Está en la página 1de 56

Skenario Kasus

LUKA LAMA

Seorang pria berusia 60 tahun datang ke klinik penyakit dalam dengan keluhan
luka di kaki kanan yang tidak sembuh sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya luka
tersebut disebabkan karena tertusuk duri saja dan sudah diobati oleh mantri
kesehatan di kampung. Satu minggu kemudian luka bertambah luas, kemudian
dibawa kembali berobat ke mantri dan disarankan berobat ke dokter umum.
Kemudian saat berobat ke dokter umum didapatkan keluhan banyak makan,
minum, dan kencing serta penurunan berat badan. Setelah dilakukan pemeriksaan
fisik laboratorium darah meliputi gula darah sewaktu dan puasa maka dokter
merujuk pasien ke rumah sakit.
Karena pasien menolak untuk dirujuk ke rumah sakit, maka dokter memberikan
obat minum dan membersihkan luka serta memberikan edukasi kepada pasien
serta pengaturan pola makan, aktivitas fisik, perawatan luka dan mengenali tanda
bahaya hiperglikemia dan hipoglikemia.

Step 1

Tidak ditemukan kata-kata sulit.

Step 2

1. Etiologi Diabetes Melitus


2. Klasifikasi dari diabetes Melitus
3. Penentuan diagnosis dan gejala klinis Diabetes Melitus
4. Hubungan hipoglikemia dan hiperglikemia pada Diabetes Melitus
5. Hubungan luka di kaki yang tak kunjung sembuh dengan gula darah yang
meningkat serta komplikasi diabetes melitus
6. Penatalaksanaan baik secara famakologis dan nonfarmakologis untuk orang
penderita Diabetes Melitus
7. Pencegahan Diabetes mellitus

Step 3

1. Etiologi Diabetes Melitus


- Disebabkan oleh destruksi sel pulau Langerhans akibat proses autoimun

1|Page
- Disebabkan oleh kegagalan relatif sel dan resistensi insulin

2. Klasifikasi Diabetes Melitus


Diabetes melitus terdiri dari:
a. DM tipe 1
b. DM tipe 2
c. DM tipe lain
d. Diabetes Kehamilan

3. Penentuan diagnosis dan gejala klinis Diabetes Melitus


Berdasarkan PERKENI membagi alur diagnosis Diabetes Melitue menjadi dua
bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM
terdiri dari poliuria, polifagia, polidipsia, dan berat badan menurun tanpa
sebab yang jelas, sedangkan gejala yang tidak khas DM diantaranya lemas,
kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, difungsi ereksi ( pria )
dan pruritus vulva ( wanita ).

4. Hubungan hipoglikemia dan hiperglikemia pada pasien Diabetes Melitus


Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia, dan
glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton
(asetoasetat, hidroksibutirat, aseton). Peningkatan produksi keton
meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glikosuria dan
ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan
mengalami syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak,
pasien mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA
(Diabetik Ketoasidosis) saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga
kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan
DKA dapat dilakukan sedini mungkin.

5. Hubungan luka di kaki yang tak kunjung sembuh dengan gula darah yang
meningkat serta komplikasi diabetes melitus
Komplikasi
Komplikasi DM dapat muncul secara akut dan kronik.
a. Komplikasi Akut
Reaksi Hipoglikemia
Koma diabetik
b. Komplikasi Kronis

2|Page
Menurut Pranadji (2000), komplikasi kronis meliputi:
Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi pada pembuluh
darah kecil, diantaranya:
- Retinopati diabetika,
- Nefropati diabetika,
- Neuropati diabetika
Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai
pembuluh darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan
atherosklerosis. Akibat atherosklerosis antara lain timbul penyakit
jantung koroner, hipertensi, stroke, dan gangren pada kaki.

Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melitus melibatkan


pembuluh-pembuluh kecil, sedang, dan besar (makroangiopati-
mikroangiopati) dipandang dari sudut histokimia, lesi-lesi ini ditandai dengan
peningkatan enimbunan glikoprotein. Selain itu, karena senyawa kimia dari
membran dasardapat berasal dari glukosa, maka hiperglikemia menyebabkan
kecepatan pembentuka sel-sel embran dasar sehingga terjadilan penebalan
membran basal dan endotel sehingga aliran pembuluh darah semakin
menyempit yang mengakibatkan pasokan oksigen ke jaringan yg mengalami
jejas atau kerusakan menjadi terhambat maka dari itulah luka di kaki si pasien
atau pun luka-luka pada orang yang terkena penyakit dibetes melitus menjadi
sulit untuk sembuh.

6. Penatalaksanaan baik secara famakologis dan nonfarmakologis untuk orang


penderita Diabetes Melitus
Penatalaksanaan
Pengobatan DM menurut Perkeni (1998) dikenal dengan empat pilar utama
pengelolaan DM, yang meliputi:
Penyuluhan
Perencanaan makan

Tujuan diet Menurut Pranadji (2000), tujuan diet DM adalah membantu


diabetesi atau penderita diabetes memperbaiki kebiasaan gizi dan olah raga
untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik, serta beberapa
tujuan khusus yaitu:
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita

3|Page
b. Memberikan jumlah energi yang cukup untuk memelihara berat
badan ideal atau normal.
c. Memberikan sejumlah zat gizi yang cukup untuk memelihara
tingkat kesehatan yang optimal dan aktivitas normal.
d. Menormalkan pertumbuhan anak yang menderita DM.
e. Mempertahankan kadar gula darah sekitar normal.
f. Menekan atau menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
g. Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita,
misalnya sedang hamil, mempunyai penyakit hati, atau tuber
kolosis paru.
h. Menarik dan mudah diterima penderita.
Prinsip Diet
Prinsip pemberian makanan bagi penderita DM adalah mengurangi dan
mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi
mekanisme pengaturan gula darah. (Pranadji, 2000).

Syarat Diet
Menurut Pranadji (2000), syarat diet DM antara lain:
a. Jumlah energi ditentukan menurut umur, jenis kelamin, berat badan
dan tinggi badan, aktivitas, suhu tubuh dan kelainan metabolik.
Untuk kepentingan klinik praktis, kebutuhan energi dihitung
berdasarkan status gizi penderita, dengan rumus Broca, yaitu :
BB idaman = (TB 100) 10%
Status gizi : Berat badan kurang = 120% BB idaman
Jumlah energi yang dibutuhkan =
Laki-laki: BBI x (30 kkal/kg BB) + Aktivitas (10-30%) + koreksi
status gizi
Perempuan: BBI x (25 kkal/kg BB) + Aktivitas (10-30%) +koreksi
status gizi
b. Koreksi status : gemuk dikurangi, kurus ditambah (Perkeni, 1998).
Hidrat arang diberikan 60-70% dari total energi, disesuaikan dengan
kesanggupan tubuh untuk menggunakannya.
c. Makanan cukup protein dianjurkan 12% dari total energi.
d. Cukup vitamin dan mineral.
e. Pemberian makanan disesuaikan dengan macam obat yang diberikan
(Persagi, 1999).
f. Lemak dianjurkan 2025% dari total energi.
g. Asupan kolesterol hendaknya dibatasi, tidak lebih dari 300/mg perhari.
h. Mengkonsumsi makanan yang berserat,anjuranya adalah kira-kira
25g/hari dengan mengutamakan serat larut.

4|Page
Makanan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan
Semua bahan makanan boleh diberikan dalam jumlah yang telah
ditentukan kecuali gula murni seperti terdapat pada: gula pasir, gula jawa,
gula batu, sirop, jam, jelly, buah-buahan yang diawet dengan gula, susu
kental manis, minuman botol ringan, es krim, kue-kue manis, dodol, cake,
tarcis, abon, dendeng, sarden dan semua produk makanan yang diolah
dengan gula murni.

Macam diet
Menurut Persagi (1999), pedoman diet bagi penderita DM dapat dilihat
seperti dalam:
MACAM DIET UNTUK PENDERITA DM
Macam Diet I II III IV V VI VII VIII
Energi (kal) 1100 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500
Prtein (gr) 50 55 60 65 70 80 85 90
Lemak (gr) 30 35 40 45 50 55 65 65
Hidrataran (gr) 160 195 225 260 300 325 350 390
Sumber : Persagi, 1999
Diet I s/d III: diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diet IV s/d V: diberikan kepada penderita yang mempunyai berat badan
normal
Diet VI s/d VIII: diberikan kepada penderita yang kurus, diabetes remaja
atau juvenille diabetes serta diabetes dengan komplikasi.

Standar diet
Untuk perencanaan pola makan sehari, pasien diberi petunjuk berupa
kebutuhan bahan makanan setiap kali makan dalam sehari dalam bentuk
penukar. Makanan sehari-hari pasien dapat disusun berdasarkan pola
makan pasien dan daftar bahan makanan penukar (Sukardji, 2002).

Daftar Bahan Makanan Penukar


DBMP adalah suatu daftar yang memuat nama bahan makanan dengan
ukuran tertentu dan dikelompokan berdasarkan kandungan energi, protein,
lemak dan hidrat arang. Setiap kelompok bahan makanan dianggap
mempunyai nilai gizi yang kurang lebih sama (Sukardji, 2002).

5|Page
Pedoman diet
Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari, hendaknya pasien
mengikuti pedoman 3J yaitu tepat jumlah, jadwal dan jenis, artinya J1:
energi yang diberikan harus habis, J2: Jadwal diet harus diikuti sesuai
dengan interval yaitu 3jam, J3: Jenis makanan yang manis harus dihindari,
termasuk pantang buah golongan A(Tjokroprawiro, 1998).
Latihan Jasmani
Latihan jasmani dianjurkan secara teratur yaitu 3-4 kali dalam seminggu
selama kurang lebih 30 menit yang sifatnya CRIPE (Continuous,
rhytmical, interval, progresife, endurance training) (Perkeni, 1998).
Menurut Haznam (1991) olahraga dianjurkan karena bertambahnya
kegiatan fisik menambah reseptor insulin dalam sel target. Dengan
demikian insulin dalam tubuh bekerja lebih efektif, sehingga lebih sedikit
obat anti diabetik (OAD) diperlukan, baik yang berupa insulin maupun
OHO (Obat Hipoglikemik Oral).
Pada prinsipnya, pengendalian DM melalui obat ada 2 yaitu :
a. Obat Anti Diabetes (OAD) atau Obat Hipoglikemik Oral (OHO) yang
berfungsi untuk merangsang kerja pankreas untuk mensekresi insulin.
b. Suntikan insulin. Pasien yang mendapat pengobatan insulin waktu
makanannya harus teratur dan disesuaikan dengan waktu pemberian
insulinnya. Makan selingan diberikan untuk mencegah hipoglikemia
(Perkeni, 1998).

Step 4

1. Etiologi Diabetes Melitus


Insulin Dependent Diabetes Mlitus ( IDDM ) atau Diabetes Melitus tergantung
Insulin ( DMTI ) disebabkan oleh destruksi sel pulau Langerhans akibat
proses autoimun, sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melius
( NIDDM ) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin ( DMTTI )
disebabkan oleh kegagalan relatif sel dan resistensi insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jarigan

6|Page
perifer untuk menghambat produksi glukosa oleh. Sel tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi resistensi
insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa bersama bahan peangsang sekresi insulin lain. Berarti sel
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

2. Klasifikai Diabetes Melitus


Diabetes Melitus dapat digolongkan mejadi beberapa tipe yakni,
a. DM tipe 1
( destruksi sel , umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut )
- Melalui proses imunologik
- Idiopatik
b. DM tipe 2
( Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai resitensi
insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin )
c. Diabetes Melitus tipe lain
Defek genetik fungsi sel beta
- Kromosom 12, HNF ( dahulu MODY 3 )
- Kromosom 7, glukosinase ( dahulu MODY 2 )
- Kromosom 20, HNF ( dahulu MODY 1 )
- Kromosom 13, insulin promoter factor ( IPF dulu MODY 4 )
- Kromosom 17, HNF - 1 ( dahulu MODY 5 )
- Kromosom 2, Neuro D1 ( dahulu MODY 6 ) DNA mitokondria
- Lainnya
Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, I eprechaunism,
sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya
Penyakit Eksokrin Pankreas : pankreatitis, trauma / pankreatektomi,
neoplsma, fibrosis kistik, hemakromatosis, pankreatopati fibro
kalkulus, lainnya.
Endokrinopati : akromegali, sindrom caushing, feokromositoma,
hipertiroidisme somatostasinoma, aldosterenoma, lainnya.
Karena obat / Zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat,
glukortikoid, hormon thyroid, diasoxzid aldosteronoma, lainnya
Infeksi : Rubela congenital, CMV, lainnya.
Imunologi ( jarang ) : sindrm Stiffman, antibodi antireseptor insulin
lainnya
Sindroma genetik lainnya : Sindrom Down, Sindrom Klinefelter,
Sindrom Turner, Sindrom wolframs, ataksia Friedreichs chorea
Huntington, sindrom Laurence oon Biedl distrofi miotonik, porfiria,
sindrom Prader Willi, lainnya.

7|Page
d. Gestasional Diabetes Melitus ( Diabetes Melitus Kehamilan )

3. Penentuan diagnosis dan gejala klinis Diabetes Melitus


Berdasarkan PERKENI membagi alur diagnosis Diabetes Melitue menjadi dua
bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM
terdiri dari poliuria, polifagia, polidipsia, dan berat badan menurun tanpa
sebab yang jelas, sedangkan gejala yang tidak khas DM diantaranya lemas,
kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, difungsi ereksi ( pria )
dan pruritus vulva ( wanita ). Apabila ditemukan gejala khas Diabetes
Melitus, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis, namun apabilatidak ditemukan gejala khas DM,
maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.
Adapun cara pemeriksaan TTGO ( Test Tradisional Glukosa Oral ) adalah;
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak
3. Pasien puasa semalam selama 10 12 jam
4. Periksa glukosa darah
5. Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam
waktu 5 menit
6. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3


yaitu :
140 mg/dl normal
140 - <200 mg/dl toleransi glukosa terganggu
200 mg/dl diabetes
WHO ( 1985 ) menganjurkan pemeriksaan standar seperti ini, tetapi kita hanya
memakai pemeriksaan glukosa darah 2 jam saja.
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil peeriksaan glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl atau glukosa darah puasa 126mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Bila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan,
pemeriksaan TTGO diperlukan untuk memastikan diagnosis DM. Untuk
diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah
2 jam setelah beban glukosa. Sekurang kurangnya diperlukan kadar glukosa
darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau
TTGO yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas

8|Page
hiperglikemia dan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoacidosis, berat
badan yang menurun semakin cepat, dll

Peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan hilangnya glukosa


dalam urin. Kadar glukosa yang tinggi menyebabkan lebih banyak glukosa
yang masuk ke dalam ginjal untuk difiltrasi melebihi jumlah yang dapat di
reabsorbsi, dan kelebihan glukosa akan dikeluarkan dalam urin. Hal ini secara
normal dapat timbul bila kadar glukosa darah meningkat di atas 180 mg/ dl,
yaitu suatu kadar yang disebut nilai ambang batas darah untuk timbulnya
glukosa dalam urin. Bila kadar glukosa darah meningkat menjadi 300 sampai
500 mg/dl kadaryang umumnya dijumpai pada pasien diabetes yang berat
yang tidak diobati 100 gram atau lebih glukosa akan dilepaskan ke dalam
urin.keadaan ini dinamakan keadaan poliuri dimana pasien mengkompensasi
nilai osmolaritas glukosa dengan peningkatan kadar air atau H2O dalam tubuus
ginjal

Peningkatan kadar glukosa darah menyebabkan dehidrasi. Tingginya


kadar glukosa darah ( kadang kadang mencapai 8 sampai 10 kali normal
pada pasien diabetes yang parah ) dapat menyebabkan dehidrasi berat pada sel
di seluruh tubuh. Hal ini terjadi sebagian karena glukosa tidak dapat dengan
mudah berdifusi melewati pori pori membran sel,dan naiknya tekanan
osmotik dalam cairan ekstrasel menyebabkan timbulnya perpindahan air
secara osmosis keluar dari sel. Hal ini menyebabkan rangsangan pada
osmoreseptor pada hipotalamus ntuk merangsang refleks haus, sehingga
terjadilah efek dehidrasi dan pasien menjadi merasa sering haus ( polidipsi )
Selain efek dehidrasi sel langsung akibat glukosa yang berlebihan keluarnya
glukosa ke dalam urin akan menimbulkan keadaan diuresis osmotik. Diuresis
osmotik adalah efek osmotik dari glukosa dalam tubuus ginjal yang sangat
mrngurangi reabsorbsi cairan tubulus. Efek keseluruhannya adalah kehilangan
cairan yang sangat besar dalam urin, sehingga menyebabkan dehidrasi cairan
ekstrasel., yang selanjutnya menimbulkan dehidrasi kompensatorik cairan
intrasel dengan alasan yang telah dibicarakan.
Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka
akan timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik

9|Page
yang meningkatkan pengeluaran urine ( poliuria ) dan timbul rasa haus dan
timbul rasa haus ( polidipsi ). Karena glukosa hilang bersama urin, maka
pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang.
Rasa lapar yang semakin besar ( polifagia ) mungkin akan timbul sebagai
akibat kehilangan kalori . Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.

4. Hubungan hipoglikemia dan hiperglikemia pada pasien Diabetes Melitus


5. Hubungan luka di kaki yang tak kunjung sembuh dengan gula darah yang
meningkat serta komplikasi diabetes melitus
Komplikasi
Komplikasi DM dapat muncul secara akut dan kronik.
Komplikasi Akut
a. Reaksi Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh
kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat
dingin, pusing. Jika keadaan ini tidak segera diobati, penderita dapat
menjadi koma. Karena koma pada penderita disebabkan oleh
kekurangan glukosa di dalam darah,maka koma disebut Koma
Hipoglikemik.
b. Koma diabetik
Koma diabetik timbul karena kadar glukosa di dalam darah terlalu
tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dL. Gejala yang sering timbul
adalah: nafsu makan menurun, haus, minum banyak, kencing banyak,
disusul rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat dan dalam
serta berbau aseton, dan sering disertai panas badan karena biasanya
terdapat infeksi (Tjokroprawiro, 1998).

Komplikasi Kronis
Menurut Pranadji (2000), komplikasi kronis meliputi:
a. Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi pada pembuluh darah
kecil, diantaranya:
Retinopati diabetika, yaitu kerusakan mata seperti katarak dan
glukoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata. Bentuk
kerusakan yang paling sering terjadi adalah bentuk retinopati yang
dapat menyebabkan kebutaan.

10 | P a g e
Nefropati diabetika, yaitu gangguan ginjal yang diakibatkan karena
penderita menderita diabetes dalam waktu yang cukup lama.
Neuropati diabetika yaitu gangguan sistem syaraf pada penderita
DM. Indera perasa pada kaki dan tangan berkurang disertai dengan
kesemutan, perasaan baal atau tebal serta perasaan seperti terbakar.
b. Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai
pembuluh darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan
atherosklerosis. Akibat atherosklerosis antara lain timbul penyakit
jantung koroner, hipertensi, stroke, dan gangren pada kaki.

Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melitus melibatkan


pembuluh pembuluh kecil, sedang, dan besar ( makroangiopati
mikroangiopati ) dipandang dari sudut histokimia,lesi lesi ini ditandai
dengan peningkatan enimbunan glikoprotein. Selain itu, karena senyawa kimia
dari membran dasardapat berasal dari glukosa, maka hiperglikemia
menyebabkan kecepatan pembentuka sel sel embran dasar sehingga
terjadilan penebalan membran basal dan endotel sehingga aliran pembuluh
darah semakin menyempit yang mengakibatkan pasokan oksigen ke jaringan
yg mengalami jejas atau kerusakan menjadi terhambat maka dari itulah luka di
kaki si pasien atau pun luka luka pada orang yang terkena penyakit dibetes
melitus menjadi sulit untuk sembuh.

6. Penatalaksanaan baik secara famakologis dan nonfarmakologis untuk orang


penderita Diabetes Melitus
Penatalaksanaan
Pengobatan DM menurut Perkeni (1998) dikenal dengan empat pilar utama
pengelolaan DM, yang meliputi :
Penyuluhan
Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes, yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman
pasien tentang penyakit DM, yang diperlukan untuk mencapai keadaan
sehat yang optimal (Perkeni,1998). Sukardji (2002) mengatakan bahwa
penyuluhan sangat diperlukan agar pasien mematuhi diet.

11 | P a g e
Perencanaan makan
a. Tujuan diet Menurut Pranadji (2000), tujuan diet DM adalah
membantu diabetesi atau penderita diabetes memperbaiki kebiasaan
gizi dan olah raga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih
baik, serta beberapa tujuan khusus yaitu:
- Memperbaiki kesehatan umum penderita
- Memberikan jumlah energi yang cukup untuk memelihara berat
badan ideal atau normal.
- Memberikan sejumlah zat gizi yang cukup untuk memelihara
tingkat kesehatan yang optimal dan aktivitas normal.
- Menormalkan pertumbuhan anak yang menderita DM.
- Mempertahankan kadar gula darah sekitar normal.
- Menekan atau menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
- Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita,
misalnya sedang hamil, mempunyai penyakit hati, atau tuber
kolosis paru.
- Menarik dan mudah diterima penderita.

b. Prinsip Diet
Prinsip pemberian makanan bagi penderita DM adalah mengurangi dan
mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi
mekanisme pengaturan gula darah. (Pranadji, 2000).

c. Syarat Diet
Menurut Pranadji (2000), syarat diet DM antara lain:
- Jumlah energi ditentukan menurut umur, jenis kelamin, berat badan
dan tinggi badan, aktivitas, suhu tubuh dan kelainan metabolik.
Untuk kepentingan klinik praktis, kebutuhan energi dihitung
berdasarkan status gizi penderita, dengan rumus Broca, yaitu :
BB idaman = (TB 100) 10%
Status gizi : Berat badan kurang = 120% BB idaman
Jumlah energi yang dibutuhkan =
Laki-laki: BBI x (30 kkal/kg BB) + Aktivitas (10-30%) + koreksi
status gizi
Perempuan: BBI x (25 kkal/kg BB) + Aktivitas (10-30%) +koreksi
status gizi
Koreksi status : gemuk dikurangi, kurus ditambah (Perkeni, 1998)
- Hidrat arang diberikan 60-70% dari total energi, disesuaikan
dengan kesanggupan tubuh untuk menggunakannya.
- Makanan cukup protein dianjurkan 12% dari total energi.

12 | P a g e
- Cukup vitamin dan mineral.
- Pemberian makanan disesuaikan dengan macam obat yang
diberikan (Persagi, 1999).
- Lemak dianjurkan 2025% dari total energi.
- Asupan kolesterol hendaknya dibatasi, tidak lebih dari 300/mg
perhari.
- Mengkonsumsi makanan yang berserat,anjuranya adalah kira-kira
25g/hari dengan mengutamakan serat larut.

d. Makanan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan


Semua bahan makanan boleh diberikan dalam jumlah yang telah
ditentukan kecuali gula murni seperti terdapat pada: gula pasir, gula
jawa, gula batu, sirop, jam, jelly, buah-buahan yang diawet dengan
gula, susu kental manis, minuman botol ringan, es krim, kue-kue
manis, dodol, cake, tarcis, abon, dendeng, sarden dan semua produk
makanan yang diolah dengan gula murni.

e. Macam diet
Menurut Persagi (1999), pedoman diet bagi penderita DM dapat dilihat
seperti dalam:

MACAM DIET UNTUK PENDERITA DM


Macam Diet I II III IV V VI VII VIII
Energi (kal) 1100 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500
Prtein (gr) 50 55 60 65 70 80 85 90
Lemak (gr) 30 35 40 45 50 55 65 65
Hidrataran (gr) 160 195 225 260 300 325 350 390
Sumber : Persagi, 1999
Diet I s/d III: diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diet IV s/d V: diberikan kepada penderita yang mempunyai berat badan
normal
Diet VI s/d VIII: diberikan kepada penderita yang kurus, diabetes remaja
atau juvenille diabetes serta diabetes dengan komplikasi.

f. Standar diet
Untuk perencanaan pola makan sehari, pasien diberi petunjuk berupa
kebutuhan bahan makanan setiap kali makan dalam sehari dalam
bentuk penukar. Makanan sehari-hari pasien dapat disusun berdasarkan

13 | P a g e
pola makan pasien dan daftar bahan makanan penukar (Sukardji,
2002).

g. Daftar Bahan Makanan Penukar


DBMP adalah suatu daftar yang memuat nama bahan makanan dengan
ukuran tertentu dan dikelompokan berdasarkan kandungan energi,
protein, lemak dan hidrat arang. Setiap kelompok bahan makanan
dianggap mempunyai nilai gizi yang kurang lebih sama (Sukardji,
2002).

h. Pedoman diet
Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari, hendaknya pasien
mengikuti pedoman 3J yaitu tepat jumlah, jadwal dan jenis, artinya
J1: energi yang diberikan harus habis, J2: Jadwal diet harus diikuti
sesuai dengan interval yaitu 3jam, J3: Jenis makanan yang manis harus
dihindari, termasuk pantang buah golongan A(Tjokroprawiro, 1998).

Latihan Jasmani
Latihan jasmani dianjurkan secara teratur yaitu 3-4 kali dalam seminggu
selama kurang lebih 30 menit yang sifatnya CRIPE (Continuous,
rhytmical, interval, progresife, endurance training) (Perkeni, 1998).
Menurut Haznam (1991) olahraga dianjurkan karena bertambahnya
kegiatan fisik menambah reseptor insulin dalam sel target. Dengan
demikian insulin dalam tubuh bekerja lebih efektif, sehingga lebih sedikit
obat anti diabetik (OAD) diperlukan, baik yang berupa insulin maupun
OHO (Obat Hipoglikemik Oral).

Pada prinsipnya, pengendalian DM melalui obat ada 2 yaitu :


Obat Anti Diabetes (OAD) atau Obat Hipoglikemik Oral (OHO) yang
berfungsi untuk merangsang kerja pankreas untuk mensekresi insulin.
Suntikan insulin. Pasien yang mendapat pengobatan insulin waktu
makanannya harus teratur dan disesuaikan dengan waktu pemberian
insulinnya. Makan selingan diberikan untuk mencegah hipoglikemia
(Perkeni, 1998).

Step 5

14 | P a g e
1. Proses Metabolisme glukosa dalam darah
2. Mekanisme dan sistem kerja metabolik hormon Insulin
3. Patofisiologi Diabetes Melitus
4. Hubungan hiperglikemia dan hipoglikemia yang terkait dengan diabetes
Melitus serta penatalaksanaannya
5. Pengobatan dan penatalaksanaan diabetes melitus secra farmakologis dan
nonfarmakologis
6. Pencegahan Diabetes Melitus

Step 6

Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.


Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Graff, Van deer. 2001. Human Anatomy. Mc Grw Hill
K. Murray, Robert, dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta : EGC
L. Moore, Keith. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates Putz,
Price A, Sylvia. 1992. Patofisiologi Volume 2. Jakarta : EGC
Reinhard. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Jilid 1. Edisi 22. Jakarta : EGC
Junqueira, Luiz Carlos. 2007. Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta : EGC
Mycek, Mary J, dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta : Widya
Medika.
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC.
Robbins, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jilid 2. Jakarta : EGC
Sugondo, Sidartawan.dkk. 2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta :
FK UI
Koolman, Jan. Color atlas of biochemistry, 2nd ed. Thieme

15 | P a g e
Step 7

1. Proses Metabolisme glukosa dalam darah

16 | P a g e
Fungsi primer dari karbohidrat adalah sebagai cadangan energi jangka pendek
(gula merupakan sumber energi). Fungsi sekunder dari karbohidrat adalah
sebagai cadangan energi jangka menengah (pati untuk tumbuhan dan glikogen
untuk hewan dan manusia). Fungsi lainnya adalah sebagai komponen
struktural sel.

Di dalam tubuh manusia glukosa yang telahdiserap oleh usus halus kemudian
akan terdistribusi ke dalamsemua sel tubuh melalui aliran darah. Di dalam
tubuh,glukosa tidak hanya dapat tersimpan dalam bentuk glikogendi dalam
otot & hati namun juga dapat tersimpan pada plasmadarah dalam bentuk
glukosa darah (blood glucose). Di dalam tubuh selain akan berperan sebagai
bahan bakarbagi proses metabolisme, glukosa juga akan berperan sebagai
sumber energi utama bagi kerja otak. Melaluiproses oksidasi yang terjadi di
dalam sel-sel tubuh, glukosa kemudian akan digunakan untuk
mensintesismolekul ATP (adenosine triphosphate) yang merupakan molukel
molekul dasar penghasil energi di dalamtubuh. Dalam konsumsi keseharian,
glukosa akan menyediakan hampir 5075% dari total kebutuhan energitubuh.

Untuk dapat menghasilkan energi, proses metabolisme glukosa akan


berlangsung melalui 2mekanisme utama yaitu melalui proses anaerobik dan
proses aerobik. Secara ringkas, jalur-jalur metabolisme karbohidrat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Glukosa sebagai bahan bakar utama akan mengalami glikolisis (dipecah)
menjadi 2 piruvat jika tersedia oksigen. Dalam tahap ini dihasilkan energi
berupa ATP.
2. Selanjutnya masing-masing piruvat dioksidasi menjadi asetil KoA. Dalam
tahap ini tidak dihasilkan ATP, namun terdapat hasil NADH yang pada
proses yang akan dijelaskan berikutnya akan dikonversi menjadi ATP.
3. Asetil KoA akan masuk ke jalur persimpangan yaitu siklus asam sitrat.
Dalam tahap ini dihasilkan energi berupa ATP.
4. Jika sumber glukosa berlebihan, melebihi kebutuhan energi kita maka
glukosa tidak dipecah, melainkan akan dirangkai menjadi polimer glukosa
(disebut glikogen). Glikogen ini disimpan di hati dan otot sebagai
cadangan energi jangka pendek. Jika kapasitas penyimpanan glikogen

17 | P a g e
sudah penuh, maka karbohidrat harus dikonversi menjadi jaringan lipid
sebagai cadangan energi jangka panjang.
5. Jika terjadi kekurangan glukosa dari diet sebagai sumber energi, maka
glikogen dipecah menjadi glukosa. Selanjutnya glukosa mengalami
glikolisis, diikuti dengan oksidasi piruvat sampai dengan siklus asam
sitrat.
6. Jika glukosa dari diet tak tersedia dan cadangan glikogenpun juga habis,
maka sumber energi non karbohidrat yaitu lipid dan protein harus
digunakan. Jalur ini dinamakan glukoneogenesis (pembentukan glukosa
baru) karena dianggap lipid dan protein harus diubah menjadi glukosa baru
yang selanjutnya mengalami katabolisme untuk memperoleh energi.

Beberapa jalur metabolisme karbohidrat

Proses metabolisme secara


anaerobikakan berlangsung
di dalam sitoplasma
(cytoplasm) sedangkan
proses metabolisme
anaerobik akan
berjalandengan mengunakan
enzim sebagai katalis di
dalam mitochondria dengan
kehadiran Oksigen (O2 ).

Proses Glikolisis
Tahap awal metabolisme
konversi glukosa menjadi
energi di dalam tubuh akan
berlangsung secara anaerobik
melalui proses yang
dinamakan Glikolisis
(Glycolysis). Proses ini

18 | P a g e
berlangsung dengan menggunakan bantuan 10 jenis enzim yang berfungsi
sebagai katalis di dalam sitoplasma (cytoplasm) yang terdapat pada
seleukaryotik (eukaryotic cells). Inti dari keseluruhan proses Glikolisis adalah
untuk mengkonversi glukosamenjadi produk akhir berupa piruvat. Pada proses
Glikolisis, 1 molekul glukosa yang memiliki 6 atom karbon pada rantainya
(C6H12O6 ) akanterpecah menjadi produk akhir berupa 2 molekul piruvat
(pyruvate) yang memiliki 3 atom karbom (C3H3O3).

Proses ini berjalan melalui beberapa tahapan reaksi yang disertai dengan
terbentuknya beberapa senyawaantara seperti Glukosa 6-fosfat dan Fruktosa
6-fosfat.Selain akan menghasilkan produk akhir berupa molekul piruvat,
proses glikolisis ini juga akanmenghasilkan molekul ATP serta molekul
NADH (1 NADH3 ATP). Molekul ATP yang terbentuk ini kemudianakan
diekstrak oleh sel-sel tubuh sebagai komponen dasar sumber energi. Melalui
proses glikolisis ini 4 buahmolekul ATP & 2 buah molekul NADH (6 ATP)
akan dihasilkan serta pada awal tahapan prosesnya akanmengkonsumsi 2 buah
molekul ATP sehingga total 8 buah ATP akan dapat terbentuk.

Tahap metabolisme energi berikutnya akan berlangsung padakondisi aerobik


dengan mengunakan bantuan oksigen (O ). Bila oksigen 2tidak tersedia maka
molekul piruvat hasil proses glikolisis akan terkonversimenjadi asam laktat.
Dalam kondisi aerobik, piruvat hasil proses glikolisisakan teroksidasi menjadi
produk akhir berupa H2O dan CO2 di dalamtahapan proses yang dinamakan
respirasi selular (Cellular respiration).

Proses respirasi selular ini terbagi menjadi 3 tahap utama yaitu


produksiAcetyl-CoA, proses oksidasi Acetyl-CoA dalam siklus asam sitrat
(Citric-AcidCycle) serta Rantai Transpor Elektron (Electron Transfer
Chain/OxidativePhosphorylation)

Tahap kedua dari proses respirasi selular yaitu Siklus Asam Sitratmerupakan
pusat bagi seluruh aktivitas metabolisme tubuh. Siklus initidak hanya

19 | P a g e
digunakan untuk memproses karbohidrat namun jugadigunakan untuk
memproses molekul lain seperti protein dan juga lemak.

Produksi acetyl-CoA / Proses Konversi Pyruvate


Sebelum memasuki Siklus Asam Sitrat (Citric Acid Cycle) molekul piruvat
akan teroksidasi terlebihdahulu di dalam mitokondria menjadi Acetyl-Coa dan
CO . Proses ini berjalan dengan bantuan multi enzim 2pyruvate
dehydrogenase complex (PDC) melalui 5 urutanreaksi yang melibatkan 3 jenis
enzim serta 5 jenis coenzim. 3jenis enzim yang terlibat dalam reaksi ini adalah
enzimPyruvate Dehydrogenase (E1), dihydrolipoyl transacetylase(E2)
&dihydrolipoyl dehydrogenase (E3), sedangkan coenzimyang telibat dalam
reaksi ini adalah TPP, NAD+, FAD, CoA &Lipoate. Gambar 6.3 akan
memperlihatkan secarasederhana proses konversi piruvat. Dari gambar juga
dapat dilihat bahwa proses konversi piruvat tidak hanyaakan menhasilkan CO
dan Acetyl-CoA namun juga akan menghasilkan produk samping berupa
NADH yang 2memiliki nilai energi ekivalen dengan 3xATP.Molekul Acetyl
CoA yang merupakan produk akhir dari proses konversi Pyruvate kemudian
akanmasuk kedalam Siklus Asam Sitrat.

Siklus Asam Sitrat (Citric AcidCycle) :


Siklus ini merupakan tahap akhir dari proses metabolisme energi glukosa.
Proses konversi yang terjadi pada siklus asam sitrat berlangsung secara
aerobik di dalammitokondria dengan bantuan 8 jenis enzim. Inti dari proses
yang terjadipada siklus ini adalah untuk mengubah 2 atom karbon yang
terikatdidalam molekul Acetyl-CoA menjadi 2 molekul karbondioksida (CO ),
membebaskan koenzim A serta 2memindahkan energi yang dihasilkan pada
siklus ini kedalam senyawa NADH, FADH dan GTP. Selain 2menghasilkan
CO dan GTP, dari persamaan reaksi 2dapat terlihat bahwa satu putaran Siklus
Asam Sitratjuga akan menghasilkan molekul NADH & molekulFADH Untuk
melanjutkan proses metabolisme energi, kedua molekul ini kemudian akan
diproses kembalisecara aerobik di dalam membran sel mitokondriamelalui

20 | P a g e
proses Rantai Transpor Elektron untukmenghasilkan produk akhir berupa ATP
dan air (H2O).

Proses oksidasi Acetyl-CoA (Citric-Acid Cycle) :


Acetyl-CoA + oxaloacetate + 3 NAD + GDP + Pi +FAD --> oxaloacetate + 2
CO + FADH + 3 NADH + 3 H + GTP3.
Siklus ini merupakan tahap akhir dari proses metabolisme energi glukosa.
Proses konversi yang terjadi pada siklus asam sitrat berlangsung secara
aerobik di dalam mitokondria dengan bantuan 8 jenis enzim. Inti dari proses
yang terjadipada siklus ini adalah untuk mengubah 2 atom karbon yang
terikatdidalam molekul Acetyl-CoA menjadi 2 molekul karbondioksida (CO2),
membebaskan koenzim A serta memindahkan energi yang dihasilkan pada
siklus ini kedalam senyawa NADH, FADH2dan GTP. Selain menghasilkan
CO2dan GTP, Siklus Asam SItrat juga akan menghasilkan molekul NADH &
molekulFADH2. Untuk melanjutkan proses metabolisme energi, kedua
molekul ini kemudian akan diproses kembalisecara aerobik di dalam membran
sel mitokondriamelalui proses Rantai Transpor Elektron untukmenghasilkan
produk akhir berupa ATP dan air (H2O).

Proses /Rantai Transpor Elektron


Proses konversi molekul FADH2dan NADH yang dihasilkan dalam siklus
asam sitrat (citric acid cycle) menjadi energi dikenal sebagai proses fosforilasi
oksidatif (oxidative phosphorylation) atau juga RantaiTranspor Elektron
(electron transport chain). Di dalam proses ini, elektron-elektron yang
terkandung didalam
molekul NADH & FADH2ini akan dipindahkan ke dalam aseptor utama yaitu
oksigen (O2). Pada akhir tahapan proses ini, elektron yang terdapat di dalam
molekul NADH akan mampu untuk menghasilkan 3 buah molekulATP
sedangkan elektron yang terdapat dalam molekul FADH akan menghasilkan 2
buah molekul ATP.

Energi Metabolisme Glukosa

21 | P a g e
Secara keseluruhan proses metabolisme Glukosa akan menghasilkan produk
samping berupa karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Karbon dioksida
dihasilkan dari siklus Asam Sitrat sedangkan air (H 2O) dihasilkan dari proses
rantai transport elektron. Melalui proses metabolisme, energi kemudian akan
dihasilkan dalambentuk ATP dan kalor panas. Terbentuknya ATP dan kalor
panas inilah yang merupakan inti dari prosesmetabolisme energi. Melalui
proses Glikolisis, Siklus Asam Sitrat dan proses Rantai Transpor Elektron, sel-
selyang tedapat di dalam tubuh akan mampu untuk mengunakan dan
menyimpan energi yang dikandung dalambahan makanan sebagai energi ATP.
Secara umum proses metabolisme secara aerobik akan mampu
untukmenghasilkan energi yang lebih besar dibandingkan dengan proses
secara anaerobik. Dalam prosesmetabolisme secara aerobik, ATP akan
terbentuk sebanyak 36 buah sedangkan proses anaerobik hanya
akanmenghasilkan 2 buah ATP. Ikatan yang terdapat dalam molekul ATP ini
akan mampu untuk menghasilkanenergi sebesar 7.3 kilokalor per molnya.

Transport glukosa
1. Mekanisme transport glukosa
Dalam suatu transport molekul, terdapat tiga tipe system pengangkutan
menurut jumlah molekul yang bergerak dan arah gerakan, yaitu :
a. Uniport, menggerakkan satu tipe molekul dalam dua arah
b. Simport, menggerakkan dua tipe molekul dengan arah yang sama
c. Antiport, menggerakkan dua tipe molekul dengan arah yang
berlawanan.

22 | P a g e
Glukosa harus memasuki sel sebagai langkah pertama dalam penggunan
energy. Transport glukosa ke dalam sel adalah secara difusi dengan bantuan
protein carrier atau secara difusi terfasilitasi. Protein carrier tersebut dapat
dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu :

a. GLUT 1, pada sel otak, ginjal, kolon dan eritrosit


b. GLUT 2, pada sel hati, pancreas, usus halus dan ginjal
c. GLUT 3, pada sel otak, ginjal dan plasenta
d. GLUT 4, pada jaringan adipose, otot jantung dan otot skeletal
e. GLUT 5, pada usus halus

Mekanisme dalam transport glukosa ke dalam sel adalah secara simport


bersama-sama dengan ion natrium. Saat ion natrium bergerak memasuki
membrane sel, maka ion natrium akan menarik glukosa untuk bersama-sama
ikut masuk ke dalam sel. Karena itu, semakin besar gradient ion natrium,
semakin banyak glukosa yang masuk kedalam sel, jika ion natrium dalam
cairan ekstra seluler rendah, maka pengangkutan glukosa akan terhenti. Untuk
mempertahankan gradient ion natrium, simport ion natrium dan glukosa
bergantung pada gradient yang dihasilkan oleh pompa ion natrium dan ion
kalium yang mempertahankan konsentrasi ion natrium intrasel rendah. Jika
glukosa melakukan gerakan transeluler, maka glukosa akan menuju cairan
ekstrasel secara uniport, karena ion natium akan melakukan pompa natrium
kalium keluar sel.

Gambar transport glukosa

Glukosa Dilepaskan dari Hati di Antara Waktu Makan.

23 | P a g e
Ketika kadar glukosa darah mulai menurun sampai pada kadar yag rendah
diantara waktu-waktu makan, beberapa peristiwa akan berlangsung sehingga
hati melepaskan glukosa kembali ke dalam sirkulasi darah:

1. Berkurangnya kadar glukosa darah menyebabkan pankreas


mengurangi sekresi insulinnya
2. Kurangnya insulin selanjutnya akan mengembalikan semua efek
untuk penyimpanan glikogen, terutama menghentikan sintesis glikogen
lebih lanjut dalam hati dan mencegah ambilan glukosa lebih jauh oleh hati
dari darah
3. Kurangnya insulin (bersamaan dengan meningkatnya glukagon)
mengaktifkan enzim fosforilase, yang menyebabkan pemecahan glikogen
menjadi glukosa fosfat
4. Enzim glukosa fosfat, yang telah dihambat oleh insulin, sekarang
menjadi aktif oleh karena tidak ada insulin dan menyebabkan lepasnya
radikal fosfat dari glukosa dan keadaan ini menyebabkan glukosa bebas
berdifusi kembali ke dalam darah
Jadi, hati akan mwemindahkan glukosa dari darah bila terdapat kelebihan
glukosa di dalam darah sesudah makan dan hati akan mengembalikan glukosa
ke dalam darah lagi sewaktu konsentrasi glukosa turun diantara waktu makan.
Biasanya, dengan cara ini, sekitar 60 persen glukosa dalam makanan, akan
disimpan di hati dan selanjutnya akan dikembalikan lagi.
Autokrin adalah jika bahan pembawa sinyal berpengaruh balik pada sel
pembentuknya sendiri. Contohnya pada hormone prostaglandin.

Untuk hormone insulin yang disekresikan oleh sel pancreas mempunyai


pengaruh ganda, yaitu endokrin dan parakrin. Untuk endokrin, insulin
mengendalikan metabolisme glukosa dan lemak, sedangkan untuk parakrin,
insulin menghambat pembentukan dan sekresi hormone glucagon pada sel
pancreas yang letaknya berada disekitar sel pancreas.

Glukoneogenesis adalah pembentukan glukosa dangan mengunakan bahan


dasar selain karbohidrat (misal: lemak dan protein). Sebagian besar glukosa

24 | P a g e
yang terbentuk melalui proses glukoneogenesis selama proses pencernaan
digunakan untuk metabolism di otak. PAnkreas memang tidak seharusnya
menghasilkan insulin pada proses ini, kalau tidak, persediaan glukosa yang
tidak cukup ini akan diangkut ke otot dan jaringan perifer yang lain, sehingga
otak tidak mempunyai sumber makanan lagi.
2. Mekanisme dan sistem kerja metabolik hormon Insulin
INSULIN
Insulin merupakan hormone polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino yang
tersusun dalam 2 rantai: rantai A yang terdiri dari 21 asam amino dan rantai B
yang terdiri dari 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 gugus
disulfide yaitu antara A-7 dengan B-7 dan antara A-20 dan B-19. Selain itu,
masih terdapat gugus disulfide antara asam amino ke-6 dan 11 pada rantai A.

Insulin disintesis oleh sel beta pulau Langerhans kelenjar pancreas dari
proinsulin. Proinsulin merupakan polipeptida rantai tunggal dengan 86 asam
amino. Proinsulin berubah menjadi insulin dengan kehilangan 4 asam amino
(31,32,64,65) dan lepasnya rantai asam amino dari ke 33 sampai ke 63 yang
menjadi peptide penghubung (C-peptide =Connecting peptide=peptida C)
Rantai A memiliki residu asam amino terminal glisin sedang rantai B
fenilalanin.

25 | P a g e
Sekresi Insulin
Proinsulin disintesis dalam elemen poliribosom reticulum endoplasmic sel
beta pancreas. Prohormon tersebut kemudian ditransfer ke kompleks Golgi, di
tempat inilah mulai terjadi perubahan proinsulin menjadi insulin dan ke
granula. Bila sel beta terangsang, dari granula ini akan keluar sejumlah
ekuimolar insulin dan peptide-c ke sirkulasi. Peptida-c meski tidak memiliki
efek biologic tetapi dapat digunakan sebagai marker adanya sekresi insulin.

Sekresi insulin diatur dengan ketat untuk mendapatkan kadar gula darah yang
stabil baik sebelum makan ataupun sesudah makan atau waktu puasa. Hal ini
dapat tercapai karena adanya koordinasi peran berbagai nutrient, hormone
saluran cerna, hormone pancreas, dan neurotransmitter otonom. Sel-sel
Langerhans dipersarafi oleh saraf adrenergic dan saraf kolinergik. Stimulasi
reseptor 2 adrenergik menghambat sekresi insulin, sedang 2 adrenergik
agonis dan stimulasi saraf vagus akan merangsang sekresi.

Sekresi insulin dapat dirangsang oleh pemberian glukosa oral. Setelah


diekstraksi dari usus, glukosa akan masuk ke sel beta pancreas melalui
26 | P a g e
glucose-transporter 2 (GLUT-2), suatu transporter yang spesifik. Kemudian
glukosa ini mengalami fosforilasi oleh glukokinase. Metabolisme glukosa
yang diinduksi oleh glukokinase menyebabkan perubahan rasio ATP/ADP, dan
hal ini menyebabkan menutupnya kanal K+ yang sensitif ATP (ATP-sensitive
K+channel) dan terjadi depolarisasi sel pankreas. Sebagai kompensasi,
terjadi aktivasi kanal Ca++ dan ion ini akan masuk sel. Selanjutnya Ca++
akn merangsang sekresi insulin dari granulanya.

Mekanisme Kerja
Target organ utama insulin dalam mengatur kadar glukosa adalah hepar, otot,
dan adipose. Peran utamanya adalah uptake, utilisasi dan penyimpanan
nutrient di sel. Efek anabolic insulin meliputi stimulasi, utilisasi dan
penyimpanan glukosa, asam amino, asam lemak intrasel sedangkan proses
katabolisme dihambat. Semua efek ini dilakukan dengan stimulasi transport
substrat dan ion ke dalam sel, menginduksi translokasi protein, mengaktifkan
dan menonaktifkan enzim spesifik, dan merubah jumlah protein dengan
mempengaruhi kecepatan transkripsi gen dan translasi m-RNA spesifik.

27 | P a g e
Stimulasi transport glukosa ke otot dan jaringan adipose merupakan hal yang
krusial dari respons fisiologik terhadap insulin. Glukosa masuk sel melalui
salah satu jenis glucose-transporter(GLUT) dan 5 dari GLUT ini (GLUT-1
sampai GLUT-5) berperan pada difusi glukosa ke dalam sel yang bersifat
Na+-independent. Insulin merangsang transport glukosa dengan menginduksi
energi untuk mentranslokasi GLUT4 dan GLUT1 dari vesikel intrasel ke
membran plasma. EFek ini bersifat reversible,GLUT kembali ke pool intrasel
saat insulin tidak bekerja lagi. Gangguan proses regulasi ini dapat menjadi
salah satu penebab DM tipe 2

Insulin mempercepat masuknya glukosa ke sel otot rangka dan adiposa.


Insulin masuk ke reseptor di luar sel kemudian ke reseptor di dalam sel.
Selanjutnya merangsang fosforilase intrasel yang komplek, berakhir dengan
pembentukan transporter glukosa(GLUT4). Kemudian GLUT4 ditranslokasi
ke dinding sel, glukosa plasma masuk ke sel melalui GLUT4. Dalam sel,
digunakan untuk metabolism atau disimpan sebagai glikogen atau trigelisida.
Selanjutnya di sel ada juga proses konversi glukosa menjadi glukosa-6-fosfat
dengan bantuan enzim heksokinase. Dan pembentukan heksokinase II
diregulasi pada proses transkripsi oleh insulin.

28 | P a g e
Pengaturan sekresi insulin.

29 | P a g e
Dari penelitian lebih lanjut mengenai fungsi metabolic insulin terhadapa
metabolism protein dan metabolism lemak, kadar asam amino dalam darah
dan faktor-faktor lain juga berperan penting dalam pengaturan sekresi insulin.

Peningkatan kadar glukosa darah merangsang sekresi insulin. Pada


kadar normal glukosa darah waktu puasa sebesar 80-90 mg/100 ml,
kecepatan sekresi insulin akan minimum, yakni 25 ng/menit/kg berat
badan, suatu kadar glukosa darah yang hanya mempunyai aktivitas
fisiologis yang kecil. Bila kosentrasi glukosa dalam darah tiba-tiba
meningkat 2-3 kali dari kadar normal dan kemudian kadar glukosa ini
dipertahankan pada nilai ini, sekresi insulin akan meningkat dengan nyata
dan berlangsung dalam dua tahap, seperti yang ditunjukkan oleh
perubahan dalam konsentrasi insulin plasma.
1. Dalam waktu 3-5 menit sesudah terjadi peningkatan segera kadar
glukosa darah, kadar insulin plasma meningkat hampir mencapai10
kali lipat; keadaan ini disebabkan oleh pengeliaran insulin yang sudah
terbentuk lebih dulu oleh sel-sel beta pulau Langerhans. Akan tetapi,
kecepatan sekresi awal yang tinggi ini tidak dapat dipertahankan;
sebaliknya, dalam waktu 5-10 menit kemudian kecepatan sekresi
insulin akan berkurang sampai kira-kira setengah dari kadar
normalnya.
2. Kira-kira 15 menit kemudian, sekresi insulin meningkat untuk kedua
kalinya, sehingga dalam waktu 2-3 jam akan mencapai gambaran
seperti dataran yang baru, biasanya pada saat ini kecepatan sekresi
bahkan lebih besar daripada kecepatan pada tahap awal. Sekresi ini
disebabkan oleh adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih
dulu terbentuk oleh adanya aktivasi beberapa system enzim yang
mensintesis dan melepaskan insulin baru dari sel beta.

Hubungan timbale balik antara konsentrasi glukosa darah dan


kecepatan sekresi insulin. Sewaktu konsentrasi glukosa darah meningkat
di atas 100 mg/100 ml darah, kecepatan sekresi insulin meningkat dengan
cepat, mencapai puncak dengan kadar 10-25 kali dari kadar pada
konsentrasi glukosa darah antara 400-600 mg/100 ml. jadi, naiknya sekresi

30 | P a g e
insulin akibat stimulus glukosa menyebabkan kecepatan dan nilai
sekresinya meningkat secara dramatis. Selanjutnya, penghentian sekresi
insulin hampir sama cepatnya, yang terjadi dalam waktu 3-5 menit setelah
pengurangan konsentrasi glukosa kembali ke kadar puasa.
Respons sekresi insulin terhadap naiknya konsentrasi glukosa darah
menyebabkan timbulnya mekanisme umpan balik yang sangat berguna
untuk mengatur besarnya konsentrasi glukosa darah. Mekanisme tersebut
yaitu, peningkatan glukosa darah akan meningkatkan sekresi insulin, dan
insulin selanjutnya meningkatkan transport glukosa ke dalam hati, otot,
dan sel lain sehingga mengurangi konsentrasi glukosa darah kembali ke
nilai normal.

Faktor-faktor lain yang merangsang sekresi insulin.


1. Asam amino.
Selain perangsang sekresi insulin oleh kelebihan glukosa darah, beberapa
asama amino mempunyai pengaruh yang serupa. Efek yang poten terutama
dihasilkan oleh arginin dan lisin, efek ini berbeda dari rangsangan sekresi
insulin oleh glukosa dengan cara berikut: pemberian asam amino yang
dilakukan sewaktu tidak ada peningkatan kadar glukosa darah, hanya
menyebabkan peningkatan sekresi insulin sedikit saja.akan tetapi, bila
pemberian itu dilakukan pada saat terjadi peningkatan glukosa darah,
sekresi insulin yang diinduksi oleh glukosa dapat meningkat dua kali lipat
dengan adanya kelebihan asam amino. Jadi, asam amino tersebut sangat
memparkuat rangsangan glukosa terhadap sekresi insulin.

Perangsangan sekresi insulin oleh asam amino sangat penting sebab


insulin selanjutnya meningkatkan pengangkutan asam amino ke dalam sel-
sel jaringan dan meningkatkan pembentukan protein intrasel. Jadi,
penggunaan insulin untuk pemakaian kelebihan asam amino sama
apentingnya dengan penggunaan insulin bagi penggunaan karbohidrat.

2. Hormone gastrointestinal
Campuran beberapa macam hormone pencernaan yang penting (gastrin,
sekretin, kolesitokin, dan gastric inhibitory peptide, yang tampaknya
merupakan hormone terkuat)akan meningkatkan sekresi insulin dalam
31 | P a g e
jumlah yang cukup banyak. Hormone-hormon ini dilepaskan oleh saluran
cerna sesudah seseorang makan. Selanjutnya hormone ini menyebabkan
peningkatan antisipasi insulin dalam darah yang merupakan suatu
persiapan agar glukosa dan asam amino dapat diabsorpsi dari makanan
tersebut. Hormone-hormon gastrointestinal biasanya bekerja dengan cara
yang sama seperti asam amino dalam meningkatkan sensitivitas respons
insulin dalam meningkatkan glukosa darah, yang hampir menggandakan
kecepatan sekresi insulin sewaktu kadar glukosa darah meningkat.

3. Hormone-hormon lain dan system saraf otonom


Hormone-hormon lain yang secara langsung dapat meningkatkan sekresi
insulin atau yang dapat memperkuat rangsangan glukosa terhadap sekresi
insulin meliputi, glucagon, hormone pertumbuhan, kortisol, dan yang lebih
lemah, progesterone dan estrogen. Manfaat efek perangsangan hormone-
hormon ini adalah bahwa pemanjangan sekresi dari salah satu jenis
hormone ini dalam jumlah besar kadang-kadang dapat mengakibatkan sel-
sel beta pulau Langerhans menjadi kelelahan dan karenanya meningkatkan
resiko untuk terkena diabetes. Memang, diabetes sering terjadi pada orang
yang menggunakan dosisi tinggi beberapa hormone ini. Diabetes secara
khusus umum terjadi pada orang raksasa atau akromegali, dengan tumor
yang menyekresi hormone pertumbuhan atau pada orang yang kelenjar
adrenalnya menyekresikan kelenihan glukokortikoid.

Pada beberapa keadaan, perangsangan saraf parasimparis terhadap


pancreas dapat meningkatkan sekresi insulin. Akan tetapi, makna fisiologis
efek ini terhadap pengaturan sekresi insulin masih disangsikan.

3. Patofisiologi Diabetes Melitus

32 | P a g e
Tiga serangkai yang klasik tentang gejala kencing manis adalah

a. polyuria ( urination yang sering),


b. polydipsia ( dahaga ditingkatkan dan masukan cairan sebagai akibat yang
ditingkatkan)
c. polyphagia ( selera yang ditingkatkan).

Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang
tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa
akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan
membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang
hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,
maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).Akibat
poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak
minum (polidipsi).Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita
33 | P a g e
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini
penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan
(polifagi).

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya


ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang
terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat,
maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu
mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II
tidak mengalami penurunan berat badan.

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel
ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan
menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa
menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari
ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual,
muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi
dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah.
Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan,
ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu
hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita
diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali
penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau
penyakit yang serius.

Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama


beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala
yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi
ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000
mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka
penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan

34 | P a g e
kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma
hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.

Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang
tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa
akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan
membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang
hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,
maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).

Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga


banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal
ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak
makan (polifagi).

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya


ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang
terkontrol lebih peka terhadap infeksi Karena kekurangan insulin yang berat,
maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu
mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II
tidak mengalami penurunan berat badan.

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel
ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan
menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa
menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari
ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual,
muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi
dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah.
Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan,
ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu

35 | P a g e
hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita
diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali
penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau
penyakit yang serius.

Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala


beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala
yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi
ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000
mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka
penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan
kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma
hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.

4. Hubungan hiperglikemia dan hipoglikemia yang terkait dengan diabetes


Melitus serta penatalaksanaannya

HIPOGLIKEMIA
DEFINISI
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dL, atau
kadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis.

PENYEBAB HIPOGLIKEMIA
Pada pasien diabetes, hipoglikemia timbul akibat peningkatan kadar insulin
yang kurang tepat, baik sesudah penyuntikan insulin subkutan atau karena
obat yang meningkatkan sekresi insulin seperti sulfonil urea. Oleh karena itu,
dijumpai saat-saat atau keadaan tertentu di mana pasien diabetes mungkin
akan mengalami kejadian hipoglikemia. Sampai saat ini pemberian insulin
masih belum sepenuhnya dapat menirukan pola sekresi insulin yang fisiologis.
Makan akan meningkatan kadar glukosa darah dalam beberapa menit dan akan
mencapai kadar puncaknya setelah 1 jam. Bahkan, insulin yang bekerja paling
cepat bila diberikan subkutan belum mampu menirukan kecepatan
peningkatan kadar puncak tersebut dan berakibat menghasilkan puncak
konsentrasi insulin 1-2 jam sesudah disuntikan. Oleh sebab itu pasien rentan
terhadap hipoglikemia sekitar 2 jam sesudah makan sampai waktu dimana

36 | P a g e
resiko hipoglikemia paling tinggi adalah saat menjelang makan berikutnya dan
malam hari.

Selain itu hipoglikemia pada DM terjadi karena:


Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun ; gagal ginjal kronik
pasca persalinan.
Asupan makan tidak adekuat ; jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat.
Kegiatan jasmani berlebihan.

PROTEKSI FISIOLOGIS MELAWAN HIPOGLIKEMIA


Pada mekanisme kontraregulator, glukagon dan epinefrin merupakan dua
hormone yang disekresi pada kejadian hipoglikemia akut. Glucagon hanya
bekerja di hati. Glucagon mula-mula meningkatkan glikogenolisis dan
kemudian glukoneogenesis. Epinefrin selain meningkatkan glikogenolisis dan
glukoneogenesis di hati juga menyebabkan lipolisis di jaringan lemak serta
glikogenolisis dan proteolisis di otot. Gliserol hail lipolisis, serta asam amino
(alanin dan aspartat) merupakan bahan baku glukoneogenesis di hati.

Epinefrin juga meningkatkan glukoneogenesis di ginjal, yang pada keadaan


tertentu merupakan 25% produksi glukosa tubuh. Kortisol dan Growth
Hormon berperan pada keadaan hipoglikemia yang berlangsung lama, dengan
cara melawan kerja insulin di jaringan perifer (lemak dan otot) serta
meningkatkan glukoneogenesis.

Bila sekresi glucagon dihambat secara farmakologis, maka pemulihan kadar


glukosa setelah hipoglikemia diinduksi insulin berkurang sekitar 40%. Bila
sekresi glucagon dan epinefrin dihambat sekaligus, maka pemulihan glukosa
tidak akan terjadi.

GEJALA DAN TANDA KLINIS


Faktor utama mengapa hipoglikemia menjadi penting dalam pengelolaan
diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang
terus-menerus. Gangguan asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit
menyebabkan gangguan fungsi Sistem Saraf Pusat (SSP), dengan gejala
gangguan kodnisi, bingung (confusion), dan koma. Seperti jaringan yang lain,
saraf dapat memanfaatkan sumber energi alternatif, yaitu keton dan laktat.
Pada hipoglikemia yang disebabkan insulin, konsentrasi keton di plasma

37 | P a g e
tertekan dan mungkin tidak mencapai kadar yang cukup di SSP, sehingga
dapat dipakai sebagi sumber energi alternatif.

Pada individu yang mengalami hipoglikemia, respon fisiologis terhadap


penurunan glukosa darah tidak hanya membatasi makin parahnya perubahan
metabolism glukosa, tetapi juga menghasilkan berbagai keluhan dan gejala
yang khas.
Respons pertama pada saat kadar glukosa darah turun di bawah normal adalah
peningkatan akut sekresi hormone cunter-regulatory (glucagon dan epinefrin):
batas kadar glukosa tersebut adalah 65-68 mg% (3,6-3,8 mmol/L). Lepasnya
epinefrin menunjukkan aktivasi system simpatoadrenal. Bila glukosa darah
tetap turun sampai 3,2 mmol/L, gejala aktivasi otonomik mulai tampak. Fungsi
kognisi, yang diukur dengan kecepatan reaksi dan berbagai fungsi psikomotor
lain, mulai terganggu pada kadar glukosa 3 mmol/L. pada individu yang masih
memiliki kesiagaan hipoglikemia, aktivasi system simpatoadrenal terjadi
sebelum disfungsi serebral yang bermakna timbul. Pasien-pasien tersebut tetap
sadar dan mempunyai kemampuan kognitif yang cukup baik untuk melakukan
tindakan koreksi yang diperlukan. Gejal klinis yang timbul, antara lain:
Stadium parasimpatik:
1. Lapar
2. Mmual
3. Tekanan darah menurun
Stadium gangguan otak ringan:
1. Lemah dan lesu
2. Sulit bicara
3. Kesulitan menghitung sementara
Stadium simpatik:
1. Keringat dingin pada muka
2. Bibir atau tangan gemetar
Stadium gangguan otak berat: Tidak sadar, dengan atau tanpa kejang

ANAMNESIS
Penggunan preparat insulin atau obat hipoglemik oral: dosis terakhir,
waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis.
Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi
Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya
Lama menderita DM, komplikasi DM
Penyakit penyerta : ginjal, hati, dll.
Penggunaan obat sistematik lainnya ; penghambat -adrenergik, dll

38 | P a g e
Pemeriksaan fisik: pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut
jantung, penurunan kesadaran, defisit neurologik fokal transient.
Trias whipple untuk hipoglikemia secara umum;
1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia
2. Kadar glukosa plasma rendah
3. Gejala mereda setelah kadar glukosa plsma meningkat

DIAGNOSIS BANDING
Hipoglikemia karena:
Obat
- Sering: insulin, sulfonilurea, alcohol
- Kadang: kinin, pentaminide
- Jarang: salisilat, sulfonamide
Hiperinsulinisme endogen
Insulinoma, kelainan sel B jenis lain, sekretagok (sulfonilurea), autoimun,
sekresi insulin ektopik.
Penyakit kritis: gagal hati, gagal ginjal, sepsis, starvasi dan inasasi
Defisiensi endokrin: kortisol, growth hormone, glukagon, epnefrin
Tumor non-sel B: sarcoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukemia,
limfoma, melanoma
Pasca-prandial: reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alcohol

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kadar glukosa darah (GD)
2. Tess fungsi ginjal
3. Tes fungsi hati
4. C-peptide

TERAPI
Stadium permulaan (sadar)
1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirup/permen atau
gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes)
dan makanan yang mengandung karbohidrat.
2. Hentikan obat hipoglikemik sementara.
3. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam.
4. Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar).
5. Cari penyebab.

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga


hipoglikemia)
1. Diberikan larutan destrosa 40% sebanyak 2 flakon (50 mL) bolus intra
vena.
2. Diberikan cairan dekstrosa 10 % per infuse, 6 jam perkolf.

39 | P a g e
3. Periksa glukosa darah sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan
glukometer:
Bila GDs < 50 mg /dL-- + bolus dekstrosa 40% 50 % ml IV
Bila GDs < 100 mg /dL --+ bolus dekstrosa 40 % 25 % ml IV
4. Periksa glukosa darah sewaktu (GDS) setiap satu jam setelah pemberian
dekstrosa 40%
Bila GDs < 50 mg/dL -- + bolus dekstrosa 40 % 50 mL IV
Bila GDs <100 mg/dL -- +bolus dekstrosa 40 % 25 mL IV
Bila GDs 100 200 mg /dL -- tanpa bolus dekstrosa 40 %
Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangan menurunkan kecepatam drip
dekstrosa 10 %
5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 berturut-turut, pemantauan GDs setiap
2 jam, dengan protocol sesuai diatas, bila GDs >200 mg/dL pertimbangkan
mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %
6. Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs
setiap 4 jam, dengan protocol sesuai diatas .bila GDs > 200 mg/dL
pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 %
7. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, slinding scale setiap 6 jam:

GD (mg/dl) RI (unit, sc)

< 200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
> 350 20

8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis


insulin seperti adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg
IV/IM (bila penyebabnya insulin).
9. Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dL. Hidrokortison 100 mg/4
jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg
tiap 6 jam dan manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam, cari penyebab lain
penurunan kesadaran.

HIPERGLIKEMIA
DEFINISI
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah >600 mg/dL
dengan gejala klinis.

40 | P a g e
PENYEBAB HIPERGLIKEMIA
Hal yang mendasarinya adalah defisiensi insulin, relative maupun absolute,
pada keadaan resistensi insulin yang meningkat. Kadar insulin tidak adekuat
untuk mempertahankan kadar glukosa serum yang normal dan untuk
mensupres ketogenesis. Hiperglikemia sendiri selanjutnya dapat melemahkan
kapasitas sekresi insulin dan menambah berat resisitensi insulin sehingga
membentuk lingkaran setan dimana hiperglikemia bertambah berat dan
produksi insulin makin kurang.
Pada ketoasidosis diabetika (KAD) dan hiperosmoler hiperglikemi (SHH),
disamping kurangnya insulin dalam darah, terjadi juga peningkatan hormone
kontra insulin, seperti glukago, katekolamin, kortisol dan hormone
pertumbuhan. Hormone-hormon ini menyebabkan peningkatan produksi
glukosa oleh ginjal dan hepar dan gangguan utilisasi glukosa di jaringan, yang
mengakibatkan hiperglikemi dan perubahan osmolaritas eksstraselular.

Kombinasi kekurangan insulin dan meningkatnya hormone kontrainsulin pada


ketoasidosis juga melibatakana pelepasan asam lemak bebas dari jaringan
adipose ke dalam aliran darah dan oksidasi asam lemak hepar menjadi benda
keton tak terkendali sehingga mengakibatkan ketinemia dan asidosis
metabolic.

Pada sisi lain, hiperosmoler hiperglikemia mungkin disebabkan oleh


konsentrasi hormone insulin plasma yang tidak cukup untuk membantu
ambilan glukosa oleh jaringan yang sensitive terhadap insulin, tetapi masih
cukup adekuat untuk mencegah terjadinya lipolisis dan ketogenesis.
KAD dan SHH berkaitan dengan glikosuria, yang menyebabkan dieresis
osmotic, sehingga air, natrium, kaliun, dan elektrolit laisn keluar.

FAKTOR PENCETUS
Hiperglikemia pada diabetes tipe II biasanya terjadi karena ada keadaan yang
mencetuskannya, antara lain:

1. Infeksi
Infeksinya dapat berupa : pneumonia, infeksi traktus urinarius, abses,
sepsis, lain-lain

41 | P a g e
2. Penyakit vascular akut :penyakit serebrovaskuler, infark miokard akut,
emboli paru, thrombosis vena mesenterika
3. Trauma, luka bakar, hematom subdural
4. Heat stroke
5. Kelainan gastrointestinal : pankrearitis akut, kholesistitis akut, obstruksi
intestinal
6. Obat-obatan : diuretika, steroid, lain-lain

Pada diabetes tipa I, hiperglikemi sering terjadi karena pasien menghentikan


suntikan insulin ataupun pengobatannya tidak adekuat.

DIAGNOSIS
Presentasi klinik
Keadaan dekompensasi metabolic akut biasanya didahului oleh gejala diabetes
yang tidak terkontrol. Gejalanya antara lain lemah badan, pandangan, kabur,
poliuria, polidipsia, penurunan berat badan.

Dehidrasi akan bertambah berat bila disertai pemakaian diuretika. Gejala


tipikal untuk dehidrasi adalah membrane mukosa yang kering, turgor kulit
menurun, hipotensi dan takikardia.

Pada pasien tua, mungkin sulit untuk menilai turgor kulit. Demikian juga pada
pasien neuropati yanglama mungkin menunjukan respons yang berbeda
terhadap keadaan dehidrasi. Status mental dapat bervariasi dari sadar penuh,
letargi, sampai koma. Bau nafas seperti buah mengindikasikan adanya aseton
yang dibentuk dengan ketogenesis.

Diperlukan perhatian khusus untuk pasien dengan nyeri abdomen, sebab


gejala ini bisa merupakan akibar atau pun factor penyebab ketoasidosis
diabetika. Evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan bila keluhan ini tidak
berkurang dengan perbaikan dehidrasi dan asidosis metabolic.

TERAPI
Terapi cairan:
Orang dewasa
Terapi cairan umumnya ditujukan untuk memperbaiki volume intravascular
dan ektravaskular dan mempertahankan perfusi ginjal. Terapi cairan juga akan
menurunkan kadar glukosa darah tanpa bergantung pada insulin, dan
menurunkan kadar hormone kontra insulin.

42 | P a g e
Pada keadaan tanpa kelainan jantung, NaCl 0,9% diberikan sebanyak 15-20
ml/kg berat badan/jam atau lebih besar pada jam pertama (1-1,5 liter untuk
rata-rata orang dewasa). Pilihan yang berikut untuk mengganti cairan
tergantung pada status hidrasi, kadar elektrolit darah dan banyaknya urin.
Secara umum, NaCl 0,45% diberikan sebanyak 4-14ml/kg/jam jika sodium
serum meningkat atau normal; NaCl 0,9% diberikan dengan jumlah sama jika
Na serum rendah. Selama fungsi ginjal diyakini baik, maka perlu ditambahkan
20-30 mEq/l kalium sampai pasien stabil dan dapat diberikan secara oral.

Pasien <20 tahun


Dalam 1 jam pertama cairan yang bersifat isotonic (NaCl 0,9%) sebanyak 10-
20 ml/kgBB/jam. Pada pasien dehidrasi berat, pemberian ini perlu diulang,
tetapi awal pemberian kembali mestinya tidak melebihi 50ml/kg pada 4 jam
pertama terapi. Terapi cairan selanjutnya untuk menggantikan defisit cairan
dilakukan dalam 48 jam. Secara umum, NaCl 0,45-0,9% diberikan dengan
kecepatan 1,5 kalai dari kebutuhan pemeliharaan selama 24 jam akan
mencukupi kebutuhan rehidrasi, dengan penurunan osmolaritas tidak melebihi
3 mOsm kg-1 H2O h-1. Sekali lagi jika fungsi ginjal diyakini baik dan kalium
serum diketahui, maka perlu diberikan 20-40 mEq/l kalium. Jika glukosa
serum mencapai 250 mg/dl cairan harus diubah menjadi dextrose 5% dan
NaCl 0,45-0,75%.

Terapi insulin
Pada pasien dewasa, jika tidak ada hipokalemia, maka pemberian insulin
reguler secara infus intravena yang kontinu dengan dosis 0,1 unit kg-1 h-1.
Pemberian insulin secara bolus tidak dianjurkan pada pasien pediatric. Dosisi
insulin rendah ini pada umumnya dapat menurunkan konsentrasi glukosa
plasma sebanyak 50-75 mg dl-1 h-1, sebanding dengan pemberian insulin
dosis tinggi. Jika aglukosa plasma tidak turun sebanyak 50 mg/dl dari awal
pada jam pertama, periksa dulu status hidrasi. Jika baik, infuse insulin dapat
digandakan tiap jam sampai tercapai penurunan glukosa yang stabil antara 50
dan 75 mg/jam dicapai.

Kalium

43 | P a g e
Untuk mencegah hipokalemia, penambahan kalium diindikasikan pada saat
kadar dalam darah dibawah 5,5 mEq/l, dengan catatan outpun urin cukup.

5. Pengobatan dan penatalaksanaan diabetes melitus secra farmakologis dan


nonfarmakologis
Penatalaksanaan diabetes mellitus didasarkan pada:
a. Rencana diet
Rencana diet pada pasien diabetes dimasksudkan untuk mengatur jumlah
kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang
disarankan bervaraiasi, bergantung pada kebutuhan apakah untuk
mempertahankan, manurunkan atau meningkatkan berat tubuh.
Untuk mencegah hiperglikemi postprandial dan glikosuria, pasien-pasien
diabetic tidak boleh makan karbohidrat berlebihan. Karbohidarat ini harus
dibagi sedemikian rupa sehingga apa yang dimakan oleh pasien sesuai
dengan kebutuhannya sepanjang hari.

b. Latihan fisik dan pengaturan aktivitas fisik


Latihan fisik kelihatannya amempermudah transpor glukosa ke dalam sel-
sel dan meningkatkan kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat,
pelepasan insulin menurun selama latihan fisik segingga hipoglikemi dapat
dihindarkan. Namun, pasien yang mendapat suntikan insulin, tidak mampu
untuk memaskai cara ini, dan peningkatan ambilan glukosa selama latihan
fisik dapat menimbulkan hipoglikemia. Faktor ini penting khususnya
ketika pasien melaksanakan latihan fisik saat insulin mencapai kadar
maksimal atau puncaknya. Dengan menyesuaikan waktu pasien dalam
melakukan latihan fisik, pasien mungkin dapat meningkatkan
pengontrolan kadar glukosa mereka.
c. Agen-agen hipoglikemik oral\
Obat-obatan yang digunakan adalah pensensitif insulin dan sulfonylurea.
Dua tipe pensensitif yang tersedia adalah metformin dan tiazolidinedion.
Metformin merupakan biguanid yang diberikan sebagai terapi tunggal
pertama dengan dosis 500-1700 mg/hari. Metformin menurunkan produksi
glikosa hepatic, menurunkan absorpsi glukosa pada usu, dan
meningkatkan kepekaan insulin, khususnya di hati. Metformin tidak
meningkatkan berat badan seperti insulin, sehingga bisa digunakan untuk
pasien obesitas. Asidosis laktat jarang terjadi namun merupakan

44 | P a g e
komplikasi yang serius, khususnya pada insufisiensi ginjal dan gagal
jantung kongestif.

Tiazolidinedion meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurunkan


produksi glukosa hepatic. Efek obat-obatan ini kelihatannya menjadi
perantara interaksi dengan proliferator peroksisom reseptor inti yang
mengaktifkan reseptor gamma (PPAR-gamma). Dua analog
tiazolidinedion yaitu rosiglitazon dengan dosis 4-8 mg/hari dan pioglitazon
dengan dosis 30-45 mg/hari dapat diberikan sebagai terapi tunggal ataua
dikombinasikan dengan metformin, sulfonylurea, atau insulin. Obat-
obatan ini dapat menyebabakan retensi air dan tidak dianjurkan untuk
diberikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif.

Bila kadar glukosa tidak dapat dikontrol secara optimal dengan


menggunakan cara-cara yang sudah dijelaskan, pasien diabetic tipe 2
dengan sisa sel-sel pulau Langerhans yang masih berfungsi, merupakan
calon yang tepat untuk menggunakan sulfonylurea. Obat ini merangsang
fungsi sel beta dan meningkatkan seakresi insulin. Sebaliknya, pasien
dengan diabetes tipe 1 yanag telah kehilangan kemampuannya untuk
menyekresi insulin, pengobatan dengan sulfonylurea menjadi tidak efektif.
Dua bahan sulfonylurea yang paling sering digunakan adalah glipizid
dengan dosis 2,5-40 mg/hari, dan gliburid dengan dosis 2,5-40 mg/hari.
Gliburid memiliki waktu paruh yang lebih lama daripada glipizid, dan
dosis hariannya dapat diberikan sekalai sehari.

Gabungan sulfonylurea dan pensensitif insulin adalah terapi obat yang


paling sering digunakan untuk pasien-pasien dengan diabetes tipe 2. Untuk
menurunkan peningkatana kadar glukosa posprandaial pada pasien ini,
absorpsi karbohidrat dapat diturunkan atau diperlambat dengan
mengkonsumsi akarbosa preprandial, yaitu penghambat alfa glukosida
yang bekerja pada usus halus dengan menyekresi pencernaan kompleks
karbohidrat.

d. Terapi insulin
Insulin diklasifikasikan sebagai:

45 | P a g e
- Insulin masa kerja pendek : mecapai kerja maksimal dalam waktu
beberapa menit hingga 6 jam setelah penyuntikan dan digunakan untuk
mengontrol hiperglikemia posprandial, serta digunakan untuk
pengobatan intravena dan penatalaksanaan pasien dengan ketoasidosis
diabetic. Insulin masa kerja pendek dapat dikombinasikan dengan
insulin masa kerja panjang.
- Insulin masa kerja sedang : mencapai kerja maksimal antara 6 hingga 8
jam setelah penyuntikan dan digunakan untuk pengontrolan harian
pasien dengan diabetes.
- Insulin masa kerja panjang : mencapai kadar puncaknya dalam waktu
14 hingga s20 jam setelah pemberian dan jarang digunakan untuk
pemakaian rutin pada pasien diabetes.

Analog dari insulin yang terbaru adalah


- Lispro, yaitu analog insulin dengan masa kerja sangat singkat yang
menurunkan kemampuan gabungan dan absorpsinya yang lebih cepat.
Lispro memiliki awitan kerja yang sangat cepat dan dapat digunakan
sesaat sebelum atau sesudah makan.
- Glargine, yaitu pada posisi 21 rantai A, aspargin digantikan dengan
glisin dan dua molekul organin telah ditambahkan pada posisi 30 rantai
B. analog insulin ini memiliki masa kerja yang sangat panjang tanpa
puncak dan dapat digunakan untuk menetapkan kadar basal insulin
pada pasien dalam program terapi insulin yang intensif.

Pengendalian glukosa darah pada pasien diabetes yang memerlukan


insulin dapat dicapai dengan pemberian insulin masa kerja sedang sebelum
sarapan dan makan malam, dengan dosis yang lebih besar diberikan
sebelum sarapan. Suntikan insulin biasanya diberikan di abdomen atau di
lengan. Pastikan bahwa tempat penyuntikan tersebut bergerak dan insulin
tidak disuntikan ke dalam pembuluh darah aatau ke dalam jaringan parut.

e. Pengawasan glukosa di rumah


Pasien yang sedang diterapi insulin harus diawasi kadar glukosanya
sebelum diberikan setiap dosis insulin.

f. Pengetahuan tentanag diabetes dan perawatan diri

46 | P a g e
Pasien diabetes relative dapat hidup normal asalkan mereka mengetahui
dengan baik keadaan dan cara penatalaksanaan penyakit yang dideritanya.
Mereka dapat belajar menyuntikan sendiri insulin, memantau kadar
glukosa darah, dan memanfaatkan informasi ini untuk mengatur dosis
insulin dan merencanakan diet serta latihannya sedemikian rupa sehingga
dapat mengurangi hiperglikemia atau hipoglikemia.

6. Pencegahan Diabetes Melitus


1. Pencegahan Primer
Sasaran pencegahan primer:
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.

1.1. Faktor risiko diabetes


Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi
glukosa yaitu :
A. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :
Ras dan etnik
Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang
diabetes)
Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat
seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus
dilakukan pemeriksaan DM.
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram
atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.
Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang
lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.

B. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi;


Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).
Kurangnya aktivitas fisik.
Hipertensi (> 140/90 mmHg).
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250
mg/dL)

47 | P a g e
Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan
rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes
dan DM tipe-2.

C. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :


Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan
klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin
Penderita sindrom metabolik

Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa


darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, PAD
(Peripheral Arterial Diseases).

1.2. Intoleransi Glukosa


Intoleransi glukosa merupakan suatu keadaan yang mendahului
timbulnya diabetes. Angka kejadian intoleransi glukosa
dilaporkan terus mengalami peningkatan.
Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh
Department of Health and Human Services (DHHS) dan The
American Diabetes Association (ADA). Sebelumnya istilah
untuk menggambarkan keadaan intoleransi glukosa adalah TGT
dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang dengan intoleransi glukosa
akan menjadi diabetes.
intoleransi glukosa mempunyai risiko timbulnya gangguan
kardiovaskular sebesar satu setengah kali lebih tinggi
dibandingkan orang normal.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan
TTGO setelah puasa 8 jam. Diagnosis intoleransi glukosa
ditegakkan apabila hasil tes glukosa darah menunjukkan salah
satu dari tersebut di bawah ini :
Glukosa darah puasa antara 100 125 mg/dL
Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa ( TTGO ) antara
140-199 mg/dL.

48 | P a g e
Pada pasien dengan intoleransi glukosa anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang dilakukan ditujukan untuk mencari faktor risiko yang
dapat dimodifikasi.

1.3. Materi pencegahan primer


3.1. Penyuluhan ditujukan kepada:
A. Kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan
intoleransi glukosa
Materi penyuluhan meliputi antara lain
1. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang
mempunyai risiko diabetes dan mempunyai berat badan
lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama
untuk menurunkan risiko terkena DM tipe-2 atau
intoleransi glukosa. Beberapa penelitian menunjukkan
penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau
memperlambat munculnya DM tipe-2.
2. Diet sehat.
Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang
mempunyai risiko.
Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat
badan ideal.
Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan
diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak
menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang
tinggi setelah makan.
Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat
larut.
3. Latihan jasmani.
Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali
glukosa darah, mempertahankan atau menurunkan
berat badan, serta dapat meningkatkan kadar
kolesterol-HDL.
Latihan jasmani yang dianjurkan: dikerjakan
sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan
aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung
maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan
aerobik berat (mencapai denyut jantung >70%

49 | P a g e
maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x
aktivitas/minggu.
4. Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah
satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular. Meski
merokok tidak berkaitan langsung dengan timbulnya
intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat
komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan
DM tipe-2.

B. Perencana kebijakan kesehatan agar memahami dampak


sosio ekonomi penyakit ini dan pentingnya penyediaan
fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer

1.4. Pengelolaan yang ditujukan untuk:


Kelompok intoleransi glukosa
Kelompok dengan risiko (obesitas, hipertensi, dislipidemia, dll.)

1. Pengelolaan Intoleransi glukosa


Intoleransi glukosa sering berkaitan dengan sindrom metabolik,
yang ditandai dengan adanya obesitas sentral, dislipidemia
(trigliserida yang tinggi dan atau kolesterol HDL rendah), dan
hipertensi
Sebagian besar penderita intoleransi glukosa dapat diperbaiki
dengan perubahan gaya hidup, menurunkan berat badan,
mengonsumsi diet sehat serta melakukan latihan jasmani yang
cukup dan teratur.
Hasil penelitian Diabetes Prevention Program menunjukkan
bahwa perubahan gaya hidup lebih efektif untuk mencegah
munculnya DM tipe-2 dibandingkan dengan penggunaan obat
obatan.
Penurunan berat badan sebesar 5-10% disertai dengan latihan
jasmani teratur mampu mengurangi risiko timbulnya DM tipe-2
sebesar 58%. Sedangkan penggunaan obat (seperti metformin,
tiazolidindion, acarbose) hanya mampu menurunkan risiko

50 | P a g e
sebesar 31% dan penggunaan berbagai obat tersebut untuk
penanganan intoleransi glukosa masih menjadi kontroversi.
Bila disertai dengan obesitas, hipertensi dan dislipidemia,
dilakukan pengendalian berat badan, tekanan darah dan profil
lemak sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan

2. Pengelolaan berbagai faktor risiko (lihat bab-IV tentang masalah


khusus):
a. obesitas
b. hipertensi
c. dislipidemia.

2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan
pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit
sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder
program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan
kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan dan dalam menuju
perilaku sehat.

Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien


baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu
diulang pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya. Salah satu penyulit
DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang merupakan
penyebab utama kematian pada penyandang diabetes. Selain pengobatan
terhadap tingginya kadar glukosa darah, pengendalian berat badan,
tekanan darah, profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat
menurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang
diabetes.

Dislipidemia pada Diabetes


Dislipidemia pada penyandang diabetes lebih meningkatkan risiko
timbulnya penyakit kardiovaskular.

51 | P a g e
Perlu pemeriksaan profil lipid pada saat diagnosis diabetes ditegakkan.
Pada pasien dewasa pemeriksaan profil lipid sedikitnya dilakukan setahun
sekali dan bila dianggap perlu dapat dilakukan lebih sering. Sedangkan
pada pasien yang pemeriksaan profil lipid menunjukkan hasil yang baik
(LDL<100mg/dL; HDL>50 mg/dL (laki-laki >40 mg/dL, wanita >50
mg/dL); trigliserid <150 mg/dL), pemeriksaan profil lipid dapat dilakukan
2 tahun sekali
Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada penyandang diabetes
adalah peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol
HDL, sedangkan kadar kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat.
Perubahan perilaku yang tertuju pada pengurangan asupan kolesterol dan
penggunaan lemak jenuh serta peningkatan aktivitas fisik terbukti dapat
memperbaiki profil lemak dalam darah
Dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologis sedini mungkin
bagi penyandang diabetes yang disertai dislipidemia
Target terapi:
Pada pasien DM, target utamanya adalah penurunan LDL
Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit kardiovaskular:
- LDL <100 mg/dL (2,6 mmol/L)
- asien dengan usia >40 tahun, dianjurkan diberi terapi statin untuk
menurunkan LDL sebesar 30-40% dari kadar awal.
- Pasien dengan usia <40 tahun dengan risiko penyakit kardiovaskular
yang gagal dengan perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi
farmakologis

Pada pasien DM dengan penyakit Acute Coronary Syndrome (ACS):


- LDL <70 mg/dL (1,8 mmol/L)
- semua pasien diberikan terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar
30-40%.
trigliserida < 150 mg/dL (1,7 mmol/L)
HDL > 40 mg/dL (1,15 mmol/L) untuk pria dan >50 mg/dL untuk
wanita
Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida 150 mg/dL (1,7 mmol/L)
atau HDL 40 mg/dL (1,15 mmol/L) dapat diberikan niasin atau fibrat
Apabila trigliserida 400 mg/dL (4,51 mmol/L) perlu segera diturunkan
dengan terapi farmakologis untuk mencegah timbulnya pankreatitis.

52 | P a g e
Terapi kombinasi statin dengan obat pengendali lemak yang lain mungkin
diperlukan untuk mencapai target terapi, dengan memperhatikan
peningkatan risiko timbulnya efek samping.
Niasin merupakan obat yang efektif untuk meningkatkan HDL, namun
pada dosis besar dapat meningkatkan kadar glukosa darah.
Pada wanita hamil penggunaan statin merupakan kontra indikasi.
Selanjutnya dapat dilihat pada buku Konsensus Pengelolaan Dislipidemia
pada DM.

Hipertensi pada Diabetes


A. Indikasi pengobatan :
Bila TD sistolik >130 mmHg dan/atau TD diastolik >80 mmHg.
Sasaran (target penurunan) tekanan darah:
Tekanan darah <130/80 mmHg
Bila disertai proteinuria 1g/24 jam : < 125/75 mmHg

B. Pengelolaan:
1. Non-farmakologis:
Modifikasi gaya hidup, antara lain: menurunkan berat badan,
meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol,
serta mengurangi konsumsi garam
2. Farmakologis:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti-hipertensi
(OAH):
- Pengaruh OAH terhadap profil lipid
- Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa
- Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
- Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:
- Penghambat ACE
- Penyekat reseptor angiotensin II
- Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah
- Diuretik dosis rendah
- Penghambat reseptor alfa
- Antagonis kalsium

Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau
tekanan diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan
gaya hidup sampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan
terapi farmakologis

53 | P a g e
Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 atau tekanan diastolik >90
mmHg, dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan
monoterapi.

Catatan
Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II (ARB = angiotensin II
receptor blocker) dan antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin
dapat memperbaiki mikroalbuminuria.
Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.
Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk
toleransi glukosa.
Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan
dosis secara bertahap.
Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap

Obesitas pada Diabetes


Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian DM
dan gangguan toleransi glukosa pada obesitas cukup sering dijumpai
Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan dengan
sindrom dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang
didasari oleh resistensi insulin
Resistensi insulin pada diabetes dengan obesitas membutuhkan
pendekatan khusus
Obesitas dan diabetes meningkatkan risiko kematian akibat PJK
Penurunan 5-10 % dari berat badan dapat memperbaiki sindrom
dismetabolik dan menurunkan risiko PJK secara bermakna
Pengelolaan obesitas terutama ditujukan pada perubahan perilaku pola
makan dan peningkatan kegiatan jasmani. Apabila tidak cukup, maka
pendekatan farmakoterapi (misalnya sibutramine dan orlistat) atau terapi
bedah, dapat merupakan pilihan.

Gangguan koagulasi pada Diabetes


Terapi aspirin 75-160 mg/hari diberikan sebagai strategi pencegahan
sekunder bagi penyandang diabetes dengan riwayat pernah mengalami
penyakit kardiovaskular dan yang mempunyai risiko kardiovaskular lain.

54 | P a g e
Terapi aspirin 75-160 mg/hari digunakan sebagai strategi pencegahan
primer pada penyandang diabetes tipe-2 yang merupakan faktor risiko
kardiovaskular, termasuk pasien dengan usia >40 tahun yang memiliki
riwayat keluarga penyakit kardiovaskular dan kebiasaan merokok,
menderita hipertensi, dislipidemia, atau albuminuria
Aspirin dianjurkan tidak diberikan pada pasien dengan usia di bawah 21
tahun, seiring dengan peningkatan kejadian sindrom Reye
Terapi kombinasi aspirin dengan antiplatelet lain dapat dipertimbangkan
pemberiannya pada pasien yang memiliki risiko yang sangat tinggi.
Penggunaan obat antiplatelet selain aspirin dapat dipertimbangkan sebagai
pengganti aspirin pada pasien yang mempunyai kontra indikasi dan atau
tidak tahan terhadap penggunaan aspirin.

3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan
lebih lanjut.
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum
kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325
mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang
sudah mempunyai penyulit makroangiopati.
Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan

55 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.


Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Graff, Van deer. 2001. Human Anatomy. Mc Grw Hill
K. Murray, Robert, dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta : EGC
L. Moore, Keith. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates Putz,
Price A, Sylvia. 1992. Patofisiologi Volume 2. Jakarta : EGC
Reinhard. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Jilid 1. Edisi 22. Jakarta : EGC
Junqueira, Luiz Carlos. 2007. Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta : EGC
Mycek, Mary J, dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta : Widya
Medika.
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC.
Robbins, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jilid 2. Jakarta : EGC
Sugondo, Sidartawan.dkk. 2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta :
FK UI.
Koolman, Jan. Color atlas of biochemistry, 2nd ed. Thieme
Greenstein, Ben. 2007. At a Glance Sistem endokrin. Edisi kedua. Jakarta :
Penerbit erlangga.

56 | P a g e

También podría gustarte