Está en la página 1de 20

BAB I

PENDAHULUAN

1 Latar Belakang
Menimbang manfaat dan resiko obat yang tidak selalu mudah dilakukan, hal-hal yang
perlu diperhatikan untuk menentukannya yaitu derajat keparahan penyakit yang akan diobati,
efektivitas obat yang akan digunakan, keparahan dan frekuensi efek samping yang mungkin
timbul, serta, efektivitas dan keamanan obat lain yang bisa dipakai sebagai pengganti.
Semakin parah suatu penyakit, semakin berani mengambil resiko efek samping. Namun bila
efek samping mengganggu dan relatif lebih berat dari penyakitnya sendiri mungkin
pengobatan tersebut perlu diurungkan. Semakin remeh suatu penyakit, semakin perlu
bersikap tidak menerima efek samping (Hepler,1990)
Kemampuan untuk melakukan telaah terhadap berbagai hasil uji klinik yang disajikan
menjadi amat penting dalam masalah. Biasanya dalam pedoman pengobatan, pilihan obat
yang ada telah melalui proses tersebut, dan dicantumkan sebagai obat pilihan utama (drug of
choice). Pilihan kedua, dan seterusnya(Hepler,1990) .
Penggunaan obat rasional juga berarti menggunakan obat berdasarkan indikasi yang
manfaatnya jelas terlihat dapat diramalkan (anidance based therapy). Manfaat tersebut dinilai
dengan menimbang semua bukti tertulis hasi uji klinik yang dimuat dalam kepustakaan yang
dilakukan melalui evaluasi yang sangat bijaksan. Penggunaan obat yang rasional yaitu
dilakukan dengan cara pemilihan dan penggunaan obat yang efektifitasnya terjamin serta
aman dengan mempertimbangkan masalah harga, yaitu dengan harga yang paling
menguntungkan dan sedapat mungkin terjangkau. Untuk menjamin efektifitas dan keamanan
pemberian obat harus dilakukan secara rasional, yang berarti perlu dilakukan diagnosis yang
akurat, memilih obat yang tepat serta meresepkan obat tersebut dengan dosis, cara, interval,
serta lama pe,berian yang tepat (Hepler,1990).
Selain melakukan usaha untuk kerasionalan obat, terdapat usaha lain yang tidak kalah
pentingnya, yaitu penentuan dalam pemilihan obat berdasarkan metode-metode yang tersedia,
biasanya metode-metode ini dipakai memecahkan sebuah kasus suatu penyakit yang diderita
pasien. Metode ini juga dapat mendukung kerasionalan suatu pemilihan obat dimana metode-
metode dapat mendeskripsikan hala-hal yang dipikirkan sebelum dilakukan pemilihan obat.
Metode-metoe ini ialah: FARM, SOAP, DAN PAM.

Pada tahun 1995, pada semester empat program studi kasus diperkenalkan ke dalam
kurikulum dari College of Pharmacy diIdaho State University. Fakultas diperdebatkan apakah

1
akan menggunakan Format SOAP medis atau merancang metode baru ditulis dokumentasi
berdasarkan " pemeriksaan obat Terapi apoteker. "Masalah ini tidak pernah diselesaikan.
Dalam studi kasus Tentu saja, mahasiswa diwajibkan untuk belajar tiga cara yang berbeda
untuk menuliskan suatu kasus pasien yang menggunakan berbagai metode. Permasalahan
dalam siswa yang menghadapi berbagai metode dokumentasi tertulis rumit bagi Idaho State
University. Namaun Prosser dkk. Mengembangkan tim yang-mengajar kursus elektif farmasi
pertama (Cipolle,2004)

Tujuannya adalah untuk mengembangkan keterampilan menulis secara profesional .


Mereka menyimpulkan bahwa salah satu alasan siswa merasa kesulitan untuk menulis. Dalam
catatan bahwa setiap anggota fakultas disajikan perspektif yang berbeda pada format yang
optimal." Mereka juga menemukan bahwa "keterampilan menulis, seperti keterampilan
penilaian klinis, tidak mudah diperoleh itu merupakan proses yang sulit dan kompleks.

Selanjutnya, selama dua tahun terakhir, cukup banyak waktu telah habis melakukan
literatur pencarian, mempelajari metode untuk diterbitkan di dokumentasi,melakukan diskusi
dengan dosen, dan pengujian lapangan yang berbeda, metode dengan kedua studi kasus dan
mahasiswa. Berikut adalah kerangka puncak dari upaya ini. Meskipun belum standar untuk
Perguruan Tinggi Pharmacy, telah diterima dengan baik oleh kedua mahasiswa dan dosen

Untuk menuliskan kasus pasien,yang diperhatikan adalah penyusunan yang efektif dan
arus yang berkembang dengan pemikiran yang kuat. Seperti dalam setiap komposisi tertulis,
dokumentasi farmasi membutuhkan pengenalan yang tepat, informasi yang relevan,
penalaran yang jelas dan kesimpulan. Banyak akronim yang telah diciptakan yang
menyarankan langkah-langkah yang tepat untuk diikuti saat menuliskan dokumentasi untuk
pasien. Misalnya, SUP tersebut, kemudian berubah dikenal baik SOAP (subjektif, objektif,
analisis, rencana), awalnya dirancang oleh Dr Lawrence L. Weed untuk dokter Garis lainnya
termasuk diperluas menjadi SOAP (menambahkan tujuan, pemantauan dan pendidikan)
HOAP (menggantikan subjektif dan objektif dengan sejarah dan observasi) , SOAPIER
(digunakan oleh keperawatan: menambahkan pelaksanaan, evaluasi, perbaikan) , DAR
(digunakan oleh keperawatan: data, tindakan,respon), FARM (temuan, penilaian,
resolusi,monitoring) (8,9), PWDT (pemeriksaan apoteker obat Terapi) , PMDRP (Apoteker
Pengelolaan Masalah terkait Obat) , atau American Society of dengan kesehatan PCP sistem
Apoteker (rencana perawatan apoteker) . Berbagai pendekatan semua berisi elemen penting
dokumentasi, tetapi mereka semua mengalami satu atau lebih kelemahan. SOAP aslinya
2
berkonsentrasi pada pengembangan diagnosis medis daripada obat dan terkait masalah atau
penilaian farmakoterapi. SOAP dan FARM Diperluas dengan menekankan masalah terapi,
tetapi terus diselenggarakan sekitar diagnosa medis. PWDT adalah yang lama "proses
berpikir yang dimaksudkan untuk melayani sebagai pedoman untuk dokumentasi kegiatan
farmasi klinis dan tidak hanya bentuk akan diselesaikan pada setiap pasien dilihat oleh
seorang apoteker.(Cipolle,2004)

2 Tujuan
Penulis berharap dengan adanya makalah ini pembaca dapat memahami metode-metode
dalam penyelesaian kasus yang digambarkan melalaui contoh-contoh kasus penyakit pada
pasien sehingga dapat mencapai pengobatan yang rasional bagi pasien.

1.3 Rumusan Masalah


Apa itu metode FARM?
Bagaimana Penerapannya dalam suatu kasus penyakit?
Apa itu metode PAM?
Apa itu metode SOAP?
Bagaimana penerapannya terhadap suatu Kasus penyakit?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Drug Related Problem

Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi
apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningktakan kualitas hidup
pasien(Departemen keehatan RI,2004). Apoteker tidak hanya bertanggung jawab dalam

3
menjamin terapi obat yang diberikan aman, tepat dan terjangkau tetapi juga menjamin hasil
terapi yang diinginkan oleh pasien( Hughes 2001). Hasil terapi yang terbaik dari pasien
dapat dicapai apabila apoteker melakukan identifikasi, dapat dicapai apabila apoteker
melakukan identifikasi, dapat mengatasi serta mencegah kejadian Drug Theraphy Problems
(DTPs) ( Cipolle et al.,2004).

DTPs adalah beberapa peristiwa tidak diinginkan yang dialami oleh pasien
bersangkutan dengan terapi obat yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan terapi
yang diinginkan (Cipolle et all, 2004) Pengertian yang sama tentang DTPs juga dijelaskan
oleh Hepler yaitu suatu peristiwa atau keadaan yang terkait dengan terapi obat secara aktual
atau potensial yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya outcome yang optimal dari suatu
pengobatan (Hepler, et al,1990).

DTPs terbagi dalam tujuh kategori yaitu terapi obat yang tidak diperlukan, kebutuhan
akan terapi obat tambahan, obat yang tidak efektif, dosis terlalu tinggi dan tidak kepatuhan
(Cipolle et al, 2004).

2.2 Defenisi FARM, PAM, dan SOAP

2.1.2 Metode FARM

FARM /Finding Asesment Recommendation Monitoring atau temuan, penilaian ,


penyelesaian, dan pemantauan . langkah pertama dengan mengidentifikasi masalah terkait
obat seperti: obat berlebihan, tidak mendapat obat yang diperlukan, obat tidak efektif, dosis

4
obat terlalu rendah, dosis obat terlalu rendah, reaksi samping obat yang tidak diinginkan,
dosis obat yang terlalu rendah reaksi samping obat yang tidak diinginkan, dosis obat yang
terlalu tinggi pasien yang tidak patuh. Finding atau temuan klinis menunjukkan apakah suatu
masalah terkait obat yang potensial atau mungkin terjadi atau memang sudah terjadi atau
memang sudah terjadi. Terdiri dari data demografis pasien seperti nama, usia,jenis kelamin
dan semua temuan subjektif maupun objektif maupun objektif terkait. Asesment atau
penilaian masalah meliputi bagaimana, derajat, tipe, dan significant masalah terdapat proses
berpikir yang sampai pada kesimpulan atau penilaian bahwa masalah terkait obat memang
ada atau tidak ada dan apakah intervensi atau pemanyataan aktif diperlukan atau tidak.
Recomendation atau penyelesaian masalah terkait rekomendasi farmasi tentang usulan untuk
mengatasi masalah terkait obat dengan pertimbangan semua alternatif pilihan terapi baik
terapi farmakologi maupun non farmakologi Monitoring ditujukan untuk pemantauan
endpoint bagi pasien. Parameter pemantauan untuk menilai efikasi termsuk perbaikan atau
hilanganya tanda-tanda gejala dan abnormalitas yang ada pada pasien (Harfindal,2011)

FARM (Finding, Asessment,Resolution, dan monitoring), Adapun tahap masing-


masing point dijelaskan sebagai berikut ( Herfindal,2001).:

Finding:

Identifikasi problem, terutama Drug Related Problem yang disusun secara berurut dan
terpisah.

Untreated indication

Imporer drug selection

Sobtherapeutic dosage

Failure to receive drug

Overdosage

ADR

Drug interaction

Drug use without indication

5
Semua penemuan problem harus didokumentasikan baik yang aktual atau potensial.
Kemudian informasi yang didokumentasikan haruslah informasi yang terkait dan diperlukan
termasuk kedalamnya data subjek dan objektif yang terkait dengan Drug Related Problem.

Asessment

Asessment berisikn tentang evaluasi farmasi

Perlu menunjukkan urgensi suatu problem misalnya: dengan menyatakan bahwa suatu
intervensi harus dilakukan dalam hitungan hari,bulan, atau minggu

Perlu menyatakan outcome terapi yang diharapkan, baik jangka pendek ( misal: BP
<140/190 mmHg), atau jangka panjang (misal : mencegah kekambuhan stroke)

Resolution

Berisikan tindakan yang usulkan untuk mengatasi DRP (kepada dokter, psien, atau
caregiver)

Rekomendasi bisa berupa terapi non-farmakologi atau terapi farmakologi, namun, jika
terapi dengan obat maka harus dinyatakan dengan spesifik cara pemberiannya: nama
obat, dosis, rute, waktu, dan durasi

Perlu juga menyatakan alasan pemilihan regimen obat tersebut

Perlu diberikan juga alternatif

Jika direkomendasikan konseling maka isi konseling harus dinyatakan

Monitoring

Dalam pharmaceutical care pasien tidak boleh dibiarkan begitu saja setelah dilakukan
intervensi karena perlu dilakukan monitoring

Monitoring meliputi: bertanya kepada pasien, mendapatkan data la, memantau kondisi
fisik pasien

Parameter pemantauan harus jelas terhadap outcome terapi maupun ADR

6
Misalnya : monitoring GI complaint pernyataan ini kurang spesifik, maka dapat
dirubah menjadi lebih baik seperti: tanyai pasien tentang kemungkinan terjadinya
dispepsia,diare, atau konstipasi.

Contoh Kasus menggunakan metode FARM :

Tuan A. 40 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan demam 39C. Selama 4 hari pasien
mengeluh nyeri dibagian perut, lemas, pusing, mual muntah, terdapat bintik merah di tangan
dan kaki. Merasa nyeri dan sensasi panas saat buang air kecil. Tekanan darah pasien 130/80
mmHg. Hasil laboratorium menunjukan nilai trombosit pasien 95 ribu/mm3 dan nilai HT
53,3%. Dokter menyatakan bahwa Tuan A. menderita Demam Berdarah Dengue yang disertai
dengan ISK.

Terapi yang akan diberikan kepada Tuan A.oleh dokter adalah

Paracetamol tablet 500 mg 3 kali sehari (bila demam)

Lameson 4 mg 2 kali sehari DBD

Ciprokfloksin 250 mg 2 kali sehari untuk mengatasi ISK

Baquinor 250 mg 2 kali sehari untuk mengatasi ISK

Metoklopramid inj

Amoksilin injeksi untuk DBD

Amoxsan 500 mg 2 kali sehari DBD

Imbos Forces 1 kali sehari

Infus RL

Penatalaksanaan Kasus Metode FARM

A. Findings

Sesuai dengan diagnosis dokter yang dilengkapi dengan hasil pengecekan laboratorium, Tuan
A. menderita DBD dan ISK.

1. Riwayat Penyakit

7
Demam 39C, nyeri dibagian perut, lemas, pusing, mual muntah, dan terdapat bintik merah di
tangan dan kaki, merasa nyeri (Gejala DBD) dan sensasi panas pada saat buang air kecil
(Gejala ISK)

2. Riwayat Penyakit Dahulu

(Tidak ada dalam laporan perawat/rekam medic pasien)

Terapi yang akan diberikan kepada Tuan A.oleh dokter adalah

- Paracetamol tablet 500 mg 3 kali sehari (bila demam)

- Lameson 4 mg 2 kali sehari DBD

- Ciprokfloksin 250 mg 2 kali sehari untuk mengatasi ISK

- Baquinor 250 mg 2 kali sehari untuk mengatasi ISK

- Metoklopramind inj

- Amoksilin injeksi untuk DBD

- Amoxsan 500 mg 2 kali sehari DBD

- Imbos Forces 1 kali sehari

- Infus RL

B. Assesmant DRPs

a) Obat tanpa Indikasi

Amoxilin untuk DBD yang juga sinonim dengan Amoxan (obat ganda) yang di resepkan
dokter adalah antibiotik. Sedangkan DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus,
dimana penyakit yang disebabkan oleh virus adalah penyakit yang belum dapat diobati
hingga sekarang. Sehingga tidak membutuhkan terapi antibiotik dalam kasus ini amoxisilin
(Hastuti,2008).

b) Obat Ganda

Ciprofloxasin dan Baquinor adalah obat yang sama (sinonim). Harus dipillih salah satu.

C. Resolution
8
Alternatif terapi yang disarankan oleh kami adalah:

a) Farmakologi

1.Paracetamol untuk menurunkan demam, karna biasanya pasien DBD akan mengalami
gejala demam dari hari pertama 1-7 hari, sedangkan pasien tuan A. adalah pasien yang
mengeluh demam hari ke-4. Kami berkesimpulan bahwa tuan A. masih akan mengalami
demam (Nugroho,2012).

Dosis 1-2 tab tiap 4-6 jam diberikan hanya jika Tuan A. demam >38C

2. Ciprofloxasin untuk ISK (salah satu DRPs kasus ini adalah dosis ganda terhadap
Ciprofloxasin dan Baquinor, kami memilih Ciprofloxasin karena alasan Ciprofloxasin
harganya lebih murah)(Hastuti,2008)

Dosis 250 mg untuk ISK ringan atau sedang 2x/ hari. Jika tuan A. ISK berat dosis yang
diberikan adalah 500 mg 2x/ hari. Pada rekam medik tidak dijelaskan apakah pasien
menderita ISK berat atau ringan, juga dari gejala-gejala yang ada tidak dapat kami pastikan
apakah pasien menderita ISK berat atau ringan.

3. Infus RL untuk menghindari dehidrasi karena biasanya pasien DBD mengalami mual dan
muntah-muntah yang kemungkinan akan mengakibatkan dehidrasi (Nugroho,2012).

4. Metoklorpamid untuk mual muntah

3x sehari 10 mg injection (setelah infuse, obat pertama yang diberikan selanjutnya adalah
Metoklorpamid ini agar obat yang lain dapat diberikan melalui oral). Obat diberikan secara
injeksi karena pasien sudah mengalami mual muntah sehingga jika diberikan per oral reaksi
obat tidak akan efektif ( Nugroho,2012)

5. Imbos Force

Vitamin 1x/hari untuk menambah daya tahan tubuh pasien. Karena penyakit DBD disebabkan
virus sehingga membutuhkan pertahanan daya tahan tubuh yang baik (Hastuti,2008).

6. Lameson untuk inflamasi liver dosis 4 mg 2 kali sehari

Pasien DBD biasanya juga akan mengalami inflamasi hati dan ginjal, sehingga lameson
merupakan salah satu pilihan untuk terapi DBD, tatapi pada kasus tuan A. ini rekam
mediknya belum menjelaskan secara rinci mengenai ada tidaknya gejala inflamasi pada liver
9
pasien selain nyeri pada perut (misal adanya pembengkakan pada saat meraba bagian perut
letak organ hati). Jika telah dilakukan pemeriksaan liver dan terbukti terjadi inflamasi atau
jika terjadi perdarahan (mimisan, dll) maka tuan A. segera diberikan terapi lameson ini.
Lameson jika diberikan untuk pasien DBD yang disertai ensefalopah dengue untuk mengatasi
inflamasi yang terjadi (Nugroho, 2012).

(Keterangan: Jika Mual Muntah Terjadi Terus Menerus, Obat-Obat Tersebut Tidak Dapat
Diberikan Secara Oral Maka Obat-Obat Tersebut Diberikan Melalui Rute Injeksi)

b) Non-farmakologi (Hastuti, 2008) :

1. Rehabilitasi : (Jika oleh dokter pasien telah dibolehkan pulang ke rumah)

- Anjurkan pasien minum cairan dalam jumlah yang banyak untuk mencegah
dehidrasi dan menjaga asupan nutrisi yang sesuai (jika pasien telah dapat
makan/tidak muntah, infus telah dilepas) juga untuk mempercepat penyembuhan
ISK tuan A.

- Untuk perlindungan, gunakan obat anti nyamuk yg mengandung DEET saat


mengunjungi daerah endemi Dengue (Saat pulang ke Rumah) dan atau gunakan
celana panjang dan baju lengan panjang

- Buang sampah pada tempatnya dan perbaiki tempat penyimpanan air misalnya
tempat penampungan (pada saat pasien pulang ke rumah)

- Batasi paparan nyamuk dengan tidak membiarkan air tergenang dan berada di area
terbuka sebelum matahari terbit dan terbenam dan cegah perkembangbiakan
nyamuk melalui pemberian dan penyemprotan berkala insektisida.

2. Anjurkan untuk pasien menghindari konsumsi minuman beralkohol, minuman ringan


(soft drink, makanan yang berempah dan kopi) karena semua makanan atau minuman ini
dapat mengiritasi kandung kemih, segera buang air kecil jika keinginan itu timbul dan
mencuci tangan dan alat kelamin sebelum dan sesudah berhubungan seksual serta
menjalani hidup bersih dengan mencuci anus dan bagian genital sekurang-kurangnya
sekali sehari, terutama sesudah BAB.

D. Monitoring

1. Masih ada gejala penyakit atau tidak


10
Mual muntah, nyeri perut, lemas, dan pusing atau tidak. Kenormalan Trombosit
sudah naik atau belum dari 95 ribu (Normal di atas 150 ribu), HT sudah turun dari 53,3%atau
belum (N 4%), Masih ada bintik bintik atau tidak, Sudah terjadi penurunan Demam atau
tidak (Jika terjadi demam di hari ke 5)

2. Fungsi Ginjal

Perhatikan pengeluaran kencing penderita, apabila kencing penderita banyak


(jumlahnya biasa) berarti penderita dalam kondisi baik. Sebaliknya, bila tidak dapat/ sangat
jarang kencing (pengeluaran sedikit), menunjukan tanda yang memburuk untuk DBD
secara umum dan untuk ISK secara khusus apakah masih disertai nyeri pada saat kencing
atau tidak.

3. Efek-efek samping obat

Ada atau tidaknya mual muntah, kadang-kadang terjadi neuritis. Zat ini tidak dapat
digunakan bila fungsi ginjal terganggu, retensi Na, dan cairan, gangguan penyembuhan luka,
gangguan metabolisme karbohidrat, lemah otot, osteoporosis, reaksi ekstrapiramidal, pusing,
lelah, mengantuk, sakit kepala, depresi, gelisah, hipertensi, gangguan GI ringan dan reaksi
alergi.

2.1.2 Metode SOAP

Metode SOAP (Subjektif, objetif,asessment, plan). Data subjektif meliputi gejala


pasien, hal-hal yang diamati pada pasien, dan informasi yang diperoleh mengenai
pasien/keluhan pasien. Informasi subjektif bersifat deskriptif dan biasanya tidak dapat
dikonfirmasi melalui uji atau prosedur diagnostik. Kebanyakan informasi subjektif diperoleh
ketika mewawancarai pasien untuk mengumpulkan data riwayat kesehatan pasien(gejala
utama, riwayat penyakit,terdahulu dan sekarang, riwayat penyakit keluarga, riwayat sosial,
pengobatan, alergi dan tinjauan organ). Informasi subjekif juga dapat diperoleh setelah
mengumpulkan riwayat keehatan awal( deskripsi mengenai efek samping obat, derajat
keparahan penyakit berdasarkan skala standar). Sumber utama informasi obyektif adalah
pemeriksaaan fisik antara lain hasil uji lab, kadar obat dlam darah, dan pemeriksaan
diagnostik lain (ECG, EEG, kultur, X-ray, dan uji senitifitas antibiotik). Asessment atau
penilaian sebagai dugaan klinis mengenai masalah penyakit berdasarkan informasi subjektif

11
dan objektif pasien. Penilaian biasanya berupa diagnosis atau diagnosis banding. Rencana
/plan meliputi permintaan uji lab tertentu, memulai, memperbaiki atau menghentikan terapi.
Jika dilakukan perubahan farmakoterapi maka alasan perubahan tersebut akan dijelaskan.
Nama obat,bentuk sediaan, waktu/jadwal pemberian, cara pemberian, dan lama terapi harus
ditulis. Rancana terapi harus ditulis. Reancana terapi harus mempunyai tujuan, target yang
ingin dicapai yang bersifat spesifik, terukur dan tertulis yang dapat menjelaskan parameter
efikasi dan toksisitas yang digunakan untuk menilai apakah tujuan untuk menilai apakah
tujuan terapi tercapai, untuk mendeteksi atau mencegah efek samping obat (Herfindal,2001).

SOAP ( Subek, Objek, Assasment, dan Plan) masing-masing point SOAP dijelaskan
sebagai berikut:

Subjektive:

Data tentang apa yang dirasakan pasienatau yang dapat di amati pada pasien,
diperoleh dengan cara mengamati, berbicara dan berespon dengan pasien

Objektive

Riwayat pasien yang terdokumentasi pada catatan medik dan hasil berbagai uji dan
evaluasi klinik dapat berupa tanda-tanda vital, hasil test lab, hasil uji fisik hasil
radiografi CT Scan, ECG, dll.

Obat yang digunakan sekarang termasuk dalam data obektive. Data ini harus
dikaitkan dengan problem kesehatan pasien

Assesment

Farmasi harus dapat menginterpretasikan data subjektive dan objektive untuk setiap
problem berupa:

Mengembangkan rekomendasi terapi

Mengikuti/memonitor respon terhadap suatu terapi

Mendokumentasikan adanya adverse drug reaction

Amatiapakah suatu problem disebabkan karena obat/tidak (adverse reaction atau


karena penyakit)

12
Amati apakah terapi obat memang dibutuhkan atau cukup dengan nondrug therapy

Jika pasien sudah menerima terapy, harus dievaluasi ketepatannnya

Apakah semua macam obat memang dibutuhkan/

Apakah sudah duplikasi?

Apakah obat etrsebut merupakan pilihan obat yang tepat(drug of choice ) bagi kondisi
pasien ? (usia,fungsi hati dn ginjal, alergi, faktor resiko, dll)

Apakah bentuk sediaan dan cara pemberiannya benar

Apakah durasi penggunaan obat sudah tepat?

Jika psien menerima terapy harus dimonitor hasil teraphynya dan diputuskan apakah
respon terhadap terapi cukup atau tidak

Ketidakpatuhan pasien terhadap terapi dapat menyebabkan kegagalan yang harus


diatasi

Amati adanya interaksi obat dan adverse drug reaction

Plan

Hal-hal yang dilakukan terhadap pasien meliputi:

Bentuk treatmen yang diberikan

Parameter pemantauan ( terapy toksisitas dan endpoint terapy)

Informasi pada pasien

Contoh kasus dengan penyelesaian metode SOAP:

Ny, WTS (75 tahun) merupakan pasien rawat inap disuatu rumah sakit, Keluhan
utama MRS : Mual muntah, lemah dan sakit kepala, adapun riwayat penyakit dahulu Ny
WTS menderita gagal jantung kongesif sudah 2 tahun dan juga menderita gagagl ginjal
kronis, Ny WTS tinggal bersama anak bungsunya dan suaminya sudah meninggal, Ny WTS
pernah menggunakan digoksin 250g sekali sehari dan furosemid 80 mg dua kali sehari

Adapun Physical Examination Ny WTS :

13
Umum: perkembangan fisik baik dan cukup gizi

Tanda vital: BP 140/100:HR 80:RR 20: T 30oC, BB 50 kg, Tb 155

Kepala, mata ,telinga, hidung: normal

Pembuluh drah : normal

Dada : auskultasi dan perkusi jernih

Abdomen:lunak, tidak adam masa atau organ yang membesar

Genitourinaria:normal

Rektal: normal

Anggota badan: Normal

Syaraf: normal, syaraf cranial utuh, refleks tendon normal

Hasil pemeriksaan biokimia darah:

Potassium : 2,5 mmol/L (3,5-5)

Urea : 40 mmol/L (3,0-6,5)

Kreatinin serum : 3,4 mg/ dl (0,6 1,3)

Digoksin :3,5 g/L (1-2)

Penyelesaian Kasus:

Subjektif:

Nama : Ny WTS

Umur: 75 tahun

BB : 50 kg

TB : 155

Gejala yang dirasa :Mual dan muntah dan tidak ada nafsu makan

Objektif
14
Tanda vital : stabil

Data lab : seperti diatas

Assesment

Intoksikasi digoksin hal ini terlihat dari kadar digoksin darah yang besar
gejala-gejala subjektive dapat diperparah oleh kondisi hipokalemia. Ahl ini
perlu diatasi segera

Gangguan ginjal kronis. Bisa bersifatpatologis atau fisiologis karena usia


lanjut, hal ini perlu di atasi dan menjadi pertimbangan

Hipokalemia bisa terjadi pada ganggguan loop diuretic dalam jangka


waktulama hal ini perlu diatasi

Hipertensi yang belum ditangani hal ini harus diatasi

Plan

Intoksikasi digoksin

- Rekomendasi ke dokter untuk segera menghentikan penggunaan disoksin,


sampai gejal intoksikasi menghilang dan kadar digoksin darah mencapai
level normal

- Diskusikan dengan dokter untuk penyesuaian dosis digoksin jika terapi


digoksin akan silanjutkan berdasarkan kondisi ginjalnya

- Rekomendasikan pemantauan kadar digoksin drah

Gangguan ginjal kronis

- Diskusikan dengan dokter bagaimana dengan kondisi ginjal pasien sebagai


pertimbangan dosis obat yang akan diberikan kepada pasien

- Rekomendasikan terapi untuk gagal ginjalnya: gunakan diuretik kuat

- Alternatifnya: furosemid, HTC

15
- Sampaikan pada perawat untuk memantau volume urin dan BB jika terjadi
odema atau kondisi fisik memburuk instruksikan untuk segera melapor ke
dokter

- Rekomendasikan untuk pemantauan fungsi ginjal secar rutin

- Pertimbangkan kemunkinan hemodialisis

Hipokalemia

- Rekomendasikan untuk memberi suplemen kalium yaitu preparat kalium

- Banyak mengkonsumsi yang mengandung K seperti pisang

- Rekomendasikan untuk memantau kadar K dalam darah

Hipertensi

- Rekomnedasikan untuk memulai terapi terjadap hipertensinya

- Rekomendasikan pemantauan darah

2.1.3 Metode PAM

Pada metode Pam (Problem Action Monitoring ) dijelaskan problem terkait dengan
resep itu sendiri (administratif, pharmceutical, clinic) penyakit, nutrisi psikososial, pekerjaan
dan lingkungan. Upaya untuk mengatasi problem-problem tersebut secara efektif. Monitoring
merupakan pemantauan terhadap problem klinik, nutrisi psikososial yang sesuai dengan
kondisi pasien (home care).

Metode PAM (Problem, Assesment, Monitoring) masing-masing poinnya dijelaskan


sebagai berikut:

Problem:

Mengumpulkan dan menginterprestasikan semua informasi yang relevan untuk


mengidentifikasi masalah yang aktual dann potensial

Asessment

Mendaftar dan membuat prioritas semua masalah (aktual dan potensial)

16
Berhubungan dengan staf medis,perawat,pasien untuk menetapkan hasil yang
diharapkan

Menetapkan dan melaksanakan semua tindakan yang perlu dilakukan

Monitoring

Menilai hasil yang diperoleh dari intervensi yang telah dilakukan (jika perlu, ulangi
proses PAM)

Identifikasi dan pengelolaan masalah :

A. Masalah yang berkaitan dengan resep

- daftar obat yang digunakan: interaksi obat? Duplikasi obat?

- data obat : rute, dosis, tanggal mulai berhenti, frekuensi, cara pemberian (ac/dc/pc)

- Kemudahan dibaca

- legalitas resep : ttd dokter, penggunaan obat ttt.co,morfin

B. masalah yang terkait dengan pemerian obat

1. Rute pemberian : perlu dievaluasi, pasien pingsan, muntah, dll disesuaikan dengan
obatnya

2. bentuk sediaan: pertimbangkan bioekuivalensi,kesesuaian dosis

3. pemilihan waktu : sedatif diberikan 30 menit sebelum tidur, obat DM, dengan atau
sebelum makan

4. Frekuensi pemberian : sesuai farmakokinetika dan formulasinya

Golongan laktosa diberikan secara teratur agar efektif,antiemetika hanya bila perlu

5. kecepatan pemberian obat :efek samping akibat cara pemberian obat

C. Masalah yang terkait dengan obat

1. ketepatan pengobatan , tidak terjadinya interaksi obat

17
2. pentingnya pengobatan:apakah obat benar diperlukan

3. ketepatan dosis, pertimbangan DM, DL, kondisi pasien yang mempengaruhi dosis

4. Efektifitas pengobatan

5. jangka waktu prngobatan

6. efek samping obat

7. ketercampuran obat

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dalam penyelesaian kasus suatu penyakit pada pasien perlu adanya suatu analisa dan
dokumentasi. Analisa dan dokumentasi dalam bidang Farmasi yang digunakan ada tiga yaitu :

1. FARM (Finding, Asessment,Resolution, dan monitoring)

2. PAM (Pronlem, Asassment, dan Monitoring)

3. SOAP ( Subjek, Objek, Asessment, dan Plan)

18
Yang membedakan keduanya yaitu dari sitematika dokumentasi, namun dari tiga jenis
metode analisa tersebut mempunyai suatu tujuan yaitu agar mencapainya rasionalitas bagi
pasien dan menghindari terjadinya DRP (Drug Related Problem ) . Tetapi dari tiga metode
tersebut yang sering digunakan adalah metode SOAP.

SARAN

Dengan adanya tiga metode tersebut membantu apoteker dalam mendokumentasi, dan
memilih obat yang tepat untuk terapi pasien, namun pelatihan yang masih kurang dalam
melakukan metode-metode tersebut menjadi hambatan bagi apoteker dalam melakukan ke
tiga metode ini. Sehingga lebih baik, metode ini lebih diperkenalkan kepada calon-calon
apoteker secara khusus dan memberikan pelatihan yang memadai baik itu metode
FARM,PAM, ataupun SOAP .

19
Daftar Pustaka

Cipolle, Rj, strand, LM, Morley PC, 2004, Drug Therapy Problem, In Pharmaceutical Care
Practie The Clinicals Guide, second edition. The McGraw-Hill ompanies: new York

Journal Of Hospital Pharmacy. PP. 533-542

Depkes RI. 2010. Mims Petunjuk Konsultasi. BIP Kelompok Gramedia. Jakarta.

Hastuti Oktri. 2008. Demam Berdarah Dengue. Kamisius. Yogyakarta

Hepler,CD,and Strand, LM, 1990 Opportunities and Responsibilities In Pharmaceutical


Care, American Irianto Kus. 2009. Parasitologi. Penerbit Cv Yirama Widya. Jakarta

Herpindal, E.T Gourley,DR (Eds), 2001, Textbook of therapeutics Drug and disease
Managemen, 7 th Ed Lippincot and Wilkins, Philapedia.

Nadesul Handrawan. 2004. 100 Pertanyaan dan Jawaban Demam Berdarah. Penerbit Buku
Kompas. Jakarta.

Nugroho Endro Agung. 2012. Farmakologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sandina Dewi. 2011. 9 Penyakit Mematikan. Penerbit Smart Pustaka. Yogyakarta.

Zulkoni Aksin. 2011. Parasitologi. Nuha Medica. Yogyakarta

20

También podría gustarte