0 0
Pompa air buah 0 0 0 0 5 0 0
Freezer unit 1 300.000.000 300.000.000 30.000.000 5 54.000.000 15.000.000
E. Instalasi 800.000 80.000 144.000 40.000
Instalasi listrik unit 1 400.000 400.000 40.000 5 72.000 20.000
Instalasi penanganan limbah unit 0 0 0 0 5 0 0
Instalasi air unit 1 400.000 400.000 40.000 5 72.000 20.000
Instalasi telepon unit 1 0 0 0 5 0 0
F. Perlengkapan 23.500.000 2.350.000 4.230.000 1.175.000
Meja tulis serta kursi unit 2 2.000.000 4.000.000 400.000 5 720.000 200.000
Lemari arsip unit 2 2.000.000 4.000.000 400.000 5 720.000 200.000
Komputer +printer unit 3 4.500.000 13.500.000 1.350.000 5 2.430.000 675.000
Meja kursi tamu unit 1 2.000.000 2.000.000 200.000 5 360.000 100.000
G. Pra Investasi 50.000.000
Perijinan 1 750.000 50.000.000
Total 2.027.000.000 152.700.000 243.180.000 76.350.000

109
Biaya Tetap
No. Uraian Satuan Volume Harga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Gaji Tenaga Kerja 204.000.000 204.000.000 204.000.000 204.000.000 204.000.000 204.000.000 204.000.000 204.000.000 204.000.000 204.000.000
Direktur orang 1 3.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000
Sekretaris orang 1 1.500.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000
Satpam orang 2 750.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000
Manajer pemasaran orang 1 2.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
Staff administrasi orang 2 1.500.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000
staff Penjualan orang 2 1.500.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000
Staff Produksi orang 2 1.500.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000
2 Biaya pemeliharaan 76.350.000 76.350.000 76.350.000 76.350.000 76.350.000 76.350.000 76.350.000 76.350.000 76.350.000 76.350.000
3 Pajak Bumi dan Bangunan 7.020.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000
4 Biaya pemasaran 10.000.000 10.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000
5 Biaya Asuransi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Biaya operasi kantor dan telepon 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000
Total 307.370.000 307.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000

110
Biaya Tidak Tetap
No. Uraian Satuan Volume Harga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Biaya Produksi 1.824.030.720 2.052.034.560 2.280.038.400 2.280.038.400 2.280.038.400 2.280.038.400 2.280.038.400 2.280.038.400 2.280.038.400 2.280.038.400
Bahan Baku Kg 818.400 2.676 1.752.030.720 1.971.034.560 2.190.038.400 2.190.038.400 2.190.038.400 2.190.038.400 2.190.038.400 2.190.038.400 2.190.038.400 2.190.038.400
Garam & Bhn. Penunjang Kg 8.500 2.000 13.600.000 15.300.000 17.000.000 17.000.000 17.000.000 17.000.000 17.000.000 17.000.000 17.000.000 17.000.000
Minyak tanah Liter 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kardus Buah 10.000 4.000 32.000.000 36.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000 40.000.000
Plastik m2 11.000 3.000 26.400.000 29.700.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000 33.000.000
2 Biaya Tenaga Kerja Langsung 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000
Karyawan Produksi orang 10 750.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000 90.000.000
Karyawan untuk analisis orang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Supervisor orang 1 1.500.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000
2 Biaya Utilitas 69.072.000 77.706.000 86.340.000 86.340.000 86.340.000 86.340.000 86.340.000 86.340.000 86.340.000 86.340.000
Biaya transportasi Kg 818.400 100 65.472.000 73.656.000 81.840.000 81.840.000 81.840.000 81.840.000 81.840.000 81.840.000 81.840.000 81.840.000
Bahan Bahan Untuk analis Rp./bulan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Listrik kwh 6.000 750 3.600.000 4.050.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000 4.500.000
Total 2.001.102.720 2.237.740.560 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400

111
Modal Kerja dan Pendanaan
No. Uraian Jumlah
1 Kebutuhan Modal Kerja 556.275.680
Biaya tenaga kerja tak langsung 51.000.000
Biaya pemasaran 2.500.000
Biaya operasi kantor 2.500.000
Bahan baku dan pembantu 456.007.680
Biaya tenaga kerja langsung 27.000.000
Biaya Utilitas 17.268.000
2 Investasi 2.027.000.000
3 Pendanaan
Total Kebutuhan Dana 2.583.275.680
Modal Sendiri 2.066.620.544
Modal Pinjaman 516.655.136
Angsuran Tahunan 76.439.313

112
Perkiraan Arus Uang
No. Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Inflow 516.655.136 3.339.072.000 3.756.456.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.326.540.000
a. Nilai Sisa Modal 516.655.136 152.700.000
b. Penjualan Produk 3.339.072.000 3.756.456.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000 4.173.840.000
Volume Produk 196.416 220.968 245.520 245.520 245.520 245.520 245.520 245.520 245.520 245.520
Harga Produk 17.000 17.000 17.000 17.000 17.000 17.000 17.000 17.000 17.000 17.000
2 Outflow 2.027.000.000 2.628.092.033 2.864.729.873 3.106.367.713 3.106.367.713 4.281.367.713 3.106.367.713 3.106.367.713 3.106.367.713 3.106.367.713 3.106.367.713
a. Investasi 2.027.000.000 0 0 0 0 1.175.000.000 0 0 0 0 0
Lahan 450.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Bangunan 252.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kendaraan 100.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Peralatan 1.150.700.000 0 0 0 0 1.150.700.000 0 0 0 0 0
Instalasi 800.000 0 0 0 0 800.000 0 0 0 0 0
Perlengkapan 23.500.000 0 0 0 0 23.500.000 0 0 0 0 0
Pra Investasi 50.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
b. Biaya Operasional 2.308.472.720 2.545.110.560 2.786.748.400 2.786.748.400 2.786.748.400 2.786.748.400 2.786.748.400 2.786.748.400 2.786.748.400 2.786.748.400
Biaya Tetap 307.370.000 307.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000 312.370.000
Biaya Variabel 2.001.102.720 2.237.740.560 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400 2.474.378.400
c. Penyusutan 243.180.000 243.180.000 243.180.000 243.180.000 243.180.000 243.180.000 243.180.000 243.180.000 243.180.000 243.180.000
d. Pengembalian Modal 76.439.313 76.439.313 76.439.313 76.439.313 76.439.313 76.439.313 76.439.313 76.439.313 76.439.313 76.439.313
3 Laba Sebelum Pajak -1.510.344.864 710.979.967 891.726.127 1.067.472.287 1.067.472.287 -107.527.713 1.067.472.287 1.067.472.287 1.067.472.287 1.067.472.287 1.220.172.287
4 Pajak Penghasilan 106.646.995 133.758.919 160.120.843 160.120.843 0 160.120.843 160.120.843 160.120.843 160.120.843 183.025.843
5 Laba Bersih -1.510.344.864 604.332.972 757.967.208 907.351.444 907.351.444 -107.527.713 907.351.444 907.351.444 907.351.444 907.351.444 1.037.146.444

113
Resume Kelayakan

No. Uraian Satuan Nilai


1 Net Present Value Rp. 2.510.361.474
2 Payback Periode Tahun 3,27
3 Benefit-Cost Ratio 2,24
Keputusan Layak

114
Lampiran 2. Analisis Finansial Industri Surimi di Pelabuhanratu

Asumsi dan Koefisien


Gunakan Nilai Perubahan? Ya
No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir
1 Produktifitas dan Harga
Kebutuhan Bahan Baku kg/tahun 108460 0 108460
Harga Bahan Baku Rp./kg 3200 0 3200
Rendemen Produksi % 30 0 30
Harga Jual Produk Rp./kg 23000 0 23000
2 Persentase Produksi
Persentase Produksi Tahun I % 80 0 80
Persentase Produksi Tahun II % 90 0 90
Persentase Produksi Tahun Berikutnya % 100 0 100
3 Pendanaan
Bunga Pinjaman %/tahun 0 0 0
Modal Sendiri % 100 0 100
Jangka Waktu Pengembalian Modal Tahun 0 0 0
4 Lain-Lain
Depresiasi Nilai Sisa % 10 0 10
Biaya Pemeliharaan % 0 0 0
Biaya Asuransi % 0 0 0
Pajak Bumi dan Bangunan % 1 0 1
Pajak Penghasilan % 15 0 15

115
Investasi, Penyusutan, dan Pemeliharaan
No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah Nilai Sisa Umur Penyusutan Pemeliharaan
A. Lahan 210.000.000
Tanah m2 300 700.000 210.000.000
B. Bangunan 77.700.000 7.770.000 6.993.000 0
Kantor m2 15 700.000 10.500.000 1.050.000 10 945.000 0
Ruang Pencucian m2 12 700.000 8.400.000 840.000 10 756.000 0
Ruang Processing m2 50 700.000 35.000.000 3.500.000 10 3.150.000 0
Ruang Penganginan m2 0 0 0 0 10 0 0
Ruang Penyimpanan Batu Es m2 12 700.000 8.400.000 840.000 10 756.000 0
Gudang bahan baku m2 12 700.000 8.400.000 840.000 10 756.000 0
Gudang produk m2 0 0 0 0 10 0 0
Ruang Penjemuran m2 0 0 0 0 10 0 0
Laboratorium m2 0 0 0 0 10 0 0
Toilet m2 10 700.000 7.000.000 700.000 10 630.000 0
C. Kendaraan 75.000.000 7.500.000 6.750.000 0
Truck/Pick Up buah 1 75.000.000 75.000.000 7.500.000 10 6.750.000 0
D. Peralatan 38.564.000 3.856.400 6.941.520 0
Keranjang plastik buah 12 9.500 114.000 11.400 5 20.520 0
Meat Bone Seperator buah 0 0 0 0 5 0 0
Mesin Pengepres buah 1 8.000.000 8.000.000 800.000 5 1.440.000 0
Bak Perendaman buah 1 360.000 360.000 36.000 5 64.800 0
Mesin Pelumat Daging buah 0 0 0 0 5 0 0
Timbangan buah 2 45.000 90.000 9.000 5 16.200 0
Silent Cutter buah 0 0 0 0 5 0 0
Cold Storage portable buah 1 15.000.000 15.000.000 1.500.000 5 2.700.000 0
Pompa angin buah 0 0 0 0 5 0 0
Pompa air buah 0 0 0 0 5 0 0
Freezer portable unit 1 15.000.000 15.000.000 1.500.000 5 2.700.000 0
E. Instalasi 900.000 90.000 162.000 0
Instalasi listrik unit 1 450.000 450.000 45.000 5 81.000 0
Instalasi penanganan limbah unit 0 0 0 0 5 0 0
Instalasi air unit 1 450.000 450.000 45.000 5 81.000 0
Instalasi telepon unit 1 0 0 0 5 0 0
F. Perlengkapan 7.000.000 700.000 1.260.000 0
Meja tulis serta kursi unit 2 1.000.000 2.000.000 200.000 5 360.000 0
Lemari arsip unit 1 500.000 500.000 50.000 5 90.000 0
Komputer +printer unit 1 3.500.000 3.500.000 350.000 5 630.000 0
Meja kursi tamu unit 1 1.000.000 1.000.000 100.000 5 180.000 0
G. Pra Investasi 50.000.000
Perijinan 1 900.000 50.000.000
Total 459.164.000 19.916.400 22.106.520 0

116
Biaya Tetap
No. Uraian Satuan Volume Harga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Gaji Tenaga Kerja 28.200.000 28.200.000 28.200.000 28.200.000 28.200.000 28.200.000 28.200.000 28.200.000 28.200.000 28.200.000
Direktur orang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sekretaris orang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Satpam orang 1 550.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000
Manajer pemasaran orang 1 700.000 8.400.000 8.400.000 8.400.000 8.400.000 8.400.000 8.400.000 8.400.000 8.400.000 8.400.000 8.400.000
Staff administrasi orang 1 550.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000
staff Penjualan orang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Staff Produksi orang 1 550.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000 6.600.000
2 Biaya pemeliharaan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Pajak Bumi dan Bangunan 2.877.000 2.877.000 2.877.000 2.877.000 2.877.000 2.877.000 2.877.000 2.877.000 2.877.000 2.877.000
4 Biaya pemasaran 10.000.000 10.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000
5 Biaya Asuransi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Biaya operasi kantor dan telepon 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000
Total 51.077.000 51.077.000 56.077.000 56.077.000 56.077.000 56.077.000 56.077.000 56.077.000 56.077.000 56.077.000

117
Biaya Tidak Tetap
No. Uraian Satuan Volume Harga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Biaya Produksi 305.757.600 343.977.300 382.197.000 382.197.000 382.197.000 382.197.000 382.197.000 382.197.000 382.197.000 382.197.000
Bahan Baku Kg 108.460 3.200 277.657.600 312.364.800 347.072.000 347.072.000 347.072.000 347.072.000 347.072.000 347.072.000 347.072.000 347.072.000
Bhn. Penunjang Kg 6.000 2.000 9.600.000 10.800.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000
Minyak tanah Liter 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kardus Buah 8.000 2.000 12.800.000 14.400.000 16.000.000 16.000.000 16.000.000 16.000.000 16.000.000 16.000.000 16.000.000 16.000.000
Plastik m2 9.500 750 5.700.000 6.412.500 7.125.000 7.125.000 7.125.000 7.125.000 7.125.000 7.125.000 7.125.000 7.125.000
2 Biaya Tenaga Kerja Langsung 86.400.000 86.400.000 86.400.000 86.400.000 86.400.000 86.400.000 86.400.000 86.400.000 86.400.000 86.400.000
Karyawan Produksi orang 12 600.000 86.400.000 86.400.000 86.400.000 86.400.000 86.400.000 86.400.000 86.400.000 86.400.000 86.400.000 86.400.000
Karyawan untuk analisis orang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Supervisor orang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 Biaya Utilitas 81.931.200 92.172.600 102.414.000 102.414.000 102.414.000 102.414.000 102.414.000 102.414.000 102.414.000 102.414.000
Biaya transportasi Kg 108.460 900 78.091.200 87.852.600 97.614.000 97.614.000 97.614.000 97.614.000 97.614.000 97.614.000 97.614.000 97.614.000
Bahan Bahan Untuk analis Rp./bulan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Listrik kwh 6.000 800 3.840.000 4.320.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000
Total 474.088.800 522.549.900 571.011.000 571.011.000 571.011.000 571.011.000 571.011.000 571.011.000 571.011.000 571.011.000

118
Modal Kerja dan Pendanaan
No. Uraian Jumlah
1 Kebutuhan Modal Kerja 130.572.200
Biaya tenaga kerja tak langsung 7.050.000
Biaya pemasaran 2.500.000
Biaya operasi kantor 2.500.000
Bahan baku dan pembantu 76.439.400
Biaya tenaga kerja langsung 21.600.000
Biaya Utilitas 20.482.800
2 Investasi 459.164.000
3 Pendanaan
Total Kebutuhan Dana 589.736.200
Modal Sendiri 589.736.200
Modal Pinjaman 0
Angsuran Tahunan #DIV/0!

119
Perkiraan Arus Uang
No. Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Inflow 0 598.699.200 673.536.600 748.374.000 748.374.000 748.374.000 748.374.000 748.374.000 748.374.000 748.374.000 768.290.400
a. Nilai Sisa Modal 0 19.916.400
b. Penjualan Produk 598.699.200 673.536.600 748.374.000 748.374.000 748.374.000 748.374.000 748.374.000 748.374.000 748.374.000 748.374.000
Volume Produk 26.030 29.284 32.538 32.538 32.538 32.538 32.538 32.538 32.538 32.538
Harga Produk 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000
2 Outflow 459.164.000 547.272.320 595.733.420 649.194.520 649.194.520 695.658.520 649.194.520 649.194.520 649.194.520 649.194.520 649.194.520
a. Investasi 459.164.000 0 0 0 0 46.464.000 0 0 0 0 0
Lahan 210.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Bangunan 77.700.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kendaraan 75.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Peralatan 38.564.000 0 0 0 0 38.564.000 0 0 0 0 0
Instalasi 900.000 0 0 0 0 900.000 0 0 0 0 0
Perlengkapan 7.000.000 0 0 0 0 7.000.000 0 0 0 0 0
Pra Investasi 50.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
b. Biaya Operasional 525.165.800 573.626.900 627.088.000 627.088.000 627.088.000 627.088.000 627.088.000 627.088.000 627.088.000 627.088.000
Biaya Tetap 51.077.000 51.077.000 56.077.000 56.077.000 56.077.000 56.077.000 56.077.000 56.077.000 56.077.000 56.077.000
Biaya Variabel 474.088.800 522.549.900 571.011.000 571.011.000 571.011.000 571.011.000 571.011.000 571.011.000 571.011.000 571.011.000
c. Penyusutan 22.106.520 22.106.520 22.106.520 22.106.520 22.106.520 22.106.520 22.106.520 22.106.520 22.106.520 22.106.520
d. Pengembalian Modal 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Laba Sebelum Pajak -459.164.000 51.426.880 77.803.180 99.179.480 99.179.480 52.715.480 99.179.480 99.179.480 99.179.480 99.179.480 119.095.880
4 Pajak Penghasilan 7.714.032 11.670.477 14.876.922 14.876.922 7.907.322 14.876.922 14.876.922 14.876.922 14.876.922 17.864.382
5 Laba Bersih -459.164.000 43.712.848 66.132.703 84.302.558 84.302.558 44.808.158 84.302.558 84.302.558 84.302.558 84.302.558 101.231.498

120
Resume Kelayakan

No. Uraian Satuan Nilai


1 Net Present Value Rp. 282.620.155
2 Payback Periode Tahun 6,61
3 Benefit-Cost Ratio 1,62
Keputusan Layak

121
Lampiran 3. Analisis Finansial Industri Surimi di DKI Jakarta

Asumsi dan Koefisien


Gunakan Nilai Perubahan? Ya
No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir
1 Produktifitas dan Harga
Kebutuhan Bahan Baku kg/tahun 1141700 0 1141700
Harga Bahan Baku Rp./kg 4750 0 4750
Rendemen Produksi % 30 0 30
Harga Jual Produk Rp./kg 23000 0 23000
2 Persentase Produksi
Persentase Produksi Tahun I % 80 0 80
Persentase Produksi Tahun II % 90 0 90
Persentase Produksi Tahun Berikutnya % 100 0 100
3 Pendanaan
Bunga Pinjaman %/tahun 10 0 10
Modal Sendiri % 60 0 60
Jangka Waktu Pengembalian Modal Tahun 10 0 10
4 Lain-Lain
Depresiasi Nilai Sisa % 10 0 10
Biaya Pemeliharaan % 5 0 5
Biaya Asuransi % 0 0 0
Pajak Bumi dan Bangunan % 1 0 1
Pajak Penghasilan % 15 0 15

122
Investasi, Penyusutan, dan Pemeliharaan
No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah Nilai Sisa Umur Penyusutan Pemeliharaan
A. Lahan 1.000.000.000
Tanah m2 1.000 1.000.000 1.000.000.000
B. Bangunan 233.600.000 23.360.000 21.024.000 11.680.000
Kantor m2 30 800.000 24.000.000 2.400.000 10 2.160.000 1.200.000
Ruang Pencucian m2 18 800.000 14.400.000 1.440.000 10 1.296.000 720.000
Ruang Processing m2 200 800.000 160.000.000 16.000.000 10 14.400.000 8.000.000
Ruang Penganginan m2 0 0 0 0 10 0 0
Ruang Penyimpanan Batu Es m2 9 800.000 7.200.000 720.000 10 648.000 360.000
Gudang bahan baku m2 20 800.000 16.000.000 1.600.000 10 1.440.000 800.000
Gudang produk m2 0 0 0 0 10 0 0
Ruang Penjemuran m2 0 0 0 0 10 0 0
Laboratorium m2 0 0 0 0 10 0 0
Toilet m2 15 800.000 12.000.000 1.200.000 10 1.080.000 600.000
C. Kendaraan 100.000.000 10.000.000 9.000.000 5.000.000
Truck buah 1 100.000.000 100.000.000 10.000.000 10 9.000.000 5.000.000
D. Peralatan 1.275.977.500 127.597.750 229.675.950 63.798.875
Keranjang plastik buah 25 9.500 237.500 23.750 5 42.750 11.875
Meat Bone Seperator buah 2 300.000.000 600.000.000 60.000.000 5 108.000.000 30.000.000
Mesin Pengepres buah 2 25.000.000 50.000.000 5.000.000 5 9.000.000 2.500.000
Bak Perendam buah 1 440.000 440.000 44.000 5 79.200 22.000
Mesin Pelumat Daging buah 2 75.000.000 150.000.000 15.000.000 5 27.000.000 7.500.000
Timbangan buah 3 100.000 300.000 30.000 5 54.000 15.000
Silent Cutter buah 1 75.000.000 75.000.000 7.500.000 5 13.500.000 3.750.000
Cold Storage buah 1 200.000.000 200.000.000 20.000.000 5 36.000.000 10.000.000
Pompa angin buah 0 0 0 0 5 0 0
Pompa air buah 0 0 0 0 5 0 0
Freezer unit 1 200.000.000 200.000.000 20.000.000 5 36.000.000 10.000.000
E. Instalasi 1.100.000 110.000 198.000 55.000
Instalasi listrik unit 1 550.000 550.000 55.000 5 99.000 27.500
Instalasi penanganan limbah unit 0 0 0 0 5 0 0
Instalasi air unit 1 550.000 550.000 55.000 5 99.000 27.500
Instalasi telepon unit 1 0 0 0 5 0 0
F. Perlengkapan 15.750.000 1.575.000 2.835.000 787.500
Meja tulis serta kursi unit 2 1.500.000 3.000.000 300.000 5 540.000 150.000
Lemari arsip unit 1 750.000 750.000 75.000 5 135.000 37.500
Komputer +printer unit 2 4.000.000 8.000.000 800.000 5 1.440.000 400.000
Meja kursi tamu unit 2 2.000.000 4.000.000 400.000 5 720.000 200.000
G. Pra Investasi 50.000.000
Perijinan 1 1.100.000 50.000.000
Total 2.676.427.500 162.642.750 262.732.950 81.321.375

123
Biaya Tetap
No. Uraian Satuan Volume Harga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Gaji Tenaga Kerja 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000
Direktur orang 1 3.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000
Sekretaris orang 1 1.500.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000
Satpam orang 2 750.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000
Manajer pemasaran orang 1 1.500.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000
Staff administrasi orang 2 1.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
staff Penjualan orang 2 1.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
Staff Produksi orang 2 1.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
2 Biaya pemeliharaan 81.321.375 81.321.375 81.321.375 81.321.375 81.321.375 81.321.375 81.321.375 81.321.375 81.321.375 81.321.375
3 Pajak Bumi dan Bangunan 12.336.000 12.336.000 12.336.000 12.336.000 12.336.000 12.336.000 12.336.000 12.336.000 12.336.000 12.336.000
4 Biaya pemasaran 10.000.000 10.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000
5 Biaya Asuransi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Biaya operasi kantor dan telepon 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000
Total 275.657.375 275.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375

124
Biaya Tidak Tetap
No. Uraian Satuan Volume Harga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Biaya Produksi 4.458.860.000 5.016.217.500 5.573.575.000 5.573.575.000 5.573.575.000 5.573.575.000 5.573.575.000 5.573.575.000 5.573.575.000 5.573.575.000
Bahan Baku Kg 1.141.700 4.750 4.338.460.000 4.880.767.500 5.423.075.000 5.423.075.000 5.423.075.000 5.423.075.000 5.423.075.000 5.423.075.000 5.423.075.000 5.423.075.000
Garam & Bhn. Penunjang Kg 22.000 2.750 48.400.000 54.450.000 60.500.000 60.500.000 60.500.000 60.500.000 60.500.000 60.500.000 60.500.000 60.500.000
Minyak tanah Liter 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kardus Buah 7.500 4.000 24.000.000 27.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000
Plastik m2 20.000 3.000 48.000.000 54.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000 60.000.000
2 Biaya Tenaga Kerja Langsung 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000 162.000.000
Karyawan Produksi orang 12 1.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000 144.000.000
Karyawan untuk analisis orang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Supervisor orang 1 1.500.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000
2 Biaya Utilitas 105.269.600 118.428.300 131.587.000 131.587.000 131.587.000 131.587.000 131.587.000 131.587.000 131.587.000 131.587.000
Biaya transportasi Kg 1.141.700 110 100.469.600 113.028.300 125.587.000 125.587.000 125.587.000 125.587.000 125.587.000 125.587.000 125.587.000 125.587.000
Bahan Bahan Untuk analis Rp./bulan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Listrik kwh 6.000 1.000 4.800.000 5.400.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000 6.000.000
Total 4.726.129.600 5.296.645.800 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000

125
Modal Kerja dan Pendanaan
No. Uraian Jumlah
1 Kebutuhan Modal Kerja 1.227.032.400
Biaya tenaga kerja tak langsung 40.500.000
Biaya pemasaran 2.500.000
Biaya operasi kantor 2.500.000
Bahan baku dan pembantu 1.114.715.000
Biaya tenaga kerja langsung 40.500.000
Biaya Utilitas 26.317.400
2 Investasi 2.676.427.500
3 Pendanaan
Total Kebutuhan Dana 3.903.459.900
Modal Sendiri 2.342.075.940
Modal Pinjaman 1.561.383.960
Angsuran Tahunan 231.007.317

126
Perkiraan Arus Uang
No. Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Inflow 1.561.383.960 6.302.184.000 7.089.957.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 8.040.372.750
a. Nilai Sisa Modal 1.561.383.960 162.642.750
b. Penjualan Produk 6.302.184.000 7.089.957.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000 7.877.730.000
Volume Produk 274.008 308.259 342.510 342.510 342.510 342.510 342.510 342.510 342.510 342.510
Harga Produk 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000 23.000
2 Outflow 2.676.427.500 5.495.527.242 6.066.043.442 6.641.559.642 6.641.559.642 7.934.387.142 6.641.559.642 6.641.559.642 6.641.559.642 6.641.559.642 6.641.559.642
a. Investasi 2.676.427.500 0 0 0 0 1.292.827.500 0 0 0 0 0
Lahan 1.000.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Bangunan 233.600.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kendaraan 100.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Peralatan 1.275.977.500 0 0 0 0 1.275.977.500 0 0 0 0 0
Instalasi 1.100.000 0 0 0 0 1.100.000 0 0 0 0 0
Perlengkapan 15.750.000 0 0 0 0 15.750.000 0 0 0 0 0
Pra Investasi 50.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
b. Biaya Operasional 5.001.786.975 5.572.303.175 6.147.819.375 6.147.819.375 6.147.819.375 6.147.819.375 6.147.819.375 6.147.819.375 6.147.819.375 6.147.819.375
Biaya Tetap 275.657.375 275.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375 280.657.375
Biaya Variabel 4.726.129.600 5.296.645.800 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000 5.867.162.000
c. Penyusutan 262.732.950 262.732.950 262.732.950 262.732.950 262.732.950 262.732.950 262.732.950 262.732.950 262.732.950 262.732.950
d. Pengembalian Modal 231.007.317 231.007.317 231.007.317 231.007.317 231.007.317 231.007.317 231.007.317 231.007.317 231.007.317 231.007.317
3 Laba Sebelum Pajak -1.115.043.540 806.656.758 1.023.913.558 1.236.170.358 1.236.170.358 -56.657.142 1.236.170.358 1.236.170.358 1.236.170.358 1.236.170.358 1.398.813.108
4 Pajak Penghasilan 120.998.514 153.587.034 185.425.554 185.425.554 0 185.425.554 185.425.554 185.425.554 185.425.554 209.821.966
5 Laba Bersih -1.115.043.540 685.658.244 870.326.524 1.050.744.804 1.050.744.804 -56.657.142 1.050.744.804 1.050.744.804 1.050.744.804 1.050.744.804 1.188.991.141

127
Resume Kelayakan

No. Uraian Satuan Nilai


1 Net Present Value Rp. 2.601.926.215
2 Payback Periode Tahun 3,76
3 Benefit-Cost Ratio 1,97
Keputusan Layak

128
Lampiran 4. Analisis Finansial Industri Surimi di Kabupaten Cirebon

Asumsi dan Koefisien


Gunakan Nilai Perubahan? Ya
No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir
1 Produktifitas dan Harga
Kebutuhan Bahan Baku kg/tahun 1864900 0 1864900
Harga Bahan Baku Rp./kg 3412 0 3412
Rendemen Produksi % 30 0 30
Harga Jual Produk Rp./kg 17500 0 17500
2 Persentase Produksi
Persentase Produksi Tahun I % 80 0 80
Persentase Produksi Tahun II % 90 0 90
Persentase Produksi Tahun Berikutnya % 100 0 100
3 Pendanaan
Bunga Pinjaman %/tahun 10 0 10
Modal Sendiri % 60 0 60
Jangka Waktu Pengembalian Modal Tahun 10 0 10
4 Lain-Lain
Depresiasi Nilai Sisa % 10 0 10
Biaya Pemeliharaan % 5 0 5
Biaya Asuransi % 0 0 0
Pajak Bumi dan Bangunan % 1 0 1
Pajak Penghasilan % 15 0 15

129
Investasi, Penyusutan, dan Pemeliharaan
No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah Nilai Sisa Umur Penyusutan Pemeliharaan
A. Lahan 1.000.000.000
Tanah m2 1.000 1.000.000 1.000.000.000
B. Bangunan 368.100.000 36.810.000 33.129.000 18.405.000
Kantor m2 50 900.000 45.000.000 4.500.000 10 4.050.000 2.250.000
Ruang Pencucian m2 40 900.000 36.000.000 3.600.000 10 3.240.000 1.800.000
Ruang Processing m2 250 900.000 225.000.000 22.500.000 10 20.250.000 11.250.000
Ruang Penganginan m2 0 0 0 0 10 0 0
Ruang Penyimpanan Batu Es m2 20 900.000 18.000.000 1.800.000 10 1.620.000 900.000
Gudang bahan baku m2 25 900.000 22.500.000 2.250.000 10 2.025.000 1.125.000
Gudang produk m2 0 0 0 0 10 0 0
Ruang Penjemuran m2 0 0 0 0 10 0 0
Laboratorium m2 0 0 0 0 10 0 0
Toilet m2 24 900.000 21.600.000 2.160.000 10 1.944.000 1.080.000
C. Kendaraan 200.000.000 20.000.000 18.000.000 10.000.000
Truck/Pick Up buah 2 100.000.000 200.000.000 20.000.000 10 18.000.000 10.000.000
D. Peralatan 1.921.450.000 192.145.000 345.861.000 96.072.500
Keranjang plastik buah 45 10.000 450.000 45.000 5 81.000 22.500
Meat Bone Seperator buah 2 120.000.000 240.000.000 24.000.000 5 43.200.000 12.000.000
Mesin Pengepres buah 2 15.000.000 30.000.000 3.000.000 5 5.400.000 1.500.000
Bak Perendam buah 2 400.000 800.000 80.000 5 144.000 40.000
Mesin Pelumat Daging buah 2 50.000.000 100.000.000 10.000.000 5 18.000.000 5.000.000
Timbangan buah 4 50.000 200.000 20.000 5 36.000 10.000
Silent Cutter buah 2 400.000.000 800.000.000 80.000.000 5 144.000.000 40.000.000
Cold Storage buah 1 400.000.000 400.000.000 40.000.000 5 72.000.000 20.000.000
Pompa angin buah 0 0 0 0 5 0 0
Pompa air buah 0 0 0 0 5 0 0
Freezer unit 1 350.000.000 350.000.000 35.000.000 5 63.000.000 17.500.000
E. Instalasi 900.000 90.000 162.000 45.000
Instalasi listrik unit 1 450.000 450.000 45.000 5 81.000 22.500
Instalasi penanganan limbah unit 0 0 0 0 5 0 0
Instalasi air unit 1 450.000 450.000 45.000 5 81.000 22.500
Instalasi telepon unit 1 0 0 0 5 0 0
F. Perlengkapan 28.000.000 2.800.000 5.040.000 1.400.000
Meja tulis serta kursi unit 4 1.000.000 4.000.000 400.000 5 720.000 200.000
Lemari arsip unit 2 1.000.000 2.000.000 200.000 5 360.000 100.000
Komputer +printer unit 4 4.000.000 16.000.000 1.600.000 5 2.880.000 800.000
Meja kursi tamu unit 3 2.000.000 6.000.000 600.000 5 1.080.000 300.000
G. Pra Investasi 50.000.000
Perijinan 1 900.000 50.000.000
Total 3.568.450.000 251.845.000 402.192.000 125.922.500

130
Biaya Tetap
No. Uraian Satuan Volume Harga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Gaji Tenaga Kerja 177.000.000 177.000.000 177.000.000 177.000.000 177.000.000 177.000.000 177.000.000 177.000.000 177.000.000 177.000.000
Direktur orang 1 3.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000
Sekretaris orang 1 1.500.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000
Satpam orang 3 750.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000
Manajer pemasaran orang 1 2.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
Staff administrasi orang 2 1.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
staff Penjualan orang 2 1.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
Staff Produksi orang 2 1.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000
2 Biaya pemeliharaan 125.922.500 125.922.500 125.922.500 125.922.500 125.922.500 125.922.500 125.922.500 125.922.500 125.922.500 125.922.500
3 Pajak Bumi dan Bangunan 13.681.000 13.681.000 13.681.000 13.681.000 13.681.000 13.681.000 13.681.000 13.681.000 13.681.000 13.681.000
4 Biaya pemasaran 10.000.000 10.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000
5 Biaya Asuransi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Biaya operasi kantor dan telepon 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000
Total 336.603.500 336.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500

131
Biaya Tidak Tetap
No. Uraian Satuan Volume Harga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Biaya Produksi 5.216.831.040 5.868.934.920 6.521.038.800 6.521.038.800 6.521.038.800 6.521.038.800 6.521.038.800 6.521.038.800 6.521.038.800 6.521.038.800
Bahan Baku Kg 1.864.900 3.412 5.090.431.040 5.726.734.920 6.363.038.800 6.363.038.800 6.363.038.800 6.363.038.800 6.363.038.800 6.363.038.800 6.363.038.800 6.363.038.800
Garam & Bhn. Penunjang Kg 18.000 4.000 57.600.000 64.800.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000 72.000.000
Minyak tanah Liter 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kardus Buah 10.000 5.000 40.000.000 45.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000
Plastik m2 12.000 3.000 28.800.000 32.400.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000 36.000.000
2 Biaya Tenaga Kerja Langsung 126.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000 126.000.000
Karyawan Produksi orang 12 750.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000 108.000.000
Karyawan untuk analisis orang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Supervisor orang 1 1.500.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000
2 Biaya Utilitas 138.112.800 155.376.900 172.641.000 172.641.000 172.641.000 172.641.000 172.641.000 172.641.000 172.641.000 172.641.000
Biaya transportasi Kg 1.864.900 90 134.272.800 151.056.900 167.841.000 167.841.000 167.841.000 167.841.000 167.841.000 167.841.000 167.841.000 167.841.000
Bahan Bahan Untuk analis Rp./bulan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Listrik kwh 6.000 800 3.840.000 4.320.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000
Total 5.480.943.840 6.150.311.820 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800

132
Modal Kerja dan Pendanaan
No. Uraian Jumlah
1 Kebutuhan Modal Kerja 1.419.485.960
Biaya tenaga kerja tak langsung 44.250.000
Biaya pemasaran 2.500.000
Biaya operasi kantor 2.500.000
Bahan baku dan pembantu 1.304.207.760
Biaya tenaga kerja langsung 31.500.000
Biaya Utilitas 34.528.200
2 Investasi 3.568.450.000
3 Pendanaan
Total Kebutuhan Dana 4.987.935.960
Modal Sendiri 2.992.761.576
Modal Pinjaman 1.995.174.384
Angsuran Tahunan 295.186.766

133
Perkiraan Arus Uang
No. Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Inflow 1.995.174.384 7.832.580.000 8.811.652.500 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 10.042.570.000
a. Nilai Sisa Modal 1.995.174.384 251.845.000
b. Penjualan Produk 7.832.580.000 8.811.652.500 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000 9.790.725.000
Volume Produk 447.576 503.523 559.470 559.470 559.470 559.470 559.470 559.470 559.470 559.470
Harga Produk 17.500 17.500 17.500 17.500 17.500 17.500 17.500 17.500 17.500 17.500
2 Outflow 3.568.450.000 6.514.926.106 7.184.294.086 7.858.662.066 7.858.662.066 9.809.012.066 7.858.662.066 7.858.662.066 7.858.662.066 7.858.662.066 7.858.662.066
a. Investasi 3.568.450.000 0 0 0 0 1.950.350.000 0 0 0 0 0
Lahan 1.000.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Bangunan 368.100.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kendaraan 200.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Peralatan 1.921.450.000 0 0 0 0 1.921.450.000 0 0 0 0 0
Instalasi 900.000 0 0 0 0 900.000 0 0 0 0 0
Perlengkapan 28.000.000 0 0 0 0 28.000.000 0 0 0 0 0
Pra Investasi 50.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
b. Biaya Operasional 5.817.547.340 6.486.915.320 7.161.283.300 7.161.283.300 7.161.283.300 7.161.283.300 7.161.283.300 7.161.283.300 7.161.283.300 7.161.283.300
Biaya Tetap 336.603.500 336.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500 341.603.500
Biaya Variabel 5.480.943.840 6.150.311.820 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800 6.819.679.800
c. Penyusutan 402.192.000 402.192.000 402.192.000 402.192.000 402.192.000 402.192.000 402.192.000 402.192.000 402.192.000 402.192.000
d. Pengembalian Modal 295.186.766 295.186.766 295.186.766 295.186.766 295.186.766 295.186.766 295.186.766 295.186.766 295.186.766 295.186.766
3 Laba Sebelum Pajak -1.573.275.616 1.317.653.894 1.627.358.414 1.932.062.934 1.932.062.934 -18.287.066 1.932.062.934 1.932.062.934 1.932.062.934 1.932.062.934 2.183.907.934
4 Pajak Penghasilan 197.648.084 244.103.762 289.809.440 289.809.440 0 289.809.440 289.809.440 289.809.440 289.809.440 327.586.190
5 Laba Bersih -1.573.275.616 1.120.005.810 1.383.254.652 1.642.253.494 1.642.253.494 -18.287.066 1.642.253.494 1.642.253.494 1.642.253.494 1.642.253.494 1.856.321.744

134
Resume Kelayakan

No. Uraian Satuan Nilai


1 Net Present Value Rp. 4.788.037.931
2 Payback Periode Tahun 3,15
3 Benefit-Cost Ratio 2,34
Keputusan Layak

135
Lampiran 5. Kapasitas Perusahaan Pengolahan Ikan di DKI Jakarta, Cirebon, Pelabuhanratu-Sukabumi dan Cilacap

Kapasitas ( Ton )
No Nama Perusahaan Produk Mulai OPR Prod Pemasaran
Prod. CS KD
rata 2
I. CIREBON
1. PT. Adhi Jaya Guna Satwatama Breaded shrimp Juli 2002 2.5 / hari 1.50 4.5 1.6 / hari Jepang
2. CV. Lautan Kurnia bawal segar 2002 1 - - 0.2 Malaysia
Eropa, USA /
3. Oriens Prima Lestari Paha kodok beku 2710 - 2003 5 50 5 2 Canada,
Singapura
USA dan
4. PT. Kudatama Mas udang beku 25-8-1989 0.75 0.5 2 0.5
Singapura
Ikan kurisi beku dan Hongkong dan
5. PT. Seraton Seafood Product 1990 - 2 0.5 1
swangi Cina
6. PT. Tongatiur Putra Crab meat pasteorisasi 16-4-2001 1.5 2 - 0.5 USA
Hongkong dan
7. PD. Sambu teri beku Februari 1999 4 35 - 3
Jepang
8. Pan Putra Samudra crab meat 2001 2 2 20 0.85 USA
9. PD. Jaya Sakti rajungan, Keong - 0.5 2.5 - 0.5 Cina
Singapura,
10. PT. Allied Frozen Food Indonesia udang beku 1994 10 100 100 5 America dan
Jepang
udang, rajungan, fillet
11. Sumber Laut Benkindo 1994 8 8 200 5 Asia
Ikan
II CILACAP
udang beku dan 60
1. PT. Lautan Murti 1998 1 0.12 0.2 Hongkong
kerang Kg
Jepang 70 %,
2. PT. Kusuma Suisan Jaya ubur ubur asin - 25 - 3000 25
Cina, Korea
Frozen cooled loin 10 40 - 10 Indonesia, USA
3. PT. Juifa International Foods Januari 2000
Tuna kaleng 30 - - 30 Thaiwan,Jepang

136
Kapasitas ( Ton )
No Nama Perusahaan Produk Mulai OPR Prod Pemasaran
Prod. CS KD
rata 2

III DKI Jakarta


1. PT. Abicomas Minatama tuna segar 1998 7.5 - - 1.1
2. PT. Adijaya Guna shrimp beku - - - - -
3. Alsum Prakarsa Corporation cakalang beku 1975 44 420 - 420/trip
4. PT. Anugrah Seco Jaya
5. PT. Aquavir Ypsilanti
6. PT. Ariya Jaya Santang tuna segar 2004 7.2 2
7. CV. Arta Inti Samudra tuna segar 2004 1 1
8. Asiamaguro Sinarindo Makmur tuna segar 2001 2 100 1.5
9. PT. Balisumber Hayatiindah tuna segar 1999 3 1 2
Fish dried
10. PT. Berlian Pacific 1998 5 50 0.2
shrimp dried
tuna segar
11. PT. Bina Wimatraco
tuna beku
Ikan segar
tuna segar
12. PT. Bonecom 1989 50 450 80 25
tuna beku
swordfish loin beku
13. PT. Bosco Fish Frozen 2001 100 10
14. CV. Budi Utama shrimp dried 2000 1 0.5
fish segar
15. PT. Bumi Agro Bahari Lestari 2003 4 20 10 1.5
Fish beku
16. PT. Bunyamin Brothers 1
17. PT. Carlina Gemilang sharkfin dried 15 150 5 15
18. PT. Central Pertiwi Bahari Plant 2 shrimp Beku
19. PT. Central Pertiwi Bahari (Plant II) shrimp beku 30 200 17.5
20. PT. Central Pertiwi Bahari (Plant III) Cooked Shrimp beku 2004 8 150 10 4
21. PT. Cherlie Wijaya Tuna tuna segar 2000 10 100 15 2
22. PT. Citradimensi Arthali froglegs beku 1995 3 20 5 1.5
23. CV. Dama Persada 1

137
Kapasitas ( Ton )
No Nama Perusahaan Produk Mulai OPR Prod Pemasaran
Prod. CS KD
rata 2
tuna segar
24. Danaumatano Persada Raya 1990 10 200 10 10
tuna beku
25. PT. Darma Bentala 1984 30 400 15 20
Fish Segar
26. Darma Samudra Fishing 1987 20 500 10 15
Fish Beku
shark Cartilage dried
27. PT. Eksindo Jaya Terang Mustika
Powder Dried
tuna segar
28. PT. Era Mandiri Cemerlang 2001 1 50 2 1
tuna beku
Espanyol Indonesia Mina Nusa swordfish beku
29.
(KM. Mina Jaya Niaga 03) tuna beku
Espanyol Indonesia Mina Nusa swordfish beku
30.
(KM. Mina Jaya Niaga 15) tuna beku
tuna segar
31. PT. Fajar Cakrawala Sumbindo 2001 15 150 15 2.5
Fish segar
PT.Firma Bagan Harapan
32. Salted Dried 1996 10 300 5 6
(Fa. Bahar)
PT. First Marine Seafoods
33. shrimp beku
(Ex. Hotan Jaya)
34. PT. Fishindo Makmur Santoso Shrimp beku 1996 8 300 3
tuna segar
35. CV. Freshindo Mutu Utama 2000 6 60 10 5
tuna beku
Fish Segar
36. PT. Gabungan Era Mandiri 1999 50 150 6 40
Fish beku
tuna segar
37. Gemilang Sekawan Sukses 2001 5 100 10 2
tuna beku

tuna Loin Segar


38. PT. Halimas Mina Utama 1995 10 200 5 5
Shrimp Beku
Fish Beku
39. PT. Halimas Mina Utama II 1995 8 50 16 2
Tuna Beku
40. PT. Hotan Jaya Graha Shrimp Beku 1989 8 200 100 2

138
Kapasitas ( Ton )
No Nama Perusahaan Produk Mulai OPR Prod Pemasaran
Prod. CS KD
rata 2
Tuna Segar
41. PT. Indomaguro Tunas Unggul 1999 15 300 4 8
Tuna Beku
42. PT. Indraloka Fish Crackers dried
Tuna Segar
43. CV. Inti Makmur 1995 5 200 10 3
Fish Beku
Fish Segar
44. PT. Intimas Surya 1997 4 100 5 1
Fish Beku
Fish Segar
45. PT. Intimas Surya 1995 2 100 5 1
Fish Beku
46. PT. Janacotama Persada
47. PT. Kedamaian Shrimp Beku 1987 4 300 130 2
48. PT. Kencana Jaya Abadi Tuna Segar
49. PT. Karisma Bahari Indonesia Whole Fish Beku 1985 165
Breaded Shrimp
50. PT. Khom Foods 1996 4.5 60 2 4.25
Frozen
51. PT. Korina Indah Samudra 15 500 10 10
52. PT. Kosim Gunung Rezeki Turtle Dried 1995 10
Tuna Segar
53. PT. Lautan Bahari Sejahtera 2005 10 40 15 5
Fish Beku
Tuna Loin Segar
54. PT. Lautan Niaga Jaya Steak Segar 2002 2.5 100 10 2.5
Fish Beku
55. PT. Lautan Purnama Internusa Fish Segar 0.5
56. PT. Lola Mina Shrimp Beku 1989 7 600 5 6
Tuna Segar
57. PT. Lucky Samudra Pratama 2000 8 350 18 4.5
Tuna Steak Beku
58. CV. Mahera 1969 3.5
PT. Makasar Mina Usaha
59.
(KM. Minajaya Niaga 02)
Tuna Segar
60. PT. Makmur Jaya Sejahtera 2001 5 25 2 2
Tuna Beku
61. PT. Mandaga Wiratama Tuna Segar 1995 5 300

139
Kapasitas ( Ton )
No Nama Perusahaan Produk Mulai OPR Prod Pemasaran
Prod. CS KD
rata 2
Tuna Steak Beku
62. PT. Maritim Bahana Sejahtera Fish Beku 1999 3 250 4 3
63. PT. Merto International Shrimp Beku 1985 5 450 10 1.5
64. PT. Minajaya Sehati Tuna Segar 1984 20 15
Tuna Segar
65. PT. Minasakti Kichitomindo 2001 3 60 10 2
Tuna Beku
66. PT. Misamas Indoco Tuna Steak Beku
PT. Mulia Utama Bahari
67. Fish Beku 1996
(KM. Mulia 01)
PT. Mulia Utama Bahari
68. Fish Beku
(KM. Mulia 03)
69. PT. Nagamas Sakti Perkasa Shrimp Beku 1985
Ocean Mitramas Tuna Beku
70. 1993 10 200 3 100/trip
(KM. Mitramas) Skipjack Beku
Ocean Mitramas Tuna Beku
71. 1996 15 300 20 100/trip
(KM. Mitramas) Skipjack Beku
Ocean Mitramas 150-
72. Fish Beku 1995 10 170 10
(KM. Mitramas 5) 170/trip
Ocean Mitramas Tuna Beku
73. 1990 12 175 3 10
(KM. Mitramas) Skipjack Beku
74. PT. Panggung Enterprice Fish Beku 1991 2 250 1.5
75. PT. Perikanan Perken Utama 1979 10 250 20 10
76. PT. Pesamasindo
77. PT. Pumar Shrimp Beku 1988 7 600 4
78. CV. Rajawali Sakti Tuna Segar 1989 20 100 10 10
79. PT. Ramsin Raya Fish Segar 2001 2.5 70 20 0.5
Tuna Segar
80. Ratu Indah Miura Indonesia 1996 40 500 30 30
Tuna Beku
Shrimp Beku
81. PT. Red Ribbon Indonesia 7 150 5 5
Froglegs Beku

82. PT. Red Ribbon Indonesia Corporation Froglegs Beku 8 150 80 8

140
Kapasitas ( Ton )
No Nama Perusahaan Produk Mulai OPR Prod Pemasaran
Prod. CS KD
rata 2
83. PT. Rejeki Tuna Mandiri Fish Segar 2000 2 1.5
84. PT. S & D Food Indonesia Shrimp Frozen 2002 15 700 200 0.5
85. PT. Samudra Mandiri Selatan 1998 10 40 8 5
Fish Segar
86. Segarindo Mina Manunggal 1995 17 500 20 7
Fish Beku
87. CV. Sempurna Abadi Fish Segar 1997 0.5 0.3
88. PD. Sinar Abadi Salted Fish Dried
89. PT. Sumber Bahari Makmur Jelly Fish Dried 1978 6 350 80 6
90. Sumber Haslindo 1992 2 50 20 1.5
91. PT. Sumbindo Perintis Tuna Beku
Froglegs Beku
92. Timur Jaya Cold Strorage IV 1987 5 200 7.5 3
Shrimp Beku
93. PT. Tridaya Banawa Fish Beku 1998 20 200 10 10
94. PT. Tridaya Eramina Bahari Fish Beku 1994 5 300 10 2
PT. Tridaya Eramina Bahari Tuna Segar
95. 2003 7 200 10 5
(Unit II) Fish Beku
96. PT. Tri Dewi Persada Shrimp Beku 2002 4 100 100 4
97. PT. Tri Dewi Persada Breaded Shrimp Beku 5 100 40 1.9
PT. Tri Kusuma Graha
98. Shrimp Beku
(KM. Aru Pearl)
PT. Tri Kusuma Graha
99. Shrimp Beku 2000 25 0.3
(KM. Arafura Pearl)
PT. Tri Kusuma Graha
100 Shrimp Beku 2000 25 0.3
(KM. Banda Pearl)
PT. Tri Kusuma Graha
101 Shrimp Beku 1996 25 0.3
(KM. Napier Pearl)
PT. Tri Kusuma Graha
102 Shrimp Beku 2000 25 0.3
(KM. Seram Pearl)
PT. Tri Kusuma Graha
103 Shrimp Beku 1986 100 25 0.3
(KM. Khamsin-A)
PT. Tri Kusuma Graha
104 Shrimp Beku 1996 100 25 0.3
(KM. Evia Pearl)

141
Kapasitas ( Ton )
No Nama Perusahaan Produk Mulai OPR Prod Pemasaran
Prod. CS KD
rata 2
105 PT. Tri Sejati Tatafood tuna Kaleng 1998 10 50 7 10
Fish Segar
106 PT. Tuna Permata Rejeki 2003 2 80 40 1.5
Fish Beku
Shrimp Beku
107 PT. Unimina Samudra 2004 5 40 5 4
Fish Beku
108 PT. Usaha Perdana Sukses Fish Segar 2002 30 100 10 3
Fish Segar
109 CV. Utama Hasil Laut 1994 1.5 1.3
Shrimp Segar
110 PT. Victorindo Adi Perdana Tuna Segar
111 PT. Wira Aksara Fish Cracker Dried 1996 2.6 50 0.5
112 PT. Wirontono Baru Shrimp Beku 1976 15 200 20 3
113 PT. Yakin Kontrindo Laksana Fish Segar 1989 3 100 20 0.5

Keterangan : CS = Cold Storage


KD = Kamar Dingin (Cilling Room)
OPR = Operasional
Prod = Kapasitas Terpasang

142
Lampiran 6. Petunjuk Instalasi Model SPK Perikanan

Pertama sekali pastikan software SPK Perikanan sudah di copy ke computer.


Langkah berikutnya adalah:

1. Klik icon setup untuk mulai menginstall model SPK Perikanan

2. Kemudian muncul tampilan Welcome to the SPK Perikanan


installation program (seperti pada gambar di bawah). Klik OK.

3. Kemudian muncul tampilan seperti gambar berikut, klik gambar icon


pada tampilan tersebut.

Klik disini

143
4. Langkah berikutnya adalah munculnya gambar seperti berikut, tulis
Program Group dan Existing Groups yang diinginkan kemudian klik
Continue.

5. Apabila muncul tampilan Version Conflik, klik YES (seperti gambar


berikut)

6. Kemudian muncul gambar berikut. Klik OK.

144
7. Kemudian muncul gambar berikut, klik ignore.

8. Langkah terakhir akan muncul tampilan berikut, klik OK. Penginstalan


SPK Perikanan telah sukses dilakukan.

9. Kemudian pindahkan file-file pada Folder Data ke C:\Program


Files\SPK Perikanan. Model SPK Perikanan sudah siap untuk
dijalankan.

145
Lampiran 7. Identitas Pakar/Responden dalam Penelitian

CIREBON :
1. Adang Sumarna S.Pi : Kepala Balai Pengujian dan Pembinaan Mutu Hasil
Perikanan Cirebon.
Jln. Sutawinangun No. 2-Cirebon
2. Ir. Dedi Supriadi : Kepala Subdinas Perencanaan Dinas Perikanan
dan Kelautan Kabupaten Cirebon.
Komplek Pemda Sumber Jln Sinar Murya - Cirebon
3. Yohanes Dwi Haryanto: Plant Manager PT. AGS Kabupaten Cirebon.
Jln Raya Mundu - Cirebon
4. Toni Hambali S.Pi : Kepala Balai Pengembangan Pengolahan Ikan di
Cirebon.
Jln Sisingamangaraja No. 27 Cirebon.

PELABUHAN RATU-SUKABUMI :
1. DR. Bustami Mahyudin : Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara
PelabuhanRatu.
Jln. Siliwangi P.O Box 22 Pelabuhan Ratu
Sukabumi
2. Ir. Cecek : Kepala Subdinas Pengolahan dan Pemasaran,
Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Sukabumi.
Jln. Raya Cimaja-Pelabuhan Ratu Sukabumi
3. Ir. Abdul Kodir : Kepala Subdinas Perikanan Tangkap, Dinas
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi.
Jln. Raya Cimaja-Pelabuhan Ratu Sukabumi
4. Agus Suryadi S.Pi : Manager PT. AGB Pelabuhan-Ratu.
Komplek Pelabuhan Perikanan Nusantara
Pelabuhan Ratu, Jln. Siliwangi-Pelabuhan Ratu
Sukabumi.

146
CILACAP :
1. Ir. Sartono : Kepala LPPMHP Dinas Kelautan dan Perikanan
Jawa Tengah di Cilacap.
Jln. Dr.Rajiman No. 13 Cilacap
2. Ir. Agus Sumaryanto : Kepala Seksi Penangkapan Ikan pada Balai
Pengembangan Pengangkapan Ikan Cilacap.
Jln Veteran Cilacaps
3. Joko Rianto S.Pi : Kepala Seksi Pengolahan dan Pemasaran pada
Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap.
Komplek Pelabuhan Perikanan Samodra Cilacap
Jln Lingkar Timur-Cilacap.
4. Dra. Anggia Rosmila : Kepala Quality Control pada PT. Toxindo Prima.
Komplek Pelabuhan Perikanan Samodra Cilacap
Jln Lingkar Timur-Cilacap.

DKI-Jakarta :
1. H Dayat Suntoro S.Pi : Direktur Utama PT.Tridaya Eramina Bahari.
Jln Muara Baru Ujung Blok K No. 3 Penjaringan
Jakarta Utara
2. Lucky A. Nugraha S.Pi : Quality Control Officer pada PT. Manggalindo
Komplek Pelabuhan Perikanan Samudra
Jakarta, Jln Muara baru Penjaringan Jakarta Utara
3. Yudi Winarsono Basuki S.Pi : Direktur PT. Sakana Makmur Abadi.
Kawasan Pelabuhan Perikanan Samudra
Jakarta, Jln Muara baru-Penjaringan Jakarta Utara
4. Mudasir S.Pi : Kepala Seksi Pengolahan pada Balai
Laboratorium Dinas Kelautan, Perikanan dan
Peternakan DKI-Jakarta.
Jln. Pluit Murni No. 1 Penjaringan-Jakarta Utara

147
Lampiran 8. Identifikasi Jenis Ikan yang Tidak Diserap Industri Besar/Modern

Nama lokal Nama ilmiah Nama inggris


No (Local name) (Scientific name) (English name)
1 alu-alu Sphyraena barracuda Great barracuda
2 belanak Mugil cephalus Mangrove mullets
3 beloso Saurida tumbil Greater lizardfish
4 cendro Tylosurus spp Needle fish
5 cucut botol Squalus spp Dogfish shark
6 etemen/koyo Mene maculata Razor trevally, moonfish
7 gebel Platax pinnatus Batfish
8 golok-golok Chirosentrus dorab Dorab wolf heling
9 gulamah/samge Nibea albiflora Croaker
10 ikan Lidah Cynoglossus spp MTgue soles
11 ikan Setan/gindara Lepidocybium flavobrunneum Escolar
12 jangilus/pedang-pedang Xiphias gladius Swordfish
13 japuh Dussumieria acuta Rainbow sardine
14 julung-julung Hermirhamphus spp Garfish and Halfbeaks
15 kapasan Acanthopagus berda Pikey Bream
16 kembung Rastrelliger brachysoma Short-bodied Mackerel
17 kurau/senangin Eleutheronema tetradactylum Four finger treadfin
18 kuwe/putihan Caranx spp Jack trevallies
19 layaran Tetrapturus audex Indo-pacifik blue marlin
20 lemadang Coryphaena hyppurus Common Dolfinfish
21 lencam Lethrinus lentjam Emperor
22 manyung Netuma thalassina Giant catfish
23 nomei Harpadon nehereus Bombay duck
24 pari burung Myliobatus spp Eaglerays
25 peperek Leiognatus splendens Black tipped ponyfish
26 petek Leiognathus equulus Common ponyfish
27 rebon Mysis and acetes Terasi Prawn
28 selar Selaroides spp Trevallies
29 sunglir Elagatis bipinnulatus Rainbow runner
30 tembang Sardinella fimbriata Fringescale sardinella
31 terisi Nemipterus nematophorus Threadfin bream
32 tetengkek Megalaspis cordyla Torpedo scad
33 tigawaja Johnius dussumieri Bearded croaker
34 tongkol komo Euthynnus affinis Kawa-kawa
35 udang api-api Metapenaeus lysianassa Metapenaeus shrimp

148
( Lampiran 8, lanjutan)

gulama/samge julung-julung alu-alu


Croaker Garfish and Halfbeaks Great barracuda

ikan lidah tigawaja sunglir


MTgue soles Bearded croaker Rainbow runner

lemadang peperek japuh


Common Dolfinfish Black tipped ponyfish Rainbow sardine

nomei pari burung cendro


Bombay duck Eaglerays Needle fish

rebon tembang udang api-api


Terasi Prawn Fringescale sardinella Metapenaeus shrimp

149
(Lampiran 8, lanjutan)

kembung tetengkek selar


Short-bodied Mackerel Torpedo scad Trevallies

tongkol komo belanak beloso


Kawa-kawa Mangrove mullets Greater lizardfish

cucut terisi jangilus/pedang-pedang


Dogfish shark Threadfin Bream Swordfish

kurau/senangin kuwe/putihan layaran


Four finger treadfin Jack trevallies Sailfish

llll
lencam manyung golok-golok
Emperor Marine catfish Wolf herring

150
Lampiran 9. SNI Produk Surimi Beku

STANDAR NASIONAL INDONESIA

SURIMI BEKU

Dewan Standarisasi Nasional-DSN

151
Lampiran 10. Ujicoba Pengolahan Surimi dan Bakso Ikan Gindara.

1. Persiapan

Ikan disiangi dengan cara membuang kepala dan isi perut kemudian dicuci,
tampung pada air dingin 2 - 5C.

2. Pengambilan daging

Daging diambil dengan cara pemfilletan secara manual.

3. Pelumatan daging

Pelumatan/penggilingan daging dilakukan dengan mesin sillent cutter.

4. Leaching.

Lumatan daging ikan selanjutnya direndam pada air garam 0,2% selama 15
menit dan diteruskan dengan melakukan penyaringan dengan kain kasa.
Proses leaching ini dilakukan hingga 4 kali ulangan.

5. Pengepresan

Setelah proses leaching selesai dilakukan pengepresan untuk


menghilangkan sisa air dengan menggunakan alat hidrolik.

6. Pencampuran

Daging dicampur dengan penambahan gula 3% dan poliphospat 0,2%.


Pencampuran dilakukan dengan alat silent cutter.

7. Pembuatan bakso ikan

7.1. Penggilingan (grinding)

Bahan baku berupa minced fish tersebut digiling dengan grinder dengan
tujuan memecahkan serabut otot.

7.2. Penambahan garam dan bumbu

Penambahan garam selain dimaksudkan untuk meningkatkan ekstraksi


protein larut garam, bersama bumbu-bumbu yang lainnya untuk
memberikan cita rasa, selanjutnya ditambahkan tepung terigu 4%.

7.3. Pencetakan dan pemanasan

Adonan dicetak secara manual, kemudian setting pada suhu 40C


selama 20 menit, dilanjutkan pemanasan pada suhu 90C selama 20
menit.
160
Lampiran 11
Rekapitulasi Hasil Uji Coba Pengolahan Surimi dari Beberapa
Jenis Ikan

Mutu Kimiawi
Kekuatan Gel
Nomor Jenis Ikan Rendamen Abu Total Lemak Protein Protein
Air (Gel strength)
SNI Hasil SNI Hasil SNI Hasil larut garam
1 Ikan Gindara /
Ikan Setan 47,06% 1% b/b 0,64% 0,5% b/b 12,46% 15% b/b 13,14% 73,65 % 1,45 % 169,59 gr.cm

2 Ikan Cucut 44,30% 1% b/b 0,73% 0,5% b/b 1,14% 15% b/b 16,59% 81,35 % 1,33 % 234,4 gr.cm

3 Ikan Pari 33,07% 1% b/b 0,80% 0,5% b/b 0,95% 15% b/b 16,13% 81,23 % 2,01 % 254,43 gr.cm

4 Ikan Campuran 28% 1% b/b 1,08% 0,5% b/b 1,10% 15% b/b 15,66% 81,24 % 1,09 % 222,34 gr.cm
a. Ikan Pisang-
Pisang
b. Ikan Kurisi
c. Ikan Kuniran

161

También podría gustarte