Está en la página 1de 12

BAB II

TINJUAUAN PUSTAKA

2.1 Neuroanatomi dan fungsi otot otot ekstraokuler

Pergerakan okular diatur oleh enam otot ekstraokuler. Nervus cranial yang

mempersyarafinya adalah nervus III (okulomotorius), nervus IV (troklearis) dan nervus VI

(abdusens). Selain itu, Nervus III juga mempersyarafi levator palpebra dan muskulus sfingter

pupil.1
Tabel 2.1 Origo dan Insersi Muskulus Ekstra Okular

No Otot Origo Insersi inervasi


1. M. Rektus Superior anulus zinii dekat fisura 8 mm di belakang limbus N III

orbitalis superior
2. M. Rektus Medialis anulus zinii 5 mm di belakang limbus N III
3. M. Rektus Inferior anulus zinii 6 mm di belakang limbus N III
4. M. Oblik Superior fossa lakrimal sklera posterior 2 mm N III

dari kedudukan macula


5. M. Oblik Inferior anulus zinii sklera di belakang N IV

temporal belakang bola

mata
6. M.Rektus Lateralis anulus zinii di atas dan 7 mm di belakang limbus N VI

di bawah foramen optic


Pergerakan bola mata bersifat konjugat yaitu keduanya menuju arah yang sama dan pada

saat yang bersamaan. Gerakan kojugat horizontal melibatkan pergerakan simultan pada kedua

mata dengan arah berlawanan dari garis tengah. Satu mata bergerak ke medial, sedangkan mata

lainnya bergerak ke arah lateral. Dengan demikian gerakan konjugat bergantung pada ketepatan
koordinasi persarafan kedua mata dan pada nuklei otot yang menpersarafi gerakan mata pada

kedua sisi. Hubungan saraf sentral yang kompleks juga mempengaruhi terjadinya gerakan

tersebut. Saraf yang mempersarafi otot-otot mata juga berperan pada beberapa refleks yaitu

akomodasi, konvergensi, dan refleks cahaya pupil.1

Tabel 2.2 Aksi otot ekstraokuler1

No. Otot Ekstraokuler Aksi


1. M. Rektus Superior Elevasi Intorsi Adduksi
2. M. Rektus Medialis Adduksi
3. M. Rektus Inferior Depresi Ekstorsi Adduksi
4. M. Oblik Superior Intorsi Depresi Abduksi
5. M. Oblik Inferior Ekstorsi Elevasi Abduksi
6. M.Rektus Lateralis Abduksi

2.2 Definisi Esotrofia Kongenital

Esotropia adalah salah satu tipe strabismus atau ketidakseimbangan mata. Istilah

esotrofia berasal dari bahasa Yunani yaitu eso- yang berarti ke dalam dan trepo yang berarti

giliran. Esotropia atau yang diistilahkan sebagai mata silang terjadi ketika salah satu mata

melihat lurus ke depan sedangkan mata lainnya berbelok kea rah hidung. Istilah esotropia

kongenital adalah esodeviasi dengan onset sebelum berusia enam tahun, Sudut deviasi biasanya

sangat besar, dan lebih dari 30 primsa dioptric (PD). Esotropia kongenital sering dihubungkan
dengan nistagmus yang merupakan disosiasi deviasi vertical dan overreaksi dari otot oblik

inferior.2

2.3 Epidemiologi Esotrofia Kongenital

Strabismus merupakan masalah mata yang paling banyak pada usia anakanak dimana 5

dari setiap 100 anak di US mengalami strabismus atau 12 juta orang dari 245 juta populasi

penduduk. Prevalensi esotropia kongenital lebih banyak daripada esotrofia jenis lain yaitu 28-

54%. Studi berbasiskan populasi dari tahun 1965 sampai dengan 1994 dilaporkan bahwa

prevalensi kelahiran dengan esotrofia kongenital adalah 25 per 10.000 atau 1 dari 403 lahir

hidup. 3

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko Esotrofia Kongenital

Penyebab pasti dari esotrofia kongenital masih belum teridentifikasi. Beberapa ahli

berkeyakinan bahwa ada kaitan dengan komponen genetik. Berdasarkan penelitian Tychsen dan

Lisberger, 1986, ditemukan bahwa pasien strabismus yang memiliki strabismus berat memiliki

dua saudara kandung dengan esotrofia kongenital. Selain itu investigasi skala besar menunjukkan

bahwa 20%-30% anakanak yang lahir dari orang tua strabismus akhirnya akan berkembang

menjadi strabismus.3

Beberapa faktor risiko tertentu yang dihubungkan dengan esotrofia kongenital seperti

lahir prematur, riwayat keluarga yang memiliki kelainan mata, komplikasi selama masa

kehamilan seperti hipoksia/iskemia ensepalopati, kelainan sistemik, dan penggunaan obat selama

masa kehamilan. Perhatian lebih terhadap faktor risiko tersebut dapat menjadi deteksi dini dan

managemen awal terhadap esotrofia.3

2.5 Patogenesis
Penyebab esotropia kongenital masih belum diketahui. Perdebatan mengenai etiologinya

terfokus pada implikasi dari 2 teori. Konsep "sensoris" Worth mengatakan bahwa esotropian

kongenital merupakan hasil dari penurunan pusat fusi di otak. Menurut teori ini mengembalikan

fungsi mata binokular dikatakan tidak berguna karena tidak ada cara untuk menyediakan

pengganti dari hilangnya fungsi neural. Chavasse tidak setuju dengan teori Worth dan percaya

bahwa penyebab utama esotropia kongenital adalah mekanik dan berpotensi untuk dapat

disembuhkan bila deviasi dapat dihilangkan ketika masih bayi.4

2.6 Klasifikasi

Esotropia kongenital termasuk dalam bentuk-bentuk esotropia. Berikut bentuk-bentuk

esotropia :4

1. Esotropia kongenital, mulai terlihat pada usia 6 bulan


2. Esotropia akomodatif, mulai usia 6 bulan hingga 7 tahun, bila dikoreksi

hipermetropinya maka akan terlihat hingga esotropinya


3. Esotropia nonakomodatif, tidak hilang hingga dengan koreksi hipermetropinya.

Bentuk-bentuk esotropia berdasar sudut penyimpangannya :

1. Esotropia konkomitan, yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya pada semua

arah pandangan.
2. Esotropia nonkomitan, yaitu bila besarnya sudut penyimpangan berbeda-beda

pada arah pandangan yang berbeda-beda pula.

2.7 Diagnosis
Esotropia kongenital klasik melibatkan sudut deviasi yang besar melebihi 20 dioptri

prisma (PD) pada pengukuran reflek cahaya kornea. Sesuai aturan, anak-anak dengan esotropia

yang lebih besar atau sama dengan 40 PD pada usia 2-4 bulan awal jarang menjadi orthoporia

secara spontan.3

Pada anak dengan deviasi sudut yang lebih kecil (< 40 PD) atau dengan sudut yang

bervariasi mempunyai kesempatan yang lebih untuk menjadi orthoporia.

Berdasarkan Tychsen, esotropia kongenital bermanifestasi dengan tanda motorik ocular,

seperti :3

1. Esotropia dengan atau tanpa ambliopia strabismus


2. Nistagmus
3. Asimetris
4. Gerakan visual asimetris dan abnormalitas persepsi gerakan
5. Deviasi vertical

Esotropia kongenital dapat berhubungan dengan beberapa presentasi klinis seperti

ambliopia, skotoma sentral, dan inkomiten.


Ambliopia selalu terdapat pada pasien dengan esotropia kongenital.
Semua pasien dengan esotropia kongenital gagal untuk mencapai penglihatan normal dan

stereopsis.
Skotoma sentral selalu dapat diidentifikasi. Pada kondisi lain, telah dilaporkan bahwa

kuadran inferonasal pada lapang pandangan mengalami penyemoitan pada pasien dengan

esotropia kongenital sebagai hasil dari deviasi vertical.


Terdapat inkomiten, tipe yang paling sering ditemukan adalah esotropia kongenital

dengan tipe V dimana esodeviasi lebih besar pada bagian bawah daripada bagian atas.

Esotropia kongenital tipe V disebabkan oleh overaksi dari muskulus obliqus inferior.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
2.8.1 Pemeriksaan Kelainan Refraksi
1. Pemeriksaan Aspek Motorik
Menentukan Besar Sudut Deviasi
a. Uji Prisma dan Penutupan
Uji penutupan (cover test)
Uji membuka penutup (uncover test)
Uji penutup berselang seling (alternate cover test)
Penutup ditaruh berselang seling didepan mata yang pertama dan kemudian

mata yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi total (heterotropia dan

heteroforia)

b. Uji penutupan plus prisma

Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma dengan kekuatan

yang semakin tinggi dengan kekuatan satu atau kedua mata sampai terjadi netralisasi

gerakan mata pada uji penutup berselang-seling. Misalnya untuk mengukur

esodeviasi penuh, penutup dipindah-pindahkan sementara diletakkan prisma dengan

kekuatan base out yang semakin tinggi didepan salah satu atau kedua mata sampai

gerakan re-fiksasi horizontal dicapai oleh mata yang deviasi. (Rusdianto, 2006)

c. Uji Objektif

Uji prisma dan uji tutup bersifat objektif, karena tidak diperlukan laporan

laporan pengamatan sensorik Dari pasien. Namun diperlukan kerjasama dan tajam

penglihatan yang utuh. Uji batang Maddox bersifat subjektif, Karena nilai akhir

pelaporan berdasarkan laporan pengamatan sensorik pasien. Pada kasus dimana

pasien dalam keadaan bingung atau tidak kooperatif, mungkin tidak respon terhadap

uji ini. Cara-cara penentuan klinis posisi mata yang tidak memerlukan pengamatan

sensorik pasien (uji objektif) jauh kurang akurat, walaupun kadang-kadang masih

bermanfaat. Terdapat dua metode yang sering digunakan yang bergantung pada

pengamatan posisi reflek cahaya oleh kornea, yakni : 5

Metode Hirschberg
Pasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian lihat pantulan

cahaya pada kedua kornea mata.

i. Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi

ii. Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15

iii. Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka deviasinya 30

iv. Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45

Metode Refleksi Prisma (modifikasi uji krimsky)

Penderita memfiksasi pada cahaya dengan jarak sembarangan. Prisma ditaruh

didepan mata sedang deviasi. Kekuatan prisma yang diperlukan agar refleksi kornea

pada mata yang juling berada ditengah-tengah pupil menunjukkan besarnya sudut

deviasi.

d. Duksi (rotasi monokular)

Satu mata ditutup dan mata yang lain mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala

arah pandangan, sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui. Kelemahan seperti

ini bisa karena paralisis otot atau karena kelainan mekanik anatomik. (Rusdianto, 2006)

e. Versi (Gerakan Konjugasi Okular)

Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya pada jarak 33 cm

dalam 9 posisi diagnosis primer lurus kedepan; sekunder kekanan, kekiri keatas dan

kebawah; dan tersier keatas dan kekanan, kebawah dan kekanan, keatas dan kekiri, dan

kebawah dan kekiri. Rotasi satu mata yang nyata dan relative terhadap mata yang lainnya

dinyatakan sebagai kerja-lebih (overreaction) dan kerja kurang (underreaction).

Konsensus: pada posisi tersier otot-otot obliq dianggap bekerja-lebih atau bekerja-kurang

berkaitan dengan otot-otot rektus pasangannya. Fiksasi pada lapangan kerja otot paretik
menyebabkan kerja-lebih otot pasangannya, karena diperlukan rangsangan yang lebih

besar untuk berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh mata yang normal akan menyebabkan

kerja-kurang pada otot yang paretik. 5

2. Pemeriksaan Aspek Sensorik

a. Uji stereopsis

Digunakan kaca sasaran Polaroid untuk memilahkan rangsangan. Sasaran yang

dipantau secara monokular hampir-hampir tidak bisa dilihat kedalamannya.

Stereogram titik-titik acak (random stereogram) tidak memiliki petunjuk kedalaman

bila dilihat monocular. Lapangan titik-titik secara acak (A field of random dots)

terlihat oleh mata masing-masing tetapi hubungan titik ke titik yang sesuai antara 2

sasaran adalah sedemikian rupa sehingga bila ada stereopsis akan tampak suatu

bentuk yang terlihat stereoskopis.5

b. Uji Supresi

Adanya supresi bisa ditunjukkan dengan uji 4 titik Worth. Gagang pencoba

dengan 4 lensa merah didepan satu mata dan lensa hijau didepan mata yang lain.

Ditunjukkan senter dengan bulatan-bulatan merah, hijau dan putih. Bulatan-bulatan

berwarna ini adalah tanda untuk persepsi mata masing-masing dan bulatan putih yang

bisa dilihat kedua mata dapat menunjukkan adanya diplopia. Pemilahan bulatan-

bulatan dan jaraknya Dari mata, menentukan luasnya retina yang diperiksa. Daerah

fovea dan daerah perifer dapat diperiksa dengan jarak dekat atau jauh.5

c. Uji Kelainan Korespondensi Retina

Kelainan korespondensi retina dapat ditentukan dengan dua cara :5


menunjukkan bahwa salah satu fovea tidak tegak lurus didepannya

menunjukkan bahwa titik retina perifer pada satu mata dan fovea mata lainnya

mempunyai arah yang bersamaan.

d. Uji Kaca Beralur Bagolini

Uji ini merupakan uji metode yang kedua. Kaca bening dengan alur-alur halus

yang arahnya berbeda tiap-tiap mata ditempatkan didepan mata. Kondisi uji sedapat

mungkin mendekati penglihatan normal. Terlihat sebuah titik sumber cahaya dan

seberkas sinar tegak lurus pada arah alur. Jika unsur retina perifer mata yang

berdeviasi menunjuk berkas cahaya melalui titik sumber cahaya maka berarti ada

kelainan korespondensi retina.5

2.9 Tatalaksana

Tujuan pengobatan esotropia kongenital adalah untuk mengurangi deviasi untuk

orthotropia. Idealnya, hasil ini terdapat dalam penglihatan normal pada setiap mata dan dalam

pengembangan setidaknya beberapa derajat fusi sensorik yang akan menjaga keselarasan gerakan

bola mata.6
Sudut deviasi yang lebih kecil dapat ditatalaksana dengan lensa prisma dengan atau tanpa

terapi oklusi, berdasarkan ada tidaknya ambliopia. Menampilkan refraksi yang baik dengan

sikloplegik penuh pada esotropia kongenital. Kombinasi sikloplegik yang umum digunakan

adalah 2,5% phenylephrine dan 1% cyclopentolate. Penting untuk menutup satu mata selama

melakukan pemeriksaan retinoskopi untuk membuat jarak yang akurat dengan visual aksis. Rata-

rata refraksi sikloplegik pada anak dengan esotropia kongenital tanpa masalah perkembangan

dan sistemik lainnya adalah sferis hiperopik ringan dengan astigmatisma ringan, yang stabil pada

dekade pertama kehidupan. 2


Lensa koreksi pada umumnya diberikan dengan hiperopia lebih dari +2.50 dioptri (D)

dan/atau ketika unisometropia 1.50 D. tambahan, silinder lebih besar dari atau rata-rata +0.5D

dapat diberikan. Pada kondisi lain, myopia diatas -4.00 memerlukan lensa koreksi. Koreksi

miopia dilakukan untuk 2 alasan: 2


1. Untuk memperjelas gambar yang dilihat oleh bayi dengan demikian dapat meningkatkan

fiksasi
2. Lensa minus dapat menurunkan kekuatan akomodasi dan sudut strabismus, terutama fiksasi

didekat target.
Ketika terdapat ambliopia maka, terapi oklusi merupakan satu-satunya pilihan. Bayi

diperiksa ulang setelah beberapa minggu untuk melihat respon terapi dan untuk meyakinkan

bahwa oklusi pada ambliopia tidak berkembang pada mata yang dominan. Akhir dari terapi

oklusi adalah untuk mencapai penglihatan rata-rata.2


2.9.1 Operatif
Esotropia kongenital ditandai dengan sudut deviasi yang besar (> 40 PD) dan dikoreksi

dengan pembedahan. Tychsen menyatakan bahwa ketika dokter bedah telah menemukan bayi

dengan esotropia kongenital melebihi 12 PD, maka penatalaksanaan bedah harus dilakukan.

Dokter bedah harus melakukan 2 kali pengukuran strabismus sebelum melakukan operasi. 2
Tindakan bedah biasanya diindikasikan setelah terapi medis dan terapi ambliopia

dilakukan. Selama bertahun-tahun, sejumlah teknik operasi dikembangkan tetapi kebanyakan

melibatkan reseksi rektus media bilateral. Reseksi dari otot rektus medial dikombinasikan

dengan reseksi dari otot rektus ipsilateral lateral alternatif yang dapat diterima. Pada operasi dua-

otot rektus ini, dibutuhkan otot suku cadang horizontal untuk operasi berikutnya; ini umum

terjadi pada pasien dengan esotropia kongenital. 2,6


Alternatif lain adalah reseksi unilateral rektus medius reseksi rektus lateral (pemendekan

otot untuk meningkatkan kekuatan abduksi). Kebanyakan dokter mata setuju bahwa operasi

harus dilakukan lebih awal karena koreksi esotropia kongenital dengan operasi memberikan hasil
terbaik bila dilakukan pada anak usia kurang dari 12 bulan. Selain itu, juga dapat

memaksimalkan fungsi teropong seperti stereopsis.2,6


2.8.2 Medikamentosa
Beberapa obat digunakan dalam penatalaksanaan esotropia kongenital. Salep kombinasi

antibiotik steroid digunkan untuk pengobatan minggu pertama postoperasi. Injeksi BOTOX

digunakan sebagai alternatif untuk memulai atau mengulang operasi.2


1. Salep kombinasi antibiotik-steroid
Digunakan pada minggu pertama postoperasi untuk mengontrol inflamasi dan untuk

mencegah infeksi terutama pada konjungtiva. Obat yang bisa digunakan adalah

dexamethasone/tobramycin (Tobradex) yang merupakan kombinasi dari tobramycin 0,3% dan

dexamethasone 0,1%. Tobramycin digunakan untuk bakteri gram positif dan gram negatif.
2. Neurotoksik
Botulinum toxin tipe A (BOTOX) adalah yang paling sering digunakan. Menghambat

transmisi impuls saraf pada jaringan neuromuscular

OnabotulinumtoxinA (BOTOX)

Digunakan untuk injeksi pada muskulus ekstraokuler. Dosis terapi yang digunakan 1,25 2,5

U. dosis lebih rendah digunakan untuk deviasi lebih kecil dan dosis lebih tinggi digunakan untuk

deviasi yang lebih besar.

Suntikan toksin botulinum ke dalam otot rektus medial telah digunakan oleh beberapa dokter

mata dalam pengobatan esotropia kongenital. Beberapa suntikan mungkin diperlukan dan jangka

panjang sensorik dan motorik hasil belum terbukti lebih unggul kepada orang-orang dari operasi

insisi.6
Injeksi Botulinum Toxic (BOTOX) ke dalam rektus medial telah disarankan sebagai terapi

alternatif untuk operasi. Beberapa penelitian telah meneliti manfaat dari prosedur ini dan

mendapatkan hasil yang kontras. Dalam menggunakan injeksi BOTOX pada rektus medial

bilateral, McNeer mencatat penurunan sudut esotropia pada 27 pasien dengan esotropia

kongenital lebih muda dari usia 12 bulan dan pada pasien lebih muda dari usia 24 bulan.
Penelitian jangka panjang hingga 95 bulan postinjeksi menunjukkan bahwa tidak hanya

penurunan signifikan dari sudut esotropia tetapi juga kesejajaran binocular (+10 PD) pada 89%

pasien.2
2.10 Prognosis

Prognosis yang lebih baik untuk kesejajaran okuler dan penglihatan dapat diperoleh

apabila operasi dilakukan sebelum usia 2 tahun. Faktor yang mempengaruhi perburukan

kesejajaran letak okuler dan penglihatan dipengaruhi oleh amblyopia preoperasi, manifestasi

nistagmus laten, myopia dari -2,5 sampai -5,0 D.2

Daftar Pustaka

1. Nana, Wijana. Gangguan Gerak Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: EGC. 1996.
Hal: 277.
2. Vicente, Victor D, Ocampo JR. 2014. Infantile Esotropia. Medscape diakses pada tanggal 11
Juli 2017 dari http://emedicine.medscape.com/article/1198876-overview#a0199
3. Vicente, Victor D, Ocampo JR. 2014. Infantile Esotropia. Medscape diakses pada tanggal 14
Februari 2015 dari http://emedicine.medscape.com/article/1198876-overview#a0199
4. Tychsen L. Can ophthalmologists repair the brain in infantile esotropia? Early surgery,
stereopsis, monofixation syndrome, and the legacy of Marshall Parks. J AAPOS. 2005;
9(6):510-521.
5. Rusdianto. Diagnosis dan manajemen mikrostrabismus. The 4th Sumatera Ophthalmology
Meeting. 2006
6. American Academy of Ophtalmology. Infantile (Congenital) Esotrophia. USA : AAO. 2013.

También podría gustarte