Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Medulla spinalis adalah bagian dari system saraf yang membentuk system
kontinu dengan batang otak yang keluar dari hemisfer, serebral dan memberikan
tugas sebagai penghubung otak dan saraf perifer, seperti pada kulit dan otot.
Panjangnya rata-rata 45 cm dan menipis pada jari-jari. Medulla spinalis ini
pemanjangan dari foramen magnum di dasar tengkorak sampai ke bagian lumbal
kedua tulang belakang , yang berakhir di dalam berkas serabut yang disebut konus
medullaris. Seterusnya di bawah lumbal kedua adalah akar saraf, yang memanjang
melabihi konus, dan disebut kauda equine dimana akar saraf ini menyerupai akar
kuda . saraf-saraf medulla spinalis tersusun atas 33 segmen yaitu 7 segmen
servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral, dan 5 segmen koksigius . Medulla spinalis
mempunyai 31 pasang sara spinal , masing-masing segmen mempunyai satu untuk
setiap sisi tubuh. Seperti otak , medulla spinalis terdiri atas subtansi grisea dan
alba. Subtansia grisea di dalam otak ada di daerah eksternal dan subtansia alba ada
pada bagian internal.
Cedera medula spinalis adalah cidera yang mengenai servikalis vetebralis dan
lumbali akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Cedera medula
spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000 sampai
500.000 orang Amerika Serikat , dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang
terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria kasus ini akibat dari
kecelakaan kendaraan bermotor, selain itu banyak akibat jatuh , olahraga dan
kejadian industry dan luka tembak. Dua pertiga kejadian adalah usia 30 tahun atau
lebih muda. Kira-kira jumlah jumlah total biaya yang digunakan untuk cedera ini
mencapai 2 juta dolar pertahun. Hal ini merupakan frekuensi yang tinggi
dihubungkan dengan cedera dan komplikasi medis. Vertebra yang sering
mengalami cedera adalah medula spinalis pada daerah servikal ke-5,6,7, torakal
1
ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra ini adalah paling rentan karena rentang
mobilitasnya yang lebih besar dalam kolumna vertebral pada area ini.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Tujuan umum :
Tujuan khusus :
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
2. ETIOLOGI
- Kecelakaan di jalan raya ( penyebab paling sering)
- Kecelakaan Olahraga
- Menyelam pada air yang dangkal
- Luka tembak atau luka tikam
- Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis seperti
spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan
mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar ; mielitis
akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi ; osteoporosis yang di
sebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra ; siringmielia ; tumor infiltrasi
maupun kompresi ; dan penyakit vascular.
3. PATOFISIOLOGI
3
kompresi, tertarik, atau merobek jaringan. Lokasi cedera umumnya mengenai C1
dan C2,C4,C6 dan T11, atau L2.
4. KLASIFIKASI
a. Cedera tulang
4
stabil disebabkan oleh tenaga fleksi,ekstensi,dan kompresi yang sederhana
terhadap kolumna tulang belakang dan paling sering tampak pada daerah
toraks bawah serta lumbal (fraktur baji badan ruas tulang belakang sering
disebabkan oleh fleksi akut pada tulang belakang).
b. Cedera neurologis
- Tanpa deficit neurologis
- Disertai deficit neurologis, dapat terjadi di daerah punggung karena kanal
spiral terkecilterdapat di daerah ini.
5. GEJALA KLINIS
Cedera tulang belakang harus selalu diduga pada kasus dimana setelah
cedera klien mengeluh nyeri serta terbatasnya pergerakan klien dan punggung.
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
b. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal atau
debridement luka terbuka.
5
c. Fiksasi internal elektif dilakukan pada klien dengan ketidakstabilan tulang
belakang, cedera ligament tanpa fraktur, deformitas tulang belakang
progresif , cedera yang tak dapat direabduksi,dan fraktur non-union.
g. Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit neurologis seperti angulasi atau baji
dari badan ruas tulang belakang,fraktur proses transverses ,spinosus,dan
lainnya.Tindakannya simptomatis (istirahat baring hingga nyeri
berkurang),imobilisasi dengan fisioterapi untuk pemulihan kekuatan otot
secara bertahap
6
Metode imobilisasi antara lain :
7
Bila defisit neurologis tak lengkap, dilakukan reabduksi ,diikuti
imobilisasi untuk sesuai jenis cederanya
Bila diperlukan operasi dekompresi kanal spiral dilakukan pada saat yang
sama
7. PENGELOLAAN CEDERA
a. Pengelolaan hemodinamik
Pada fase akut setelah cedera,dipasang beberapa jalur intravena perifer dan
pengamatan tekanan darah melalui jalur arteri dipasang,dan resusitasi cairan
dimulai. Bila hipotensi tak bereaksi atas cairan dan pemberian tranfusi, lakukan
kateterisasi pada arteri pulmonal untuk mengarahkan ke perbedaan mekanisme
hipovolemik, kardiogenik atau neurogenik.
8
Pernapasan bertekanan (+) yang berkesinambungan dengan masker
adalah cara mempertahankan ekspansi paru atau kapasitas residual
fungsional.
Pasien yang mengalami gangguan fungsi ventilasi dilakukan
trakeostomi.
9
5. pengelolaan genitourinaria
10
Anggota gerak
1. Rehabilitasi fisik
- Fisioterapi dan latihan peregangan otot yang masih aktif pada lengan
atas dan tubuh bagian bawah.
- Pebiasaan terhadap alat dan perangkat rumah tangga.
- Perlengkapan splint dan kapiler.
- Transplantasi tendon.
2. Perbaikan mobilisasi
- Latihan dengan kapiler dan kruk untuk pasien cedera tulang
belakang bawah.
- Latihan kursi roda untuk pasien dengan otot tulang belakang dan
tungkai yang tak berfungsi.
- Kendaraan khusus untuk dijalan raya.
- Rehabilitasi psikologis.
- Penerimaan di rumah
11
KASUS
Ny.S dirawat di ruang bedah RS Medistra dalam keadaan sadar, pasien mengeluh
nyeri akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang syaraf yang terkena.
Pasien takut kalau leher atau punggungnya patah dan merasa tangan kanan tidak
dapat digerakkan. Klien mengeluh kesulitan buang air kecil (retensi urin), distensi
kandung kemih dan usus besar (colon), penurunan keringat dan TD 90/60 mmHg.
Pernapasan 14 kali/menit. Diagnosa medis : Cidera Medula Spinalis
ANALISA DATA
DS :
- Pasien mengeluh nyeri akut pada belakang leher yang menyebar sepanjang
syaraf yang terkena
- Pasien takut kalau leher atau punggungnya patah
- Pasien merasa tangan kanan tidak dapat digerakkan
- Pasien mengeluh kesulitan buang air kecil (retensi urin), distensi kandung
kemih dan usus besar (colon)
DO :
12
DIAGNOSA KEPERAWATAN
13
INTERVENSI KEPERAWATAN
14
Ketidakefektifan pola napas b.d. cedera Status pernapasan Manajemen Jalan Napas
medula spinalis - Frekuensi pernapasan - Buka jalan napas dengan
- Irama pernapasan teknik chin lift atau jaw thrust
- Kedalaman pernapasan - Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
- Masukkan alat NPA
- Lakukan fisioterapi dada
- Buang sekret
Terapi Oksigen
- Bersihkan mulut, hidung, dan
sekresi trakea
- Batasi aktivitas merokok
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Siapkan peralatan oksigen dan
berikan melalui sistem
humadifier
- Berikan oksigen tambahan
Monitor Pernapasan
- Monitor kecepatan, irama,
kedalamana dan kesulitan
napas
- Monitor suara napas tambahan
- Monitor pola napas
- Catat pergerakan dada,
penggunaan otot bantu napas
- Monitor sekresi pernapasan
pasien
Gangguan eliminasi urine b.d. retensi Eliminasi urine Manajemen Cairan
urine - Bau urine - Timbang BB setiap hari
- Jumlah urine - Timbang popok
- Warna urine - Jaga intake
15
- Masukkan kateter unri
- Monitor status hidrasi
Monitor Cairan
- Tentukan jumlah dan jenis
intake atau asupan cairan serta
kebiasaan eliminasi
- Monitor BB
- Monitor asupan dan keluaran
- Monitor nilai kadar serum dan
elektrolit urin
- Monitor kadar serum albumin
dan protein total
Perawatan Retensi Urin
- Lakukan pengkajian
komprehensif
- Monitor adanya penggunaan
agen-agen yang tidak sesuai
- Monitor efek-efek obat yang
diresepkan
- Berikan privasi dalam
melakukan eliminasi
- Gunakan minyak esensial
16
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18