Está en la página 1de 44

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi menular langsung yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB

menyerang paru (80-85%), sehingga disebut Pulmonary TB. Tetapi dapat juga

menyerang organ tubuh lainnya, dan tuberkulosis jenis ini lebih berbahaya dari

Pulmonary TB.6

2.2 Etiologi

Tuberkulosis paru merupakan suatu penyakit radang granulomatosa kronis

menular yang disebabkan oleh kuman TB. Kuman ini berbentuk batang,

mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam dan pewarnaan, oleh karena

itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan

sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang

gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama

selama beberapa tahun. Penularan dapat terjadi secara langsung melalui inhalasi

aerosol ekspektorasi.7

Basil tuberkulosis berbentuk batang ramping lurus tapi kadang-kadang

agak melengkung dengan ukuran panjang 2-4 m, lebar 0,2-0,5 m, dan tebal 0,3-

0,6 m. Tuberkulosis paru juga dapat disebabkan oleh Mycobacterium bovis yang

menular melalui susu dari sapi perah yang mengidap TB. Mycobacterium avium-

intercelularre merupakan strain yang sering ditemukan pada pasien TB dengan

4
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), bakteri ini menyerang 10 30%

pasien.7

Mycobacterium tuberculosis bersifat aerob obligat, aktivitas biokimia tidak

khas dan laju pertumbuhan lebih lambat dibandingkan kebanyakan bakteri. Waktu

replikasi Mycobacterium tuberculosis sekitar 18 jam dan cenderung lebih resisten

terhadap bahan-bahan kimia dibandingkan dengan bakteri lainnya karena sifat

hidrofobik permukaan selnya.8

2.3 Patogenesis

Sumber penularan TB paru adalah pasien TB dengan BTA positif yang

menularkan Mycobacterium tuberculosis melalui jalan pernapasan. Pada waktu

batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan

dahak (droplet). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan pada suhu

kamar selama beberapa jam. Seseorang dapat terinfeksi jika droplet tersebut

terhirup kedalam saluran pernapasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk kedalam

tubuh manusia melalui saluran pernapasan, kuman tuberkulosis dapat menyebar

ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,

saluran pernapasan atau menyebar langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.9

Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh

mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imunologis

spesifik. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman,

makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan.

Akan tetapi sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus

berkembang biak didalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag.

5
Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut yang dinamakan fokus

primer Ghon.10

Patogenesis TB paru berdasarkan proses terjadinya dibedakan sebagai

berikut.11

A. Tuberkulosis primer

Infeksi primer terjadi apabila seseorang terpajan pertama kali dengan

bakteri TB. Droplet yang terpajan sangat kecil ukurannya sehingga dapat

menembus sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus bergerak sehingga

sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi bermula apabila bakteri TB

membiak dengan cara pembelahan diri di paru-paru, yang mengakibatkan radang

didalam paru-paru. Saluran limfatik akan membawa bakteri TB ke kelenjar limfe

disekitar hillus paru-paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara

terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 hingga 6

minggu.

Jangkitan infeksi primer bergantung kepada bakteri yang masuk dan

tingginya respon daya tahan tubuh. Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh

tersebut dapat menghentikan perkembangan bakteri TB. Meskipun demikian, ada

beberapa bakteri yang akan menetap sebagai bakteri persisten atau dormant. Masa

inkubasi yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan

sekitar 6 bulan.

Kelainan gambaran radiologi akibat penyakit ini dapat berlokasi dimana

saja dalam paru-paru, namun sarang dalam parenkim paru-paru sering disertai

oleh pembesaran kelenjar limfe regional.

6
Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah pleuritis, karena

perluasan infiltrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi

lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalam

bronkus.

Pada kebanyakan kasus, respon imun tubuh dapat menghentikan

multiplikasi kuman dan sebagian kecil kuman menjadi dormant, tetapi pada

penderita dengan daya tahan tubuh yang buruk, respon imun tidak dapat

menghentikan multiplikasi kuman sehingga akan menjadi sakit pada beberapa

bulan kemudian dan kompleks primer akan mengalami salah satu dari hal

berikut.12

1. Kompleks primer akan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat

(restirution ad integrum).

2. Kompleks primer sembuh dengan meninggalkan bekas, seperti fokus

Gohn, jaringan fibrotik, dan pengapuran.

3. Komplek primer mengalami komplikasi serta menyebar dengan cara yaitu

perkontinutatum ke jaringan sekitarnya, penyebaran secara bronkogen ke

paru bersangkutan atau paru sebelahnya, dan penyebaran secara

hematogen dan limfogen ke organ lain.

B. Tuberkulosis paru pasca primer

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau

tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat

dijangkit Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau status imunitas yang lemah.

Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru-paru yang luas

7
dengan terjadinya kaviti atau efusi pleura. Gejala tuberkulosis pasca primer

berbeda dengan gejala penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh infeksi primer.

Hal ini disebabkan karena pada penderita tuberkulosis pasca primer, individu

tersebut telah mempunyai mekanisme kekebalan terhadap basil TB.13

Karakteristik TB paru pasca primer adalah adanya kerusakan paru yang

luas yang ditandai dengan adanya kavitas, pemeriksaan hapusan dahak yang

menunjukkan hasil BTA (+), dan fokus infeksi terdapat di lobus atas paru. TB

paru pasca primer dimulai dari sarang dini yang umumnya pada segmen apikal

lobus superior atau lobus inferior yang awalnya berbentuk sarang pneumonik

kecil. Sarang ini dapat mengalami salah satu dari keadaan berikut.12

1. Diresorbsi dan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat.

2. Sarang meluas, tetapi segera mengalami penyembuhan dengan membentuk

jaringan fibrosis dan pengapuran. Sarang dapat aktif kembali membentuk

jaringan keju dan apabila dibatukkan akan membentuk kavitas.

3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju yang bila dibatukkan

akan menimbulkan kavitas. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian

menjadi tebal (kavitas sklerotik) dan kavitas akan mengalami perluasan

kembali serta menimbulkan sarang pneumonik baru, memadat dan

membungkus diri.

C. Tuberkulosis paru millier

Tuberkulosis yang dapat menyebabkan kematian jika sejumlah besar

bakteri menyebar keseluruh tubuh melalui aliran darah. Keadaan seperti ini

8
disebut tuberkulosis millier karena menyebabkan terbentuknya jutaan luka yang

kecil.

Gejala tuberkulosis millier yaitu berupa penurunan berat badan, demam,

menggigil, lemah, dan gangguan pernafasan. Jika menyerang sumsum tulang bisa

menyebabkan anemia berat dan leukemia. Penyebaran bakteri kedalam aliran

darah dari luka yang tersembunyi bisa menyebabkan demam dan disertai

penurunan berat badan yang bertahap. Gambaran radiologis TB milier sangat

khas, berupa tuberkel halus yang tersebar merata di seluruh lapangan paru dengan

bentuk yang khas dan ukuran yang hampir seragam (1-3 mm).11

2.4 Klasifikasi

a. Klasifikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis

Association:

1. Tuberkulosis minimal

Yaitu luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang

dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan. Sarang-sarang soliter

dapat berada dimana saja, tidak harus berada pada daerah tersebut diatas,

dan tidak ditemukan adanya lubang (kavitas).

2. Tuberkulosis lanjut sedang

Yaitu luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas

satu paru, sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak melebihi 4 cm.

Kalau sifat bayangan sarang-sarang tersebut berupa awan-awan yang

menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh

melebihi luas satu bolus.

9
3. Tuberkulosis sangat lanjut

Yaitu luas daerah yang di hinggapi oleh sarang-sarang lebih besar daripada

klasifikasi kedua jenis diatas, atau bila ada lubang-lubang, maka diameter

keseluruhan lubang melebihi 4 cm.

b. Klasifikasi kelainan berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi yang dilihat

pada foto roentgen yaitu:6

1. Sarang eksudatif, berbentuk awan-awan atau bercak, yang batasnya tidak tegas

dengan densitas rendah.

2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan

densitasnya sedang.

3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu yang berbentuk garis-garis atau pita tebal,

berbatas tegas dengan densitas tinggi.

4. Kavitas (lubang).

5. Sarang kapur (kalsifikasi).

c. Klasifikasi penyakit TB paru berdasarkan pemeriksaan dahak dibagi

menjadi.6

1. Tuberkulosis paru BTA positif.

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak dari pemeriksaan Sewaktu-Pagi-

Sewaktu (SPS) menunjukkan hasil BTA positif.

b. Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak SPS menunjukkan hasil BTA positif dan

dari pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

c. Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak SPS menunjukkan hasil BTA positif dan

biakan kuman TB positif.

10
d. Satu atau lebih spesimen dahak menunjukkan hasil positif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya menunjukkan hasil BTA negatif dan

tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non Obat Anti Tuberkulosis

(OAT).

2. Tuberkulosis paru BTA negatif.

Tuberkulosis paru BTA negatif adalah kasus yang tidak memenuhi kriteria

pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus

meliputi:

a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan hasil BTA negatif, gambaran

klinik dan gambaran radiologi menunjukkan TB aktif serta tidak respon

dengan pemberian antibiotik spektrum luas.

b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan hasil BTA negatif dengan hasil

biakan kuman positif.

d. Klasifikasi penderita TB paru berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya, dibagi menjadi beberapa tipe penderita, yaitu:14

1. Kasus baru

Penderita yang belum pernah mendapatkan pengobatan dengan OAT atau

sudah pernah mengkonsumsi OAT kurang dari 1 bulan.

2. Kasus kambuh

Penderita TB paru yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis

dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi

berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau hasil biakan positif.

11
3. Kasus default

Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan berhenti selama 2

minggu atau lebih, kemudian penderita tersebut datang kembali berobat.

Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak yang

menunjukkan hasil BTA positif.

4. Kasus gagal

Penderita BTA positif yang tetap positif atau kembali menjadi positif pada

akhir bulan ke-5 atau penderita dengan hasil pemeriksaan BTA negatif dengan

gambaran radiologi menjadi positif pada akhir bulan kedua pengobatan.

5. Kasus kronik

Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak masih menunjukkan hasil BTA

positif setelah selesai melakukan pengobatan ulang kategori 2 dengan

pengawasan yang baik.

6. Kasus pindah

Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten atau kota

kemudian pindah berobat ke kabupaten atau kota lain. Penderita pindahan

tersebut harus membawa surat rujukan/pindah untuk melanjutkan

pengobatannya.

2.5 Manifestasi klinis

Tanda-tanda klinis dan gejala TB paru pada orang dewasa yang terinfeksi

sering tidak spesifik. Tidak adanya gejala yang lengkap terjadi pada sekitar 5%

kasus dewasa. Manifestasi sistemik meliputi demam menggigil, keringat di malam

12
hari, malaise, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan yang dapat

bertahan selama beberapa minggu atau bulan.9

Batuk termasuk dalam golongan gejala respiratorik. Biasanya berupa batuk

produktif yang berkepanjangan (lebih dari 3 minggu), sesak napas, nyeri dada,

dan hemoptisis. Eritema nodusum dapat terjadi dengan onset akut TB dan

biasanya bermanifestasi pada saat perkembangan imunitas spesifik. Manifestasi

hematologi paling umum yang terkait dengan TB dilihat berdasarkan jumlah

leukosit darah perifer dan anemia. Hiponatremia yang disebabkan oleh produksi

zat menyerupai hormon antidiuretik dalam jaringan paru-paru terjadi pada 11%

kasus.15

Sebagian besar orang yang mengalami infeksi primer tidak menunjukkan

gejala yang berarti, tetapi pada penderita infeksi primer yang menjadi progresif

dan sakit, gejalanya berupa gejala umum dan gejala respiratorik. Perjalanan

penyakit dan gejala TB paru bervariasi tergantung pada umur dan keadaan

penderita saat terinfeksi.13

Tuberkulosis paru pasca primer terdapat gejala penurunan berat badan,

keringat dingin pada malam hari, temperatur subfebris, batuk berdahak lebih dari

3 minggu, sesak napas, dan hemoptisis akibat terlukanya pembuluh darah di

sekitar bronkus sehingga menyebabkan bercak darah pada sputum hingga batuk

darah yang massif.16

13
2.6 Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Fisik

Pada orang dewasa, biasanya penyakit ini dimulai di daerah paru atas,

kanan atau kiri, yang disebut fruh infiltrat. Pada auskultasi, hanya akan ditemukan

ronki basah halus sebagai satu-satunya kelainan. Jika infiltrat ini diliputi oleh

penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikular melemah. Bila proses

infiltratif ini makin meluas dan menebal, juga akan didapatkan fremitus yang

menguat, dengan redup pada perkusi, suara nafas bronkeal serta bronkopeni yang

menguat.

Bila sudah terjadi kavitas, akan ditemukan gejala-gejala kavitas, berupa

timpani pada perkusi yang disertai suara napas amforik. Sebaliknya bila terjadi

atelektasis, misalnya pada destroyed lung, suara napas akan melemah hingga

hilang sama sekali. Apabila TB menyerang pleura, seringkali terbentuk efusi

pleura. Paru yang sakit terlihat agak tertinggal saat barnapas. Saat dilakukan

perkusi, akan memberikan suara pekak, dan pada auskultasi akan terdengar suara

napas yang lemah hingga tidak terdengar suara sama sekali.17

b. Pemeriksaan Penunjang

Dalam mengumpulkan dahak untuk pemeriksaan, hal yang perlu

diperhatikan sebagai berikut.18

1. Wadah harus kuat supaya tidak mudah pecah sewaktu dibawa atau

dikirim. Harus bermulut besar dan dapat ditutup dengan baik untuk

menghindari penguapan dan kebocoran. Metode sterilisasi setelah

digunakan tergantung pada bahan wadah tersebut. Beberapa jenis wadah

14
dapat dibakar, sedangkan wadah dari gelas sebaiknya dipanaskan selama

10 menit kemudian dibersihkan dengan baik.

2. Penderita sebaiknya mengeluarkan dahak di bawah pengawasan ahli

fisioterapis atau perawat terlatih. Penderita akan diminta untuk mengambil

napas dalam dan dibatukkan ke dalam wadah. Pastikan dahak tadi tidak

hanya berupa air liur saja.

3. Hati-hati membuat diagnosis dengan hanya 1 apusan positif kecuali benar-

benar sakit atau didapatkan bayangan yang luas pada foto roentgen. Ini

dapat terjadi karena kesalahan laboratorium atau kesalahan penulisan.

Kriteria sputum BTA positif menurut skala International Union Againts

Tuberculosis and Lung Disease (IULTD), yaitu.14

a) Tidak ditemukan Mycobacterium tuberculosis dalam 100 lapang pandang,

disebut negatif.

b) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis kuman yang

ditemukan.

c) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (+1).

d) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (+2).

e) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (+3).

c. Pemeriksaan radiologi.

Tuberkulosis primer lebih dari 95 % terjadi di parenkim paru, hingga foto

toraks paru postero anterior dan lateral. Kompleks primer lebih banyak ditemukan

pada foto toraks paru bayi dan anak kecil daripada dewasa, gambaran roentgen

paru pada TB tidak khas. Kelainan radiologis tersebut bisa juga dijumpai pada

15
penyakit lain. Sebaliknya foto rontgen paru yang normal tidak dapat

menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang lain

mendukung, dengan demikian pemeriksaan rontgen paru saja tanpa adanya

pemeriksaan yang lain tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis tuberkulosis.

Indikasi dilakukannya pemeriksaan foto rontgen paru antara lain.11

a. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini

pemeriksaan foto rontgen dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB

paru BTA positif.

b. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan

setelah pemberian antibiotika non OAT (nonfluoroquinolon).

c. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang

memerlukan penanganan khusus (pneumotoraks, pleuritis eksudativa, efusi

perikarditis atau efusi pleura) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat

(untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai

berikut.6

1) Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat

2) Millier

3) Kalsifikasi dengan infiltrat

4) Atelektasis

5) Kavitas

6) Efusi pleura

16
7) Tuberkuloma

d. Tes tuberkulin

Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat

antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang

telah terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya) akan

memberikan reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena

vasodilatasi lokal, edem, endapan fibrin dan meningkatnya sel radang lain di

daerah suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat

menentukan tingkat aktifitas dan beratnya proses penyakit.

Tes tuberkulin dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin Purified

Protein Derivative (PPD) secara intrakutan. Hasil dari penyuntikkan ini akan

menimbulkan undulasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yang

merupakan persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin 48-72

jam setelah penyuntikkan. Tuberkulin yang ada di Indonesia saat ini adalah PPD

RT-23 2TU (tuberculin unit) buatan Statens Serum Institute Denmark.19

Klasifikasi hasil pemeriksaan tes tuberkulin tersebut adalah:

1. Pembengkakan (indurasi) 0-4 mm

Hasil uji mantoux negatif menunjukkan tidak ada infeksi Mycobacterium

tuberculosis.

2. Pembengkakan (indurasi) 5-9 mm

Hasil meragukan, bisa terjadi kesalahan teknik, adanya reaksi silang dengan

Mycobacterium atipikal, atau pasca vaksinasi BCG.

17
3. Pembengkakan (indurasi) 10 mm

Menunjukkan bahwa pasien sedang terinfeksi atau pernah terinfeksi

Mycobacterium tuberculosis.

Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada 3 keadaan sebagai berikut.6

1. Infeksi TB alamiah

a. infeksi TB tanpa sakit

b. infeksi TB dan sakit TB

c. pasca terapi TB

2. Imunisasi BCG (infeksi TB buatan)

3. Infeksi mikobakterium atipik

Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada 3 kemungkinan keadaan

berikut.6

1. Tidak ada infeksi TB

2. Dalam masa inkubasi infeksi TB

3. Anergi

Anergi adalah keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan

sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin walaupun

sebenarnya sudah terinfeksi TB.

2.7 Penalataksanaan

Pengobatan TB paru bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutus mata rantai penularan, dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. 6

18
Penatalaksanaan TB merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan

antara pemberian medikamentosa, penataan gizi, dan lingkungan sekitarnya.

Pemberian medikamentosa tidak terlepas dari penyuluhan kesehatan kepada

masyarakat atau langsung kepada penderita tentang pentingnya minum obat secara

teratur dalam jangka waktu yang lama serta pengawasan terhadap jadwal

pemberian obat, dan keyakinan bahwa obat tersebut diminum. Jenis-jenis obat TB

yang digunakan, antara lain Isoniazid (H) yang bersifat bakterisid, Rifampisin (R)

yang bersifat bakterisid, Pirazinamid (Z) yang bersifat bakterisid, Streptomisin (S)

yang bersifat bakterisid, dan Ethambutol (E) yang bersifat bakteriostatik.9

Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut.4

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat dengan

jumlah cukup dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan.

Dianjurkan untuk tidak menggunakan OAT tunggal (monoterapi), penggunaan

OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat

dianjurkan.

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung atau Directly Observed Treatment (DOT) oleh Pengawas Menelan

Obat (PMO).

3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

19
Tabel 2.1. Jenis, sifat, dan dosis OAT
Dosis yang direkomendasikan
Jenis OAT Sifat (mg/kg)
Harian 3x seminggu
4 10
Isoniazid (H) Bakterisid
(4-6) (8-12)
10 10
Rifampicin (R) Bakterisid
(8-12) (8-12)
25 35
Pyrazinamid (Z) Bakterisid
(20-30) (30-40)
15 -
Streptomycin (S) Bakterisid
(12-18) -
15 30
Ethambutol (E) Bakteriostatik
(15-20) (20-35)
Sumber : Depkes RI, 2011

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Pada tahap intensif pasien mengonsumsi obat setiap hari dan perlu diawasi secara

langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Apabila pengobatan tahap

intensif ini diberikan secara tepat, pasien yang menular menjadi tidak menular

dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi

BTA negatif dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan, pasien mendapat jenis obat lebih

sedikit namun dalam jangka waktu yang lebih lama yang penting untuk

membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.11

Kombinasi OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia merupakan rekomendasi dari WHO dan IUATLD.

Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam 1 tablet dan

dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien (Menkes RI, 2009). Terdapat

beberapa keuntungan dari penggunaan KDT dalam pengobatan TB.6

1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin

efektifitas obat dan mengurangi efek samping.

20
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan risiko

terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kemungkinan kesalahan

penulisan resep.

3. Jumlah obat yang harus ditelan lebih sedikit sehingga pemberian obat

menjadi lebih sederhana dan dapat meningkatkan kepatuhan pasien.

Berdasarkan keuntungan-keuntungan tersebut, WHO dan IUATLD

merekomendasikan penggunaan FDC atau OAT-KDT karena dapat mempercepat

akselerasi program penanggulangan TB dengan strategi Direct Observed

Treatment and Short Course (DOTS), diharapkan target yang telah ditetapkan

tercapai tepat pada waktunya.6

Jenis-jenis tablet KDT:

1. Tablet yang mengandung 4 macam obat yang dikenal dengan tablet 4FDC atau

4KDT. Setiap tablet mengandung 75 mg Isoniazid, 150 mg Rifampisin, 400 mg

Pirazinamid, dan 275 mg Ethambutol. Tablet ini digunakan untuk pengobatan

setiap hari dalam tahap intensif dan sebagai obat sisipan. Jumlah tablet yang

digunakan disesuaikan dengan berat badan penderita.

2. Tablet yang mengandung 2 macam obat yang dikenal dengan tablet 2FDC atau

2KDT. Setiap tablet mengandung 150 mg Isoniazid dan 150 mg Rifampisin.

Tablet ini digunakan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dalam tahap

lanjutan. Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan

penderita.6

Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia:

21
1. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)

Panduan OAT kategori 1 diberikan kepada penderita baru TB paru BTA

positif, penderita TB paru BTA negatif foto thoraks positif, dan penderita

TB ekstra paru.

Tabel 2.2. Panduan OAT-KDT kategori 1


Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat Badan Setiap Hari 3 Kali Seminggu
(kg) Selama 56 Hari Selama 16 Minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)

30-37 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT


38-54 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
71 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
Sumber : Depkes RI, 2011

2. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Panduan OAT ini diberikan untuk penderita TB paru yang sebelumnya

pernah diobati, yaitu penderita kambuh, penderita gagal, penderita dengan

pengobatan setelah putus obat.

Tabel 2.3. Panduan OAT-KDT kategori 2


Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat
Setiap Hari 3 Kali Seminggu
Badan
(kg) RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E (400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30-37 2 tablet 4KDT + 2 tablet 4KDT 2 tablet 2 KDT +


500 mg Streptomisin
2 tablet Ethambutol
inj.
38-54 3 tablet 4KDT + 3 tablet 4KDT 3 tablet 2 KDT
750 mg Streptomisin
inj. 3 tablet Ethambutol
55-70 4 tablet 4KDT + 4 tablet 4KDT 4 tablet 2 KDT
1000 mg Streptomisin
+ 4 tablet Ethambutol
inj.
71 5 tablet 4 KDT + 5 tablet 4KDT 5 tablet 2 KDT

22
1000 mg Streptomisin
inj. + 5 tablet Ethambutol
Catatan :
1. Pasien yang berumur > 60 tahun, dosis
maksimal untuk Streptomisin injeksi adalah
500 mg tanpa memperhatikan berat badan.
2. Streptomisin vial 1 gram dilarutkan dengan
menambahkan aqubidest sebanyak 3,7 ml,
sehingga menjadi 4 ml (1 ml = 250 mg).
Sumber : Depkes RI, 2011

3. OAT sisipan (HRZE)

Panduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir

tahap pengobatan intensif masih tetap BTA positif.

Tabel 2.4. Panduan OAT-KDT sisipan


Berat Badan Tahap Intensif Setiap Hari Selama 28 hari
(kg) RHZE (150/75/400/275)

30-37 2 tablet 4KDT


38-54 3 tablet 4KDT
55-70 4 tablet 4KDT
71 5 tablet 4KDT
Sumber : Depkes RI, 2011

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek

samping, tetapi sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Pemantauan

kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama

pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping

ringan dan dapat diatasi dengan pengobatan simptomatis dan pemberian OAT

dapat dilanjutkan. Berikut adalah obat TB dan efek samping yang dapat

ditimbulkan.14

1. Isoniazid

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada saraf tepi,

seperti kesemutan, rasa terbakar di kaki, dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi

23
dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B

kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat dilanjutkan. Efek lain yang

dapat terjadi adalah sindroma pellagra (defisiensi piridoksin). Efek samping berat

dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila

terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai

dengan pedoman TB pada keadaan khusus. Pada 3-10% anak yang menggunakan

isoniaid mengalami keadaan peningkatan transaminase darah. Isoniazid tidak

dilanjutkan pemberiannya pada keadaan kadar transaminase serum naik lebih dari

3 kali dari normal atau terjadi manifestasi klinik hepatitis, berupa mual, muntah,

nyeri perut dan kuning.

2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan

pengobatan simptomatik ialah :

a. Keadaan menyerupai gejala influenza, berupa demam, menggigil, dan nyeri

tulang.

b. Gangguan sistem gastrointestinal, berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan,

muntah kadang-kadang diare.

c. Gangguan pada kulit seperti gatal-gatal kemerahan. Rifampisin dapat

menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, atau air liur.

Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak

berbahaya. Efek samping rifampisin juga ditandai dengan peningkatan kadar

transaminase serum yang asimtomatik. Hal ini harus diberitahukan kepada

penderita agar dimengerti dan tidak perlu dikhawatirkan.

24
3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat. Nyeri sendi juga dapat

terjadi dan kadang dapat menyebabkan serangan arthritis gout, hal ini

kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.

Reaksi berupa demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain dapat juga

terjadi karena efek samping dari penggunaan obat ini.

4. Ethambutol

Ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa

berkurangnya ketajaman penglihatan atau buta warna untuk warna merah dan

hijau. Gangguan penglihatan yang terjadi tergantung pada dosis yang digunakan.

Hal ini jarang terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB yang diberikan 3 kali dalam

seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu

setelah obat dihentikan. Ethambutol tidak dianjurkan untuk diberikan kepada

anak-anak karena gangguan penglihatan yang terjadi sukar untuk dideteksi.

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan saraf ke-8 yang berkaitan dengan

keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat

seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko

tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal.

Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan

kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera

dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25 gr. Jika pengobatan diteruskan maka

kerusakan akan semakin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).

25
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai

sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping yang bersifat ringan

dan hanya berlangsung sementara, seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga

yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini

mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25 gr. Streptomisin dapat menembus

sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat

merusak syaraf pendengaran janin.

2.8 Direct Observed Treatment and Short Course (DOTS)

World Health Organization dan IUATLD pada awal tahun 1990 telah

mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS

dan telah terbukti sebagai penanggulangan yang secara ekonomi paling efektif

(Depkes RI, 2011). WHO menyatakan bahwa kunci keberhasilan program

penanggulangan TB adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga telah

diterapkan di Indonesia.14

Menurut Depkes RI 2011, fokus utama DOTS adalah penemuan dan

penyembuhan penderita, prioritas diberikan kepada penderita TB tipe menular.

Strategi ini akan memutuskan penularan TB, dengan demikian dapat menurunkan

insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan penderita

merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. Penerapan

strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat merubah kasus menular

menjadi tidak menular, juga mencegah berkembangnya MDR-TB.

26
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci.6

1. Komitmen politis.

2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.

3. Pengobatan jangka pendek yang sesuai dengan standar bagi semua kasus TB

dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung

pengobatan.

4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.

5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap

hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

Istilah DOTS diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka

pendek setiap hari oleh PMO. Bagi penderita berobat jalan, pengawasan dapat

dilakukan langsung di depan dokter, petugas kesehatan, orang lain (kader

kesehatan, tokoh masyarakat, dll), atau keluarga terdekat, sedangkan untuk

penderita TB yang dirawat di rumah sakit, yang bertindak sebagai pengawas

minum obat adalah petugas rumah sakit hingga penderita tersebut selesai

menjalani perawatan di rumah sakit, selanjutnya pengawasan dilakukan seperti

penderita yang berobat jalan.14

2.9 Komplikasi

Tuberkulosis Paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan

komplikasi. Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru

dibedakan menjadi 2, yaitu :17

1. Komplikasi dini: Pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis.

2. Komplikasi pada stadium lanjut:

27
Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut

adalah:

a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok

hipovolemik.

b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus.

c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah.

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan

sebagainya.

28
BAB 3
LAPORAN KEGIATAN HOME VISIT PASIEN

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn A

Umur : 60 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

Suku : Aceh

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Karet, kecamatan Banda Baro

Tanggal Pemeriksaan : 13 Januari 2017

TB : 168 cm

BB : 40 kg

Status Gizi : IMT : BB/TB(m) 40/2,82 = 14,1 (kurus)

3.2 ANAMNESIS

a. Keluhan Utama : Demam

b. Keluhan Tambahan : Batuk berdahak, lemah, nafsu makan menurun

c. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli umum puskesmas

banda baro dengan keluhan demam yang dirasakan sejak 1 minggu terakhir.

Pasien mengaku demam yang dirasakan naik turun dan gejalanya mereda

apabila pasien minum obat pereda demam. Pasien juga mengeluhkan batuk

berdahak yang sudah dirasakan berbulan-bulan. Pasien juga mengeluhkan

29
lemas, pusing dan nafsu makan menurun sejak pasien mendapat kembali obat

paru-paru kotor.

d. Riwayat Penggunaan Obat

Pasien awalnya sudah pernah mengkonsumsi OAT namun pasien salah

minum obat. Pengawas minum obat pada pasien ini adalah istrinya sendiri dan

sesekali anak laki lakinya juga ada memantaunya serta membawa ayahnya

mengambil obat ke rumah sakit umum cut meutia.

e. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku mulai di diagnosis penyakit paru-paru sejak dirawat di RS

Kasih Ibu bulan Maret tahun 2016 dirawat selama 5 hari. Selama pengobatan

pasien salah minum obat, sehingga pengobatan harus di ulang sejak bulan

Desember tahun 2016 dan obat suntik baru dimulai pada 4 Januari 2017.

Pasien juga mengalami penurunan berat badan dari awalnya 51 kg sebelum

sakit dan sekarang hanya tinggal 40 kg.

f. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan

pasien.

Family Genogram

30
Keterangan :

: Perempuan : Pasien (A)

: Laki-laki

g. Riwayat Kebiasaan Sosial

1) Pasien sering duduk/kumpul dengan orang yang diduga terinfeksi TB

Paru.

2) Pasien sering meludah sembarangan.

3) Jendela kamar dan pintu rumah kadang jarang di buka sehingga cahaya

matahari pagi tidak masuk.

Keluarga Tn A
Tabel 2.1 Data Dasar Keluarga A

Nama Status Jenis Usia Pendi Pekerja Penghasil Ket


Keluarga Kela dikan an an
min
Tn.A Kepala L 60th SMA Petani Rp.1.000.
Rumah 000/bln
Tangga
Ny.S Istri P 52th SMA IRT -
A Anak ke-1 P 35th SMA Petani - Belum
Menikah
S Anak ke-2 L 30th SMA Wiraswa - Menikah
sta
M Anak ke-3 P 25th SMA IRT - Menikah

Keluarga Tn A tinggal di desa karet, Kecamatan Banda baro Kabupaten

Aceh utara. Tn A merupakan seorang petani dan sekali panen biasa mendapat

penghasilan Rp. 1.000.000,-00. Tn A sudah menikah dan mempunyai tiga orang

anak, pertama perempuan, anak kedua laki-laki dan anak ketiga perempuan. Istri

Tn A adalah seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari mengurusi keluarganya.

31
Keluarga tersebut hanya berharap pada pendapatan Tn A untuk

melangsungkan hidup. Kadang-kadang ada tambahan dari anak lelakinya yang

sehari-hari bekerja jual beli kambing. Berdasarkan status ekonomi menurut

Friedman (2004), keluarga Tn.A termasuk ekonomi tipe kelas menengah

dengan penghasilan 1.000.000 dan berdasarkan tingkat ekonomi keluarga menurut

Geimar dan Lasorte (1964), keluarga Tn.A termasuk kriteria adekuat oleh

karena keluarga menganggarkan dan mengatur keuangan secara realistis.

Rumah mereka terletak tidak terlalu jauh dari puskesmas, makanya Tn A

selalu datang ke puskesmas untuk di suntik obat. Rumah mereka terlihat bersih

dan rapi, cuma ada terdapat satu sudut terlihat ada tumpukan atau sangkutan baju

kotor. Rumah tersebut di halaman depan kalau hujan terlihat tampak becek dan

sedikit tergenang air dan rumahnya belum terpagar semua. Ventilasi rumah baik

terdapat jendela diruang tamu namun pada pagi hari kadang jarang dibuka dan

dikamar tidur juga kadang jarang dibuka. Selain itu Tn A juga sudah mengerti

supaya penyakitnya itu tidak tertular sama anggota keluarga yang lain Tn A

kadang memakai masker dan kalau tidak memakai masker, pada saat batuk Tn A

menutup mulutnya dan setelah itu Tn A mencuci tangannya.

Sumber air pada keluarga tersebut berasal dari sumur yang terletak

dibelakang rumah, dengan jarak 3 meter dari rumah. Terdapat 2 kamar mandi

namun yang aktif dipakai hanya 1, lantai beralas keramik dan dindingnya

beralaskan semen, bak penampung air yang ada di dalam kamar mandi tersebut

dikuras seminggu dua kali.

32
3.3 PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Present

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/80 mmhg

Frekuensi Nafas : 20 x/menit

Heart Rate : 70 x/menit

Temperatur : 36,4 0C (aksila)

Tanggal Pemeriksaan : 11-Januari-2017

b. Status General

Kulit

Warna : Sawo matang

Turgor : cepat kembali

Ikterus : (-)

Anemia : (-)

Sianosis : (-)

Kepala

Bentuk : Kesan Normocephali

Rambut : Tersebar rata, sukar dicabut, berwarna hitam.

Mata : Cekung (-), Refleks cahaya (+/+), Sklera ikterik (-/-),

konj.palpebra inf pucat (-/-)

Telinga : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)

Hidung : Sekret (-/-), Perdarahan (-/-)

33
Mulut

Bibir : Pucat (-), Sianosis (-)

Gigi : Karies (-),

Lidah : Beslag (-), Tremor (-)

Mukosa : Basah (+)

Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal

Faring : Hiperemis (-)

Leher

Bentuk : Kesan simetris

Kel. Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran (-)

Peningkatan TVJ : R - 2 cmH2O

Axilla

Pembesaran KGB (-)

Thorax

Thorax depan

1. Inspeksi

Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris, (+)

Tipe Pernafasan : Abdominal Thorakal

Retraksi : (-)

2. Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal

34
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor

4. Auskultasi
Suara Pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh basah halus (+) Wh Rh basah halus (+) Wh
(-) (-)
Lap. Paru tengah Rh (-) Wh (-) Rh (-) Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh basah halus (+) Wh Rh basah halus (+) Wh
(-) (-)

Thorax belakang

1. Inspeksi

Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris, (+)

Tipe Pernafasan : Abdominal Thorakal

Retraksi : (-)

2. Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal

35
3. Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor

4. Auskultasi

Suara Pokok Paru kanan Paru kiri


Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler

Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri


Lap. Paru atas Rh (-) Wh (-) Rh (-) Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-) Wh (-) Rh (-) Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh basah halus (+) Wh Rh basah halus (+) Wh
(-) (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V 2 jari lateral Linea Axilaris Anterior Sinistra

Perkusi: Batas jantung atas : di ICS III linea parasternal sinistra

Batas jantung kanan: di Linea Parasternalis Dekstra

Batas jantung kiri : di ICS V linea axilaris anterior sinistra.

Auskultasi : BJ I > BJ II di katup mitral, regular, bising (-), gallop (-)

36
Abdomen

Inspeksi : Distensi (-)

Palpasi : Soepel (+), Nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani (+), Shifting dullness (-) undulasi (-)

Auskultasi : Peristaltik usus kesan normal

Genetalia dan Anus: Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Sensibilitas N N N N
Atrofi otot - - - -
Akral Dingin - - - -

3.4. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menunjang diagnosis TB Paru dilakukan pemeriksaan Sputum (S-P-S) dan

pemeriksaan Rontgen Thoraks serta pemeriksaan TCM (Test Cepat

Molekuler).

3.5 DIAGNOSIS BANDING

- TB Paru
- Bronkitis Kronis
- Ca Paru

37
3.6. DIAGNOSIS

TB Paru kasus putus obat

3.7. PENATALAKSANAAN

NON FARMAKOLOGI

a. Anjuran untuk mencuci tangan pakai sabun setiap kali sesudah batuk.

b. Edukasi menghindari pencetus: jangan sering berkumpul dengan orang

yang diduga terinfeksi TB Paru.

c. Anjuran setiap batuk harus menutup mulut.

d. Anjuran untuk memakai masker supaya anggota keluarga di rumah tidak

tertular.

e. Makan makanan yang bergizi.

f. Jangan buang dahak sembarangan.

FARMAKOTERAPI

OAT kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

3.8 Pencegahan

Upaya preventif

Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang :

a. Pentingnya minum obat TB paru teratur dan mengontrolkan dirinya ke

puskesmas bila ada keluhan lain.

b. Pentingnya perbaikan gizi dengan memakan makanan sehat sesuai kebutuhan

kalori tubuh, dan mengurangi konsumsi makanan lemak dan manis.

c. Pentingnya memiliki komponen rumah yang memenuhi syarat kesehatan

seperti memiliki langit-langit, memiliki ventilasi alami yang cukup,

38
penerangan rumah yang cukup, hunian rumah yang sesuai, jendela sesuai

dan lantai yang baik.

d. Pentingnya olahraga ringan teratur minimal 2 kali/ minggu untuk

memperlancar aliran darah.

e. Pentingnya cara mencuci tangan dengan benar serta memakai sabun.

f. Cara cara menjaga kebersihan lingkungan rumah yang mencakup

pengelolaan sampah dan tatacara pengelolaan dan pembakaran sampah yang

sesuai standar kesehatan.

g. Faktor risiko TB paru, siapa saja yang bisa terkena, gejala-gejala khasnya dan

juga menekankan bahwa TB paru penyakit yang dapat disembuhkan dengan

pengobatan rutin selama 6 bulan.

h. Pentingnya pemeriksaan dini keluarga penderita ke puskesmas yang tinggal

serumah dengan penderita.

i. Cara penularan penyakit TB paru melalui udara seperti meludah

sembarangan, dan juga penggunaan gelas atau piring bersamaan.

j. Pentingnya menutup mulut saat bersin atau batuk dan juga penggunaan

masker untuk penderita.

k. Pentingnya menjemur kasur setidaknya seminggu 2 kali.

l. Bahaya menggunakan kipas angin yang berdebu.

m. Pentingnya cahaya matahari yang dapat membunuh bakteri TB paru,

terutama pada pagi hari.

39
3.9 Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Gambaran Lingkungan

Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 12 x 9 m2, memiliki halaman

rumah yang luas dan menghadap ke utara. Terdapat pagar pembatas. Rumah ini

terdiri dari 3 kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga dan dapur. Rumah depan

merupakan rumah panggung yang terbuat dari papan dan rumah belakang semi

permanen dengan lantai semen yang sudah diperhalus. Atap rumah pasien terbuat

dari seng dan tidak menggunakan plafon. Ruang tamu memiliki 3 jendela dengan

ukuran 2 X 1 m. Kamar tidur rumah pasien memiliki jendela dengan ukuran 2x1m

dan. Rumah pasien mempunyai kamar mandi di dalam rumah yang berlantaikan

keramik, terdapat wc dan bak mandi, dengan sumber air berasal dari sumur.

2. Denah Rumah

TERAS
KAMAR
TIDUR
PASIEN
RUANG
TAMU
KAMAR
TIDUR

RUANG KELUAGA KAMAR


TIDUR

DAPUR
KOTOR GUDANG
DAPUR BERSIH
TUNGKU WC

KANDANG
TERNAK

40
1. Penilaian Rumah Sehat
No. Variabel Skor
1. Lokasi a. Tidak rawan banjir 3 3
b. Rawan banjir 1

2. Kepadatan a. Tidak PAdat (>8m2/orang) 3 3


hunian b. Padat (<8m2/orang) 1
3. Lantai a. Semen ubin, keramik, kayu 3 3
b. Tanah 1
4. Pencahayaan a. Cukup 3 3
b. Tidak cukup 1
5. Ventilasi a. Ada ventilasi 3 3
b. Tidak ada 1
6. Air bersih a. Air dalam kemasan 3 1
b. Ledeng/PAM 3
c. Mata air terlindung 2
d. Sumur pompa tangan 2
e. Sumur terlindung 2
f. Sumur tidak terlindung 1
g. Mata air tidak terlindung 1
h. Lain-lain 1
7. Pemb. Kotoran a. Leher angsa 3 3
(kakus) b. Plengsengan 2
c. Cemplung/ cubluk 2
d. Kolam ikan/sungai/kebun 1
e. Tidak ada 1
8. Septic tank a. Septic tank dengan jarak 3 3
>10 meter dari sumber air
minum
b. Lainnya 1
9. Kepemilikan WC a. Sendiri 3 3
b. Bersama 2
c. Tidak ada 1
10. SPAL a. Saluran tertutup 3 3
b. Saluran terbuka 2
c. Tanpa saluran 1
11. Saluran got a. Mengalir lancar 3 3
b. Mengalir lambat 2
c. Tergenang 1
d. Tidak ada got 1
12. Pengelolaan a. Diangkut petugas 3 2
sampah b. Ditimbun 2
c. Dibuat kompos 3
d. Dibakar 2
e. Dibuang ke kali 1

41
f. Dibuang sembarangan 1
g. Lainnya 1
13. Polusi udara a. Tidak ada gangguan 3 3
polusi 1
b. Ada gangguan
14. Bahan bakar a. Listrik, gas 3 3
masak b. Minyak tanah 2
c. Kayu bakar 1
d. Arang/batu bara 1
Penetapan skor kategori rumah sehat sebagai berikut:

Baik : skor 35-42 (>83%)

Sedang : skor 29-34 (69-83%)

Kurang : skor <29 (<69%)

Berdasarkan variable diatas, rumah pasien berada di kategori baik dengan skor

total variable rumah sehat 39.

3.10 Diagram Permasalahan Pasien


(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada

dentngan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

1. Tn. A. kurang mengerti cara


pengobatan dan pencegahan
TB paru.

2. Pasien tidak 4. Hygine


mengerti tentang lingkungan
pola makan yang Tn. A dengan
TB paru rumah pasien
benar. kurang

Diagram 3.1. Permasalahan Pasien

42
Tabel 3.1 Masalah dan Solusi terhadap Pasien
No. Masalah Solusi
1. Keluarga Tn. A. kurang mengerti a) Memberikan edukasi tentang
cara pengobatan dan pencegahan TB
penyakit TB paru beserta
paru.
pengobatannya .
b) Memberikan edukasi tentang
cara memakai masker yang
benar, membuang dahak tidak
sembarngan, serta cara mecuci
tangan yang benar.
c) Memberikan edukasi kepada
keluarga pasien untuk
melakukan pemeriksaan
sputum.
d) Memberikan motivasi kepada
pasien dan keluargannya agar
tetap semangat dalam
menjalani pengobatan.
2. Pasien tidak mengerti tentang pola a) Melakukan survey untuk
makan yang benar.
mengetahui gaya pola hidup
pasien seperti pemilihan jenis
makanan.
b) Memberikan edukasi kesehatan
tentang pola makan yang benar
yaitu makanan yang harus
dimakan.
c) Memberikan edukasi menu
gizi sehat dan seimbang.
3. Lingkungan rumah pasien tergolong a) Menganjurkan agar pasien dan
tidak sehat seperti :
keluarganya rajin
a) Di dalam rumah (pakaian
tergantung dan menumpuk, jendela membersihkan rumah minimal
yang tidak dibuka, dan

43
pencahayaan yang kurang). 2x sehari.
b) Di luar rumah (sumur kamar
b) Menganjurkan untuk selalu
mandi pasien tidak mengguanakan
cincin.) membuka jendela pada saat
pagi hari agar sirkulasi udara
bertukar dan cahaya dapat
masuk ke dalam rumah,
menghindari mengantung dan
menumpuk pakaian, merapikan
peralatan masak.
c) Menganjurkan untuk membuat
sumur yang memenuhi kriteria
kesehatan.

3.11 Managemen Pasien


a. Pengobatan

Melaksanakan terapi yang telah diberikan di rumah sakit.

b. Menimbulkan tanggung jawab pada diri sendiri

Dalam hal ini, dokter berusaha memunculkan rasa tanggung jawab pasien

untuk menjaga kesehatannya sendiri termasuk dalam meningkatkan kepatuhan

berobat. Pada kasus ini, dokter berusaha memunculkan tanggung jawab kepada

pasien untuk minum obat TB paru serta obat suntik teratur dan mengontrolkan

dirinya ke puskesmas bila ada keluhan.

1. Basic Konseling mengenai :

a) Penyakit yang diderita adalah penyakit TB yang menular dan bisa

menyerang siapa saja.

b) Menjelaskan kepada pasien tentang gejala-gejala pada penyakit TB dan

cara penularannya.

44
c) Membuang dahak pada wadah tertutup yang berisi pasir dan air sabun,

diganti minimal 1x sehari, kemudian menguburnya di tempat yang jarang

dilewati orang.

d) Menjelaskan kepada pasien agar tekun meminum obat dan rutin

memeriksakan dirinya sampai dinyatakan sembuh untuk evaluasi

perkembangan penyakit TB.

e) Jagalah kebersihan rumah dan pencahayaan di dalamnya, buka jendela

setiap hari pagi dan siang hari.

f) Menganjurkan pasien mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan

untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

3.12 Managemen Keluarga

Prinsipnya tujuan dari manajemen ini adalah untuk meminimalisir

terjadinya penularan TB paru. Dalam hal ini, menjelaskan bahwa Pentingnya

pemeriksaan dini sputum keluarga penderita ke puskesmas yang tinggal serumah

dengan penderita.

45
BAB 4
ANALISA KASUS

Pada kasus ini diagnosis fungsionalnya yaitu TB Paru putus obat. Hal ini

didasarkan kriteria klinis dan pemeriksaan penunjang.

1. Manifestasi Klinis

Manifestasi sistemik meliputi demam menggigil, keringat di malam hari,

malaise, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan yang dapat

bertahan selama beberapa minggu atau bulan. Batuk termasuk dalam

golongan gejala respiratorik. Biasanya berupa batuk produktif yang

berkepanjangan (lebih dari 3 minggu), sesak napas, nyeri dada dan

hemoptisis.

2. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan sputum

Kriteria sputum BTA positif menurut skala International Union

Againts Tuberculosis and Lung Disease (IULTD), yaitu.14

a. Tidak ditemukan Mycobacterium tuberculosis dalam 100 lapang pandang,

disebut negatif.

b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis kuman yang

ditemukan.

c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (+1).

d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (+2).

e. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (+3)

46
Pemeriksaan radiologi

Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB yaitu pembesaran

kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat, millier, kalsifikasi

dengan infiltrat, atelektasis, kavitas, efusi pleura dan tuberkuloma.

Pada pasien ini didapatkan penegakkan diagnosis. Pertama adanya batuk

berderdahak lebih 2 minggu berserta darah, penurunan berat badan, deman, nyeri

dada, keringat pada malam hari, dan tidak nafsu makan. Dari hasil dan

pemeriksaan penunjang yang dilakukan pemeriksaan sputum (+), rontgen thorak

(+). Pada pemberian obat OAT katagori I pasien salah cara minum obat, makanya

di berikan OAT katogori II oleh karena itu diagnosis pasien ini TB paru putus

obat. Pada kasus ini pasien diberikan terapi Kategori 2

(2HRZES/HRZE/5H3R3E3).

47

También podría gustarte

  • Judul
    Judul
    Documento1 página
    Judul
    Mila
    Aún no hay calificaciones
  • Pleno Modul 6
    Pleno Modul 6
    Documento49 páginas
    Pleno Modul 6
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Daftar Isi Proposal
    Daftar Isi Proposal
    Documento6 páginas
    Daftar Isi Proposal
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Jadwal WH Dokter Muda Puskesmas Tanah Jambo Aye
    Jadwal WH Dokter Muda Puskesmas Tanah Jambo Aye
    Documento1 página
    Jadwal WH Dokter Muda Puskesmas Tanah Jambo Aye
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Modul 3 Fast Private
    Modul 3 Fast Private
    Documento10 páginas
    Modul 3 Fast Private
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Laporan Kasus PLASENTA PREVIA
    Laporan Kasus PLASENTA PREVIA
    Documento20 páginas
    Laporan Kasus PLASENTA PREVIA
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Bab I
    Bab I
    Documento2 páginas
    Bab I
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Bakteri Anaerob 2011
    Bakteri Anaerob 2011
    Documento53 páginas
    Bakteri Anaerob 2011
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Lapkas Anesteko
    Lapkas Anesteko
    Documento30 páginas
    Lapkas Anesteko
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • 2918 - Pleno Modul Blok 19
    2918 - Pleno Modul Blok 19
    Documento89 páginas
    2918 - Pleno Modul Blok 19
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Lapkas GA TIVA
    Lapkas GA TIVA
    Documento52 páginas
    Lapkas GA TIVA
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Lampiran 3
    Lampiran 3
    Documento1 página
    Lampiran 3
    Nona Lumpun
    Aún no hay calificaciones
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Documento2 páginas
    Daftar Pustaka
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Promkes Indoor
    Promkes Indoor
    Documento5 páginas
    Promkes Indoor
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • BAB 1 Baktiya
    BAB 1 Baktiya
    Documento2 páginas
    BAB 1 Baktiya
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Cover Baktiya
    Cover Baktiya
    Documento1 página
    Cover Baktiya
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Bab 3 Baktiya
    Bab 3 Baktiya
    Documento14 páginas
    Bab 3 Baktiya
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Documento1 página
    Kata Pengantar
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • PAPER Fix
    PAPER Fix
    Documento52 páginas
    PAPER Fix
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Bab 1
    Bab 1
    Documento2 páginas
    Bab 1
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • CEPHALGIA PRIMER
    CEPHALGIA PRIMER
    Documento18 páginas
    CEPHALGIA PRIMER
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Panduan Teknik Sirkum Sisi
    Panduan Teknik Sirkum Sisi
    Documento20 páginas
    Panduan Teknik Sirkum Sisi
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Cover Paper Forensik
    Cover Paper Forensik
    Documento1 página
    Cover Paper Forensik
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Panduan Teknik Sirkum Sisi
    Panduan Teknik Sirkum Sisi
    Documento20 páginas
    Panduan Teknik Sirkum Sisi
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • KP, Daftar Isi Paper Forensik
    KP, Daftar Isi Paper Forensik
    Documento2 páginas
    KP, Daftar Isi Paper Forensik
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Kesehatan Masyarakat
    Kesehatan Masyarakat
    Documento14 páginas
    Kesehatan Masyarakat
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • SENJATA API
    SENJATA API
    Documento9 páginas
    SENJATA API
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Electric Burn
    Electric Burn
    Documento28 páginas
    Electric Burn
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones
  • Bab 1 Radiologi
    Bab 1 Radiologi
    Documento2 páginas
    Bab 1 Radiologi
    Eko Damara
    Aún no hay calificaciones