Está en la página 1de 13

Askep Hisprung

diposting oleh nuzulul-fkp09 pada 14 October 2011


di Kep Pencernaan - 1 komentar

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) HISPRUNG


NUZULUL ZULKARNAIN HAQ

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion dalam
rectum atau bagian rektosigmoid colon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan
atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily &
Sowden: 2000). Penyakit hirschsprung atau mega kolon adalah kelainan bawaan penyebab
gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm
dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki-laki dari pada perempuan. (Arief Mansjoeer,
2000).

Melakukan asuhan keperawatan (askep) pada pasien dengan gangguan hisprung merupakan
aspek legal bagi seorang perawat walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai
rumah sakit berbeda-beda. Seorang perawat profesional di dorong untuk dapat memberikan
pelayanan kesehatan seoptimal mungkin, memberikan informasi secara benar dengan
memperhatikan aspek legal etik yang berlaku. Metode perawatan yang baik dan benar
merupakan salah satu aspek yang dapat menentukan kualitas asuhan keperawatan (askep)
yang diberikan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan brand kita
sebagai perawat profesional dalam pelayanan pasien gangguan hisprung.Pemberian asuhan
keperawatan pada tingkat anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia hingga bagaimana kita
menerapkan manajemen asuhan keperawatan secara tepat dan ilmiah diharapkan mampu
meningkatkan kompetensi perawat khususnya.

1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui definisi dari Hisprung

1.2.2 Untuk mengetahui etiologi dari Hisprung

1.2.3 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Hisprung

1.2.4 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Hisprung

1.2.5 Untuk mengetahui Web of Cause dari hirsprung

1.2.6 Untuk mengetahui Askep hirsprung pada pasien anak

1.3 Rumusan Masalah

1.3.1 Apa definisi dari Hisprung

1.3.2 Apa etiologi dari Hisprung

1.3.3 Apa manifestasi klinis dari Hisprung

1.3.4 Apa penatalaksanaan dari Hisprung

1.3.5 BagaimanaWeb of Cause dari hirsprung

1.3.6 Bagaimana Askep hirsprung pada pasien anak

1.4 Manfaat

1.4.1 Mengetahui definisi dari Hisprung

1.4.2 Mengetahui etiologi dari Hisprung

1.4.3 Mengetahui manifestasi klinis dari Hisprung

1.4.4 Mengetahui penatalaksanaan dari Hisprung

1.4.5 Mengetahui Web of Cause dari hirsprung

1.4.6 Mengetahui Askep hirsprung pada pasien anak

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Penyakit hisprung atau megakolon aganglionik bawaan diebabkan leh kelainan inervasi usus,
di mulai dari sfingter ani interna dan meluas ke proximal, melibatkan panjang usus yang
bervariasi. Hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering terjadi
pada neonatus, dengan insiden 1:1500 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak daripada
perempuan 4:1 dan ada insiden keluarga pada penyakit segmen panjang. Hisprung dengan
bawaan lain termasuk sindrom down, sindrom laurance moon-barderbield dan sindrom
wardenburg serta kelainan kardivaskuler. (Behrman, 1996)

Penyakit hisprung disebabkan oleh tak adanya sel ganglion kongenital dalam pleksus
intramural usus besar. Segmen yang terkena bisa sangat pendek. Tampil pada usia muda
dengan konstipasi parah. Enema barium bisa menunjukkan penyempitan segmen dengan
dilatasi colon di proksimal. Biopsi rectum bisa mengkonfirmasi diagnosis, jika jaringan
submukosa di cakup. Terapi simtomatik bisa bermanfaat, tetapi kebanyakan pasien
memerlukan pembedahan (G. Holdstock, 1991)

2.2 Etiologi

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus,
mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10
% sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom,
kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal
pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus (Budi, 2010).

2.3 Manifestasi Klinis

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi akibat dari kelumpuhan usus besar dalam
menjalankan fungsinya, sehingga tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan
mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang
menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar
sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika
dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan
pertumbuhan (Budi, 2010).

Menurut Anonim (2010) gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah:
Dalam rentang waktu 24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan Meconium (kotoran pertama
bayi yang berbentuk seperti pasir berwarna hijau kehitaman)

1. Malas makan
2. Muntah yang berwarna hijau
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)

Pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun):


1. Tidak dapat meningkatkan berat badan
2. Konstipasi (sembelit)
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4. Diare cair yang keluar seperti disemprot
5. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap
sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.

Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :

1. Konstipasi (sembelit)
2. Kotoran berbentuk pita
3. Berbau busuk
4. Pembesaran perut
5. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
6. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia

2.4 Penatalaksanaan

Menurut Yuda (2010), penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahan dan
konservatif.

a) Pembedahan

Pembedahan pada mega kolon/penyakit hisprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula
dilakukan kolostomi loop atau double barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi
dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan).

Tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya:

1. Prosedur duhamel

Dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di


belakang usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian
posterior kolon normal yang telah ditarik

1. Prosedur swenson

Membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan end to end pada kolon yang
berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan pada
bagian posterior

1. Prosedur soave

Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal
dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa

b) Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde
lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.

DOWNLOAD : WOC ASKEP HISPRUNG

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HISPRUNG

STUDY KASUS

Seorang anak M (pr) berusia 1 bulan dibawa ibunya ke rumah sakit pada tanggal 2 Juni 2008
dikarenakan perutnya kembung dan tidak bisa BAB. Setelah mendapatkan pelayanan dari
rumah sakit, ibumengatakan, anaknya baru bisa BAB jika diberi obat lewat dubur, anaknya
sudah tidak muntah dan sudah bisa BAB, jadi sudah sembuh, mestinya boleh pulang, ibu
bingung karena dokter umum membolehkan pulang dan rawat jalan tapi dokter spesialis anak
belum boleh karena sekalian mau di operasi.

3.1 Pengkajian

1. Biodata

Data bayi

Nama : By. M

Jenis kelamin : perempuan

Tanggal Lahir : 8 Mei 2008

Tanggal MRS : 2 juni 2008

BB/PB : 2900 g/ 54cm

Dx medis : hirsprung

Pengkajian : 9 Juni

Data Ibu

Nama : Ny. K

Pekerjaan : Tidak kerja

Pendidikan : SLTA

Alamat : Kedinding Tenagh SBY


Nama ayah : Tn T

Pekerjaan : PT PAL

Pendidikan : SLTA

1. Keluhan utama

tidak bisa BAB sehingga perut anak besar sehingga tidak mau makan dan minum

1. Riwayat penyakit sekarang

Kembung, pasien muntah setelah minum susu, muntah berupa susu yang diminum, muntah
sejak 3 hari yang lalu.

1. Riwayat penyakit sebelumnya

Lahir spontan ditolong dokter, langsung boleh pulang, tidak ada kelainan.

1. Riwayat kesehatan keluarga

Tidak ada saudara yang sakit seperti ananknya

1. Pemeriksaan fisik

a) Tanda-tanda vital

Tekanan darah: 90/60mm/hg

Denyut nadi : 114/menit

Suhu tubuh : 36,5

RR : 40/menit

b) Pemeriksaan persistem

B1 reathing : normal

B2 Blood : normal

B3 Brain : normal

B4 Bladder : normal

B5 Bowel : kembung, bising usus 10x/ menit, muntah, peningkatan

nyeri abdomen

B6 Bone : normal
7. Data Tambahan :

a. Radiologi :

- Torax foto (2-6-08):

Cor : besar & bentuk kesan normal

Pulmo : tidak tampak infiltrat, sinus phrenicocostalis D.S tajam

Thymus : positif

Kesimpulan : foto torax tidak tampak kelainan

- Baby gram (2-6-08):

Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar

- BOF (2-6-08)

Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar (menyokong gambaran Hirsprung
Disease

- Colon in loop (5-6-08):

Tampak pelebaran rectosigmoid

Tampak area aganglionik di rectum dengan jarak 1,5 cm dari anal dengan daerah
hipoganglionik diatasnya.

Tampak bagian sigmoid lebih besar dari rectum.

Kesimpulan : Sesuai gambaran Hirschprung Diseases

b. Laboratorium :

Tanggal 2-6-08 :

Glukosa : 80 mg/dl ( 70 -110) WBC 7 103 /uL (4,7-11,3)

SC : 0.5 mg/dl ( 0.6-1,1 ) HGB 10,8 g/dl (11,4-15,1)

BUN : 4 mg/dl ( 5 - 23 ) RBC 3,33 106 /uL (4 -


5)

Albumin : 4,1 g/dl ( 3,8 -5,4) HCT 33,7 % (38 - 42)

K : 3,87 mmol/L ( 3,6 - 5,5) PLT 327 103 (142 - 424)


Na : 137,8 mmol/L (13 -155 )

Ca : 10 mg/dl (8,1 - 10,4)

Tanggal 9-6-2008:

CRP: negative (<6 mg/dl)

Glukosa: 80 mg/dl

Analisis Data

No DATA ETIOLOGI MASALAH


1 S: Ibu; Aganglionisis parasimpatikus Konstipasi

-Anaknya baru bisa BAB jika


diberi obat lwat dubur.
Mesenterikus
-BAB 1-2/hr, konsisitensi
lembek, berwarna kuning.

Daya dorong lemah

O:

- Tampak distensi abdomen. Feses tidak bisa keluar

- Lingkar abdomen 39 cm.

- Bising usus 10/mnt Konstipasi

S: Ibu;

2 - Jika tidak bisa BAB, perut


anaknya membesar sehingga
malas minum ASI/PASI.

O:

- Tidak ada ada (muntah,


iritabel, peningkatan nyeri
tekan abdomen) Konstipasi PK:
Enterokolitis
- Tampak distensi abdomen.
- Lingkar abdomen 39 cm. Pertumbuhan bakteri dalam kolon
meningkat
- Suhu aksila 36,5C

- WBC 710 /uL
Enterokolitis
- CRP < 6

S:

- Ibu mengatakan, kondisi


anaknya sudah tidak muntah
dan sudah bisa BAB, jadi sudah
sembuh, mestinya boleh
3 pulang.

- Ibu mengatakan, saya bingung


karena dokter satu
membolehkan pulang dan rawat
jalan tapi dokter satunya belum
boleh karena sekalian mau
dioperasi.

O:

- Wajah tampak kusut

- Kurang perhatian (rambut dan


baju acak-acakan)

- Interaksi dengan Ibu-Ibu lain


kurang.

- Afek datar

- Emosi rendah

- Tidak ada diaforesis

- T = 130/80 Kurang pengetahuan tentang


penyakit dan terapu yang
- N = 80/mnt diprogramkan
Cemas orang
- RR = 20 /mnt
tua

(Ibu)

3.2 Diagnosa dan Intervensi

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


o
1 Konstipasi Tujuan: konstipasi dapat teratasi 1. Berikan
berhubunga dala 4 24 jam microlac
n dengan rectal tiap
aganglionisi Kriteria hasil: hari
s 1. Untuk
parasimpati 1. BAB teratur 3-4 /hr mangetahui
s area kondisi usus
rektum 2. Konsisitensi lembek 1. Berikan ASI melalui feses

3. Distensi abdomen berkurang

4. Lingkar abdomen berkurang

1. Observasi
bising usus,
distensi
abdomen,
lingkar
abdomen
2. Observasi
frekuensi
dan
karakteristik
feses tiap
BAB
3. Membantu
memperlanc
ar defekasi
4. Untuk
melunakkan
feses denagn
menambah
intake cairan
5. Mengetahui
peristaltic
usus

2 Enterokoliti Tujuan: tidak terjadi enterokolitis 1. Berikan ASI 1. Melunakkan


s selama perawatan. feses
berhubunga 2. Menghindari
n dengan Kriteria Hasil: terjadinya
stagnasi dan 1. Observasi infeksi baru
akumulasi 1. BAB teratur 3-4x/hari suhu axila,
feses dalam hindari
kolon. 2. Distensi abdomen berkurang mengukur
suhu lewat 1. Menambah
3. Lingkar abdomen berkurang rectal pengetahuan
2. Jelaskan keluarga
4. Tidak diare gejala dan
tanda
5. Suhu axila 36,5-37,5o C enterokolitis
3. Berikan
6. WBC 5-10 x 10/uL antibiotic
sesuai
stadium
enterokolitis
yang
diberikan
tidak lewat
oral (Klaus:
1998)
4. Berikan
NaHCO3
jika terjadi
asidosis(Kla
us: 1998)
5. Berikan
nutrisi
setelah
pasien
stabil,
dengan
memberikan
makanan
secara
IV(Klaus:
1998)
6. Lakukan
pembedahan
jika ada
indikasi
(Klaus:
1998)

3 Ansietas Tujuan: Ansietas (ibu) berkurang


(ibu) dalam 24 jam
berhubunga 1. Mengetahui
n dengan Kriteria Hasil: perkembanga
kurang n anak
pengetahua 1. Ibu mangungkapkan suatu 2. Mengurangi
n tentang pemahaman yang baik kecemasan
penyakit tentang proses penyakit
dan terapi anaknya
yang 2. Ibu memahami terapi yang
diprogramk diprogramkan tim dokter 1. Mengurangi
an 1. Jelaskan pada ibu resiko
tentang penyakit terjadinya
yang diderita infeksi
anaknya.
2. Berikan ibu jadwal
pemeriksaan
diagnostic
3. Berikan informasi
tentang rencana
operasi
4. Berikan penjelasan
pada ibu tentang
perawatan setelah
operasi
5. Meningkatkan
pengetahuan ibu

BAB IV

PENUTUP

Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah
fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan
penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang
mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan
masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus
difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk
tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara
pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi
kemungkinan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Mengenal Penyakit Hirschsprung (Aganglionic Megacolon). Disitasi dari


http://www.indosiar.co.id/v2003/pk. pada tanggal 26 Oktober 2010.

Behrman, dkk.1996. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: EGC.

Budi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung. Disitasi dari


http://www.mediakeperawatan.com/?id=budixtbn. pada tanggal 26 Oktober 2010.

Holdstok, G. 1991. Atlas Bantu Gastroenterologi dan Penyakit Hati. Jakarta: Hipokrates.

Klaus & Fanaroff. 1998. Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi Edisi 4. Jakarta: EGC.

Wong, L. 1996. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: ECG.

Yuda. 2010. Penyakit Megacolon. Disitasi dari http://dokteryudabedah.com/wp-


content/uploads2010/01/mega-colon pada tanggal 26 Oktober 2010

También podría gustarte