Está en la página 1de 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI


HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUA
SURABAYA

OLEH :

YESIKA DEHATI DELATAKA, S.Kep.


(2012.C.04a.0402)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2017
I. Pengertian
Hemoroid adalah pelebaran varices satu segmen atau lebih vena-vena
hemoroidalis (Mansjoer, 2000). Hemoroid atau wasir (ambeien) merupakan vena
varikosa pada kanalis ani. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan
oleh gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Hemoroid sering dijumpai dan
terjadi pada sekitar 35% penduduk berusia lebih dari 25 tahun.Walaupun keadaan ini
tidak mengancam jiwa, namun dapat menimbulkan perasaan yang sangat tidak
nyaman (Price dan Wilson, 2006).
Penyakit hemoroid sering menyerang usia diatas 50 tahun. Hemoroid seringkali
dihubungkan dengan konstipasi kronis dan kehamilan. Terkadang dihubungkan
dengan diare, sering mengejan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rectum.
Komplikasi dapat menyebabkan nyeri hebat, gatal dan perdarahan rectal
(Chandrasoma, 2006; Price dan Wilson, 2006).
Hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-
benar berlebihan untuk penderita yang mengalami keluhan menaun dan pada
penderita hemoroid derajat III dan IV (Sjamsuhidayat dan Jong, 2000).

II. Etiologi
a. Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan sanitasi,
sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial
dan peningkatan tekanan intra abdominal), fisiologis dan radang umumnya faktor
etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. Menurut Tambayong
(2000) faktor predisposisi dapat diakibatkan dari kondisi hemoroid. Hemoroid
berdarah mungkin akibat dari hipertensi portal kantong-kantong vena yang melebar
menonjol ke dalam saluran anus dan rectum terjadi trombosis, ulserasi, dan
perdarahan, sehingga nyeri mengganggu. Darah segar sering tampak sewaktu
defekasi atau mengejan. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) hemoroid sangat umum
terjadi pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan
vena yang melebar, mengawali atau memperberat adanya hemoroid.
b. Faktor penyebab terjadinya hemoroid adalah sebagai berikut:
1) Mengejan pada waktu defekasi.
2) Konstipasi yang menahun yang tanpa pengobatan.
3) Pembesaran prostat.
4) Keturunan atau hereditas.
5) Kelemahan dinding structural dari dinding pembuluh darah.
6) Peningkatan tekanan intra abdomen (seperti: Kehamilan, berdiri dan duduk
terlalu lama dan konstipasi).

III. Klasifikasi
A. Hemoroid internal
Adalah pelebaran plexus hemoroidalis superior. Diatas garis mukokutan dan
ditutupi oleh mukosa diatas spingter ani.
Hemoroid internal dikelompokkan dalam 4 derajad :
1. Derajad I
Hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa rasa nyeri sewaktu
defekasi. Tidak terdapat prolaps dan pada pemeriksaan terlihat menonjol
dalam lumen.
2. Derajad II
Hemoroid menonjol melalui kanal analis pada saat mengejan ringan tetapi
dapat masuk kembali secara spontan.
3. Derajad III
Hemoroid akan menonjol saat mengejan dan harus didorong kembali
sesudah defekasi.
4. Derajad IV
Hemoroid menonjol keluar saat menegejan dan tidak dapat didorong
masuk kembali.
B. Hemoroid Eksternal
Adalah hemoroid yang menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat
didorong masuk.
Hemoroid eksternal dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu :
Akut
Bentuk hemoroid akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir
anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun disebut sebagai
hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal
karena ujung- ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
Kronik
Sedangkan hemoroid eksterna kronik satu atau lebih lipatan kulit anus yang
terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.

IV. Tanda dan gejala pendukung adanya hemoroid


Adanya trauma karena feses yang keras
Adanya darah keluar dengan warna merah segar
Adanya prolaps
Timbulnya nyeri (hemoroid eksterna)
Keluarnya mucus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam

V. Patofisiologi
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena hemoroidalis
mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid terjadi gangguan aliran
darah balik yang melalui vena hemoroidalis. Gangguan aliran darah ini antara lain
dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intra abdominal. Vena porta dan vena
sistematik, bila aliran darah vena balik terus terganggu maka dapat menimbulkan
pembesaran vena (varices) yang dimulai pada bagian struktur normal di regio anal,
dengan pembesaran yang melebihi katup vena dimana sfingter anal membantu
pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien merasa nyeri dan
feces berdarah pada hemoroid interna karena varices terjepit oleh sfingter anal.
Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan vena portal
dan vena sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena anorektal. Arteriola regio
anorektal menyalurkan darah dan peningkatan tekanan langsung ke pembesaran
(varices) vena anorektal. Dengan berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan
tekanan intra abdominal dan aliran darah dari arteriola, pembesaran vena (varices)
akhirnya terpisah dari otot halus yang mengelilinginya ini menghasilkan prolap
pembuluh darah hemoroidalis. Hemoroid interna terjadi pada bagian dalam sfingter
anal, dapat berupa terjepitnya pembuluh darah dan nyeri, ini biasanya sering
menyebabkan pendarahan dalam feces, jumlah darah yang hilang sedikit tetapi bila
dalam waktu yang lama bisa menyebabkan anemia defisiensi besi. Hemoroid eksterna
terjadi di bagian luar sfingter anal tampak merah kebiruan, jarang menyebabkan
perdarahan dan nyeri kecuali bila vena ruptur. Jika ada darah beku (trombus) dalam
hemoroid eksternal bisa menimbulkan peradangan dan nyeri hebat.
V. Pathways
Konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, fibroma
uteri, pembesaran prostat, tumor rectum.

Kongesti vena
(gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis)

HEMOROID

Eksternal Internal

Akut Kronik DRJ I DRJ II DRJ III DRJ IV

Pembengkakan Terdapat lipatan


sekitar anus kulit anus Intake serat adekuat Hemoroidektomi

Nyeri/ gatal Nyeri


Sembuh

Pre operasi Intra operasi Post operasi

Cemas/ takut Luka insisi


Perdarahan
Anastesi

Saraf perifer
Gangguan volume cairan terputus

Resti injuri
Nyeri
VI. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan disesuaikan dengan klasifikasi hemoroid yaitu untuk
derajat I dapat dicoba dengan menghilangkan faktor-faktor penyebab, misalnya saat
konstipasi dengan menghindari mengejan berlebihan saat BAB. Memberi nasehat
untuk diit tinggi serat, banyak makan sayur, buah dan minum air putih paling sedikit
2.000 cc/hari dan olahraga ringan secara teratur, serta kurangi makan makanan yang
merangsang dan daging, menjaga hygiene daerah anorektal dengan baik, jika ada
infeksi beri antibiotika peroral. Bila terdapat nyeri yang terus-menerus dapat
diberikan suppositoria, untuk melancarkan defekasi, dapat diberikan cairan parafin
atau larutan magnesium sulfat 10%. Bila dengan pengobatan di atas tidak ada
perbaikan, diberikan terapi skleroting (sodium moruat) 5% atau fenol. Penyuntikan
dilakukan antara mukosa dan varices, dengan harapan timbul fibrosis dan hemoroid
mengecil. Kontraindikasi pengobatan ini adalah hemoroid eksterna, radang dan
adanya fibrosis hebat di sekitar hemoroid interna.
Pada hemoroid derajat II dapat dicoba dengan terapi sklerosing secara bertahap.
Apabila terapi sklerosing tidak berhasil dapat dilakukan tindakan operasi.
Pada derajat III dapat dicoba dengan rendaman duduk. Cara lain yang dapat
dilakukan adalah operasi, bila ada peradangan diobati dahulu.
Teknik operasi pada hemoroid antara lain :
a. Prosedur ligasi pita-karet
Prosedur ligasi pita-karet dengan cara melihat hemoroid melalui anoscop dan bagian
proksimal diatas garis mukokutan di pegang dengan alat. Kemudian pita karet kecil
diselipkan diatas hemoroid yang dapat mengakibatkan bagian distal jaringan pada
pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari dan lepas. Tindakan ini memuaskan
pada beberapa pasien, namun pasien yang lain merasakan tindakan ini menyebabkan
nyeri dan menyebabkan hemoroid sekunder dan infeksi perianal.
b. Hemoroidektomi kriosirurgi
Metode ini dengan cara mengangkat hemoroid dengan jalan membekukan
jaringan hemoroid selama beberapa waktu tertentu sampai waktu tertentu. Tindakan
ini sangat kecil sekali menimbulkan nyeri. Prosedur ini tidak terpakai luas karena
menyebakan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan luka yang
ditimbulkan lama sembuh.
c. Hemoroidektomi
Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua
jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Setelah prosedur operatif selesai, selang
kecil dimasukkan melaui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah.
Untuk Terapi setelah operasi dapat dilakukan dengan cara suppositoria yang
mengandung anestesi, antibiotika, analgetik dan astrigent. Tiga hari post operasi
diberikan diit rendah sisa untuk menahan BAB. Jika sebelum tiga hari ingin BAB,
tampon dibuka dan berikan rendaman PK hangat (37oC) dengan perbandingan
1:4000 selama 15-20 menit. Setelah BAB, lalu dipasang lagi tampon baru. Jika
setelah tiga hari post operasi pasien belum BAB diberi laxantia. Berikan rendaman
duduk dengan larutan PK hangat (37oC), perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit
sampai dengan 1-2 minggu post operasi.
Pada penatalaksanaan hemoroid tingkat IV dapat dilakukan dengan istirahat
baring dan juga operasi. Bila ada peradangan diobati dahulu.

VII. Pemeriksaan Penunjang


a. Inspeksi
1) Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung
thrombus.
2) Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yangtertutup
mukosa.
3) Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
b. Rectal touch
1) Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba bila
sudah ada fibrosis
2) Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma recti.
Anoscopi
3) Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum
prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur vaskuler yang
menonjol ke dalam lubang.

VIII Pengkajian
a. Pre Operasi
1) Pengkajian
a) Pengkajian yang dilakukan pada pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan
kesehatan adalah kebiasaan olahraga pada pasien, kemudian diit rendah serat, selain
itu juga perlu dikaji mengenai kebiasaan klien tentang minum kurang dari 2.000
cc/hari. Hal lain yang perlu dikaji adalah mengenai riwayat kesehatan klien tentang
penyakit sirorcis hepatis.
b) Pengkajian mengenai pola nutrisi metabolik pada klien adalah mengenai berat
badan klien apakah mengalami obesitas atau tidak. Selain itu juga perlu dikaji apakah
klien mengalami anemia atau tidak. Pengkajian mengenai diit rendah serat (kurang
makan sayur dan buah) juga penting untuk dikaji. Kebiasaan minum air putih kurang
dari 2.000 cc/hari.
c) Pengkajian pola eliminasi pada klien adalah mengenai kondisi klien apakah
sering mengalami konstipasi atau tidak. Keluhan mengenai nyeri waktu defekasi,
duduk, dan saat berjalan. Keluhan lain mengenai keluar darah segar dari anus.
Tanyakan pula mengenai jumlah dan warna darah yang keluar. Kebiasaan mengejan
hebat waktu defekasi, konsistensi feces, ada darah/nanah. Prolap varices pada anus
gatal atau tidak.
d) Pengkajian pola aktivitas dan latihan pada klien mengenai kurangnya aktivitas
dan kurangnya olahraga pada klien. Pekerjaan dengan kondisi banyak duduk atau
berdiri, selain itu juga perlu dikaji mengenai kebiasaan mengangkat barang-barang
berat.
e) Pengkajian pola persepsi kognitif yang perlu dikaji adalah keluhan nyeri atau
gatal pada anus.
f) Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah apakah klien mengalami gangguan pola
tidur karena nyeri atau tidak.
g) Pengkajian pola reproduksi seksual yang perlu dikaji adalah riwayat persalinan
dan kehamilan.
h) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap serat. Koping yang digunakan
dan alternatif pemecahan masalah.

IX. Diagnosa keperawatan


1. Cemas / takut b/ d lingkungan baru, jauh dari orang yang disayangi,
kurang pengetahuan terhadap tindakan yang akan dilakukan.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/ d organ saraf terputus.
3. Resiko injuri (jatuh dari bed) b/ d kesadaran menurun akibat anastesi.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d perdarahan intra
operasi.
X. Intervensi

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


PRE OP Setelah diberi penjelasan - beri penjelasan tentang Agar pasien
Cemas b/d tentang prosedur operasi dan prosedur yang akan dilakukan jelas dengan
penurunan fungsi suport mentral dengan KH : pada klien prosedur apa
kognitif dan - Pasien mengungkapkan - Orientasikan klien pada yang
kurangnya kondisinya lingkungan yang baru dilakukan
pengetahuan - Ekspresi wajah pasien tidak - Anjurkan klien untuk berdoa Mengurangi
terhadap tampak gelisah. - Beri waktu klien untuk rasa cemas
penyakitnya. - Klien mau bertanya tentang bertanya pada pasien
tindakan yang akan - Beri motivasi klien tentang -
dilakukan. prosedur tindakan -
- Dorong klien untuk
mengungkapkan perasaannya
- Kaji TTV
POST OP
Gangguan rasa Rasa nyeri berkurang setelah - Teliti keluhan nyeri, catat Agar dapat
nyaman nyeri dilakukan tindakan intensitasnya, lokasinya dan diketahui
berhubungan keperawatan selama 1 x 15 lamanya skala nyerinya
dengan menit dengan KH - Atur posisi senyaman pada derajat I-
terputusnya - pasien mengatakan nyeri mungkin IV, supaya
jaringan saraf berkurang. - Ajarkan managemen pasien tidak
perifer - Pasien menunjukan skala relaksasi tegang dan
nyeri pada angka 3. - Monitor TTV timbul cemas
POST OP - Ekspresi wajah klien rileks. - Kolaborasi pemberian obat
Resiko injuri Meminimalkan penyebab analgetik Untuk
(jatuh dari bed) b/ injuri dengan melakukan - Memberi bed tambahan kenyamanan
d kesadaran tindakan 1x 15 menit, KH : dikanan dan kiri klien pasien
menurun akibat - Klien tidak jatuh dari bed - Pantau posisi klien
anastesi - Klien dalam posisi yang
nyaman

INTRA OP Volume cairan dalam tubuh


Gangguan seimbang setelah dilakukan - Memantau TTV Mengetahui
keseimbangan 1 x 10 menit dengan KH : - Memantau intake dan output cairan intek
cairan dan - TTV dalam batas normal : cairan maupun
elektrolit b/d TD : 120/80 mmHg - Memantau integritas cairan output apakah
perdarahan intra N : 80x/ menit seimbang atau
operasi S : 35,4 0 C tidak.
R : 20 x/ menit
- Integritas kulit baik
- Seimbang antara input dan
out put
DAFTAR PUSTAKA

Long, Barabara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah 2. Jakarta: EGC

Priharjo, Robert. (1996). Pengkajian fisik Keperawatan. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzane. C dan Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajaran Keperawatan


Medikal Bedah Bruner & Suddarth

Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

También podría gustarte