Está en la página 1de 23

LAPORAN KASUS

SKIZOFRENIA HEBEFRENIK EPISODIK BERULANG


F20.13

Disusun oleh:

Putu Isma Saraswati Dewi 16710215

Ida Bagus Gede Putera Brahmansa 16710227

Ida Bagus Kade Adiyoga 16710239

Ni Ketut Miramasari 16710272

Firidi Oktavilun Rochman 16710184

Wenny Octania 16710183

Pembimbing:

dr. Eko Djunaedi, SpKJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA

RUMAH SAKIT JIWA Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2017

1
DAFTAR ISI

Judul 1

Daftar Isi 2

BAB I PENDAHULUAN 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Skizofrenia 6

Epidemiologi 6

Etiologi 7

Perjalanan penyakit 11

Tipe-tipe skizofrenia 12

Penatalaksanaan 15

BAB III STATUS PSIKIATRIK 18

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Skizofrenia secara etimologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu
schizo yang berarti terpotong atau terpecah dan phren yang berarti pikiran,
sehingga skizofrenia berarti pikiran yang terpecah. Arti dari katakata tersebut
menjelaskan tentang karakteristik utama dari gangguan skizofrenia, yaitu
pemisahan antara pikiran, emosi, dan perilaku dari orang yang mengalaminya.
Definisi skizofrenia yang lebih mengacu kepada gejala kelainannya adalah
gangguan psikis yang ditandai oleh penyimpangan realitas, penarikan diri dari
interaksi sosial, juga disorganisasi persepsi, pikiran, dan kognisi. Dalam Diagnostic
and Stastistical Manual of Mental Disorder, 4th edition (DSM-IV), skizofrenia
didefinisikan sebagai sekelompok ciri dari gejala positif dan negatif,
ketidakmampuan dalam fungsi sosial, pekerjaan ataupun hubungan antar pribadi,
dan menunjukkan terus gejala-gejala ini selama paling tidak enam bulan. Referensi
lain juga menyebutkan bahwa skizofrenia merupakan suatu gangguan yang
mencakup gejala kelainan kekacauan pada isi pikiran, bentuk pikiran, persepsi,
afeksi, perasaan terhadap diri sendiri, motivasi, perilaku, dan fungsi interpersonal.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa
skizofrenia adalah salah satu jenis kelainan mental yang mengacaukan hampir
seluruh fungsi manusia yang mencakup fungsi berpikir, persepsi, emosi, motivasi,
perilaku, dan sosial. Orang-orang yang menderita skizofrenia umunya mengalami
beberapa episode akut, diantara setiap episode mereka sering mengalami gejala-
gejala yang tidak terlalu parah namun tetap sangat menggagu keberfungsian
mereka. Komorbiditas dengan penyalahgunaan zat merupakan masalah utama bagi
para pasien skizofrenia, terjadi pada sekitar 50 persennya. (Halgin & Whitboume,
2014).

3
Skizofrenia didefinisikan sebagai penyakit mental dengan gangguan otak yang
kompleks. Eugene Bleuler adalah ahli psikiatri pertama yang mendefinisikan
skizofrenia sebagai schizos yang berarti terbelah atau terpecah dan phrein yang
berarti otak. Menurut Nevid dkk, (2002:110) skizofrenia adalah penyakit pervasif
yang mempengaruhi lingkup yang luas dari proses psikologis mencakup kognisi,
afek, dan perilaku. Mereka kehilangan jati diri dan mengalami kegagalan dalam
menjalankan peran dan fungsinya di dalam masyarakat.Pikiran dan perasaan yang
tidak seimbang menyebabkan penderita skizofrenia terputus dari realitas.Penyakit
ini menjadi persoalan serius di beberapa negara seperti di Inggris, Amerika dan
Belanda.Royal College of Psychiatris di Inggris melaporkan bahwa satu diantara
seratus orang mengembangkan skizofrenia pada suatu saat dalam hidupnya
(Cumming 2010: 201). Wu dkk (2006) melaporkan bahwa pada tahun 2002
prevalensi dua belas bulan skizofrenia yang terdiagnosis diperkirakan sebesar 5,1
per seribu jiwa dimana angka kejadiannya jauh lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan pada perempuan yaitu (1:4).
Sementara masyarakat yang masih awam dengan penyakit ini, tidak mengenali
fase-fase yang terdapat pada penderita skizofrenia. Pada fase awal atau prodormal
penderita akan terlihat murung, menarik diri dari lingkungannya, sedikit bicara, dan
malas dalam beraktifitas. Dari sini akan terjadi penurunan peran dan fungsi dalam
sosial kemasyarakatan. Fase ini sering tidak disadari oleh keluarga, teman dekat
atau bahkan penderita skizofrenia sendiri.
Secara tidak sadar penderita akan memasuki fase berikutnya yaitu fase akut
dimana mereka akan mengalami waham dan halusinasi. Waham dan halusinasi ini
merupakan gejala positif pada penderita skizofrenia. Waham adalah suatu
keyakinan yang salah atau false belief yang sifatnya tidak rasional. Misalnya
penderita merasa dirinya sebagai seorang utusan, nabi, messiah, merasa
dikendalikan oleh makhluk dari luar angkasa, atau merasa bahwa semua teman
sekelasnya membenci dan ingin menyakiti dirinya, sedangkan halusinasi adalah
penangkapan panca indera yang keliru, misalnya dia merasa mendengar orang

4
berbicara atau memanggil namanya padahal di ruangan tersebut tidak ada siapa pun
selain dirinya.
Selain gejala positif, penderita skizofrenia juga memiliki gejala negatif.Salah
satu gejala negatifnya adalah gangguan berbahasa. Menurut Burne, penderita
skizofrenia memiliki hendaya kognitif sosial yang didefinisikan sebagai Theory of
Mind (TOM). Dalam hal ini TOM berperan penting dalam menentukan bagaimana
seseorang tersebut berbicara, menggunakan bahasa, mempersepsikan emosi dan
dan bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat. TOM pada penderita skiozfrenia
sangat lemah sehingga mereka mengalami kesulitan untuk mempersepsikan emosi
dan pembicaraan orang lain. Mereka juga mengalami kesulitan memahami
perspektif pihak ketiga dan tidak memahami perilaku dan ucapan mereka sebagai
hal yang tidak sesuai secara sosial pada situasi tertentu (Carini &Nevid, 1992).

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP SKIZOFRENIA
1. Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu
gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada
persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang.Kesadaran yang jernih dan
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif
tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003). Gejala skizofrenia secara
garis besar dapat di bagi dalam dua kelompok, yaitu gejala positif dan gejala
negatif. Gejala positif berupa delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh
gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam
perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari
pergaulan, miskin kontak emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif,
apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan
kehendak atau inisiatif.

2. Epidemiologi
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di
berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar
hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi
dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa.
Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu
15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun.
Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih
besar di daerah urban dibandingkan daerah rural (Sadock, 2003). Pasien
skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama
ketergantungan nikotin.Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan

6
nikotin. Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku
menyerang. Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang
terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri
(Kazadi, 2008). Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki,
yaitu sampai umur 36 tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi
terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang mengalami skizofrenia pada
usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki (Durand, 2007).

3. Etiologi
ENDOKRIN : dahulu dikira bahwa skizofrenia mungkin disebabkan oleh
gangguan endokrinn. Teori ini dikemukakan karena skizofrenia sering timbul
pada waktu puberitas, waktu kehamilan, atau puerperium dan waktu
klimakterium. Tetapi hal ini tidak dapat dibuktikan.

METABOLISME : ada orang yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan


oleh gangguan metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat
dan tidak sehat. Ujung extremitas agak sianotik, nafsu makan berkurang dan
berat badan menurun, hipotesis ini tidak dapat dibenarkan oleh banyak sarjana.
Belakangan ini teori metabolisme mendapat perhatian lagi karena penelitian
dengan memakai obat halusinogenik, seperti miskalin dan asam lisergik
diethilamide (LSD-25). Obat-obat ini dapat menimbulkan gejala-gejala yang
mirip dengan gejala-gejala skizofrenia, tetapi reversibel. Mungkin skizofrenia
disebabkan oleh suatu inborn eror of metabolism, tetapi hubungan terakhir
belum ditemukan.

Teori-teori tersebut diatas ini dapat dimasukan kedalam kelompok teori


somatogenik, yaitu teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan
badaniah. Kelompok teori lain adalah teori psikogenik, yaitu skzofrenia
dianggap sebagai suatu gangguan fugsional dan penyebab utama adalah
konflik, stress psikologis dan hubungan antara manusia yang mengecewakan.
Dalam kelompok ini termasuk :

7
TEORI ADOLF MEYER:

Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah, kata meyer


(1906) , sebab dari dahulu hingga sekarang para sarjana tidak dapat menemukan
kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada susunan saraf.
Sebaliknya meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang inferior atau suatu
penyakit badaniah dapat memengaruhi timbulnya skizofrenia. Menurutnya
skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi. Oleh karena
itu timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lama-kelamaan orang itu
menjauhkan diri dari kenyataan. Hipotesis meyer ini kemudian memperoleh
banyak penganut diamerika serikat dan mereka memakai istilah reaksi
skizofrenik.

TEORI SIGMUND FREUD:

Juga termasuk teori psikogenik. Bila kita memakai formula freud, maka
pada skizofrenia terdapat :

- Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik atau pun
soamtis.
- Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi, Id yang berkuasa
dan terjadi suatu regresi ke fase narsisme
- Kehilangan kapasitas untuk transferensi sehingga terapi psikoanalitik tidak
mungkin.

EUGEN BLEULER ( 1857-1938) :

Dalam tahun 1911 Bleuler menganjurkan supaya lebih baik dipakai


istilah skizofrenia, karena nama ini dengan cepat sekali menonjolkan gejala
utama penyakit ini, yait jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau
disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan ( schizos = pecah-
belah atau bercabang, phren = jiwa.

8
Bleuler mengemukakan bahwa demensia dalam istilah demensia prekox
tidak dapat disamakan dengan demensia pada gangguan otak organik atau
gangguan intelegensi pada retardasi mental. Ia berpendapat bahwa pada skizofrenia
tidak terdapat demensia (awalan de berarti kurang atau tidak ada ; mensia disini
artinya kecerdasan), tetapi atau keinginan berlawanan, terdapat suatu disharmoni.
Bleuler membagi gejala-gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok :

1. Gejala-gejala primer :
- Gangguan proses pikir
- Gangguan emosi
- Gangguan kemauan
- Autisme
2. Gejala-gejala sekunder
- Waham
- Halusinasi
- Gejala katatonik atau gangguan psikomotor yang lain.

Bleuler menganggap bahwa gejala-gejala primer merupakan manifestasi


penyakit badania (yang belum diketahui apa sebenarnya, yang masih merupakan
hipotesis), sedangkan gejala-gejala sekunder adalah manifestasi dari usaha penderita
untuk menyesuaikan diri terhadap gangguan primer tadi. Jadi gejala-gejala sekunder
ini secara psikologis dapat dimengerti.

Kemudian muncul teori lain yang menganggap skizofrenia sebagai suatu


sindrom yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyebab, antara lain
keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badani seperti
lues otak, atherosklerosis otak da penyakit lain yang belum diketahui.

Akhirnya timbul pendapat bahwa skizofrenia itu suatu gangguan psikosomatis,


gejala-gejala pada badan hanya sekunder karena gangguan dasar yang psikogenik, atau
merupakan manifestasi somatis dari gangguan psikogenik. Tetapi pada skizofrenia

9
justru kesukaranya adalah untuk menentukan mana yang primer dan mana yang
sekunder, mana yang merupakan penyebab dan mana yang hanya akibatnya saja.

Jadi kita melihat bahwa hingga sekarang etiologi skizofrenia belim jelas.
Karena itu pernah pada suatu konfersi dunia khusus tentang skizofrenia, dikatakan
bahwa sebenarnya sangat memalukan kalau hingga sekarang kita belum mengetahui
sebab musibab suatu penyakit yang terdapat sejak dahulu kala dan yang tersebar begitu
luas diseluruh dunia serta yang khas bagi uamt manusia ( belum diktahui adanya
skizofrenia pada binatang ). Kita juga sanggup mengerti dasarnya mengapa seseorang
yang sebelumnya hidup normal diantara orang-orang lain, pada suatu waktu keluar
dari rel atau jalan hidupnya yang wajar lalu menderita skizofrenia. Angka kejadian
diseluruh dunia diperkirakan 0,2-0,8% setahun.

Sebagai ringkasan, hingga sekarang kita belum mengetahui dasar sebab-


musihab skizofrenia. Dapat diketahui bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh.
Faktor yang mempercepat, yang menjadikanya manifes atau faktor pencetus
(precipitating factors) seperti penyakit badaniah ata stress psikologis, biasanya tidak
menyebabkan skizofrenia, walaupun pengaruhya terhadap skizofrenia yang sudah ada
tidak dapt disangkal.

Teori tentang etiologi skizofrenia yang saat ini banyak dianut adalah sebagai berikut:

GENETIK: dapat dipastikan bahwa ada faktor genetik yang turut menentukan
timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-
keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. Angka
kesakitan bagi saudara tiri adalah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi anak
dengan salah satu orang tua menderita skizofrenia 40-68%; bagi kembar dua telur
(heterozigot) 2-15%; bagi kembar satu telur (mnozigot) 61-86%.

Tetapi pengaruh genetik tidak sederhana seperti hukum mendel. Diperkirakan


bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan skizofrenia (bukan penyakit
itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah,

10
tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi
manufestasi skizofrenia atau tidak (mirip hal genetik pada diabetes mellitus).

NEUROKIMIA : hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh


overaktivitas pada jaras dopamin mesolimbik. Hal ini didukung oleh temuan bahwa
amfetamin, yang kerjanya meningkatkan pemepasan dopamin, dapat menginduksi
psikosis yang mirip skizofrenia; dan obat antipsikotik ( terutama mengeblok reseptor
dopamin, terutama reseptor D2. Keterlibatan neurotransmiter lain seperti serotonin,
noradrenalin, gaba dan glutamat, serta neuropeptida masih terus diteliti oleh para ahli.

HIPOTESIS PERKEMBANGAN SARAF (NEURODEVELOPMENTAL


HYPOTESIS) study autopsi dan study pencitraan otak memperlihatkan abnormalita
struktur dan morfologi otak pada penderita skizofrenia, antara lain antara berat otak
yang rata-rata lebih kecil 6% dari pada otak normal dan ukuran anterior-posterior yang
4% lebih pendek; pembesaran ventrikel otak yang nonspesifik; gangguan metabolisme
didaerah frontal dan temporal ; dan kelainan susunan seluler pada struktur saraf
dibeberapa daerah kortex dan subkortex tanpa adanya gliosis yang menandakan
kelainan tersebut terjadi pada saat perkembangan. Study neuropsikologis
mengungkapkan defisit dibidang atensi, pemilihan konseptual, fungsi eksekutif dan
memori pada penderita skozofrenia.

Semua bukti tersebut melahirkan hipotesis perkembangan saraf yang menyatakan


bahwa perubahan patologis gangguan ini terjadi pada awal kehidupan, mungkin sekali
akibat pengaruh genetik, dan kemudia dimodifikasi oleh faktor maturasi dan
lingkungan.

4. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap
individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan,
meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase
aktif dan keadaan residual (Sadock, 2003; Buchanan, 2005). Pola gejala
premorbid merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala

11
yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia
yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti
dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari
sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa
cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi.Penelitian retrospektif
terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita
mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot,
kelemahan dan masalah pencernaan (Sadock, 2003). Fase aktif skizofrenia
ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis, yaitu adanya
kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku.Penilaian pasien skizofrenia
terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak
ada. Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu
nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku
aneh (Buchanan, 2005).

5. Tipe-tipe Skizofrenia
F20.0 Skizofrenia Paranoid
Pedoman diagnostic:
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan:
* Halusinasi dan/ waham arus menonjol;
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual , atau lain-
lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity

12
(delussion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas;
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.
Diagnosa Banding :
Epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan
Keadaan paranoid involusional (F22.8)
Paranoid (F22.0)
F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
Pedoman Diagnostik
Memenuhi Kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk memastikan bahwa gambaran
yang khas berikut ini
Untuk meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau
3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
memang benar bertahan :perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak
dapat diramalkan, serta manerisme, ada kecenderungan untuk menyendiri
(solitaris) dan perilaku menunjukan hampa tujuan dan hampa perasaan. Afek
pasien yang dangkal (shallow) tidak wajar (inaproriate), sering disertai oleh
cekikikan (gigling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum-senyum
sendiri (self absorbed smiling) atau sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa
menyerigai, (grimaces), manneriwme, mengibuli secara bersenda gurau
(pranks), keluhan hipokondriakalI dan ungkapan dan ungkapan kata yang
diulang-ulang (reiterated phrases), dan proses pikir yang mengalamu
disorganisasi dan pembicaraan yang tak menentu (rambling) dan inkoherens
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
biasanya menonjol, halusinasi dan waham biasanya ada tapi tidak menonjol )

13
fleeting and fragmentaty delusion and hallucinations, dorongan kehendak
(drive) dan yang bertujuan (determnation) hilang serta sasaran ditinggalkan,
sehingga prilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose)
Tujuan aimless dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi
yang dangkal, dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat, dan tema
abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikirannya.
F20.3 Skizofrenia Tak terinci (undifferentiated)
Pedoman diagnostik:
(1) Memenuhi kriteria umu untuk diagnosa skizofrenia
(2) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik.
(3) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skiszofrenia
F20.5 Skizofrenia Residual
Pedoman diagnostik:
Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan , persyaratan berikut harus di penuhi
semua:
(a) Gejala Negatif dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktifitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketidak
adaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi
non verbal yang buruk, seperti ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara,
dan posisi tubuh, perawatan diri, dan kinerja sosial yang buruk.
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosa skizofrenia
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia
(d) Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik lainnya,
depresi kronis atau institusionla yang dapat menjelaskan disabilitas negatif
tersebut.

14
F20.6 Skizofrenia Simpleks
Pedoman diagnostik
Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan berlahan dan progresif dari: (1) gejala
negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik. Dan (2) disertai dengan
perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup, dan
penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibanding dengan sub type
skizofrenia lainnya.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis,
dan terapi psikososial.
a. Terapi Biologis
Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu terapi
dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif, dan
pembedahan bagian otak. Terapi dengan penggunaan obat antipsikosis
dapat meredakan gejalagejala skizofrenia. Obat yang digunakan adalah
chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua
obat tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil),
dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang utama.Obat
tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak
mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi
(orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup tepat
bagipenderita skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus
yang tidak relevan (Durand, 2007).
Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock pada

15
penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-an, electroconvulsive
therapy (ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk skizofrenia. Tetapi
terapi ini telah menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat
karena beberapa alasan.ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa
pada berbagai gangguan jiwa, termasuk skizofrenia. Menurut Fink dan
Sackeim (1996) antusiasme awal terhadap ECT semakin memudar karena
metode ini kemudian diketahui tidak menguntungkan bagi sebagian besar
penderita skizofrenia meskipun penggunaan terapi ini masih dilakukan
hingga saat ini. Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi
dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat menakutkan
pasien.Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke
tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta seringkali
menderita kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu.Adakalanya,
intensitas kekejangan otot yang menyertai serangan otak mengakibatkan
berbagai cacat fisik (Durand, 2007).
Pada terapi biologis lainnya seperti pembedahan bagian otakMoniz
(1935, dalam Davison, et al., 1994) memperkenalkan prefrontal lobotomy,
yaitu proses operasi primitif dengan cara membuang stone of madness
atau disebut dengan batu gila yang dianggap menjadi penyebab perilaku
yang terganggu. Menurut Moniz, cara ini cukup berhasil dalam proses
penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada penderita yang
berperilaku kasar. Akan tetapi, pada tahun 1950-an cara ini ditinggalkan
karena menyebabkan penderita kehilangan kemampuan kognitifnya, otak
tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal.

b. Terapi Psikososial
Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan
situasipengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
menjadi monoton dan menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan
psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia, yang mencerminkan

16
adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi
terhadap dunia karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini. Pada
terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi
keluarga (Durand, 2007).
Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik.Pada
terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist
berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya.Para
peserta terapi saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan
yang dialami. Peserta diposisikan pada situasi sosial yang mendorong
peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman
peserta dalam kemampuan berkomunikasi.
Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi
kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari
rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha
untuk menghindari ungkapanungkapan emosi yang bisa mengakibatkan
penyakit penderita kambuh kembali. Dalam hal ini, keluarga diberi
informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-perasaan,
baik yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan
untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi
pengetahuan tentang keadaan penderita dan caracara untuk menghadapinya.
Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon (Davison, et
al., 1994; Rathus, et al., 1991) ternyata campur tangan keluarga sangat
membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya
mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-
terapi secara individual.

17
BAB III
STATUS PSIKIATRI
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. L
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki- laki
Tempat/ tgl.lahir : Malang, 3 Maret 1982
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Status marital : Belum menikah
Pendidikan terakhir : SMA (tidak tamat)
Pekerjaan terakhir :-
Alamat pasien : Malang
Waktu pemeriksaan : 28 April 2017, jam 17.30 WIB

II. Keluhan Utama


Ngamuk-ngamuk

III. Autoanamnesa
Pasien laki-laki usia 35 tahun datang ke IGD RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat
Lawang dengan penampilan cukup rapi, memakai baju berwarna merah dan celana
pendek motif loreng. Pasien saat diajak berkenalan dengan pemeriksa mau berjabat
tangan dan kontak mata (+). Saat ditanya identitas oleh pemeriksa, pasien bisa
menjawab dengan benar. Saat ditanya pemeriksa sekarang jam berapa oleh pemeriksa
pasien menjawab jam 5 lalu pemeriksan kembali bertanya jam 5 apa sekarang, pasien
mengatakan jam 5 pagi padahal saat itu sore hari. Saat ditanya pasien sekarang berada
dimana, pasien mengatakan ini di rumah sakit. Saat ditanya pemeriksa diantar oleh
siapa kesini, pasien menjawab aku kesini sama bang Hudan lalu pemeriksa kembali
bertanya siapa bang Hudan, pasien bilang itu kakakku. Pasien mengatakan dibawa
kesini karena aku sakit skizofrenia, pemeriksa bertanya kok tau sakit itu, pasien
menjawab iya dulu aku pernah disini di ruang kakak tua. Pasien mengatakan sekarang

18
kesini lagi habis ngamuk-ngamuk karena dibisikan oleh setan. Saat pemeriksa bertanya
dibisikan apa emangnya kok sampai ngamuk-ngamuk, pasien menjawab dengan kata-
kata yang tidak jelas. Pasien juga mengatakan sering melihat orang merokok terus
seperti ada kilatnya. Pasien mengakui sering minum obat terus nama obatnya
merlopam sama chlorpromazine. Saat pemeriksa bertanya apa saja kegiatannya kalau
di rumah, pasien menjawab di rumah tidak ada kegiatan karena aku tidak kerja mas,
dirumah cuma nonton tv, malas bantu-bantu, tetapi mau mandi tanpa disuruh.

IV. Heteroanamnesis (didapat dari kakak kandung pasien Tn. A)


1. Rincian keluhan Utama
Pasien suka ngamuk-ngamuk dari kemarin sampai memukul orang tuanya dan
saat ngamuk, pasien suka membanting kursi dan pintu . Pasien suka ngamuk-ngamuk
dan semakin parah sejak seminggu ini. Pasien ngamuk-ngamuk tanpa sebab yang
diketahui oleh keluarga. Pasien tidak pernah keluyuran.

2. Gejala lain yang meyertai keluahan utama


- Pasien mengamuk tanpa sebab yang jelas dan membanting barang.
- Suka bicara sendiri
- Suka ketawa sendiri

3. Gejala prodormal
Pasien mudah tersinggung, sering menyendiri dan mengurung diri.

4. Peristiwa terkait dengan keluhan utama


Pasien ngamuk-ngamuk tanpa sebab karena mengeluh sakitnya tidak sembuh-
sembuh.

19
5. Riwayat penyakit dahulu
Pasien semenjak sakit pertama kali pernah dirawat di RSJ Lawang di ruang
kakak tua sebanyak 1x dengan keluhan yang sama. Pasien tidak mempunyai riwayat
hipertensi, DM, kolesterol. Pasien tidak pernah mengalami trauma kepala. Riwayat
alergi (-).

6. Riwayat persalinan, kehamilan, dan perkembangan anak


Belum didapatkan informasi data.
7. Riwayat social dan pekerjaan
- Pekerjaan : Sebelum sakit pernah bekerja sebagai pelayan di mall,
sekarang/semenjak sakit pasien tidak pernah bekerja
- Sosial : Sebelum sakit pasien orangnya pendiam dan tertutup

Faktor kepribadian premorbid


Pasien sangat pendiam dan tertutup semenjak berhenti sekolah saat SMA.
Faktor keturunan
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
Faktor organik
Tidak ada ditemukan
Faktor pencetus
- Belum diketahui

V. STATUS INTERNISTIK

Tensi : 102/67 mmHg


RR : 20x/menit
Nadi : 107x/menit
Suhu : 36,7o C
Keadaan Umum : Cukup
Kepala leher : a/i/c/d : -/-/-/-
Pembesaran KGB (-)

20
Thorax : - Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
- Pulmo : Vesikuler, rhonki (-) wheezing (-)
Abdomen` : BU (+) Normal, Nyeri tekan (-), soefl, distended (-), meteorismus (-)
Ekstremitas : Akral hangat kering merah (+), oedem (-)

VI. STATUS NEUROLOGIS


GCS : 4-5-6
Meningeal Sign : Kaku Kuduk (-) Brudzinski (-)
Refleks Fisiologis : TPR +2 +2
BPR +2 +2
APR +2 +2
KPR +2 +2

Refleks Patologis : Babinski (-) Tromner (-)


Chadok (-) Hofman (-)

VII. STATUS PSIKIATRI


Kesan umum : pasien laki- laki perawakan kurus berasal dari malang.
Kontak : verbal (+) relevan, kurang lancar,
Non verbal (+)
Kesadaran : berubah kualitatif
Orientasi : W/T/O : +/+/+
Daya ingat : S/P/PJ : +/+/+
Persepsi : halusinasi auditorik (+), halusinasi visual (+)
Proses berpikir : bentuk : non realistik
arus : asosiasi longgar
isi : pikiran tidak memadai
Afek/emosi : inadekuat
Kemauan : ADL menurun, sosial menurun, pekerjaan menurun
Psikomotor : meningkat

21
VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
AXIS I : F20.13 Skizofrenia Hebefrenik episodik berulang
AXIS II : ciri kepribadian skizoid
AXIS III : tidak ditemukan
AXIS IV : Belum ditemukan
AXIS V : GAF Scale terkini 30-21, GAF Scale 1 tahun terakhir 60- 51

IX. RENCANA TINDAK LANJUT


- MRS
- Cek Lab (darah lengkap, ureum, creatinin, SGPT, SGOT)
- Terapi Farmakologi :
Inj Haloperidol 5 mg (IM)
Inj Diazepam 10 mg (IM)
Tab Haloperidol 5mg 1-0-1

- Terapi non farmakologis :


Psikoedukasi
1. Memberi kesempatan pada pasien mengungkapkan isi
hatinya mengenai keadaan yang dialami.
2. Memotivasi pasien agar meminum obat teratur
3. Memotivasi [pasien untuk banyak melakukan aktivitas yang
bermanfaat sehingga halusinasi tidak terlalu menggangu
4. Mengedukasi keluarga agar bersosialisasi terhadap pasien
dan menjelaskan keadaan pasien saat ini
Manipulasi Lingkungan
1. Keluarga memotivasi pasien untuk minum obat dan kontrol
secara teratur
2. Keluarga dapat memotivasi pasien agar dapat beraktivitas
normal dan mandiri
Rehabilitasi
1. Koordinasi intervensi antara staf kesehatan dan teman
sejawat yang bertugas ditempat pasien dirawat

22
Terapi Spiritual
1. Mengedukasi pasien tentang pentingnya latar belakang
agama dan peran dalam menghadapi masalah hidup

X. PROGNOSIS

Faktor BAIK BURUK


Usia 35 Tahun
Status Belum
Pernikahan menikah
Faktor Tidak
Keturunan Ada
Faktor Tidak
Organik Ada
Pekerjaan Tidak Bekerja
Onset Berulang
Penyakit
Faktor SMA
Pendidikan (tidak
tamat)
Jenis Hebefrenik
Skizofrenia
Insight Buruk
Pengobatan Sudah
Pernah
Gejala Positif

DUBIA AD MALAM

23

También podría gustarte