Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang menjadi andalan
Indonesia untuk mendatangkan devisa setiap tahun. Saat ini Indonesia merupakan produsen
minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia dengan total produksi rata-rata
9,9 juta ton per tahun sejak tahun 2003. Sejalan dengan semakin meningkatnya produksi
kelapa sawit dari tahun ke tahun, di sisi lain akan terjadi pula peningkatan volume limbahnya,
baik berupa limbah padat maupun limbah cair. Limbah kelapa sawit adalah sisa-sisa hasil
tanaman kelapa sawit yang tidak termasuk dalam produk utama atau merupakan hasil ikutan
dari proses pengolahan kelapa sawit (Fauzi, 2004). Limbah padat kelapa sawit dapat berupa
tandan kosong, cangkang, janjang, dan fiber (sabut). Tandan kosong adalah rangka antar
buah, sedangkan cangkang adalah kulit buah. Di antara cangkang terdapat serabut yang
disebut fiber. Limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan kelapa sawit antara lain
janjang kosong, limbah cair, limbah solid (padatan) dan cangkang (Pardamean, 2008).
Sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 100 ribu ton tandan buah segar per tahun akan
menghasilkan sekitar 6 ribu ton cangkang, 12 ribu ton serabut dan 23 ribu ton tandan buah
kosong.
Limbah padat kelapa sawit terdiri atas hemiselulosa (pentosan) 24%, selulosa (heksosan)
40%, lignin 21%, abu serta komponen lain sebanyak 15%, sedangkan menurut Khor dkk.,
(2009) pada limbah padat kelapa sawit mengandung hemiselulosa 33,52%, selulosa 38,52%,
lignin 20,36%, zat ekstraktif 3,68% dan abu sebesar 3,92%. Berdasarkan komponen kimia
tersebut, penumpukan dan pembakaran bukan merupakan metode yang tepat dan efektif
untuk menangani permasalahan limbah padat kelapa sawit.
Penanganan limbah secara tidak tepat akan mencemari lingkungan. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk mengolah dan meningkatkan nilai ekonomi limbah padat kelapa sawit. Saat
ini, sebagian limbah janjang dan tandan telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak
dan kompos. Menurut Pardamean (2008) sumber energi boiler dapat dihasilkan dari serat
janjang dan cangkang kelapa sawit. Di samping itu, baik cangkang kelapa sawit maupun
limbah padat lainnya dari limbah industri CPO (crude palm oil) dapat digunakan untuk
1
berbagai kebutuhan, antara lain sebagai bahan baku arang dan diharapkan dapat
menggantikan bahan baku kayu (Nurhayati dkk., 2005)..
Walaupun demikian hingga saat ini, pemanfaatan cangkang belum digunakan secara
maksimal, salah satu penyebabnya, karena limbah jenis ini sangat sukar terdekomposisi
secara alami.
Salah satu teknologi alternatif yang dapat menjadi solusi bagi penanganan permasalahan
limbah padat kelapa sawit ialah dengan teknik pirolisis. Teknik ini akan memebantu proses
pengarangan cangkang kelapa sawit untuk pembuatan arang aktif sekaligus menghasilkan
asap yang digunakan untuk pembuatan asap cair.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Kelapa sawit termasuk famili Arecaceae (dulu Palmae), sub famili Cocoideae, genus
elaies yang mempunyai 3 spesies yaitu E. guineensis Jacq, E. oleifera Cortes dan E. odora W.
Spesies pertama adalah yang pertama kali dan terluas dibudidayakan. Dua spesies lainnya
terutama digunakan untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik dalam rangka
program pemuliaan. Klasifikasi tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:
Divisi : Embryophyta siphonagama
Kelas : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Aracaceae (Dahulu Palmae)
Sub-famili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : E. guineensis Jacq
Bagian-bagian dari buah kelapa sawit terdiri atas kulit buah (exocarp), sabut dan biji
(mesocarp), eksokarp dan mesokarp disebut perikarp (pericarp). Biji terdiri atas cangkang
(endocarp) dan inti (kernel), sedangkan inti sendiri terdiri atas endosperm atau putih lembaga
dan embrio. Dalam embrio terdapat bakal daun (plumula), bakal akar (radicula) dan
haustorium ( Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005 ).
3
2.2 Limbah Industri Kelapa Sawit
Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan
kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis, yaitu limbah padat, limbah cair
dan limbah gas.
4
Cangkang sawit seperti halnya kayu diketahui mengandung komponen-komponen serat
seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Cangkang kelapa sawit mempunyai komposisi
kandungan selulosa (26,27 %), hemiselulosa (12,61 %), dan lignin (42,96 %).
Berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dikelompokkan dalam tiga tipe
yaitu:
Gambar 2. Tiga jenis cangkang pada kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkangnya
Sumber: jacq-planter.blogspot.co.id
a) Dura, mempunyai cangkang (tempurung) tebal 6-8 mm porsi mesokarp
terhadap buah sekitar 35-65% (dura Deli), kernel besar, tetapi minyak
terekstrak rendah, 17-19%. Cangkang tebal dura diduga dapat memperpendek
umur mesin pengolah.
b) Pisifera, tanpa cangkang, kernel kecil dengan lapisan fiber tipis, proporsi
mesokarp tinggi dan kadar minyak terekstrak tinggi, tetapi sebagian besar
betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah.
c) Tenera. Merupakan hasil silangan antara dura dan pisifera sehingga
mempunyai karakteristik gabungan antara dura dan pisifera sehingga
meminimalisir kelemahan masing-masing. Kernel berukuran sedang dengan
cangkang menjadi lebih tipis (0,5-4 mm). Proporsi mesokarp tinggi (60-95%)
dan kadar minyak 22-25%, bahkan ada yang mencapai 28%. Dengan demikian
maka hibrida tenera menjadi bahan tanam yang digunakan dalam budidaya
5
komersial, sedangkan dura dan pisifera terus digunakan untuk menemukan
varietas unggul baru.
2.4 Arang Aktif
Karbon aktif adalah bahan karbon yang biasanya dalam bentuk amorf di alam dan
dikembangkan dalam bidang industri manufaktur dan pengobatan. Setiap karbon aktif
tergantung pada sumber dan kondisi persiapan awal sebelum diproses. Dari semua bahan
baku yang dikenal dapat membuat arang aktif, limbah organik adalah salah satu alternatif
paling menjanjikan dalam proses pembuatan arang aktif, selain harganya yang tidak mahal
juga dipandang dari segi ketersediaannya yang sangat banyak di alam. Karbon aktif biasanya
digunakan sebagai adsorben.
Bahan berpori yang terkenal seperti karbon aktif banyak digunakan sebagai adsorben.
Baik sifat fisik dan kimianya membuat arang aktif secara jelas digunakan untuk proses
pemisahan dan pemurnian di berbagai industri dan lingkungan. Sifat penting seperti luas
permukaan, volume pori dan distribusi ukuran pori pada arang aktif sangat terkait dengan
kapasitas adsorpsi. Area permukaan yang besar serta volume pori yang tinggi banyak
digunakan dalam pemisahan cairan dan gas, obat-obatan dan katalis yang dapat mendukung
aksesibilitas situs aktif berkaitan dengan aktivitas katalitik. Distribusi ukuran pori dengan
kombinasi dari micropori (diameter pori < 2nm) dan mesopori (diameter pori 2-50 nm)
diharapkan dapat meningkatkan proses pengangkutan partikel atau molekul dalam jaringan
berpori dan memfasilitasi adsorpsi molekul yang lebih besar. Karbon aktif dapat dibuat dari
berbagai jenis bahan awal yang kaya akan sumber karbon.
Menurut Standart Industri Indonesia (SII No. 0258-79) yang dikeluarkan department
perindustrian, persyaratan arang aktif adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Persyaratan Arang Aktif Menurut SII No.0258 -79
Jenis Persyaratan
(Kurniati, 2008)
6
2.5 Aktivasi Kimia dengan menggunakan H3PO4
Proses aktivasi merupakan suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk
memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi
molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun
kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi.
Pada umumnya karbon aktif dapat diaktivasi dengan 2 cara, yaitu dengan cara aktivasi kimia
dengan hidroksida logam alkali, garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam
alkali tanah dan khususnya ZnCl2, CaCl2, asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan
H3PO4 dan aktivasi fisika yang merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa
organik dengan bantuan panas pada suhu 800C hingga 900C (S.C. Kim, I.K. 1996).
Pengaktifan dengan H3PO4 dipilih karena senyawa ini memiliki stabilitas termal dan
karakter kovalen yang tinggi sehingga diharapkan bahan pengaktif ini dapat meningkatkan
daya serap dan memaksimalkan potensi karbon aktif sebagai adsorben. Bahan pengaktif
H3PO4 berfungsi mengikat senyawa-senyawa pengotor bukan karbon yang menyebabkan pori
pada karbon akan semakin terbuka. Pada aktivasi kimia, karbon hasil proses karbonsasi
diubah dari karbon yang memiliki daya serap rendah menjadi karbon yang memiliki daya
serap tinggi. Selain itu proses aktivasi akan memperkecil rerata jari pori dan memperbesar
luas permukaan, serta memperoleh karbon yang berpori diharapkan nantinya adsorben yang
dihasilkan dapat menyerap gas pengotor dalam biogas terutama gas CO2, sehingga dengan
diserapnya gas CO2 maka kadar CH4 dalam biogas akan meningkat (Bansal and Gosal, 1988).
Menurut Kurniati (2008) pengaktivasi H3PO4 sangat baik dalam mengikat senyawa-
senyawa tar sisa karbonisasi didalam karbon aktif. Inilah yang menyebabkan rerata jejari pori
pada adsorben karbon aktif cangkang sawit aktivasi kimia memilki ukuran yang lebih besar
dibanding dengan karbon aktif komersial. Hal ini dikarenakan dengan hilangnya senyawa-
senyawa pengotor di dalam karbon aktif menyebabkan rerata jari pori akan semakin besar
sehingga di dalam adsorben karbon aktif tersebut tidak ada senyawa penggangu dalam proses
adsorpsi.
2.6 Pirolisis
Pirolisis atau pengarangan adalah suatu proses pemanasan pada suhu tertentu dari bahan-
bahan organik dalam jumlah oksigen sangat terbatas. Proses ini menyebabkan terjadinya
proses penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan membentuk metanol, uap-
7
uap asetat, tar-tar dan hidrokarbon (Eero, 1995 dalam Indah, dkk., 2009). Pirolisis merupakan
proses dekomposisi bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuhan,
hewan maupun barang tambang menghasilkan arang (karbon) dan asap yang dapat
dikondensasi menjadi destilat. Umumnya, proses pirolisis dapat berlangsung pada suhu di
atas 300 oC dalam waktu 4-7 jam
Pirolisis berasal dari dua kata yaitu pyro yang berarti panas dan lysis berarti penguraian
atau degradasi, sehingga pirolisis berarti penguraian biomassa karena panas pada suhu lebih
dari 150 0C (Kamaruddin et al. 1999 dalam Marasabessy 2007). Proses pirolisa melibatkan
berbagai proses reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi. Reaksi-
reaksi yang terjadi selama pirolisa kayu adalah: penghilangan air dari kayu pada suhu 120-
150 oC, pirolisa hemiselulosa pada suhu 200-250 oC, pirolisa selulosa pada suhu 280-320 oC
dan pirolisa lignin pada suhu 400 oC. Pirolisa pada suhu 400 oC ini menghasilkan senyawa
yang mempunyai kualitas organoleptik yang tinggi dan pada suhu lebih tinggi lagi akan
terjadi reaksi kondensasi pembentukan senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti
kenaikan linier senyawa tar dan hidrokarbon polisiklis aromatis (Girrard 1992; Maga,
1988 dalam Luditama 2006). Dengan teknik pirolisis limbah padat kelapa sawit dapat diolah
secara cepat menghasilkan produk berupa arang dan asap.
8
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.1 Alat
Timbangan, alat pirolisis, ayakan, oven, cawan, beaker glass, eksikator, tanur, kertas saring.
3.1.2 Bahan
1. Proses Karbonasi
a. Cangkang kelapa sawit dibersihkan dari kotoran, dicuci, kemudian dijemur di bawah sinar
matahari sampai kering (berat kosong).
b. Kemudian ditimbang sebanyak 50 gram, lalu dikarbonisasi pada suhu 400oC selama 0,5
jam dalam alat pirolisis dengan sedikit udara.
c. Setelah itu arang yang terbentuk diayak dengan ukuran 10 mesh dan tertahan di 12 mesh.
2. Proses Aktivasi
a. Arang yang terbentuk direndam dalam larutan H3PO4 dengan konsentrasi 1, 3, 5, 7 dan 9%
volum, dengan perbandingan 1:15 dalam beaker glass selama waktu 16; 18; 20; 22 dan 24
jam.
b. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 110oC.
c. Arang aktif yang terbentuk kemudian dianalisa.
9
akhir yaitu warna biru telah hilang. Untuk perbandingan digunakan larutan blanko dengan
cara yang sama.
b. Bagian yang hilang pada pemanasan 950OC
Ditimbang 1 gram sample, lalu masukkan dalam cawan kemudian diatas cawan tersebut
ditutupi dengan cawan yang lain yang telah diketahui beratnya. Kemudian dipanaskan sampai
suhu 950oC dalam tanur. Setelah suhu tercapai kemudian cawan dan isinya dibiarkan dingin
lalu ditimbang.
c. Kadar air
Ditimbang 1 gram sample dalam cawan yang telah dikeringkan, dimasukkan dalam oven
lalu dipanaskan pada suhu 110 OC selama 2 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang.
d. Kadar abu
Ditimbang 1 gram sample dalam cawan yang telah diketahui beratnya dan diabukan
diatas api sampai seluruh sample menjadi abu, cawan didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang.
10
BAB IV
Pada grafik 1. menunjukkan bahwa semakin lama perendaman arang dalam H3PO4
maka kadar air semakin tinggi. Namun sebaliknya kadar air akan menurun pada konsentrasi
aktifator yang lebih besar. Hal ini dimungkinkan karena karbon tersebut tidak mengandung
bahan yang menyerap air.
Syarat mutu karbon aktif untuk kadar air adalah maksimal 15% (SII 0258-88), sedangkan
hasil analisa kadar air karbon aktif cangkang kelapa sawit, berkisar antara 7,15% - 7,77%.
11
Pada grafik 2. menunjukkan bahwa semakin lama perendaman kadar abu semakin meningkat,
namun akan turun ketika konsentrasi aktifator meningkat. Syarat mutu karbon aktif untuk
kadar abu adalah maksimal 10% (SII 0258 88), sedangkan hasil analisa kadar air karbon
aktif cangkang kelapa sawit, berkisar antara 1,09% - 2,85%.
12
Pada grafik 4. menunjukkan bahwa kemampuan adsorbsi karbon aktif dari hasil aktifasi
dengan larutan kimia H3PO4 cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi
larutan kimia aktifasi, hal ini dikarenakan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan kimia
aktifasi maka semakin kuat pengaruhnya larutan kimia tersebut mengikat senyawa-senyawa
tar sisa karbonisasi untuk keluar melewati mikro pori-pori dari cangkang kelapa sawit. Syarat
mutu karbon aktif untuk daya serap terhadap Iodine (I2) adalah maksimal 20% (SII 0258
88), sedangkan hasil analisa kadar air karbon aktif cangkang kelapa sawit, berkisar antara
7,61% - 21,83%.
Aplikasi Karbon Aktif Dari Cangkang Kelapa Sawit Dengan Aktivator H3PO4
Untuk Penyerapan Logam Berat Cd Dan Pb
Adsorpsi dilakukan menggunakan pengaduk rotary shaker pada suhu ruang. Pemilihan
suhu ruang ini karena proses adsorpsi pada suhu yang semakin tinggi menyebabkan ion
logam berat yang terserap oleh adsorben semakin sedikit. Hal ini terjadi karena semakin
tinggi suhu pada proses adsorpsi, maka pergerakan ion logam berat yang terserap oleh
adsorben semakin berkurang.
Karbon aktif sebanyak 0,5 gram dimasukkan kedalam 100 ml air suling yang
mengandung 5, 10, 15, 20 mg/l (ppm) larutan logam berat Pb dan Cd dengan waktu kontak
40 menit. Dari hasil penelitian Gultom, 2014, bahwa kondisi optimum penyerapan untuk Cd
dan Pb dicapai pada konsentrasi 10 ppm dengan efisiensi penyerapan untuk ion logam Cd dan
Pb masing-masing sebesar 68,7 % dan 62,9 %.
13
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa arang aktif yang terbuat dari cangkang
kelapa sawit pada suhu karbonisasi 400 OC selama 0,5 jam, hasilnya cukup baik, warnanya
hitam mengkilat. Didapatkan kondisi terbaik yaitu pada waktu perendaman 22 jam dengan
konsentrasi aktifator 9%, dengan hasil : Kadar air ; 7,36 %,. Kadar abu ; 2,77 %, Volatile
Matter ; 8,21 %, Daya serap Iodine; 19,80 %.
14
DAFTAR PUSTAKA
Allwar, Lily Nurmala Sari, Krisna Merdekawati, Dwiarso Rubiyanto. 2015. Removal of Fe
and Cu Ions from Patchouli Essential Oil Using ZnCl2-Activated Carbon Adsorbent
Modified With Ammonia. IOSR Journal of Applied Chemistry (IOSR-JAC) e-ISSN: 2278-
5736.Volume 8, Issue 2 Ver. I, PP 17-23.
E, Abechi S., Gimba C.E, Uzairu A, Dallatu Y.A. 2013. Preparation and Characterization
of Activated Carbon from Palm Kernel Shell by Chemical Activation. Research Journal
of Chemical Sciences ISSN 2231-606X Vol. 3(7), 54-61.
Kurniati, Elly. 2008. Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Arang Aktif. Jurnal
Penelitian Ilmu Teknik Vol.8, No.2.
Widyastuti, Apria, Berlian Sitorus, Afghani Jayuska. 2013. Karbon Aktif Dari Limbah
Cangkang Sawit Sebagai Adsorben Gas Dalam Biogas Hasil Fermentasi Anaerobik
Sampah Organik. JKK, volume 2 (1), halaman 30-33 ISSN 2303-1077.
15