Está en la página 1de 39

LAPORAN KASUS

ENSEFALITIS TUBERKULOSA

Dokter Pembimbing :
Dr. Al- Rasyid Sp.S

Disusun oleh :
Nama : Siti Nurjawahir Rosli
NIM : 11.2012.249

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 11 NOVEMBER 14 DISEMBER 2013

RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA, DEPOK


1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RS BHAKTI YUDHA

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Agus
Umur : 19 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Belum menikah
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas
Pekerjaan :-
Alamat : Telaga Golf Cluster Perancis Blok F3, Bogor
Dirawat diruang : Cattelya B
Tanggal masuk : 18 11 - 2013

II. SUBJEKTIF
Auto dan allo anamnesis, tanggal : 18-11-2013 pukul :07.30 WIB
I. Keluhan utama :
Kejang sebelah kanan badan sejak 3 jam SMRS

Keluhan tambahan:
Badan sebelah kanan terasa lemas, demam (+), pusing (-),mual (-), muntah
(-), nyeri kepala (-)

2
Riwayat penyakit sekarang
Os datang ke IGD RSBY dibawa oleh keluarganya dengan keluhan kejang tiba-tiba 3 jam
SMRS. Kejang menyentak tetapi tidak terlalu kuat di badan sebelah kanan sahaja terutama
tangan dan kaki. Kejang berlaku sekali dalam jangka waktu kurang dari 5 menit. Os sadar saat
kejang dan merasa lemas dan lemah setelah kejang berhenti. Sampai saat masuk ke rs, kejang
tidak kambuh. Dugaan pusing dan nyeri kepala disangkal. Mual dan muntah juga disangkal.
Riwayat pernah kejang sebelumnya disangkal tetapi os mengaku sejak sebulan yang lalu os
sering merasakan ada gerakan tidak terkontrol pada otot tangan dan kaki sebelah kanannya.
Gerakan tersebut tidak terlalu kencang seperti sekarang yang dikeluhkan. Gerakan tidak
terkontrol ini tidak menganggu aktifitas harian os malah kadang-kadang hilang sendiri. Keluhan
ini lebih sering timbul dan dirasakan saat istirahat. Karena keluhan gerakan yang tidak terkontrol
ini, os sulit untuk memegang barang dengan tangan kanan. Untuk makan sendiri juga sulit.
Os datang dalam keadaan demam tetapi tidak terlalu tinggi. Menurut os dan keluarganya,
dia sering demam sejak 2 bulan yang lalu setelah lebaran. Demam bersifat hilang timbul dan
tidak terlalu tinggi hingga mengganggu aktifitas hariannya. Os hanya mengambil obat warung
dan setelah itu demam akan sembuh.
Os pernah berobat ke dokter spesialis penyakit dalam dengan keluhan demam berulang dan
kadang terasa sesak dan dinyatakan terkena penyakit flek paru setelah dilakukan rontgen dada.
Pemeriksaan kultur dahak disangkal. Riwayat batuk lama disangkal, tetapi kakak os dikatakan
terkena penyakit flek paru kira-kira sebulan sebelum os juga dikatakan ketularan. Os sempat
mengikuti pengobatan OAT selama sebulan saja. Os tidak kontrol lagi ke dokter karena
merasakan sudah sembuh. Os datang berobat setelah merasakan adanya kaitan antara penyakit
flek paru dengan keluhan kejang sebelah badannya ini.

Riwayat penyakit keluarga


- Riwayat Hipertensi : (-)
- Riwayat Diabetes Mellitus : (-)
- Riwayat Penyakit Jatung : (-)
- Riwayat Stroke : (-)
- Tuberkulosis : (+) kakak pasien

3
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat Diabetes Mellitus : (-)
Riwayat Penyakit Jatung : (-)
Riwayat Stroke : (-)
Riwayat Alergi : (-)
Riwayat Cervical Syndrome : (-)
Riwayat Trauma Berulang : (-)
Riwayat Hipotensi : (-)
Riwayat kejang : (-)

Riwayat sosial, ekonomi, pribadi:


Os tidak merokok, tidak memakai narkoba, juga tidak melakukan seks bebas.
Tidak ada gangguan kepribadian

III. OBJEKTIF
1. Status presens
a. Kesadaran : Compos Mentis
b. GCS : E 4V 5M 6
c. TD : 110/70 mmHg
d. Nadi : 80x / menit
e. Pernafasan : 20x / menit
f. Suhu : 38,5oC
g. Kepala : normocephali,tidak tampak kelainan.
h. Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, simetris,
pupil isokor 3mm +/+ RCL +/+ RCTL +/+
i. Tenggorokan : Tidak hiperemis, T1-T1
j. Leher : Simetris, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
k. Dada : Simetris, deformitas (-)
l. Paru : Suara nafas vesikuler, wheezing (-/-) , ronkhi (-/-)
m. Jantung : BJ I-II murni regular, murmur (-), gallop (-)

4
n. Perut : Datar, supel, nyeri tekan (-), normotimpani, BU (+) normal,
hepar dan lien tidak teraba membesar.
o. Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
p. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, Edema (-/-)
q.Berat badan : 55 kg
r. Tinggi badan : 170 cm

1. Status psikikus
a. Cara berpikir : Baik,wajar sesuai umur
b. Perasaan hati : Wajar
c. Tingkah laku : Baik
d. Ingatan : Baik
e. Kecerdasan : Baik

2. Status neurologikus
a. Kepala
i. Bentuk : Normocephali
ii. Nyeri tekan : -
iii. Simetris : +
iv. Pulsasi : +

b. Leher
i. Sikap : Simetris
ii. Pergerakan : Bebas

c. Tanda rangsang meningeal


i. Kaku kuduk : (-)
ii. Laseque : >70 / >70
iii. Kernig : >135/ >135
iv. Brudzinski I : (-)
v. Brudzinski II : (-)

5
d. Neurologis
a) Pemeriksaan Saraf Kranialis
i) Nervus Olfaktorius (N. I)
Penciuman : Tidak dilakukan

ii) Nervus Optikus (N. II)


Kanan Kiri
Tajam penglihatan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Pengenalan warna Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lapang pandang Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

iii) Nervus Okulomotorius (N. III)


Kanan Kiri
Kelopak mata Terbuka Terbuka
Gerakan mata:
Superior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Inferior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Medial Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil:
Diameter 3 mm 3 mm
Bentuk Bulat Bulat
Posisi Sentral Sentral
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak + +
langsung
Strabismus - -
Nistagmus - -

6
iv) Nervus Trochlearis (N. IV)
Gerak mata ke lateral :
Kanan Kiri
Bawah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Strabismus - -
Diplopia - -

v) Nervus Trigeminus (N. V)


Membuka mulut Tidak ada kelainan
Sensibilitas atas Tidak dilakukan
Sensibilitas bawah Tidak dilakukan
Refleks kornea Tidak dilakukan
Refleks masseter Tidak dilakukan
Trismus Tidak dilakukan

vi) Nervus Abducens (N. VI)


Kanan Kiri
Gerak mata ke lateral Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Strabismus divergen - -
Diplopia - -

vii) Nervus Facialis (N. VII)


Kanan Kiri
Mengerutkan dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Kerutan kulit dahi Kerutan (+) Kerutan (+)
Menutup mata Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lipatan nasolabial Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sudut mulut Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Meringis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Memperlihatkan gigi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Bersiul Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasa lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7
viii) Nervus Vestibulochoclearis (N. VIII)
Kanan Kiri
Mendengar suara berbisik Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Test Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Test Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Test Shwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

ix) Nervus Glossofarigeus (N. IX)


Arkus faring Tidak dilakukan
Daya mengecap 1/3 belakang Tidak dilakukan
Refleks muntah Tidak dilakukan
Sengau Tidak dilakukan
Tersedak Tidak dilakukan

x) Nervus Vagus (N. X)


Arkus faring Tidak dilakukan
Menelan Tidak ada kelainan

xi) Nervus Accesorius (N. XI)


Menoleh kanan, kiri, bawah Tidak dapat dilakukan
Angkat bahu Tidak dapat dilakukan
Atrofi otot bahu Tidak ada kelainan

xii) Nervus Hypoglossus (N. XII)


Sikap lidah dalam mulut Tidak ada kelainan
Julur lidah Tidak ada kelainan
Tremor Tidak ada kelainan

8
e. Badan dan anggota gerak
1. Badan
a. Motorik
i. Respirasi : Spontan, simetris dlm keadaan statis dan dinamis
ii. Duduk : Dapat duduk normal
iii. Bentuk columna verterbralis : Normal
iv. Pergerakan columna vertebralis : Tidak dilakukan

b. Sensibilitas kanan kiri


Taktil Tidak dilakukan
Nyeri Tidak dilakukan
Thermi Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan

c. Refleks
Refleks kulit perut atas : Tidak dilakukan
Refleks kulit perut bawah : Tidak dilakukan
Refleks kulit perut tengah : Tidak dilakukan
Refleks kremaster : Tidak dilakukan

2. Anggota gerak atas


a. Motorik kanan kiri
Pergerakan Bebas Bebas
Kekuatan 3333 5555
Tonus Normotonus Normotonus
Atrofi - -

b. Sensibilitas kanan kiri


Taktil Tidak dilakukan
Nyeri Tidak dilakukan
Thermi Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan

9
c. Refleks kanan kiri
Biceps + +
Triceps + +
Radius Tidak dilakukan
Ulna Tidak dilakukan
Tromner-hoffman - -

3. Anggota gerak bawah


a. Motorik kanan kiri
Pergerakan Bebas Bebas
Kekuatan 3333 5555
Tonus Normotonus Normotonus
Atrofi - -

b. Sensibilitas kanan kiri


Taktil Tidak dilakukan
Nyeri Tidak dilakukan
Thermi Tidak dilakukan
Diskriminasi + +

c. Refleks kanan kiri


Patella + +
Achilles + +
Babinski - -
Chaddock - -
Rossolimo - -
Mendel-Bechterev - -
Schaefer - -
Oppenheim - -
Klonus paha - -
Tes lasegue > 70 > 70
Tes kernig > 135 >135

10
d. Koordinasi, gait, dan keseimbangan
Cara berjalan : Tidak ada kelainan
TesRomberg : Tidak ada kelainan
Disdiadokokinesia : Tidak ada kelainan
Ataksia : Tidak ada kelainan
Rebound phenomenon : Tidak dilakukan
Dismetria : Tidak dilakukan

e. Gerakan-gerakan abnormal
Tremor : -
Miokloni : +
Khorea : -

f. Alat vegetatif
Miksi : Baik
Defekasi : Baik

11
PEMERIKSAAN LAB
Hasil pemeriksaan laboratorium (tanggal 19/11/2013)
Jenis Hasil Unit Nilai Normal
Hemoglobin 10,8* g/dl 12-18
Leukosit 10,8* ribu/mm3 5-10
Trombosit 475* ribu/mm3 150-450
Hematokrit 32* % 38-47
MCV 50,8* fl 82-92
MCH 17* pg 27-42
MCHC 33,5* g/dl 34-45
LED 30* mm/jam <20
Diff count
i. Basofil 0 % 0-1
ii. Eosinofil 1 % 1-3
iii. Neutrophil stab 1* % 3-5
iv. Neutrophil segmen 82* % 54-62
v. Lymphosyte 8* % 25-33
vi. Monosyte 8* % 3-7
KIMIA DARAH
DIABETES MELITUS
GULA DARAH (S)
Glucose Sewaktu 98 Mg/dl < 180
SGOT/ASAT 23 /L < 35
SGPT/ALAT 22 /L < 40
Ureum 13 mg/dl 10-50
Creatinine 0,6 mg/dl 0,5-1,5
ELEKTROLIT
Natrium 137 MEQ/L 135-146
Kalium 3,82 MEQ/L 3,5-5
Chlorida 110* MEQ/L 98-107

12
Hasil pemeriksaan laboratorium (tanggal 21/11/2013)
Jenis Hasil Unit Nilai Normal
IMUNOLOGI SEROLOGI
Anti-HIV Non-reaktif Negatif

Hasil pemeriksaan laboratorium (tanggal 24/11/2013)


Jenis Hasil Unit Nilai Normal
SGOT/ASAT 13 U/L <35
SGPT/ ALAT 15 U/L <40
Bilirubin Total 0,4 mg/dl 0-1,5
Bilirubin Direct 0,2 mg/dl 0-0,25
Bilirubin Indirect 0,2 mg/dl 0-0,75

Hasil pemeriksaan laboratorium (tanggal 21/11/2013)


JENIS PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN SATUAN KETERANGAN

DIAGNOSTIK
MOLEKULER LYMPHOCYTE T
CD 4 HELPER KURANG

CD 4 Absolut 278 410-1590 Sel/l

CD 4% 19 31-60 %

M. TBC PCR Negatif Negatif Negatif

13
PEMERIKSAAN RONTGEN THORAX (25/10/2013)

Kesan:
cor: tak tampak kelainan
Pulmoes: perbaikan. (dibanding rontgen terdahulu)

14
PEMERIKSAAN CT SCAN KEPALA DENGAN KONTRAS

Kesan:
Sesuai gambaran abses di lobus parietal sinistra DD:/ Tuberkulosis
Tidak tampak ICH, SDH, EDH di cerebrum/cerebellum saat ini.

15
IV. RINGKASAN

Subjektif :
Seorang laki-laki usia 19 tahun datang dengan keluhan kejang tiba-tiba sejak 3 jam SMRS.
Kejang dirasakan di sebelah badan bagian kanan terutama kaki dan tangan,menyentak tapi
tidak terlalu kencang. Kejang berlaku sekali dalam jangka waktu kurang dari 5 menit. Os
sadar saat kejang dan merasa lemas dan lemah setelah kejang berhenti. Sampai saat masuk
ke rs, kejang tidak kambuh.Os mengaku sejak sebulan yang lalu os sering merasakan ada
gerakan tidak terkontrol pada otot tangan dan kaki sebelah kanannya. Keluhan ini lebih
sering timbul dan dirasakan saat istirahat. Karena keluhan gerakan yang tidak terkontrol
ini, os sulit untuk memegang barang dengan tangan kanan. Untuk makan sendiri juga sulit.
Os datang dalam keadaan demam tetapi tidak terlalu tinggi. Menurut os dan keluarganya,
dia sering demam sejak 2 bulan yang lalu setelah lebaran. Demam bersifat hilang timbul
dan tidak terlalu tinggi hingga mengganggu aktifitas hariannya. Os pernah memeriksa ke
dokter dan diberitakan menderita TB dan sempat mengikuti pengobatan OAT selama
sebulan saja. Os tidak kontrol lagi ke dokter karena merasakan sudah sembuh. Os datang
berobat setelah merasakan adanya kaitan antara penyakit flek paru dengan keluhan kejang
sebelah badannya ini.

Objektif :
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan : keadaan umum tampak sakit sedang TD 110/70
mmHg, Nadi 80x / menit, Pernafasan 20x / menit, Suhu 38,5oC, BU(+) normal. Pada status
neurologis didapatkan kesadaran compos mentis, GCS 15 dengan E4V5M6. Pemeriksaan
pupil reflex cahaya langsung dan tidak langsung positif. Pada pemeriksaan motorik,
didapatkan kekuatan ekstremitas atas sebelah kanan menurun 3333 dan kiri 5555 dan
ekstremitas bawah sebelah kanan menurun 3333 dan sebelah kiri adalah 5555.
Pada pemerikssan lab didapatkan Hemoglobin 10,8 g/dl, Leukosit 10,8 ribu/mm3,
Trombosit 475 ribu/mm3, Hematokrit 32%,LED 30 mm/jam. Pemeriksaan fungsi
ginjal,fungsi hati, gula darah dan elektrolit dalam batas normal.

16
Pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan kesan cor: tak tampak cardiomegaly,
Pulmoes: sesuai gambaran tuberculosis tetapi dengan perbaikan setelah dibandingkan
dengan rontgen terdahulu yang dibawa pasien saat diperiksa pada bulan agustus.
Pada pemeriksaan CT-Scan kepala dengan kontras didapatkan Kesan: abses di parietal
sinistra. Tidak tampak ICH, SCH, EDH, di cerebrum/cerebellum saat ini.

V. DIAGNOSIS
Diagnosis klinik : kejang parsial sederhana dextra
Diagnosis topik : serebral
Diagnosis etiologik : Infeksi TB
Diagnosis patologis : Inflamasi

VI. RENCANA AWAL


Non medika mentosa:
Tirah baring
Memperbaiki status gizi
Observasi kejang

Medika mentosa: pro-lumbal punksi

VII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : bonam

17
FOLLOW UP
Tanggal 19-11-2013 , Jam 06.00 WIB

S : Kejang (-)
O: KU Tampak sakit ringan
Kesadaran CM GCS 15 (E4M6V5)
TD : 110/70mmHg
N : 88 kali/menit
S : 36,50C
RR: 20 kali/menit
N.cranialis : paresis (-)

Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-)


Bruzdinski I (-), II (-)

Motorik : 4455 5555 RF ++ + + RP - -


4455 5555 ++ + + - -

A : Ensefalitis TB
DD/ Toxoplasmosis serebral
Abses serebral
TB paru
P : - Pro LP
- Cek CD4
- Cek PCR TB
- Pro darah rutin
- IVFD RL/12 jam
- Ranitidine 2 x 1
- Sanmol 3 x 1
- Neulin 3 x 250

18
FOLLOW-UP
Tanggal 20-11-2013 , Jam 06.00 WIB

S : Kejang tidak kambuh. Gerakan tidak terkontrol (-)


O: KU Tampak sakit ringan
Kesadaran CM GCS 15 (E4M6V5)
TD : 110/70mmHg
N : 80 kali/menit
S : 36,90C
RR: 20 kali/menit
N.cranialis : paresis (-)

Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-)


Bruzdinski I (-) II (-)

Motorik : 4455 5555 RF ++ ++ RP - -


4455 5555 + + + + - -

A: Ensefalitis TB
DD/ Toxoplasmosis serebral
Abses serebral
TB paru

P: - IVFD RL/12 jam


- Manitol 4 x 125 cc / 24 jam
- Rimstar 1 x 3 ( INH 75mg + R 150mg + Z 400mg + E 275mg )
- Streptomisin 1 x 750mg
- Ceftriaxone 2 x 1gr
- Ranitidine 2 x 1gr
- Neulin 3 x 250
- Sanmol 3 x 1

19
FOLLOW-UP
Tanggal 21-11-2013 , Jam 06.00 WIB

S : Os merasa lebih baik. Kejang tidak kambuh.


O: KU Tampak sehat
Kesadaran CM GCS 15 (E4M6V5)
TD : 110/70mmHg
N : 80 kali/menit
S : 36,40C
RR: 20 kali/menit
Defisit neurologis (-)
N.cranialis : paresis (-)
Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk negative

Motorik : 5555 5555 RF ++ ++ RP - -


5555 5555 ++ ++ - -

A: Ensefalitis TB
DD/ Toxoplasmosis serebral
Abses serebral
TB paru

P: - IVFD RL/12 jam


- Manitol 4 x 125 cc / 24 jam
- Rimstar 1 x 3 ( INH 75mg + R 150mg + Z 400mg + E 275mg )
- Streptomisin 1 x 750mg
- Ceftriaxone 2 x 1gr
- Ranitidine 2 x 1gr
- Neulin 3 x 250
- Sanmol 3 x 1

20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ensefalitis Tuberkulosis

Definisi

Ensefalitis bacterial adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi bakteri,
seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau
sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria,
atau primary amoebic meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang
sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap
tengkorak dan menyebabkan kematian.1-7

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme. Pada
encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan
medula spinalis. Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari
ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh
enterovarius, mumps, dan adenovirus. Ensefalitis biasa juga terjadi pascainfeksi campak,
influenza, varicella, dan pascavaksinasi pertusis.

Ensefalitis, suatu peradangan parenkim otak, muncul sebagai disfungsi neuropsikologi


difus dan atau fokal. Meskipun terutama melibatkan otak, meninges sering terlibat
(meningoencephalitis).
Dari perspektif epidemiologi dan patofisiologi, ensefalitis berbeda dari meningitis,
meskipun pada evaluasi klinis keduanya bisa hadir, dengan tanda-tanda dan gejala peradangan
meningeal, seperti fotofobia, sakit kepala, atau leher kaku. Hal ini juga berbeda dari cerebritis .
Cerebritis menjelaskan pembentukan abses tahap sebelumnya dan menunjukkan adanya infeksi
bakteri yang sangat merusak jaringan otak, sedangkan ensefalitis akut yang paling sering adalah
infeksi virus dengan kerusakan parenkim yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat.

21
Etiologi

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis:


1. Bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah
Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis
bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut.
2. Penyebab lain adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan
chicken pox/cacar air.
3. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena
virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.

Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:


a. Infeksi virus yang bersifat endemic
Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern
equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis,
Murray valley encephalitis.

b. Infeksi virus yang bersiat sporadik :


Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic
choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

Klasifikasi ensefalitis didasarkan pada factor penyebabnya. Ensefalitis suparatif akut


dengan bakteri penyebab ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, Streptococus,
E.Colli, Mycobacterium tuberculosis, dan T. Pallidum. Sedangkan ensefalitis virus penyebab
adalah virus RNA (Virus Parotitis), virusmorbili, virus rabies, virus Rubela, virus dengue, virus
polio, cockscakie A dan B, herpes zoster, herpes simpleks, dan varicella.

Patofisiologi

Infeksi TB pada SSP disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis, bakteri obligat aerob yang
secara alamiah reservoirnya manusia. Organisme ini tumbuh perlahan, membutuhkan waktu
sekitar 15 sampai 20 jam untuk berkembang biak dan menyebar. Seperti semua jenis infeksi TB,

22
infeksi SSP dimulai dari inhalasi partikel infektif. Tiap droplet mengandung beberapa organisme
yang dapat mencapai alveoli dan bereplikasi dalam makrofag yang ada dalam ruang alveolar dan
makrofag dari sirkulasi. Pada 2 4 minggu pertama tak ada respons imun untuk menghambat
replikasi mikobakteri, maka basil akan menyebar ke seluruh tubuh menembus paru, hepar, lien,
sumsum tulang.

Sekitar 2 sampai 4 minggu kemudian akan dibentuk respons imun diperantarai sel yang
akan menghancurkan makrofag yang mengandung basil TB dengan bantuan limfokin. Kumpulan
organisme yang telah dibunuh, limfosit, dan sel sel yang mengelilingnya membentuk suatu fokus
perkejuan. Fokus ini akan diresorpsi oleh makrofag disekitarnya dan meninggalkan bekas
infeksi. Bila fokus terlalu besar maka akan dibentuk kapsul fibrosa yang akan mengelilingi fokus
tersebut, namun mikorobakteria yang masih hidup didalamnya dapat mengalami reaktivasi
kembali. Jika pertahanan tubuh rendah maka fokus tersebut akan semakin membesar dan encer
karena terjadi proliferasi mikrobakterium. Pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah, fokus
infeksi primer tersebut akan mudah ruptur dan menyebabkan TB ekstra paru yang dapat menjadi
TB milier dan dapat menyerang meningen dan parenkim otak.4-9

Kuman mencapai susunan saraf pusat melalui aliran dan membentuk tuberkel di selaput
otak dan jaringan otak di bawahnya. Kemudian tuberkel akan pecah dan bakteri masuk ke ruang
subarachnoid. 4

Tampak tuberkel kecil berukuran beberapa millimeter sampai 1 sentimeter, berwarna


putih dan tersebar pada dasar otak, permukaan otak serta kadang-kadang pada selaput otak.
Eksudat yang kental dan berwarna putih terdapat sebagian besar pada ruang subarachnoid di
dasar otak dan sebagian kecil di permukaan otak serta medulla spinalis. Mungkin terjadi
penyumbatan foramen Magendi dan foramen Luschka serta pelebaran ventrikel. Terdapat
pembendungan pembuluh-pembuluh darah yang superficial. Pembuluh darah mengalami radang
dan dapat tersumbat sehingga terjadi infark otak. Tuberkel mengalami nekrosis pada bagian
tengahnya dan mengandung sel-sel epiteloid, limfosit, sel plasma, sel raksasa serta kumannya.4

23
Gejala Klinis

Gejala klinik encephalitis mirip flu terutama dengan penyebab virus, mulai dengan sakit
kepala, diikuti oleh perubahan keseadaran yang cepat dengan confusion, kejang dan koma.
Gejala-gejala yang muncul juga termasuk gejala-gejala peningkatan tekanan intrakranial seperti
sakit kepala berat, vertigo, nausea, konvulsi dan mental confusion. Kemungkinan gejala lain
yang bisa timbul termasuk photophobia, perubahan sensorik dan kekakuan leher. Gejala epilepsi
merupakan tanda gangguan neurologic dan kognitif bisa juga terbentuk.6,8

Dari gejala klinis biasanya penderita mengalami panas tinggi dan sakit kepala yang hebat
yang diikuti dengan mual dan muntah. Gejala ensefalitis adalah demam, sakit kepala, muntah,
penglihatan sensitif terhadap cahaya, kaku kuduk dan punggung, pusing, cara berjalan tak stabil,
iritabilitas kehilangan kesadaran, kurang berespons, kejang, kelemahan otot, demensia berat
mendadak dan kehilangan memori juga dapat ditemukan

Diagnosis

Secara umum diagnosis ensefalitis meliputi:

a. Cairan cerebrospinal:
Viral encephalomyelitis menunjukkan pleositosis (10-2000 sel/mm3), didominasi
oleh sel Mononuclear.
Level CSF protein secara umum meningkat pada encephalomyelitis dan proporsi
IgG meningkat.
Peningkatan atibodi spesifik CSF relatif terhadap serum menunjukkan adanya
infeksi susunan saraf pusat dengan infeksi tertentu.
Analisis dengan Polymerase chain reaction cairan serebrospinal dapat digunakan
me ndiagnosa beberapa infeksi virus, termasuk herpes simplex, Epstein-Barr,
varicella zoster, cytomegalovirus, HIV, rabies dan tuberculosis.
Punksi lumbal merupakan satu cara untuk mendiagnosis dengan pasti tetapi tidak
semua pasien dengan ensefalitis bisa di LP. Misalnya pada pasien ini, karena dari
CT scannya dicurigai adanya abses serebral,ditakuti jika dilakukan LP akan

24
terjadi herniasi. Kontraindikasi untuk dilakukan lumbal punksi antara lain
adalah:
o Trombositopenia (< 40,000)
o Protrombin time ( <50%)
o Adanya massa di posterior otak
o Peninggian tekanan intracranial karena SOL
o Infeksi local di tempat suntikan (dekubitus)

b. Hitung jenis darah dan hapusan: leukositosis. Dapat menunjukkan limfosit yang tidak
khas pada infeksi Epstein-Barr viral, morulae pada Ehrlichia, trypanosomes pada
trypanosomiasis borreliae pada relapsing fever, atau gamete pada Plasmodium
falciparum malaria.

c.Tes darah yang lain termasuk, kultur darah, fungsi ginjal dan elektrolit, fungsi hati,
glukosa, ESR dan CRP.

d.Kultur lain, misalnya, hapusan tenggorok dan kultur feces bila ada indikasi.

e. CT scan:

Dapat membantu menyingkirkan adanya space-occupying lesion, stroke, fraktur


basiler tengkorak, dan mendeteksi CSF kebocoran cairan serebrospinal pada sisi
fraktur.
CT scan juga digunakan mengidentifikasi peningkatan tekanan intracranial.

f. MRI scan:

Memberikan deteksi sensitive terjadinya demyelinisasi dan memberikan


kemungkinan perubahan edematous yang terjadi pada stadium dini encephalitis.

g. Electroencephalogram (EEG):

Seringkali memberikan hasil abnormal (terjadi perlambatan difuse


dengan periodic discharges) pada infeksi herpes simpleks akut dan kronik dan
kadang-kadang dapat membantu menentukan lokasi stadium dini.
25
Lebih banyak memberikan hasil dibandingkan CT scan pada minggu pertama.7,8

Diagnosis Banding

o Meningitis TB
o Tumor Intraserebral
o Toxoplasmosis
o Abses serebral

Penatalaksanaan

Menurut consensus tatalaksana untuk infeksi TB di susunan saraf pusat adalah sama walaupun
mengenai lokasi yang berbeza seperti meningens, jaringan otak atau bagian lain.

Sediaan OAT
Rifampicin : 10 mg/kgBB/hari po
Isoniazid : 5 mg /kgBB/hari po
Pyrazinamid : 25 mg/kgBB/hari po
Ethambutol : 20 mg/kgBB/hari po
Streptomycin : 20 mg/kgBB/hari po

OAT Kombo

Rimstar :Rifampicin 150 mg, INH 75 mg, Pyrazinamid 400 mg dan


Ethambutol 275

Combipack : Rifampicin 150 mg, INH 300 mg, Etambutol 750 mg

Lama pemberian: 2R-H-Z-E / S+7-10 R-H-Z

Stadium Meningitis TB 5
Grade I : GCS 15, tanpa defisit fokal
Grade II : GCS 11 14 / GCS 15 + defisit fokal
Grade III : GCS 10

26
Skoring Meningitis TB (5)
VARIABLE SCORE
Age (years)
36 +2
< 36 0
Blood white cell count (103/mL)
15.000 +4
< 15.000 0
Duration of illness (days)
6 -5
<6 0
CSF total white cell count (103/mL)
900 +3
< 900 0
CSF percentage neutrophils
75 +4
< 75 0

Total score 4 suggest tuberculous meningitis.


Total score > 4 is against tuberculous meningitis.

Deksametason pada Meningitis TB (Hanya direkomendasikan untuk pasien HIV


Negatif) (5)

Meningitis TB Grade I
- Minggu I : 0,3 mg / kg BB/ hari i.v
- Minggu II : 0,2 mg / kg BB/ hari i.v
- Minggu III-IV : mulai 4 mg / hari po dan diturunkan 1mg/hari tiap minggu

Meningitis TB Grade II / III

- Minggu I : 0,4 mg / kg BB/ hari i.v


- Minggu II : 0.3 mg / kg BB/ hari i.v
27
- Minggu III : 0,2 mg / kg BB/ hari i.v
- Minggu IV : 0,1 mg / kg BB/ hari i.v
- Minggu V-VIII : mulai 4 mg/hari po dan diturunkan 1 mg/hari tiap
Minggu

Perbandingan LCS pada masing-masing infeksi


LCS Normal Bakteri Virus TBC Toxoplasma Jamur
Warna Jernih Keruh/Purulen Jernih Normal- Jernih Normal-
Keruh Keruh

Sel <4 100-100.000 - 10-500 - 25-500

Sel Limfosit PMN M L/M M M


Dominan
Tekanan 70-180 N N/ N/
(mmH2O)
Protein <50 N/sedikit Normal
(mg/dl)
Glukosa 50-75 N/ N
(mg/dl)

Komplikasi

Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak pada
30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan selama
perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari
dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini. Walaupun
sebagian besar penderita mengalami perubahan serius pada susunan saraf pusat (SSP),
komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada SSP meliputi tuli saraf, kebutaan
kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental
dan motorik, gangguan belajar, hidrosefalus obstruktif, dan atrofi serebral.1,3-7

28
Komplikasi meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis.
Komplikasi akut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome of
Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), Kejang, ventrikulitis. meningkatnya tekanan
intrakrania (TIK). Patofisiologi dari TIK rumit dan melibatkan banyak peran molekul
proinflamatorik. Edema intersisial merupakan akibat sekunder dari obstruksi aliran serebrospinal
seperti pada hidrosefalus, edema sitotoksik (pembengkakan elemen selular otak) disebabkan oleh
pelepasan toksin bakteri dan neutrofil, dan edema vasogenik (peningkatan permeabilitas sawar
4
darah otak). Komplikasi intermediet terdiri atas efusi subdural, demam, abses otak,
hidrosefalus. Sedangkan komplikasi kronik adalah memburuknya fungsi kognitif, ketulian,
kecacatan motorik. 5,7

EPILEPSI

Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang
berulang (lebih dari satu episode). International League Against Epilepsy (ILAE)
dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan definisi epilepsi yaitu
suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan
bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial
yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epilepsi
sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan/atau gejala yang
timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di
otak. Dengan demikian, terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yang baru
dirumuskan oleh ILAE dan IBE yaitu:
Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya
Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan selanjutnya
Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologis, dan
konsekuensi sosial yang ditimbulkan.3
Epilepsi tipe bangkitan umum sekunder adalah tipe bangkitan yang berkembang dari
bangkitan yang pada awalnya bersifat parsial,baik sederhana atau kompleks dan dalam waktu
singkat menjadi bersifat umum.4

29
Etiologi
Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan penyebabnya.
2. Epilepsi sekunder yaitu yang penyebabnya diketahui.
Pada epilepsi primer tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga terdapat
kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf pada area jaringan otak
yang abnormal.5
Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala yang timbul ialah sekunder, atau akibat dari
adanya kelainan pada jaringan otak. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan kejang sekunder
antara lain : cedera kepala, gangguan metabolisme dan nutrisi, ensefalitis,anoksi,gangguan
sirkulasi dan neoplasma.6
Penyebab epilepsi antara lain :
1. kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-
obat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami infeksi, minum alcohol, atau mengalami
cidera.
2. kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak
(hipoksia), kerusakan karena tindakan.
3. cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
4. tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak.
5. penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
6. radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
7. penyakit keturunan seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis
dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
8. kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang
rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak.
9. kurang tidur dan terlalu lelah. Kurang tidur dapat mengganggu aktivitas dari sel-sel otak
sehingga dapat mencetuskan serangan.5

Patofisiologi
Otak ialah rangkaian berjuta-juta neron yang berhubungan satu dengan yang lain melalui
sinaps. Tiap neuron yang aktif melepaskan muatan listriknya. Fenomena ini elektrik ini adalah
wajar. Manifestasi biologiknya berupa gerakan otot atau suatu modalitas sensorik, tergantung
30
dari neuron kortikal mana yang melepaskan muatan listriknya. Bila neuron di daerah
somatosensorik yang melepaskan muatannya, timbullah perasaan propriotif atau proprioseptif.
Demikian pula akan timbul perasaan pancaindera apabila neuron daerah korteks yang
melepaskan muatan listriknya. Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya
karena potensial membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada dendrit.
Potensial membran neuron bergantung pada permeabilitas selektif membran neuron, yakni
membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali
oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat konsentrasi tinggi ion K dan konsentrasi
rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat di ruang ekstraseluler.
Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran. Potensial aksi itu
disalurkan melalui akson yang bersinaps dengan dendrit neuron lain. Ujung terminal neuron-
neuron berhubungan dengan dendrit-dendrit dan badan-badan neuron yang lain, membentuk
sinaps dan merubah polarisasi membran neuron berikutnya. Dalam sinaps terdapat zat yang
dinamakan neurotransmiter.7
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada
sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan
depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran
aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih
stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi
dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter
inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh
kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan
istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan
melepas muatan listrik.8

Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu
fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan
ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas
muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh
sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas
serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi.
31
Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga
sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-
menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu
serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting
untuk fungsi otak.8
Pada keadaan patologik, gaya yang bersifat mekanik atau toksik dapat menurunkan
potensial membran neuron, sehingga neuron melepaskan muatan listriknya. Beberapa
penyelidikan mengungkapkan bahwa neurotransmitteracetylcholine merupakan zat yang
merendahkan potensial membran postsinaptik. Jika jumlah zat tersebut telah cukup tertimbun
pada permukaan otak, maka pelepasan muatan oleh neuron-neuron kortikal dipermudah. Pada
jejas otak terdapat lebih banyak acetylcholine daripada otak yang sehat. Pada tumor serebri atau
adanya sikatris setempat pada permukaan otak sebagai gejala sisa dari meningitis, ensefalitis,
kontusio serebri atau trauma, dapat terjadi penimbunan setempat dari
acetylcholine, sehingga pada tempat tersebut akan terjadi pelepasan muatan listrik neuron-
neuron. Penimbunan acetylcholine setempat harus mencapai suatu konsentrasi tertentu untuk
dapat merendahkan potensial membran sehingga dapat memicu lepasnya muatan listrik. Oleh
karena itulah fenomena lepas muatan listrik epileptik terjadi secara berkala.1
Kejang fokal dapat berubah menjadi jenis kejang lain melalui beberapa tingkatan, hal ini
menunjukan adanya penyebaran lepasan listrik ke berbagai bagian otak.8
Jika kejang bersifat generalisata, lepas muatan listrik yang berlebihan akan menyebar ke
bagian otak secara luas. Penyebaran yang mencapai 2/3 bagian otak akan mengakibatkan
penurunan kesadaran. Pada serangan parsial yang berlanjut menjadi serangan umum sekunder
seringkali serangan umum tidak bersifat umum dari mulanya, tetapi berkembang dari serangan
yang pada awalnya bersifat parsial. Serangan parsial ini mungkin sederhana atau kompleks dan
dalam waktu singkat menjadi bersifat umum. Pada kasus demikian ini, serangan parsial mungkin
dialami sebagai suatu aura (peringatan).4
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,epilepsi tipe bangkitan umum sekunder
merupakan tipe yang serangannya berkembang dari serangan yang awalnya bersifat parsial baik
sederhana maupun kompleks yang kemudian menjadi serangan yang bersifat umum. Bangkitan
parsial dapat dimulai sebagai bangkitan parsial sederhana, kemudian dapat disusul dengan
bangkitan umum sekunder, atau bangkitan parsial sederhana berubah menjadi bangkitan parsial
kompleks dulu disusul oleh bangkitan umum.Bangkitan umum biasanya bersifat tonik-klonik.2,4
32
Kejang parsial simplek
o Dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan muatan ini tetap
terbatas di daerah tersebut.
o Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal,
tergantung kepada daerah otak yang terkena. Jika terjadi di bagian otak yang
mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan bergoyang
dan mengalami sentakan; jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah
dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau
sangat tidak menyenangkan.
o Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami deja vu (merasa
pernah mengalami keadaan sekarang dimasa yang lalu).9

Kejang parsial (psikomotor) kompleks


dimulai dengan hilangnya kontak penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1-
2 menit.
Penderita menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang
aneh dan tanpa tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tak berarti, tidak mampu
memahami apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan.
Kebingungan berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan
total.1

Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).


o Biasanya dimulai dengan kelainan muatan listrik pada daerah otak yang terbatas.
Muatan listrik ini segera menyebar ke daerah otak lainnya dan menyebabkan
seluruh daerah mengalami kelainan fungsi.
o Terjadi kehilangan kesadaran disusul dengan gejala motorik secara bilateral,
dapat berupa ekstensi tonik beberapa menit disusul gerakan klonik yang sinkron
dari otot-otot tersebut. Segera sesudah kejang berhenti pasien tertidur. 10

Pemeriksaan Penunjang
EEG (elektroensefalogram) merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik di
dalam otak.ditempelkan pada kulit kepala untuk mengukur impuls listrik di dalam otak.
33
Setelah terdiagnosis, biasanya dilakukan pemeriksaan lainnya untuk menentukan penyebab
yang biasa diobati.9, 14
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk:
- mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
- menilai fungsi hati dan ginjal
- menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan
adanya infeksi).
EKG (elektrokardiogram)
EKG dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung sebagai akibat dari
tidak adekuatnya aliran darah ke otak, yang bisa menyebabkan seseorang mengalami
pingsan.
CT scan dan MRI
CT scan dan MRI dilakukan untuk menilai adanya tumor atau kanker otak, stroke,
jaringan parut dan kerusakan karena cedera kepala.
Kadang dilakukan pungsi lumbal untuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi
otak.1

Tatalaksana
Pada epilepsi umum sekunder, obat-obat yang menjadi lini pertama pengobatan adalah
karbamazepin dan fenitoin. Gabapentin, lamotrigine, fenobarbital, primidone, tiagabine,
topiramate, dan asam valproat digunakan sebagai pengobatan lini kedua. Terapi dimulai dengan
obat anti epilepsi garis pertama. Bila plasma konsentrasi obat di ambang atas tingkat terapeutis
namun penderita masih kejang dan AED tak ada efek samping, maka dosis harus ditingkatkan.
Bila perlu diberikan gabungan dari 2 atau lebih AED, bila tak mempan diberikan AED tingkat
kedua sebagai add on.11,14

Fenitoin (PHT)
Fenitoin dapat mengurangi masuknya Na ke dalam neuron yang terangsang dan mengurangi
amplitudo dan kenaikan maksimal dari aksi potensial saluran Na peka voltase fenitoin dapat
merintangi masuknya Ca ke dalam neuron pada pelepasan neurotransmitter.11

34
Karbamazepin (CBZ)
Karbamazepin dapat menghambat saluran Na . Karbamazepin dapat memperpanjang inaktivasi
saluran Na .juga menghambat masuknya Ca ke dalam membran sinaptik.11

Fenobarbital (PB)
Fenobarbital adalah obat yang digunakan secara luas sebagai hipnotik, sedatif dan anastetik.
Fenobarbital bekerja memperkuat hambatan GABAergik dengan cara mengikat ke sisi kompleks
saluran reseptor Cl- pada GABAA. Pada tingkat selular, fenobarbital memperpanjang potensial
penghambat postsinaptik, bukan penambahan amplitudonya. Fenobarbital menambah waktu
buka jalur Cl- dan menambah lamanya letupan saluran Cl- yang dipacu oleh GABA. Seperti
fwnitoin dan karbamazepin, fenobarbital dapat memblokade aksi potensial yang diatur oleh
Na . Fenobarbital mengurangi pelepasan transmitter dari terminal saraf dengan cara memblokade
saluran Ca peka voltase.11

Asam valproat (VPA)


VPA menambah aktivitas GABA di otak dengan cara menghambat GABA-transaminase dan
suksinik semialdehide dehidrogenase, enzim pertama dan kedua pada jalur degradasi, dan
aldehide reduktase.
VPA bekerja pada saluran Na peka voltase, dan menghambat letupan frekuensi tinggi dari
neuron.
VPA memblokade rangsangan frekuensi rendah 3Hz dari neuron thalamus.11

Gabapentin (GBP)
Cara kerja: mengikat pada reseptor spesifik di otak, menghambat saluran Na peka voltase, dapat
menambah pelepasan GABA.11

Lamotrigin (LTG)
Cara kerja: Menghambat saluran Na peka voltase.11

Topiramate (TPM)
Cara kerja: Menghambat saluran Na , menambah kerja hambat dari GABA.11

35
Tiagabine (TGB)
Cara kerja: menghambat kerja GABA dengan cara memblokir uptake-nya.11

PEMBAHASAN KASUS

Berdasarkan kasus, pasien diduga menderita ensefalitis TB berdasarkan beberapa faktor


dan gejala yang ditemukan pada pasien. Pasien datang dengan keluhan kejang sebelah kanan
badan. Kejang dirasakan di sebelah badan bagian kanan terutama kaki dan tangan,menyentak
tapi tidak terlalu kencang. Kejang berlaku sekali dalam jangka waktu kurang dari 5 menit. Pasien
sadar saat kejang dan merasa lemas dan lemah setelah kejang berhenti. Sampai saat masuk ke
rumah sakit, kejang tidak kambuh. Riwayat pernah kejang sebelumnya atau kejang demam saat
kecil disangkal.
Terdapat berbagai faktor yang boleh menjadi penyebab kejang yaitu :
Circulation : gangguan vaskularisasi dan sirkulasi misalnya pada stroke dan perdarahan
otak akibat trauma kepala dan lain-lain.
Ensephalomeningitis : gejala meningitis dan ensefalitis muncul bersamaan disebabkan
infeksi
Metabolic : kejang disebabkan gangguan metabolic misalnya gagal ginjal hingga
mengganggu hemodinamik tubuh
Electrolyte : gangguan keseimbangan elektrolit dalam tubuh seperti kalium,natrium dan
klorida mempengaruhi aktifitas sel-sel dalam tubuh sehingga bisa menyebabkan kejang.
Neoplasma : adanya tumor atau massa dalam tubuh adalah sesuatu yang tidak normal
sehingga apabila tumor ini membesar dan mengganggu aktifitas dan proses sel-sel lain.
Trauma : trauma kepala akibat benturan yang kuat hingga mengganggu aktifitas sel-sel
otak
Epilepsy : bangkitan berulang yang disebabkan adanya gangguan fungsi otak sehingga
terjadi lepas muatan listrik yang berlebihan dan abnormal. Sering terjadi bangkitan
berulang yang serupa minimal 2x setahun.
Drugs intoxication : pengambilan obat-obatan tertentu atau narkoba dalam dosis tinggi
untuk jangka waktu yang lama sehingga merusak sel-sel di otak.

36
Pada pasien ini yang penyebab yang lebih mendekati adalah ensefalomeningitis
disebabkan infeksi dengan adanya riwayat flek paru dengan pengobatan yang tidak tuntas
memungkinkan kuman Mycobacterium tuberculosa menyebar hingga mencapai ke parenkim
otak. Pengobatan tuberculosis paru yang tidak tuntas dan pasien tidak makan obat menurut
jadwal menyebabkan kuman masih berada dalam tubuh malah menyebar ke organ tubuh yang
lain. Kaku kuduk pada pasien ini negative dan diharapkan kuman TB ini tidak masuk ke
meningen. Riwayat sering demam hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu menguatkan diagnosis
bahwa pasien sedang dalam proses infeksi yang kronis. Leukosit darah meningkat sedikit tidak
terlalu tinggi menandakan adanya proses infeksi dalam darah. Tindakan lumbal pungsi untuk
menilai LCS pada pasien ini tidak dapat dilakukan karena risiko terjadinya herniasi berdasarkan
CT scan kepala polos yang menunjukkan adanya gambaran abses di parietal otak.
Pemeriksaan fisik pada pasien tidak dapat dapat menegakkan diagnosis dengan tepat
karena hampir kesemua pemeriksaan menunjukkan hasil yang normal. Hasil abnormal yang
didapatkan adalah adanya gerakan mioklonik yang bersifat periodic. Kekuatan motorik badan
sebelah kanan menurun setelah kejang mioklonik ini. Pasien juga merasa kelelahan setelah
kejang. Ini disebabkan kontraksi otot yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan oto kelelahan. Pemeriksaan PCR TB darah pasien ini negative tetapi tetap tidak
menolak kemungkinan penyebab ensefalitis adalah dari TB selagi tidak ditegakkan dengan
lumbal pungsi. Pemeriksaan CD4 dilakukan untuk menolak diagnosis adanya infeksi dari HIV.
Hasil laboratorium menunjukkan CD4 pasien masih dalam batas normal dan anti-HIV bersifat
non-reaktif.
Pengobatan yang diberikan bersifat adjuvant. Dengan pemberian OAT diharapkan infeksi
di parenkim otak dapat disembuhkan. Setelah 2 minggu pengobatan,pasien seharusnya dilakukan
CT scan kepala sekali lagi untuk menilai perjalanan penyakitnya dan apakah dengan pemberian
OAT mempunyai reaksi yang baik sehingga gejala ensefalitisnya membaik. Pasien diharapkan
untuk terus mengkonsumsi OAT dengan patuh pada jadwal pengobatan supaya penyebaran
kuman di parenkim otak dapat disekat dan dihilangkan sepenuhnya.

37
KESIMPULAN

Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan
fungsinya. Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya adalah
ensefalitis.
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus
kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan
adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan
pascavaksinasi pertusis. Komplikasi dari ensefalitis sendiri bisa menyebabkan kejang atau
bangkitan kejang yang bersifat sekunder akibat adanya suatu penyakit akut pada otak. Jadi untuk
sembuh dari kejang tersebut haruslah ditangani penyebab utama yang menganggu fungsi normal
otak. Ensefalitis biasanya ditandai dengan perubahan status mental, kejang dan gangguan
neurologis fokal seperti paralisis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A. Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga.


Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2000. h.11
2. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available in : http://www.emedicine.com
3. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis. Clinical
Infectious Disease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia. 2004.
4. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009. available in
:http://www.medscapeemedicine.com/meningitis.
5. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia,
Pennsylvania. 2006.
6. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001.

7. Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, 2000, Ensefalitis dalam Sutoyo, Standar Pelayanan Medis,
Ed. 2, h : 198-200, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.

38
8. Van de beek, D. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with Bacterial Meningitis.
NEJM.2004.
9. Scheld, M. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot William and
Wilkins. 2004.h.443.
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis
di Indonesia. Jakarta. 2006. h. 53.
11. Crofton, J., Horne, N., Miller, F et all. Clinical Tuberculosis 2th edition. IUATLD.
MacMillan Education Ltd. London. 2002. h. 160.
12. Ravighone M, OBrien R. Tuberculosis. Dalam : Harrisons Principles of Internal Medicine
Edisi 16. New York: McGraw-Hill. 1998. h. 1004 1014.

13. PERDOSSI, 2007. Epilepsi. Jakarta.

39

También podría gustarte