Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan
oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang
parenkim paru (Alsagaf, 2009). ISPA salah satu penyebab utama kematian pada anak di
bawah 5 tahun tetapi diagnosis sulit ditegakkan. World Health Organization memperkirakan
insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka
kejadian ISPA pada balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun
pada 13 juta anak balita di dunia golongan usia balita. Pada tahun 2000, 1,9 juta (95%) anak
anak di seluruh dunia meninggal karena ISPA, 70 % dari Afrika dan Asia Tenggara (WHO,
2002).
Gejala ISPA sangat banyak ditemukan pada kelompok masyarakat di dunia, karena
penyebab ISPA merupakan salah satu hal yang sangat akrab di masyarakat. ISPA merupakan
infeksi akut yang disebabkan oleh virus meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas
dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA menjadi perhatian bagi anak-anak
(termasuk balita) baik dinegara berkembang maupun dinegara maju karena ini berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh. Anak-anak dan balita akan sangat rentan terinfeksi penyebab
ISPA karena sistem tubuh yang masih rendah, itulah yang menyebabkan angka prevalensi
dan gejala ISPA sangat tinggi bagi anak-anak dan balita (Riskerdas, 2007). Prevalensi ISPA
tahun 2007 di Indonesia adalah 25,5% (rentang: 17,5% - 41,4%) dengan 16 provinsi di
antaranya mempunyai prevalensi di atas angka nasional.
Kasus ISPA pada umumnya terdeteksi berdasarkan gejala penyakit. Setiap anak
diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. Universitas Sumatera Utara
Angka ISPA tertinggi pada balita (>35%), sedangkan terendah pada kelompok umur 15 - 24
tahun. Prevalensi cenderung meningkat lagi sesuai dengan meningkatnya umur. antara laki-
laki dan perempuan relatif sama, dan sedikit lebih tinggi di pedesaan. ISPA cenderung lebih
tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran per kapita lebih rendah
(Riskerdas, 2007).
Salah satu penyebab kematian akibat ISPA adalah Pneumonia dimana penyakit ini
disebabkan oleh infeksi Streptococus pneumonia atau Haemophillus influenzae. Banyak
kematian yang diakibatkan oleh pneumonia terjadi di rumah, diantaranya setelah mengalami
sakit selama beberapa hari. Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak
tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun kelihatannya angka
kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi (Rasmaliah, 2004).
Kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA (Infeksi Saluran
Pernafasan Akut) di Indonesia pada akhir tahun 2000 sebanyak lima kasus di antara 1.000
bayi/balita. Berarti, akibat pneumonia, sebanyak 150.000 bayi/balita meninggal tiap tahun
atau 12.500 korban per bulan atau 416 kasus sehari atau 17 anak per jam atau seorang
bayi/balita tiap lima menit (WHO, 2007).
Di Indonesia, prevalensi nasional ISPA 25% (16 Provinsi di atas angka rasional),
angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada bayi 2,2%, balita 3%, sedangkan angka
kematian (mortalitas) pada bayi 23,8% dan balita 15,5% (Riskerdas, 2007). Untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan RI menetapkan 10 program
prioritas masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat untuk mencapai tujuan Indonesia
Sehat 2010, dimana salah satu diantaranya adalah Program Pencegahan Penyakit Menular
termasuk penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Depkes RI, 2002).
Menurut survey kesehatan Indonesia, angka kematian Balita pada tahun 2007 sebesar
44/1000 kelahiran hidup, sementara perkiraan kelahiran hidup Universitas Sumatera Utara
diperoleh 4.467.714 bayi. Berdasarkan data tersebut dapat dihitung jumlah kematian balita
196.579. Menurut Riskesdas penyebab kematian balita karena pneumonia adalah 15,5%. Dan
jumlah kematian balita akibat pneumonia setiap harinya adalah 30.470 atau rata rata 83
orang balita ( Depkes, 2007).
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan
kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi.
Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari
kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit ISPA (Anonim,2009)
Masalah kesehatan tidak sepenuhnya tanggung jawab pemerintah. Namun sistem yang
terkandung di dalamnya turut membantu mencari inovasi yang baru, termasuk masyarakat.
Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan juga menjadi pemicu penyebab
masalah kesehatan, khususnya ISPA. Penderita ISPA tiap tahun selalu mangalami
peningkatan. Hal ini dapat dikarenakan beberapa faktor misalnya, rendahnya tingkat
pendidikan sehingga pengetahuan mengenai kesehatan juga masih rendah atau faktor
ekonomi yang menyebabkan tingkat kesehatan kurang diperhitungkan.
Pemerintah bisa melakukan banyak strategi untuk mencegah peningkatan masalah
kesehatan khususnya ISPA. Upaya yang dapat dilakukan misalnya saja promosi kesehatan
mengenai nutrisi yang baik dan seimbang, istirahat yang cukup dan kebersihan.
1. Tujuan
Menjelaskan proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA).
2. Rumusan Masalah
Bagaimana proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA)?
3. Manfaat
Mengetahui proses asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan ISPA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ISPA .
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang
dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung
paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput
paru
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek
dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan
menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat
kematian
Program Pemberantasan Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu
pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit
yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis,
faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai
bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah
virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang
ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua
radang telinga akut harus mendapat antibiotik (Rasmaliah, 2004)
B. Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam
(chest indrawing).
2 Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan
tonsilitis tergolong bukan pneumonia
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA.
Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur
2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
1. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada
bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2
bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding
dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus
dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan
adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit
atau lebih.
3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah dan tidak ada napas cepat(Rasmaliah, 2004).
C. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus,
Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain
golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus.
D. Gejala ISPA
Penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat menular, hal ini timbul karena
menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau
stres. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung,
yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta
demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak.
Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung bertambah.
Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah 3-5 hari. Komplikasi
yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran
tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru).
c. Status Gizi
Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi
kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus,
terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan menghasilkan
kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan (Imunoglobulin,
Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting
untuk melindungi bayi dari infeksi.
f. Status Imunisasi
3) Lingkungan
a. Kelembaban Ruangan
Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan (2004),
dengan desain cross sectional didapatkan bahwa kelembaban ruangan
berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan hasil
uji regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan mempunyai exp
(B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali.
b. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu
optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 180C
atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu
ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko
terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
c. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut
tetap terjaga.
g. Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif.
Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan
racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian Pradono
dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi perokok pasif pada
semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau 97.560.002 penduduk.