Está en la página 1de 11

Insulin merupakan hasil recombinasi DNA yang digunakan secara genetis dengan

memodifikasi Escchereia Coli. Organisme ini mensintese setiap rantai insulin menjadi
seperti asam amino yang sama seperti insulin manusia. Ikatan-ikatan kimia ini yang
akhirnya menghasilkan human insulin.

Insulin dan Cara Kerjanya

INSULIN DESKRIPSI MULA PUNCAK LAMA


KERJA KERJA KERJA
Insulin kerja singkatJernih, SK atau IV 0,5 1 jam 2 4 jam 6 8 jam

Regular [ crys- Jernih, SK atau IV 0,5 1 jam 2 4 jam 6 8 jam


talline ]
Keruh, sinc dlm jumlah 30 45 menit 4 6 jam 1216 jam
Humulin R sedikit.SK
1 2 jam 8 12 jam 1828 jam
Semilente Keruh, inc,SK, 30 persen
semilente & 70 persen 1 2 jam 6 12 jam 1824 jam
Insulin kerja sedang ultralente
4 8 jam 14 20 jam 2436 jam
Lente Sama seperti lente
5 6 jam 14 20 jam 3036 jam
Humulin L Keruh, SK, Protamin

NPH Sama seperti NPH

HumulinN Keruh, SK, Protamin, inc

Insulin kerja Keruh, SK, insulin inc yang


panjang diberi tambahan

PI

Ultralente

A. CARA MENCAMPUR INSULIN


Pemberian insulin campuran antara short-intermediet acting atau long acting insulin
mengakibatkan kadar gula darah klien lebih bagus daripada single type insulin. Pada
pemberian insulin campuran ini harus tepat dan benar agar insulin yang ada di dalam
botol tidak bercampur dengan insulin yang ada di spuit yang dapat mengakibatkan lisis.
Adapun langkah-langkah pencampurannya adalah sebagai berikut :
1. Cuci tangan
2. Baca etiket botol insulin, tipe dan tanggal kadaluarsanya
3. Putar setiap botol insulin secara gantle diiatas telapak tangan agar isi insulin merata
4. Usap tutup botol dengan alcohol
5. Injeksi 20 unit udara ke dalam NPH insulin. {jumlah udara yang dimasukkan ke dalam
botol sesuai dengan dosis unit yang diperlukan}. Selalu mendahulukan menginjeksi udara
ke dalam insulin yang berdurasi kerja lebih lama.
6. Injeksikan udara 10 unit ke dalam botol insulin reguler. Jummlah udara yang
diinjeksikan harus sama degan dosis insulin yang diberikan
7. Hisap 10 unit insulin reguler Pastikan bahwa tidak ada udara dalam spuit, selalu hisap
dahulu insulin yang mempunyai masa kerja lebih pendek
8. Hisap 2 unit insulin NPH dengan spuit yang telah berisi insulin reguler 10 uniit. Hati-
hati jangan sampai insulin reguler terinjeksi ke botol insulin NPH.
9. Jumlah insulin dalam satu spuit dharus menjadi 30 unit

B. EFEK SAMPING INSULIN


Jika insulin diberikan lebih banyak dari yang dibutuhkan untuk metabolisme glukosa
timbul reaksi hipoglikemia atau syok insulin dapat diatasi dengan memberikan gula
peroral atau intravena meningkatkan pemakaian insulin.
Pada keadaan dimana jumlah insulin tidak cukup, gula tidak dapat dimetabolismesasikan
sehinggga terjadi metabolisme lemak, pemakaian asam lemak [ keton ] untuk energi
menimbulkan ketoasidosis.

REAKSI HIPOGLIKEMIA DAN KETOASIDOSIS DIABETIKUM

REAKSI TANDA DAN GEJALA


Reaksi Hipoglikemik Sakit kepala, kepala terasa ringan

[ syok insulin ] Gelisah terasa takut, tremor, keringat berlebihan dingin, kulit
lembab, takikardi, bicara tersendat-sendat, lupa, kekacauan
Ketoasidosis diabetik mental, kejang, kadar gula dara < 60 mg/dl.

[ reaksi hiperglikemik ] Sangat haus, poliuria. Bau napas seperti buah, pernapasan
kusmaul [ dalam, cepat, melelahkan, terasa menekan , sesak ],
denyut nadi cepat dan lemah, selaput lendir kering dan turgor
kulit buruk, kadar gula darah > 250 mg/dl.

C. LOKASI INJEKSI INSULIN


Tiap bagian tubuh yang ditutupi kulit yang longgar dapat dipakai sebagai tempat injeksi
insulin termasuk abdomen, paha, lengan atas, pinggang dan kuadran atas luar dari
bokong. Secara umum insulin akan lebih cepat diabsorpsi dari bagian atas tubuh seperti
bagian deltoid dan abdomen dibanding dari paha dan bokong.
Rotasi dari injeksi terus dianjurkan guna menghindari absorpsi yang terhambat karena
adanya fibrosis atau lipohipertropi akibat injeksi berulang hanya pada satu tempat.
Asosiasi Diabetes America menganjurkan insulin dapat diinjeksikan pada satu daerah
yang sama selama satu minggu dengan jarak setiap injeksi 1 inci [ satu ruas jari
tangan ] dengan penyuntikan insulin secara sub cutan atau tepat di bawah lapisan kulit.
Edukasi kepada klien yang menggunakan insulin :
Edukasi atau penyuluhan kesehatan tentang pemberian insulin dan perawatan pasien
diabetes melitus merupakan tindakan keperawatan yang harus diberikan agar regimen
terapeutik di rumah efektif dan menghindarkan terjadinya hospitalisasi ulang.
Penjelasan yang harus diberikan kepada klien atau orang tuanya adalah :
1. Cara penyimpanan insulin di dalam lemari es/pendingin dengan suhu 2-6 derajat
celcius sehingga terhindar dari paparan sinar matahari dan meminimalkan potensi insulin
di suhu ruangan, apalagi jika tutup vialnya dibuka
2. Dosis insulin yang didapat dan waktu penyuntikan insulin sebaiknya 30 menit sebelum
makan atau selang waktu tertentu berdasarkan regimen insulin dan nilai kadar gula darah
[dosisi yang diadviskan].
3. Cara pemakaian botol dan alat injeksi. Beritahu klien yang menggunakan NPH atau
lente bersama-sama insulin reguler untuk mengambil insulin reguler terlebih dulu
sebelum mengambil insulin NPH atau lente
4. Menjelaskan daerah-daerah pada tubuh yang dapat digunakan sebagai tempat absorbsi
insulin dan anjurkan untuk mengganti tempat injeksi untuk mempertahankan absorpsi
yang efektif dan mencegah lipodistropi.
5. Reaksi hipoglikemia lebih mudah terjadi pada saat waktu puncak kerja obat .. Ajarkan
klien untuk penanganan hipoglikemi dengan menyediakan permen atau gula

DAFTAR PUSTAKA

Donna.I. [1996]. Medical Surgical Nursing. Mosby Year Book. Philadelphia

Greenspan dan Baxter.[2000]. Endokrinologi Dasar dan Klinik EGC. Jakarta

Kee and Hayes.[1996]. Farmakologi, Pendekatam Proses Keperawatan. EGC. Jakarta


KEPERAWATAN POST OPERASI

A. PENDAHULUAN
Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama
periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan
equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi.
Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi
optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah
yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan
akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di
rumah sakit atau membayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan
post operatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
B. TAHAPAN KEPERAWATAN POST OPERATIF
Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery
room),
2. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room),
3. Transportasi pasien ke ruang rawat,
4. Perawatan di ruang rawat.

1. PEMINDAHAN PASIEN DARI KAMAR OPERASI KE RUANG PEMULIHAN


Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit perawatan pasca
anastesi (PACU: post anasthesia care unit) memerlukan pertimbangan-pertimbangan
khusus. Pertimbangan itu diantaranya adalah letak incisi bedah, perubahan vaskuler dan
pemajanan. Letak incisi bedah harus selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pasca
operatif dipidahkan. Banyak luka ditutup dengan tegangan yang cukup tinggi, dan setiap
upaya dilakukan untuk mencegah regangan sutura lebih lanjut. Selain itu pasien
diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang
drainase.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi ke
posisi lainnya. Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral ke posisi
terlentang. Bahkan memindahkan pasien yang telah dianastesi ke brankard dapat
menimbulkan masalah gangguan vaskuler juga. Untuk itu pasien harus dipindahkan
secara perlahan dan cermat. Segera setelah pasien dipindahkan ke barankard atau tempat
tidur, gaun pasin yang basah (karena darah atau cairan lainnnya) harus segera diganti
dengan gaun yang kering untuk menghindari kontaminasi. Selama perjalanan transportasi
tersebut pasien diselimuti dan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail
harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury.
Selain hal tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan pasien.
Selang dan peralatan drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat berfungsi dengan
optimal.
Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi
dengan koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.
2. PERAWATAN POST ANASTESI DI RUANG PEMULIHAN (RECOVERY ROOM)
Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di ruang pulih
sadar (recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi
operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal
perawatan).
PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Hal ini disebabkan
untuk mempermudah akses bagi pasien untuk (1) perawat yang disiapkan dalam merawat
pasca operatif (perawat anastesi) (2) ahli anastesi dan ahli bedah (3) alat monitoring dan
peralatan khusus penunjang lainnya.
Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan penilaian
terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu
pernafasan : oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter nasal,
ventilator mekanik dan peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat
yang digunakan untuk memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi
permasalahan hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral,
plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan, defibrilator, kateter vena, torniquet.
Bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi
dan peralatan drainase.
Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan pada tempat
tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi pasien, seperti :
pemindahan darurat. Dan dilengkapi dengan kelengkapan yang digunakan untuk
mempermudah perawatan. Seperti tiang infus, side rail, tempat tidur beroda, dan rak
penyimpanan catatan medis dan perawatan. Pasien tetap berada dalam PACU sampai
pulih sepenuhnya dari pegaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan
adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik. Kriteria
penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan dari
PACU adalah :
Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
Mual dan muntah dalam kontrol
Nyeri minimal

Berikut di bawah adalah form pengkajian post anasteshia

RUANG PEMULIHAN POST ANASTESI


PENILAIAN
Nama : Nilai Akhir :
Ruangan : Ahli bedah/Anasteshia :
Tanggal : Perawat R.R :
Area pengkajian Score Saat penerimaan Setelah
1 jam 2 jam 3 jam
Respirasi : 2
Kemampuan nafas dalam dan batuk 1
Upaya bernafas terbatas (dispneu)
Tidak ada upaya nafas spontan 0
Sirkulasi (tekanan sistolik) 2
80 % dari pre anastesi 1
50 % dari pre anastesi 0
< 50 % dari pre anastesi
Tingkat Kesadaran : 2
Orientasi baik dan respon verbal positif 1
Terbangun ketika dipanggil namanya 0
Tidak ada respon
Warna kulit : 2
Warna dan penampilan kulit normal 1
Pucat, agak kehitaman, keputihan. Ikterik 0
Sianosis

Aktivitas : 2
Mampu menggerakkan semua ekstrimitas 1
Mampu menggerakkan hanya 2 ekstrimitas 0
Tak mampu mengontrol ektrimitas

Total
Keterangan :
Pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang PACU/RR jika nilai pengkajian
post anastesi > 7-8.
Tujuan Perawatan Pasien Di Pacu adalah :
1. Mempertahankan jalan nafas
Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/gudel.
2. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan nafas melalui
ventilaot mekanik atau nasal kanul.
3. Mempertahakan sirkulasi darah
Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan dengan pemberian cairan plasma
ekspander.
4. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien, seperti
kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh
anastesi sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting
untuk dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
5. Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan harus
balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan atau
justru kelebihan cairan yang justru menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin terkait
dengan fungsi eleminasi pasien.
6. Mempertahanakn kenyamanan dan mencegah resiko injuri
Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar
untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya.
Nyeri biasanya sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang tepat
juga kolaborasi dengan medis terkait dengan agen pemblok nyerinya.
Hal-hal yang harus diketahui oleh perawat anastesi di ruang PACU adalah :
1. Jenis pembedahan
Jenis pembedahan yang berbeda tentunya akan berakibat pada jenis perawatan post
anastesi yang berbeda pula. Hal ini sangat terkait dengan jenis posisi yang akan diberikan
pada pasien.
2. Jenis anastesi
Perlu diperhatikan tentang jenis anastesi yang diberikan, karena hal ini penting untuk
pemberian posisi kepada pasien post operasi. Pada pasien dengan anastesi spinal maka
posisi kepala harus agak ditinggikan untuk mencegah depresi otot-otot pernafasan oleh
obat-obatan anastesi, sedangkan untuk pasien dengan anastesi umum, maka pasien
diposisika supine dengan posisi kepala sejajar dengan tubuh.

3. Kondisi patologis klien


Kondisi patologis klien sebelum operasi harus diperhatikan dengan baik untuk
memberikan informasi awal terkait dengan perawatan post anastesi. Misalnya: pasien
mempunyai riwayat hipertensi, maka jika pasca operasi tekanan darahnya tinggi, tidak
masalah jika pasien dipindahkan ke ruang perawatan asalkan kondisinya stabil. Tidak
perlu menunggu terlalu lama.
4. Jumlah perdarahan intra operatif
Penting bagi perawata RR untuk mengetahui apa yang terjadi selama operasi (dengan
melihat laporan operasi) terutama jumlah perdarahan yang terjadi. Karena dengan
mengetahui jumlah perdarahan akan menentukan transfusi yang diberikan.
5. Pemberian tranfusi selama operasi
Apakah selama operasi pasien telah diberikan transfusi atau belum, jumlahnya berapa dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah pasien masih layak untuk
diberikan transfusi ulangan atau tidak.
6. Jumlah dan jenis terapi cairan selama operasi
Jumlah dan jenis cairan operasi harus diperhatikan dan dihitung dibandingkan dengan
keluarannya. Keluaran urine yang terbatas < 30 ml/jam kemungkinan menunjukkan
gangguan pada fungsi ginjalnya.
7. Komplikasi selama pembedahan
Komplikasi yang paling sering muncul adalah hipotensi, hipotermi dan hipertermi
malignan. Apakah ada faktor penyulit dan sebagainya.

3. TRANSPORTASI PASIEN KE RUANG RAWAT


Transportasi pasien bertujuan untuk mentransfer pasien menuju ruang rawat dengan
mempertahankan kondisi tetap stabil. Jika anda dapat tugas mentransfer pasien, pastikan
score post anastesi 7 atau 8 yang menunjukkan kondisi pasien sudah cukup stabil.
Waspadai hal-hal berikut : henti nafas, vomitus, aspirasi selama transportasi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien :
a. Perencanaan
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya dari sumber daya
manusia sampai dengan peralatannya.
b. Sumber daya manusia (ketenagaan)
Bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini. Orang yang boleh melakukan
proses transfer pasien adalah orang yang bisa menangani keadaan kegawatdaruratan yang
mungkin terjadi sselama transportasi. Perhatikan juga perbandingan ukuran tubuh pasien
dan perawat. Harus seimbang.
c. Equipment (peralatan)
Peralatan yang dipersiapkan untuk keadaan darurat, misal : tabung oksigen, sampai
selimut tambahan untuk mencegah hipotermi harus dipersiapkan dengan lengkap dan
dalam kondisi siap pakai.
d. Prosedur
Untuk beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi dulu dan sebagainya.
Sehingga hendaknya sekali jalan saja. Prosedur-prosedur pemindahan pasien dan
posisioning pasien harus benar-benar diperhatikan demi keamanan dan kenyamanan
pasien.
e. Passage (jalur lintasan)
Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat. Ekstra waspada
terhadap kejadian lift yang macet dan sebagainya.

4. PERAWATAN DI RUANG RAWAT


Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan, yaitu :
a. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan
komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya. Pemerikasaan ini
merupakan pemeriksaan pertama yang dilakukan di bangsal setelah post operasi.
b. Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan
abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka
meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan.
c. Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk efektif
yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan
sekret dan lendir.

d. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali.
Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk
memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
e. Discharge Planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan
keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan
kondis/penyakitnya post operasi.
Ada 2 macam discharge planning :
a. Untuk perawat : berisi point-point discahrge planing yang diberikan kepada klien
(sebagai dokumentasi)
b. Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih detail.
Contoh nota discharge planning pada pasien post tracheostomy :
1. Untuk perawat : pecegahan infeksi pada area stoma
2. Untuk klien : tutup lubang operasi di leher dengan kassa steril (sudah disiapkan)
Dalam merencanakan kepulangan pasien, kita harus mempertimbangkan 4 hal berikut:
1. Home care preparation
Memodifikasi lingkungan rumah sehingga tidak mengganggu kondisi klien. Contoh :
klien harus diatas kursi roda/pakai alat bantu jalan, buat agar lantai rumah tidak licin.
Kita harus juga memastikan ada yang merawat klien di rumah.
2. Client/family education
Berikan edukasi tentang kondisi klien. Cara merawat luka dan hal-hal yang harus
dilakukan atau dihindari kepada keluarga klien, terutama orang yang merawat klien.
3. Psychososial preparation
Tujuan dari persiapan ini adalah untuk memastikan hubungan interpersonal sosial dan
aspek psikososial klien tetap terjaga.
4. Health care resources
Pastikan bahwa klien atau keluarga mengetahui adanya pusat layanan kesehatan yang
terdekat dari rumah klien, seperti rumah sakit, puskesmas dan lain-lain. Jadi jika dalam
keadaan darurat bisa segera ada pertolongan.

C. KOMPLIKASI POST OPERASI


1. Syok
Syok yang terjadi pada pasien bedah biasanya berupa syok hipovolemik, syok nerogenik
jarang terjadi. Tanda-tanda syok secara klasik adalah sebagai berikut :
Pucat
Kulit dingin, basah
Pernafasan cepat
Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
Nadi cepat, lemah dan bergetar
Penurunan tekanan darah
Urine pekat
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah kolaborasi dengan dokter terkait
dengan pengobatan yang dilakukan seperti terapi obat, penggantian cairan per IV dan
juga terapi pernafasan. Terapi obat yang diberikan meliputi obat-obatan kardiotonik
(natrium sitroprusid), diuretik, vasodilator dan steroid. Cairan yang digunakan adalah
cairan kristaloid sperti ringer laktat dan koloid seperti terapi komponen darah, albumin,
plasma. Terapi pernafasan dilakukan dengan memantau gas darah arteri, fungsi pulmonal
dan juga pemberian oksigen melalui intubasi atau nasal kanul.
Intervensi mandiri keperawatan meliputi :
Dukungan psikologis,
Pembatasan penggunaan energi,
Pemantauan reaksi pasien terhadap pengobatan
Peningkatan periode istirahat.
Pencegahan hipotermi dengan menjaga tubuh pasien agar tetap hangat karena hipotermi
mengurangi oksigenasi jaringan
Melakukan perubahan posisi pasien tiap 2 jam dan mendorong pasien untuk melakukan
nafas dalam untuk meningkatkan fungsi optimal paru
Pencegahan komplikasi dengan memonitor pasien secara ketat selama 24 jam. Seperti
edema perifer dan edema pulmonal.
2. Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien diberikan posisi
terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20 derajat dari tempat tidur
sementara lutut harus dijag tetap lurus.
Penyebab perdarahan harus dikaji dan diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi
terhadap perdarahan. Jika perdarahan terjadi, kassa steril dan balutan yang kuat
dipasangkan dan tempat perdarahan ditinggikan pada posisi ketinggian jantung.
Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan kondisi pasien.
3. Trombosis vena profunda
Trombosis vena profunda adalah trombosis yang terjadi pada pembuluh darah vena
bagian dalam. Komplikasi serius yang bisa ditimbulkan adalah embolisme pulmonari dan
sindrom pasca flebitis.
4. Retensi urin
Retensi urine paling sering terjadi pada kasus-kasus pembedahan rektum, anus dan
vagina. Atau juga setelah herniofari dan pembedahan pada daerah abdomen bawah.
Penyebabnya adalah adanya spasme spinkter kandung kemih.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter untuk membatu
mengeluarkan urine dari kandung kemih.
5. Infeksi luka operasi (dehisiensi, evicerasi, fistula, nekrose, abses)
Infeksi luka psot operasi seperti dehiseinsi dan sebaginya dapat terjadi karena adanya
kontaminasi luka operasi pada saat operasi maupun pada saat perawatan di ruang
perawatan. Pencegahan infeksi penting dilakukan dengan pemberian antibiotik sesuai
indikasi dan juga perawatan luka dengan prinsip steril.
6. Sepsis
Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman berkembang biak.
Sepsis dapat menyebabkan kematian bagi pasien karena dapat menyebabkan kegagalan
multi organ.
7. Embolisme Pulmonal
Embolsime dapat terjadi karena benda asing (bekuan darah, udara dan lemak) yang
terlepas dari tempat asalnya terbawa di sepanjang aliran darah. Embolus ini bisa
menyumbat arteri pulmonal yang akan mengakibatkan pasien merasa nyeri seperti
ditusuk-tusuk dan sesak nafas, cemas dan sianosis. Intervensi keperawatan seperti
ambulatori pasca operatif dini dapat mengurangi resiko embolus pulmonal.
8. Komplikasi Gastrointestinal
Komplikasi pada gastrointestinal paling sering terjadi pada pasien yang mengalami
pembedahan abdomen dan pelvis. Komplikasinya meliputi obstruksi intestinal, nyeri dan
juga distensi abdomen.
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Christantie, 2002, Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah : Preoperatif
Nursing, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti, 2005, Kiat Sukses menghadapi Operasi,
Sahabat Setia, Yogyakarta.
Shodiq, Abror, 2004, Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito
Yogyakarta, Tidak dipublikasikan, Yogyakarta.
Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong, 1998, Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi, EGC,
Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah: Brunner Suddarth, Vol. 1, EGC, Jakarta
Wibowo, Soetamto, dkk, 2001, Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga University
Press, Surabaya.

También podría gustarte