Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh :
Apriyanti
NIM : 1110048000003
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh :
Apriyanti
NIM: 1110048000003
Pembimbing I Pembimbing II
i
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan Syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat
penulis sampaikan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW, yang telah
membawa umat manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini mungkin
tidak dapat diselesaikan oleh penulis tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak
selama penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan
1. Dr. H. JM Muslimin, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A. Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Drs.
Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
v
3. Dra. Hafni Muchtar, SH. MH. MM dan Drs. R. Prastowo Sidhi, SH. MH Selaku
dosen Pembimbing yang telah bersedia memberikan saran, kritik, bantuan, dan
arahan selama penulis menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas
waktu dan pikiran yang telah diberikan. Semoga ilmu yang diajarkan dapat
4. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya dosen program studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu
yang diajarkan dapat bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT.
5. Kepada staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syariah dan Hukum UIN
6. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Alm. H. Ahmad Firdaus dan Ibunda Hj.
Titin, yang selalu mengirimkan doa dan mencurahkan kasih sayangnya, serta
Kakaku Iwan Firdaus Ilyas, Dewi Firdaus, Firmansyah, Jamhuri serta Adikku
7. Riviantha Putra, terima kasih atas semangat, dukungan dan waktu kepada penulis
vi
8. Kawan-kawan ilmu hukum Atiek Afidata, Ayyida Sabila, Nourma Andriani
Utami, Defi Satiatika, Ajeng Kumalasari, Nurfika, Liza Trikusuma, Siti Annisa
seperjuangan Ilmu Hukum 2010 UIN Syarif Hidayatullah yang tidak dapat
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu. Semoga Allah SWT
apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang berkenan bagi
pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya
Apriyanti
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
B. Identifikasi Masalah 8
A. Perlindungan Hukum16
B. Perlindungan Konsumen...18
viii
1. Undang-Udang dasar dan ketetapan MPR..20
1. Pengertian Perikatan..26
2. Pengertian Jual-beli....27
PERIKATAN
B. Pengertian E-Commerce..34
ix
A. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksu E-Commerce..53
Perlindungan Konsumen.64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan73
B. Saran..74
DAFTAR PUSTAKA..75
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
suatu gaya baru dalam sistem perdagangan. Beberapa tahun terakhir perdagangan
melalui media internet semakin marak terjadi di Indonesia. Bahkan jual beli di media
perdagangan lewat internet ini berkembang pula sistem bisnis virtual, seperti virtual
store dan virtual company di mana pelaku bisnis menjalankan bisnis dan
Dengan adanya fenomena yang demikian ini, yakni semakin majunya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan
efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai
tersebut, pada akhirnya baik secara langsung atau tidak langsung, konsumenlah yang
menanggung dampaknya1.
1
Sri Redjeki Hartono, Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Pada Era Perdagangan
Bebas, Dalam Hukum Perlindungan Konsumen (Bandung : Mandar Maju, 2000), h. 33.
1
2
dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Melalui media intenet beberapa jenis tindak
teknologi komputer dan internet telah mendorong kepada tindakan efisiensi yang
internet ini telah membawa implikasi pada munculnya fenomena hukum yang baru.
Perdagangan seperti ini tidak lagi merupakan paper based economy, akan
tetapi berubah menjadi digital electronic economy. Pemakaian benda tidak berwujud
semakin tumbuh dan mungkin secara relatif akan mengalahkan penggunaan benda
yang berwujud3. Terdapat beberapa kasus yang terjadi dalam tranasaksi elektronik
tersebut, sebuah contoh kasus yang dialami mahasiswi Bandung yang hendak
melakukan jual beli dengan pihak penyedia jasa di salah satu situs belanja online
yaitu Kaskus.com, di mana dari pihak pembeli sudah melakukan negosiasi dalam
disalah satu situs belanja online tersebut. Setelah keduanya sepakat dengan perjanjian
yang mereka adakan maka timbul hak dan kewajiban yang diterima oleh masing-
2
Cbybercrime adalah kejahatan dengan internet sebagai alat bantunya atau kejahatan di dunia
maya, contohnya perbuatan dengan sengaja dan melawan hukum dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang lain menggunakan kartu kredit atau pembayaran elektronik lainnya milik orang lain
dalam transaksi elektronik.
3
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, (Jakarta: PT. Gravindo Persada, 2000),
h.29.
3
masing pihak, namun dilain pihak telah terjadi wanprestasi di mana pelaku usaha
tidak melakukan kewajibannya dalam perjanjian yang telah diadakan kepada pihak
konsumen, dan dalam hal ini apabila konsumen telah mendapatkan sebuah tindakan
pelanggaran yang dilakukan oleh pihak pelaku usaha maka bagaimana kekuatan
hukum yang timbul dalam perjanjian yang diadaakan oleh kedua belah pihak, agar
dari pihak konsumen dapat memiliki rasa aman dari kontrak elektronik yang diakan
secara dekat satu sama lain (pengenalan hanya diketahui melalui media komputer),
kepastian bahwa barang yang dikirim sesuai dengan barang dipesan, padahal kita
ketahui bahwa hubungan yang timbul antara konsumen dengan pelaku usaha
sekarang berlaku di Indonesia masih berbasis pada sesuatu yang sifatnya fisik belum
permasalahnya masing-masing.
pembeliaan barang, maka para pihak sudah mulai dihadapkan pada berbagai masalah
hukum seperti keabsahan dokumen yang dibuat, tandatangan digital yang dibuat saat
dapat berbentuk Business to Business atau Business to Consummers. Salah satu isu
(security risk), seperti informasi mengenai transfer data kartu kredit dan identitas
pribadi konsumen, dalam hal ini ada dua masalah utaman yaitu pertama,
digital signature, kedua, message integrity yang meyangkut apakah pesan yang
(intended recipant).
yang berkaitan dengan kontrak, perlindungan konsumen, pajak, yuridiksi dan digital
Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
4
Didik M. Arief dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi,
(Bandung : Refika Aditama, 2005) , h.133-135.
5
mengenai transaksi elektronik di mana salah satunya adalah kegiatan mengenai jual
ini yang dimaksud dengan transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang
elektronik lainnya. Sesuai dengan pengertian di atas, maka kegiatan jual beli yang
mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan informasi yang lengkap dan benar.
Elektronik yang berbunyi : Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem
elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan
5
Hukum Online, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Belanja Online, artikel diakses
pada tanggal 21 okober 2013 dari
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50bf69280b1ee/perlindungan-hukum-bagi konsumen
belanja-online.
6
konsumen6.
dalam melindungi konsumen terhadap transaksi jual beli dalam media internet dalam
perbuatan yang dilanggar bagi para pelaku usaha. Pada dasarnya penipuan secara jual
beli di internet ini tidak jauh berbeda dengan penipuan secara konvensional. Yang
Transaksi Elektronik juga telah mengatur bentuk penipuan dalam media internet ini.
Dalam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik disebutkan bahwa : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
dan berdasarkan sifanya, yang patut dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
6
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo, 2011), h.1.
7
konsumen dalam transaksi elektronik. Dengan demikian, delik ini termasuk delik
materiil atau delik dengan perumusan materiil, yakni delik yang baru dianggap
terlaksana penuh bahwa unsur kerugian konsumen dalam transaksi dengan elektronik
yang sekarang ini sedang terjadi, dalam transaksi yang dilakukan di dalam media
elektronik dalam transaksi jual beli dalam media internet ini, apabila dilihat dalam
hukum perikatan8.
Transaksi jual beli melalui media internet, biasanya akan didahului oleh
penawaran jual, penawaran beli dan penerimaan jual atau penerimaan beli. Sebelum
itu mungkin terjadi penawaran secara elektronik, misalnya melalui website situs di
internet atau melalui posting di mailing list dan newsgroup atau melalui undangan
untuk para customer melalui model business to customer 9, yang dalam hal tersebut
antar pihak pelaku usaha dan konsumen hanya dapat berkomunikasi melalui media
intenet dan tidak melakukan tatap muka dalam melakukan sebuah kesepakatan, dan
disini timbul pertanyaan apakah hanya dengan kata sepakat dan tidak dengan
7
Siswanto Sunarso, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik, Studi kasus : Prita
Mulyasari, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2009), h. 99-100.
8
K. Muljadi dan G. Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003), h.18.
9
Ahmad Mujahid Ramli, Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum Indonesia, (Bandung :
Refika Aditama, 2004), h. 97.
8
perjanjian tertulis sebuah kepakatan dapat terlaksana jika dilihat perkembangan jaman
yang sudah sangat maju dengan adanya teknologi tersebut yang tidak lagi merupakan
paper based economy, akan tetapi berubah menjadi digital electronic economy.
tertarik untuk meneliti dan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul :
B . Identifikasi Masalah
media elektronik.
3. Perlindungan yang seperti apa yang akan didapatkan oleh konsumen dalam
1. Pembatasan Masalah
Dalam hal-hal yang telah dipaparkan oleh penulis di dalam latar belakang
2. Rumusan Masalah
9
Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah yang telah dijelaskan oleh penulis
menjadi aktifitas yang sering kita jumpai di kalangan masyarakat global ini yaitu
dalam transaksi jual beli di media internet agar tercipta sebuah perlindungan
perikatan?
media internet?
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Penelitian
E. Kajian Terdahulu
Dalam menjaga keaslian judul penulis ajukan dalam skripsi ini perlu kiranya
penulis lampirkan juga beberapa rujukan yang menjadi bahan pertimbangan. Antara
lain :
tersebut.
tersebut juga menjelaskan hak dan kewajiban bagi pelaku usaha dan
buku tersebut berhubungan dengan judul skripsi yang diangkat penulis, akan
F. Metode Penelitian
diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Pada dasarnya sesuatu yang
dicari dalam penelitian ini tidak lain adalah pengetahuan atau lebih tepatnya
pengetahuan yang benar, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat
hukum yang dilakukan adalah peneliatian yuridis normatif, penelitian hukum yuridis
10
Bambang Sunggono, Metode Peneitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
1997), h.27-28.
12
normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan
sistem norma11.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis yang
masyarakat.
11
Fahmi M. Ahmadi. Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h.31.
12
Moleong J. Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Roda Karya, 2004).
13
bahan hukum primer dan dapat membantu serta menganalisis. Misalnya RUU,
jurnal hukum, buku-buku para sarjana, hasil penelitian, makalah hukum, dan
sebagainya.
bahan hukum primer dan sekunder. Misalnya koran, majalah, kliping, dan
sebagainya.
3. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
penalaran yang berawal dari hal yang umum untuk menentukan hal yang khusus
5. Tehnik Penulisan
14
Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun
201213.
G. Sistematika Penulisan
Di Tinjau Dari Hukum Perikatan dirasa perlu untuk menguraikan terlebih dahulu
Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari (a) latar belakang masalah, dan perumusan
masalah, (c) tujuan dan manfaat penelitian, (d) kajian terdahulu, (e) metode
Bab III : Bab ini menjelaskan tentang Legalitas Transaksi E-Commerce Di Tinjau
13
TIM Penyusun FSH, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jaminan
Mutu (PPJM), 2012.
15
Transaksi E-Commerce
Bab IV : Pada bab ini penulis memberikan tema Perlindungan Hukum Terhadap
A. Perlindungan Hukum
persepsi. Sebelum kita mengurai perlindungan hukum dalam makna yang sebenarnya
dalam ilmu hukum, menarik pula untuk mengurai sedikit mengenai pengertian-
pengertian yang dapat timbul dari penggunaan istilah perlindungan hukum, yakni
perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar
tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga bisa
perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan status hukumnya karena setiap
orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Setiap aparat penegak
hukum jelas wajib menegakkan hukum dan dengan berfungsinya aturan hukum, maka
secara tidak langsung pula hukum akan memberikan perlindungan terhadap setiap
hubungan hukum atau segala aspek dalam kehidupan masyarakat yang diatur oleh
16
17
subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif
(pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang
secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.
Menurut Hadjon, perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal, yakni:
dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip Negara Hukum
1
Status Hukum. Perlindungan Hukum Represif, artikel diakses pada 29 Januari 2014 dari
http://statushukum.com/tag/perlindungan-hukum-represif .
18
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi,
B. Perlindungan Konsumen
2
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan IX, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1986), h.600.
19
dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi (no conflict/pre purchase) dan/atau
setahun sejak disahkannya (tanggal 20 April 2000). Dengan demikian dan ditambah
3
Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: PT. Raja Grafindo,2011), h. 1-22.
4
Johanes Gunawan, Hukum Perlindungan Konsumen, Universitas Katolik Parahyangan,
Bandung, h. 3.
20
saat ini orang bertumpu pada kata segenap bangsa sehingga ia diambil sebagai asas
tentang persatuan seluruh bangsa Indonesia (asas persatuan bangsa). Akan tetapi, di
pula asas perlindungan hukum pada segenap bangsa tersebut. Perlindungan hukum
pada segenap bangsa itu tentulah bagi segenap bangsa tanpa kecuali.
Landasan hukum lainya terdapat pada ketentuan termuat dalam Pasal 27 ayat
lain, maka alat-alat negara akan turun tangan, baik diminta ataupun tidak, untuk
melindungi dan atau mecegah terjadinya gangguan tersebut. Penghidupan yang layak
21
apalagi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak bagi warga negara
dan hak semua orang. Ia merupakan hak dasar bagi rakyat secara menyeluruh.
Dengan hukum perdata dimaksudkan hukum perdata dalam arti luas, termasuk
hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat dalam
Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Di samping itu, tentu saja juga kaidah-kaidah
hukum perdata adat, yang tidak tertulis tetapi ditunjuk oleh pengadilan dalam
konsumen dari berbagai negara yang berbeda, atau tidak bersamaan hukum yang
berlaku bagi mereka, dapat diberlakukan Hukum Internasional dan asas-asas hukum
termasuk dalam bidang hukum perdata. Antara lain tentang siapa yang dimaksudkan
sebagai subjek hukum dalam suatu hubungan hukum konsumen, hak-hak dan
22
kewajiban masing-masing, serta tata cara penyelesaian masalah yang terjadi dalam
sengketa antara konsumen dan penyedia barang dan/atau penyelenggara jasa yang
hukum yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara pelaku usaha penyedia
termuat dalam :
dan masalah antara penyedia barang atau penyelenggara jasa tertentu dan
konsumen5.
negara dan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perorangan.
Termasuk hukum publik dan terutama dalam kerangka hukum kosumen dan/atau
hukum acara perdata dan/atau hukum acra pidana dan humum internasional khusunya
hukum publik itu sepanjamg berkaitan dengan hubungan hukum kosumen dan/atau
masalahnya dengan penyedia barang dan atau penyelenggara jasa, dapat pula
diberlakukan. Dalam kaitan ini anatara lain ketentuan perizinan usaha, ketentuan-
khususnya hukum perdata internasional dan hukum acara perdata serta hukum acara
5
Celina Tri Siwi Krstiayanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011),
h. 40-62.
24
Istilah konsumen berasal dari bahasa Belanda : Konsument. Para ahli hukum
pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah : Pemakai akhir dari benda dan
adalah Setiap orang yang mendapatkan secara sah dan menggunakan barang atau
jasa untuk suatu kegunaan tertentu7. Definisi lain tentang pengertian konsumen
dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman, yaitu pemakai terakhir dari benda
Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah pembeli (koper).
Istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk
kepustakaan ekonomi dikenal dengan istilah konsumen akhir dan konsumen antara.
Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan
konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian
6
Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat Dari Sudut
Perjanjian Baku ( Standar ),dalam BPHN,Simposium Aspek Aspek Hukum Perlindungan
Konsumen,(Bandung :Binacipta,1986), h. 57.
7
Az.Nasution, Konsumen dan Hukum, (Jakarta :Pustaka Sinar Harapan, 1995), h.69.
25
dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang
Pengertian umum pelaku usaha adalah orang atau badan hukum yang
jasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau konsumen dengan mencari
keuntungan dari barang barang dan/atau jasa tersebut. Menurut Pasal 1 angka (3)
Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bidang ekonomi.
Perlindungan Konsumen, yang termasuk dalam pelaku usaha adalah pelaku usaha
yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi,
untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen yang pada gilirannya akan
konsumen untuk melindungi dirinya, di lain pihak akan menumbuhkan pelaku usaha
bersama berdasarkan lima prinsip yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu
sebagai berikut:
a. Prinsip manfaat
Prinsip ini dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberi manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan.
b. Prinsip keadilan
Prinsip ini dilakukan agar partisipasi seluruh masyarakat dapat diwijudkan
secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan
pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya
secara adil.
c. Prinsip keseimbangan
Prinsip ini dimaksudkan untuk memberikan kesimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materil
maupun spiritual.
d. Prinsip keamanan dan keselamatan konsumen
Prinsip ini dimaksudkan untuk memeberikan jaminan atas keamanan dana
keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang digunakan.
e. Prinsip kepastian hukum
Prinsip ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, di mana negara dalam hal ini turut menjamin
adanya kepastian hukum tersebut.
F. Hukum Perikatan
a. Pengertian Perikatan
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda yaitu
verbintenis. Istilah perikatan ini lebih umum digunakan dalam literatur hukum di
27
Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang/pihak yang satu terhadap
orang/pihak yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa
Jika dirumusakan perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang
yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari
rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta
kekayaan (law of property); dalam bidang hukum keluarga (family law); dalam
bidang hukum pribadi (personal law). Perikatan yang meliputi beberapa bidang
pembayaran tanpa hutang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain dan
sebaginya8.
Jual-beli (menurut B.W) adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana
pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang,
sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk menbayar harga yang terdiri
atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
8
Djawahir Hejazziey, dkk, Hukum Perikatan (Jakarta: FHS UIN, 2001), h. 1-8.
28
menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan pembeli. Istilah yang mencakup
dua perbuatan yang bertimbal balik itu adalah sesuai dengan istilah Belanda koop en
verkoop yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu verkoopt
(menjual) sedang yang lainnya koopt (membeli). Dalam bahasa Inggris jual beli
hanya disebut dengan sale saja yang berarti penjualan (hanya dilihat dari
sudutnya si pembeli), begitu pula dalam bahasa Perancis disebut hanya dengan
vante yang juga berarti penjualan, sedangkan dalam bahasa Jerman dipakainya
Barang yang menjadi obyek perjanjian jual beli harus cukup tertentu, setidak-
tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak
miliknya kepada si pembeli. Dengan demikian adlaah sah memuat hukum misalnya
jual beli mengenai pertanahan yang akan diperoleh pada suatu waktu dari sebidang
tanah tertentu.
jual beli yang dilakukan dengan percobaan atau mengenai barang-barang yang
bisanya dicoba terlebih dahulu, selalu dianggap telah dibuat dengan suatu syarat
Unsur-unsur pokok (essentialia) perjanian jual beli adalah barang dan harga.
perjanian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya sepakat mengenai
barang dan harga. Begitu kedua belah pihak sudah setuju dengan barang dan harga,
Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 yang
berbunyi: Jual beli dianggap sudah terjadi abtara kedua belah pihak seketika setelah
mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu diserahkan
dikehendaki oleh yang satu adalah pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua
kehendak itu bertemu dalam sekapat tersebut. Tercapainya sepakat ini dinyatakan
oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan ini dinyatakan oleh kedua belah pihak
bahwa kedua belah pihak telah meneyetujui segala apa yang tertera di atas tulisan itu.
konsensualisme. Artinya ialah hukum perjanjian dari B.W. itu menganut suatu asas
bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian
itu (dan dengan demikian perikatan yang ditimbulkan karenanya) sudah dilahirkan
Pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat, bukannya pada detik-detik
30
lain yang kemudian atau yang sebelumnya. Asas tersebut kita simpulkan dari Pasal
1320, yaitu Pasal yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya perjanjian dan tidak
dari pasal 1338 (1) yang berbunyi : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu
undang-undang. Kekuatan seperti itu diberikan kepada semua perjanjian yang dibuat
secara sah, yang dimaksud dengan perjanjian yang sah terdapat dalan Pasal 1320
adalah : 1. sepakat, 2. kecakapan, 3. hal tertentu dan 4. causa (sebab, isi) yang halal.
Dengan hanya disebutkannya sepakat saja tanpa dituntutnya sesuatu bentuk cara
(formalitas) apapun, seperti tulisan, pemberian tanda atau panjer dan lain sebagainya,
dapat kita simpulkan bahwa bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah
perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai undang-
adalah misalnya perjanjian perdamaian yang menurut Pasal 1851 (2) B.W. harus
diadakan secara tertulis (kalau tidak maka ia tidak sah, sedangkan perjanjian riil
adalah misalnya perjanjian pinjam-pakai yang menurut Pasal 1740 baru tercapai
yang menurut Pasal 1694 baru terjadi dengan diserahkannya barang yang dititipkan.
31
Untuk perjanian-perjanjian ini tidak cukup dengan adanya sepakat saja, tetapi
disamping itu diperlakukan suatu formalitas atau suatu perbuatan yang nyata (riil).
dikehendaki : Pasal 1320 dihubungkan dengan Pasal 1338 ayat 1), tampak jelas pula
yang utama, yaitu jual-beli, maka konsensualisme itu menonjol sekali dari
perumusannya dalam Pasal 1458 B.W. yang berbunyi : Jual-beli itu dianggap telah
terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai
sepakat tentang barang tersebut dan harganya, meskipun barang itu belum diserahkan,
PERIKATAN
jaringan sistem Elektronis oleh keberadaan jaringan komputer gobal atau internet.
Hubungan hukum merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih (subjek
hukum) yang mempunyai akibat hukum (menimbulkan hak dan kewajiban) dan diatur
oleh hukum. Dalam hal ini hak merupakan kewenangan atau peranan yang ada pada
seseorang (pemengangnya) untuk berbuat atas sesuatu yang menjadi obyek dari
haknya itu terhadap orang lain. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus
dipenuhi atau dilaksanakan oleh sesorang untuk memperoleh haknya atau karena
telah mendapatkan haknya dalam suatu hubungan hukum. Obyek hukum adalah
sesuatu yang berguna, bernilai, berharga bagi subyek hukum dan dapat digunakan
sebagai pokok hubungan hukum. Sedangkan subyek hukum adalah segala sesuatu
yang dapat menjadi pendukung hak dan kewajibannya atau memiliki kewenangan
hukum.
atar individu, sedangkan lingkup publik, hubungan hukum tersebut akan mencakup
hubungan antar warga negara dengan pemerintah maupun hubungan antar sesama
32
33
anggota masyarakat yang tidak dimaksudkan untuk tujuan perniagaan, yang antara
lain berupa pelayanan publik dan transaksi informasi antar organisasi pemerintah
goverment.
Pada umumnya makna transaksi seringkali direduksi sebagai perjanjian jual beli
antara pihak yang bersepakat untuk itu, padahal dalam perspektif yuridis, terminologi
transaksi tersebut pada dasarnya ialah keberadaan suatu perikatan maupun hubungan
hukum yang terjadi antara para pihak. Makna yuridis transaksi pada dasarnya lebih
ditekankan pada aspek materiil dari hukumnya secara formil. Oleh karena itu
perubahan media maupun perubahan tata cara bertransaksi. Hal ini tentu saja terdapat
bergerak, sebab dalam konteks tersebut perbuatannya sudah ditentukan oleh hukum,
akan merujuk keperdataan khususnya aspek perikatan, makna transaksi hukum secara
Elektronik itu sendiri akan mencakup jual beli, lisensi, asuransi, lelang dan perikatan-
masyarakat. Dalam lingkup publik, maka hubungan hukum tersebut akan mencakup
34
hubungan antara warga negara dengan pemerintah maupun hubungan antara sesama
kebebasan berkontrak, yang dikenal dalam KUHPerdata. Asas ini disebut pula
dengan freedom of contract atau laissez faire. Dalam Pasal 1338 KUHPerdata
dinyakatan semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku halnya undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak disebut dengan sistem
terbuka, karena siapa saja dapat melakukan perjanjian dan apa saja dapat dibuat
pihak yang ikut melakukan perjanjian itulah yang berlaku perjanjian tersebut. Dengan
demikian pihak ketiga atau pihak luar tidak dapat menuntut suatu hak berdasarkan
B. Pengertian E-Commerce
proses dan praktik yang dapat melakukan transaksi bisnis tanpa menggunakan kertas
sebagai sarana mekanisme transaksi . Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara
Exchange) E-mail, EBB (Elektronik Bulletin Board) Electronic Fund Transfer dan
dengan merujuk kepada definsi yang dibuat oleh UNCITRAL yang menyatakan,
diberikan, dan diterima atau disimpan melalui jasa elektronik, optik atau alat serupa
lainnya termasuk, tetapi tidak terbatas pada EDI, e-mail, telegram, telex atau
1
Onno w.Purbo dan Aang Arif Wahyudi, Mengenal e-Commerce (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2001), h.1-2.
36
menurut Ding E-Commerce adalah transaksi komersial antara penjual dan pembeli
elektronik atau digital yang dalam prosesnya tidak diperlukan temu muka dan
pembuatan perjanjian, dan penyelesaian hukum lainnya. Jadi secara singkat dapat
dideskripsikan, bahwa E-commerce adalah suatu bentuk bisnis modern melalui sarana
sarana penciptaan relasi bisnis. Tidak puas dengan definisi tersebut Commerce Net
jasa atau produk antara dua belah pihak melalui internet atau pertukaran dan
distribusi informasi antar dua pihak dalam satu perusahaan dengan menggunakan
internet. Sementara itu Amir Hatman dalam bukunya Net Ready : Strategies for
sebagai suatu mekanisme bisnis secara elektronis yang memfokuskan diri pada
pertukaran barang atau jasa baik antara dua institusi (Business to business) maupun
dapat berupa fax, e-mail telegram EDI (Electronic Data Interchange), dan sarana
2
Richardus Eko Indrajit, E-Commerce: Kiat dan Strategi Bisnis Di Dunia Maya, (Jakarta:
PT.Elex Media Komputindo, 2001), h.3.
38
negara menerapkan pengaturan hukum kontrak yang telah ada dengan menerapkan
asasasas universal tentang pembuatan suatu perjanjian seperti asas konsensual, asas
kebebasan berkontrak, asas itikad baik dan syarat sahnya perjanjian. Kontrak
yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tetapi terdapat dalam
kesepakatan atau party otonomi dan berlaku Pasal 1338 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata tentang sahnya suatu perjanjian. Demikian juga tentang syarat sahnya
penting, hal ini disebabkan karena para pihak tidak bertemu secara langsung sehingga
untuk menentukan adanya kesepakatan maka dapat digunakan beberapa teori yaitu:
a. Teori kehendak yang mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak
pihak penerima dinyatakan
b. Teori pengiriman yang menyatakan kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang
dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran
c. Teori pengetahuan yang menyatakan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya
sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima
d. Teori kepercayaan mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat pernyataan
kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarakan.
39
Undang No.11 , tahun 2008 tentang informasi dan transaksi Elektronis antara lain di
dalam bab penjelasan yang memberi definisi kontrak Elektronis yaitu perjanjian para
pihak yang dibuat melalui sistem Elektronis. Selanjutnya Pasal 18 menyatakan bahwa
maka kedudukan kontrak Elektronis menjadi semakin jelas yaitu sama dengan
kontrak biasa.
Perjanjian yang dinyatakan sah adalah suatu perjanjian yang memenuhi empat
syarat yang terdapat dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:
Suatu kesepakatan selalui diawali dengan adanya suatu penawaran oleh suatu
pihak dan dilanjutkan dengan adanya tanggapan berupa penerimaan oleh pihak lain.
Jika penawaran tersebut tidak ditanggapai ayai direspon oleh pihak lain maka dengan
demikian tidak aka nada kesepakatan. Karena itu diperlukan dua pihak intuk
Pada perjanjian jual beli secara langsung, kesepakatam depat dengan mudah
diketahui. Sebab kesepakatan dapat langsung diberikan secara lisan maupun tulisan.
Tetapi dalam perjanjian tersbut tidak diberikan secara langsung melainkan melalui
40
media elektronik dalam hal ini adalah internet. Dalam transaski E-Commerce, pihak
yang memberikan penwaran adalah pihak penjual yang dalam hal ini menawrkan
disinggahi. Semua pihak pengguna internet (netter) dapat dengan bebas masuk untuk
melihat took virtual tersebut atau untuk membeli barang yang mereka butuhkan atau
minati.
Jika memang pembali tertarik untuk membeli suatu barang maka ia hanya
perlu mengklik baramg yang sesuai dengan keinginanya. Biasanya setelah pesanan
tersebut sampai di tempat penjual maka penjual akan mengirim e-mail atau melalui
Pada dasarnya semua orang adalah cakap untuk membuat sepekatan, kecuali
jika ia oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap. Yang tak cakap menurut undang-
undang adalah mereka yang belum dewasa (genap berusia 21 tahun atau mereka yang
belum berusia 21 tahun tetapi telah menikah) dan mereka yang dibawah pengampuan
(gila, dungu, mata gelap, lemah akal dan pemboros). Dalam transaski E-Commrce
sangat sulit menentukan sesorang yang melakukan transaski telah dewasa atau tidak
berada di bawah pengampuab, karean ptoses penwaran dan peneriamaan tidak secara
langsung dilakukan tetapi hanya melalui media virtual yang rawan penipuan. Jika
41
ternyata yang melakukan transaksi adalah orang yang tidak cakap maka pihak yang
tersebut sudah ada atau belum di tangan debitur pada saat perjanian dibuat dan
jumlahnya juga tidak perlu disebutkan asal saja kemudian dapat dihitung atau
ditetapkan.
dalam melakukan jual beli melalui E-Commerce. Ada barang-brang yang tidak dapat
dijual beli melalui kesepakatan on-line , seperti jual beli tanah yang mensyaratkan
jual beli tanah harus dituangkan dalam akta yaitu akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Sebab yang halal adalah isi dari perjanjian dan bukan sebab para pihak
Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah
mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum
diserahkan maupun harganya belum dibayar. Dalam transaksi E-Commerce, tidak ada
proses tawar menawar seperti pada transaksi jual beli di pasar secara langsung.
Barang dan harga yang ditawarkan terbatas dan telah ditentukan oleh penjual. Jika
pembeli tidak setuju atau tidak sepakat maka pembeli bebas untuk tidak meneruskan
teransaksi. Selanjutnya, pembeli dapat mencari website atau took lainnya yang lebih
jika pembeli menyepakati barang dan harga yang ditawarkan oleh penjual
(merchant)3
Dalam hal tidak dipenuhinya unsur pertama dan unsur kedua maka kontrak
tersebut dapat dibatalkan. Adapun apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga dan unsur
keempat, maka kontrak tersebut batal demi hukum. Mengenai barang-barang yang
dapat dijakina objek dari suatu persetujuan, maka Pasal 1332 Kitab Undang-Undang
dan Pasal 1333 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa
3
Endom Makarim, Komliasi Hukum Telematika , (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perdasa), h.
234-237.
43
Suatu persetujuan tidak hanya mengingat apa yang dengan tegas ditentukan di
dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut
harus dianggap telah termasuk dalam suatu persetjuan, walaupun tidak dengan tegas
Seorang debitur harus dihukum untuk mengganti biaya kerugian dan bunga,
apabila ia tidak dapat membutikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau
tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan tersebut disebabkan oleh suatu
tidak ada iktikad buruk kepadanya (Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata). Penggantian biaya kerugian dan bunga, karena tidak dipenuhinya perikatan
mulai diwajibakan, apabila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai
dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui
waktu yang telah ditentukan (Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Tidak ada penggantian biaya kerugian dan bukan, apabila karena keadaan memaksa
atau kerena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan
atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan sesuatu perbuatan terlang
dengan masalah kekuatan dalam sistem pembuktian dari Informasi, Dokumen, dan
merupakan alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 ayat 1), Informasi Elektronik
ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara
menyebutkan bahwa Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik
Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah,
yang merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah. Namun pembuatan tanda tangan
ditentukan.
45
bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai
dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang ini. Namun dalam ayat (4) ada pengecualian yang
untuk: (a). surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis;
dan (b). surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam
bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut : (a). data
pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan; (b). data
hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan; (c). segala perubahan terhadap Tanda
Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; (d).
segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan
Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; (e). terdapat cara
terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan
yakni adanya kemudahan bertaransaksi, juga memberikan manfaat yang sangat besar
bagi penyimpanan dokumen sebagai hasil kegiatan usaha yang dilakukan. Namun,
menjadi 2 (dua) bagian besar yaitu : transaksi Busines to Business (B to B), dan
mengakui akibat terpenting adanya sistem komersial yang berbasis web tampak pada
4
Lebih lanjut dalam Esther Dwi Magfirah, dijelaskan bahwa Business to consumer e-
commerce berhubungan dengan consumer life cycle dari awareness sebuah produk pada prospek
costumer sampai dengan order dan pembayaran atau juga sampai dengan pelayanan dan dukungan
kepada customer. Alat yang digunakan dalam cycle ini adalah business to customer web site.
Sedangkan Business to business e-commerce melibatkan cycle dari awaereness, riset produk,
pembandingan, pemilihan supplier sourching, transaksi fulfilment, post sales support. Alat yang
berperan adalam EDI, dan business to business web site, sebagaimana dikutip dari Komputer No. 175
edisi juli 2000, hlm.4.
47
Bisnis ke bisnis merupakan sistem komunikasi bisnis antar pelaku bisnis atau
dengan kata lain transaksi secara elektronik antar perusahaan (dalam hal ini pelaku
bisnis) yang dilakukan secara rutin dan dalam kapasitas atau volume produk yang
besar. Aktivitas E-Commerce dalam ruang lingkup ini ditujukan untuk menunjang
kegiatan para pelaku bisnis itu sendiri. Pebisnis yang mengadakan perjanjian tentu
saja adalah para pihak yang bergerak dalam bidang bisnis yang dalam hal ini
mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian untuk melakukan usaha dengan pihak
pebisnis lainnya. Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian dalam hal ini adalah
Internet Service Provider (ISP) dengan website atau keybase (ruang elektronik), ISP
mengadakan komunikasi bukan merupakan tempat akan tetapi merupakan jalan yang
secara elektronik yang dilakukan pelaku usaha dan pihak konsumen untuk memenuhi
suatu kebutuhan tertentu dan pada saat tertentu5. Dalam transaksi bisnis ini produk
yang diperjualbelikan mulai produk barang dan jasa baik dalam bentuk berwujud
maupun dalam bentuk elektronik atau digital yang telah siap untuk dikonsumsi.
antara penjual barang dengan konsumen (end user). Business to Consumer dalam E-
baik dengan nilai transaksi kecil maupun besar dan tidak dibutuhkan persyaratan yang
terhadap apa saja yang akan dibeli, menemukan web site, dan melakukan transaksi.
Dalam transaksi ini, konsumen memiliki bargaining position yang lebih baik
informasi yang beragam dan mendetail. Kondisi tersebut memberi banyak manfaat
bagi konsumen karena kebutuhan akan barang dan jasa yang diinginkan dapat
terpenuhi. Selain itu juga terbuka kesempatan untuk memilih aneka jenis dan kualitas
barang dan jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan finansial konsumen dalam
5
Jay MS ,Peran E-Commerce dalam Sektor Ekonomi dan Industry pada seminar sehari ed.,
aplikasi internet di era millenium ketiga, ( Jakarta 2001), h.7.
49
Artinya apakah semua proses transaksi dilakukan secara on-line atau hanya beberapa
tahap saja yang dilakukan secara on-line. Apabila seluruh transaksi E-Commerce
dilakukan secara on-line, mulai dari proses terjadinya transaki sampai dengan
dikelola oleh sektor swasta untuk menciptakan iklim kompetisi yang bermanfaat bagi
dengan kata lain hanya proses transaksinya saja yang on-line, sementara pembayaran
tetap dilakukan secra manual/cash, maka pihak acquirer, issuer, dan certification
commerce yaitu jasa pengiriman (ekspedisi)6. Proses Jual Beli melalui media
atau fasilitas elektronik, yang digunakan dalam proses terjadinya suatu transaksi E-
Commerce, yaitu EDI (electronic data interchange), telex, fax, EFT (electronic fund
transfer) dan internet. Internet ini pada akhirnya dipecah menjadi Intranet,
Ekstranet,E-mail dan lain-lain. Untuk menjelaskan alat dan media tersebut, berikut ini
a) Teleks
Teleks adalah suatu bentuk komunikasi antara dua terminal telephone di mana
setiap terminalnya kelihatan seperti dan berfungsi seperti mesin ketik elektrik.
Keduanya digunakan untuk menge-print sebuah data (record) yang
dikomunikasikan7.
b) Fax
Teknologi fax, yang juga sering disebut dengan telekopi, adalah salah satu
bentuk transmisi elektronik yang sesuai dengan standar faksimili yang dibuat
oleh International Telegraph and Telephone Consultative Committee.
6
Didik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom , Cyber Law Aspek Hukum Teknologi
Informasi (Bandung : PT Refika Aditama, 2005), h. 48-59.
7
Benjamin W dan Jane K W, The Law of Electronic Commerce ( T.tp.,New york Aspen and
Business1999), h. 8.
52
8
Kamlesh K B dan Nebjani Nag, Electronic Commerce the Cutting of Business (New Delhi:
Tata Mc Graw Hill Publising Company Limited, 2000), h.13-14.
BAB IV
Perlindungan hukum yang timbul dari hak dan kewajiban para pihak dalam
melakukan transaksi, yang di mana dalam hal transaksi tersebut pihak konsumen
53
54
Di sisi lain, kewajiban bagi pelaku usaha (dalam hal ini adalah penjual
perlindungan konsumen sebagai keseluruhan asas dan kaidah hukum yang mengatur
dan melindungi konsumen dalam hubungan dan berbagai masalahnya dengan para
penyedia barang dan/ atau jasa konsumen. Hubungan hukum yang terjadi antara
pihak penyedia barang dan/ atau jasa dengan pihak konsumen pada akhirnya
melahirkan suatu hak dan kewajiban yang mendasari terciptanya suatu tanggung
jawab. Suatu tanggung jawab pada prinsipnya sama, yaitu merupakan bagian dari
dimintai tanggung jawab apabila timbul kerugian konsumen akibat tidak terlaksanya
Perlindungan hukum bagi para pihak pada intinya sama, yaitu adanya peran
perikatan harus jelas dari segi aspek hukum nasional melalui pembentukan peraturan
perjanjian internasional.
Kepentingan para pihak yang berada pada yuridiksi Negara yang berbeda pun
tentunya akan menyulitkan untuk menentukan hukum Negara mana yang berlaku
karena suatu kebijakan yang mendasari adanya suatu transaski internet harus
konsisten dan dapat diberlakukan secara global, mengingat kedudukan para pihak
yang tidak berda dalam suatu yuridiksi negara tertentu saja. Sementara itu dari sisi
mendapat penekanan dalam penelitian ini karena terkait dengan kedudukan hukum
56
yang lemah dari pihak konsumen. Sesungguhnya perikatan yang terkaji di antara para
pihak merupakan wujud dari ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1233 Jo. Pasal
1234 KUHPerdata, yaitu tiap-tiap perikatan lahir karena adanya persetujuan atau
Perikatan dalam suatu transaski menimbulkan sauatu janji bahwa satu pihak
berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berjak menuntut
pelaksanaan janji itu. Hal ini perlu ditekankan karena apabila salah satu pihak yang
oleh para pelaku usaha dalam permasalah yang dihadapi konsumen, tanggung jawab
Pemikiran menganai hak kosumen atas informasi diawali pasa era globalisasi,
yaitu ketika sekat dan batas antarabangsa telah kabur. Informasia telah menajdi
komoditas yang diperhitungkan konsumen karena sering menjadi korban akobat tidak
barang dan/ atau jasa yang dikonsumsi, padahal lengako atau tidaknya informasi ikut
Pihak pelaku usaha harus dapat memberikan informasi yang memadai dan
jelas bagi komsumean dalam memilih barang. Menurut Howard Beales et. Al, 1
adalah mengenai harga, kualitas, dan keteranga-keterangan lain yang dapat membantu
konsumen dalam memutuskan untuk membeli barang sesuai dengan kebutuhan dan
kualitas barang.
bentuk atau standar produk yang ditawarkan kepada konsumen. Tentunya di sini
prinsip ceaveat venditor memegang paranan penting di mana pelaku usaha harus
aman (unsafe product). Jadi, pelaku usaha harus berhati-hati terhadap keluaran
produk yang bersar dari produk industry yang dihasilkannya. Intinya yang paling
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta
1
Howard Beales et. Al. The Efficient Rgulation of Consumer Information, the Journal of
Law an Econimics, vol XXIV Desember 1981, h. 491-539. Dalam Inosentius.
58
Dalam hal tidak terdapat hubungan perjanjian (non privity of contract) anatara
pelaku unsaha dengan konsumen, tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada
tanggung jawab perdata secara langsung (strict liability) dari pelaku uasaha atas
a. Kerusakan;
b. Pencemaran; dan/atau
c. Kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
Selain product liability yang merupakan pertanggung jawaban lansung,
konsumen lagi, tetapi justru merupakan beban yang harus ditanggung oleh pihak
pelaku usaha untuk membuktikan ia tidak bersalah. Hal ini diatur dalam Pasal 28
atau tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi dalam Pasal 19 Undang-
59
menjamin keamanan dan keandalan arus informasi. Para pihak yang terlibat dalam
yang digunakan. Tentu saja pihak pelaku usaha perlu menyediakan jaringan system
yang cukup memadai untuk mengontrol keamanan transaksi2. Suatu transaksi bisnis
penjual yang mereka percaya karena menyangkut uang yang berikan. Transaksi bisnis
yang tidak secara face to face, selain harus berdasarkan kepercayaan juga tergantung
pesan telah dikirim dan diterima oleh dan/ atau hanya kepada alamat yang benar
tanpa kesalahan. Bagi penjual, tindakan ini juga penting untuk menajaga ini pesan
gara tetap rahasia dan menghindari saingan dagangnya yang dapat saja mencampuri
data tersebut.
harus dilakukan. Hal tersebut untuk menyikapi keinginan konsumen untuk betransaki
2
Pihak pengguna internet yang hendak melakukan transaksi, ISP, dan pihak lain yang terlibat
dalam transaksi di internet juga mempunyai tanggung jawab untuk memahami kebijakan keamanan
dari system yang digunakan yang meliputi proses , mekanisme, dan prosedur untuk menjaga kemaanan
data.
60
keamanan komputer, keamanan dari segi fisik, keamanan individu yang terlibat,
terjadinya ancaman tersebut, dan mengurangi akibat yang akan timbul setalah
Jadi, system keamanan yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan jenis
business to consumer dalam E-Commerce adalah adanya mekanisme yang aman bagi
hukum. Prinsip tentang tanggung jawab merupakan bagian yang sangat penting
bertanggung jawab dan sebarapa jauh suatu tanggung jawab dapat dibebankan kepada
pihak-pihak terkait.
yang dalam praktik dapat dibedakan yang salah satunya dengan prinsip tanggng
jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Bila pihak
gagal. Padahal bagi konsumen (sebagai korban) pada umumnya awam terhadap
proses dalam suatu industri, apabila menggunakan ternologi yang canggih. Jadi, bisa
dikatakan akan mustahil untuk mampu membuktikan secara tepat di mana letaknya
kesalahan yang menyebabkan cacat barang dan/ atau jasa tesebut. Prinsip ini terkait
erat dengan hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha yang mendasarkan
yaitu Pasal 1365, Pasal 1366, dan Pasal 1367 KUHPerdata. Pasal 1365 KUHPerdata
jawaban hukum dalam perbuatan melawan hukum, yaitu adanya perbuatan, adanya
usnur kelalaian , adanya kerugian yang diderita, dan adanya hubungan kausalitas
Perbuatan melawan hukum dalam arti sempit merupakan suatu perbuatan yang
bertentangan dengan hak orang lain dan/atau bertentangan dengan kewajiban hukum
sendiri yang ditentukan oleh undang-undang. Artinya, perbutan yang tidak diatur
melawan hukum. Oleh karena itu, tidak mungkin pihak pelaku usaha dimintai
pertanggungjawabannya.
sebagai suatu perbuatan atau kealpaan yang bertentangan dengan hak orang lain, atau
kesusilaan dan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap
orang lain atau benda. Jadi, terdapat empat usnur mengapa suatu perbuatan
pelanggaran hak hak konsumen. Lingkupnya mencakup semua segi hukum baik
keperdataan, pidana maupun tata usaha negara. Oleh karena itu tidak digunakan
63
istilah sengketa transaksi konsumen karena yang terakhir terkesan lebih sempit,
jasa konsumen) dalam hubungan hukum satu sama lain, menegnai produk konsumen
tertentu4. Sengketa ini dapat menyangkut pemberian sesuatu, berbuat sesuatu, atau
tidak berbuat sesuatu sebagaimana diatur dalam Pasal 1233 Jo 1234 KUH Perdata
atau dapat pula berbagai kombinasi dari prestasi tersebut. Objek sengketa konsumen
dalam hal ini dibatasi hanya menyangkut produk konsumen yaitu barang atau jasa
yang pada umumnya digunakan untuk keperluan rumah tangganya dan tidak untuk
tujuan komersial.
pihak untuk menentukan seorang hakim untuk memutuskan sengketa kepada kedua
belah pihak untuk adil dalam memutuskan sebuah putusan, ketentuan tersebut dalam
3
Shidarta ,Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana
Indonesia 2004), h.165.
4
Az. Nasution ,Konsumen dan Hukum (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995) h.178.
64
Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil,
dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud
agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal
kamu mengetahui
Perlindungan Konsumen
penyelesaian sengketa perlindungan secara patut. Selain itu, salah satu kewajiban
pelaku usaha adalah memberikan konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
Kewajiban tersebut termasuk juga bila barang dan/atau jasa diterima atau
Mekanisme dari pelaksanaan hak konsumen yang saat ini berlaku adalah
dilakukan hampir sama dengan YLKI, yaitu melakukan pengaduan edisertai dengan
5
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2005), h.404
65
bukti kejadian. Perbedaannya adalah pada saat pemanggilan pelaku usaha untuk
dimintai keterangan perihal masalah yang ada. Kemudian dari sisi pelaku usaha, pada
umumnya pengaduan yang ada dapat berasal dari saluran telepon yang diterima oleh
customer service. Dari ketiga pihak yang menyediakan saluran pengaduan terhadap
atau diluar pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela dari pihak
melalui arbitrase dan alternative penyelesaian sengkata telah diatur dalam Undang-
1. Arbitrase;
66
2. Konsultasi;
3. Negosiasi;
4. Mediasi;
5. Konsiliasi; atau
6. Penilaian ahli.
Di antara keeman cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan tersebut,
yang dijatuhkan oleh pihak ketiga, yaitu arbiter atau mejalis arbiter, sedangkan cara
pihak, paling tidak hanya mendapat saran dari para pihak ketiga yang memfasilitasi
pihak yang hasilnya ditungkan secara tertulis. Apabila para pihak tidak dapat
para pihak agar tercapai mudah jalannya perundingan para pihak agar tercapai
kesepakatan. Kesepakatan itulah yang pada akhirnya mengikat para pihak setelah
melalui arbitase merupakan cara penyelesaian sengkata yang memang sejak awal
diserahkan kepada pihak ketiga untuk memberikan keputusan yang mengikat para
pihak, uang putusannnya bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan
yaitu dengan ODR yang menjadi cara praktis untuk memberi konsumen remedy
yang tepat, murah dan efektif, serta mengurangi penentutan perkara di negara asing7.
ODR mencakup sejumlah proses yang secara umum mempunyai dua ciri: DR (yakni
dispute resolution) dan O (yakni online). Dengan kata lain, menyelesaikan sengketa
(APS) tradisional terwakili di jaringan. Selain itu, ada proses penyelesaian sengketa
baru: automated atau blind-bidding negotiation, ini adalah contoh mekanisme yang
hanya ada di online. Gambaran lain adalah non-binding arbitration. Meskipun tidak
seluruhnya tidak ada di offline, tetapi ini cenderung menggambarkan seluruh potensi
6
Ahmad Miru Hukum Merek Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek (Jakarta.
2005) PT Raja Grafindo. h. 95-101.
7
Karen Alboukrek, Adapting to A New world of E-Commerce: The Need for Uniform
Consumer Protection in the International Electronic Marketplace, George Washington International
Law Review, 2003, h. 443.
68
online dan sebagai salah satu mekanisme ODR paling menonjol untuk jenis- jenis
sengketa tertentu.8
penyelesaian sengketa melalui ODR, antara lain:9 Pertama, penghematan waktu dan
uang. Sesungguhnya hal ini sudah tampak dalam APS secara tradisional
sengketa secara online akan lebih hemat dibandingkan dengan alternatif penyelesaian
sengketa offline. Keuntungan ini karena para pihak tidak perlu membayar biaya yang
dengan hal itu. Kecepatan ODR adalah salah satu keuntungan dasarnya.
Pihak-pihak dan pihak netral tidak perlu melakukan perjalanan untuk bertemu;
mereka tidak perlu ada di waktu yang sama; jangka waktu antara penyerahan dapat
penyelesaian sengketa, fee dan biaya pihak netral (mediator atau arbiter), dan biaya
para pihak, termasuk ongkos hukum. Dalam ODR, beberapa biaya ini tidak ada atau
berkurang signifikan. Sebagai contoh tidak ada biaya perjalanan bagi para pihak yang
8
Gabrielle Kaufmann-Kohler dan Thomas Schultz, Online Dispute Resolution: Challenges
For Contemporary Justice, Kluwer Law Internasional, The Netherlands, 2004, h. 11.
9
Paustinus Siburian, Arbitrase Online: Alternatif Penyelesaian Sengketa Secara Elektronik,
(Jakarta : Djambatan, 2009) h. 110.
10
Gabrielle Kaufmann-Kohler dan Thomas Schultz, Op.Cit., hlm. 58.
69
netral dan para pihak yang bersengketa. Bagi konsumen E-Commerce yang
menghindari biaya besar dalam penyelesaian sengketa, tentu akan lebih mudah
sengketa kasus B2C digunakan model unilateral user fees yang menetapkan pihak
pelaku usaha yang bersengketa menanggung semua biaya. Hal ini dapat dilakukan
dalam bentuk kontribusi tahunan (misalnya biaya keanggotaan atau trust mark) atau
dari pembayaran masing-masing kasus. Oleh karena itu, proses penyelesaian sengketa
menghadapi proses yang akan dijalaninya, sebab mereka dapat dengan mudah
mengontrol dan merespons apa yang terjadi dalam proses; Keempat, jika para pihak
lawannya. Para pihak dapat menghindarkan diri perasaan takut akan diintimidasi
dalam proses. Hal ini merupakan persoalan psikologis. Bentuk cara penyelesaian
sengketa dengan cara ODR tidak jauh berbeda dengan APS di dunia nyata, namun
sarana yang digunakan berbeda, yakni dengan sarana internet. Bentuk cara
penyelesaian sengketa, yaitu: tidak ada pihak ketiga (negosiasi), atau ada yang tidak
dapat membuat keputusan pada sengketa tersebut (mediasi), atau yang dapat
sengketa alternatif yang utama, karena dari sifat yudisialnya, syarat-syarat dan proses
70
yang dapat digunakan, karakter yang mengikat dan kemudahan pelaksanaan hasilnya,
serta bantuan secara hukum yang diwajibkan kepada pengadilan dalam prosedur
sengketa dalam ruang cyber, karena dua alasan. Pertama, karena kurangnya
arbitrase online yang lebih efektif dan tanpa melihat teritorial. Tingkat penyelesaian
efektif; Banyak orang di beberapa situasi tidak mau bernegosiasi atau mediasi dan
memerlukan ada orang ketiga yang memutuskan siapa yang benar dan siapa yang
Arbitrase adalah bentuk penyelesaian sengketa yang paling tidak alternatif; ini
adalah proses penyelesaian sengketa ekstra-yudisial yang hampir sama dengan proses
pengadilan ini adalah penyelesaian sengketa quasi-yudisial. Tetapi ruang siber adalah
11
Tingkat penyelesaian dari mekanisme penyelesaian sengketa non-adjudikatif tidak
menunjukkan bahwa ini efektif; Banyak orang di beberapa situasi tidak mau bernegosiasi atau mediasi
dan memerlukan ada orang ketiga yang memutuskan siapa yang benar dan siapa yang salah. Ini adalah
salah satu alasan yang membutuhkan pengadilan. Arbitrase adalah bentuk penyelesaian sengketa yang
paling tidak alternatif; ini adalah proses penyelesaian sengketa ekstra-yudisial yang hampir sama
dengan proses pengadilan; ini adalah penyelesaian sengketa quasi-yudisial. Tetapi ruang siber adalah
suatu lingkungan konsensual, yang membutuhkan metode-metode penyelesaian sengketa berbasis
persetujuan: bukan pengadilan, tetapi arbitrase. Lihat Ibid., dikutip dari L.J. Gibbons, Rusticum
Judicium? Private Courts Enforcing Private Law and Public Rights: Regulating Virtual Arbitration
in Cyberspace, Ohio Nothern law Review, 2003, hlm. 775-776.
71
Di tengah kegalauan atas sistem hukum yang tidak mudah mengikuti perkembangan
sengketa secara online, dalam bentuk arbitrase secara online (e-arbitration). Arbitrase
online menjadi suatu pilihan yang menarik dalam penyelesaian sengketa E-Commerce
12
. Karaktristik transaksi di internet merupakan transaksi lintas batas geografis yang
menghubungkan antara konsumen dengan pelaku usaha dari berbagai negara yang
sangat kecil, tetapi membutuhkan penyelesaian yang cepat dan dengan biaya yang
12
.Penyelesaian sengketa secara online mulai dilakukan pada tahun 1995 dengan didirikannya
Virtual Magistrate pada Vilanova Center for Law & Technology. Tujuannya adalah menjadi penyedia
jasa penyelesaian sengketa, khusus untuk sengketa-sengketa secara online. Kasus pertama ditangani
pada tahun 1996. Dalam kasus tersebut seseorang telah mengajukan gugatan karena telah menerima
iklan-iklan yang tidak diminta melalui e-mail yang dikirimkan dengan menggunakan alamat dari
America Online (AOL). AOL setuju untuk menanggapi gugatan ini dan Virtual Magistrate yang
menangani perkara tadi mengabulkan gugatan penggugat dan memerintahkan kepada AOL untuk tidak
lagi mengirim email yang berisi iklan. Artikel diakses pada tanggal 3 maret 2014
http://vmag.org./docs/press/052196.html.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil yang telah dipaparkan oleh penulis maka kesimpulan yang dapat
dalam kontrak Elektronis mengikat para pihak, serta Pasal Pasal 5 ayat 1
Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah
dari beberapa pasal yang dituangkan diatas maka timbul sebuah keabsahan
yang timbul dari adanya hak dan kewajiban dari kedua belah pihak yang
ayat (3) dan pada pasal 4 ayat (6) hak untuk mendapat pembinaan dan
Konsumen.
72
73
melalui jalur pengadilan yang diatur dalam pasal 45 dan pasal 46 Undang-
tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak
B. Saran
baku yang diadakan oleh pihak pelaku usaha atau penjual. Serta
electronic economy).
Daftar Pustaka
Buku:
Arief, Mansur Didik M dan Gultom Elisatris. Cyber Law Aspek Hukum Teknologi
Informasi, Bandung : PT Refika Aditama, 2005.
Fuady, Munir. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung :
PT.Citra Aditya Bakti, 2001.
Hejazziey, Djawahir, Ria Saftri dan M. Yasir. Hukum Perikatan, Jakarta : Prodi Ilmu
Hukum FSH UIN Jakarta, 2011.
H.S., Salim. Hukum Kontak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta : Sinar
Grafika, 2006.
Indrajit Richardus Eko, E-Commerce: Kiat dan Strategi Bisnis Di Dunia Maya,
Jakarta: PT.Elex Media Komputindo, 2001.
K B Kamlesh dan Nebjani Nag, Electronic Commerce the Cutting of Business (New
Delhi: Tata Mc Graw Hill Publising Company Limited, 2000.
M. Arief Mansur Didik dan Elisatris Gultom , Cyber Law Aspek Hukum Teknologi
Informasi, Bandung : PT Refika Aditama, 2005.
74
75
Miru Ahmadi, Hukum Perlindungan Konsumen ,Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011.
Miru, Ahmad dan M.S. Sakka Pati. Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233
sampai 1456 BW, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011.
Mujahid, Ramli Ahmad. Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum Indonesia,
Bandung : Refika Aditama, 2004.
Nasution Az., Konsumen dan Hukum, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.
Sunarso, Siswanto. Hukum Infromasi dan Transaksi Eletronik Studi Kasus: Prita
Mulyasari, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009.
Sunggono, Bambang. Metode Peneitian Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
1997.
Tri Siwi Krstiayanti Celina, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika,
2011.
TIM Penyusun FSH, Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: Pusat Peningkatan dan
Jaminan Mutu (PPJM), 2012.
W Benjamin dan Jane K W, The Law of Electronic Commerce T.tp.,New york Aspen
and Business 1999.
Widjaja, Gunawan dan Kartini Muljadi. Jual Beli, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2004.
W.Purbo Onno dan Aang Arif Wahyudi, Mengenal e-Commerce , Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2001.
Website:
http://statushukum.com/tag/perlindungan-hukum-represif
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50bf69280b1ee/perlindungan-
hukum-bagi-konsumen-belanja-online,
Perundang-Undangan :
PERLINDUNGAN KONSUMEN
Menimbang :
Mengingat :
Pasal 5 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pasal 3
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
Pasal 5
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6
Pasal 7
BAB IV
PERBUATAN YANG DILARANG
BAGI PELAKU USAHA
Pasal 8
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau
bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
atas barang dimaksud.
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib
menariknya dari peredaran.
Pasal 9
(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
untuk diperdagangkan.
(3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang
melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa
tersebut.
Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau
membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai :
Pasal 11
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau
lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan :
Pasal 12
Pasal 13
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang
untuk :
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
(2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah
melanggar ketentuan pada ayat (1).
BAB V
KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
Pasal 18
(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku
pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada
dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
BAB VI
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal 19
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis
atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
merupakan kesalahan konsumen.
Pasal 20
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan
segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Pasal 21
(2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila
penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan
penyedia jasa asing.
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
(1) Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha
lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen
apabila:
a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan
perubahan apa pun atas barang dan/atau jasa tersebut;
b. pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui
adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku
usaha atau tidak sesuai degan contoh, mutu, dan komposisi.
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari
tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila
pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali
kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa
tersebut.
Pasal 25
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab
atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha
tersebut :
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas
penyelenggaraan perlindungan konsumen.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 30
(4) Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata
menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
membahayakan konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil
tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL
Bagian Pertama
Nama, Kedudukan, Fungsi, dan Tugas
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34
Bagian Kedua
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 35
(3) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan
Konsumen Nasional selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk
1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
(4) Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih
oleh anggota.
Pasal 36
1. pemerintah;
2. pelaku usaha;
3. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
4. akademisi; dan
5. tenaga ahli.
Pasal 37
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
d. sakit secara terus menerus;
e. berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau
f. diberhentikan.
Pasal 39
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang
sekretaris yang diangkat oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
(3) Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 40
(2) Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih
lanjut dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
BAB IX
LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN
SWADAYA MASYARAKAT T
Pasal 44
BAB X
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 45
(1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku
usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
(2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak menghilangkan tanggungjawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-
undang.
(4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang
bersengketa.
Pasal 46
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban
yang tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan
Pasal 47
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Pasal 48
BAB XI
BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
Pasal 49
(2) Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen,
seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut :
(3) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah,
unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha.
(4) Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah sedikit-
dikitnya 3 (tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
Pasal 50
Pasal 51
Pasal 52
Pasal 53
Pasal 54
(2) Jumlah anggota majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ganjil dan
sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang yang mewakili semua unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 ayat (3), serta dibantu oleh seorang panitera.
(4) Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas majelis diatur dalam
surat keputusan menteri.
Pasal 55
Pasal 56
(1) Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan badan
penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 pelaku
usaha wajib melaksanakan putusan tersebut.
(2) Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan
tersebut.
(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap menerima putusan badan
penyelesaian sengketa konsumen.
(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak
dijalankan oleh pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa konsumen
menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(6) merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan
penyidikan.
Pasal 57
Pasal 58
(2) Terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para
pihak dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(3) Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan kasasi.
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 59
(1) Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang perlindungan konsumen juga diberi wewenang khusus sebagai
penyidik
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XIII
SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administratif
Pasal 60
(3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Sanksi Pidana
Pasal 61
Pasal 62
(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d
dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap
atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan
hukuman tambahan, berupa:
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 64
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 65
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 1999
ttd
ttd
AKBAR TANDJUNG
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
I. UMUM
Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena
kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi
serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas
barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.
Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan
pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada
posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup
keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara
penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan
intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan
Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997
tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten, dan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek, yang melarang menghasilkan
atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang melanggar ketentuan tentang
HAKI.
Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam
Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
mengenai kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan
hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup.
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Angka 3
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Angka 12
Cukup jelas
Angka 13
Cukup jelas
Pasal 2
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya,
daerah, pendidikan, kaya, miskin dan status sosial lainnya.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Ayat (2)
Barang-barang yang dimaksud adalah barang-barang yang tidak
membahayakan konsumen dan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Ayat (4)
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan jumlah tertentu dan jumlah yang cukup
adalah jumlah yang memadai sesuai dengan antisipasi
permintaan konsumen.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan
konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip
kebebasan berkontrak.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 22
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Huruf c
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ayat (3)
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Jumlah wakil setiap unsur tidak harus sama.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 36
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Huruf e
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pasal 41
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 47
Bentuk jaminan yang dimaksud dalam hal ini berupa pernyataan tertulis yang
menerangkan bahwa tidak akan terulang kembali perbuatan yang telah merugikan
konsumen tersebut.
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus
senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
b. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai
pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga
pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar
ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah
menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang
secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan
untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan
pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
f. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui
infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi
dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan
nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange
(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau
dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau
Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi
yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang
bersifat tertutup ataupun terbuka.
8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk
melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis
yang diselenggarakan oleh Orang.
9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan
Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam
Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak
yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh
profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan
mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang
dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan
sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda
Tangan Elektronik.
14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang
melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri
atau dalam jaringan.
16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya,
yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
lainnya.
17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik.
19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dari Pengirim.
20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang
berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu
dalam internet.
21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing,
maupun badan hukum.
22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia
maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum
Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran
dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal
mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.
2
BAB III
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Pasal 5
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan
alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah
sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila
menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam
bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang
mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya
dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga
menerangkan suatu keadaan.
Pasal 7
Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak
Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus
memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya
berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan.
Pasal 8
(1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem
Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem
Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
(3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima
Informasi Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.
(4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman
atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.
Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan
informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk
yang ditawarkan.
Pasal 10
(1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi
oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
(2) Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda
Tangan;
3
b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan
elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda
Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
Penandatangannya; dan
f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah
memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan
pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari
penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan
Elektronik;
c. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang
dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang
layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang
oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau
kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan
Elektronik telah dibobol; atau
2. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko
yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda
Tangan Elektronik; dan
d. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan
Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua
informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.
(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.
BAB IV
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik
Pasal 13
(1) Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk
pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
(2) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan
Elektronik dengan pemiliknya.
(3) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:
a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan
b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.
(4) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan
berdomisili di Indonesia.
(5) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar
di Indonesia.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai
dengan ayat (5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap
pengguna jasa, yang meliputi:
a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan
Elektronik; dan
4
c. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda
Tangan Elektronik.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Pasal 15
Pasal 16
(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara
Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan
minimum sebagai berikut:
a. dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan
Perundang-undangan;
b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan
keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik
tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan
Sistem Elektronik tersebut;
d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa,
informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan
dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun
privat.
(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi
Elektronik internasional yang dibuatnya.
(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional,
hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa
yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari
transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
Pasal 19
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang
disepakati.
5
Pasal 20
(1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat
penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
(2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.
Pasal 21
(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak
yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik
akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat
hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik
akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung
jawab pengguna jasa layanan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna
Sistem Elektronik.
Pasal 22
(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik
yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan
informasi yang masih dalam proses transaksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
Pasal 23
(1) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak
memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat,
dan tidak melanggar hak Orang lain.
(3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan
karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak
mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.
Pasal 24
Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual,
situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan
Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
6
Pasal 26
(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap
informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus
dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan
untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan
secara pribadi.
Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk
memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar,
menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak
bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu
milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang
dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan,
dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
7
Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa
pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa
pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan
terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat
rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak
sebagaimana mestinya.
Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa
pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik
menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal 34
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan,
atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara
khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan
agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk
melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem
Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut
dianggap seolah-olah data yang otentik.
Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan
kerugian bagi Orang lain.
Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik
yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 38
(1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan
Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan
kerugian.
(2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang
berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
Pasal 39
(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak
dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
8
BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 40
Pasal 41
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 42
Pasal 43
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik.
9
f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan
sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-
Undang ini;
g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan
Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan
Peraturan Perundang-undangan;
h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana
berdasarkan Undang-Undang ini; dan/atau
i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang
ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.
(6) Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum
wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua
puluh empat jam.
(7) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi
dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.
(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik,
penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan
alat bukti.
Pasal 44
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan
Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3).
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 46
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 48
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
10
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 51
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Pasal 52
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut
kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari
pidana pokok.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37
ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan
publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37
ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan
tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga
internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana
pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal
37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
11
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008
ttd
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008
ttd
ANDI MATTALATA
12
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
I. UMUM
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun
peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan
hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya
secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena
selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus
menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum
siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari
konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan
adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan
hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem
komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan
teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual.
Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi,
dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan
hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup
perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem
komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan
dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat
dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk
mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan
teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang,
memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem
informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi
ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi
tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan
fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras,
perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya
mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.
Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan
normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik
sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi
dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi
baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian
dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat
penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia
secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke
berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa
demikian kompleks dan rumit.
Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan
perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan
internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan
informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan
baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual
dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang
siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang
ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang
siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan
hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang
kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.
Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi
informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga
pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek
sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara
elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi
informasi menjadi tidak optimal.
Pasal 1
Cukup jelas.
13
Pasal 2
Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku
di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum
yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun
warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat
hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
Yang dimaksud dengan merugikan kepentingan Indonesia adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada
merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa,
pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.
Pasal 3
Asas kepastian hukum berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan
hukum di dalam dan di luar pengadilan.
Asas manfaat berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan
untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Asas kehati-hatian berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek
yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
Asas iktikad baik berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak
bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak
lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti
perkembangan pada masa yang akan datang.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat 1
Cukup jelas.
Ayat 2
Cukup jelas.
Ayat 3
Cukup jelas.
Ayat 4
Huruf a
Surat yang menurut undang-undang harus dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas
pada surat berharga, surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses
penegakan hukum acara perdata, pidana, dan administrasi negara.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 6
Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas
semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa
saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannya
tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara
penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.
Pasal 7
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat
digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Yang dimaksud dengan informasi yang lengkap dan benar meliputi:
a. informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai
produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;
b. informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta
menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi
barang/jasa.
Pasal 10
Ayat (1)
Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang melakukan
perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian dan audit dari badan yang
berwenang. Bukti telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi
berupa trust mark pada laman (home page) pelaku usaha tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
14
Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan
suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual
pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus
dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluas-
luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda
Tangan Elektronik.
Ayat (2)
Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang teknik, metode, sarana, dan proses
pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah informasi yang minimum harus dipenuhi oleh
setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 15
Ayat (1)
Andal artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan
penggunaannya.
Aman artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik.
Beroperasi sebagaimana mestinya artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan
spesifikasinya.
Ayat (2)
Bertanggung jawab artinya ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum terhadap
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Undang-Undang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi oleh
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab,
efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan
secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku
bagi kontrak tersebut.
Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat
unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI).
Ayat (3)
Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan prinsip atau asas
hukum perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku pada kontrak
tersebut.
Ayat (4)
Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang dilakukan secara
elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.
Ayat (5)
Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku berdasarkan
prinsip atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal
tergugat (the basis of presence) dan efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda
tergugat berada (principle of effectiveness).
Pasal 19
Yang dimaksud dengan disepakati dalam pasal ini juga mencakup disepakatinya prosedur yang terdapat
dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan.
15
Pasal 20
Ayat (1)
Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara
lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau
sandi lewat (password).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dikuasakan dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan fitur adalah fasilitas yang memberikan kesempatan kepada pengguna
Agen Elektronik untuk melakukan perubahan atas informasi yang disampaikannya, misalnya
fasilitas pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Nama Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau
masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first serve).
Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak
kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan dalam
pendaftaran merek dan paten.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan melanggar hak Orang lain, misalnya melanggar merek terdaftar, nama
badan hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada intinya merugikan
Orang lain.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan penggunaan Nama Domain secara tanpa hak adalah pendaftaran dan
penggunaan Nama Domain yang semata-mata ditujukan untuk menghalangi atau menghambat
Orang lain untuk menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama
produknya, atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk
menyesatkan konsumen.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya intelektual,
hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi oleh Undang-
Undang ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 26
Ayat (1)
Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian
dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala
macam gangguan.
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan
memata-matai.
c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi
dan data seseorang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
16
Ayat (2)
Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan,
antara lain dengan:
a. melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan
hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau
b. sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang
berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Ayat (3)
Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses ke
dalam Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan
kewenangan yang ditentukan.
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan,
merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan
kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kegiatan penelitian adalah penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga
penelitian yang memiliki izin.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat merupakan lembaga yang
bergerak di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
17
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan ahli adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang
Teknologi Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis
mengenai pengetahuannya tersebut.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan hukum yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 yang dilakukan oleh
korporasi (corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk:
a. mewakili korporasi;
b. mengambil keputusan dalam korporasi;
c. melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;
d. melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
18
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
MEMUTUSKAN:
BAB I . . .
DISTRIBUSI II
-2-
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
7. Dokumen . . .
DISTRIBUSI II
-3-
16. Pengirim . . .
DISTRIBUSI II
-4-
26. Pelaku . . .
DISTRIBUSI II
-5-
Pasal 2 . . .
DISTRIBUSI II
-6-
Pasal 2
BAB II
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
Pasal 4
Bagian Kedua . . .
DISTRIBUSI II
-7-
Bagian Kedua
Pendaftaran
Pasal 5
Bagian Ketiga
Perangkat Keras
Pasal 6
(2) Penyelenggara . . .
DISTRIBUSI II
-8-
Bagian Keempat
Perangkat Lunak
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Bagian Kelima
Tenaga Ahli
Pasal 10
Pasal 11
Bagian Keenam . . .
DISTRIBUSI II
- 10 -
Bagian Keenam
Tata Kelola Sistem Elektronik
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
DISTRIBUSI II c. menjamin . . .
- 11 -
Pasal 16
(4) Ketentuan . . .
DISTRIBUSI II
- 12 -
Pasal 17
Bagian Ketujuh
Pengamanan Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20 . . .
DISTRIBUSI II
- 13 -
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
DISTRIBUSI II Pasal 23 . . .
- 14 -
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
f. mengecek . . .
DISTRIBUSI II
- 15 -
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
Bagian Kedelapan
Sertifikasi Kelaikan Sistem Elektronik
Pasal 30
(3) Kewajiban . . .
DISTRIBUSI II
- 16 -
Pasal 31
Pasal 32
Bagian Kesembilan
Pengawasan
Pasal 33
(2) Pengawasan . . .
DISTRIBUSI II
- 17 -
BAB III
PENYELENGGARA AGEN ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Agen Elektronik
Pasal 34
Pasal 35
DISTRIBUSI II d. memilih . . .
- 18 -
Pasal 36
Bagian Kedua
Pendaftaran
Pasal 37
(2) Pendaftaran . . .
DISTRIBUSI II
- 19 -
Bagian Ketiga
Kewajiban
Pasal 38
Pasal 39
DISTRIBUSI II b. memiliki . . .
- 20 -
BAB IV
PENYELENGGARAAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Lingkup Penyelenggaraan Transaksi Elektronik
Pasal 40
b. penyelenggaraan . . .
DISTRIBUSI II
- 21 -
Bagian Kedua
Persyaratan Penyelenggaraan Transaksi Elektronik
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
Pasal 44
Pasal 45 . . .
DISTRIBUSI II
- 23 -
Pasal 45
Bagian Ketiga
Persyaratan Transaksi Elektronik
Pasal 46
Pasal 47
Pasal 48 . . .
DISTRIBUSI II
- 24 -
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50 . . .
DISTRIBUSI II
- 25 -
Pasal 50
Pasal 51
BAB V
Pasal 52
(3) Dalam . . .
DISTRIBUSI II
- 26 -
Pasal 53
Bagian Kedua
Jenis Tanda Tangan Elektronik
Pasal 54
(2) Tanda . . .
DISTRIBUSI II
- 27 -
Bagian Ketiga
Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik
Pasal 55
d. data . . .
DISTRIBUSI II
- 28 -
Bagian Keempat
Proses Penandatanganan
Pasal 56
(4) Metode . . .
DISTRIBUSI II
- 29 -
Pasal 57
Bagian Kelima
Identifikasi, Autentikasi, dan Verifikasi Tanda Tangan Elektronik
Pasal 58
BAB VI
Bagian Kesatu
Sertifikat Elektronik
Pasal 59
Bagian Kedua
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
Pasal 60
c. perpanjangan . . .
DISTRIBUSI II
- 31 -
Pasal 61
Pasal 62
Pasal 63 . . .
DISTRIBUSI II
- 32 -
Pasal 63
Bagian Ketiga
Pengawasan
Pasal 64
BAB VII
Pasal 65
Pasal 66 . . .
DISTRIBUSI II
- 33 -
Pasal 66
Pasal 67
Pasal 68
(2) Ketentuan . . .
DISTRIBUSI II
- 34 -
Pasal 69
Pasal 70
(2) Dalam . . .
DISTRIBUSI II
- 35 -
Pasal 71
Pasal 72
BAB VIII
Pasal 73
Pasal 74
(2) Masyarakat . . .
DISTRIBUSI II
- 36 -
Pasal 75
Pasal 76
Pasal 77 . . .
DISTRIBUSI II
- 37 -
Pasal 77
Pasal 78
(1) Registri Nama Domain dan Registrar Nama Domain wajib
menyelenggarakan pengelolaan Nama Domain secara
akuntabel.
(2) Dalam hal Registri Nama Domain atau Registrar Nama
Domain bermaksud akan mengakhiri pengelolaannya,
Registri Nama Domain atau Registrar Nama Domain wajib
menyerahkan seluruh pengelolaan Nama Domain kepada
Menteri paling lambat 3 (tiga) bulan sebelumnya.
Pasal 79
Pasal 80
(2) Pengguna . . .
DISTRIBUSI II
- 38 -
Pasal 81
Pasal 82
Pasal 83
BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 84
(2) Sanksi . . .
DISTRIBUSI II
- 39 -
Pasal 85
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 86
Pasal 87 . . .
DISTRIBUSI II
- 40 -
Pasal 87
Pasal 88
Pasal 89
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 90
Agar . . .
DISTRIBUSI II
- 41 -
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Oktober 2012
ttd
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Oktober 2012
ttd
AMIR SYAMSUDIN
DISTRIBUSI II
PENJELASAN
ATAS
TENTANG
I. UMUM
Penyelenggara . . .
DISTRIBUSI II
-2-
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan interkonektivitas adalah
kemampuan untuk terhubung satu sama lain sehingga bisa
berfungsi sebagaimana mestinya. Termasuk dalam
pengertian interkonektivitas adalah mencakup kemampuan
interoperabilitas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d . . .
DISTRIBUSI II
-4-
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan kejelasan tentang kondisi
kebaruan adalah terdapat informasi yang menjelaskan
bahwa Perangkat Keras tersebut merupakan barang baru,
diperbaharui kembali (refurbished), atau barang bekas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Pendaftaran dapat dilakukan oleh penjual atau penyedia
(vendor), distributor, atau pengguna.
Huruf b
Yang dimaksud dengan terjamin keamanan dan keandalan
operasi sebagaimana mestinya adalah Penyelenggara
Sistem Elektronik menjamin Perangkat Lunak tidak berisi
instruksi lain daripada yang semestinya atau instruksi
tersembunyi yang bersifat melawan hukum (malicious code).
Contohnya instruksi time bomb, program virus, trojan,
worm, dan backdoor. Pengamanan ini dapat dilakukan
dengan memeriksa kode sumber.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
DISTRIBUSI II Pasal 8 . . .
-5-
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kode sumber adalah suatu rangkaian
perintah, pernyataan, dan/atau deklarasi yang ditulis dalam
bahasa pemrograman komputer yang dapat dibaca dan
dipahami orang.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pihak ketiga terpercaya penyimpan
kode sumber (source code escrow) adalah profesi atau pihak
independen yang berkompeten menyelenggarakan jasa
penyimpanan kode sumber program Komputer atau Perangkat
Lunak untuk kepentingan dapat diakses, diperoleh, atau
diserahkan kode sumber oleh penyedia kepada pihak pengguna.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tenaga ahli adalah tenaga yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dalam bidang
Sistem Elektronik yang dapat dipertanggungjawabkan secara
akademis maupun praktis.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Sistem Elektronik yang bersifat
strategis adalah Sistem Elektronik yang dapat berdampak
serius terhadap kepentingan umum, pelayanan publik,
kelancaran penyelenggaraan negara, atau pertahanan dan
keamanan negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
DISTRIBUSI II
-6-
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan antara
lain peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan perjanjian tingkat layanan (service
level agreement) adalah pernyataan mengenai tingkatan
mutu layanan suatu Sistem Elektronik.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 13
Yang dimaksud dengan menerapkan manajemen risiko adalah
melakukan analisis risiko dan merumuskan langkah mitigasi dan
penanggulangan untuk mengatasi ancaman, gangguan, dan
hambatan terhadap Sistem Elektronik yang dikelolanya.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kebijakan tata kelola antara lain,
termasuk kebijakan mengenai kegiatan membangun struktur
organisasi, proses bisnis (business process), manajemen kinerja,
dan menyediakan personel pendukung pengoperasian Sistem
Elektronik untuk memastikan Sistem Elektronik dapat
beroperasi sebagaimana mestinya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16 . . .
DISTRIBUSI II
-7-
Pasal 16
Ayat (1)
Tata kelola Sistem Elektronik yang baik (IT Governance)
mencakup proses perencanaan, pengimplementasian,
pengoperasian, pemeliharaan, dan pendokumentasian.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan rencana keberlangsungan kegiatan
(business continuity plan) adalah suatu rangkaian proses yang
dilakukan untuk memastikan terus berlangsungnya kegiatan
dalam kondisi mendapatkan gangguan atau bencana.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pusat data (data center) adalah suatu
fasilitas yang digunakan untuk menempatkan Sistem Elektronik
dan komponen terkaitnya untuk keperluan penempatan,
penyimpanan, dan pengolahan data.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Mekanisme rekam jejak audit (audit trail) meliputi antara lain:
a. memelihara log transaksi sesuai kebijakan retensi data
penyelenggara, sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. memberikan notifikasi kepada konsumen apabila suatu
transaksi telah berhasil dilakukan;
c. memastikan . . .
DISTRIBUSI II
-8-
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pemeriksaan lainnya antara lain
pemeriksaan untuk keperluan mitigasi atau penanganan
tanggap darurat (incident response).
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gangguan adalah setiap tindakan yang
bersifat destruktif atau berdampak serius terhadap Sistem
Elektronik sehingga Sistem Elektronik tersebut tidak bekerja
sebagaimana mestinya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan sistem pencegahan dan
penanggulangan antara lain antivirus, anti spamming, firewall,
intrusion detection, prevention system, dan/atau pengelolaan
sistem manajemen keamanan informasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 21 . . .
DISTRIBUSI II
-9-
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang dapat dipindahtangankan adalah
surat berharga atau surat yang berharga dalam bentuk
elektronik.
Pasal 23
Yang dimaksud dengan interoperabilitas adalah kemampuan Sistem
Elektronik yang berbeda untuk dapat bekerja secara terpadu.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
DISTRIBUSI II
- 10 -
Ayat (2)
Contoh edukasi yang dapat disampaikan kepada Pengguna
Sistem Elektronik adalah:
a. menyampaikan kepada Pengguna Sistem Elektronik akan
pentingnya menjaga keamanan Personal Identification
Number (PIN)/password misalnya:
1. merahasiakan dan tidak memberitahukan
PIN/password kepada siapapun termasuk kepada
petugas penyelenggara;
2. melakukan perubahan PIN/password secara berkala;
3. menggunakan PIN/password yang tidak mudah ditebak
(penggunaan identitas pribadi seperti tanggal lahir);
4. tidak mencatat PIN/password; dan
5. PIN untuk satu produk hendaknya berbeda dari PIN
produk lainnya.
b. menyampaikan kepada Pengguna Sistem Elektronik
mengenai berbagai modus kejahatan Transaksi Elektronik;
dan
c. menyampaikan kepada Pengguna Sistem Elektronik
mengenai prosedur dan tata cara pengajuan klaim.
Pasal 25
Kewajiban menyampaikan informasi kepada Pengguna Sistem
Elektronik dimaksudkan untuk melindungi kepentingan Pengguna
Sistem Elektronik.
Pasal 26
Ayat (1)
Penyediaan fitur dimaksudkan untuk melindungi hak atau
kepentingan Pengguna Sistem Elektronik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31 . . .
DISTRIBUSI II
- 11 -
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Standar dan/atau persyaratan teknis Sertifikasi Kelaikan Sistem
Elektronik memuat antara lain ketentuan mengenai
pendaftaran, persyaratan audit, dan tata cara uji coba.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan bentuk visual adalah tampilan
yang dapat dilihat atau dibaca, antara lain tampilan grafis
suatu website.
Huruf b
Yang dimaksud dengan bentuk audio adalah segala
sesuatu yang dapat didengar, antara lain layanan
telemarketing.
Huruf c
Contoh bentuk data elektronik adalah electronic data
capture (EDC), radio frequency identification (RFI), dan
barcode recognition.
Dalam . . .
DISTRIBUSI II
- 12 -
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Informasi tentang identitas penyelenggara Agen Elektronik
paling sedikit memuat logo atau nama yang menunjukkan
identitas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan perlakuan yang sama antara lain
pemberlakuan tarif, fasilitas, persyaratan, dan prosedur yang
sama.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 37 . . .
DISTRIBUSI II
- 13 -
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kerahasiaan adalah sesuai dengan
konsep hukum tentang kerahasiaan (confidentiality) atas
informasi dan komunikasi secara elektronik.
Huruf b
Yang dimaksud dengan integritas adalah sesuai dengan
konsep hukum tentang keutuhan (integrity) atas informasi
elektronik.
Huruf c
Yang dimaksud dengan ketersediaan adalah sesuai
dengan konsep hukum tentang ketersediaan (availability)
atas informasi elektronik.
Huruf d
Yang dimaksud dengan keautentikan adalah sesuai
dengan konsep hukum tentang keautentikan
(authentication) yang mencakup keaslian (originalitas) atas
isi suatu informasi elektronik.
Huruf e
Yang dimaksud dengan otorisasi adalah sesuai dengan
konsep hukum tentang otorisasi (authorization) berdasarkan
lingkup tugas dan fungsi pada suatu organisasi dan
manajemen.
Huruf f
Yang dimaksud dengan kenirsangkalan adalah sesuai
dengan konsep hukum tentang nirsangkal (nonrepudiation).
Pasal 39 . . .
DISTRIBUSI II
- 14 -
Pasal 39
Ayat (1)
Huruf a
Dalam melakukan pengujian keautentikan identitas dan
memeriksa otorisasi Pengguna Sistem Elektronik, perlu
memperhatikan antara lain:
1. kebijakan dan prosedur tertulis untuk memastikan
kemampuan untuk menguji keautentikan identitas dan
memeriksa kewenangan Pengguna Sistem Elektronik;
2. metode untuk menguji keautentikan; dan
3. kombinasi paling sedikit 2 (dua) faktor autentikasi (two
factor authentication) adalah what you know
(PIN/password), what you have (kartu magnetis
dengan chip, token, digital signature), what you are
atau biometrik (retina dan sidik jari).
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Perlindungan terhadap kerahasiaan Data Pribadi Pengguna
Sistem Elektronik juga harus dipenuhi dalam hal
penyelenggara menggunakan jasa pihak lain (outsourcing).
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Prosedur penanganan tersebut juga harus dipenuhi dalam
hal penyelenggara menggunakan jasa pihak lain
(outsourcing).
Ayat (2)
Dalam menyusun dan menetapkan prosedur untuk menjamin
transaksi tidak dapat diingkari oleh Pengguna Sistem Elektronik
harus memperhatikan:
a. sistem Transaksi Elektronik telah dirancang untuk
mengurangi kemungkinan dilakukannya transaksi secara
tidak sengaja (unintended) oleh para pengguna yang berhak;
DISTRIBUSI II b. seluruh . . .
- 15 -
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan antar-Pelaku Usaha adalah
Transaksi Elektronik dengan model transaksi business to
business.
Huruf b
Yang dimaksud dengan antara Pelaku Usaha dengan
konsumen adalah Transaksi Elektronik dengan model
transaksi business to consumer.
Huruf c
Yang dimaksud dengan antarpribadi adalah Transaksi
Elektronik dengan model transaksi consumer to consumer.
Huruf d
Yang dimaksud dengan antar-Instansi adalah Transaksi
Elektronik dengan model transaksi antar-Instansi.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
DISTRIBUSI II
- 16 -
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua
Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup atau
terbuka.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi Pengguna Sistem
Elektronik dari pengiriman Informasi Elektronik yang bersifat
mengganggu (spam).
Contoh bentuk spam yang umum dikenal misalnya spam e-mail,
spam pesan instan, spam usenet newsgroup, spam mesin
pencari informasi web (web search engine spam), spam blog,
spam berita pada telepon genggam, dan spam forum Internet.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d . . .
DISTRIBUSI II
- 17 -
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan kewajaran adalah mengacu pada
unsur kepatutan yang berlaku sesuai dengan kebiasaan
atau praktik bisnis yang berkembang.
Pasal 47
Ayat (1)
Contoh Transaksi Elektronik dapat mencakup beberapa bentuk
atau varian antara lain:
a. kesepakatan tidak dilakukan secara elektronik namun
pelaksanaan hubungan kontraktual diselesaikan secara
elektronik;
b. kesepakatan dilakukan secara elektronik dan pelaksanaan
hubungan kontraktual diselesaikan secara elektronik; dan
c. kesepakatan dilakukan secara elektronik dan pelaksanaan
hubungan kontraktual diselesaikan tidak secara elektronik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Peraturan perundang-undangan dimaksud antara lain Undang-
Undang tentang Perlindungan Konsumen.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
DISTRIBUSI II
- 18 -
Ayat (3)
Huruf a
Tindakan penerimaan yang menyatakan persetujuan antara
lain dengan mengklik persetujuan secara elektronik oleh
Pengguna Sistem Elektronik.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan secara setimbang adalah
memperhatikan kepentingan kedua belah pihak secara adil (fair).
Pasal 52
Ayat (1)
Tanda Tangan Elektronik berfungsi sebagaimana tanda tangan
manual dalam hal merepresentasikan identitas Penanda Tangan.
Dalam hal pembuktian keaslian (autentikasi) tanda tangan
manual dapat dilakukan melalui verifikasi atau pemeriksaan
terhadap spesimen Tanda Tangan Elektronik dari Penanda
Tangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54 . . .
DISTRIBUSI II
- 19 -
Pasal 54
Ayat (1)
Akibat hukum dari penggunaan Tanda Tangan Elektronik
tersertifikasi atau yang tidak tersertifikasi berpengaruh terhadap
kekuatan nilai pembuktian.
Tanda Tangan Elektronik yang tidak tersertifikasi tetap
mempunyai kekuatan nilai pembuktian meskipun relatif lemah
karena masih dapat ditampik oleh yang bersangkutan atau
relatif dapat dengan mudah diubah oleh pihak lain.
Dalam praktiknya perlu diperhatikan rentang kekuatan nilai
pembuktian dari Tanda Tangan Elektronik yang bernilai
pembuktian lemah, seperti tanda tangan manual yang dipindai
(scanned) menjadi Tanda Tangan Elektronik sampai dengan
Tanda Tangan Elektronik yang bernilai pembuktian paling kuat,
seperti Tanda Tangan Digital yang diterbitkan oleh
penyelenggara sertifikasi elektronik yang tersertifikasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan unik berarti setiap kode apapun yang
digunakan atau difungsikan sebagai Data Pembuatan Tanda
Tangan Elektronik harus merujuk hanya pada satu subjek
hukum atau satu entitas yang merepresentasikan satu identitas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik yang dihasilkan
dengan teknik kriptografi pada umumnya memiliki korelasi
matematis berbasis probabilitas dengan data verifikasi
Tanda Tangan Elektronik. Oleh sebab itu pemilihan kode
kriptografi yang akan digunakan harus mempertimbangkan
kecukupan tingkat kesulitan yang dihadapi dan sumber
daya yang harus disiapkan oleh pihak yang mencoba
memalsukan Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Huruf c . . .
DISTRIBUSI II
- 20 -
Huruf c
Yang dimaksud dengan media elektronik adalah fasilitas,
sarana, atau perangkat yang digunakan untuk
mengumpulkan, menyimpan, memproses, dan/atau
menyebarkan Informasi Elektronik yang digunakan untuk
sementara atau permanen.
Huruf d
Yang dimaksud dengan data yang terkait dengan Penanda
Tangan adalah semua data yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi jati diri Penanda Tangan seperti nama,
alamat, tempat dan tanggal lahir, serta kode spesimen
tanda tangan manual.
Yang dimaksud dengan sistem terpercaya adalah sistem
yang mengikuti prosedur penggunaan Tanda Tangan
Elektronik yang memastikan autentitas dan integritas
Informasi Elektronik. Hal tersebut dapat dilihat dengan
memperhatikan beberapa faktor, antara lain:
1. keuangan dan sumber daya;
2. kualitas Perangkat Keras dan Perangkat Lunak;
3. prosedur sertifikat dan aplikasi serta retensi data;
4. ketersediaan Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
dan
5. audit oleh lembaga independen.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Keharusan adanya 3 (tiga) unsur yang menjadi masukan pada
saat terjadinya proses penandatanganan dan memiliki pengaruh
terhadap Tanda Tangan Elektronik yang dihasilkan pada proses
tersebut akan menjamin keautentikan Tanda Tanda Elektronik,
Informasi Elektronik yang ditandatangani serta waktu
penandatanganan.
Ayat (5) . . .
DISTRIBUSI II
- 21 -
Ayat (5)
Contoh dari ketentuan ini adalah sebagai berikut:
a. Perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik setelah waktu
penandatanganan harus mengakibatkan Informasi
Elektronik yang dilekatinya tidak berfungsi sebagaimana
mestinya, rusak, atau tidak dapat ditampilkan jika Tanda
Tangan Elektronik dilekatkan dan/atau terkait pada
Informasi Elektronik yang ditandatangani.
Teknik melekatkan dan mengaitkan Tanda Tangan
Elektronik pada Informasi Elektronik yang ditandatangani
dapat menimbulkan terjadinya Informasi Elektronik atau
Dokumen Elektronik baru yang:
1. terlihat sebagai satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan; atau
2. tampak terpisah dan Informasi Elektronik yang
ditandatangani dapat dibaca oleh orang awam sementara
Tanda Tangan Elektronik berupa kode dan/atau gambar.
b. Perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik setelah waktu
Penandatanganan harus mengakibatkan sebagian atau
seluruh Informasi Elektronik tidak valid atau tidak berlaku
jika Tanda Tangan Elektronik terasosiasi logis dengan
Informasi Elektronik yang ditandatanganinya.
Perubahan yang terjadi terhadap Informasi Elektronik yang
ditandatangani harus menyebabkan ketidaksesuaian antara
Tanda Tangan Elektronik dengan Informasi Elektronik terkait
yang dapat dilihat dengan jelas melalui mekanisme verifikasi.
Pasal 57
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bertanggung jawab atas penggunaan
Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik atau alat pembuat
Tanda Tangan Elektronik adalah Penyelenggara Tanda Tangan
Elektronik atau Pendukung Layanan Tanda Tangan Elektronik
harus dapat menyediakan sistem penelusuran yang dapat
membuktikan ada atau tidaknya penyalahgunaan Data
Pembuatan Tanda Tangan Elektronik dan/atau alat pembuat
Tanda Tangan Elektronik.
Ayat (2)
Keharusan penerapan teknik kriptografi untuk mengamankan
proses pengiriman dan penyimpanan Tanda Tangan Elektronik
dimaksudkan untuk menjamin integritas Tanda Tangan
Elektronik. Pemilihan teknik kriptografi yang diterapkan untuk
keperluan tersebut harus mengacu pada ketentuan atau standar
kriptografi yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 58 . . .
DISTRIBUSI II
- 22 -
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Faktor autentikasi yang dapat dipilih untuk dikombinasikan
dapat dibedakan dalam 3 (tiga) jenis, yakni:
a. sesuatu yang dimiliki secara individu (what you have)
misalnya kartu ATM atau smart card;
b. sesuatu yang diketahui secara individu (what you know)
misalnya PIN/password atau kunci kriptografi; dan
c. sesuatu yang merupakan ciri/karakteristik seorang individu
(what you are) misalnya pola suara (voice pattern), dinamika
tulisan tangan (handwriting dynamics), atau sidik jari
(fingerprint).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kepemilikan Sertifikat Elektronik merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan keamanan penyelenggaraan Sistem
Elektronik selain upaya keamanan lainnya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Peraturan Menteri memuat antara lain pengaturan mengenai
tata cara mengajukan permohonan sertifikasi elektronik yang
dapat disampaikan melalui notaris.
Pasal 60 . . .
DISTRIBUSI II
- 23 -
Pasal 60
Huruf a
Yang dimaksud dengan pemeriksaan calon pemilik dan/atau
pemegang Sertifikat Elektronik adalah pemeriksaan keberadaan
fisik calon pemilik dan/atau pemegang Sertifikat Elektronik.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan penyelenggara sertifikasi elektronik
yang memperoleh pengakuan status berinduk adalah
penyelenggara sertifikasi elektronik yang menerbitkan
Sertifikat Elektronik dengan menggunakan Tanda Tangan
Elektronik Root Certification Authority yang dikeluarkan oleh
Menteri.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64 . . .
DISTRIBUSI II
- 24 -
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Terhadap Sertifikat Keandalan yang dikeluarkan oleh Lembaga
Sertifikasi Keandalan asing yang tidak terdaftar, tidak memiliki
kekuatan pembuktian yang sempurna.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Contoh status dan kompetensi subjek hukum adalah
kedudukan Pelaku Usaha sebagai produsen, pemasok, atau
penyelenggara maupun perantara.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68 . . .
DISTRIBUSI II
- 25 -
Pasal 68
Ayat (1)
Huruf a
Pengamanan terhadap identitas (identity seal) merupakan
Sertifikat Keandalan yang jaminan keandalannya sebatas
pengamanan bahwa identitas Pelaku Usaha adalah benar.
Validasi yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan
hanya terhadap identitas Pelaku Usaha yang paling sedikit
memuat nama subjek hukum, status subjek hukum,
alamat atau kedudukan, nomor telepon, alamat email, izin
usaha, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Huruf b
Pengamanan terhadap pertukaran data (security seal)
merupakan Sertifikat Keandalan yang jaminan
keandalannya memberikan kepastian bahwa proses
penyampaian atau pertukaran data melalui website Pelaku
Usaha dilindungi keamanannya dengan menggunakan
teknologi pengamanan proses pertukaran data (contoh:
protokol SSL/secure socket layer).
Huruf c
Pengamanan terhadap kerawanan (vulnerability seal)
merupakan Sertifikat Keandalan yang jaminan
keandalannya adalah memberikan kepastian bahwa
terdapat sistem manajemen keamanan informasi yang
diterapkan oleh Pelaku Usaha dengan mengacu pada
standar pengamanan Sistem Elektronik tertentu
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf d
Pemeringkatan konsumen (consumer rating seal) merupakan
Sertifikat Keandalan yang jaminan keandalannya
memberikan peringkat tertentu bahwa berdasarkan
penilaian subjektif kepuasan konsumen terhadap layanan
Transaksi Elektronik yang diselenggarakan Pelaku Usaha
telah memberikan kepuasan konsumen.
Sertifikat . . .
DISTRIBUSI II
- 26 -
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan profesi adalah keahlian tertentu yang
dimiliki oleh seseorang yang diakui atau disahkan oleh
pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Peraturan Menteri memuat antara lain, pendaftaran dan
persyaratan untuk ditetapkan sebagai profesi dalam lingkup
Teknologi Informasi yang dapat turut serta dalam pembentukan
Lembaga Sertifikasi Keandalan.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73 . . .
DISTRIBUSI II
- 27 -
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan Nama Domain tingkat tinggi
generik adalah Nama Domain tingkat tinggi yang terdiri
atas tiga atau lebih karakter dalam hierarki sistem
penamaan domain selain domain tingkat tinggi Negara
(country code Top Level Domain). Contoh .nusantara atau
.java.
Huruf b
Yang dimaksud dengan Nama Domain tingkat tinggi
Indonesia adalah domain tingkat tinggi dalam hierarki
sistem penamaan domain yang menunjukkan kode
Indonesia (.id) sesuai daftar kode negara dalam ISO 3166-1
yang dikeluarkan oleh Internet Assigned Numbers Authority
(IANA).
Huruf c
Contoh Nama Domain Indonesia tingkat kedua adalah co.id,
go.id, ac.id, or.id, atau mil.id.
Huruf d
Contoh Nama Domain Indonesia tingkat turunan adalah
kominfo.go.id.
Ayat (3)
Huruf a
Termasuk dalam lingkup pengertian Registri Nama Domain
ialah fungsi dan peran ccTLD manager.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77 . . .
DISTRIBUSI II
- 28 -
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Ayat (1)
Pengenaan sanksi dalam ketentuan ini hanya ditujukan bagi
pihak yang melakukan pelanggaran administratif, sedangkan
mengenai pelanggaran yang bersifat moral atau keperdataan
tidak dikenakan sanksi administratif.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Penghentian sementara dalam ketentuan ini berupa
penghentian sebagian atau seluruh komponen atau layanan
pada Sistem Elektronik yang bersangkutan untuk jangka
waktu tertentu.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
DISTRIBUSI II
- 29 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
DISTRIBUSI II