Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Yukni ARIFIANTI
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi,
Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral
Jl. Diponegoro 57, Bandung 40122 Telp. 022-7272606, Fax. 022-7202761
E-mail: yukni@vsi.esdm.go.id
ABSTRACT
On December 1992, an earthquake with the intensity of 6.8 SR stroked Flores Sea and caused a huge
tsunami. This tsunami induced by submarine landslide killed almost 2080 persons. Recent investigation shows
that submarine landslide caused a huge tsunami in Padang on 1797 and also in Pangandaran on 2006 with
many victims and losses of material. Because of the destructive effect of submarine landslide, then a research
about the potency of submarine landslides occurrences and distribution in the Maumere Bay region is needed.
With the interpretation on Bathymetry Map and 2 dimension reflection seismic records to a morphological
condition and geological structure then the potency of submarine landslides and its distribution in the Maumere
Bay will be obtained. The presence of geological structure in Flores Sea with a steep slope morphological is the
main factor of this submarine landslide which will trigger tsunami in Maumere Bay.
Keywords: landslide, submarine, bathymetry, seismic, Maumere
tersebut bisa menyebabkan tsunami (Moore and Daerah Perairan Maumere termasuk daerah
Normark, 1994). yang memiliki tingkat kegempaan yang cukup
Penelitian Pre-Tsunami Investigation of tinggi. Gempa bumi pada tanggal 12 Desember
Seismic Group (PreTI-GAP) di Kepulauan 1992 yang berintensitas IX X skala Mercally
Mentawai menghasilkan rekaman data yang di daerah Maumere, berdasarkan hasil
menunjukkan adanya bekas longsor dasar laut interpretasi beberapa peneliti mempunyai harga
yang sangat besar. Jejak-jejak longsor di area parameter yang berbeda, terutama pada posisi
sepanjang 340 km segmen timur Kep. sumber gempa. Secara lateral posisi gempa
Mentawai itu diduga sebagai penyebab bumi ini 40 km barat laut kota Maumere, dan
terjadinya tsunami setinggi lima meter di Kota getarannya mengakibatkan kerusakan di pulau
Padang pada 1797 (Singh, 2008). Hal ini Flores dan sekitarnya. Disamping gempa utama
disebabkan oleh adanya guncangan gempa juga terjadi gempa susulan dengan intensitas
dengan intensitas tertentu yang mempengaruhi magnitudo kurang dari 4 (Mb) (Soehaimi, A.,
struktur geologi berupa sesar di timur laut Kep. dan Kertapati, E. 1993).
Mentawai dan menyebabkan longsor dasar laut Dari kajian teori dapat dirumuskan
yang kemudian memicu tsunami besar hipotesis bahwa kondisi morfologi dan
(Permana H., 2008). Sama halnya dengan keberadaan struktur geologi di dasar laut
tsunami setinggi dua meter yang menerjang Maumere merupakan faktor utama penyebab
Pangandaran pada 2006 pasca gempa terjadinya longsor dasar laut. Longsor dasar laut
berkekuatan 7,2 Skala Richter diduga ini kemudian memicu tsunami besar dengan
penyebabnya adalah longsor dasar laut (Singh, mengabaikan faktor tingkat kegempaan,
2008). sedimen dasar lautnya dan faktor keamanan
Daerah penelitian dan sekitarnya terletak lereng.
di daerah Perairan Maumere (Gambar 1) Adapun batasan permasalahan dalam
terletak di daerah Zona Sesar Flores dengan penelitian ini adalah menganalisis kondisi
rangkaian punggungan yang membentuk longsor dasar laut melalui keadaan morfologi
kelurusan berarah baratdaya-timurlaut. dengan menggunakan peta batimetri dan
Kelurusan tersebut di beberapa tempat struktur geologi hasil interpretasi rekaman
tergeserkan. Hal ini memberikan tanda adanya seismik refleksi 2-dimensi. Tujuannya adalah
sesar geser pada daerah tersebut (Permana H., untuk mengetahui potensi longsor dasar laut di
dkk., 1993). Di antara punggungan dasar laut Perairan Maumere dan sebaran longsor tersebut.
Perairan Maumere terdapat perlapisan sedimen
yang di beberapa tempat mengalami perlipatan, METODA PENELITIAN
penerobosan dan pensesaran. Struktur sesar Penelitian di kawasan Perairan Maumere
yang berkembang di sini menunjukkan sesar hingga laut lepas dengan luas daerah 1422
mendatar (Setya Budhi. 1994). km ini ditunjang data-data sekunder berupa
peta batimetri dasar laut, penampang seismik
refleksi 2 dimensi Perairan Maumere, dan
beberapa literatur tentang keadaan geologi
daerah penelitian. Penampang seismik refleksi 2
dimensi di perairan tersebut terdiri dari 35
lintasan.
Pada tahap berikut dilakukan interpretasi
data yang diperoleh dengan analisis morfologi
dan struktur geologi.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 5462 Hal :54
Potensi Longsor Dasar Laut di Perairan Maumere (Yukni Arifianti)
Sn =
(S n1 + S n 2 +... + S nx )
............... (2) Kelas lereng yang kemiringannya curam sekitar
xn 20% atau lebih, umumnya berpotensi untuk
bergerak atau longsor (Setyawan, dkk., 2002).
dengan :
Sn = kemiringan lereng rata-rata pada satuan b. Relief Hipsometri
Relief hipsometri merupakan suatu grafik
morfologi dasar laut-n yang memberikan gambaran hubungan antara
Snx = kemiringan lereng rata-rata pada unit kedalaman laut dengan luas sebaran kelas
grid/cell-n kedalaman dan menentukan tingkat kedalaman
x = jumlah unit grid/cell dalam satuan yang paling besar dengan menggunakan rumus
morfologi dasar laut-n (Setyawan, dkk., 2002):
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 5562 Hal :55
Potensi Longsor Dasar Laut di Perairan Maumere (Yukni Arifianti)
D =
( Ar . D rat )
......... (3)
b. Pola divergen, dicirikan oleh bidang yang
membaji di beberapa tempat akibat laju
A pengendapan yang bervariasi.
c. Pola progradasi, pola yang dihasilkan oleh
dengan : penambahan deposisi lateral yang berubah
Ar = luas setiap unit kelas kedalaman terhadap posisi semula berupa sigmoid,
Drat = kedalaman rata-rata setiap kelas miring (oblique), clinoform, dan
kedalaman kombinasinya.
D = kedalaman rata-rata d. Kaotik (chaotic), dicirikan oleh banyaknya
bidang diskontuinitas pantulan sehingga
B. Analisis Struktur Geologi menghasilkan kenampakan berbintik-bintik
Pengambilan data seismik refleksi dan dan bercak-bercak pada rekaman seismik.
batimetri di lapangan didapat dengan cara Sifat pada pola ini adalah amplitudo yang
pemeruman/soundings. Data ini dihasilkan bervariasi, menunjukkan adanya
dengan memanfaatkan hasil pantulan komplikasi endapan tektonik.
gelombang akustik oleh bidang pantul akibat e. Pola bebas refleksi, daerah bebas refleksi
adanya perbedaan berat jenis pada bidang batas pada rekaman seismik menunjukkan
antara lapisan sedimen yang satu dengan yang adanya kehomogenan, dan amplitudo yang
lainnya. Hasil yang diperoleh merupakan terjadi adalah nol.
penampang seismik menerus sepanjang lintasan
(Budiono, K. 2002). HASIL DAN PEMBAHASAN
Rekaman seismik refleksi dapat Perairan Maumere memiliki rentang
didefinisikan sebagai kumpulan dari lintasan kedalaman yang cukup besar sehingga interval
seismik pantul. Parameter seismik yang kontur pada peta batimetrinya adalah 50 m. Dari
dianalisis secara langsung di lintasan seismik peta batimetri dapat dihasilkan dua klasifikasi,
adalah konfigurasi refleksi seismik. Konfigurasi yaitu kelas kemiringan lereng dan kelas
ini adalah pola stratifikasi atau perlapisan kasar kedalaman. Kelas kemiringan lereng Perairan
yang terdapat pada rekaman seismik. Maumere terdiri dari 3, yaitu Kelas Kemiringan
Penafsirannya menggunakan prinsip-prinsip Lereng II, IV dan V. Sedangkan kelas
seismik stratigrafi, yaitu pengenalan terhadap kedalamannya dengan rentang kedalaman
ciri-ciri reflektor batas atas, batas bawah, dan sebesar 500 m, Perairan Maumere terdiri dari 5
bagian dalam setiap unit seismik (Priyono, kelas, yaitu Kelas Kedalaman I, II, III, IV, dan
2000). Interpretasi yang dilakukan terhadap V.
lintasan seismik akan menghasilkan indikasi Hasil perhitungan gradien hipsometri
sesar dan indikasi longsor dasar laut. Ada lima menghasilkan nilai kemiringan lereng rata-rata
tipe dasar konfigurasi yaitu (Rosandic, 1978): sebesar 19,4 %, diperlihatkan pada Tabel 2 dan
a. Pola paralel, terdiri dari tiga bagian yaitu Gambar 2. Dari nilai tersebut disimpulkan
pola datar, bergelombang, dan kombinasi bahwa kemiringan lereng rata-rata Perairan
keduanya pada bidang datar dengan laju Maumere relatif curam yang berarti termasuk ke
yang sama. dalam Kelas Kemiringan Lereng IV.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 5662 Hal :56
Potensi Longsor Dasar Laut di Perairan Maumere (Yukni Arifianti)
Hasil perhitungan relief hipsometri daerah penelitian terdiri dari dua bidang
menghasilkan kedalaman laut rata-rata yang hamparan teras yaitu antara relief halus dan
didapatkan adalah 0,68 km, diperlihatkan pada kasar.
Tabel 3 dan Gambar 1. Dari nilai tersebut, dapat
ditarik kesimpulan bahwa terdapat variasi relief
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 5762 Hal :57
Potensi Longsor Dasar Laut di Perairan Maumere (Yukni Arifianti)
Gambar 2. Grafik gradien hipsometri dan kemiringan lereng rata-rata (A) serta grafik relief hipsometri dan
kedalaman rata-rata (B).
Berdasarkan hasil perhitungan di atas berupa sesar pada beberapa lintasan ditandai
maka morfologi dasar laut Perairan Maumere oleh beberapa kenampakan yang khas,
dibagi menjadi tiga jenis satuan morfologi dasar diantaranya:
laut, yaitu Satuan Morfologi Dasar laut 1. Morfologi lembah sempit dengan kedua sisi
Pedataran, Satuan Morfologi Dasar laut Curam, yang mempunyai pola reflektor yang
dan Satuan Morfologi Dasar laut Sangat Curam. berbeda.
Perairan Maumere relatif terletak di Satuan 2. Reflektor pada dasar lembah adalah
Morfologi Dasar laut Curam. Satuan ini chaotik.
terdapat memanjang dengan arah timur laut 3. Kontak yang tegas antar sekuen.
barat pada kisaran kedalaman laut 250 1350 4. Adanya perlipatan sedimen yang kuat di
m. Luas sebaran mencapai 568,8 km2 atau sekitar bidang sesar.
sekitar 40 % dari total luas daerah penelitian. Indikasi sesar diperlihatkan pada lintasan
Kemiringan lereng pada satuan ini 7 sampai S-21, S-27, dan L-53 (berarah selatan utara);
24,6 % dengan relief sedang sampai rapat, S-23 dan S-45 (berarah utara selatan); S-30,
didominasi oleh topografi punggungan dengan S-34, dan S-38 (berarah barat timur); S-36
kemiringan lereng yang bervariasi dari yang (berarah timur barat); L-52 (berarah barat laut
bergelombang sampai curam. tenggara); dan L-60 (berarah tenggara barat
Interprentasi terhadap kelurusan kontur, laut). Dua contoh penampang seismik yang di
bentuk punggungan, dan panjang serta dalamnya ditemukan indikasi sesar ada di
kemiringan lereng di satuan morfologi tersebut lintasan S-21 dan S-23 pada Gambar 3 dan
maka Perairan Maumere dibagi menjadi tiga Gambar 4.
daerah rawan yaitu Daerah Rawan Longsor
Dasar Laut I, II, dan III.
Dari interpretasi rekaman seismik refleksi
didapat beberapa indikasi struktur geologi
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 5862 Hal :58
Potensi Longsor Dasar Laut di Perairan Maumere (Yukni Arifianti)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 5962 Hal :59
Potensi Longsor Dasar Laut di Perairan Maumere (Yukni Arifianti)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 6062 Hal :60
Potensi Longsor Dasar Laut di Perairan Maumere (Yukni Arifianti)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 6162 Hal :61
Potensi Longsor Dasar Laut di Perairan Maumere (Yukni Arifianti)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 6 Nomor 1, April 2011 : 6262 Hal :62