Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
BAB I
PENGANTAR
A. LATAR BELAKANG
Sejak 1998, Industri Purified Terephthalic Acid (PTA) mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Di Indonesia, ada lima fasilitas produksi PTA
yang beroperasi dengan total produksi kelima PTA ini mencapai 1,98 juta
ton/tahun. Salah satu bahan baku pada industri PTA ini adalah asam asetat.
Industri PTA mengonsumsi 60% dari total kebutuhan asam asetat dalam negeri
(Indochemical, 2010) sehingga tak heran jika kebutuhan asam asetat dalam negeri
sangat tinggi.
Asam asetat adalah senyawa karboksilat yang higroskopis, tidak berwarna,
dan memiliki aroma yang sangat tajam serta korosif terhadap logam dan jaringan.
Beberapa alternatif nama asam asetat adalah asam etanoat, asam etilat, asam
metanakarboksilat, atau asam cuka. Asam asetat memiliki rumus struktur C2H4O2,
akan tetapi biasa ditulis sebagai CH3COOH. Larutan asam asetat merupakan asam
lemah dimana hanya sebagian molekul CH3COOH yang terdisosiasi menjadi H+
dan CH3COO-. Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar) yang
mirip seperti air dan etanol sehingga bisa melarutkan dan mudah larut pada
senyawa polar maupun non-polar (Haynes, 2014). Hal ini menyebabkan asam
asetat menjadi senyawa populer yang banyak digunakan di berbagai industri kimia
di Indonesia.
Kegunaan asam asetat pada berbagai industri antara lain sebagai berikut.
1. Produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil
asetat, maupun berbagai macam serat dan kain.
2. Pengatur keasaman pada industri makanan.
3. Sebagai bahan baku pada industri kimia seperti :
o Industri PTA dengan asam asetat sebagai media pelarut katalis.
o Industri Ethyl Asetat dengan asam asetat sebagai bahan baku utama
Penentuan Lokasi
Ada beberapa hal yang memperngaruhi penentuan lokasi pabrik, anatara
lain adalah terkait dengan ketersediaan bahan baku, sarana-sarana penunjang
hingga kondisi alam dan kondisi alam. Lokasi pabrik yang tidak diputuskan secara
matang akan menyebabkan biaya operasional pabrik menjadi tidak ekonomis.
Pabrik asam asetat dari asetaldehid memilih Kota Batam sebagai lokasi pendirian
pabrik tepatnya di kawasan Bintang Industri. Gambar 1 adalah peta lokasi
kawasan Bintang Industri, Batam.
dan air umpan reboiler dan lain-lain. Sumber air yang digunakan dapat berupa
sungai, danau dan air laut, serta air tanah. Air yang akan digunakan dalam
sebagian besar proses berasal dari air laut karena lokasi pabrik yang berdekatan
dengan laut sehingga ketersediaan air diharapkan mampu memenuhi kebutuhan
proses pabrik. Air laut yang akan digunakan akan diproses terlebih dulu
sehingga sesuai dengan peruntukannya.
Ketersediaan air bersih di Batam diperoleh melalui enam sumber air yang
berada tersebar di pulau dengan kapasitas keseluruhan sebesar 3.960 liter/
detik. Kebutuhan air bersih cukup untuk memenuhi kebnutuhan populasi
penduduk yang hampir mencapai 800.000 jiwa serta kebutuhan industri yang
telah masuk dalam standar air bersih yang ditetapkan oleh WHO (World
Health Organization).
3. Ketersediaan energi
Kebutuhan energi juga merupakan faktor utama dalam operasional
pabrik, sehingga sumber energi yang memadai harus terjangkau dari kawasan
pabrik. Sumber energi yang digunakan dalam pabrik dapat berupa listrik yang
disuplai melalui pembangkit listrik serta bahan bakar yang diperoleh melalui
penyedia perusahaan bahan bakar di sekitar pabrik.
Kebutuhan listrik di Batam disuplai oleh PLN Batam dan kebutuhan
bahan bakar dalam proses dapat diperoleh melalui PT. Pertamina RU III Plaju
maupun PT Chevron Pacific Indonesia, Dumai sehingga diharapkan segala
kebutuhan energi baik listrik maupun Ana bakar di pabrik dapat dipenuhi.
4. Akses dan Transportasi
Dalam mempermudah pengangkutan bahan baku, produk maupun bahan
pendukung lainnya sebaiknya dipilih lokasi pabrik yang berada di daerah yang
mudah dijangkau oleh kendaraan-kendaraan besar. Kawasan Bintang Industri
Batam memiliki akses darat yang memadahi dan berdekatan dengan pelabuhan
besar. Lebih 1000 km jalan raya beraspal menghubungkan beberapa pusat
bisnis di Batam yang terus ditingkatkan kualitasnya untuk mengantisipasi
pertumbuhan lalu lintas.
7. Tenaga kerja
Tersedianya tenaga kerja yang terampil dan terdidik akan memperlancar
jalannya proses produksi. Dengan lokasi yang tidak jauh dari pemukiman,
perusahaan diharapkan mampu berkontribusi aktif meningkatkan taraf hidup
masyarakat.
Terdapat sekitar 550.000 jiwa penduduk yang tinggal di Batam dengan
kurang lebih 170.000 jiwa yang bekerja di sektor formal dan sekitar 75.000
jiwa yang bekerja di sektor informal sehingga diharapkan kebutuhan tenaga
kerja pabrik dapat dipenuhi.
8. Iklim dan gempa
Indonesia memiliki iklim tropis serta letaknya sebagai daerah yang rawan
gempa bumi. Pengaruh angin kencang pada saat musim hujan, suhu yang
relative tinggi saat musim kemarau, serta gempa dapat diantisipasi dengan
menyertakan pengaruh-pengaruh tersebut ke dalam perhitungan perancangan
pemilihan bahan material alat sehingga peralatan dapat tetap beroperasi secara
maksimal.
9. Faktor Ekonomi, sosial dan hukum
Kebijakan pemerintah setempat juga harus diperhatikan mengingat
otonomi daerah pada saat ini. Dengan kondisi Indonesia dimana Indonesia
kekurangan kebutuhan akan asam asetat, pemerintah setempat diharapkan
menyetujui keringanan pajak bagi pendirian dan operasional pabrik.
Sejak 19 Januari 2009, Batam ditetapkan pemerintah sebagai Zona
Perdagangan Bebas sehingga berbagai kebijakan pemerintah setempat akan
berpengaruh dalam segala kegiatan ekonomi di Pulau Batam.
Kondisi sosial masyarakat dapat memberikan dukungan terhadap
operasional pabrik sehinggga operasional pabrik dapat berjalan secara
maksimal. Kondisi pekerja juga akan mempengaruhi operasional pabrik
sehingga perlu adanya peningkatan motivasi bagi para pekerja hingga insentif.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Asam asetat dapat dihasilkan melalui beberapa mekanisme proses dari
bahan baku yang berbeda. Proses yang secara umum digunakan adalah dengan
oksidasi asetaldehid, fermentasi etanol, oksidasi hidrokarbon, dan karbonilasi
metanol serta oksidasi etilen. Proses-proses tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Oksidasi asetaldehid
Pembuatan asam asetat melalui oksidasi asetaldehid memiliki
persamaan reaksi sebagai berikut:
2CH3CHO + O2 2CH3COOH (1)
Proses berlangsung pada fase cair pada suhu dan tekanan masing-
masing sebesar 50-80oC dan 4-10 atm. Katalis yang terlibat dalam reaksi
adalah mangan asetat tetrahidrat. Konversi asetaldehid menjadi asam asetat
yang dihasilkan adalah sebesar 90%. Hasil samping yang terbentuk melalui
mekanisme reaksi ini antara lain etil asetat, asam formiat, dan formaldehid
yang memiliki titik didih lebih rendah dari asam asetat sehingga dapat
dipisahkan melalui distilasi.
b. Fermentasi etanol
Proses fermentasi etanol untuk menghasilkan asam asetat berlangsung
dengan bantuan organisme yang mengubah glukosa, xylosa, dan beberapa
hexose dan pentosa melalui proses anaerob dengan persamaan reaksi
sebagai berikut:
C6H12O6 CH3COOH (2)
Asam asetat dibuat dengan cara memfermentasikan tetes
menggunakan yeast Saccharomyces cereviceae secara batch membentuk
etanol di dalam fermenter. Reaksi ini berlangsung pada suhu 30 oC dan
tekanan 1 atm. Etanol yang terbentuk kemudian di fermentasikan lagi
menggunakan bakteri Acetobacter aceti yang berlangsung secara Batch di
fermenter kedua yang beroperasi pada suhu dan tekanan yang sama dengan
fermenter pertama. Hasil fermentasi yang masih banyak mengandung air
e. Oksidasi etilen
Pembuatan asam asetat melalui oksidasi etilen berlangsung pada suhu
160-210oC dan tekanan dengan bantuan katalis padat. Reaksi terjadi pada
fase gas menurut persamaan reaksi berikut:
C2H4 + O2 CH3COOH (4)
C2H4 + 3O2 2CO2 + 2 H2O (5)
Katalis yang terlibat dalam reaksi ini adalah timbal dengan paduan
dengan logam lain. Melalui mekanisme reaksi ini dihasilkan pula hasil-hasil
samping sehingga membutuhkan proses pemurnian lebih lanjut.
Dari keempat proses yang ada, dipilih proses pembuatan asam asetat melalui
oksidasi asetaldehid. Hal yang melatarbelakangi dipilihnya proses pembuatan
asam asetat melalui oksidasi asetaldehid antara lain sebagai berikut:
1. Kondisi operasi yang relatif mudah dicapai yaitu pada tekanan 5-10 atm
dengan suhu 50-80oC. Kondisi operasi ini juga bersifat lebih memperhatikan
aspek keselamatan terhadap lingkungan.
2. Bahan baku yang relatif mudah diperoleh.
3. Proses lainnya lebih beresiko sehingga rawan terhadap aspek keselamatan
karena melibatkan tekanan dan suhu yang tinggi.
4. Bahan pembantu yang lebih sedikit dibutuhkan.