Está en la página 1de 13

Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Memetakan

Potensi Kekeringan Lahan di Blitar pada Musim Kemarau Tahun 2015

Ahlam Aliatul Rahma


Program Studi Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang
E-mail: ahlam.rahma64@yahoo.com

Abstrak
Pada tahun 2012 tercatat sebanyak 23 dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur menyatakan daerahnya
dalam bencana kekeringan. Jumlah ini meliputi 60% dari jumlah daerah administratif di Provinsi
Jawa Timur. Bencana kekeringan itu tersebar di 221 kecamatan dan 852 desa. Sedangkan pada tahun
2015, sebanyak 21 daerah diprediksi akan mengalami kekeringan, salah satunya adalah Blitar.
Masyarakat kesulitan air bersih dan air irigasi menyusul menurunnya debit sumber air. Penggunaan
data penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan untuk
mengidentifikasi potensi daerah rawan kekeringan. Transformasi citra satelit Landsat OLI/TIRS
untuk mendapatkan indeks kecerahan, indeks kebasahan, dan indeks vegetasi digunakan untuk
mengetahui kondisi permukaan dalam hubungannya dengan kekeringan. Indeks kecerahan dan
indeks kebasahan diperoleh dari modifikasi tasseled cap, sedangkan indeks vegetasi diperoleh dari
nilai normalized difference vegetation index (NDVI). Tujuan dari penelitian ini mengidentifikasikan
potensi kekeringan di Kabupaten Blitar. Hasil yang diperoleh adalah daerah-daerah yang secara fisik
pada permukaan minim akan vegetasi dan kandungan air (kelembapan tanah), seperti daerah
perkotaan dan Blitar bagian selatan yang merupakan daerah karst dan marine, teridentifikasi sebagai
daerah berpotensi terjadi kekeringan lahan.
Kata kunci: kekeringan, penginderaan jauh, SIG, Kabupaten Blitar

PENDAHULUAN Kekeringan menurut pengertian di


Kekeringan, menurut Kementrian atas, sangatlah mengancam kehidupan
Riset dan Teknologi dalam Raharjo (2010), manusia. Pasalnya, manusia dengan segala
adalah pengurangan persediaan air atau aktivitas sosial budaya ekonominya
kelembapan yang bersifat sementara secara mempunyai konsekuensi timbulnya
signifikan di bawah normal atau volume keperluan-keperluan akan berbagai sumber
yang diharapkan untuk jangka waktu daya, salah satunya yang sangat penting
khusus. Kekeringan dapat diartikan juga adalah air. Kekeringan, baik air di
sebagai suatu keadaan dimana terjadi permukaan atau dalam tanah tentu akan
kekurangan air, dalam hal ini biasanya sangat merugikan bahkan menyengsarakan
dikonotasikan dengan kekurangan air manusia. Hal ini dikarenakan akan
hujan. Pengertian lain adalah kekurangan menghambat manusia untuk beraktivitas
dari sejumlah air yang diperlukan dimana dalam rangka memenuhi berbagai
keperluan air ini ditentukan oleh kegiatan kebutuhannya. Salah satu contoh yang
ekonomi masyarakat maupun tingkat sosial paling urgen adalah adalah pemenuhan
ekonominya. kebutuhan pangan yang dilakukan melalui
kegiatan pertanian. Akan tetapi pertanian
tidak akan berjalan dengan baik jika memperparah kondisi ini. Dimana hal ini
tanaman tidak mendapatkan cukup air dari menghalangi proses inflow air tanah.
kelembapan tanah atau dari air hujan.
Berdasarkan press release dari BMKG
Seperti yang terjadi pada tahun 1994,
Indonesia tahun 2015, El-Nino sebagai
kekeringan di pulau Jawa telah
penyebab kekeringan di Indonesia
menghancurkan 290.457 ha tanaman padi
mengalam fase paling kuat pada bulan
atau sekitar 79% dari luas total seluruh
Agustus-Desember. Pulau Jawa pada bulan
Indonesia (Boer dan Las, 1997). Dampak
Agustus, September, Oktober memiliki
lebih jauh dari keadaan ini adalah
curah hujan bulanan 20-50 mm dengan
kelaparan, kekurangan gizi, serta
kategori rendah. BMKG juga
kemiskinan. Ini belum terhitung kebutuhan
memperkirakan bahwa pada bulan Juli-
air untuk aktivitas domestik rumah tangga.
September Pulau Jawa mengalami
Kekeringan dipengaruhi oleh faktor kekurangan atau defisit ketersediaan air
alam dan sosial. Faktor alam misalnya tanah. BMKG juga menyimpulkan bahwa
adalah curah hujan rendah, kondisi bentuk kondisi El Nino berpotensi menguat
lahan yang mudah kehilangan air serta tipe mendekati batas ambang El Nino Kuat dan
akuifer yang produktivitasnya kecil. diprediksi bertahan sampai dengan awal
Daerah dengan bentukan lahan struktural, tahun 2016.
marin, karst serta wilayah pegunungan
Salah satu fenomena bencana
denudasional sangat mudah kehilangan air
kekeringan yang terjadi di Indonesia dapat
karena faktor topografis dan jenis tanah
dilihat pada Provinsi Jawa Timur, dimana
(Raharjo, 2010). Sedangkan faktor sosial
sudah dipastikan separuh lebih wilayah di
misalnya tingkat penurapan air tanah dan
Jatim terkena dampak bencana kekeringan
kegiatan penggundulan hutan untuk
selama musim kemarau tahun 2012. Sudah
kegiatan pertanian, industri atau
tercatat sebanyak 23 dari 38
pemukiman.masyarakat. Penurapan air
kabupaten/kota di Jawa Timur menyatakan
yang berlebihan akan berdampak pada
daerahnya dalam bencana kekeringan.
semakin berkurangnya ketersediaan air
Jumlah ini meliputi 60% dari jumlah
tanah, apalagi disertai dengan sedikitnya
daerah administratif di Provinsi Jawa
aliran masuk air ke dalam tanah.
Timur. Bencana kekeringan itu tersebar di
Penggundulan hutan serta penggunaan
221 kecamatan dan 852 desa (Badan
lahan yang tidak tepat juga dapat
Penanggulangan Bencana Daerah Jawa
Timur, 2012).
Berdasarkan berita dari Tempo.com, faktor topografis dan jenis tanah (Raharjo,
pada tahun 2015 puncak kekeringan akan 2010).
melanda 21 kabupaten di Jawa Timur:
Menurut berita yang siarkan oleh
Menurut Sudharmawan, puncak Sindonews.com (28 Agustus 2014),
kekeringan bakal melanda 21 berdasarkan keterangan dari Kepala Badan
kabupaten dan kota di Jawa Timur. Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Bahkan saat ini terdapat sebagian Kabupaten Blitar, pada tahun 2014
wilayah kabupaten yang sudah sebanyak 30 desa di Kabupaten Blitar yang
mengalami kekeringan. Sudah ada mengalami kerawanan bencana
daerah yang mengalami kekeringan, kekeringan. Beberapa di antaranya
walaupun masih relatif sedikit, adalah Desa Wonotirto, Desa
katanya saat dihubungi Tempo, Selasa, Sumberboto, Desa Gununggede, Desa
28 Juli 2015. Sudharmawan Kaligrenjeng, Desa Ngadipuro, dan Desa
mengungkapkan 21 daerah yang bakal Ngeni.
dilanda kekeringan adalah Kabupaten
Berdasarkan data yang dirilis oleh
Malang, Blitar, Ponorogo, Pacitan,
Badan Pusat Statistik, pada tahun 2013,
Sumenep, Bojonegoro, Jombang,
lahan untuk aktivitas pertanian seluas
Nganjuk, Magetan, Ngawi, Situbondo,
806.043.281 m2 dengan jumlah rumah
Trenggalek, Lumajang, Batu,
tangga petani sebanyak 137.744. Data
Pamekasan, Bondowoso, Gresik,
tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten
Lamongan, Tuban, Tulungagung, dan
Blitar memiliki potensi pertanian yang
Madiun.
besar dengan pelaku kegiatan pertanian
Salah satu kabupaten yang rawan yang juga banyak. Kekeringan yang sering
terjadi kekeringan adalah Kabupaten melanda Kabupaten Blitar akan banyak
Blitar. Kabupaten Blitar memiliki luas 1 merugikan masyarakat lokal, khusunya
588,79 Km2 dengan rata-rata ketinggian para petani. Ini karena para petani sebagai
167 m dpl. Kabupaten Blitar memiliki produsen bahan pangan yang paling
bentuk lahan yang beragam. Di antaranya merasakan akibat dari kekeringan lahan
adalah bentuk lahan asal karst, marin, yang melanda. Akibatnya, kondisi
struktural, dan denudasional. Dimana ekonomi para keluarga petani melemah.
bentuk-bentuk lahan seperti itu sangat
Kekeringan utamanya yang terjadi
mudah kehilangan air yang dikarenakan
areal pertanian dan pemukiman haruslah
ditangani secara komprehensif serta Blitar dan Peta Administrasi Kabupaten
terintegrasi dengan baik. Data Blitar. Bahan-bahan tersebut kemudian
pendinderaan jauh dan penggunaan Sistem dianalisis menggunakan software SIG,
Informasi Geografis dapat membantu yaitu Er-Mapper 7.1 dan ArcGis 10.1.
mengidentifikasi, memprediksi dan
Parameter-parameter yang digunakan
memonitoring wilayah-wilayah dengan
dalam penelitian ini meliputi indeks
potensi bencana kekeringan. Penelitian ini
kebasahan, indeks kecerahan, indeks
memperlihatkan salah satu bentuk
vegetasi. Parameter-parameter tersebut
pemanfaatan data penginderaan jauh dan
dihasilkan dari pengolahan citra satelit
analisis menggunakan Sistem Informasi
Landsat OLI/TIRS melalui proses
Geografis untuk pemantauan kekeringan di
transformasi. Transformasi yang
Kabupaten Blitar. Melaui penelitian ini,
digunakan adalah sebagai berikut:
daerah-daerah yang memiliki potensi
kekeringan dapat dipetakan sehingga dapat Indeks Kecerahan

membantu pemerintah dan masyarakat =(0,33183 B2) + (0,33183 B3) + (0,55177 B4)
secara sigap menyikapi potensi bencana + ( 0,42514 B5)
kekeringan ini.
(0,48047 B6) (0,25252 B7)
METODE
Indeks Kebasahan
Motode yang digunakan dalam
=(0,13929 B2) + (0,22490 B3) + (0,40359 B4)
penelitian ini adalah menumpangsusunkan
+ (0,25178 B5) -
parameter-parameter yang berpengaruh
terhadap kekeringan dengan menggunakan (0,70133 B6) (0,45732 B7)
SIG. Bahan yang digunakan sebagai data
Indeks Vegetasi
citra satelit Landsat OLI/TIRS adalah peta
= (saluran 5saluran 4)/(saluran 5+saluran 4)
cakupan wilayah penelitian Kabupaten
Langkah penelitian ini dapat dilihat melalui diagram alir di bawah ini:

Citra Landsat Peta Digital Administrasi


OLI/TIRS Kabupaten Blitar

Kroping

Koreksi

Transformasi

Indeks Kecerahan Indeks Kebasahan Indeks Vegetasi

SIG
Overlay - Layouting

Gambar 1. Diagram alir penelitian


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang didapatkan dari penelitian mengidentifikasi daerah yang kering
ini berupa peta kerapatan vegetasi, peta berdasarkan nilai pantulan yang rendah.
indeks kebasahan, peta indeks kecerahan, Indeks kecerahan memberikan
dan peta daerah yang berpotensi kekeringan informasi bahwa permukaan yang kering
di Blitar pada tahun 2015. Ketiga indeks dipantulkan lebih tinggi dari pada
tersebut kemudian dioverlay sehingga permukaan yang lembab. Warna cerah
menemukan daerah yang berpotensi terjadi merupakan pantulan dari permukaan tanah
kekeringan, berdasarkan ketiga parameter yang kering sehingga dapat
tersebut. diinterpretasikan bahwa wilayah tersebut
Indeks vegetasi menganalisis daerah merupakan daerah yang mempunyai tingkat
dengan kerapatan vegetasi tertentu. Indeks kelembaban rendah. Indeks kecerahan ini
kebasahan menunjukkan daerah yang digunakan untuk mengidentifikasi daerah
memiliki tingkat kelembapan melaui yang kering berdasarkan nilai pantulan
analisis tutupan tubuh air dan vegetasi. yang tinggi.
Kedua indeks ini digunakan untuk

Gambar 2. Peta Kerapatan Vegetasi Blitar 2015


Kerapatan vegetasi berdasarkan peta di kerapatan vegetasi sangat tinggi ini
atas, dibagi menjadi lima kelas. Pertama, disimbolkan oleh warna hijau tua.
kelas sangat rendah dengan simbol warna Berdasarkan klasifikasi kerapatan
merah. Kelas kerapatan vegetasi ini vegetasi tersebut, biomasa vegetasi
memiliki nilai indeks berkisar 0-0,3. teridentifikasi pada daerah dengan indeks
Kedua, kelas rendah dengan simbol warna 0,31-1. Semakin indeksnya besar, maka
kuning tua (orange). Kelas ini memiliki kerapatan vegetasinya tinggi pula.
indeks kerapatan 0,31-0,5. Ketiga, kelas Kerapatan tinggi ini mengidentifikasi
sedang dengan simbol warna kuning. Kelas bahwa daerah tersebut memiliki
ini memiliki indeks antara 051-0,7. kelembapan tanah yang tinggi pula.
Selanjutnya, kelas keempat yaitu kelas Sehingga, untuk mengidentifikasi daerah
tinggi. Kelas ini disimbolkan oleh warna yang berpotensi kekeringan, dapat dilihat
hijau muda, denngan indeks antara 0,71- dari daerah dengan kerapatan vegetasi yang
0,9. Kelas terakhir adalah kelas sangat sangat rendah-rendah, dengan simbol
tinggi, dengan indeks antara 0,91-1. Kelas warna merah-kuning tua.

Gambar 3. Peta Indeks Kebasahan Blitar 2015

Berdasarkan peta indeks kebasahan di berwarna merah memiliki nilai pantulan


atas, dapat diketahui bahwa daerah yang yang paling tinggi. Artinya, daerah tersebut
adalah daerah yang memiliki tingkat oleh kandungan air dalam vegetasi atau
kebasahan atau kelembapan yang sangat tanah, sehingga nilai pantulan spektralnya
tinggi. Kelas lainnya adalah tingkat tinggi jika dianalisis dengan transformasi
kebasahan tinggi dengan simbol warna indeks kebasahan ini. Sehingga, daerah
kuning tua. Selanjutnya adalah daerah yang dengan kelas kebasahan sangat tinggi,
disimbolkan dengan warna kuning. Warna tinggi, sampai sedang adalah daerah yang
ini menunjukkan tingkat kebasahan atau tidak berpotensi kekeringan. Sebaliknya,
kelembapan yang sedang atau tidak terlalu daerah yang memiliki indeks kebasahan
basah dan tidak kering. Dua lainnya adalah rendah dan sangat rendah sangat berpotensi
kelas kebasahan yang rendah dan sangat dilanda kekeringan.
rendah. Kelas kebasahan yang rendah Rentang indeks kebasahan hasil
disimbolkan dengan warna hijau muda, analisis dapat dilihat dari tabel berikut:
sedangkan satu lainnya dengan warna hijau
tua.
Semakin tinggi tingkat kebasahan,
semakin dimungkinkan pula potensi
kekeringannya kecil. Hal ini dipengaruhi

Gambar 4. Peta Indeks Kecerahan Blitar 2015


Peta di atas menunjukkan persebaran kecerahan sangat rendah dengan simbol
daerah dengan tingkat kekeringan tertentu warna ungu tua (sangat basah).
di Blitar pada 2015. Berdasarkan indeks Rentang indeks kebasahan hasil
kecerahan, suatu daerah dapat diidentifikasi analisis dapat dilihat dari tabel berikut:
tingkat kelembapan tanah atau
permukaannya. Indeks kecerahan ini
berneda dengan kedua indeks lainnya dari
segi interpretasinya. Jika kedua indeks
lainnya melihat daerah kekeringan dari nilai
Setelah ketiga parameter tadi
pantulan atau indeks yang kecil/ rendah,
diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah
maka pada indeks kecerahan ini berlaku
melakukan tumpang susun pada parameter-
sebaliknya. Indeks kecerahan dalam
parameter tersebut. Hasil yang diperoleh
interpretasinya, mempertimbangkan nilai
sebagaimana terlihat pada gambar 5.
atau tingkat indeks yang besar/ tinggi untuk
Simbol warna kuning menunjukkan daerah
mengidentifikasi daerah yang kering. Ini
dengan potensi kekeringan yang tinggi di
dapat dijelaskan bahwa, permukaan ynag
Blitar pada tahun 2015.
kering akan memantulkan tenaga elektronik
Berdasarkan gambar tersebut, daerah
lebih besar daripada yang basah/ lembab
yang berpotensi terjadi kekeringan di Blitar
yang cenderung menyerapnya.
adalah Kecamatan Kademangan,
Implikasinya adalah daerah-daerah ynag
Wonotirto, Panggungrejo Bakung bagian
basah akan terlihat lebih gelap atau tidak
selatan, sebagian besar Wates dan
cerah.
Binangun, Sukorejo, Sananwetan, sebagian
Berdasarkan peta di atas, daerah yang
Kepanjen Kidul, dan sebagian Kesamben.
kering diperlihatkan oleh simbol warna
Daerah-daerah ini termasuk bagian dari
kuning (cerah), dengan tingkat kecerahan
Blitar bagian selatan yang didominasi oleh
sangat tinggi. Kemudian simbol warna
bentuk lahan karst dan marine.
kuning tua menunjukkan daerah dengan
tingkat kecerahan tinggi. Simbol warna Tabel 1: Luas kecamatan yang
merah menunjukkan daerah dengan tingkat berpotensi terjadi kekeringan di Blitar.
kecerahan sedang. Simbol warna ungu
Luas Luas
Prosentase
muda melambangkan daerah dengan Kecamatan Wilayah Kekeringan
(%)
(Ha) (Ha)
tingkat kecerahan rendah (relatif basah). Bakung 10306 4953 48,06

Terakhir adalah daerah dengan tingkat Wonotirto 14888 14652 98,41


Panggungrejo 13143 12996 98,88
kekeringan berdasarkan kombinasi ketiga
Luas Luas
Prosentase
parameter tersebut memiliki kondisi
Kecamatan Wilayah Kekeringan
(%)
(Ha) (Ha) permukaan yang kering akibat sedikitnya
Wates 9169 6518 71,09
biomasa vegetasi, kelembapan tanah dan
Binangun 7864 5575 70,89
Sutojayan 7025 4145 59,00
kandungan tubuh air. Sehingga wilayah
Kademangan 10918 8616 78,92 yang secara geologi atau geomorfologi
Selopuro 3695 248 6,71 tidak kering sekalipun, dapat teridentifikasi
Kesamben 6327 1965 31,06
sebagai lahan kering. Misalnya daerah
Selorejo 6001 68 1,13
Kanigoro 4589 201 4,38
perkotaan yang jenis penggunaan lahannya
Garum 6373 0,95 0,01 sebagian besar lahan terbangun dan minim
Sanan Kulon 3496 428 12,24 akan ruang terbuka hijau. Maka daerah
Sukorejo 1019 773 75,86
semacam itupun akan terdeteksi sebagai
Kepanjenkidul 1045 571 54,64
Sananwetan 1271 1054 82,93
lahan kering.

Tentunya dengan diketahuinya daerah-


Bentuk lahan karst dan marine, yang daerah yang berpotensi terjadi kekeringan,
memiliki karakteristik berupa cepat maka diharapkan ada tindakan khusus dari
meloloskan air sehingga cenderung kering. pemerintah untuk mengantisipasi dampak
Parameter-parameter yang digunakan negatif yang dapat ditimbulkannya. Selain
dalam penelitian ini berhasil itu, masyarakat juga harus selalu sigap dan
mengidentifikasi daerah-daerah yang siap dalam menghadapi bencana
secara geomorfologi atau geologi bersifat kekeringan lahan tersebut. Dampak yang
kering. Oleh karena itulah, wilayah ini paling dirasakan tentunya adalah
adalah wilayah yang berpotensi besar ketersediaan air bersih yang berkurang, dan
terjadi bencana kekeringan dibanding kebutuhan terhadap air irigasi areal
dengan wilayah lainnya di Blitar. persawahan akan terganggu. Dampak
panjangnya jika bencana ini tidak ditangani
Analisis ini mengidentifikasi wilayah
dengan serius adalah adanya tersebarnya
berpotensi kekeringan berdasarkan kondisi
wabah penyakit, kelaparan dan kemiskinan
permukaan, yaitu kelembapan lahan.
penduduk.
Daerah yang teridentifikasi terjadi
Gambar 5. Peta Daerah Potensi Kekeringan Wilayah Blitar 2015

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Bakung bagian selatan, sebagian besar
dilakukan, maka dapat ditarik simpulan Wates dan Binangun, Sukorejo,
bahwa penggunaan data penginderaan jauh Sananwetan, sebagian Kepanjen Kidul, dan
dan analisi menggunakan SIG dapat sebagian Kesamben. Daerah-daerah ini
digunakan untuk mengidentifikasi potensi termasuk bagian dari Blitar bagian selatan
kekeringan suatu wilayah dengan yang didominasi oleh bentuk lahan karst.
menggunakan suatu transformasi.
Solusi yang dapat ditawarkan adalah
Parameter-parameter yang digunakan
pembuatan embung-embung, terutama
untuk menentukan potensi kekeringan di
didaerah dengan kegiatan pertanian yang
Blitar ini meliputi tingkat kerapatan
masif. Embung-embung tersebut digunakan
vegetasi menggunakan analisis NDVI,
untuk menampung air hujan sehingga air
tingkat kebasahan dan tingkat kecerahan
tersebut dapat digunakan untuk irigasi dan
dari kondisi permukaan.
kebutuhan domestik ketika kemarau
Di Blitar daerah-daerah yang datang. Tindakan lainnya yang dapat
diidentifikasi mempunyai potensi dilakukan oleh pemerintah untuk
kekeringan meliputi Kecamatan membantu penduduk menghadapi krisis air
Kademangan, Wonotirto, Panggungrejo adalah pembuatan sumur bor yang relatif
dalam. Hal ini diakibatkan water table sehingga sumur warga tidak mampu
daerah-daerah kering ini relatif dalam menjangkau kedalaman muka air tanah.
Daftar Rujukan Tempo.co. 28 Juli 2015. Puncak
Kekeringan Bakal Landa 21 Daerah di
Raharjo, Puguh Dwi. 2010. Teknik
Jawa Timur, (Online),
Penginderaan Jauh dan Sistem
(https://m.tempo.co/read/news/2015/0
Informasi Geografis untuk Identifikasi
7/28/058687132/puncak-kekeringan-
Potensi Kekeringan. Makara,
bakal-landa-21-daerah-di-jawa-timur),
Teknologi. Vol. 14, No. 2, November
diakses pada 29 Maret 2016.
2010: 97-105.
Sindonews.com. 28 Agustus 2014.
Balai Hidrologi. 2003. Permasalahan
Kekeringan Landa Enam Kecamatan
Kekeringan dan Cara Mengatasinya.
di Blitar, (Online),
Bandung: Departemen Permukiman
(http://daerah.sindonews.com/read/89
dan prasarana Wilayah.
6032/23/kekeringan-landa-enam-
BMKG. 2015. Press Release Kekeringan kecamatan-di-blitar-1409222875),
2015. Jakarta: BMKG. diakses pada 29 Maret 2016.
Siwi, Sukentyas E., Anggraini, Nanin. Jumlah Rumah Tangga, Luas Tanam dan
2011. Pemantauan Daerah Berpotensi Rata-rata Luas Tanam Usaha
Rawan Kekeringan dan Banjir di Tanaman Pangan Menurut
Lahan Sawah Kabupaten Kebumen, Kecamatan, 2013. Badan Pusat
Jawa Tengah Menggunakan Data Statistik Kabupaten Blitar. (Online),
Penginderaan Jauh. Jurnal Inderaja, (http://blitarkab.bps.go.id/linkTabelSt
(Online), Volume 3 No. 2 Juli 2011, atis/view/id/302), diakses pada 29
(www.lapan.go.id), diakses pada 2 Maret 2016.
Februari 2016.

También podría gustarte