Está en la página 1de 46

PETUNJUK

TEKNIS
AKUNTANSI PENDAPATAN
BERBASIS AKRUAL

BIRO KEUANGAN
SEKRETARIAT JENDERAL
PETUNJUK TEKNIS
AKUNTANSI PENDAPATAN
BERBASIS AKRUAL

BIRO KEUANGAN
SEKRETARIAT JENDERAL
KATA PENGANTAR

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013


tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat ditetapkan bahwa
penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan Pemerintah Pusat
harus disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis
akrual. Salah satu perwujudan basis akrual dalam Laporan Keuangan
adalah Laporan Operasional (LO) yang mencantumkan informasi mengenai
pos-pos keuangan akrual dari kegiatan entitas pelaporan, termasuk di
dalamnya pos Pendapatan-LO.

Dalam rangka menyusun laporan keuangan Kementerian


Perindustrian yang benar, akurat, dapat dipertanggungjawabkan, dan tepat
waktu, serta untuk mewujudkan tata kelola keuangan yang baik dan benar,
maka Kementerian Perindustrian menyusun Peraturan Menteri
Perindustrian Nomor 79/M-IND/PER/12/2016 tentang Petunjuk Teknis
Akuntansi Pendapatan Berbasis Akrual di Lingkungan Kementerian
Perindustrian.

Petunjuk Teknis Akuntansi Pendapatan Berbasis Akrual di


Lingkungan Kementerian Perindustrian ini disusun berdasarkan
kententuan perundang-undangan yang berlaku. Diharapkan semua satuan
kerja, penanggungjawab, petugas dan yang terkait dapat memahami
sepenuhnya Petunjuk Teknis ini sehingga dapat tercapai keseragaman
persepsi dan pemahaman dalam pengelolaan dan pencatatan pendapatan
pada masing-masing satuan kerja sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku.

Jakarta, Desember 2016


MENTERI PERINDUSTRIAN

TTD

Airlangga Hartarto

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 79/M- iii


IND/PER/12/2016 tentang Petunjuk Teknis Akuntansi Pendapatan
Berbasis Akrual di Lingkungan Kementerian Perindustrian
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 1
79/M-IND/PER/12/2016 tentang Petunjuk Teknis Akuntansi
Pendapatan Berbasis Akrual di Lingkungan Kementerian Perindustrian
I. Pendahuluan 2
I.1. Latar Belakang 2
I.2. Maksud dan Tujuan 4
I.3. Sasaran 4
I.4. Ruang Lingkup 4

II. Pendapatan Negara di Lingkungan Kementerian Perindustrian 5


II.1. Gambaran Umum 5
II.2. Pendapatan Yang Dikelola Oleh Satuan Kerja di 6
Lingkungan Sekretariat Jenderal
II.3. Pendapatan Yang Dikelola Oleh Satuan Kerja di 11
Lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri
II.4. Kodifikasi Akun Pendapatan Berbasis Akrual 16

III. Kebijakan Akuntansi Pendapatan Berbasis Akrual di 18


Lingkungan Kementerian Perindustrian
III.1. Pengakuan 18
III.2. Pengukuran 19
III.3. Penyajian 19
III.4. Pengungkapan 20
III.5. Ilustrasi Jurnal 21

ii
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK
INDONESIA

NOMOR 79/M-IND/PER/12/2016

TENTANG PETUNJUK TEKNIS AKUNTANSI PENDAPATAN


BERBASIS AKRUAL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN
PERINDUSTRIAN

iii
PERATURAN
MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 79/M-IND/PER/12/2016

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS AKUNTANSI PENDAPATAN BERBASIS AKRUAL


DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan kebijakan akuntansi


pendapatan berbasis akrual sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
219/PMK.05/2013 tentang Kebijakan Akuntansi
Pemerintah Pusat, perlu menetapkan petunjuk teknis
akuntansi pendapatan berbasis akrual di lingkungan
Kementerian Perindustrian;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Perindustrian tentang Petunjuk Teknis Akuntansi
Pendapatan Berbasis Akrual di lingkungan Kementerian
Perindustrian;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang


Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3694);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2011 tentang
Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
berlaku pada Kementerian Perindustrian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5689);
7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
8. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2015 tentang
Kementerian Perindustrian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 54);
9. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang
Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri
Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019;

-2-
10. Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun 2016 tentang
Penggantian Beberapa Menteri Negara Kabinet Kerja
Periode 2014-2019;
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013
tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1623);
12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 270/PMK.05/2014
tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan
Berbasis Akrual pada Pemerintah Pusat;
13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 107/M-
IND/PER/11/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Perindustrian (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1805);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG


PETUNJUK TEKNIS AKUNTANSI PENDAPATAN BERBASIS
AKRUAL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Pendapatan Negara adalah hak pemerintah pusat yang
diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya
disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah
pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
3. Laporan Operasional yang selanjutnya disingkat LO
adalah salah satu komponen laporan keuangan
pemerintah yang menggambarkan pendapatan dan beban
yang dipisahkan menurut karakteristiknya dari kegiatan

-3-
utama/operasional entitas dan kegiatan yang bukan
merupakan tugas dan fungsi.
4. Pendapatan LO adalah hak pemerintah sebagai
penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali.
5. Pendapatan Diterima di Muka adalah pendapatan bukan
pajak yang sudah diterima di rekening kas negara tetapi
belum menjadi hak pemerintah sepenuhnya karena
masih melekat kewajiban pemerintah untuk memberikan
barang/jasa.

Pasal 2

(1) Pendapatan Negara di lingkungan Kementerian


Perindustrian bersumber dari PNBP.
(2) Jenis PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penerimaan dari jasa pelayanan:
a. pelatihan dan sarana pelatihan;
b. penyelenggaraan pendidikan;
c. teknis pengujian dan kalibrasi;
d. pelatihan teknis;
e. inspeksi teknik;
f. teknis mesin;
g. teknis sertifikasi;
h. teknis konsultansi; dan
i. di bidang perindustrian yang berasal dari
kerjasama dengan pihak lain;
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
47 Tahun 2011 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian
Perindustrian.

-4-
Pasal 3

(1) Dalam rangka pengelolaan Pendapatan LO, jenis PNBP


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dibagi
dalam:
a. pendapatan dari jasa pelatihan dan sarana
pelatihan;
b. pendapatan dari jasa penyelenggaraan pendidikan;
dan
c. pendapatan dari jasa pelayanan teknis.
(2) Pendapatan dari jasa pelatihan dan sarana pelatihan dan
pendapatan dari jasa penyelenggaraan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
dikelola oleh satuan kerja di lingkungan Sekretariat
Jenderal.
(3) Pendapatan dari jasa pelayanan teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dikelola oleh satuan kerja
di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri.

Pasal 4

Pendapatan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3


diterima oleh Bendahara Penerimaan:
a. sebelum jasa layanan diberikan oleh satuan kerja yang
bersangkutan; atau
b. setelah jasa layanan diberikan, sepanjang dituangkan
dalam perjanjian tertulis yang disepakati oleh satuan kerja
dan pengguna jasa yang bersangkutan.

-5-
Pasal 5

Pendapatan LO untuk periode tahun anggaran berjalan diakui


setelah diselesaikannya pemberian jasa layanan kepada
pengguna layanan.

Pasal 6

Apabila pada akhir periode pelaporan terdapat jasa layanan


yang belum selesai diberikan, maka pendapatan yang diterima
oleh Bendahara Penerimaan sebelum jasa layanan diberikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a dicatat sebagai
Pendapatan Diterima di Muka atas bagian Pendapatan LO
yang telah diterima.

Pasal 7

Apabila jasa layanan telah diberikan namun pembayaran belum


diterima, maka pendapatan yang akan diterima oleh Bendahara
Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b
dicatat sebagai Piutang PNBP dan diakui sebagai Pendapatan
LO periode tahun anggaran berjalan.

Pasal 8

(1) Dalam menyelenggarakan pengelolaan pendapatan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, satuan kerja wajib
berpedoman pada petunjuk teknis akuntansi pendapatan
berbasis akrual.
(2) Petunjuk teknis akuntansi pendapatan berbasis akrual
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

-6-
Pasal 9

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 09 Desember 2016
MENTERI PERINDUSTRIAN
REPUBLIK INDONESIA

TTD

AIRLANGGA HARTARTO

Salinan Peraturan Menteri ini disampaikan kepada:


1. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
2. Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian
3. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
4. Inspektur Jenderal Kementerian Perindustrian
5. Kepala Biro Keuangan
6. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri

-7-
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 79/M-IND/PER/12/2016
TENTANG PETUNJUK TEKNIS AKUNTANSI
PENDAPATAN BERBASIS AKRUAL DI LINGKUNGAN
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

PETUNJUK TEKNIS AKUNTANSI PENDAPATAN BERBASIS AKRUAL


DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
I.2. Maksud dan Tujuan
I.3. Sasaran
I.4. Ruang Lingkup

II PENDAPATAN NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN


PERINDUSTRIAN
II.1. Gambaran Umum
II.2. Pendapatan Yang Dikelola Oleh Satuan Kerja di Lingkungan
Sekretariat Jenderal
II.3. Pendapatan Yang Dikelola Oleh Satuan Kerja di Lingkungan
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
II.4. Kodifikasi Akun Pendapatan

III KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN BERBASIS AKRUAL DI


LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
III.1. Pengakuan
III.2. Pengukuran
III.3. Penyajian
III.4. Pengungkapan
III.5. Ilustrasi Jurnal

1
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan mengatur bahwa Pemerintah pusat diwajibkan
untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan selambat-lambatnya mulai tahun 2015.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 tentang
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat menetapkan bahwa dalam rangka
penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan, prinsip, dasar,
konvensi, aturan, dan praktik spesifik yang dipilih dalam penyusunan dan
penyajian laporan keuangan di lingkungan pemerintah pusat.
Kebijakan akuntansi tersebut disusun berdasarkan Standar
Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis akrual. Salah satunya kebijakan
akuntansi yang diatur adalah Kebijakan Akuntansi Pendapatan (Laporan
Operasional) yang terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan tersebut.
Laporan Operasional (LO) merupakan salah satu bentuk laporan
keuangan pemerintah. Dalam Laporan Keuangan terdapat Pos Pendapatan-
LO yang merupakan salah satu pos utama yang secara tidak langsung
mempengaruhi Laporan Perubahan Ekuitas dan Neraca.
Sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor
12, ketentuan umum mengenai Pendapatan-LO adalah sebagai berikut:
a. Pendapatan-LO adalah hak pemerintah Pusat/daerah yang diakui
sebagai penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan dan karena bukan penerimaan hutang maka tidak perlu
dikembalikan entitas penerima pendapatan, selaras dengan sub-bab
Definisi tentang Basis Akrual pada Lampiran 1.02 Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintah (PSAP) 01.

2
b. Pendapatan akrual diakui hanya apabila jumlah dan waktu ketertagihan
dapat diperkirakan secara handal, atau kemungkinan realisasi
pendapatan akrual (ketertagihan) adalah besar (probable). Apabila tak
memenuhi syarat tersebut, pendapatan diakui saat pendapatan diterima
dan dicatat sebesar penerimaan tersebut (basis kas karena alasan
kepraktisan akuntansi/expediency).
c. Sesuai Paragraf 19, Lampiran 1.13 PSAP, Pendapatan-LO diakui,
tergantung mana yang lebih dahulu terjadi penerimaan kas atau hak
tagih : (1) pada saat tunai pendapatan diterima (Paragraph 22) atau (2)
pada saat timbulnya hak atas pendapatan yaitu pada saat timbulnya hak
untuk menagih pendapatan (Paragraf 20) atau pada saat timbulnya hak
untuk menagih imbalan (Paragraph 21).
d. Pendapatan-LO yang dapat menyebabkan munculnya piutang pajak atau
piutang bukan pajak dalam neraca sesuai Paragraf 49 Lampiran 1.02
PSAP 01.
e. Pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan asas bruto, yaitu dengan
membukukan pendapatan bruto, dan tidak mencatat jumlah nettonya
(setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
f. Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LO bruto (biaya)
bersifat variable terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat
diestimasi terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas
bruto dapat dikecualikan.
Selain ketentuan umum diatas, terdapat ketentuan khusus pada
Pendapatan-LO, khususnya untuk koreksi dan pengembalian pendapatan
sebagai berikut:
a. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas
pendapatan-LO pada periode penerimaan maupun pada periode
sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan (PSAP No.12
paragraf 29).
b. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring)
atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan

3
dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama
(PSAP No.12 paragraf 30).
c. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring)
atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan
sebagai pengurang ekuitas pada periode ditemukannya koreksi dan
pengembalian tersebut (PSAP No.12 paragraf 31).
Dalam rangka pengelolaan Pendapatan-LO yang berlaku di
lingkungan Kementerian Perindustrian maka diperlukan petunjuk teknis
akuntansi pendapatan berbasis akrual yang berlaku sebagai kebijakan
akuntansi yang diterapkan dalam pelaporan keuangan pada seluruh entitas
akuntansi dan entitas pelaporan Kementerian Perindustrian.

I.2. Maksud dan Tujuan


Petunjuk Teknis Akuntansi Berbasis Akrual di lingkungan
Kementerian Perindustrian dimaksudkan sebagai acuan bagi pengelola
keuangan dalam mengelola Pendapatan-LO yang berbasis akrual.
Tujuan yang hendak dicapai dengan ditetapkannya Petunjuk Teknis
Akuntansi Berbasis Akrual di lingkungan Kementerian Perindustrian adalah
adanya keseragaman persepsi dan pemahaman dalam pengelolaan
pendapatan pada masing-masing satuan kerja sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku.

I.3. Sasaran
Sasaran Petunjuk Teknis Akuntansi Berbasis Akrual di lingkungan
Kementerian Perindustrian adalah terciptanya laporan keuangan di
lingkungan Kementerian Perindustrian yang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

4
I.4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Petunjuk Teknis Akuntansi Berbasis Akrual di
lingkungan Kementerian Perindustrian meliputi:
a. Pendapatan Negara di lingkungan Kementerian Perindustrian yang
menguraikan mengenai gambaran umum pendapatan negara di
lingkungan Kementerian Perindustrian, pendapatan negara yang
dikelola oleh satuan kerja di lingkungan Sekretariat Jenderal,
pendapatan negara yang dikelola oleh satuan kerja di lingkungan
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, dan kodifikasi akun
pendapatan; dan
b. Kebijakan Akuntansi Pendapatan Berbasis Akrual di lingkungan
Kementerian Perindustrian yang menguraikan mengenai pengakuan,
pengukuran, penyajian, pengungkapan, dan ilustrasi jurnal.

5
II. PENDAPATAN NEGARA DI LINGKUNGAN
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

II.1. Gambaran Umum


Pendapatan Negara di lingkungan Kementerian Perindustrian
bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak. Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan
pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan dan/atau
hibah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), kelompok Penerimaan Negara
Bukan Pajak meliputi:
a. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah;
b. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
c. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan;
d. penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;
e. penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari
pengenaan denda administrasi;
f. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
g. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-Undang tersendiri.
Jenis PNBP yang tercakup dalam kelompok sebagaimana dimaksud di atas,
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

6
PNBP yang berlaku di Kementerian Perindustrian diatur dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2011 tentang Jenis dan Tarif
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian
Perindustrian. Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Perindustrian
meliputi penerimaan dari jasa pelayanan:
a. pelatihan dan sarana pelatihan;
b. penyelenggaraan pendidikan;
c. teknis pengujian dan kalibrasi;
d. pelatihan teknis;
e. inspeksi teknik;
f. teknis mesin;
g. teknis sertifikasi;
h. teknis konsultansi; dan
i. di bidang perindustrian yang berasal dari kerjasama dengan pihak
lain.
Dalam rangka pengelolaan Pendapatan LO, jenis PNBP yang berlaku
pada Kementerian Perindustrian dapat dibagi dalam tiga kelompok besar,
sebagai berikut:
a. Pendapatan dari Jasa Pelatihan dan Sarana Pelatihan
b. Pendapatan dari Jasa Penyelenggaraan Pendidikan; dan
c. Pendapatan dari Jasa Pelayanan Teknis.

II.2. Pendapatan Yang Dikelola Oleh Satuan Kerja di Lingkungan


Sekretariat Jenderal
Pendapatan yang dikelola oleh satuan kerja di lingkungan Sekretariat
Jenderal bersumber dari kelompok:
a. Pendapatan dari jasa pelatihan dan sarana pelatihan; dan
b. Pendapatan dari jasa penyelenggaraan pendidikan.

7
II.2.1 Pendapatan dari Pelatihan dan Sarana Pelatihan
Pendapatan dari jasa pelatihan dan sarana pelatihan adalah hak
pemerintah yang berasal dari pendapatan atas jasa pelatihan dan sarana
pelatihan yang diakui sebagai penambah ekuitas dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan. Satuan kerja di lingkungan Sekretariat
Jenderal yang mengelola pendapatan dari jasa pelatihan dan sarana
pelatihan adalah Balai Pendidikan dan Pelatihan Industri. Pendapatan dari
jasa tersebut dikodifikasi dalam akun Pendapatan Pendidikan Lainnya
(423519).
Penerimaan atas pendapatan dari jasa pelatihan dan sarana pelatihan
harus dilakukan di muka sebelum pekerjaan dilaksanakan. Pendapatan
dari jasa pelatihan dan sarana pelatihan diakui pada saat pekerjaan telah
diselesaikan, yang ditandai dengan selesainya pemberian jasa. Apabila
pembayaran diterima dari pelanggan dan jasa belum dilaksanakan atau
belum diselesaikan sampai dengan akhir periode pelaporan, maka satuan
kerja mengakui sebagai Pendapatan Diterima di Muka sebesar nilai jasa
yang belum dilaksanakan.
Standar Operasional Prosedur (SOP) pendapatan dari jasa pelatihan
dan sarana pelatihan:
1. Pengguna jasa layanan mengajukan permintaan pelatihan dan sarana
pelatihan kepada satuan kerja.
2. Bendahara Penerimaan menghitung jumlah harga/biaya pelatihan dan
sarana pelatihan.
3. Pengguna jasa yang bersangkutan membayar kepada bank penerima
setoran atau Bendahara Penerimaan/Pembantu Bendahara
Penerimaan.
4. Bendahara Penerimaan memeriksa pelunasan pelatihan dan sarana
pelatihan.
5. Bendahara Penerimaan membuat invoice/faktur pelunasan pelatihan
dan sarana pelatihan.

8
6. Atasan langsung memeriksa invoice/faktur pelunasan pelatihan dan
sarana pelatihan, kemudian menandatandatangani invoice/faktur
pelunasan pelatihan dan sarana pelatihan.
7. Pengguna jasa menerima invoice dan tembusannya diberikan kepada
Bendahara Penerimaan untuk diarsipkan.
8. Bendahara Penerimaan membuat laporan bulanan transaksi
pembayaran jasa pelatihan dan sarana pelatihan.
9. Bendahara Penerimaan melakukan penyetoran PNBP ke Kas Negara
dengan menggunakan Sistem Informasi PNBP Online atau SIMPONI
segera setelah uang diterima.
10. Bukti setoran Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) dilaporkan kepada
petugas Sistem Akuntansi Keuangan.

II.2.2 Pendapatan dari Jasa Penyelenggaraan Pendidikan


Pendapatan dari jasa penyelenggaraan pendidikan adalah hak
pemerintah yang berasal dari pendapatan atas jasa penyelenggaraan
pendidikan yang diakui sebagai penambah ekuitas dalam periode
tahun anggaran yang bersangkutan.
Satuan kerja di lingkungan Sekretariat Jenderal yang mengelola
pendapatan dari jasa penyelenggaraan pendidikan merupakan unit
pendidikan kejuruan dan pendidikan vokasi di lingkungan Kementerian
Perindustrian yang terdiri atas:
a. SMK-SMAK yang berada di Bogor, Makassar, Padang;
b. SMK-SMTI yang berada Yogyakarta, Makassar, Banda Aceh, Padang,
Tanjung Karang dan Pontianak;
c. Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan;
d. Politeknik STMI Jakarta;
e. Politeknik APP Jakarta;
f. Politeknik STTT Bandung;
g. Politeknik ATK Yogyakarta;
h. Politeknik ATI Makassar; dan
i. Politeknik ATI Padang.

9
Pendapatan dari jasa penyelenggaraan pendidikan yang dikelola
satuan kerja tersebut di atas dikodifikasi dalam akun:
a. Pendapatan Uang Pendidikan (423511)
Penerimaan atas Pendapatan Uang Pendidikan harus dilakukan di
muka sebelum pekerjaan dilaksanakan. Pendapatan pendidikan
tersebut diakui pada saat pekerjaan telah diselesaikan, yang ditandai
dengan berakhirnya periode pendidikan semester genap/ganjil.
Apabila pembayaran diterima dari pelanggan dan jasa belum
dilaksanakan atau belum diselesaikan sampai dengan akhir periode
pelaporan, maka satuan kerja mengakui sebagai Pendapatan Diterima
di Muka sebesar nilai jasa yang belum dilaksanakan.
Standar Operasional Prosedur (SOP) Pendapatan Uang Pendidikan:
1. Peserta didik melakukan pembayaran uang pendidikan melalui
Bendahara Penerimaan atau langsung ke rekening Bendahara
Penerimaan.
2. Bendahara Penerimaan memperoleh data peserta didik dari
subbagian administrasi akademik/bagian kesiswaan kemudian
Atasan Bendahara Penerimaan melakukan validasi atas
pembayaran uang pendidikan pada awal semester genap/gasal.
3. Bendahara Penerimaan menyampaikan hasil validasi ke
subbagian akademik/bagian kesiswaan setiap akhir bulan.
4. Bendahara Penerimaan menerbitkan data pendapatan yang masih
harus diterima setiap semester.
5. Bendahara Penerimaan melakukan penyetoran PNBP ke Kas
Negara dengan menggunakan Sistem Informasi PNBP Online atau
SIMPONI segera setelah uang diterima.
6. Bukti setoran Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) dilaporkan
kepada petugas Sistem Akuntansi Keuangan.

10
b. Pendapatan Uang Ujian Masuk, Kenaikan Tingkat dan Akhir
Pendidikan (423512)
Penerimaan atas pendapatan uang ujian masuk, kenaikan tingkat dan
akhir pendidikan harus dilakukan di muka sebelum pekerjaan
dilaksanakan. Pendapatan uang ujian masuk, kenaikan tingkat dan
akhir pendidikan tersebut diakui pada saat pekerjaan telah
diselesaikan, yang ditandai dengan berakhirnya periode pendidikan
semester genap/ganjil.
Apabila pembayaran diterima dari pelanggan dan jasa belum
dilaksanakan atau belum diselesaikan sampai dengan akhir periode
pelaporan, maka satuan kerja mengakui sebagai Pendapatan Diterima
di Muka sebesar nilai jasa yang belum dilaksanakan.
Standar Operasional Prosedur (SOP) Pendapatan Uang Ujian Masuk,
Kenaikan Tingkat dan Akhir Pendidikan:
1. Bendahara Penerimaan memperoleh data peserta didik dari
subbagian administrasi akademik/bagian kesiswaan pada awal
semester genap/gasal.
2. Calon peserta didik melakukan pembayaran uang ujian masuk,
kenaikan tingkat dan akhir pendidikan melalui Bendahara
Penerimaan atau langsung ke rekening Bendahara Penerimaan.
3. Bendahara Penerimaan melakukan rekonsiliasi dengan data bank
setiap hari kerja.
4. Bendahara Penerimaan melakukan penyetoran PNBP ke Kas
Negara dengan menggunakan Sistem Informasi PNBP Online atau
SIMPONI segera setelah uang diterima.
5. Bukti setoran Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) dilaporkan
kepada petugas Sistem Akuntansi Keuangan.

c. Pendapatan Pendidikan Lainnya (423519)


Pendapatan Pendidikan Lainnya diakui pada saat pekerjaan telah
diselesaikan, yang ditandai dengan berakhirnya periode pendidikan
semester genap/ganjil.

11
Apabila pembayaran diterima dari pelanggan dan jasa belum
dilaksanakan atau belum diselesaikan sampai dengan akhir periode
pelaporan, maka satuan kerja mengakui sebagai Pendapatan Diterima
di Muka sebesar nilai jasa yang belum dilaksanakan.
Standar Operasional Prosedur (SOP) Pendapatan Pendidikan Lainnya:
1. Bendahara Penerimaan memperoleh data dari subbagian
administrasi akademik/bagian kesiswaan pada awal semester
genap/gasal.
2. Peserta didik melakukan pembayaran melalui Bendahara
Penerimaan atau langsung ke rekening Bendahara Penerimaan.
3. Bendahara Penerimaan melakukan rekonsiliasi dengan data bank
setiap hari kerja.
4. Bendahara Penerimaan melakukan penyetoran PNBP ke Kas
Negara dengan menggunakan Sistem Informasi PNBP Online atau
SIMPONI segera setelah uang diterima.
5. Bukti setoran Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) dilaporkan
kepada petugas Sistem Akuntansi Keuangan.

II.3. Pendapatan Yang Dikelola Oleh Satuan Kerja di Lingkungan


Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
Pendapatan yang dikelola oleh satuan kerja di lingkungan Badan
Penelitian dan Pengembangan Industri bersumber dari kelompok
pendapatan dari jasa pelayanan teknis.
Satuan kerja di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri yang mengelola pendapatan dari jasa pelayanan teknis meliputi:
a. Balai Besar Kimia Kemasan;
b. Balai Besar Pulp dan Kertas;
c. Balai Besar Tekstil;
d. Balai Besar Logam dan Mesin;
e. Balai Besar Keramik;
f. Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik;
g. Balai Besar Kerajinan dan Batik;
h. Balai Besar Industri Hasil Perkebunan;

12
i. Balai Riset dan Standardisasi Industri yang berada di Surabaya, Banda
Aceh, Medan, Padang, Palembang, Pontianak, Banjar Baru, Samarinda,
Manado, Ambon; dan
j. Balai Sertifikasi Industri.

Pendapatan dari jasa pelayanan teknis yang dikelola satuan kerja


tersebut di atas meliputi penerimaan dari:
a. jasa pelayanan teknis pengujian dan kalibrasi;
Pengujian adalah jasa pelayanan teknis berupa jasa pengujian
komoditi/produk di laboratorium, terdiri dari pengujian komoditi
makanan/minuman, komoditi bahan baku dan produk kimia komoditi
air, cemaran air dan udara, komoditi kemasan, komoditi keramik,
komoditi bahan dan barang teknik, komoditi pulp dan kertas, komoditi
tekstil, komoditi logam dan mesin, komoditi hasil pertanian, komoditi
alat elektronik, komoditi karet dan plastik, komoditi batik dan
kerajinan, dan lain lain.
Kalibrasi adalah jasa pelayanan teknis berupa jasa atas kegiatan untuk
menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukan alat ukur dan
bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar ukur yang
mampu telusur (traceable) ke standar nasional maupun internasional
di laboratorium kalibrasi.
b. jasa pelayanan pelatihan teknis, yaitu jasa pelayanan teknis berupa
jasa pelatihan kepada pelaku indutri;
c. jasa pelayanan inspeksi teknis, yaitu jasa pelayanan teknis berupa
kegiatan pemeriksaan dan/atau pengujian terhadap suatu pekerjaan,
barang dan/atau jasa, proses, sarana dan prasarana menurut
spesifikasi teknis/standar tertentu, seperti SNI atau standar lainnya
yang diacu dan diakui dengan memperhatikan segi keamanan,
keselamatan dan lingkungan yang telah ditentukan;
d. jasa pelayanan teknis mesin, yaitu jasa pelayanan atas penggunaan
mesin pemrosesan kulit dimana konsumennya merupakan industri
kecil menengah atau individu yang belum memiliki mesin sendiri;

13
e. jasa pelayanan teknis sertifikasi, yaitu jasa pelayanan teknis berupa
Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia
untuk produk-produk tertentu yang dipasarkan di Indonesia atau
sertifikasi sistem manajemen mutu tertentu. Dalam kegiatan sertifikasi,
terdapat kegiatan-kegiatan audit dokumen, audit lapangan, serta
proses review dan evaluasi teknis dari hasil audit;
f. jasa pelayanan teknis konsultasi, yaitu jasa pelayanan teknis berupa
jasa konsultasi dan praktek kepada dunia industri dalam hal teknologi
dan proses industri, sistem manajemen mutu, penyusunan Standar
Nasional Indonesia (SNI), upaya kelola lingkungan atau pemantauan
lingkungan, instansi pengolahan air limbah, dan jasa konsultasi
industri lainnya; dan
g. jasa pelayanan di bidang perindustrian yang berasal dari kerjasama
dengan pihak lain, yaitu jasa pelayanan yang diberikan oleh satuan
kerja atas kesepakatan kerja sama dengan pihak industri, yang
biasanya meliputi jasa:
1. penelitian dan pengembangan;
2. pelatihan;
3. rancang bangun dan perekayasaan industri; dan
4. pelayanan teknologi informasi.

Dalam rangka pengelolaan akuntansi pendapatan, pendapatan pada


satuan kerja di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
dibedakan menjadi:
a. Pendapatan dari Jasa Pelayanan Teknis Yang Diterima Sebelum
Jasa Layanan Diberikan
Yaitu pendapatan jasa atas pekerjaan yang tidak mempunyai
perjanjian tertulis dari para pihak sehingga penerimaan atas
pendapatan jasa-jasa tersebut harus dilakukan dimuka sebelum
pekerjaan dilaksanakan. Pendapatan LO diakui pada saat pekerjaan
telah selesai dilakukan, sehingga apabila pembayaran diterima dari
pelanggan dan jasa belum dilaksanakan atau belum diselesaikan

14
sampai dengan akhir periode pelaporan, maka satuan kerja mengakui
sebagai Pendapatan Diterima di Muka sebesar nilai jasa yang belum
dilaksanakan.
Standar Operasional Prosedur (SOP) Pendapatan Jasa Pelayanan
Teknis Yang Diterima Sebelum Jasa Layanan Diberikan:
1. Pengguna jasa layanan mengajukan permintaan Jasa Layanan
Teknis kepada satuan kerja bersangkutan.
2. Petugas penerima contoh menghitung jumlah harga/biaya jasa
pelayanan Teknis tersebut.
3. Bendahara Penerimaan membuat invoice sejumlah biaya yang
telah ditetapkan.
4. Pengguna jasa layanan melakukan pembayaran baik secara tunai
melalui Bendahara Penerimaan atau Pembantu Bendahara
Penerimaan maupun transfer kepada rekening Bendahara
Penerimaan sebelum pekerjaan dilakukan.
5. Bendahara Penerimaan membuat kuitansi untuk Pengguna Jasa
Layanan yang telah melakukan pembayaran secara tunai.
6. Bendahara Penerimaan memeriksa pembayaran tagihan jasa
pelayanan teknis bagi Pengguna Jasa Layanan yang melakukan
pembayaran secara transfer ke rekening Bendahara Penerimaan.
7. Bendahara Penerimaan melakukan penyetoran PNBP ke Kas
Negara dengan menggunakan Sistem Informasi PNBP Online atau
SIMPONI segera setelah uang diterima.
8. Bukti setoran Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) dilaporkan
kepada petugas Sistem Akuntansi Keuangan.
9. Pelaksana teknis melaksanakan pekerjaan jasa pelayanan teknis
tersebut hingga selesai.
10. Satuan kerja yang bersangkutan menerbitkan sertifikat atau
laporan lain yang menandakan pekerjaan telah selesai dilakukan.
11. Bendahara Penerimaan mencatat tanggal penerbitan sertifikat
atau laporan lain yang menandakan pekerjaan telah selesai
dilakukan.

15
12. Satuan kerja yang bersangkutan memberikan sertifikat atau
laporan lain yang menandakan pekerjaan telah selesai dilakukan
kepada pengguna jasa layanan setelah dipastikan semua biaya
telah dibayar.

b. Pendapatan dari Jasa Pelayanan Teknis Yang Diterima Setelah Jasa


Layanan Diberikan
Yaitu pendapatan jasa atas pekerjaan yang mempunyai perjanjian
tertulis dari para pihak dimana perjanjian tersebut dapat berupa
kontrak kerjasama atau bentuk perjanjian lain sehingga penerimaan
atas pendapatan jasa-jasa tersebut diterima setelah jasa diberikan.
Pendapatan LO diakui pada saat pekerjaan telah selesai dilakukan,
sehingga apabila pembayaran belum diterima setelah jasa diberikan,
maka pendapatan yang akan diterima oleh Bendahara Penerimaan
dicatat sebagai Piutang PNBP dan diakui sebagai Pendapatan LO
periode tahun anggaran berjalan.
Standar Operasinal Prosedur (SOP) Pendapatan Jasa Pelayanan Teknis
Yang Diterima Setelah Jasa Layanan Diberikan:
1. Pengguna jasa layanan mengajukan permintaan Jasa Layanan
Teknis kepada satuan kerja bersangkutan.
2. Bidang/Seksi Pengembangan Jasa Teknis berkoordinasi dengan
pelaksana teknis jasa layanan tersebut untuk menetapkan jumlah
harga/biaya jasa pelayanan teknis tersebut.
3. Bidang/Seksi Pengembangan Jasa Teknis menyiapkan kontrak
Kerjasama atau bentuk perjanjian lain.
4. Kontrak kerja sama atau bentuk perjanjian lain ditandatangani
oleh Kepala Satuan kerja dan pimpinan perusahaan/instansi yang
mengajukan permintaan Jasa Layanan Teknis.
5. Pelaksana teknis melaksanakan pekerjaan jasa pelayanan teknis
tersebut hingga selesai.

16
6. Bendahara Penerimaan membuat invoice/surat tagihan
berdasarkan prestasi kerja sesuai dengan kontrak kerjasama atau
bentuk perjanjian perjanjian lain yang telah disepakati.
7. Bendahara Penerimaan dan Petugas SAK mencatat piutang dan
mengakui pendapatan berdasarkan Surat Tagihan yang telah
dikirimkan.
8. Bendahara Penerimaan membuat kuitansi untuk Pengguna jasa
layanan yang telah melakukan pembayaran secara tunai atau
Bendahara Penerimaan mengecek pembayaran di bank bagi
pengguna jasa layanan yang melakukan pembayaran secara
transfer ke rekening Bendahara Penerimaan.
9. Jika pembayaran telah diterima, Bendahara Penerimaan dan
Petugas SAK mencatat pelunasan piutang.
10. Bendahara Penerimaan melakukan penyetoran PNBP ke Kas
Negara dengan menggunakan Sistem Informasi PNBP Online atau
SIMPONI segera setelah uang diterima.
11. Bukti setoran Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) dilaporkan
kepada petugas Sistem Akuntansi Keuangan.
12. Bendahara Penerimaan mencatat tanggal penerbitan sertifikat
atau laporan lain yang menandakan pekerjaan telah selesai
dilakukan.
13. Satuan kerja yang bersangkutan memberikan sertifikat atau
laporan lain yang menandakan pekerjaan telah selesai dilakukan
kepada pengguna jasa layanan setelah dipastikan semua biaya
telah dibayar.

17
II.4. Kodifikasi Akun Pendapatan

Pendapatan Negara di lingkungan Kementerian Perindustrian


dikodifikasikan* dalam akun:
AKUN URAIAN
Pendapatan Jasa Tenaga, Pekerjaan, Informasi,
Pelatihan dan Teknologi sesuai tugas dan fungsi masing-
masing Kementerian Negara/Lembaga.
423216
Pendapatan Jasa Tenaga, Pekerjaan, Informasi, Pelatihan
dan Teknologi sesuai tugas dan fungsi masing-masing
Kemenyterian Negara/Lembaga.
Pendapatan Uang Pendidikan
Uang pendidikan berasal dari sekolah maupun PTN yang
423511 menyelenggarakan pendidikan, baik di lingkungan
Kementerian Pendidikan Nasional maupun di
Kementerian Lain.
Pendapatan Uang Ujian Masuk, Kenaikan Tingkat dan
Akhir Pendidikan
Uang Ujian Masuk, Kenaikan Tingkat dan Akhir yang
423512
berasal dari sekolah maupun PTN yang menyelenggarkan
pendidikan, baik di lingkungan Kementerian Pendidikan
Nasional (BA 023) maupun di Kementerian Lain.
Pendapatan Pendidikan Lainnya
Uang Pendapatan Pendidikan Lainnya seperti sumbangan
pendidikan yang berasal dari sekolah maupun PTN yang
423519
menyelenggarakan pendidikan, baik di lingkungan
Kementerian Pendidikan Nasional (BA 023) maupun di
Kementerian Lain.
* Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-
311/PB/2014 tentang Kodefikasi Segmen Akun pada Bagan Akun Standar
(BAS)

18
III. KEBIJAKAN AKUNTANSI
PENDAPATAN BERBASIS AKRUAL
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Kebijakan Akuntansi Pendapatan Berbasis Akrual di lingkungan


Kementerian Perindustrian meliputi pengakuan, pengukuran, penyajian,
dan pengungkapan. Kebijakan Akuntansi ini diterapkan untuk setiap jenis
pendapatan Negara yang berlaku di lingkungan Kementerian Perindustrian.
Untuk membantu mempermudah pemahaman Kebijakan Akuntansi
Berbasis Akrual maka diberikan contoh berupa ilustrasi jurnal yang
disampaikan dalam bentuk simulasi transaksi/jurnal yang mencatat
transaksi pendapatan untuk memberikan gambaran mekanisme pencatatan
transaksi sampai dengan pelaporannya.

III.1 Pengakuan
Pendapatan-LO diakui pada saat diselesaikannya Jasa dari seluruh
layanan jasa yang dimintakan atau yang dipesan. Namun demikian untuk
memperoleh layanan, wajib bayar pada umumnya harus terlebih dahulu
melakukan pembayaran. Oleh karena itu Pendapatan-LO terlebih dahulu
diakui sebagai Pendapatan-LO pada saat diterimanya pembayaran dari
wajib bayar.
Selanjutnya pada akhir periode berjalan, dilakukan penyesuaian atas
nilai jasa yang belum dapat diakui sebagai Pendapatan-LO, karena belum
diselesaikannya pelaksanaan/pemberian Jasa yang diminta atau yang
dipesankan oleh wajib bayar. Atas nilai pembayaran yang telah diterima,
namun pemberian jasa belum diselesaikan, maka sejumlah nilai jasa yang
belum diberikan tersebut diakui sebagai Pendapatan Diterima Dimuka
dengan mengkoreksi akun Pendapatan-LO.

19
Dalam kondisi tertentu, misalnya berdasarkan suatu
kontrak/perjanjian khusus, maka pembayaran atas Layanan Jasa dapat
dilakukan setelah Jasa diberikan. Dalam hal ini, pengakuan Pendapatan-LO
adalah saat telah diselesaikannya pelaksanaan/pemberian Jasa, walaupun
pembayaran belum diterima dengan mengakui adanya Piutang Bukan
Pajak.

III.2 Pengukuran
Pendapatan Jasa dicatat sebesar nilai rupiah atas Layanan Jasa yang
diberikan, baik yang pembayarannya telah diterima oleh satuan kerja,
maupun yang belum diterima.
Apabila dalam perhitungan Pendapatan-LO melibatkan satuan waktu,
maka digunakan satuan waktu bulanan dengan pembulatan ke atas dengan
jumlah hari yang diperhitungkan. Sedangkan apabila dalam perhitungan
bagian Pendapatan-LO melibatkan satuan mata uang rupiah, maka
digunakan angka ribuan dengan pembulatan ke bawah dengan jumlah
rupiah yang diperhitungkan, kecuali perhitungan sisa pada
pembayaran/perhitungan bagian terakhir, maka tetap menggunakan angka
satuan mata uang rupiah tanpa pembulatan.
Nilai yang diakui sebagai Pendapatan-LO tidak memperhatikan
apakah pembayaran/pelunasan atas jasa yang telah diterima atau belum,
termasuk apakah pembayaran dilakukan melalui Kas Negara atau
Bendahara Penerimaan.

III.3 Penyajian
Terdapat beberapa komponen Laporan Keuangan yang terpengaruh
langsung dari kebijakan Pendapatan-LO, yaitu Laporan Operasional,
Laporan Perubahan Ekuitas dan Neraca.
Dalam hal terdapat pembayaran yang telah diterima, namun
pemberian jasa belum diselesaikan, maka sejumlah nilai jasa yang belum
diberikan tersebut diakui sebagai Pendapatan Diterima Dimuka yang
disajikan di Neraca. Disamping itu, apabila terdapat nilai yang masih belum

20
dibayarkan oleh wajib bayar, sedangkan pada akhir periode Jasa telah
diselesaikan atau telah diberikan kepada wajib bayar, maka diakui sebagai
Pendapatan-LO di Laporan Operasional bersamaan dengan pengakuan
Piutang di Neraca.

III.4 Pengungkapan
Dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), pada bagian
penjelasan atas Pos Pendapatan-LO, dijelaskan beberapa informasi sebagai
berikut:
a. Penjelasan umum mengenai Pendapatan, antara lain dasar hukum
diperolehnya pendapatan, jenis-jenis pendapatan, sumber pendapatan,
dan informasi terkait lainnya.
b. Realisasi Pendapatan-LO pada periode berjalan dan disandingkan
dengan Realisasi Pendapatan-LO pada periode sebelumnya.
c. Penjelasan mengenai kondisi yang menjadi penyebab
meningkatnya/menurunnya Pendapatan-LO periode berjalan
dibandingkan dengan periode sebelumnya.
d. Penjelasan rinci mengenai Perbedaan Nilai Pendapatan-LO
dibandingkan dengan Pendapatan-LRA Tahun Anggaran berkenaan
untuk periode yang dilaporkan, antara lain:
1. Penjelasan mengenai nilai Pendapatan-LO yang berasal dari
pengakuan Piutang pada akhir periode berjalan;
2. Nilai koreksi dan penjelasan bahwa sebagian Pendapatan-LO yang
berasal dari Pendapatan-LRA tidak diakui karena sudah diakui
sebagai Pendapatan-LO pada periode sebelumnya;
3. Penjelasan mengenai nilai Pendapatan-LO tahun berjalan yang
dikoreksi menjadi Pendapatan Diterima Dimuka, karena belum
diselesaikannya proses pemberian jasa/layanan kepada wajib
bayar pada akhir periode pelaporan;
4. Nilai koreksi dan penjelasan bahwa sebagian Pendapatan-LO
tahun anggaran berjalan berasal dari pendapatan-LRA yang sudah
diterima pada tahun anggaran sebelumnya karena pada periode

21
sebelumnya diakui sebagai Pendapatan-LO, karena belum
diselesaikannya proses pemberian jasa/layanan kepada wajib
bayar pada akhir periode pelaporan sebelumnya;
5. Penjelasan Penyesuaian/Koreksi Lainnya; dan
6. Kontrak layanan jasa teknis dan progress penyelesaiannya. Dalam
hal jumlahnya banyak, maka dapat disampaikan dalam bentuk
kelompok progres penyelesaian dan nilai dari masing-masing
kelompok.

III.5 Ilustrasi Jurnal


Berikut ini adalah ilustrasi transaksi jurnal dan penyajian
Pendapatan-LO di Laporan Operasional serta penyajian Piutang dan
Pendapatan Diterima Dimuka di Neraca Satuan kerja. Ilustrasi dibuat
dalam bentuk contoh sebuah rangkaian siklus penyusunan laporan
keuangan yang disederhanakan untuk mempermudah pemahaman.
Pada Laporan Keuangan satuan kerja industri tahun 2015, terdapat
Neraca satuan kerja yang menyajikan informasi sebagai berikut:

22
SATKER INDUSTRI
NERACA
Per 31 Desember 2016 dan 2015
Uraian 2016 2015
ASET
Kas di Bendahara Penerimaan 35.000.000 25.000.000
Piutang 105.000.000 100.000.000
Persediaan 15.000.000 15.000.000
Aset Tetap 1.000.000.000 1.000.000.000
Akumulasi Penyusutan Aset Tetap (350.000.000) (300.000.000)
JUMLAH ASET 805.000.000 840.000.000
KEWAJIBAN
Pendapatan Diterima Dimuka 95.000.000 55.000.000
JUMLAH KEWAJIBAN 95.000.000 55.000.000
JUMLAH EKUITAS 710.000.000 785.000.000
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS 805.000.000 840.000.000

23
SATKER INDUSTRI
LAPORAN OPERASIONAL
Untuk Tahun yang Berakhir pada 31 Desember 2016 dan 2015
Kegiatan Operasional 2016 2015
Pendapatan 500.000.000 450.000.000
Beban (570.000.000) (520.000.000)
Surplus/(Defisit) dari Kegiatan
(70.000.000) (70.000.000)
Operasional
Surplus/(Defisit) dari Kegiatan Non
- -
Operasional
Surplus/(Defisit) dari Pos Luar Biasa - -
SURPLUS/(DEFISIT) LO (70.000.000) (70.000.000)

SATKER INDUSTRI
LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
Untuk Tahun yang Berakhir pada 31 Desember 2016 dan 2015
Uraian 2016 2015
Saldo Ekuitas Awal 785.000.000 785.000.000
Surplus/(Defisit) LO (70.000.000) (70.000.000)
Transaksi Antar Entitas
- DDEL (525.000.000) (450.000.000)
- DKEL 520.000.000 520.000.000
Kenaikan/(Penurunan) Ekuitas - -
SALDO EKUITAS AKHIR 710.000.000 785.000.000

Dibawah ini beberapa jurnal yang merupakan ilustrasi pencatatan


transaksi yang melibatkan transaksi tahun berjalan (2016) dan tahun
anggaran sebelumnya (2015).

24
(1) Pencatatan Kas di Bendahara Penerimaan (pada akhir periode
sebelumnya/2015).
Pada akhir periode sebelumnya, untuk mencatat saldo kas di
Bendahara Penerimaan, maka dibuat jurnal Penyesuaian sebagai
berikut :

Jurnal (1) Transaksi 31 Desember 2015


Akun Uraian Akun Debet Kredit
111711 Kas di Bendahara Penerimaan 25.000.000
423xxx Pendapatan-LO Jasa 25.000.000
Mencatat Pendapatan Jasa atas saldo kas di Bendahara Penerimaan pada
akhir periode pelaporan yang belum disetor ke kas negara sebesar.
Rp.25.000.000.

Karena digunakan Pendekatan Pendapatan, pencatatan saldo Kas


di Bendahara Penerimaan pada akhir periode pelaporan diakui
langsung sebagai Pendapatan Jasa. Pada akhir periode pelaporan,
Pendapatan Jasa yang belum selesai disesuaikan dan dicatat
sebagai Pendapatan Diterima Dimuka karena belum
diselesaikannya pemberian jasa/fasilitas layanan, sebagaimana
Jurnal (3). Apabila di dalam saldo Kas di Bendahara Penerimaan
terdapat jumlah yang sebenarnya sudah dapat diakui sebagai
Pendapatan-LO, hal ini menjadi normal dengan dinilainya kembali
jumlah Pendapatan-LO pada akhir periode pelaporan dan tidak
direklasifikasi menjadi Pendapatan Diterima Dimuka.

(2) Pencatatan Piutang dari Pendapatan-LO yang seharusnya sudah


diterima, khusus yang berasal dari Kontrak Layanan Jasa (pada
akhir periode pelaporan tahun sebelumnya). Sedangkan untuk
mencatat Saldo Piutang Bukan Pajak yang berasal dari
Pendapatan-LO, dibuat Jurnal Penyesuaian sebagai berikut :

25
Jurnal (2) Transaksi 31 Desember 2015
Akun Uraian Akun Debet Kredit
1xxxxx Piutang Bukan Pajak 100.000.000
423xxx Pendapatan-LO Jasa 100.000.000
Mencatat Piutang atas Pendapatan-LO yang sudah dapat diterima,
khususnya yang berasal dari Kontrak Layanan Jasa sebesar
Rp.100.000.000

(3) Pencatatan nilai Pendapatan-LO yang masih bersifat Pendapatan


Diterima Dimuka, atas bagian dari Nilai Pendapatan-LO yang belum
menjadi hak satker disebabkan belum selesainya pemberian
jasa/fasilitas layanan.
Jurnal Penyesuaiannya (pada akhir periode pelaporan tahun
sebelumnya) adalah sebagai berikut :

Jurnal (3) Transaksi 31 Desember 2015


Akun Uraian Akun Debet Kredit
423xxx Pendapatan Jasa 55.000.000
219212 Pendapatan diterima Dimuka 55.000.000
Mencatat Pendapatan Diterima Dimuka dan mengkoreksi nilai
Pendapatan-LO yang belum menjadi hak periode tahun berjalan sebesar
Rp.55.000.000

(4) Pada awal tahun anggaran, satker melakukan Jurnal Balik atas
Saldo Pendapatan Diterima Dimuka yang telah dicatat sebagai
pengurang pendapatan Jasa pada Tahun Anggaran sebelumnya,
dengan jurnal sebagai berikut :

26
Jurnal (4) Transaksi 2 Januari 2016
Akun Uraian Akun Debet Kredit
219212 Pendapatan Diterima Dimuka 55.000.000
423xxx Pendapatan Jasa 55.000.000
Jurnal balik atas nilai Pendapatan Diterima Dimuka yang merupakan
jurnal penyesuaian pada akhir periode pelaporan tahun sebelumnya
sebesar Rp.55.000.000

(5) Pada awal tahun anggaran, satker juga melakukan Jurnal Balik
atas saldo Piutang yang telah dicatat sebagai Pendapatan Jasa pada
tahun anggaran sebelumnya, dengan jurnal sebagai berikut :

Jurnal (5) Transaksi pada saat terdapat pembayaran, satker


menjurnal balik saldo piutang dengan jurnal sebagai berikut :
Akun Uraian Akun Debet Kredit
423xxx Pendapatan-LO Jasa 100.000.000
1xxxxx Piutang Bukan Pajak 100.000.000
Jurnal balik atas Piutang dari pengakuan Pendapatan-LO pada tahun
anggaran sebelumnya sebesar Rp.100.000.000

(6) Pada tahun anggaran berjalan apabila Bendahara Penerimaan


melakukan penyetoran ke Kas Negara yang berasal dari kas di
Bendahara Penerimaan dan dilakukan input SSBP atas penyetoran
tersebut pada aplikasi SAIBA, maka secara otomatis akan
terbentuk jurnal pengakuan Pendapatan-LO sebagai berikut:

Jurnal (6) Transaksi 7 Januari 2016


Akun Uraian Akun Debet Kredit
313xxx Diterima dari entitas lain 25.000.000
423xxx Pendapatan Jasa 25.000.000
Mencatat 423xxx atas input SSBP pada periode tahun berjalan sebesar
Rp.25.000.000

27
(7) Atas penyetoran ke Kas Negara yang dilakukan oleh Bendahara
Penerimaan, yang berasal dari nilai PNBP yang ada di Bendahara
Penerimaan pada akhir periode pelaporan tahun sebelumnya, maka
dibuat jurnal penyesuaian/koreksi sebagai berikut :

Jurnal (7) Transaksi 7 Januari 2016


Akun Uraian Akun Debet Kredit
423xxx Pendapatan Jasa 25.000.000
111711 Kas di Bendahara Penerimaan 25.000.000
Mengkoreksi nilai Pendapatan Jasa yang juga sudah diakui pada saat
dilakukan jurnal balik pada awal tahun anggaran sekaligus mengeliminasi
Kas di Bendahara Penerimaan yang telah disetorkan ke Kas Negara
sebesar Rp.25.000.000

(8) Pada tahun anggaran berjalan, bendahara penerimaan melakukan


penyetoran ke Kas Negara atas nilai PNBP yang diterima dan
disetorkan pada tahun anggaran berjalan, serta melakukan input
SSBP pada aplikasi SAIBA. Atas transaksi ini secara otomatis akan
terbentuk jurnal sebagai berikut :

Jurnal (8) Transaksi 30 Juni 2016


Akun Uraian Akun Debet Kredit
313xxx Diterima dari entitas lain 500.000.000
423xxx Pendapatan Jasa 500.000.000
Mencatat 423xxx atas input SSBP pada periode tahun berjalan sebesar
Rp.500.000.000

Atas transaksi ini, tidak dilakukan jurnal penyesuaian/koreksi


kecuali jurnal penyesuaian yang dilakukan pada akhir periode
pelaporan.

28
(9) Pada akhir periode pelaporan/tahun anggaran berjalan, apabila
masih terdapat saldo kas di Bendahara Penerimaan, maka dicatat
dengan jurnal penyesuaian sebagai berikut :

Jurnal (9) Transaksi 31 Desember 2016


Akun Uraian Akun Debet Kredit
111711 Kas di Bendahara Penerimaan 35.000.000
423xxx Pendapatan Jasa 35.000.000
Mencatat kas di Bendahara Penerimaan yang belum disetorkan ke kas
negara, dengan mengakui Pendapatan Jasa sebesar Rp.35.000.000.

(10) Pada akhir periode pelaporan/tahun anggaran berjalan, satker


mencatat Pendapatan Diterima Dimuka atas nilai Pendapatan-LO
yang belum menjadi hak satker karena belum diselesaikannya
pemberian jasa/fasilitas layanan sebagai berikut :

Jurnal (10) Transaksi 31 Desember 2016


Akun Uraian Akun Debet Kredit
423xxx Pendapatan Jasa 95.000.000
219212 Pendapatan Diterima Dimuka 95.000.000
Mencatat Pendapatan Diterima Dimuka dan mengoreksi nilai Pendapatan
LO yang belum menjadi hak periode tahun berjalan sebesar
Rp.95.000.000

Dalam kasus ini, misalkan berdasarkan perhitungan terdapat


saldo Pendapatan Diterima Dimuka sebesar Rp. 95.000.000,- yang
terdiri dari :
nilai sejumlah Rp. 65.000.000,- berasal dari Pedapatan-LO yang
kasnya telah diterima dan telah disetorkan ke Kas Negara, dan
yang Rp.30.000.000,- berasal dari Pendapatan-LO yang kasnya
telah diterima di Bendahara Penerimaan, tetapi belum disetorkan
ke Kas Negara.

29
Pengakuan Pendapatan Jasa adalah saat telah diselesaikannya
pemberian jasa/fasilitas layanan. Pada prinsipnya, penerimaan
untuk memperoleh jasa/fasilitas layanan dilakukan terlebih
dahulu, sebelum layanan diberikan.
Namun demikian, dalam kondisi tertentu, dimungkinkan adanya
tunggakan atas nilai PNBP yang seharusnya sudah diterima oleh
satker dimaksud.

11) Oleh karena itu, maka terdapat dua kondisi yang berpengaruh
terhadap perlakuan akuntansi atas masing-masing kondisi
dimaksud sebagai berikut :
- Apabila jasa/fasilitas layanan belum selesai diberikan, maka
tidak ada jurnal (no entry) karena belum memenuhi kriteria
pengakuan pendapatan;
- Apabila jasa/fasilitas layanan telah diberikan, maka dilakukan
jurnal penyesuaian pada akhir periode pelaporan tahun
anggaran berjalan, dengan mencatat piutang dari Pendapatan-
LO yang seharusnya sudah diterima, khususnya yang berasal
dari Kontrak Layanan Jasa Teknis, sebagai berikut :

Jurnal (11) Transaksi 31 Desember 2016


Akun Uraian Akun Debet Kredit
1xxxxx Piutang Bukan Pajak 105.000.000
423xxx Pendapatan-LO Jasa 105.000.000
Mencatat Piutang atas Pendapatan-LO yang seharusnya sudah diterima,
khususnya yang berasal dari Kontrak layanan Jasa s Rp.105.000.000

12) Berdasarkan transaksi tersebut di atas, maka akan terbentuk


Buku Besar masing-masing pos laporan keuangan sebagai
berikut:

30
Tahun Anggaran 2016
423xxx-Pendapatan-LO Jasa Teknis 1xxxxx-Kas di Bendahara Penerimaan
Debet/
Tgl Transaksi Debet/(Kredit) Saldo D/(K) Tgl Transaksi Saldo D/(K)
(Kredit)
Saldo
2/1 J-Balik (55.000.000) (55.000.000) 2/1 (25.000.000)
Awal
2/1 J-Balik 100.000.000 45.000.000 7/1 J- Peny (25.000.000) 0
7/1 SSBP (25.000.000) 20.000.000 31/12 J- Peny 35.000.000 35.000.000
7/1 J-Peny 25.000.000 45.000.000
30/6 SSBP (500.000.000) (455.000.000)
31/12 J-Peny (35.000.000) (490.000.000)
31/12 J-Peny 95.000.000 (395.000.000)
31/12 J-Peny (105.000.000) (500.000.000)

1xxxxx-Piutang 2xxxxx-Pendapatan Diterima Dimuka


Debet/
Tgl Transaksi Debet/(Kredit) Saldo D/(K) Tgl Transaksi Saldo D/(K)
(Kredit)
Saldo
2/1 Saldo Awal 100.000.000 2/1 (55.000.000)
Awal
2/1 J-Balik (100.000.000) 0 2/1 J-Balik 55.000.000 0
31/12 J-Peny 105.000.000 105.000.000 31/12 J-Peny 95.000.000 95.000.000

(13) Apabila selama periode berjalan (2016) satker memiliki Beban


Operasional sebesar Rp.570.000.000,- (terdiri dari Beban yang
berasal Belanja Rp.520.000.000,- dan berasal dari Beban
Penyusutan Rp.50.000.000,-)maka akan dihasilkan penyajian
Laporan Keuangan sebagai berikut :

31
SATKER INDUSTRI
LAPORAN OPERASIONAL
Untuk Tahun yang Berakhir pada 31 Desember 2016 dan 2015
Kegiatan Operasional 2016 2015
Pendapatan 500.000.000 450.000.000
Beban (570.000.000) (520.000.000)
Surplus/(Defisit) dari Kegiatan
(70.000.000) (70.000.000)
Operasional
Surplus/(Defisit) dari Kegiatan Non
- -
Operasional
Surplus/(Defisit) dari Pos Luar Biasa - -
SURPLUS/(DEFISIT) LO (70.000.000) (70.000.000)

SATKER INDUSTRI
LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
Untuk Tahun yang Berakhir pada 31 Desember 2016 dan 2015
Uraian 2016 2015
Saldo Ekuitas Awal 785.000.000 785.000.000
Surplus/(Defisit) LO (70.000.000) (70.000.000)
Transaksi Antar Entitas
- DDEL (525.000.000) (450.000.000)
- DKEL 520.000.000 520.000.000
Kenaikan/(Penurunan) Ekuitas - -
SALDO EKUITAS AKHIR 710.000.000 785.000.000

32
SATKER INDUSTRI
NERACA
Per 31 Desember 2016 dan 2015
Uraian 2016 2015
ASET
Kas di Bendahara Penerimaan 35.000.000 25.000.000
Piutang 105.000.000 100.000.000
Persediaan 15.000.000 15.000.000
Aset Tetap 1.000.000.000 1.000.000.000
Akumulasi Penyusutan Aset Tetap (350.000.000) (300.000.000)
JUMLAH ASET 805.000.000 840.000.000
KEWAJIBAN
Pendapatan Diterima Dimuka 95.000.000 55.000.000
JUMLAH KEWAJIBAN 95.000.000 55.000.000
JUMLAH EKUITAS 710.000.000 785.000.000
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS 805.000.000 840.000.000

MENTERI PERINDUSTRIAN
REPUBLIK INDONESIA,

TTD

AIRLANGGA HARTARTO

33
Jl. Gatot Subroto Kav. 52-53, Jakarta Selatan
021-5253286
www.kemenperin.go.id

También podría gustarte