Está en la página 1de 83

HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS DAN PERILAKU

MAKAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA


SISWA-SISWI MADRASAH IBTIDAIYAH
PEMBANGUNAN JAKARTA

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:
Ahmad Riza Faisal Herze
NIM :1111103000034

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
ini dengan baik. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW beserta para sahabat dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Laporan penelitian ini berjudul Hubungan Tingkat Aktivitas dan Perilaku
Makan dengan Kejadian Obesitas Pada Siswa-Siswi Madrasah Ibtidaiyah
Pembangunan Jakarta. Dalam penyusunan laporan penelitian ini, penulis banyak
menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan ucapan
terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd selaku Dekan FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp.GK selaku ketua Program Studi
Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Riva Auda, M.Kes, Sp.A selaku dosen pembimbing I dan dr.
Debbie Latupeirissa, Sp.A (K) sebagai pembimbing II yang telah
banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing
dan mengarahkan saya dalam pengerjaan penelitian dan penyusunan
laporan penelitian ini.
4. dr. Yanti Susianti, Sp.A dan dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp.GK selaku
penguji sidang riset yang memberi banyak masukan pada revisi
laporan penelitian ini.
5. dr. Flori Ratnasari Ph.D selaku penanggung jawab riset Pendidikan
Dokter 2011 yang selalu membantu pelaksanaan proses penelitian dan
mengingatkan kami untuk segera menyelesaikan penelitian.
6. Bapak, Ibu dosen dan segenap Civitas Akademika FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan
pengalaman kepada penulis.

v
7. Drs. Sugiono Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan izin dan
bantuan kepada penulis dalam melakukan proses pengumpulan data di
lokasi penelitian.
8. Ayahanda Drs. H. Romli RR dan Ibunda Dra. Iyos Rosmani, sumber
kekuatan utama penulis yang selalu memberikan motivasi baik moril
maupun materil, kasih sayang dan doa tiada henti yang tulus kepada
penulis. Serta kepada Muhammad Haekal Zakaria Zamzami dan
Dhavira Nailul Farah yang telah memberikan semangat tiada henti
kepada penulis sampai penulisan laporan penelitian ini selesai.
9. Indra Nur Akhir Raharja, Bentito Zulyan Pamungkas, dan Diana
Nurmalasari teman satu kelompok riset ini yang telah setia bepergian
jauh untuk bimbingan dan memberikan semangat kepada penulis.
10. Teman-teman seangkatan penulis di Program Studi Pendidikan Dokter
2011 yang telah berbagi banyak ilmu dan kebersamaan selama tiga
tahun terakhir ini.
11. Teman-teman dan pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu.

Ciputat, 10 September 2014

Penulis

vi
ABSTRAK

Ahmad Riza Faisal Herze. Hubungan Tingkat Aktivitas dan Perilaku Makan
dengan Kejadian Obesitas Pada Siswa-Siswi Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan
Jakarta. 2014.

Latar Belakang: Angka kejadian obesitas meningkat tajam dalam dekade terakhir
diseluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantaranya kurangnya
aktivitas fisik dan perilaku makan yang buruk. Jika beberapa faktor tersebut terjadi dalam
waktu lama, maka akan terjadi penumpukan lemak sehingga obesitas bisa terjadi.Tujuan:
Mengetahui kurangnya aktivitas fisik dan perilaku makan yang buruk dengan kejadian
obesitas pada siswa-siswi Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Metode: Disain penelitian ini adalah case control dengan teknik pengambilan sampel
simple random sampling dan total sampel 104. Data dikumpulkan menggunakan
kuesioner pada Juli-Agustus 2014 dan dianalisa dengan SPSS 16 menggunakan
Spearman Correlation.
Hasil: Terdapat hubungan perilaku makan dengan kejadian obesitas pada beberapa
variabel (Food Responsiveness, Emotional Over-Eating, Enjoyment of Food, Satiety
Responsiveness, Slowness in Eating, Emotional Under-Eating dan Food Fussiness)
dengan hasil p< 0,05 dengan nilai kekuatan hubungan sedang (r= 0,3 0,6). Pada variabel
tingkat aktivitas tidak ditemukan hubungan dengan kejadian obesitas.
Kesimpulan: Perilaku makan yang buruk bisa menyebabkan terjadinya obesitas
sedangkan tingkat aktivitas fisik yang kurang belum tentu memicu terjadinya obesitas.
Kata Kunci: Obesitas, tingkat aktivitas, perilaku makan.

ABSTRACT

Ahmad Riza Faisal Herze. The Relation Between Activity Level and Eating
Behavior With Obesity in Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan Jakarta Students.
2014.

Background: The incidence of obesity is increasing sharply in last decade around the
world. Obesity can occur by a variety factor, including a lack of physical activity and bad
eating behavior. If some of these factor occur in a long time, there will be a buildup of fat
so that obesity can occur.
Aim: To identify the relation between lack of physical activities and bad eating behavior
with obesity in Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Method: The study design was case control using simple random sampling technique with
total sample 104. Data was collected from July-August 2014 using and analyzed by SPSS
16 using Spearman Correlation.
Result: There is correlation of eating behaviour with obesity on some variables including
food responsiveness, emotional over-eating, enjoyment of food, satiety responsiveness,
slowness in eating, emotional under-eating and food fussiness with p<0,05 with moderate
correlation power (r= 0,3 - 0,6).
Conclusion: Bad eating behavior can lead to obesity, while physical activity levels do not
necessarily lead obesity.
Key Words: Obesity, activity levels, eating behavior.

vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah ............................................................................. 3
1.3 Hipotesis ........................................................................................... 3
1.4 Tujuan penelitian .............................................................................. 4
1.4.1 Tujuan umum .......................................................................... 4
1.4.2 Tujuan khusus ......................................................................... 4
1.5 Manfaat penelitian ............................................................................ 4
1.5.1 Bagi peneliti ............................................................................ 4
1.5.2 Bagi institusi ........................................................................... 4
1.5.3 Bagi masyarakat ...................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Landasan teori ................................................................................... 5
2.1.1 Definisi Obesitas ..................................................................... 5
2.1.2 Klasifikasi Obesitas ................................................................ 5
2.1.3 Manifestasi Klinis Obesitas ..................................................... 6
2.1.4 Pengukuran Obesitas .............................................................. 7
2.1.5 Epidemiologi .......................................................................... 8
2.1.6 Faktor Risiko .......................................................................... 9
2.1.7 Aktivitas Fisik ........................................................................ 11
2.1.8 Hubungan Aktivitas Fisik dan Obesitas .................................. 14
2.1.9 Perilaku Makan Pemicu Timbulnya Obesitas ........................ 15
2.1.10 Proses Lapar dan Kenyang ..................................................... 17
2.1.11 Proses Metabolisme Lemak dan Lipogenesis ........................ 22
2.1.12 Evaluasi dan Dampak Obesitas .............................................. 25
2.1.13 Tatalaksana dan Pencegahan Obesitas ................................... 27
2.2 Kerangka Teori ................................................................................. 33
2.3 Kerangka Konsep .............................................................................. 33
2.4 Definisi Operasional ......................................................................... 34

viii
BAB 3 METODE PENELITIAN
1.1 Disain Penelitian ............................................................................... 35
1.2 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 35
1.2.1 Waktu Penelitian ................................................................. 35
1.2.2 Tempat Penelitian ............................................................... 35
1.3 Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................... 35
1.4 Cara Kerja Penelitian ....................................................................... 36
1.5 Pengolahan dan Analisis Data .......................................................... 37

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 38

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 56

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 57


LAMPIRAN ..................................................................................................... 59

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.2.1 Klasifikasi obesitas................................................................... 6


Tabel 2.1.4.1 Indeks Massa Tubuh ................................................................ 7
Tabel 4.1.4.1 Karakteristik Responden Penelitian (Non-Obesitas) ............... 39
Tabel 4.1.4.2 Karakteristik Responden Penelitian (Obesitas) ........................ 39
Tabel 4.1.4.3 Karakteristik Nilai Food Responsiveness................................. 40
Tabel 4.1.4.4 Hubungan Food Responsiveness dengan Kejadian Obesitas ... 41
Tabel 4.1.4.5 Karakteristik Nilai Enjoyment of Food .................................... 41
Tabel 4.1.4.6 Hubungan Enjoyment of Food dengan Kejadian Obesitas ....... 42
Tabel 4.1.4.7 Karakteristik Nilai Desire to Drink .......................................... 42
Tabel 4.1.4.8 Hubungan Desire to Drink dengan Kejadian Obesitas ............ 43
Tabel 4.1.4.9 Karakteristik Nilai Satiety Responsiveness .............................. 43
Tabel 4.1.4.10 Hubungan Satiety Responsiveness dengan Kejadian
Obesitas .................................................................................... 44
Tabel 4.1.4.11 Karakteristik Nilai Food Fussiness .......................................... 44
Tabel 4.1.4.12 Hubungan Food Fussiness dengan Kejadian Obesitas ............ 45
Tabel 4.1.4.13 Karakteristik Nilai Slowness in Eating .................................... 45
Tabel 4.1.4.14 Hubungan Slowness in Eating dengan Kejadian Obesitas ....... 46
Tabel 4.1.4.15 Karakteristik Nilai Emotional Over-Eating ............................. 47
Tabel 4.1.4.16 Hubungan Emotional Over-Eating dengan Kejadian
Obesitas .................................................................................... 47
Tabel 4.1.4.17 Karakteristik Nilai Emotional Under-Eating ........................... 48
Tabel 4.1.4.18 Hubungan Emotional Under Eating dengan Kejadian
Obesitas .................................................................................... 48
Tabel 4.1.4.19 Karakteristik Nilai Indeks Waktu Kerja ................................... 49
Tabel 4.1.4.20 Hubungan Indeks Waktu Kerja dengan Kejadian Obesitas ..... 49
Tabel 4.1.4.21 Karakteristik Nilai Indeks Waktu Luang ................................. 50
Tabel 4.1.4.22 Hubungan Indeks Waktu Luang dengan Kejadian Obesitas .... 50
Tabel 4.1.4.23 Hubungan Indeks Olahraga dengan Kejadian Obesitas ........... 51

x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.5.1 Prevalinsi status gizi gemuk dan sangat gemuk usia 5-12 tahun
di berbagai Provinsi di Indonesia ........................................... 8
Gambar 2.1.10.1 Faktor endokrin dan interaksinya ........................................... 20
Gambar 2.1.10.2 Efek penglihatan, rasa, bau, dan sentuhan terhadap asupan
makanan .................................................................................. 22

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil SPSS ..................................................................................... 59


Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ...................................................................... 66
Lampiran 3 Riwayat Penulis .............................................................................. 71

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obesitas selama beberapa dekade terakhir ini angka kejadiannya terus
meningkat di seluruh dunia. Obesitas atau sangat gemuk adalah keadaan
penumpukkan atau akumulasi lemak yang terjadi di jaringan adiposa yang dapat
mengganggu kesehatan. Dampak yang bisa ditimbulkan oleh anak yang
mengalami obesitas salah satunya adalah resistensi insulin sehingga akan
menyebabkan hiperinsulinemia, intoleransi glukosa/diabetes melitus, dislipidemia,
dan hipertensi.1,2
Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013, pada kelompok usia 5-12
tahun masalah kegemukan secara nasional terbilang tinggi yaitu 18.8 %, 10 %
kegemukan (overweight) dan 8.8 % sangat gemuk (obesitas). Pada kelompok usia
13-15 tahun didapatkan sekitar 10.8% kasus kegemukan, 8.3% gemuk
(overweight) dan 2.5 % sangat gemuk (obesitas). Provinsi yang paling tinggi
angka kegemukannya yaitu di Jakarta sekitar 30.1% dan yang terendah terdapat di
Nusa Tenggara Timur 8.7 %.3
Faktor yang menyebabkan seorang anak menjadi obesitas ada berbagai
macam, dua faktor utama yang dapat membuat anak menjadi obesitas yaitu
genetik dan gaya hidup yang buruk. Faktor genetik, mempengaruhi nafsu makan
pada anak sehingga konsumsi energi menjadi lebih besar dan akan terjadi
keseimbangan energi positif sehingga bisa menjadi salah satu faktor timbulnya
obesitas. Beberapa contoh gaya hidup yang buruk adalah kurangnya aktivitas fisik
dan perilaku makan yang tidak sesuai. Karena semakin berkembangnya teknologi,
seperti ditemukannya video game, membuat anak menjadi lebih sering bermain di
dalam rumah daripada menghabiskan waktu bersama temannya bermain di luar.
Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab kurangnya aktivitas fisik pada anak
dan saat bermain video game, keinginan anak untuk memakan camilan menjadi

1
2

lebih tinggi yang berakibat pada lebihnya asupan energi per hari sehingga memicu
juga terjadinya obesitas.4,5
Banyak dampak yang akan terjadi bila anak menderita obesitas, dampak
tersebut bisa langsung dirasakan efeknya ataupun menjadi sebuah penyakit kronis
saat anak dewasa nantinya. Dampak dari obesitas meliputi penyakit
kardiovaskuler, obstructive sleep apnea, gangguan fungsi hati, masalah ortopedik
terutama yang berkaitan erat dengan berat badan yang berlebih, kelainan kulit,
potensi timbulnya gangguan psikiatri. Dampak yang perlu diperhatikan adalah
efek terhadap kardiovaskular terutama apabila ada riwayat sakit jantung pada
keluarga. Obstructive sleep apnea juga harus diperhatikan, terutama bila ada
laporan anak dari pihak sekolah bahwa anak sering mengantuk saat jam pelajaran.
Anak yang mengalami obesitas masalah psikologisnya perlu menjadi perhatian
khusus, biasanya anak yang mengalami obesitas akan menjadi bahan olok-olokan
teman sekolahnya, jadi diperlukan perhatian yang lebih dari pihak orangtua agar
anak tidak merasa minder dan tetap bersemangat untuk sekolah.4,6
Pencegahan ataupun pengobatan pada anak yang mengalami obesitas
mudah untuk dilakukan. Seperti pembahasan sebelumnya, faktor yang
menyebabkan timbulnya obesitas berasal dari faktor genetik ataupun gaya hidup.
Faktor genetik tidak bisa diubah kecuali menggunakan terapi gen, akan tetapi
faktor gaya hidup sangatlah mudah untuk dimodifikasi diantaranya adalah
peningkatan aktivitas fisik dan juga memodifikasi perilaku makan anak.4,7
Pengaturan aktivitas fisik pada program pencegahan obesitas bisa berupa
latihan (renang, sepak bola, bulu tangkis, basket, dll) dan meningkatkan aktivitas
harian seperti les sepulang sekolah dan bermain pada sore hari. Aktivitas harian
dianjurkan juga dilakukan selama 20-30 menit perharinya. Menurut rekomendasi
yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO), aktivitas fisik yang
bersifat sedang serta dilakukan selama 30 menit bisa meningkatkan kesehatan,
sedangkan pada anak dan remaja WHO merekomendasikan tambahan waktu
aktivitas fisik yang bersifat berat selama 20 menit dalam 3 kali seminggu.4,8
3

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh JL Santos pada tahun 2011


dan PW Jansen pada tahun 2012 dengan menggunakan kuesioner yang sama,
menunujukkan adanya hubungan antara perilaku makan dengan kejadian obesitas.
Untuk penelitian aktivitas fisik yang dilakukan B Deforche tahun 2003 dengan
menggunakan kuesioner yang sama dengan penelitian ini, menunjukkan tidak ada
hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian obesitas. Penelitian ini
dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan karena belum pernah dilakukan
penelitian sebelumnya, jenis kuesioner yang digunakan pun belum ada yang
dalam bentuk bahasa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan antara kurangnya aktivitas pada anak dan
perilaku makan yang tidak sesuai dengan kemungkinan seorang anak menderita
obesitas?

1.3 Hipotesis
Pada anak yang memiliki aktivitas kurang dan perilaku makan yang tidak
sesuai, maka akan terjadi penumpukan lemak akibat adanya ketidakseimbangan
kalori yang masuk dengan kalori yang dikeluarkan, sehingga menyebabkan
obesitas.
4

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Mencari hubungan faktor risiko gaya hidup yang buruk pada anak yang
menyebabkan munculnya obesitas.
1.4.2 Tujuan Khusus
Mencari hubungan tingkat aktivitas anak yang berhubungan dengan
obesitas.
Mencari hubungan makan anak yang yang berhubugan dengan
obesitas.

1.5 Manfaat Penilitian


1.5.1 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan mengenai obesitas dan bagaimana cara
pencegahannya terutama yang berkaitan dengan aktivitas serta perilaku
makan dan asupan nutrisi.
Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.5.2 Bagi Instusi
Menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan penelitian
lebih dalam bagi peneliti yang lain.
1.5.3 Bagi Masyarakat
Menjadi sumber informasi dan edukasi bagi masyarakat tentang
aktivitas fisik apa yang seharusnya dilakukan oleh anak mereka untuk
mencegah terjadinya obesitas.
Menjadi sumber informasi dan edukasi bagi masyarakat tentang
perilaku makan dan asupan nutrisi apa yang akan diberikan kepada
anak mereka untuk mencegah terjadinya obesitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Obesitas
Obesitas atau sangat gemuk adalah keadaan penumpukan atau
akumulasi lemak yang terjadi di jaringan adiposa yang dapat mengganggu
kesehatan. Disebut obesitas juga apabila berat badan seseorang lebih besar
20 % dari berat normal yang sesuai dengan tinggi badan dan usianya.
Dampak yang bisa ditimbulkan oleh seseorang yang mengalami obesitas
diantaranya adalah resistensi insulin sehingga akan menyebabkan
hiperinsulinemia, intoleransi glukosa/diabetes melitus, dislipidemia, dan
hipertensi.1,2,9
2.1.2 Klasifikasi Obesitas
Obesitas bisa terjadi karena tidak seimbangnya antara asupan
energi dengan energy expenditures (pengeluaran energi) sehingga
berlebihnya asupan tersebut akan menumpuk di jaringan adiposa,
penumpukan kelebihan energi tersebut yang akan membuat anak menjadi
obesitas. Terdapat dua kemungkinan timbulnya kelebihan energi tersebut
yaitu berlebihnya asupan energi atau kurangnya/rendahnya pengeluaran
energi.4
Akan terjadi keseimbangan tubuh (homeostatis) terhadap energi
ketika seseorang menyantap makanan, keseimbangan tersebut terjadi
karena energi yang masuk (melalui makanan) akan dikeluarkan melalui
panas tubuh dan kegiatan lain yang membutuhkan energi. Berlebihnya
asupan energi karena masuknya makanan yang terlalu berlebihan dan juga
keluarnya energi lebih rendah yang disebabkan oleh rendahnya
metabolisme tubuh dan kurangnya aktivitas fisik.4
Gangguan sistem keseimbangan disebabkan oleh dua faktor yaitu
idiopatik ataupun terdapat kelainan pada sistem hormonal dan sindrom
atau defek genetik. Obesitas yang terjadi karena idiopatik disebut obesitas
5
6

idiopatik, sedangkan obesitas yang terjadi karena adanya sebab yang jelas
disebut obesitas endogen.4
Tabel 2.1.2.1 Klasifikasi Obesitas
Obesitas Idiopatik Obesitas Endogen
>90% kasus <10% kasus
Perawakan tinggi (umumnya >50th Perawakan pendek (umumnya <50th
persentil TB/U) persentil TB/U)
Riwayat obesitas umunya positif Riwayat obesitas umumnya negatif
Fungsi mental normal Fugsi mental seringkali retardasi
Usia tulang : normal atau advanced Usia tulang : terlambat (delayed)
Pemeriksaan fisis umumnya normal Terdapat stigmata pada pemeriksaan
fisis
Sumber : Damayanti, 2011
2.1.3 Manifestasi Klinis Obesitas
Seseorang yang menderita obesitas biasanya mudah dikenali,
terutama pada anak-anak. Ciri yang khas pada obesitas diantaranya adalah
wajah membulat, pipi tembem, dagu rangkap, leher pendek, payudara
membesar karena adanya deposit lemak, kedua tungkai membentuk X
serta pangkal paha bergesekan dan menempel yang akan menimbulkan
ulserasi, dan perut yang membuncit. Pada anak laki-laki penis terlihat kecil
karena tertutup oleh jaringan lemak (burried penis).4
Distribusi lemak pada obesitas juga mempengaruhi bentuk fisik
seseorang yang menderitanya. Pada obesitas terdapat 3 bentuk distribusi
lemak yaitu apple shape body (andorid), pear shape body (gynoid), dan
intermediate. Pada apple shape body, distribusi lemak cenderung
bertumpuk pada bagian atas tubuh (dada dan pinggang), bentuk tubuh
seperti ini juga berisiko tinggi mengalami penyakit kardiovaskular
hipertensi dan diabetes. Pear shape body distribusi lemak cenderung lebih
banyak pada bagian bawah (pinggul dan paha). Sedangkan bentuk tubuh
intermediate lemak terdistribusi ke seluruh bagian tubuh secara hampir
merata.4
7

2.1.4 Pengukuran Obesitas


Penentuan obesitas pada anak bisa dilakukan menggunakan 3
metode, yaitu :4
1. Menggunakan kurva Centers for Disease and Prevention (CDC).
Jika menggunakan cara ini yang dilakukan adalah mengukur berat
badan dan hasilnya dibandingkan dengan berat badan ideal sesuai
tinggi badan (BB/TB). Disebut sebagai obesitas, jika berat badan
menurut tinggi badan di atas persentil 90% atau 120%
dibandingkan berat badan ideal.
2. Pengukuran Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh
(IMT). The World Health Organization (WHO) 1997, The National
Institutes of Health di tahun 1998, dan The Expert Committee on
Clinical Guidelines for overweight in adolescent Preventive Service
merekomendasikan penggunaan BMI atau IMT sebagai tolak ukur
obesitas pada anak di atas 2 tahun. Cara yang dilakukan untuk
pengukuran IMT, yaitu :
IMT = Berat Badan (BB) / Tinggi Badan dalam meter (m)2
Setelah mendapatkan hasil IMT, selanjutnya menentukan klasifikasi
IMT tersebut dengan menggunakan tabel klasifikasi obesitas Asia-
Pasifik oleh WHO untuk usia 18 tahun ke atas.
Tabel 2.1.4.1 Indeks Massa Tubuh

NO. Indeks Massa Tubuh Status


(IMT)
1 < 18.5 Underweight
2 18.5-22.9 Normal Weight
3 23-24.9 Overweight
4 >25 Obesitas
Sumber : WHO, 2000
8

3. Pengukuran langsung lemak subkutan. Cara yang dilakukan untuk


cara ini adalah dengan mengukur tebal lipatan kulit (TLK). Empat
macam cara yang bisa digunakan untuk mengukur TLK yang tepat
untuk mendapatkan proporsi lemak tubuh yaitu TLK biseps, triseps,
subskapular, dan suprailiaka. Dikatakan obesitas jika, TLK triseps
persentil ke-85.
2.1.5 Epidemiologi
Obesitas bukan lagi penyakit yang hanya meningkat angka
kejadiannya di negara maju akan tetapi di negara berkembang pun obesitas
turut meningkat angka kejadiannya. Meningkatnya angka kejadian
obesitas diakibatkan mulai berkembangnya teknologi sehingga memicu
kurangnya aktivitas fisik contohnya adalah dengan adanya kendaraan
bermotor maka akan mengurangi keinginan seseorang untuk berjalan ke
tempat yang ingin dituju, selain itu juga pengkonsumsian makanan cepat
saji yang berlebihan pun ditengarai memicu timbulnya obesitas.4
Terdapat 13 provinsi yaitu Jawa Timur, Kepulauan Riau, DKI
Jakarta, Sumatera Selatan, Kalimantan barat, Bangka Belitung, Bali
Kalimantan Timur, Lampung, Sulawesi Utara, dan Papua yang memiliki
presentase tingkat kejadian obesitas lebih tinggi daripada nasional.3
Gambar 2.1.5.1 Prevalensi status gizi gemuk dan sangat gemuk usia 5-12 tahun di
berbagai Provinsi di Indonesia

Sumber : Riskesdas, 2013


9

2.1.6 Faktor Risiko


Banyak faktor yang menyebabkan seorang anak menjadi obesitas,
diantaranya yaitu genetik, kurangnya aktivitas fisik, dan perilaku makan
yang berlebihan. Dari berbagai faktor tersebut dikelompokkan menjadi dua
faktor utama yaitu :4
a. Faktor genetik.
a.1. Parental fatness: faktor keturunan orangtua yang memiliki
riwayat obesitas akan diturunkan kepada anaknya bahkan
ketika saat bayi dan ada kemungkinan sekitar 80% akan
menetap sampai dewasa.4
a.2. Gangguan jalur sinyal leptin: resistensi leptin banyak
ditemukan dan berkaitan dengan timbulnya obesitas. Fungsi
leptin adalah menekan nafsu makan sehingga menurunkan
konsumsi makanan hingga akhirnya terjadilah penurunan berat
badan. Leptin bekerja dengan menghambat sinyal
Neuropeptida Y (NPY) (perangsang nafsu makan) dan
merangsang pengeluaran sinyal melanokortin (penekan nafsu
makan). Pada resistensi leptin, otak tidak mendeteksi sinyal
leptin yang berfungsi menurunkan nafsu makan.1
a.3. Gen spesifik yang mengatur obesitas: pada hewan coba yang
mengalami obesitas, ditemukan adanya mutasi pada suatu gen
ob (Lepob), dengan adanya mutasi pada gen ini menyebabkan
sinyal lapar dan kenyang menjadi terganggu dan tikus
cenderung makan lebih banyak akibat adanya mutasi pada gen
ini.2 Beberapa gen juga bisa mengakibatkan terjadinya
obesitas yang sangat parah, seperti adanya mutasi pada gen
yang mengkode propiomelanocortin (POMC), mutasi pada
gen ini menyebabkan terjadinya kegagalan sintesis dari
melanocyte-stimulating hormone yang memiliki fungsi untuk
menekan nafsu makan.1,2
10

Faktor psikososial, lingkungan, dan faktor lainnya :


a.4. Kurangnya aktivitas fisik: kemajuan teknologi menjadi salah
satu faktor yang menyebabkan kurangnya aktivitas fisik pada
seseorang, misalkan saja dengan ditemukan kendaraan
bermotor, banyak orang yang malas pergi ke suatu tempat
dengan berjalan kaki ataupun bersepeda. Dengan kemajuan
teknologi juga menurunkan aktivitas anak, anak lebih banyak
menghabiskan waktu di depan komputer dan televisi. Pada
anak obesitas juga aktivitas fisik akan cenderung berkurang,
hal ini disebabkan karena butuh energi yang besar untuk
melakukan suatu aktivitas selain itu juga pada anak yang super
obesitas pada saat melakukan pergerakan akan terjadi
pergesekan antar kedua pangkal paha sehingga anak
cenderung mengurangi aktivitasnya.1,4
a.5. Pola makan yang tidak seimbang dan sesuai : mengkonsumsi
junk foods dan fast foods mendorong timbulnya peningkatan
deposit lemak, hal ini dikarenakan kandungan dari junk foods
dan fast foods mengandung lemak sekitar 40-50%.1,4,10
Kecenderungan untuk mengkonsumsi susu formula lebih cepat
juga bisa berakibat pada timbulnya obesitas, pengurangan
konsumsi buah, sayur, dan makanan berserat lainnya juga
merupakan faktor yang memicu timbulnya obesitas.10
a.6. Perbedaan fidget factor: nonexercise activity thermogenesis
(NEAT) atau fidget factor adalah energi yang dikeluarkan saat
melakukan aktivitas fisik di luar olahraga yang sudah
direncakan. Salah satu contoh dari NEAT adalah, kebiasaan
menggerak-gerakkan kaki di saat menunggu, aktivitas kecil
seperti ini jika dilakukan berulang dan cukup lama dapat
menghabiskan kilo kalori yang cukup besar.4
11

a.7. Ketersediaan makanan yang melimpah, lezat, berbau enak,


dan murah: pada penelitian menggunakan tikus yang
diberikan makanan manusia yang punya cita rasa yang enak,
tekstur yang nikmat sehingga memicu peningkatan nafsu
makan, hasil penilitian tersebut berat tikus meningkat 70%-
80% dari berat normalnya. Percobaan tersebut dilakukan
kembali dengan menggunakan menu yang biasa dikonsumsi
oleh tikus namun seimbang gizinya, hasilnya didapatkan
penurunan kembali berat badan sesuai berat normal tikus.
Faktor pengelihatan, penciuman, dan rasa akan memicu
seseorang untuk makan yang lebih dari yang biasa disantapnya
sehari-hari.1,11
a.8. Sosial ekonomi: perubahan pemilihan jenis makanan
merupakan multifaktorial, faktor-faktor yang mendorong
perubahan pemilihan jenis makanan di antaranya pengetahuan,
sikap, perilaku hidup, gaya hidup, pola makan, jumlah
konsumsi dalam sehari, dan faktor pendapatan. Contoh
perilaku dan gaya hidup dapat dilihat dari fungsi seorang Ibu
di rumah, trend yang sedang dianut saat ini adalah ibu yang
memiliki dua peran dalam sebuah keluarga, yaitu sebagai ibu
rumah tangga dan sebagai wanita karier, dua peran tersebut
lah yang mempengaruhi pola dan jenis makanan yang akan
dikonsumsi oleh keluarganya. Peningkatan jumlah konsumsi
makanan dalam sehari diakbatkan juga karena anak diberi
uang jajan sehingga frekuensi makan semakin banyak dan
akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas.1,4
2.1.7 Aktivitas Fisik
2.1.7.1 Definisi Aktivitas Fisik
Definisi dari aktivitas fisik ialah pergerakan dari setiap
anggota badan yang melibatkan otot skeletal sehingga pengeluaran
12

energi akan lebih besar dari energi basal tubuh. Yang dimaksud
exercise (latihan) adalah aktivitas fisik yang dilakukan secara
berulang, disengaja, terjadwal dan terstruktur untuk mencapai
kesehatan tubuh yang prima baik segi fisik ataupun psikis.8
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur merupakan hal
penting dalam penurunan berat badan dan bisa meningkatan
sensitivitas, selain itu keuntungan lainnya dari melakukan aktivitas
fisik secara reguler adalah ketahanan kardiorespirasi, kekuatan
otot, fleksibilas, peningkatan kemampuan motorik, dan
ketangkasan.8,10 Selain itu, aktivitas fisik yang berhubungan
dengan menahan berat badan seperti, melompat, berjalan kaki,
berlari, dan yang lainnya bisa membantu pertumbuhan tulang
anak.8
2.1.7.2 Rekomendasi Aktivitas Fisik Untuk Tiap Usia
Menurut rekomendasi yang dikeluarkan oleh WHO,
aktivitas fisik yang bersifat sedang serta dilakukan selama 30 menit
bisa meningkatkan kesehatan, sedangkan pada anak dan remaja
WHO merekomendasikan tambahan waktu aktivitas fisik yang
bersifat berat selama 20 menit dalam 3 kali seminggu.8 Menurut
CDC dan The United Kingdom Health Education Authority
aktivitas fisik yang direkomendasikan untuk anak dan remaja yaitu
aktivitas fisik yang bersifat sedang sampai berat dan dilakukan
dengan total minimal 60 menit dalam sehari. Guidelines yang
dikeluarkan oleh Health Canada merekomendasikan
menambahkan waktu aktivitas fisik yang telah direkomendasikan
selama 30 menit (10 menit merupakan aktivitas yang bersifat berat)
dan mengurangi kegiatan menonton televisi, bermain komputer,
dan kegiatan lainnya yang tidak membutuhkan gerak otot skeletal
lebih banyak.10 Rekomendasi aktivitas fisik yang sesuai usia
yaitu:10
13

a. Infants dan Toddlers :


Tidak ada rekomendasi pasti aktivitas fisik untuk kelompok
usia ini. Pada tahapan usia ini diberikan kebebasan untuk
melakukan aktivitas fisik yang menyenangkan menurut
anak dibawah pengawasan orang dewasa.
b. Preschool-Aged Children (4-6 tahun)
Kelompok anak usia ini diberi semangat untuk melakukan
aktivitas luar rumah yang menyenangkan, yang mampu
mengeksplorasi motorik halus dan kasar, yang bersifat
eksperimen bagi mereka dan adanya pengawasan dari orang
dewasa.
c. Elementary School-Aged Children (6-9 tahun)
Pada usia ini, perkembangan motorik anak sudah
berkembang makin pesat. Orangtua mengajak anak-anak
untuk melakukan kegiatan di luar rumah seperti berjalan
santai, menari, bermain lompat tali, dan bermain golf mini.
Olahraga yang terorganisir (sepak bola, basket, dll) sudah
bisa diperkenalkan, peraturan yang dibuat jangan terlalu
sulit dan lebih mengutamakan kesenangan bermain di
dalamnya.
d. Middle School-Aged (10-12 tahun)
Aktivitas fisik yang terorganisir dan taktis. Aktivitas fisik
yang bisa dianjurkan oleh para orangtua berupa sepak bola,
bulu tangkis, basket, dan yang lainnya. Olahraga angkat
berat pada kelompok usia ini dilarang karena bisa
menyebabkan gangguan pada pertumbuhan.
e. Adolescents
Aktivitas yang bisa disarankan cenderung yang
berkelompok dan menyenangkan. Kelompok yang dipilih
lebih baik berasal dari teman sekitar (sekolah, kampus, atau
14

tempat bekerja) untuk mendapatkan efek jangka panjang


dari aktivitas yang dilakukan. Aktivitas yang dilakukan
bersama tersebut bisa berupa menari, bersepeda, yoga, dan
lainnya.
2.1.8 Hubungan Aktivitas Fisik dan Obesitas
Aktivitas fisik secara teori akan membuat seseorang mengeluarkan
energi lebih banyak sehingga bisa mencegah terjadinya perkembangan
obesitas. Aktivitas fisik bisa mencegah obesitas melalui dua cara, yaitu :
a. Aktivitas fisik meningkatkan pengeluaran energi. Teori
mengenai energi adalah energi tidak dapat dimusnahkan,
hanya dapat berubah bentuknya saja. Maka dari itu apabila
mengkonsumsi makanan haruslah sesuai dengan
pengeluaran yang dilakukan.
Masukan energi = pengeluaran energi
Energi makanan terkonsumsi kerja eksternal + panas
internal energi yang disimpan
Dari persamaan di atas bisa terdapat 3 kemungkinan,
adanya keseimbangan energi netral (energi masuk = energi
keluar), keseimbangan energi negatif (energi masuk <
energi keluar), dan keseimbangan energi positif (energi
masuk > energi keluar), maka dari itu bila seseorang ingin
mengurangi kemungkinan penyimpanan energi melalui
makanan, faktor yang harus ditingkatkan adalah kerja
eksternal dan panas internal. Melalui aktivitas fisik yang
sesuai rekomendasi, maka kerja eksternal akan semakin
besar yang akan menyebabkan penyimpanan energi lebih
kecil. Pada sebuah penelitian, apabila terjadi keseimbangan
energi positif dalam jangka waktu panjang, bisa
menyebabkan timbulnya obesitas.1,12,13
15

b. Aktivitas fisik memliki efek yang bermanfaat bagi


metabolisme substrat. Metabolisme substrat tersebut
bergantung pada peningkatan lemak, dan secara relatif
terhadap karbohidrat. Metabolisme substrat tersebut
berguna untuk penggunaan energi.12
2.1.9 Perilaku Makan Pemicu Terjadinya Obesitas
Faktor asupan makanan dan pola makan bisa mempengaruhi kasus
obesitas, pengaruh positif (terkait dengan asupan makanan yang berlebih)
yaitu bisa menyebabkan atau memperparah obesitas dan pengaruh negatif
(asupan makanan yang cukup) bisa menurunkan kemungkinan terjadinya
obesitas. Pola makan yang berubah seiring dengan perkembangan zaman,
ditenggarai sebagai faktor pencetus tersering timbulnya obesitas.
Penurunan harga minyak sayur dan gula merupakan salah satu faktornya,
dengan mudahnya mengakses bahan-bahan makanan tersebut maka akan
terjadi peningkatan pengkonsumsian energi.14
Populasi dunia saat ini menjadi lebih urban dan pendapatan
perkapita tiap negara mulai meningkat. Hal tersebut menjadikan
masyarakat semakin meningkat konsumsi gula, lemak (terutama berasal
dari junk foods), dan produk-produk hewani sehingga asupan karbohidrat
kompleks serta serat menurun, akibatnya terjadi peningkatan konsumsi
energi. Apabila peningkatan konsumsi energi tersebut tidak diimbangi
dengan pengeluaran energi yang sesuai maka akan terjadi keseimbangan
energi positif yang artinya energi sisa tersebut akan disimpan dan hal
inilah yang merupakan faktor terjadinya obesitas.1,14 Selain itu, tingkat
stress akibat pekerjaan juga mempengaruhi kebiasaan makan seseorang,
seseorang yang stress cenderung menjadi lebih banyak makan sehingga
keseimbangan energi positif akan terjadi pada kasus ini jika tidak
diimbangi dengan pengeluaran energi yang sesuai.15 Maka dari itu,
perilaku makan seseorang merupakan faktor yang paling mudah untuk
dikontrol sehingga melalui faktor inilah bisa dilakukannya pencegahan
16

dari obesitas.16 Perilaku makan yang bisa menyebabkan terjadinya obesitas


di antaranya yaitu :14
a. Frekuensi memakan snack yang tidak terkontrol
Memakan snack di antara waktu makan memang bisa mencegah
terjadinya hipoglikemia, akan tetapi konsumsi snack saat menonton
televisi atau setelah makan besar, bisa menyebabkan peningkatan
konsumsi energi yang signifikan. Tidak hanya frekuensinya saja,
kandungan bahan-bahan yang ada dalam snack pun menjadi salah
satu faktornya.
b. Makan di luar rumah
Makanan yang bisa didapatkan di luar rumah cenderung memiliki
tingkat energi, kadar lemak, lemak jenuh, kolesterol, dan sodium
lebih tinggi daripada makanan rumahan. Selain itu porsi makanan
yang disajikan biasanya lebih besar dan tidak sesuai dengan porsi
tiap individu. Porsi yang lebih besar meningkatkan konsumsi
energi per harinya, sehingga timbul keseimbangan energi positif
dan memicu terjadinya obesitas.
c. Komposisi kandungan makanan tidak sesuai
Komposisi kandungan makanan berperan penting pada proses
timbulnya obesitas. Makanan yang mengandung lemak jenuh
tinggi bisa berpotensi menimbulkan obesitas dan penyakit lainnya.
Makanan yang mengandung gula buatan memiliki kadar indeks
glikemik yang tinggi sehingga proses lapar menjadi lebih cepat dan
seseorang akan makan lagi dalam waktu yang berdekatan.
Kurangnya karbohidrat kompleks dan serat juga cepat memicu
terjadinya lapar sehingga orang akan cenderung makan dalam
waktu yang berdekatan juga.
17

2.1.10 Proses Lapar dan Kenyang


Proses di dalam otak yang melibatkan sensor fisiologis mengenai
makanan serta proses regulasi lapar dan kenyang yang sangat progresif
perkembangannya. Di otak, terdapat mekanisme pengontrolan nafsu
makan, akan tetapi pengontrolan itu tidak bergantung pada otak saja,
terdapat berbagai faktor yang meningkatkan stimulasi dari proses tersebut,
diantaranya adalah hormon dan faktor lingkungan.11 Faktor kimiawi juga
memegang peranan penting dalam regulasi ini, banyak lemak yang
tersimpan dalam tubuh misalnya atau status kenyang dan lapar. Akibat
faktor sinyal molekuler yang multipel ini, perilaku makan akhirnya
disesuaikan dengan kebutuhan energi jangka panjang dan jangka pendek
tubuh. Dalam regulasi jangka pendek, informasi yang digunakan untuk
membantu mengontrol fungsi dan frekuensi makan. Sedangkan dalam
regulasi jangka panjang, asupan kalori total dan pengeluaran energi total
baik maka kandungan energi total tubuh relatif konstan.1
a. Faktor endokrin dan interaksinya dengan sistem yang lebih tinggi :
(Gambar 2.1.10.1)
a.1. Peran nukleus arkuatus : NPY dan melanokortin.
Hipotalamus berperan penting dalam kontrol keseimbangan
energi dan asupan makanan, bagian dari hipotalamus yaitu
nukleus arkuatus. Nukleus arkuatus berperan dalam kontrol
jangka panjang keseimbangan energi dan berat tubuh serta
kontrol jangka pendek asupan makanan sehari-hari. Nukleus
arkuatus mengeluarkan dua subset yaitu NPY dan
melanokortin yang mempunyai fungsi yang berlawanan. NPY
berperan dalam peningkatan asupan makanan sehingga terjadi
pertambahan berat badan. Melanokortin merupakan hormon
untuk menentukan warna kulit, akan tetapi melonocyte
stimulating hormone yang ada pada manusia berfungsi untuk
menekan nafsu makan.1
18

a.2. Leptin dan insulin dalam pengaturan jangka panjang


keseimbangan energi.
Adiposit (sel lemak) berfungsi untuk tempat menyimpan
lemak trigliserida, fungsi lain dari adiposit adalah
mengeluarkan hormon yaitu adipokin yang berperan untuk
keseimbangan energi dan metabolisme. Adipokin dalam peran
keseimbangan energi dan metabolisme adalah leptin yang
memiliki fungsi untuk regulasi berat normal tubuh. Leptin
secara spesifik berfungsi untuk penanda kenyang melalui
penghantaran sinyal molekuler ke NPY. Leptin bekerja
dengan menghambat NPY (perangsang nafsu makan) dan
merangsang pengeluaran melanokortin (penekan nafsu
makan). Kontrol jangka panjang keseimbangan energi juga
dipengaruhi oleh insulin. Insulin akan terangsang produksinya
jika ada peningkatan konsentrasi glukosa dan nutrien lain,
peningkatan sekresi insulin tersebut menghambat sel penghasil
NPY nukleus arkuatus sehingga terjadi penekanan asupan
makanan.1
a.3. Ghrelin dan peptida YY3-36 (PYY3-36) dalam perilaku makan
jangka pendek.
Ghrelin merupakan hormon yang dihasilkan lambung yang
memiliki fungsi untuk mengatur lapar, mekanisme kerja
ghrelin adalah dengan pengaktifan neuron penghasil NPY di
hipotalamus sehingga merangsang nafsu makan. Peningkatan
sekresi ghrelin terjadi paling tinggi ketika sebelum makan
sehingga timbul keinginan untuk makan, kemudian akan mulai
menurun saat makanan telah dimakan. PYY3-36 memiliki
mekanisme kerja dan fungsi yang berlawanan dengan ghrelin,
PYY3-36 paling tinggi kadarnya saat setelah makan yang
fungsinya adalah memberikan sinyal kenyang, mekanisme
19

kerjanya adalah dengan menghambat neuron penghasil NPY


di hipotalamus.1
a.4. Oreksin dan neuropeptida lainnya.
Lateral hypotalamic area (LHA) dan paraventricular
hypotalamic nucleus (PVN) mengeluarkan pembawa pesan
kimiawi sebagai respons terhadap masukan dari neuron-
neuron nukleus arkuatus. LHA menghasilkan neuropeptida
oreksin yang merupakan stimulus asupan makanan.
Sedangkan PVN, mengeluarkan pembawa pesan kimiawi
salah satunya adalah corticotropin-releasing hormone,
berfungsi untuk mengurangi nafsu makan dan asupan
makanan. Terdapat suatu bagian di batang otak yang dikenal
sebagai nukleus traktus solitarius (NTS) yang merupakan
pusat kenyang. NTS menerima respon kenyang dari
hipotalamus dan juga dari saluran cerna serta bagian lain yang
menandakan kenyang.1
a.5. Kolesistokinin (CCK) berfungsi sebagai sinyal kenyang.
Kolesistokinin (CCK) merupakan salah satu hormon yang
bekerja pada traktus gastrointestinal, dikeluarkan oleh mukosa
duodenum sewaktu pencernaan berfungsi sebagai sinyal
kenyang yang akan menghambat jumlah makanan yang akan
dimakan.1
20

Gambar 2.1.10.1 Faktor endokrin dan interaksinya

Sumber: Sherwood, 2010


b. Cita rasa makanan. (Gambar 2.1.10.2)
Cita rasa makanan bisa mengubah sinyal dari faktor endokrin dan
interaksinya sehingga bisa yang berakibat pada peningkatan nafsu
makan salah satunya.11
c. Sensor spesifik kenyang dan efek berbagai macam asupan
makanan . (Gambar 2.1.10.2)
Yang dimaksud dengan sensor spesifik kenyang yaitu, perasaan
kenyang yang dimiliki seseorang terhadap satu jenis makanan
tetapi tidak untuk makanan yang lain. Faktor tersebut merupakan
faktor penting banyaknya makanan yang dimakan dalam satu kali
makan. Banyaknya jenis, rasa, dan tampilan dari berbagai makanan
21

pun merupakan faktor yang meningkatkan berlebihnya asupan


makanan.11
d. Jadwal makan yang teratur dan ketersediaan makanan.
Jadwal makan yang sudah diatur sebelumnya menyebabkan
seseorang makan walaupun dalam keadaan tidak lapar. Mudahnya
mencari dan membuat suatu makanan juga berperan dalam
peningkatan asupan makanan seseorang.11
e. Tampilan dan porsi makanan :
Tampilan makanan melalui sebuah iklan yang menggoda akan
meningkatkan stimulus visual dan yang lainnya dan akan
merangsang pusat makan di otak, hal ini ditingkatkan juga dengan
jumlahnya yang banyak, maka akan berpengaruh pada asupan yang
berlebih pula.11
f. Kecepatan makan :
Saat memulai makan maka akan timbul sinyal yang mengatur
mulainya proses pencernaan, jika proses makan terlalu cepat, maka
saluran pencernaan belum siap untuk menerima makanan sehingga
sinyal kenyang yang dikirimkan ke otak akan lebih lama waktunya
yang berakibat pada lebih banyaknya makanan yang dimakan oleh
seseorang.11
22

Gambar 2.1.10.2 Efek penglihatan, rasa, bau, dan sentuhan terhadap asupan
makanan

Sumber: E.T. Rolls, 2007


2.1.11 Proses Metabolisme Lemak dan Lipogenesis
2.1.11.1 Metabolime Lemak
Lemak yang paling banyak kandungannya pada diet sehari-
hari adalah trigliserida, yang mengandung molekul gliserol yang
diikat oleh molekul asam lemak. Lipase adalah sebuah enzim
yang akan memisahkan trigliserida dan fosfolipid. Terdapat 3
jenis lipase yang akan berperan dalam proses pencernaan lemak
yaitu : lingual lipase, gastric lipase, dan pancreatic lipase.
Pencernaan lemak berlangsung paling banyak di usus halus
dengan bantuan pancreatic lipase, trigliserida akan dipecah
menjadi asam lemak dan monogliserida.17
Terjadi proses emulsifikasi sebelum globus besar lemak
yang mengandung trigliserida dapat dicerna di usus halus,
emulsifikasi adalah proses pemecahan globus lemak yang besar
menjadi misel lemak yang lebih kecil dibantu oleh garam
empedu. Garam empedu memiliki sifat amphipathic yang artinya
memiliki kandungan hydrophobic dan hydrophilic. Hydrophobic
23

pada asam empedu akan berinteraksi dengan globus lipid yang


besar, sedangkan regio hidrofilik akan berinteraksi dengan kimus
saluran pencernaan yang encer. Proses ini menyebabkan
terpecahnya globus lemak tersebut menjadi misel, setelah proses
emulsifikasi ini, area cerna akan lebih besar sehingga akan
mempermudah kerja pancreatic lipase. Misel mengandung
monogliserida dan asam lemak bebas, ketika misel tersebut
mencapai sel epitel membran luminal, secara difusi pasif
monogliserida dan asam lemak bebas tersebut melepaskan diri
dari misel dan menuju bagian interior sel epitelial membran
luminal.1,17
Garam empedu melakukan fungsinya sebagai pelarut lemak
sepanjang usus halus hingga seluruh lemak telah diabsorpsi.
Sementara itu, garam empedu akan direabsorpsi di ileum melalui
transport aktif. Monogliserida dan asam lemak bebas yang berada
pada interior sel epitelial luminal diresintesis kembali menjadi
trigliserida. Trigliserida tersebut kemudian membentuk suatu
gumpalan yang diselimuti oleh lipoprotein (disintesis oleh
retikulum endoplasma sel epitelial). Gumpalan trigliserida yang
diselimuti oleh lipoprotein ini dinamakan kilomikron dan bersifat
larut air. Melalui proses eksositosis oleh sel epitelial, kilomikron
ditekan menuju cairan intersisial dalam villus. Sesudah itu
kilomikron akan masuk ke dalam pembuluh limfe, kilomikron
tidak masuk ke pembuluh darah karena membran basalis darah
mengandung polisakarida. Saat berada dalam pembuluh limfe,
kilomikron baru mengalami penyerapan secara langsung.1
24

Gambar 2.1.11.1.1 Proses absorpsi lemak

Sumber: Sherwood, 2010


2.1.11.2 Lipogenesis
Lipogenesis merupakan proses deposisi lemak dan meliputi
proses sintesis asam lemak dan kemudian kemudian sintesis
trigliserida yang terjadi di hati pada daerah sitoplasma dan
mitokondria dan jaringan adiposa. Lipogenesis dirangsang oleh
diet tinggi karbohidrat, gula, dan lemak.9
Asam lemak, dalam bentuk trigliserida dan asam lemak
yang terikat pada albumin didapat dari asupan makanan atau
hasil sintesis lemak di hati. Trigliserida yang dibentuk dari
kilomikron atau lipoprotein akan dihidrolisis menjadi gliserol dan
asam lemak bebas oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) yang
dibentuk oleh adiposit dan disekresi ke dalam sel endotelial yang
berdekatan dengannya. Aktivasi LPL dilakukan oleh apoprotein
C-II yang dikandung oleh kilomikron dan lipoprotein (VLDL).
25

Kemudian asam lemak bebas akan diambil oleh sel adiposit


sesuai dengan derajat konsentrasinya oleh suatu protein
transmembran. Bila asam lemak sudah masuk ke dalam adiposit
maka akan membentuk pool asam lemak. Pool ini akan
mengandung asam lemak yang berasal baik dari yang masuk
maupun yang akan ke luar.9
2.1.12 Evaluasi dan Dampak Obesitas
2.1.12.1 Evaluasi Obesitas
Hal yang dilakukan jika anak datang dengan keluhan
obesitas adalah mengukur terlebih dahulu menggunakan salah
satu dari tiga cara yang sudah disebutkan sebelumnya. Apabila
kriteria obesitas sudah ditegakkan dengan menggunakan satu dari
tiga cara tersebut maka perlu dilakukan penelusuran riwayat
obesitas dalam keluarga dan faktor pendukung lainnya (aktivitas
fisik dan pola makan), selanjutnya melakukan juga penelusuran
dampak penyakit yang mungkin terjadi. Penyakit yang terjadi
pada seseorang yang mengalami obesitas bergantung juga pada
tingkat keparahan obesitasnya, makin parah obesitasnya makin
parah juga kemungkinan komplikasi yang akan terjadi.4,18
2.1.12.2 Dampak Obesitas
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai dampak dari
obesitas meliputi, penilaian risiko kardiovaskuler, obstructive
sleep apnea syndrome (OSAS), gangguan fungsi hati, masalah
ortopedik terutama yang berkaitan erat dengan berat badan yang
berlebih, kelainan kulit, potensi timbulnya gangguan psikiatri.4
Faktor risiko kardivaskuler pada seseorang yang menderita
obesitas harus memiliki tiga dari faktor lain yaitu : riwayat
keluarga dengan penyakit jantung atau kematian pada usia dini
(<55 tahun), dislipidemia (LDL-kolesterol >160 mg/dL, HDL-
26

kolesterol <35 mg/dL) dan peningkatan tekanan darah, merokok,


adanya diabetes melitus, dan rendahnya aktivitas fisik.19
Pada anak yang mengalami obesitas juga rentan terjadinya
OSAS. Gejala yang timbul dari OSAS yaitu mengorok dan
mengompol. OSAS disebabkan oleh adanya penumpukan atau
penebalan jaringan lemak di daerah faringeal yang diperberat
juga dengan adanya hipertrofi adenotonsilar. Karena adanya
obstruksi nafas yang intermiten pada malam hari menyebabkan
berkurangnya oksigenasi otak sehingga di siang hari anak yang
menderita OSAS cenderung mengantuk di sekolah. Cara untuk
menghilangkan OSAS diantaranya adalah dengan melakukan
pengaturan makan sehingga bisa menurunkan berat badan,
adenotonsilektomi, dan pemakaian continous positive airway
pressure (CPAP).4
Kelainan kulit pada anak yang mengalami obesitas terutama
terjadi di daerah lipatan, kemungkinan penyakit kulit yang
diderita anak obesitas di antaranya adalah ruam panas, intertigo,
dermatitis moniliasis, dan acanthosis nigricans (pertanda dari
hipersensitivitas insulin), dan jerawat yang bisa menurunkan rasa
percaya diri anak. Pada anak yang mengalami obesitas akan
mengalami juga masalah psikososial, hal ini disebabkan karena
anak yang obesitas cenderung sering diejek oleh teman
sebayanya. Anak yang mengalami obesitas sering didapatkan
rasa kurang ingin bermain, memisahkan diri dari tempat bermain,
tidak diikutkan dalam permainan, serta hubungan sosial
canggung atau menarik diri dari kontak sosial.4,20
27

2.1.13 Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas


Obesitas adalah kalori yang masuk lebih banyak dari kalori yang
dikeluarkan sehingga terjadi penumpukan lemak. Ada beberapa hal yang
bisa dilakukan untuk mencegah obesitas di antaranya : pengaturan diet,
pengaturan aktivitas fisik anak, modifikasi perilaku, peran orang tua dalam
memantau hal tersebut, dan terapi intensif.4
a. Pengaturan diet.
Prinsip yang harus diterapkan dalam mengatur diet agar
kalori yang dibutuhkan anak sesuai. Anak masih membutuhkan
kalori untuk berkembang sehingga retriksi kalori tidak perlu terlalu
ketat.
Pengaturan diet pada anak tidaklah mudah. Pertama kali
yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah menumbuhkan
motivasi anak untuk menurunkan berat badan, hal ini dilakukan
dengan syarat anak sudah mengetahui berat badan ideal yang
sesuai dengan tinggi badan dan umurnya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk
pengaturan diet anak melalui the traffic light diet. Program ini
dilakukan dengan cara memberi 3 macam label dengan 3 macam
warna, seperti green, yellow, dan red label. Green label merupakan
makanan yang rendah kalori dan dapat dikonsumsi setiap hari
seperti buah-buahan, susu, dan sayur-sayuran, yellow label adalah
makanan yang mengandung kalori sedang serta rendah lemak yang
boleh dimakan akan tetapi terbatas asupannya seperti hati ayam,
bakso, dan daging kambing. Yang terakhir red label adalah
makanan yang tingi kalori serta tinggi lemak yang sangat dibatasi
jumlah pengkonsumsiannya seperti sosis, corned beef, dan daging
bebek. Diet yang dilakukan dengan seimbang disertai juga
komposisi makanan yang sesuai.
28

Penurunan kalori disesuaikan, mulai dengan 200-500 kalori


dengan target 0.5 kg per minggu. Penurunan berat badan sampai
10% berat badan ideal dan dipertahankan. Diet seimbang juga
haruslah memperhatikan persentase dari 3 kandungan penting pada
makanan yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Selama pengaturan
diet yang seimbang itu persentase ketiga kandungan penting
makanan tersebut adalah : karbohidrat 50-60 %, lemak 30 %, dan
protein yang sesuai untuk tumbuh kembang normal 15-20 %.4
b. Pengaturan aktivitas fisik.
Pengaturan aktivitas fisik pada program pencegahan
obesitas bisa berupa latihan (renang, sepak bola, bulu tangkis,
basket, dll) dan meningkatkan aktivitas harian (melakukan les
sepulang sekolah, bermain di sore hari) aktivitas harian dianjurkan
juga dilakukan selama 20-30 menit perharinya. Menurut sebuah
studi, peningkatan aktivitas fisik pada anak gemuk (yang
mengalami obesitas) bisa menurunkan nafsu makan dan
meningkatkan laju metabolisme. Kombinasi antara latihan aerobik
(lari, renang, sepak bola, bulu tangkis, basket, dll) dan pengaturan
diet yang seimbang akan menghasilkan penurunan berat badan
yang lebih signifikan daripada hanya dilakukan salah satunya saja.4
c. Modifikasi perilaku.
Selain melakukan pengaturan diet dan aktivitas fisik,
pengaturan perilaku dalam hal mengkonsumsi makanan dan
melakukan kegiatan juga penting untuk dilakukan. Perubahan
perilaku tersebut meliputi :4
Pengawasan yang dilakukan oleh anak terhadap berat
badan, makanan yang dimakan setiap harinya, dan aktivitas
fisik.
29

Mengontrol stimulus/rangsangan untuk makan, contohnya


adalah ketika menonton jangan mendekatkan camilan di
sekitar anak.
Mengubah perilaku makan, hal ini bisa dilakukan dengan
cara makan yang awalnya dengan cepat bisa memperlambat
makan, mengurangi camilan, dan menurunkan porsi.
Reward and punishment, cara ini dilakukan oleh orang tua
dengan memberi dorongan kepada anak untuk menjaga
berat badan tubuh, memberikan pujian jika anak berhasil
melakukan perilaku sehat, makan sudah sesuai standar, mau
melakukan olahraga, dan berat badannya bisa turun.
Pengendalian diri, yang dimaksud dengan pengendalian diri
adalah ketika anak datang ke pesta ulang tahun ataupun
pernikahan hendaknya memilih makanan yang berkalori
rendah atau apabila sudah memakan kalori tinggi bisa
diimbangi dengan latihan yang ditingkatkan.
d. Peran serta orangtua, anggota keluarga, teman, dan guru.
Peran orangtua sangat penting dalam membantu penurunan
berat badan anak. Hal-hal yang bisa dilakukan oleh orangtua
diantaranya adalah penyiapan makanan yang seimbang sesuai saran
dari dokter ataupun ahli gizi, memberikan dorongan kepada anak,
serta memantau pola makan, dan aktivitas anak. Anggota keluarga
juga turut berperan diantaranya dengan melakukan penurunan
asupan makanan dan peningkatan aktivitas fisik. Guru dan teman
punya peran yang tidak kalah penting untuk mendukung penurunan
berat badan pada anak.4
e. Terapi intensif.
Terapi obesitas pada anak dan remaja dilakukan apabila
disertai penyakit penyerta, terapi konvensional tidak memberikan
efek. Terapi intensif meliputi 3 kriteria yang terdiri dari diet
30

berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi, dan


terapi bedah.4
Jika anak memiliki berat badan (BB) >140% BB ideal
(superobesitas) maka diindikasikan untuk melakukan diet kalori
sangat rendah (very low calorie diet). Formula diet yang paling
sering diterapkan adalah protein-sparing modified fast (PSMF),
PSMF adalah formula diet dengan membatasi asupan kalori hanya
600-800 kalori/hari, protein hewani 1,5-2,5 g/kg berat badan,
suplementasi vitamin dan mineral, serta minum lebih dari 1,5 L
cairan per hari. Diet ini harus lah dengan pantauan dokter dan
hanya dilakukan selama 12 minggu.4
Farmakoterapi sebagai terapi untuk obesitas
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu penekan nafsu makan misalnya
sabutramin, penghambat absorpsi zat-zat gizi misalnya orlistat, dan
kelompok-kelompok lain termasuk leptin, octreotide, dan
metformin. Untuk terapi obesitas secara farmakologi di tahun 2003
U.S Food and Drug Administration menyetujui bahwa Orlistat 120
mg disertai dengan ekstra suplementasi yang larut dalam lemak.4
Untuk terapi bedah pada kasus obesitas (bedah bariatrik)
ada dua, yaitu gastric banding dan vertical-banded gastroplasty
yang memiliki untuk mengurangi retriksi makanan dan
memperlambat pengosongan lambung, prinsip kedua yaitu gastric
bypass dari lambung menuju akhir usus halus yang berfungsi
mengurangi absorbsi makanan. Akan tetapi, sampai saat ini efek
jangka panjang dari terapi bedah pada obesitas masih belum diteliti
lebih jauh lagi.4
f. Pencegahan.
Pencegahan dilakukan dengan dua macam strategi yaitu
strategi pendekatan populasi dan pendekatan pada kelompok yang
berisiko tinggi menjadi obesitas. Strategi pendekatan populasi
31

dilakukan dengan cara mempromosikan cara hidup sehat pada


smua anak dan remaja beserta orangtuanya, sedangkan pendekatan
pada kelompok yang berisiko tinggi menjadi obesitas yaitu edukasi
mengenai faktor risiko dan dampak yang terjadi apabila anak
menderita obesitas. Upaya yang dilakukan bisa berupa promosi
pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan pada anak yang
punya kerentanan menderita obesitas. Penelitian membuktikan
bahwa menunda pemberian makanan dan memperpanjang jangka
pemberian ASI dapat menurunkan kemungkinan terjadinya
obesitas.4
Untuk orangtua diberikan pengetahuan mengenai pola diet
dan aktivitas fisik seperti :4
Hargai selera makan anak, jangan memaksakan anak untuk
menghabiskan porsi makan setiap kali makan, sebaiknya
biarkan anak yang mengambil makanannya sendiri agar
sesuai dengan porsi yang diinginkan.
Menghindari makanan siap saji atau makanan manis sebisa
mungkin.
Batasi jumlah makanan berkalori tinggi terutama yang
disimpan di rumah.
Penyediaan makanan dengan komposisi lemak lebih rendah
dari 30% kalori total.
Jika ada makanan berlemak sebaiknya disediakan pula
makanan yang mengandung sejumlah serat.
Membatasi camilan.
Batasi menonton televisi dan dorong anak agar aktif
bermain dengan teman sebaya.
Mendorong anak untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler
sekolah.
32

Jadwalkan kegiatan keluarga yang menyenangkan namun


mampu membakar kalori tinggi (berlari, bersepeda, renang,
dan lain - lain).
2.1.12 Kuesioner Penelitian
Untuk menilai tingkat aktivitas responden, penelitian ini menggunakan
Baecke Questionnaire for Physical Activities. Pada Baecke Questionnaire for
Physical Activities terdapat 3 kategori utama untuk penilaian tingkat aktivitas
fisik responden, kategori tersebut yaitu : indeks waktu kerja, indeks olahraga, dan
indeks waktu luang. Pada penelitian ini, Baecke Questionnaire for Physical
Activities dilakukan sedikit modifikasi pada beberapa pertanyaannya, hal ini
ditujukan agar kuesioner ini sesuai dengan kegiatan yang dilakukan para
responden sehari-harinya. Dari 3 kategori utama tersebut, pertanyaan kembali
dilakukan perincian sehingga terdapat 13 pertanyaan dan 1 pernyataan. Untuk
kategori indeks waktu kerja terdapat 7 pertanyaan, indeks olahraga 1 pertanyaan
dan 1 penyataan, dan indeks waktu luang 4 pertanyaan.
Perilaku makan responden dinilai dengan menggunakan Child Eating
Behavior Questionnaire. Pada kuesioner tersebut terdapat 35 pertanyaan yang
dibagi menjadi 8 kategori, yaitu: food responsiveness (FR), emotional over-eating
(EOE), enjoyment of food (EF), desire to drink (DD), satiety responsiveness (SR),
slowness in eating (SE), emotional under-eating (EUE), dan food fussiness (FF).
Dari 8 kategori tersebut, dibagi kembali menjadi 2 kategori utama, yaitu food
approach dan food avoidant. Kategori food approach memiliki hubungan dengan
4 kategori pertama yang sudah disebutkan sebelumnya (FR, EOE, EF, dan DD),
sedangkan kategori food avoidant memiliki hubungan dengan SR, SE, EUE, dan
FF.
33

2.2 Kerangka Teori

Faktor Resiko

Genetik Psikososial dan


Lingkungan
Sensitivitas
Reseptor Leptin
di Otak Diet Kalori Kurangnya
aktvititas fisik
Inhibisi melanocortin

Nafsu Makan Asam Glukosa Trigliserida


Amino Tubuh adiposit

Glukosa Insulin
Darah
VLDL
Complex

Glikogenesis di hati Trigliserida


dan otak di Hati

Glikogen di hati dan


Lipogenesis
otak

Terjadi dalam
kurun waktu yang
lama

OBESITAS

2.3 Kerangka Konsep


Penyimpanan
lemak pada Keterangan :
Genetik tubuh
= dilakukan penelitian
Perubahan lemak
Obesitas
Aktivitas menjadi energi
Fisik
kurang Asupan kalori >
Pola Kalori yang
Makan dibakar
34

2.4 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Pengukuran Skala


operasional Pengukura
n
1 Tinggi Ukuran yang Meteran Siswa/siswi diukur Numerik
badan digunakan untuk dengan badan
(TB) mengukur tinggi menempel pada
seseorang dinding, tumit
merapat ke
dinding, siswa-
siswi menghadap
ke pemeriksa,
mata lurus ke
depan dan kepala
tegak, kemudian di
ukur di atas kepala
dengan
menggunakan
bidang datar.

2 Berat Ukuran yang Timbangan BB Siswa/siswi naik Numerik


badan lazim atau sering di atas timbangan
(BB) untuk mengukur selanjutnya dilihat
keadaan gizi angka pada
timbangan. Angka
tersebut
merupakan BB
siswa/siswi

3 Indeks Massa tubuh yang Hasil dari Numerik


Massa diukur dengan pengukuran TB
Tubuh membandingkan dan BB kemudian
(IMT) BB dengan TB dihitung dengan
menggunakan
rumus IMT.
Angka hasil
merupakan IMT
dari siswa/siswi
tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Disain Penelitian
Disain yang digunakan pada penelitian ini adalah disain case control.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2014.
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Madrasah Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, jl. Ibnu Taimia IV Komplek IAIN, Pisangan, Ciputat
15419, Tangerang Selatan.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi Madrasah
Ibtidaiyah Pembangunan yang berusia 7-15 tahun dan menderita obesitas.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sedangkan untuk sampel penelitian adalah para siswa-siswi
obesitas. Variabel terikat pada penilitian kali ini adalah siswa/siswi yang
obesitas, sedangkan variabel bebas adalah tingkat aktivitas fisik dan
perilaku makan dari tiap siswa/siswi tersebut.
Untuk menentukan jumlah sampel penelitian digunakan rumus
yaitu :

(+)
n= { (1+) }2 +3
0.5[ (1)]

Z = 1.96 Z = 0.84 r = 0.4


Dari hasil rumus di atas didapatkan sampel sebesar 52.

35
36

3.4 Cara Kerja Penelitian


3.4.1 Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT)
Peneliti datang ke Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta.
Meminta izin dari pihak sekolah untuk melakukan pengukuran IMT.
Pengukuran IMT dihitung berdasarkan berat badan dan tinggi badan
kemudian anak yang memiliki IMT kategori obesitas, akan diberikan
kuesioner esok harinya.
3.4.2 Pembuatan Kuesioner
Pembuatan kuisioner ini berisi tentang poin-poin apa yang
mendukung penelitian, yaitu mengenai berat badan dari anak dan orang
tua, berbagai aktivitas yang dilakukan anak dan perilaku makan (frekuensi
makan dan pola makan) setiap harinya.
3.4.3 Penyebaran Kuesioner di Madrasah Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Setelah dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan
terlebih dahulu untuk mengetahui IMT dari para siswa/siswi. Kuisioner
barulah disebar ke siswa-siswi Madrasah Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang obesitas dan berusia 7-15 tahun. Kuisioner
tersebut diberikan kepada siswa/siswi yang kemudian akan diserahkan
kepada orangtua dan diisi oleh para orangtua.
3.4.4 Penghitungan Sampel
Setelah kuesioner kembali, maka akan dimulai perhitungan sample.
Kriteria inklusi pada penelitian kali ini adalah siswa-siswi Madrasah
Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berusia 7-15 tahun yang
obesitas dan untuk kontrol adalah siswa-siswi yang non-obesitas. Kriteria
eksklusi pada penelitian ini adalah siswa-siswi yang diberikan kuesioner
tetapi tidak mengembalikan kuesioner.
3.4.5 Alur Penelitian
Penghitungan besar sample
dan membuat surat izin Menghitung BMI Membagikan kuisioner kepada
penelitian di Madrasah siswa/i Madrasah siswa/i yang obesitas menurut
Pembangunan Pembangunan BMI dan juga non-obesitas

Mengolah data
menggunakan SPSS
37

3.4.6 Pengolahan dan Analisa Data


Pengolahan dan Analisis data menggunakan SPSS 16.0.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data primer di Madrasah


Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan pada bulan Juli dan
Agustus 2014. Siswa-siswi yang akan diberikan kuesioner sebelumnya dilakukan
pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk menentukan Body Mass Index
(BMI). Setelah diberikan kuesioner, siswa-siswi tersebut diminta untuk
memberikan kuesioner tersebut kepada salah satu orangtua nya untuk diisi. Dari
200 kuesioner yang disebarkan (100 obesitas dan 100 non-obesitas), didapatkan
sebanyak 144 kuesioner (72 obesitas dan 72 non-obesitas) yang kembali.
Kemudian, dengan teknik simple random sampling dari masing-masing kelompok
diambil sebanyak 52, sehingga yang kuesioner diolah sebanyak 104 kuesioner.

4.1. Hasil Penelitian


4.1.1. Gambar Umum Lokasi Penelitian
4.1.1.1.Lokasi Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Ibnu Taimia IV Komplek IAIN, Pisangan, Ciputat 15419, Tangerang Selatan.
4.1.1.2.Jumlah Siswa
Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki 6
angkatan, 1 angkatan berjumlah 8 kelas, untuk total murid tiap angkatan yaitu
sebagai berikut:
1. Kelas 1 = 232 anak
2. Kelas 2 = 240 anak
3. Kelas 3 = 228 anak
4. Kelas 4 = 245 anak
5. Kelas 5 = 237 anak
6. Kelas 6 = 240 anak

38
39

4.1.2. Uji Validitas Kuesioner


Kuesioner yang digunakan untuk menilai perilaku makan menggunakan
Child Eating Behavior Questionnaire (CEBQ) dan untuk menilai tingkat aktivitas
fisik digunakan Baecke Questionnaire for Physical Activities. Kuesioner untuk
menilai perilaku makan terdapat 35 pertanyaan yang terbagi menjadi 8 kategori,
yaitu: EF (5), EOE (4), EF (4), DD (3), SR (5), SE (4), EUE (4), dan FF (6)
sedangkan kuesioner untuk menilai tingkat aktvitas fisik terdapat 13 pertanyaan
dan 1 pernyataan yang terbagi menjadi 3 kategori, yaitu: Indeks Waktu Kerja (7),
Indeks Olahraga (1+1 pernyataan), dan Indeks Waktu Luang (4). Pada Kuesioner
dijawab dengan pilihan Tidak Pernah, Jarang, Kadang-Kadang,Seringdan
Sangat Sering. Masing-masing pertanyaan akan diberikan skor sebagai berikut:
skor 1 untuk jawaban Tidak Pernah, skor 2 untuk jawaban Jarang, skor 3 untuk
jawaban Kadang-Kadang, skor 4 untuk jawaban Sering, dan skor 5 untuk
jawaban Sangat Sering. Jumlah skor dari tiap kategori akan dibagi dengan
banyaknya soal untuk tiap kategori yang dihitung, sehingga akan didapatkan nilai
terendah yaitu 1 dan nilai tertinggi 5 untuk setiap kategori yang ada pada tiap
kuesioner. Kuesioner didapatkan dari penelitian sebelumnya, kemudia sudah di
alih bahasa menjadi Bahasa Indonesia, dan telah dilakukan uji validitas dan uji
reliabilitas dengan Croanbach Alfa dan didapatkan hasil Croanbach Alfa=0,605
untuk Child Eating Behavior Questionnaire dan Croanbach Alfa=0,687 untuk
Baecke Questionnaire for Physical Activities. Suatu instrumen dikatakan memiliki
tingkat reliabilitas tinggi jika nilai koefisien Cronbach Alfa > 0,60.
Dengan demikian kuesioner tersebut dapat digunakan sebagai alat
pengumpul data karena kuesioner tersebut sudah memenuhi syarat kelayakan
suatu instrumen.

4.1.3. Data Hasil Penelitian


Penelitian dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada bulan Juli-Agustus 2014. Didapatkan responden
sebanyak 104 anak, yang terdiri dari 52 anak yang dari hasil pengukuran
40

mengalami obesitas dan 52 anak yang dari hasil pengukuran tidak mengalami
obesitas.
Tabel 4.1.4.1 Karakteristik Responden Penelitian (Non-Obesitas)

No. Kategori Responden


1. Usia
7 tahun 7 13,5%
8 tahun 13 25%
9 tahun 12 23,1%
10 tahun 9 17,3%
11 tahun 7 13,5%
12 tahun 4 7,7%
Jumlah 52
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 46 88,5%
Perempuan 6 11,5%
Jumlah 52
3. Indeks Olahraga
Rendah 11 21,2%
Sesuai 21 40,4%
Tinggi 20 38,5%
Jumlah 52

Tabel 4.1.4.2 Karakteristik Responden Penelitian (Obesitas)

No. Kategori Responden


1. Usia
7 tahun 19 36,5%
8 tahun 10 19,2%
9 tahun 7 13,5%
10 tahun 7 13,5%
11 tahun 5 9,6%
12 tahun 4 7,7%
Jumlah 52
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 40 76,9%
Perempuan 12 23,1%
Jumlah 52
3. Indeks Olahraga
Rendah 19 36,5%
Sesuai 19 36,5%
Tinggi 14 26,9%
Jumlah 52

Frekuensi responden pada penilitian ini didapatkan untuk kelompok usia


tertinggi, pada obesitas terdapat pada usia 7 tahun (36,5%) dan pada kelompok
non-obesitas tertinggi pada usia 8 tahun (25%). Sedangkan, untuk jenis kelamin
41

tertinggi untuk kedua kelompok tersebut yaitu laki-laki sebesar 46 responden


(88,5%) non-obesitas dan 40 responden (76,9%) obesitas. Sedangkan untuk
indeks olahraga yang akan digunakan untuk menilai tingkat aktivitas fisik,
didapatkan kategori tertinggi pada kelompok non-obesitas terdapat pada kategori
sedang yaitu sebanyak 21 responden (40,4%) dan pada kelompok obesitas
kategori tertinggi ada pada kategori sedang dan rendah yaitu sebanyak 19
responden (36,5%).

Tabel 4.1.4.3 Karakteristik Nilai Food Responsiveness

Rata-rata Food
No. Responden
Responsiveness
1. 2 2 1.9%
2. 2.2 12 11.5%
3. 2.4 9 8.7%
4. 2.6 14 13.5%
5. 2.8 4 3.8%
6. 3 18 17.3%
7. 3.2 21 20.2%
8. 3.4 13 12.5%
9. 3.6 10 9.6%
10. 3.8 1 1.0%
Jumlah 104

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori food


responsiveness ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata
yaitu 3.8 dengan satu responden (1%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 2
dengan dua responden (1.9%). Rata-rata nilai kategori food responsiveness yang
memiliki responden paling tinggi yaitu 3.2 dengan 21 responden (20.2%).
42

Tabel 4.1.4.4 Hubungan Food Responsiveness dengan Kejadian Obesitas

Obesitas
Food Responsiveness r 0,641
p 0,000
n 104

Pada tabel hubungan antara Food Responsiveness dengan kejadian


obesitas didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara
keduanya. Nilai r= 0,641 yang artinya antara kedua variabel memiliki hubungan
yang kuat.

Tabel 4.1.4.5 Karakteristik Nilai Enjoyment of Food

Rata-rata Enjoyment
No. Responden
of Food
1. 1.75 3 2.9%
2. 2 2 1.9%
3. 2.25 9 8.7%
4. 2.5 15 14.4%
5. 2.75 13 12.5%
6. 3 10 9.6%
7. 3.25 18 17.3%
8. 3.5 15 14.4%
9. 3.75 7 6.7%
10. 4 9 8.7%
11. 4.5 2 1.9%
12. 5 1 1.0%
Jumlah 104

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori enjoyment of food


ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 5 dengan
satu responden (1%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.75 dengan tiga
responden (2.9%). Rata-rata nilai kategori enjoyment of food yang memiliki
responden paling tinggi yaitu 3.25 dengan 18 responden (17.3%).
43

Tabel 4.1.4.6 Hubungan Enjoyment of Food dengan Kejadian Obesitas

Obesitas
Enjoyment of Food r 0,685
p 0,000
n 104

Pada tabel hubugan antara Enjoyment of Food dengan kejadian obesitas


didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara keduanya.
Didapatkan nilai r= 0,685 yang artinya antara kedua variabel memiliki hubungan
yang kuat.

Tabel 4.1.4.7 Karakteristik Nilai Desire to Drink


Rata-rata Desire to
No. Responden
Drink
1. 1.33 3 2.9%
2. 1.67 2 1.9%
3. 2 4 3.8%
4. 2.33 4 3.8%
5. 2.67 16 15.4%
6. 3 20 19.2%
7. 3.33 21 20.2%
8. 3.67 22 21.2%
9. 4 8 7.7%
10. 4.17 1 1.0%
11. 4.33 1 1.0%
12. 4.67 2 1.9%
Jumlah 104

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori desire to drink ini
didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 4.67 dengan
dua responden (1.9%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.33 dengan tiga
responden (2.9%). Rata-rata nilai kategori desire to drink yang memiliki
responden paling tinggi yaitu 3.67 dengan 22 responden (21.2%).
44

Tabel 4.1.4.8 Hubungan Desire to Drink dengan Kejadian Obesitas


Obesitas
Desire to Drink r - 0,014
p 0,888
n 104

Pada tabel hubungan antara Desire to Drink dengan Kejadian obesitas


didapatkan nilai p > 0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan antara keduanya.
Dan memiliki hubungan yang lemah. Didapatkan nilai r= -0,014 artinya
hubungannya sangat lemah.

Tabel 4.1.4.9 Karakteristik Nilai Satiety Responsiveness

Rata-rata Satiety
No. Responden
Responsiveness
1. 1.8 2 1.9%
2. 2 4 3.8%
3. 2.2 8 7.7%
4. 2.4 12 11.5%
5. 2.6 17 16.3%
6. 2.8 11 10.6%
7. 3 16 15.4%
8. 3.2 13 12.5%
9. 3.4 15 14.4%
10. 3.5 1 1.0%
11. 3.6 4 3.8%
12. 4 1 1.0%
Jumlah 104

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori satiety


responsiveness ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata
yaitu 4 dengan dua responden (1%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.8
dengan dua responden (1.9%). Rata-rata nilai kategori satiety responsiveness yang
memiliki responden paling tinggi yaitu 2.6 dengan 17 responden (16.3%).
45

Tabel 4.1.4.10 Hubungan Satiety Responsiveness dengan Kejadian Obesitas

Obesitas
Satiety Responsiveness r - 0,651
p 0,000
n 104

Pada tabel hubungan antara Satiety Responsiveness dengan Kejadian


Obesitas didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara
keduanya, didapatkan juga nilai r= -0,651 yang berarti terdapat hubungan terbalik
yang nilai kekuatannya kuat. Hubungan terbalik adalah, semakin besar hasil nilai
kuesioner pada kategori Satiety Responsiveness akan menurunkan kejadian
obesitas pada responden, sedangkan apabila nilai kuesioner kategori Satiety
Responsiveness kecil, maka akan meningkatkan kejadian obesitas pada responden.

Tabel 4.1.4.11 Karakteristik Nilai Food Fussiness


Rata-rata Food
No. Responden
Fussiness
1. 1.33 1 1.0%
2. 1.67 1 1.0%
3. 2 5 4.8%
4. 2.17 2 1.9%
5. 2.33 6 5.8%
6. 2.5 12 11.5%
7. 2.67 22 21.2%
8. 2.83 10 9.6%
9. 3 20 19.2%
10. 3.17 6 5.8%
11. 3.33 14 13.5%
12. 3.5 5 4.8%
Jumlah 104

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori food fussiness ini
didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 3.5 dengan
lima responden (4.8%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.33 dengan satu
46

responden (1%). Rata-rata nilai kategori food fussiness yang memiliki responden
paling tinggi yaitu 2.67 dengan 22 responden (21.2%).

Tabel 4.1.4.12 Hubungan Food Fussiness dengan Kejadian Obesitas

Obesitas
Food Fussiness r - 0,585
p 0,000
n 104

Pada tabel hubungan Food Fussiness dengan kejadian obesitas didapatkan


nilai p < 0,05 yang artinya terdapat hubungan antara keduanya. Didapatkan juga
nilai r= -0,585 yang berarti terdapat hubungan terbalik yang nilai kekuatannya
sedang. Hubungan terbalik adalah, apabila nilai kueisoner pada kategori Food
Fussiness besar maka akan menurunkan kejadian obesitas, sedangkan jika nilai
kuesioner kategori Food Fussiness rendah maka akan meningkatkan kejadian
obesitas.

Tabel 4.1.4.13 Karakteristik Nilai Slowness in Eating

Rata-rata Slowness in
No. Responden
Eating
1. 1.33 3 2.9%
2. 1.67 2 1.9%
3. 2 4 3.8%
4. 2.33 4 3.8%
5. 2.67 16 15.4%
6. 3 20 19.2%
7. 3.33 21 20.2%
8. 3.67 22 21.2%
9. 4 8 7.7%
10. 4.17 1 1.0%
11. 4.33 1 1.0%
12. 4.67 2 1.9%
Jumlah 104

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori slowness in eating


ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 4.67
47

dengan dua responden (1.9%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.33
dengan tiga responden (2.9%). Rata-rata nilai kategori slowness in eating yang
memiliki responden paling tinggi yaitu 3.67 dengan 22 responden (21.2%).

Tabel 4.1.4.14 Hubungan Slowness in Eating dengan Kejadian Obesitas

Obesitas
Slowness in Eating r - 0,321
p 0,001
n 104

Pada tabel hubungan Slowness in Eating dengan kejadian obesitas


didapatkan nilai p < 0,05 yang artinya terdapat hubungan antara keduanya,
didapatkan juga nilai r= -0,321 yang berarti terdapat hubungan terbalik yang nilai
kekuatannya lemah. Hubungan terbalik adalah semakin besar hasil kuesioner pada
kategori Slowness in Eating akan menurunkan kejadian obesitas pada responden,
sedangkan apabila nilai kategori ini kecil maka akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya obesitas.
48

Tabel 4.1.4.15 Karakteristik Nilai Emotional Over-Eating

Rata-rata Emotional
No. Responden
Over-Eating
1. 1 1 1.0%
2. 1.5 4 3.8%
3. 1.75 1 1.0%
4. 2 4 3.8%
5. 2.25 30 28.8%
6. 2.5 22 21.2%
7. 2.75 15 14.4%
8. 3 16 15.4%
9. 3.25 4 3.8%
10. 3.5 4 3.8%
11. 3.75 3 2.9%
Jumlah 104

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori emotional over-


eating ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 3.75
dengan tiga responden (2.9%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1 dengan
satu responden (1%). Rata-rata nilai kategori emotional under-eating yang
memiliki responden paling tinggi yaitu 2.25 dengan 30 responden (28.8%).

Tabel 4.1.4.16 Hubungan Emotional Over-Eating dengan Kejadian Obesitas


Obesitas
Emotional Over-Eating r 0,502
p 0,000
n 104

Pada tabel hubungan antara Emotional Over-Eating dengan kejadian


obesitas didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara
keduanya, didapatkan juga r= 0,502 yang artinya antara kedua variabel memiliki
hubungan yang sedang.
49

Tabel 4.1.4.17 Karakteristik Nilai Emotional Under-Eating

Rata-rata Emotional
No. Responden
Under Eating
1. 1.5 4 3.8%
2. 1.75 1 1.0%
3. 2 1 1.0%
4. 2.25 16 15.4%
5. 2.5 26 25.0%
6. 2.75 9 8.7%
7. 3 15 14.4%
8. 3.25 20 19.2%
9. 3.5 8 7.7%
10. 3.75 1 1.0%
11. 4 2 1.9%
12. 4.75 1 1.0%
Jumlah 104
Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori emotional under-
eating ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 4.75
dengan satu responden (1%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.5 dengan
empat responden (3.8%). Rata-rata nilai kategori emotional under-eating yang
memiliki responden paling tinggi yaitu 2.5 dengan 26 responden (25%).

Tabel 4.1.4.18 Hubungan Emotional Under-Eating dengan Kejadian Obesitas

Obesitas
Emotional Under-Eating r - 0,213
p 0,030
n 104

Pada tabel hubungan Emotional Under-Eating dengan kejadian obesitas


didapatkan nilai p < 0,005 yang artinya terdapat hubungan antara keduanya,
didapatkan juga nilai r= -0,213 yang berarti terdapat hubungan terbalik yang nilai
kekuatannya lemah. Hubungan terbalik adalah semakin besar hasil kuesioner pada
kategori Emotional Under-Eating akan menurunkan kejadian obesitas pada
responden, sedangkan apabila nilai kategori ini kecil maka akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya obesitas.
50

Tabel 4.1.4.19 Karakteristik Nilai Indeks Waktu Kerja


Rata-rata Indeks
No. Responden
Waktu Kerja
1. 1.88 3 2.9%
2. 2 2 1.9%
3. 2.13 6 5.8%
4. 2.25 7 6.7%
5. 2.38 8 7.7%
6. 2.5 19 18.3%
7. 2.62 3 2.9%
8. 2.63 15 14.4%
9. 2.75 15 14.4%
10. 2.88 11 10.6%
11. 3 8 7.7%
12. 3.13 7 6.7%
Jumlah 104

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori indeks waktu kerja
ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 3.13
dengan tujuh responden (6.7%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.88
dengan tiga responden (2.9%). Rata-rata nilai kategori indeks waktu kerja yang
memiliki responden paling tinggi yaitu 2.5 dengan 19 responden (18.3%).

Tabel 4.1.4.20 Hubungan Indeks Waktu Kerja dengan Kejadian Obesitas

Obesitas
Indeks Waktu Kerja r 0,058
p 0,556
n 104

Pada tabel hubungan Indeks Waktu Kerja dengan Kejadian Obesitas


didapatkan nilai p > 0,05 yang artinya tidak terdapat hubungan antara keduanya.
Didapatkan nilai r= 0,058 yang artinya hubungan keduanya sangat lemah.
51

Tabel 4.1.4.21 Karakteristik Nilai Indeks Waktu Luang

Rata-rata Indeks
No. Responden
Waktu Luang
1. 1.5 3 2.9%
2. 2 11 10.6%
3. 2.25 5 4.8%
4. 2.5 8 7.7%
5. 2.75 6 5.8%
6. 3 38 36.5%
7. 3.25 7 6.7%
8. 3.5 10 9.6%
9. 3.75 1 1.0%
10. 4 12 11.5%
11. 5 3 2.9%
Jumlah 104

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori indeks waktu


luang ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 5
dengan tiga responden (2.9%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.5 dengan
tiga responden (2.9%). Rata-rata nilai kategori indeks waktu luang yang memiliki
responden paling tinggi yaitu 3 dengan 38 responden (36.5%).

Tabel 4.1.4.22 Hubungan Indeks Waktu Luang dengan Kejadian Obesitas

Obesitas
Indeks Waktu Luang r -0,125
p 0,207
n 104

Pada tabel hubungan Indeks Waktu Luang dengan kejadian obesitas


didapatkan nilai p > 0,05 yang artinya tidak terdapat hubungan antara keduanya.
Nilai r= -0,125 terdapat hubungan terbalik yang kekuatannya sangat lemah.
Hubungan terbalik adalah, jika nilai indeks waktu luang semakin besar maka
menurunkan kemungkinan kejadian obesitas, jika nilai indeks waktu luangnnya
semakin kecil maka akan meningkatkan kemungkinan terjadinya obesitas.
52

Tabel 4.1.4.23 Hubungan Indeks Olahraga dengan Kejadian Obesitas


Obesitas
Indeks Olahraga r -0,171
p 0,083
n 104

Pada tabel hubungan Indeks Olahraga dengan kejadian obesitas didapatkan


nilai p = 0,05 yang artinya tidak terdapat hubungan antara keduanya. Didapatkan
juga nilai r= -0,171 yang artinya terdapat hubungan terbalik yang kekuatannya
sangat lemah. Hubugan terbalik adalah, ketika nilai indeks olahraganya besar
maka akan menurunkan kejadian obesitas, jika nilai indeks olahraganya kecil
maka akan meningkatkan kejadian obesitas.
4.1.4. Pembahasan
Dari 11 kategori yang terbagi dalam 2 jenis kuesioner, didapatkan bahwa
kejadian obesitas memiliki hubungan dengan 7 kategori berikut, yaitu: Food
Responsiveness (FR), Emotional Over-Eating (EOE), Food Enjoyment (FE),
Satiety Responsiveness (SR), Slowness in Eating (SE), Emotional Under-Eating
(EUE) dan Food Fussiness (FF) untuk kuesioner yang menggunakan Child
Eating Behavior Questionnaire.
Pada kuesioner untuk menilai perilaku makan anak yaitu Child Eating
Behavior Questionnaire terdapat 2 kategori utama yaitu food approach dan food
avoidant. Dari hasil analisis menggunakan SPSS, didapatkan pada kategori food
approach terdapat 3 kategori yaitu FR, EOE, dan EF yang memiliki hubungan
dengan kejadian obesitas sedangkan pada kategori food avoidant terdapat 4
kategori yang memiliki hubungan terbalik dengan kejadian obesitas.
Yang dimaksud dengan kategori food approach dan enjoyment of food
adalah bagaimana perilaku anak sehari-harinya menyikapi makanan yang ada
disekitarnya serta untuk melihat apakah terdapat disfungsi pada nafsu makannya,
seperti keinginan untuk terus makan jika diberi kesempatan. Pada penelitian ini
didapatkan p < 0,05 pada 2 kategori tersebut dan nilai kekuatannya r= 0,641 dan
r= 0,685 yang berarti memiliki hubungan dengan kejadian obesitas dan efek dua
53

kategori tersebut tergolong kuat. Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya,


untuk kategori food approach dan enjoyment of food didapatkan pula nilai p >
0,05 serta nilai r= 0.219 dan r= 0.155 yang berarti memiliki hubungan dengan
kejadian obesitas akan tetapi efek dua kategori tersebut tergolong menengah
kekuatannya.15
Kategori food avoidant yaitu satiety responsiveness dan food fussiness,
yang bermakna untuk menunjukkan respon kenikmatan anak terhadap suatu
makanan, jika anak cenderung tidak suka makanan tersebut konsekuensinya yaitu
anak bisa jadi menolaknya dan tidak menikmati makanan tersebut sehingga
respon kenyang lebih cepat. Pada penilitian ini didapatkan bahwa terdapat
hubungan yang berkebalikan pada kedua kategori ini terhadap kejadian obesitas
dengan nilai kekuatan yang kuat dan sedang (p = <0,05, r= -0,651 dan r= -0,585).
Penelitian yang dilakukan sebelumnya menyebutkan, kedua kategori ini memiliki
hubungan yang berkebalikan terhadap kejadian obesitas (p >0,05, r= -0,236, dan
r= -0,079) akan tetapi nilai kekuatan hubungannya berbeda, satiety responsiveness
memiliki nilai kekuatan sedang dan food fussiness memiliki nilai kekuatan yang
rendah.15
Pada kategori food avoidant yang lainnya slowness in eating yang
digunakan untuk menilai seberapa cepat anak menghabiskan makanannya dalam
satu kali makan menunjukkan adanya suatu hubungan dengan kejadian obesitas.
Hasil pada penelitian ini didapatkan nilai p < 0,05 dan nilai r= -0,321 yang artinya
memiliki hubungan berkebalikan dengan nilai kekuatan rendah. Penelitian
sebelumnya tidak menilai hubungan antara variabel slowness in eating dengan
kejadian obesitas.15
Pada kategori berikutnya yaitu emotional over-eating dan emotional
under-eating, menunjukan respon anak untuk makan ketika dia sedang
menghadapi stress. Pada penelitian ini didapatkan terdapat hubungan antara
emotional over-eating dengan kejadian obesitas (p < 0,05) dan memiliki tingkat
kekuatan yang sedang (r= 0,502), pada kategori emotional under-eating
didapatkan juga adanya hubungan yang berkebalikan dengan kejadian obesitas (p
54

<0,05) dan memiliki nilai kekuatan rendah (r= -0,213). Penelitian sebelumnya,
menyebutkan bahwa emotional under-eating yang memiliki hubungan yang
berkebalikan dengan kejadian obesitas (p <0,05 dan r= -0,102), sedangkan pada
kategori emotional over-eating tidak ditemukan adanya hubungan dengan
kejadian obesitas (p >0,05), karena subjek penelitian anak usia 4 tahun.15
Hubungan antara indeks kerja dengan kejadian obesitas didapatkan p
>0,05 yang artinya tidak ada hubugan antara indeks kerja dengan kejadian dan
memiliki kekuatan hubungan yang rendah (r= 0,058). Hubungan antara indeks
olahraga dengan kejadian obesitas tidak didapatkan hubungan berkebalikan antara
keduanya, dengan nilai p >0,05 dan kekuatan hubungan yang lemah (r= -0,171).
Kriteria indeks waktu luang dihubungkan dengan kejadian obesitas pada
penelitian ini juga didapatkan tidak ada hubungan berkebalikan antara keduanya,
dengan nilai p >0,05 dan kekuatan hubungan yang lemah (r= -0,125). Penelitian
dengan menggunakan kuesioner yang sama Deforche B tahun 2003 didapatkan
hasil bahwa tidak ada hubungan antara ketiga kategori yang terdapat pada
kuesioner yang digunakan dengan kejadian obesitas.21
Obesitas bisa terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara kalori yang
masuk dengan kalori yang dikeluarkan. Sesuai dengan persamaan Masukan
energi = pengeluaran energi Energi makanan terkonsumsi = kerja eksternal +
panas internal energi yang disimpan serta dihubungkan dengan hasil
penelitian ini, didapatkan bahwa konsumsi makanan berlebihan yang menjadi
faktor utama sehingga kalori yang disimpan banyak dan akhirnya terjadi
penumpukkan lemak. Penumpukkan lemak yang terjadi dalam waktu yang lama
inilah yang mengakibatkan munculnya obesitas.1
55

4.2. Keterbatasan Penelitian


4.2.1. Penelitian ini hanya dilakukan di satu sekolah saja yaitu Madrasah Ibtidaiyah
Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah sehingga penyebaran datanya kurang
merata.
4.2.2. Pada saat pengisian kuesioner harusnya dilakukan dengan metode wawancara. Hal
tersebut dilakukan agar tidak adanya manipulasi jawaban.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
5.1.1. Berdasarkan hasil penilitian ini, didapatkan bahwa faktor yang paling kuat
hubungannya dengan obesitas adalah perilaku makan, sedangkan tingkat aktivitas
fisik tidak ditemukan ada hubungan.
5.1.2. Dari 11 variabel yang dihubungkan dengan obesitas, didapatkan terdapat 7
variabel yang memiliki hubungan kuat (p <0,05) yaitu Food Responsiveness (FR),
Emotional Over-Eating (EOE), Food Enjoyment (FE), Satiety Responsiveness
(SR), Slowness in Eating (SE), Emotinal Under-Eating (EUE), dan Food
Fussiness (FF).
5.1.3. Sedangkan untuk nilai kekuatan hubungannya, didapatkan 2 kategori yang
memiliki nilai kekuatan lemah yaitu SE (r= -0,321) dan EUE (r= -0,231), 2 yang
memiliki nilai kekuatan sedang yaitu EOE (r= 0,502) dan FF (r= -0,585), dan 2
kategori lainnya memiliki nilai kekuatan hubungan kuat yaitu FR (r= 0,641), EF
(0,685), dan SR (-0,651).
5.1.4. Pada ketiga kategori yang terdapat pada tingkat aktivitas fisik (indeks kerja,
indeks waktu luang, dan indeks olahraga) tidak ditemukan adanya hubungan
dengan kejadian obesitas.

5.2. Saran
1. Bagi peneliti berikutnya
a. Melakukan penelitian selanjutnya tidak hanya pada satu tempat saja
untuk mendapatkan gambaran responden yang lebih merata.
b. Melakukan teknik untuk menjawab kuesioner dengan metode
wawancara dan juga penggunaan kuesioner untuk menilai perilaku
makan dan tingkat aktivitas fisik diperbaiki.
c. Untuk kuesioner perilaku makan bisa ditambahkan menggunakan food
recall yang dilakukan selama beberapa hari dalam seminggu.

56
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, edisi 6. Jakarta:
EGC. 2010. 17: h. 701-708

2. Kasper, Dennis L, et al. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th


edition. New York: McGraw-Hill Company. 2005. 64: h. 422-426

3. Badan Pengembangan dan Penelitian Kesehatan Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia. 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Diunduh
dari
www.litbang.depkes.go.id%2Fsites%2Fdownload%2Frkd2013%2FLapora
n_Riskesdas2013.PDF. Pada tanggal 28 Juni 2014. Pukul 7.59 PM

4. Sjarif DR. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI. 2011. 13: h. 230-241

5. Dewi SRA. Faktor Resiko Obesitas pada Anak 5 -15 Tahun di Indonesia.
Depok, Indonesia. 2011. Makara Kesehatan Vol. 15: h. 37-43

6. Kruger Judy, et al. Behavioral Risk Factor Associated With Overweight


and Obesity Among Older Adults: the 2005 National Health Interview
Surgery. 2009. Vol. 6: h. 1-17

7. Paramitha AI. Hubungan Pola Makan Anak, Aktivitas Fisik Anak, dan
Status Ekonomi Orang Tua Dengan Obesitas Anak Di Sekolah Dasar
Kecamatan Pontianak Selatan. 2013. h. 1-15

8. Nowicka, P. Physical Activity-Key Issues in Treatment of Childhood


Obesity. 2006. h. 39-45

9. Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, edisi 5.
Jakarta: Interna Publishing. 2009. 310: h. 1973-1982

10. American Academy of Pediatrics. Active Healthy Living: Prevention of


Childhood Obesity Through Increased Physical Activity. Pediatrics. 2006.
h. 1834-1842

11. E. T. Rolls. Understanding The Mechanism of Food Intake And Obesity.


UK. University of Oxford. 2006. h. 67-72

12. Goran MI, et al. Role of Physical Activity In The Prevention of Obesity In
Children. International Journal of Obesity (23). 1999. h. S18-S33

57
58

13. Must, A and Tybor, Dj. Physical Activity and Sedentary Behavior : A
Review Of Longitudinal Studies Of Weight And Adiposty In Youth.
International Journal of Obesity (29). 2005. h. S84-S96

14. Swinburn, BA, et al. Diet, Nutrition, and The Prevention of Excess Weight
Gain and Obesity. Public Health Nutrition (7). 2004. h. 123-146

15. Jansen PW, et al. Childrens Eating Behavior, Feeding Practics of Parents
and Weight Problems in Early Childhood: Results from The Population-
Based Generation R Study. International Journal of Behavioral Nutrition
and Physical Activitiy. 2012. h. 1-11

16. Santos, Jose L, et al. Association Between Eating Behavior Scores and
Obesity in Chilean Children. Nutrition Journal (10). 2011. h. 1-8

17. Torotora, J Gerard. Principles of Anatomy and Physiology. 12th edition.


USA: John Wiley and Sons. Inc. 2009. 24: h. 990-993

18. Behrman, Richard E, et al. Nelson Essentials of Pediatrics. Philadelphia:


El Sevier Inc. 2007. 29: h. 140-142

19. Barlow, S.E. Expert Committee Recommendations Regarding The


Prevention, Assessment, and Treatment of Child and Adolescent
Overweight and Obesity: Summary Report. 2007. h. 230-245

20. American Academy of Pediatrics. Effects of Fast-Food Consumption on


Energy Intake and Diet Quality Among Children in a National Household
Survey. 2004. h. 112-128

21. Deforche B. Physical Fitness and Physical Activity in Obese and


Nonobese Flemish Youth. 2003. h. 434-441

22. Dahlan, Muhammad Sopiyudin. Statistik untuk Kedokteran dan


Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat, Dilengkapi Aplikasi
dengan Menggunakan SPSS. Jakarta: Salemba Medika. 2009
59

Lampiran 1
DATA UJI STATISTIK

Analisis Univariat
1. Jenis Kelamin Responden

JenisKelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid L 38 73.1 73.1 73.1

P 14 26.9 26.9 100.0

Total 52 100.0 100.0

2. Usia Responden

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 7 10 19.2 19.2 19.2

8 20 38.5 38.5 57.7

9 12 23.1 23.1 80.8

10 6 11.5 11.5 92.3

11 2 3.8 3.8 96.2

12 2 3.8 3.8 100.0

Total 52 100.0 100.0

3. Tingkat Indeks Olahraga

IndeksOR_Baru

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Rendah 24 46.2 46.2 46.2

Sesuai 15 28.8 28.8 75.0


60

Tinggi 13 25.0 25.0 100.0

Total 52 100.0 100.0

Analisis Bivariat
4. Hubungan Food Responsiveness dengan Kejadian Obesitas

Correlations

BMI_New Rerata_FR

Spearman's rho BMI_New Correlation Coefficient 1.000 .684**

Sig. (2-tailed) . .000

N 52 52

Rerata_FR Correlation Coefficient .684** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 52 52

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


5. Hubungan Emotional Over-Eating dengan Kejadian Obesitas

Correlations

BMI_New Rerata_EOE

Spearman's rho BMI_New Correlation Coefficient 1.000 .490**

Sig. (2-tailed) . .000

N 52 52

Rerata_EOE Correlation Coefficient .490** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 52 52

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

6. Hubungan Enjoyment of Food dengan Kejadian Obesitas

Correlations

BMI_New Rerata_EF

Spearman's rho BMI_New Correlation Coefficient 1.000 .749**

Sig. (2-tailed) . .000


61

N 52 52

Rerata_EF Correlation Coefficient .749** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 52 52

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

7. Hubungan Desire to Drink dengan Kejadian Obesitas

Correlations

BMI_New Rerata_DD

Spearman's rho BMI_New Correlation Coefficient 1.000 .078

Sig. (2-tailed) . .583

N 52 52

Rerata_DD Correlation Coefficient .078 1.000

Sig. (2-tailed) .583 .

N 52 52

8. Hubungan Satiety Responsiveness dengan Kejadian Obesitas

Correlations

BMI_New Rerata_SR

Spearman's rho BMI_New Correlation Coefficient 1.000 -.577**

Sig. (2-tailed) . .000

N 52 52

Rerata_SR Correlation Coefficient -.577** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 52 52

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

9. Hubungan Slowness in Eating dengan Kejadian Obesitas

Correlations

BMI_New Rerata_SE
62

Spearman's rho BMI_New Correlation Coefficient 1.000 -.250

Sig. (2-tailed) . .073

N 52 52

Rerata_SE Correlation Coefficient -.250 1.000

Sig. (2-tailed) .073 .

N 52 52

10. Hubungan Emotional Under-Eating dengan Kejadian Obesitas

Correlations

BMI_New Rerata_EUE

Spearman's rho BMI_New Correlation Coefficient 1.000 -.206

Sig. (2-tailed) . .143

N 52 52

Rerata_EUE Correlation Coefficient -.206 1.000

Sig. (2-tailed) .143 .

N 52 52

11. Hubungan Food Fussiness dengan Kejadian Obesitas

Correlations

BMI_New Rerata_FF

Spearman's rho BMI_New Correlation Coefficient 1.000 -.587**

Sig. (2-tailed) . .000

N 52 52

Rerata_FF Correlation Coefficient -.587** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 52 52

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


63

12. Hubungan Indeks Waktu Kerja dengan Kejadian Obesitas

Correlations

BMI_New Rerata_IWK

Spearman's rho BMI_New Correlation Coefficient 1.000 .091

Sig. (2-tailed) . .523

N 52 52

Rerata_IWK Correlation Coefficient .091 1.000

Sig. (2-tailed) .523 .

N 52 52

13. Hubungan Indeks Olahraga

IndeksOR_Baru

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 24 46.2 46.2 46.2

2 15 28.8 28.8 75.0

3 13 25.0 25.0 100.0

Total 52 100.0 100.0

14. Hubungan Indeks Waktu Luang dengan Kejadian Obesitas

Correlations

BMI_New Rerata_IWL

Spearman's rho BMI_New Correlation Coefficient 1.000 -.101

Sig. (2-tailed) . .477

N 52 52

Rerata_IWL Correlation Coefficient -.101 1.000

Sig. (2-tailed) .477 .

N 52 52
64

Validasi Kuesioner
15. Validasi Child Eating Behavior Questionnaire

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.605 35

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

FR1 94.21 52.064 .197 .596

FR2 94.37 50.579 .334 .584

FR3 94.47 54.819 -.081 .619

FR4 94.16 51.474 .303 .589

FR5 94.68 53.895 -.006 .614

EOE1 95.26 50.316 .244 .589

EOE2 94.58 46.480 .553 .553

EOE3 95.47 48.596 .463 .568

EOE4 94.74 46.760 .616 .551

EF4 93.89 54.877 -.085 .615

EF1 93.79 53.287 .116 .602

EF2 94.05 53.386 .111 .602

EF3 94.37 57.912 -.338 .642

DD1 94.47 49.596 .237 .589

DD2 94.47 48.819 .365 .575

DD3 94.21 47.175 .529 .558

SR1 95.32 54.339 -.030 .613

SR2 95.32 54.117 -.007 .611

SR3 95.00 52.667 .133 .601

SR4 94.84 54.918 -.089 .617

SR5 94.63 56.579 -.221 .635


65

SE1 95.00 58.778 -.586 .641

SE2 94.53 52.930 .083 .605

SE3 94.95 50.164 .252 .588

SE4 95.21 54.620 -.075 .624

EUE1 95.21 47.731 .481 .563

EUE2 94.95 54.719 -.070 .617

EUE3 95.16 50.474 .206 .593

EUE4 95.32 50.228 .255 .588

FF1 95.00 54.556 -.077 .628

FF2 95.16 49.029 .598 .567

FF3 95.21 49.509 .366 .578

FF4 95.42 47.702 .586 .558

FF5 94.95 51.164 .251 .590

FF6 95.32 56.006 -.180 .629

16. Validasi Baecke Questionnaire for Physical Activities

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.687 3

Item-Total Statistics

Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted

IWK5 6.32 2.895 .607 .525

IWK6 7.21 2.287 .533 .552

IWK7 6.68 2.339 .425 .720


66

Lampiran 2
KUESIONER PENELITIAN

1. Pernyataan Bersedia Mengisi Kuesioner Penelitian

Assalalamualaikum Wr. Wb

Perkenalkan nama saya Ahmad Riza Faisal Herze, mahasiswa tingkat 3 Program
Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Saat ini, saya sedang melakukan penelitian yang berjudul
Hubungan Tingkat Aktivitas dan Perilaku Makan dengan Kejadian Obesitas pada
Siswa/Siswi Madrasah Pembangunan. Pada kuisioner ini terdapat beberapa pertanyaan
dan pernyataan yang harus diisi dan kesemuanya itu berhubungan dengan penilitian yang
saya kerjakan. Maka dari itu, untuk mengetahui kesediaan Bapak/Ibu dalam mengisi
kuisioner ini, maka bagian nama dan tanda tangan diharapkan untuk diisi.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama :

Usia :

Orang Tua Dari :

Bersedia membantu penelitian ini dengan cara mengisi setiap pertanyaan yang ada di
kuisioner ini dengan sebaik-baik nya.

Tanda Tangan,

Nama
67

KUESIONER TINGKAT AKTIVITAS FISIK ANAK


Tulis nomer sesuai kebiasaan aktivitas anak Anda dikolom yang sudah disediakan

I. Indeks Kerja
1. Jenis Pekerjaan? Pelajar [ ]
2. Selama disekolah/kelas apakah Anak anda sering duduk? [ ]

1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Kadang-kadang 4. Sering 5. Sangat sering


3. Selama disekolah/kelas apakah anak Anda sering bermain/berlarian dalam kelas [ ]

1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Kadang-kadang 4. Sering 5. Sangat sering


4. Apakah anak Anda ke sekolah dengan berjalan kaki/bersepeda? [ ]

1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Kadang-kadang 4. Sering 5. Sangat sering


5. Apakah anak Anda membawa tas yang berat saat pergi ke sekolah? [ ]

1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Kadang-kadang 4. Sering 5. Sangat sering


6. Apakah sepulang sekolah anak Anda merasa sangat lelah? [ ]

1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Kadang-kadang 4. Sering 5. Sangat sering


7. Apakah sepulang sekolah anak Anda berkeringat? [ ]

1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Kadang-kadang 4. Sering 5. Sangat sering


II. Indeks Olahraga
8. Apakah anak Anda biasa berolahraga? [ ]

1. Ya 2. Tidak (lanjut ke no. 10)


9. Sebutkan jenis olahraga dan seberapa sering anak Anda berolahraga?
Jenis Olahraga Jam/minggu ... Kali/Bulan
(Intensitas) (waktu) (proporsi)
9.a
9.b
9.c
III. Indeks Waktu Luang
10. Selama waktu luang apakah anak Anda sering menonton televisi? [ ]

1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Kadang-kadang 4. Sering 5. Sangat sering


11. Selama waktu luang apakah anak Anda bermain diluar rumah bersama temannya [ ]

1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Kadang-kadang 4. Sering 5. Sangat sering


12. Apakah di akhir pekan anak Anda menghabiskan waktu dengan berolahraga? [ ]

1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Kadang-kadang 4. Sering 5. Sangat sering


13. Berapa menit anak Anda berjalan/bersepeda/berolahraga diwaktu luangnya? [ ]

1. <5 menit 2. 10 15 menit 3. 15 30 menit 4. 30 45 menit 5. >45 menit


Kuesioner Perilaku Makan Pada Anak
Beri tanda ceklist atau silang pada setiap pernyataan dibawah
ini, pernyataan tersebut mengacu kepada kebiasaan makan anak
Anda
Tidak Jarang Kada Serin Sangat
perna ng- g sering
h kadan
g

Anak saya sangat suka makan3

Anak saya cenderung makan lebih banyak


saat stres/panik2

Anak saya punya nafsu makan yang besar5

Anak saya menyelesaikan makannya dengan


cepat6

Anak saya sangat tertarik pada makanan3

Anak saya banyak minum disaat


makan/waktu luang4

Anak saya menolak menu makanan baru saat


pertama kali mencoba8

Anak saya makan dengan perlahan6

Anak saya cenderung makan lebih sedikit


ketika marah7

Anak saya senang mencoba makanan baru8

Anak saya cenderung makan lebih sedikit


ketika lelah7

Anak saya sering meminta makanan di luar


waktu makannya1

Anak saya cenderung makan lebih banyak

68
69

ketika ada yang mengganggunya disekolah2

Anak saya akan makan lebih banyak jika


diizinkan1

Anak saya cenderung makan lebih banyak


ketika merasa gelisah2

Anak saya senang berbagai jenis makanan8

Anak saya menyisakan makanan dipiring nya


setelah makan5

Anak saya makan lebih dari 30 menit dalam


satu kali waktu makan6

Tidak Jarang Kada Serin Sangat


perna ng- g sering
h kadan
g

Anak saya memilih untuk makan ketika


diberi beberapa pilihan1

Anak saya selalu memperhatikan waktu


makannya3

Anak saya merasa kenyang sebelum


makannya selesai5

Anak saya senang makan3

Anak saya cenderung makan lebih banyak


ketika merasa senang7

Anak saya sulit merasa puas dengan


makanannya8

Anak saya cenderung makan lebih sedikit


70

ketika terganggu7

Anak saya merasa kenyang dengan cepat5

Anak saya cenderung makan lebih banyak


ketika tidak ada hal yang dikerjakan2

Walaupun sudah kenyang, anak saya masih


bisa makan makanan favoritnya1

Anak saya minum secara terus menerus


sepanjang hari4

Anak saya tidak makan setelah


mengkonsumsi snack5

Jika ada kesempatan, anak saya selalu


minum4

Anak saya cenderung ingin mencoba


makanan yang belum pernah dimakan8

Anak saya tidak suka pada makanan


walaupun belum mencoba nya8

Anak saya selalu menyisakan makanannya1

Anak saya makan dengan perlahan saat


waktu makan6

Sekian kuisioner untuk penilitian ini, terimakasih atas kerjasamanya semoga


kebaikan Bapak/Ibu diberikan balasan yang setimpal oleh Allah SWT.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Salam,

Ahmad Riza Faisal Herze


Program Studi Pendidikan Dokter
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
71

Lampiran 2
Riwayat Penulis

Identitas
Nama : Ahmad Riza Faisal Herze
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 05-Agustus-1992
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cenderawasih No.29 Kampung Sawah
e-Mail : rizaherze@gmail.com

Riwayat Pendidikan
1997-1998 : TK Aisiyah 56
1998-2004 : MI Pembangunan UIN Jakarta
2004-2007 : MTS Pembangunan UIN Jakarta
2007-2010 : SMAN 47 Jakarta
2011 - sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

También podría gustarte