Está en la página 1de 19

SISTEM MUSKULOSKELETAL

ASUHAN KEPERAWATAN OPEN FRATUR CRURIS

OLEH KELOMPOK II:

1. CORRYNA DAMARIS E.O (A7.13.04)


2. DARLIN SUSANTI KIWO (A7.13.05)
3. DELTA ARDE CHRISMANUEL (A7.13.06)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS BAPTIS KEDIRI

PRODI KEPERAWATAN S1 PROGRAM A TINGKAT III

TAHUN AKADEMIK 2015/2016


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya
sehinnga dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Muskuloskeletal yang kami beri
judul Asuhan Keperawatan Open fraktur Kruris.

Kami berterima kasih kepada dosen keperawatan Muskuloskeletal yang telah


memberikan bimbingan sehingga dapat diselesaikannya tugas ini. Kami sebagai
penyusun meminta maaf apabila dalam makalah ini terjadi kesalahan penulisan
maupun dalam cara penyusunannya. Penyusun berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya untuk mahasiswa dan umumnya seluruh masyarakat Indonesia.
Kritik dan saran dari pembaca akan sangat membantu kami agar dikemudian hari
kami dapat membuat makalah yang lebih baik.

Kediri , 28 Sepetember 2015

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I TINJAUAN TEORI

1.1 Definisi.1
1.2 Etiologi.1
1.3 Patofisiologi..2
1.4 Klasifikasi Fraktur.3
1.5 Manifestasi Klinis.5
1.6 Penatalaksanaan Fraktur Terbuka.5
1.7 Pemeriksaan Diagnostik6

BAB II ASHAN KEPERAWATAN OPEN FRAKTUR TERBUKA

2.1 Pengkajian7

2.2 Diagnosa Keperawatan12

2.3 Intervensi..13

2.4 Evaluasi.15

DAFTAR PUSTAKA.16
BAB I

TINJAUAN TEORI

1.1 Definisi
Menurut Smeltzer (2002) adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis danluasnya.Menurut Sjamsuhidayat (2005) fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa. Open Fraktur Cruris, Open = terbuka, Fraktur = patah
tulang, Cruris = Kaki Jadi dapat disimpulkan bahwa Open Fraktur cruris adalah
terputusnya kontinuitas tulang pada kaki yang disebabkan oleh rudapaksa.

1.2 Etiologi
Menurut Smeltzer (2002) Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan punter mendadak,dan bahkan kontraksi otot ekstrem.
Penyebab yang lainnya adalah sebagai berikut :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan.Fraktur demikian sering bersifat fraktur dengan garis patah
melintang.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan.Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vector kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya
dan penarikan.
1.4 Klasifikasi Fraktur
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang di timbulkan)
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
b. Frktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidak kompitan fraktur
a. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b. Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
1) Hair Line Fraktur (Patah retak rambut)
2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Obilik : Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang di
sebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi : fraktur yag diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah
a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple : Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yag sama
5. Berdasarkan Pergeseran fregmen tulang
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : garis patah lengkap tetapi kedua
fregmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragneb tulang yang
jugadisebut lokasi fragmen, terbahi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
6. Berdasarkan posisi fraktur
Satu batang tulang terbagi menjadi tiga bagian:
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
7. Berdasarkan fraktur terbuka
Derajat Luka Fraktur
Laserasi< 2 cm Sederhana
I Laserasi < 1 cm, dengan luka Dislokasi
bersih Fragmen minimal
Laserasi > 2 cm, kontusi otot Dislokasi
II
di sekitarnya Fragmen jelas
Luka lebar Komunitif
Rusak hebat atau hilangnya Segmental
III
jaringan di sekitarnya, Fragmen tulang ada
terkontaminasi yang hilang
1.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna (Smeltzer,
2002). Gejala umum fraktur menurut Reeves (2001) adalah rasa sakit,
pembengkakan dan kelainan bentuk.
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang diranang untuk meminimalkan gerakan antarfragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukanya tetap
rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstrimitas yang bisa
diketahui dengan mebandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur tulang penjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak
yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapajam atau hari setelah cidera.

1.6 Penatalaksanaan Fraktur Terbuka


Patah tulang terbuka memerlukan pertolngan segera. Penundaan waktu dalam
memberikan pertolongan akan mengakibatkan komplikasi infeksi karena adanya
pemaparan dari lingkungan luar. Waktu yang optimal untuk melaksanakan
tindakan sebelum 6-7 jam sejak kecelakaan, disebut golden period.
Secara klinis patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat (Pusponegoro A.D.,
2007), yaitu:
Derajat I : Terdapat luka tembus kecil seujung jarum, luka ini didapat dari
tusukan fragmen-fragmen tulang dari dalam.
Derajat II : Luka lebih besar disertai dengankerusakan kulit subkutis. Kadang-
kadang ditemukan adanya benda-benda asing disekitar luka.
Derajat III : Luka lebih besar dibandingkan dengan luka padaderajat II.
Kerusakan lebih hebat karena sampai mengenai tendon dan otot-otot
saraf tepi.
Pada luka derajat I biasanya tidak mengalami kerusakan kulit, sehingga
penutupan kulit dapat ditutup secara primer. Namun pada derjat II, luka lebih besar
dan bila dipaksa menutup luka secara primer akan terjadi tegangan kulit. Hal ini
akan mengganggu sirkulasi bagian distal. Sebaiknya luka dibiarkan terbuka dan
luka ditutup setelah 5-6 hari (delayed primary suture). Untuk fiksasi tulang pada
derajat II dan III paling baik menggunakan fiksasi eksterna.Fiksasi eksterna yang
sering dipakai adalah Judet, Roger Anderson, dan Methyl Methacrylate.
Pemakaian gips masih dapat diterima, bila peralatan tidak ada. Namun, kelemahan
pemakaian gips adalah perawatanyang lebih sulit.
Salah satu tindakan untuk fraktur terbuka yaitu dilakukan debridement.
Debridement bertujuan untuk membuat keadaan luka yang kotor menjadi bersih,
sehingga secara teoritis fraktur tersebut dapt dianggap fraktur tertutup.Namun
secara praktis, hal tersebut tidak pernah tercapai.Tindakan debridement dilakukan
dalam anastesi umum dan selaluharus disertai dengan pencucian luka dengan air
yang steril/NaCl yang mengalir.Pencucian ini memegang peranan penting untuk
membersihkan kotoran-kotoran yang menempel pada tulang.
Pada fraktur terbuka tidak boleh dipasang torniket, hal ini penting untuk menentukan
batas jaringan yang vital dannekrotik.Daerah luka dicukur rambutnya, dicuci dengan
detergen yang lunak (misal Physohex), sabun biasa dengan sikat lamanya kira-lira
10 menit, dan dicuci dengan air mengalir.Dengan siraman air mengalir diharapkan
kotoran-kotoran dapat terangkat mengikuti aliran air.
Tindakan pembedahan berupa eksisi pinggir luka, kulit, subkutis, fasia, dan
pada otot-otot nekrosis yang kotor.Fragmen tulang yang kecil dantidak
mempengaruhi stabilitas tulang dibuang.Fragmen yang cukup besar tetap
dipertahankan.

1.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma, dan jenis
fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT scan/MRI : memerlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vascular.
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkinmeningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
multiple trauma). Peningkatan jumlah SDP adalah proses stress normal
setelah trauma.
5. Keratinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse
multiple atau cidera hati.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN OPEN FRAKTUR KRURIS

2.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, nomor register,
tanggal MRS, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Pada umunya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebutbisa akut atau akut tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajianyang lengkap tentang rasa nyeri klien di gunakan:
1) Provoking Incident : apakahada peristiwa yang menjadi factor
presipitasi nyeri.
2) Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau di
gambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : Radiation, relief : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) Of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang di rasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa di tentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang
terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan
bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan member
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Pagets yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik da juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu factor predisposisi terjadinya fraktur, sepeti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung di turunkan secara genetic.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang di deritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.
g. Pola-pola fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidaktahuan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya danharus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid (anti inflamasi) yang dapat mengganggu
metabolism kalsium, pengkonsumsian alcohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Padaklien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya sepertikalsium, zat besi protein, Vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa
membantu menentukan penyebab masalah musculoskeletal dan mengantisipasi
komplikasi darinutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan
terpapar sinar matahari yang kurang merupakan factor predisposisi masalah
musculoskeletal terutama pada lansia.Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gagguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun tidak begitu perlu juga di kaji frekuensi, konsistensi,
warna serta bau feses pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri di kaji , kepekatannya, warna, bau dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga di kaji ada kesulitan atau tidak.
4) Pola Tidur dan Itirahat
Semua klienfraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian di laksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
(Dongoes. Marlynn E, 2002).
5) Pola Akitifitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang, dan kebutuhan klien perlu banyak di
bantu oleh orang lien. Hal lain yang perlu di kaji adalah bentuk aktivitas
klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur di banding pekerjaan yang lain
6) Pola Hubungan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap
7) Pola Persepsidan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecatatan akibat frakturnya, rasa cemas rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image).
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutamapada bagian
distalfraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distalfraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Gegitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,timbul rasa nyeri
akibat fraktur.
9) Pola Produksi seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
10) Pola Penanggulangan stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang di tempuh klien bisa tidak efektif.
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

2. Pemeriksaan Fisik
Di bagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalista) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokal). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimanan
spesialisasinya hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a. Gambarn umum
Perlu menyebutkan :
1. Keadaan umum : baik atau buruknya yang di catat adalah tanda-tanda
seperti :
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
terganggu pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
2. Secara sistematik dari kepala sampai kelamin.
a) Sistem Integumen : terdapat eritema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, edema, nyeri tekan.
b) Kepala : tidak ada gangguan yaitu, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
c) Leher : tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
d) Muka : wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tidak edema.
e) Mata : tidak ada gangguan seperti konjunktiva tidak anemus
(karena tidak terjadi perdarahan)
f) Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal, tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
g) Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hisung.
h) Mulut dan Faring : tidak ada pembesara tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
i) Thoraks : tidak ada pergerakan oror intercostae, gerakan dada
simetris.
j) Paru :
1. Inspeksi : Pernafasan : pernafasan meningkat, reguler atau
tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
2. Palpasi : pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3. Perkusi : suara ketok sonor, tidak ada redup atau suara
tambahan lainnya.
4. Auskultasi : suara nafas normal, tidak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor atau ronchi.
k) Jantung
1. Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung
2. Palpasai : Nada meningkat, iktus tidak teraba.
3. Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
l) Abdomen
1. Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2. Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler (nyeri tekan
pada seluruh lapang abdomen), hepar tidak teraba.
3. Perkusi : Suara timpani, ada pantulan gelombang cairan.
4. Auskultasi : Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tidak ada hernis, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan
BAB.
b. Keadaan lokal
Harus di perhitungkan bagian terdekat dan terjauh fraktur terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5P yaitu
Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan ). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah :
1. Look (Inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat di lihat antara lain :
a) Sikatrik (jaringan parut baik yang alami maupun buatan sepeti
bekas operasi)
b) Cape au lait spot (tanda lahir)
c) Fistuale (luka bernanah)
d) Warna kemerahan atau kebiruan (livade) atau hiperpigmentasi.
e) Benjolan, pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
f) Posisi dan bentuk dari ekstremitas (deformitas)
g) Posisi jalan (pola berjalan, waktu masuk ke kamar periksa).
2. Feel (Palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisipenderita di perbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi sua arah, baik pemeriksa
maupun klien.
Yang perlu di catat adalah :
a) Perubahan suhu di sekitar trauma ()hangat dan kelembapan kulit.
Capillary refill time Normal 3-5
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema
terutama disekitar persendian.
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
Otot : tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak dan
ukurannya.
3. Move (Pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian di teruskan dengan
menggerakkan ekstremitas dan di catat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dpat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi di
catat dengan ukuran derajat, dari arah tiappergerankan mulai dari titik
0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

2.2 Diagnosa Keperawatan


Adapun diagnosa Keperawatanyang sering di jumpai pada klien fraktur adalah
sebagai berikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cederajaringan lunak, pemasangan traksi, stress ansietas.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (i,obilisasi)
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan
traksi (pen, kawat, sekrup)
d. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif / traksi tulang)

2.3 Intervensi Keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cederajaringan lunak, pemasangan traksi, stress ansietas
Tujuan : Setelah perawatan selama 2x 24 jam pasien mengatakan nyeri
berkurang atau teradaptasi denganmenunjukkan tindakan santai,mampu
berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan
penggunaan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi
individual.

Intervensi :
1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat
dan atau traksi
Rasional : Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
Rasional : meningkatkan aliranbalik vena, mengurangi edema / nyeri.
3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif / aktif.
Rasional : Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi
vaskuler.
4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan
posisi).
Rasional : meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal
dan kelelahan otot.
5. Ajarkan menggunakan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam,
imajinasi visual, aktivitas dipersional).
Rasional : mengalihkan perhatian terhadapnyeri, meningkatkan kontrol
terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4x24 jam klien dapat
meningkatkan / mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang
mungkin dpat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan /
fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan teknik
yang memampukan melakukan aktifitas.

Intervensi :
1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran,
kunjungan teman / keluarga) sesuai keadaan klien.
Rasional : memfokuskan perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri /
harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.
2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
Rasional :Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahakan
tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur / atrofi
dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter sesuai indikasi.
Rasional : mempertahankan posisi fungsional ekstremitas.
4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan / eliminasi) sesuai keadaan
klien
Rasional : Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai
kondidi keterbatasan klien.

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan


traksi (pen, kawat, sekrup)
Tujuan : Seletah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam klien
menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku teknik untuk
mencegah kerusakan kulit / memudahkan penyembuhan sesuai indikasi,
mencapai penyembuhan luka sesuai waktu / penyembuhan lesi terjadi.

Intervensi :
1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih,alat
tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit)
Rasional : Menurunkan resiko kerusakan / abrasi kulit yang lebih luas.
2. Masase Kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat /
gips
Rasional : meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan
kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi.
3. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
Rasional : Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat
kontaminasi fekal.
4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips / bebat terhadap kulit, insersi
pen / traksi
Rasional : Menilai perkembangan salah klien.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer


(kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif / traksi tulang)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4x24 jam klien
mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau
eritema dan demam.

Intervensi :
1. Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka
Rasional : mencegah infeksi sekunder dan mempercepat penyembuhan
luka.
2. Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilisasi insersi pen.
Rasional : meminimalkan kontaminasi
3. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi
Raional : antibiotik spektrum luas atau spesifikasi dapat digunakan secara
profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk
mencegah infeksi tetanus.
4. Analisa hasilpemeriksaan laboraturium (Hitung darah lengkap, LED,
Kultur dan sensitivitas luka / serum / tulang)
Rasional : laukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kulturuntuk
mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.
5. Observasi tanda-tanda vital dantanda-tanda peradangan lokal pada luka.
Rasional : mengevaluasi perkembangan masalah klien.

2.4 Evaluasi
1. Nyeri berkurang atau teradaptasi
2. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
3. Mobilisi meningkat pada poisi tertinggi sesuai kondisi pasien
4. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
5. Infeksi tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA

Kholid Risydi. Muskuloskeletal. Jakarta: Buku Kesehatan. 2013

Lukman, Ningsih Nurma. Asuhan Keperawatan Pada Klien Pada gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta. Salemba Medika. 2009

DoengesM.E.(2000),Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 .EGC.Jakarta.

También podría gustarte