Está en la página 1de 15

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum dan Pembangunan

A.1. Hukum
Hukum merupakan seperangkat kaidah,norma serta nilai-nilai yang tercermin dalam masyarakat
yang menentukan apa yang boleh dan yang tidak dibolehkan untuk dilaksanakan. Dalam
pandangan Prof.Achmad Ali (Menguak Tabir Hukum, 30) hukum dimanifestasikan dalam
wujud:

1. Hukum sebagai kaidah (hukum sebagai sollen); dan


2. Hukum sebagai kenyataan (hukum sebagai sein).

Selanjutnya beliau menambahkan bahwa yang utama adalah hukum sebagai kenyataan
dimana memuat keseluruhan kaidah social yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi yang
ada dalam masyarakat tersebut. Oleh karena itu definisi hukum menurut Prof. Achmad Ali yaitu:
Hukum adalah seperangkat kaidah atau ukuran yang tersusun dalam suatu sistem yang
menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga dalam
kehidupan bermasyarakatnya. Hukum tersebut bersumber baik dari masyarakat sendiri maupun
dari sumber lain yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta
benar-benar diberlakukan oleh warga masyarakat (sebagai satu keseluruhan) dalam
kehidupannya. Jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas
tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal. Berdasarkan pandangan di atas
maka kita dapat menggambarkan bagaimana hukum itu menjadi sangat penting untuk mengatur
tatanan kehidupan bernegara. Akan tetapi hal tersebut dirasa tidak mudah ketika kita mengkaji
hukum itu dalam kenyataanya di masyarakat. Prof.Mochtar Kusumaatmadja, dalam bukunya
yang berjudul Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangungan Nasional yang dikutip
dalam buku Prof.Achmad Ali (Menguak Tabir Hukum, 47): kesulitan dalam menggunakan
hukum sebagai suatu alat untuk mengadakan perubahan-perubahan masyarakat ialah harus
sangat berhati-hati agar tidak timbul kerugian bagi masyarakat. Oleh karena itu kajian hukum
sebagai kenyataan dalam masyarakat memiliki persoalan yang lebih kompleks karena melibatkan
keseluruhan aspek lain dari kehidupan manusia. Jika demikian bagaimana hukum bisa diketahui
berhasil atau tidak dalam suatu masyarakat. Tentunya harus diketahui dulu indikatornya.
Prof.Achmad Ali ( Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, 236) menjelaskan bahwa
keberhasilan hukum indikatornya adalah mampu tidaknya hukum mewujudkan harmonisasi di
antara warga masyarakat, dan ketika harmonisasi telah terwujud, maka itu dianggap perwujudan
dari ide keadilan, juga kedamaian senantiasa melahirkan kemanfaatan bagi masyarakat sebagai
suatu totalitas.
A.2. Pembangunan Pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui
upaya-upaya secara sadar dan terencana. Beberapa ahli di bawah ini memberikan definisi tentang
pembangunan,1 yakni:

(Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005). Portes (1976) mendefenisiskan


pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah
proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan
masyarakat.
(Johan Galtung) Pembangunan merupakan suatu upaya untuk memenuhan kebutuhan
dasar manusia, baik secara individual maupun kelompok, dengan cara-cara yang tidak
menimbulkan kerusakan, baik terhadap kehidupan sosial maupun lingkungan sosial.
(Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004) Pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu
upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada
setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi.
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai Suatu usaha atau
rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar
oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan
bangsa (nation building).

B. Hakekat Hukum dan Pembangunan

Penegasan yang dikemukakan oleh Prof.Achmad Ali (Menguak Teori Hukum dan Teori
Peradilan, 207) bahwa hakikat hukum merupakan hubungan timbal balik dari tiga komponen
yakni struktur, substansi, dan kultur hukum serta tambahan unsur oleh beliau yakni
profesionalisme dan kepemimpinan yang saling terkait dengan fungsi dan tujuan hukum. ketika
komponen tersebut dipisahkan satu sama lain maka munculah istilah penyakit hukum dan
inilah ciri kegagalan hukum. Oleh karena itu dengan penyatuan komponen-komponen tersebut
hukum Timur yang diwakili salah satunya oleh Jepang bertujuan untuk menghasilkan putusan
yang bersifat win win solution dan berbeda proses hukum Barat yang sifatnya win or lose di
antara pihak yang terlibat dalam suatu proses hukum. Lalu bagaimana hakikat pembangunan
hukum di Indonesia?
Drs. M. Sofyan Lubis, SH. (Persepsi Hukum dan Pembangunan, artikel hukum) beliau
menyimpulkan bahwa hakikat Pembangunan Hukum adalah bagaimana merubah perilaku
manusia ke arah kesadaran dan kepatuhan hukum terhadap nilai-nilai yang hidup dan
diberlakukan dalam masyarakat. Tegasnya membangun perilaku manusia dan masyarakat harus
di dalam konteks kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara dimana mereka mengerti dan
bersedia menjalankan kewajiban hukumnya sebagai warganegara dan mengerti tentang
bagaimana menuntut hak-hak yang dijamin secara hukum dalam proses hukum itu sendiri.
Dalam konteks ini jelas pembangunan tidak dapat dipisahkan dari kesadaran dan kepatuhan
manusia atau masyarakat terhadap nilai-nilai hukum. Pembangunan hukum harus dilakukan
secara simultan dengan perencanaan pembangunan lainnya yang dilaksanakan dalam proses
perencanaan pembangunan suatu bangsa secara global, karena sasaran akhir (goal end)
perencanaan pembangunan adalah prilaku manusia yang mematuhi nilai-nilai pembangunan
itu sendiri. Pembangunan hukum harus dilakukan secara simultan dan sinergi dengan aspek
pembangunan lainnya. Tanpa seperti itu ia menjadi utopia, sehingga hukum hanya bisa dipatuhi
oleh masyarakat di dalam system pemerintahan yang otoriter.

C. Peran Hukum dalam pembangunan Nasional serta permasalahan pembangunan di


Indonesia

1 Peran hukum dalam pembangunan nasional


Pembangunan yang komprehensif bukan hanya memperhatikan hanya dari aspek
ekonominya saja melainkan juga harus memperhatikan hak-hak azasi manusia, keduanya tidak
dalam posisi yang berlawanan, dan dengan demikian pembangunan akan mampu menarik
partisipasi masyarakat. Hal ini menjadi bertambah penting karena bangsa kita berada dalam era
globalisasi, artinya harus bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Hukum yang kondusif bagi
pembangunan sedikitnya mengandung lima kwalitas : stability, predictability, fairness,
education, dan kemampuan meramalkan adalah prasyarat untuk berfungsinya sistim ekonomi.
Perlunya predictability sangat besar di negara-negara dimana masyarakatnya untuk pertama kali
memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan social tradisionil mereka.
Stabilitas juga berarti hukum berpotensi untuk menjaga keseimbangan dan mengakomodasi
kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Aspek keadilan (fairness) seperti persamaan di
depan hukum, standar sikap pemerintah, adalah perlu untuk memelihara mekanisme pasar dan
mencegah birokrasi yang berkelebihan.

2 Permasalahan Pembangunan di Indonesia terkait Masalah Hukum


Pada dasarnya pembangunan hukum mempunyai makna bahwa adanya pembuatan
pembaharuan terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat
saat sekarang. Akan tetapi pada kenyataannya ada saja materi-materi hukum yang tidak sesuai
dengan kabutuhan masyarakat. Hal tersebut tidak bisa dipungkiri berhubung Indonesia
merupakan Negara dengan penduduk yang terbilang banyak dan memiliki ragam budaya di
setiap daerah. Tentunya hal tersebut berkaitan juga dengan adat dan budaya yang masih melekat
erat. Namun demikian yang menjadi inti dari permasalahan sistem hukum di Indonesia adalah
berkaitan dengan substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Substansi Hukum (Legal
Substance) Pembenahan substansi hukum merupakan upaya menata kembali materi hukum
melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan
tertib perundang-undangan dengan memperhatikan asas umum dan hirarki perundang-undangan
dan menghormati serta memperkuat kearifan lokal dan hukum adat untuk memperkaya sistem
hukum dan peraturan melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upaya pembaruan
materi hukum nasional. Struktur Hukum (Legal Structure) Pembenahan terhadap struktur hukum
lebih difokuskan pada penguatan kelembagaan dengan meningkatkan profesionalisme hakim dan
staf peradilan serta kualitas sistem peradilan yang terbuka dan transparan; menyederhanakan
sistem peradilan, meningkatkan transparansi agar peradilan dapat diakses oleh masyarakat dan
memastikan bahwa hukum diterapkan dengan adil dan memihak pada kebenaran; memperkuat
kearifan lokal dan hukum adat untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan melalui
pemberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upaya pembaruan materi hukum nasional.
Dalam kaitannya dengan pembenahan struktur hukum ini, langkah-langkah yang diterapkan
adalah:

Menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat pada sistem hukum dan kepastian


hukum.
Penyelenggaraan proses hukum secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan
(akuntabilitas).
Pembenahan dan peningkatan sumber daya manusia di bidang hukum.

Budaya Hukum (Legal Culture)

Unsur yang ketiga dalam arah kebijakan sistem hukum nasional adalah meningkatkan
budaya hukum antara lain melalui pendidikan dan sosialisasi berbagai peraturan perundang-
undangan. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan kembali budaya hukum yang sepertinya
semakin terdegradasi. Apatisme dan menurunnya tingkat appresiasi masyarakat pada hukum
dewasa ini sudah sangat mengkhawatirkan, maraknya kasus main hakim sendiri, pembakaran
para pelaku kriminal, pelaksanaan sweeping oleh sebagian anggota masyarakat bahkan di depan
aparat penegak hukum merupakan gambaran nyata semakin menipisnya budaya hukum
masyarakat. Sehingga konsep dan makna hukum sebagai instrumen untuk melindungi
kepentingan individu dan sosial hampir sudah kehilangan bentuknya yang berdampak pada
terjadinya ketidakpastian hukum melalui proses pembenaran perilaku salah dan menyimpang
bahkan hukum sepertinya hanya merupakan instrumen pembenar bagi perilaku salah, seperti
sweeping yang dilakukan oleh kelompok massa, oknum aparat yang membacking orang atau
kelompok tertentu, dan lain sebagainya. Tingkat kesadaran masyarakat terhadap hak,
kewajibannya, dan hukum sangat berkaitan dengan (antara lain) tingkat pendidikan dan proses
sosialisasi terhadap hukum itu sendiri. Di lain pihak kualitas, profesionalisme, dan kesadaran
aparat penegak hukum juga merupakan hal mutlak yang harus dibenahi. Walaupun tingkat
pendidikan sebagian masyarakat masih kurang memadai, namun dengan kemampuan dan
profesionalisme dalam melakukan pendekatan dan penyuluhan hukum oleh para praktisi dan
aparatur ke dalam masyarakat, sehingga pesan yang disampaikan kepada masyarakat dapat
diterima secara baik dan dapat diterapkan apabila masyarakat menghadapi berbagai persoalan
yang terkait dengan hak dan kewajibannya serta bagaimana menyelesaikan suatu permasalahan
sesuai dengan jalur hukum yang benar dan tidak menyimpang.
D. TEORI HUKUM PEMBANGUNAN

Pembangunan bangsa Indonesia yang sedang berlangsung saat ini bertujuan untuk
mencapai cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta menciptakan
perdamaian dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Olehnya,
pembangunanan dilaksanakan dalam segala sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara
secara berkelanjutan. Salah satu aspek yang menjadi sasaran pembangunan adalah aspek hukum
itu sendiri. Pembangunan hukum tersebut sangatlah dibutuhkan untuk meneruskan perjuangan
bangsa merdeka setelah terlepas dari belenggu penjajahan kolonialisme barat, serta merupakan
eksistensi sebagai negara yang berdaulat tentunya memerlukan kehadiran hukum nasional yang
mencerminkan nilai-nilai kultur dan budaya bangsa. Pembangunan hukum pada dasarnya
meliputi usaha mengadakan pembaruan pada sifat dan isi dari ketentuan hukum yang berlaku dan
usaha-usaha yang diarahkan bagi pembentukan hukum baru yang diperlukan dalam
pembangunan masyarakat.
Salah satu bentuk perkembangan hukum adalah lahirya teori hukum pembangunan yang
dipelopori oleh Mochtar Kusumaatmadja pada tahun 1973. Awalnya, teori hukum pembangunan
ini sesungguhnya tidak digagas untuk menjadi sebuah teori, tetapi hanya sebagai konsep
pembinaan hukum nasional, namun karena kebutuhan akan kelahiran teori ini, menjadikan teori
ini dapat diterima secara cepat sebagai bagian dari teori hukum baru yang lebih dinamis,
sehingga dalam perkembangannya konsep hukum pembangunan ini akhirnya diberi nama teori
hukum pembangunan atau lebih dikenal dengan nama Mazhab UNPAD. Latar belakang lahirnya
pemikiran konsep hukum pembangunan ini bermula dari keprihatinan Mochtar Kusumaatmadja
yang melihat adanya kelesuan (melaise) dan kekurangpercayaan akan fungsi hukum dalam
masyarakat. Kelesuan itu seakan menjadi paradoksal, apabila dihadapkan dengan banyaknya
jeritan-jeritan masyarakat yang mengumandangkan The rule of law dengan harapan kembalinya
ratu keadilan pada tahtanya untuk mewujudkan masyarakat Tata tentram kerta raharja.
Teori hukum pembangunan Mochtar Kusumaatmadja memiliki pokok-pokok pikiran
tentang hukum yaitu ; Pertama, bahwa arti dan fungsi hukum dalam masyarakat direduksi pada
satu hal yakni ketertiban (order) yang merupakan tujuan pokok dan pertama dari segala hukum.
Kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu
masyarakat yang teratur dan merupakan fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat
manusia dalam segala bentuknya. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat maka diperlukan
adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat. Disamping itu, tujuan lain
dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut
masyarakat dan zamannya. Kedua, bahwa hukum sebagai kaidah sosial, tidak berarti pergaulan
antara manusia dalam masyarakat hanya diatur oleh hukum, namun juga ditentukan oleh agama,
kaidah-kaidah susila, kesopanan, adat kebiasaan dan kaidah-kaidah sosial lainya. Oleh
karenanya, antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya terdapat jalinan hubungan yang erat
antara yang satu dan lainnya. Namun jika ada ketidaksesuaian antara kaidah hukum dan kaidah
sosial, maka dalam penataan kembali ketentuan-ketentuan hukum dilakukan dengan cara yang
teratur, baik mengenai bentuk, cara maupun alat pelaksanaannya. Ketiga, bahwa hukum dan
kekuasaan mempunyai hubungan timbal balik, dimana hukum memerlukan kekuasaan bagi
pelaksanaanya karena tanpa kekuasaan hukum itu tidak lain akan merupakan kaidah sosial yag
berisikan anjuran belaka. Sebaliknya kekuasaan ditentukan batas-batasnya oleh hukum. Secara
populer dikatakan bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum
adalah kelaliman. Keempat, bahwa hukum sebagai kaidah sosial tidak terlepas dari nilai (values)
yang berlaku di suatu masyarakat, bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan
pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa
hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (The living law) dalam
masyarakat yang tentunya merupakan pencerminan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu
sendiri. Kelima, bahwa hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat artinya hukum merupakan
suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Fungsi hukum tidak hanya
memelihara dan mempertahankan dari apa yang telah tercapai, namun fungsi hukum tentunya
harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu sendiri. Penggunaan hukum sebagai alat
untuk melakukan perubahan-perubahan kemasyarakatan harus sangat berhati-hati agar tidak
timbul kerugian dalam masyarakat sehingga harus mempertimbangkan segi sosiologi, antroplogi
kebudayaan masyarakat.
Mochtar Kusumaatmadja juga memberikan defini hukum yang lebih memadai bahwa
hukum seharusnya tidak hanya dipandang sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang
mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga
(instituions) dan proses (procces) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam
kenyataan.[5] Jika dianalisis, makna definisi tersebut adalah :[6] Pertama, kata asas dan kaidah
menggambarkan hukum sebagai gejala normatif, sedang kata lembaga dan proses
menggambarkan hukum sebagai gejala sosial. Kedua, kata asas menggambarkan bahwa Mochtar
memperhatikan aliran hukum alam, karena asas itu ada kaitannya dengan nilai-nilai moral
tertinggi yaitu keadilan, sedangkan kata kaidah menggambarkan bahwa Mochtar memperhatikan
pengaruh aliran positivisme hukum karena kata kaidah mempunyai sifat normatif. Sedang kata
lembaga menggambarkan bahwa Mochtar memperhatikan pandangan mazhab sejarah. Kata
proses memperhatikan pandangan Pragmatic legal realism dari Roscoe Pound, yaitu proses
terbentuknya putusan hakim di pengadilan. Lebih lanjut kata lembaga dan proses mencerminkan
pandangan Sosiological jurisprudence karena lembaga dan proses merupakan cerminan dari
living law yaitu sumber hukum tertulis dan tidak tertulis yang hidup di masyarakat. Kata kaidah
mencerminknan berlakunya kaidah dalam kenyataan menggambarkan bahwa bentuk hukum
haruslah undang-undang.
Berdasarkan pokok-pokok pemikiran dari teori hukum pembangunan Mochtar
Kusumaatmadja yang telah diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa teori hukum pembangunan
didukung oleh aliran-aliran filsafat hukum mulai sejak era Yunani hingga ke era moderen yaitu ;
Pertama, hukum itu berlaku universal dan abadi sebagaimana dipelopori oleh Plato, Aristoteles,
Thomas Aquinas dan lain-lain, Kedua, aliran hukum positif (Positivisme hukum) yang berarti
hukum sebagai perintah penguasa seperti pemikiran John Austin atau oleh kehendak negara
seperti yang dikatakan oleh Hans Kelsen. Ketiga, hukum itu tidak dibuat melainkan tumbuh dan
berkembang bersama masyarakat (living law) dimana pemikiran ini dipelopori oleh Carl Von
Savigny. Keempat, aliran Sociological yurisprudence yang dipelopori oleh Eugen Ehrlich di
Jerman dan dikembangkan di Amerika Serikat oleh Roscoe Pound. Kelima, aliran Pragmatig
legal realism yang merupakan pengembangan pemikiran Roscoe Pound di mana hukum dilihat
sebagai alat pembaharuan masyarakat. Keenam, aliran Marxis Jurisprudence dipelopori oleh
Karl Marx dengan gagasan hukum harus memberikan perlindungan bagi masyarakat golongan
rendah. Ketujuh, aliran Antropological Jurisprudence dipelopori oleh Northop dan Mac Dougall
di mana aliran ini hukum harus dapat mencerminkan nilai sosial budaya masyarakat dan
mengadung sistem nilai.
Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi teori hukum pembangunan adalah sebagai
berikut :
1. Sukarnya menentukan tujuan dari pembangungan hukum (pembaruan);
2. Sedikitnya data empiris yang dapat digunakan untuk mengadakan suatu analisis dekriptif dan
prediktif;
3. Sukarnya mengadakan ukuran yang obyektif untuk mengukur berhasil/tidaknya usaha
pembaharuan hukum.
Teori hukum pembangunan Mochtar Kusumaatmadja kemudian direvisi oleh Romli
Atmasasmita dengan melakukan pendekatan BSE (Bureucratic and Social Engineering) yang
kemudian disebut dengan nama teori hukum pembangunan generasi II (1980). Konsep
pendekatan BSE (Bureucratic and Social Engineering) dalam pembangunan nasional hanya
dapat dilaksanakan secara efektif jika baik aparat penyelenggara negara dan warga negara telah
memahami fungsi dan peranan hukum sebagai berikut : [13]
1. Hukum tidak dipandang sebagai seperangkat norma yang harus di patuhi oleh masyarakat
melainan juga harus dipandang sebagai sarana hukum yang membatasi wewenang
dan perilaku aparat hukum dan pejabat publik;
2. Hukum bukan hanya diakui sebagai sarana pembaharuan masyarakat semata-mata, akan
tetapi juga sebagai sarana pembaharuan birokrasi.
3. Kegunaan dan kemanfaatan hukum tidak hanya dilihat dari kacamata kepentingan pemenga
kekuasaan (negara) melainkan juga harus dilihat dari kacamata kepentingan
kepentingan pemangku kepentingan (stakeholder), dan kepentingan korban-korban
(victims)
4. Fungsi hukum dalam kondisi masyarakat yang rentan (vulnerable) dan dalam masa peralihan
(transisional), baik dalam bidang sosial, ekonomi dan politik, tidak dapat
dilaksanakan secara optimal hanya dengan menggunakan pendekatan preventif dan
represif semata, melainkan juga diperlukan pendekatan restoratif dan rehabilitatif;
5. Agar fungsi dan peranan hukum dapat dilaksanakan secara optimal dalam pembangunan
nasional, maka hukum tidak semata-mata dipandang sebagai wujud dari komitmen
politik melainkan harus dipandang sebagai sarana untuk mengubah sikap dan cara
berpikir (mindset) dan perilaku (behavior) aparatur birokrasi dan masyarakat
bersama-sama.
Dalam perkembangannya selanjutnya, teori hukum pembangunan I oleh Mochtar
Kusumaatmadja dan teori hukum pembangunan II kemudian dimodifikasi kembali oleh Romli
Atmasasmita dengan menambahkan teori hukum progresif yaitu teori yang diperkenalkan oleh
seorang ahli hukum yaitu Satjipto Rahardjo kedalam teori hukum pembangunan Mochtar
Kusumaatmadja. Secara substansial, baik hukum progresif maupun hukum pembangunan tidak
berhenti pada hukum sebagai sistem norma yang hanya bersandar pada rules and logic saja,
melainkan juga hukum sebagai sistem perilaku. Kesamaan pandangan keduanya terletak pada
fungsi dan peranan hukum dalam bekerjanya hukum dihubungkan dengan pendidikan hukum,
namun demikian, kedua model hukum tersebut berbeda terutama pada tolak pangkal
pemikirannya. Mochtar Kusumaatmadja beranjak dari bagaimana menfungsikan hukum dalam
proses pembangunan nasional, sedangkan Satjipto Rahardjo beranjak dari kenyataan dan
pengalaman tidak bekerjanya hukum sebagai sistem perilaku. Perbedaan lain terlihat pada
Hukum Untuk Rakyat
Karakteristik hukum sebagai kaedah selalu dinyatakan berlaku umum untuk siapa saja, di
mana saja dan dalam wilayah Negara tertentu, tanpa membeda-bedakan. Menurut Sudikno
Mertokusumo, hukum itu bukan merupakan tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan
yang sifatnya non yuridis, dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum, sehingga
membuat hukum bersifat dinamis.
Menurut Soekarno Aburaera dkk, bahwa hukum dapat dilihat sebagai hukum positif yaitu
hukum yang berlaku didalam sebuah negara. Dalam konteks tersebut, hukum merupakan
penetapan oleh pemimpin yang sah dalam suatu negara sebagaimana juga yang dimaknai oleh
para ahli hukum. Hal ini sejalan dengan pandangan Austin yang menyatakan bahwa hukum
merupakan perintah dari yang berdaulat
Sementara itu, dalam pandangan masyarakat biasa, hukum dikonstruksikan sebagai suatu
kehidupan bersama dalam masyarakat yang diatur secara adil. Jadi, nilai-nilai keadilan dalam
hukum yang dipandang sebagai norma yang lebih tinggi dibandingkan dengan norma hukum
dalam suatu undang-undang

Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat dalam arti bahwa hukum dapat
dipergunakan sebagai agent of change. Hukum sebagai Agent of change atau pelopor perubahan
dapat berperan untuk mengontrol masyarakat dalam berbagai aktivitasnya dalam pembangunan.

2. Hukum, Masyarakat dan Pembangunan

Hakekat pembangunan Indonesia adalah amanat konstitusi yang sesuai dengan ikrar dan
cita-cita bangsa. Secara ideologis makna pembangunan yang dapat diartikan pembangunan
adalah membangun bangsa Indonesia seutuhnya, serta strategi pembangunan ialah pertumbuhan
ekonomi, pemerataan kesejahteraan sosial, serta stabilitas politik. Kemudian lebih lanjut
ditegaskan secara eksplisit pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945 bahwa; hakikat
pembangunan nasional adalah: mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan
umum, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, dan membantu melaksanakan ketertiban
dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dalam praktiknya pembangunan yang baik adalah pembangunan yang dilakukan secara
komprehensif. Artinya, pembangunan selain mengejar pertumbuhan ekonomi, harus
memperhatikan pelaksanaan jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia warga negaranya yang
telah diatur dalam konstitusi negara yang bersangkutan, baik hak-hak sipil, maupun hak
ekonomi, sosial dan budaya. Dengan demikian, pembangunan yang telah, sedang dan akan
dilakukan oleh pemerintah akan mampu menarik lahirnya partisipasi masyarakat dalam
pembangunan.

Dengan demikian, pembangunan dapat berperan untuk merubah perilaku masyarakat,


berupa kesadaran dan kepatuhan manusia atau masyarakat terhadap nilai-nilai hukum. Hal ini
dapat terlaksana bila secara sistem hukum berkerja dengan baik dan dinamis, yang ditandai
dengan berkualitasnya struktur hukum melalui pendidikan dan pengembangan profesi hukum
agar dapat menghasilkan ahli hukum dalam pembangunan hukum. Selain itu, berkualitasnya
substansi hukum yang terkait dengan rumusan norma yang dapat mengakomodasi kepentingan
seluruh masyarakat, serta ditunjang oleh budaya hukum masyarakat kondusif yang selalu
menempatkan hukum dalam proses penyelesaian sengketa.

Agar hukum dapat melaksanakan perannya sebagai sarana kontrol masyarakat dalam
pembangunan, maka hukum harus mengandung nilai-nilai yang dapat ditaati oleh masyarakat.

Pada satu sisi, hukum harus efektif, atau dapat bekerja. Bekerjanya hukum sangat
dipengaruhi oleh aparat penegak hukum, materi yang diatur oleh suatu peraturan perundang-
undangan maupun perilaku masyarakatnya. Faktor-faktor tersebut memberikan pengaruh
terhadap peran hukum sebagai sarana kontrol masyarakat.

Pada sisi yang lain, jika hukum tidak efektif maka dapat dikatakan sebagai penyakit hukum
menurut Achmad Ali, yaitu penyakit yang diderita oleh hukum sehingga hukum tidak dapat
melaksanakan fungsinya. Penyakit hukum dapat menyerang struktur yang terkait dengan kualitas
SDM aparatur penegak hukum, substansi yang terkait dengan nilai-nilai yang diatur serta dapat
diterjemahkan dalam berbagai aktifitas masyarakat atau kultur hukumnya yang terkait dengan
budaya masyarakat, yang merupakan suatu kesatuan sistem hukum dalam pandangan Lawrence
Friedman.

Dengan demikian, agar hukum dapat efektif sebagai sarana kontrol terhadap masyarakat
maka sistem hukum yang dimaksud perlu diperbaiki , yaitu:
1) Struktur
Struktur di ibaratkan sebagai mesin yang di dalamnya ada institusi-institusi pembuat dan
penegakan hukum, seperti DPR, Eksekutif, Legislatif, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.
Terkait dengan ini, maka perlu dilakukan seleksi yang objektif dan transparan terhadap aparatur
penegakan hukum.
2) Substansi
Substansi adalah apa yang di kerjakan dan dihasilkan oleh mesin itu, yang berupa putusan
dan ketetapan, aturan baru yang disusun, substansi juga mencakup aturan yang hidup dan bukan
hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang
Selain itu, substansi suatu peraturan perundang-undangan juga dipengaruhi sejauh mana
peran serta atau partisispasi masyarakat dalam merumuskan berbagai kepentingannya untuk
dapat diatur lebuh lanjut dalam suatu produk peraturan perundang-undangan.
Adanya keterlibatan masyarakat dalam pembentukan suatu undang-undang akan
memberikan dampak terhadap efektivitas pemberlakuan dari undang-undang tersebut.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Yuliandri bahwa tidak ada gunanya suatu undang-undang
yang tidak dapat dilaksanakan atau ditegakkan, mengingat pengalaman yang terjadi di indonesia
menunjukan banyaknya undang-undang yang telah dinyatakan berlaku dan diundangkan tetapi
tidak dapat dilaksanakan.
3) Kultur
Sedangkan kultur hukum menyangkut apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk
menghidupkan dan mematikan mesin itu, serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan,
yang mempengaruhi suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana
hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan.
Untuk itu diperlukan membentuk suatu karakter masyarakat yang baik agar dapat
melaksanakan prinsip-prinsip maupun nilai-nilai yang terkandung didalam suatu peraturan
perundang-undangan (norma hukum). Terkait dengan hal tersebut, maka pemanfaatan norma-
norma lain diluar norma hukum menjadi salah satu alternatif untuk menunjang imeplementasinya
norma hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Misalnya, pemanfaatan norma
agama dan norma moral dalam melakukan seleksi terhadap para penegak hukum, agar dapat
melahirkan aparatur penegak hukum yang melindungi kepentingan rakyat.
Dengan demikian, bekerjanya hukum akan memberikan dampak terhadap tercitanya
keteraturan dan ketertiban dalam masyarakat yang akan memberikan dampak terhadap
terselengaranya pembangunan dengan baik.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, hidayah, serta
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang mengenai Hukum
Pembangunan ini tepat waktu.

Dalam penulisan ini penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekeliruan, olehnya
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
penulisan-penulisan selanjutnya.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya.

Banggai, Juli 2017


Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL. .............................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum dan Pembangunan ........................................ 2


B. Hakekat Hukum dan Pembangunan .............................................. 3
C. Peran Hukum Pembangunan Nasional Serta
Permasalhan Pembangunan di Indones ......................................... 4
D. Teori Hukum Pembangunan ......................................................... 6
E.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 12
B. Saran ............................................................................................. 12

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indonesia merupakan Negara yang memiliki masyarakat yang pluralistik dan memiliki beragam
adat dan kebudayaan membuat eksistensi hukum menjadi semakin diutamakan dalam
menciptakan aturan-aturan yang dapat diterima serta adil bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sedikit flashback pada zaman orde baru tidak banyak aturan hukum yang memihak kepada
rakyat diciptakan, tetapi lebih banyak aturan hukum yang melindungi kepentingan penguasa dan
pengusaha. Akibat dari politik pembangunan sehingga menimbulkan ketimpangan antara
pemabangunan ekonomi dan pembangunan hukum.
Pembangunan hukum selama masa Orde Baru digunakan sebagai alat penopang dan pengaman
pembangunan nasional yang secara kasar telah direduksi hanya sebagai proses pertumbuhan
ekonomi semata. Pranata-pranata hukum di masa tersebut lebih banyak dibangun dengan tujuan
sebagai sarana legitimasi kekuasaan pemerintah, pemerintah dan aparatnya memilik kekuasaan
mutlak, bukan hanya dalam mengelola dan mengarahkan tujuan pembangunan, tetapi juga
memiliki kekuasaan dalam mengatur kehidupan social, budaya dan politik bangsa Indonesia.
Hukum hanya dijadikan sebagai sarana untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi, dan sebagai
sarana untuk memfasilitasi proses rekayasa social.

Tujuan di atas hanya dapat terwujud jika pembangunan di Indonesia terlaksana dengan baik dari
berbagai aspek terutama pembangunan ekonomi dan pendidikan, tentunya jika aturan-aturan
yang ada tidak inkonsistensi satu sama lain.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu:

1. Bagaimana peran Hukum dalam mewujudkan pembangunan nasional?


2. Bagaimana permasalahan pembangunan dalam kaitannya dengan sistem hukum di
Indonesia dan pemecahan masalah sehingga menciptakan pembangunan yang
berkesinambungan?
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan sebelumnya maka tim penyusun dapat menyimpulkan:

1. Bahwa Hukum merupakan pilar utama yang memiliki peran sangat penting dalam
pembangunan nasional. Hal ini tentunya pada tataran kondusif tidaknya hukum yang
berlaku. Indikator yang menentukan hukum itu kondusif adalah manakala memenuhi
lima kulalitas yakni stability, predictability, fairness, education, dan kemampuan
meramalkan adalah prasyarat untuk berfungsinya sistim ekonomi. Perlunya predictability
sangat besar di negara-negara dimana masyarakatnya untuk pertama kali memasuki
hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan social tradisionil mereka. Stabilitas
juga berarti hukum berpotensi untuk menjaga keseimbangan dan mengakomodasi
kepentingan-kepentingan yang saling bersaing. Aspek keadilan (fairness) seperti
persamaan di depan hukum, standar sikap pemerintah, adalah perlu untuk memelihara
mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berkelebihan
2. Inti dari permasalahan sistem hukum di Indonesia adalah berkaitan dengan substansi
hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.
o Substansi Hukum (Legal Substance)

Pembenahan substansi hukum merupakan upaya menata kembali materi hukum


melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan perundang-undangan.

o Struktur Hukum (Legal Structure)

Pembenahan terhadap struktur hukum lebih difokuskan pada penguatan


kelembagaan dengan meningkatkan profesionalisme hakim dan staf peradilan.

B. Saran

Pembangunan yang merupakan indikator hidupnya sebuah Negara hanya akan bermanfaat bagi
masyarakat jika ada aturan yang menjadi landasan utama. Aturan tersebut pun bisa berjalan
lancar jika masyarakat ikut berpartisipasi di dalamnya. Tentunya hal ini membutuhkan sosialisasi
yang dilakukan secara terus menerus mengingat budaya yang beragam di Indonesia. Harapan tim
penyusun pemerintah lebih memperhatikan aspek kebudayaan dalam membentuk suatu aturan
yang menunjang pembangunan yang berkesinambungan.
DI SUSUN OLEH :

UNIVERSITAS TOMPOTIKA
BANGGAI LAUT

También podría gustarte