Está en la página 1de 36

ASKEP KRITIKAL PADA LANSIA PADA KASUS DEPRESI

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, dan
Karunia-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada Bapak/Ibu Dosen mata kuliah Keperawatan Komunitas
II yang telah memberikan bimbingan berkaitan dengan penyusunan makalah ini.

Semoga makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Kritikal pada Lansia ini
selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II juga dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam pendidikan maupun profesi keperawatan.

Pada penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan,baik


mengenai isi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan
kepada para pembaca untuk dapat memberikan masukan-masukan baik kritik
maupun saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah yang
sempurna pada tugas yang akan datang.

Bandar Lampung, 19 Oktober 2013

Penulis,
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut perkiraan dari United States Bureau of Census 1993, populasi usia lanjut
di Indonesia diproyeksikan pada tahun 1990 2023 akan naik 414 %, suatu angka
tertinggi di seluruh dunia dan pada tahun 2020, Indonesia akan menempati urutan
keempat jumlah usia lanjut paling banyak sesudah Cina, India, dan Amerika
(Depkes RI, 2001). Fenomena ini akan berdampak pada semakin tingginya
masalah yang akan dihadapi baik secara biologis, psikologis dan sosiokultural.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasi lansia sebagai
kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran fisik dan mental. Dilihat
dari perspektif keperawatan dikatakan ada empat besar penderitaan geriatrik yaitu
immobilisasi, ketidakstabilan, inkontinensia, dan gangguan intelektual.

Sifat umum dari empat besar tersebut adalah 1) mempunyai masalah yang
kompleks, 2) tidak ada pengobatan yang sederhana, 3) hancurnya kemandirian,
dan 4) membutuhkan bantuan orang lain yang berkaitan erat dengan keperawatan
(Isaac, 1981).

Pada lanjut usia (lansia) yang kurang mempersiapkan diri dalam menghadapi
kematian serta perubahan fisik, psikologis, dan sosial sebagai akibat masa tuanya,
sangat mungkin timbul gangguan jiwa yaitu depresi. Hal ini bisa dikarenakan
kurangnya pemahaman agama dalam kehidupan.

Gangguan depresif merupakan suasana alam perasaan yang utama bagi orang usia
lanjut dengan penyakit fisik kronik dan kerusakan fungsi kognitif yang
disebabkan oleh adanya penderitaan, disabilitas, perhatian keluarga yang kurang
serta bertambah buruknya penyakit fisik yang banyak dialaminya.

Selain itu proses-proses sehubungan dengan ketuaan dan penyakit fisik yang
dialaminya akan mempengaruhi jalur frontostriatal, amygdala sertahypocampus,
dan meningkatkan kerentanan untuk terjadinya gangguan depresif. Begitu pula
faktor herediter bisa juga berperan sebagian.

Adanya musibah yang bersifat psikososial seperti kemiskinan, isolasi sosial, dan
lain-lain akan mengundang untuk suatu perubahan fisiologis yang selanjutnya
akan meningkatkan kerentanan untuk mengalami depresi atau untuk mencetuskan
kondisi depresi pada orang usia lanjut yang rentan akan hal tersebut.

B. Rumusan Masalah
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen
psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta
komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan
darah dan denyut nadi sedikit menurun.

Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan


kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya
kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality
Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak mengalami
keretakan kepribadian (Splitting of personality), prilaku dapat terganggu tetapi
dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2001)

Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Wahyulingsih
dan Sukamto).

Depresi dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam
perasaan (afektif mood), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,
ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya.

Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang
pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi
sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan
yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas
dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi,
pembedahan, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti
kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang depresi :

Menurut Suryantha Chandra (2002 : 8),

Depresi adalah suatu bentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi


kepribadian seseorang. Depresi juga merupakan perasaan sinonim dengan
perasaan sedih, murung, kesal, tidak bahagia dan menderita. Individu umumnya
menggunakan istilah depresi untuk merujuk pada keadaan atau suasana yang
melibatkan kesedihan, rasa kesal, tidak mempunyai harga diri, dan tidak
bertenaga.

Menurut John & James (1990 : 2)

Individu yang menderita depresi aktifitas fisiknya menurun, berpikir sangat


lambat, kepercayaan diri menurun, semangat dan minat hilang, kelelahan yang
sangat, insomnia, atau gangguan fisik seperti sakit kepala, gangguan pencernaan,
rasa sesak didada, hingga keinginan untuk bunuh diri

Menurut A. Supratiknya (1995 : 67)

Salah satu gejala depresi adalah pikiran dan gerakan motorik yang serba lamban
(retardasi psikomotor), fungsi kognitif terganggu. Jadi depresi mencakup dua hal
kesadaran yaitu menurunnya aktifitas dan perubahan suasana hati. Perubahan
perilaku orang yang depresi berbeda - beda dari yang ringan sampai pada
kesulitan - kesulitan yang mendalam disertai dengan tangisan, ekspresi kesedihan,
tubuh lunglai dan gaya gerak lambat

Menurut Maramis (1998 : 107)

Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, rasa tidak berguna, gagal, kehilangan, putus asa, dan
penyesalan yang patologis. Depresi juga disertai dengan komponen somatik
seperti anorexia, konstipasi, tekanan darah dan nadi menurun. Dengan kondisi
yang demikian, depresi dapat menyebabkan individu tidak mampu lagi berfungsi
secara wajar dalam hidupnya.

Menurut Mendels (dalam Meyer, 1984 : 159) mengatakan bahwa individu


mengalami depresi jika individu mengalami gajala-gejala rasa sedih, pesimis,
membenci diri sendiri, kehilangan energi, kehilangan konsentrasi, dan kehilangan
motivasi. Selain itu individu juga kehilangan nafsu makan, berat badan menurun,
insomnia, kehilangan libido, dan selalu ingin menghindari orang lain.

2.2 Aspek Depresi

Beck (dalam Nanik Afida dkk, 2000 :181) menjelaskan depresi memiliki beberapa
aspek emosional, kognitif, motivasional, dan fisik.

2.2.1 Aspek yang dimanifestasikan secara emosional

1) Perasaan kesal atau patah hati (dejected mood) ;

Perasaan ini menggambarkan keadaan sedih, bosan dan kesepian yang dialami
individu. Keadaan ini bervariasi dari kesedihan sesaat hingga kesedihan yang
terus - menerus.

2) Perasaan negatif terhadap diri sendiri ;

Perasaan ini mungkin berhubungan dengan perasaan sedih yang dijelaskan di atas,
hanya bedanya perasaan ini khusus ditujukan kepada diri sendiri.

3) Hilangnya rasa puas ; maksudnya ialah kehilangan kepuasan atas apa yang
dilakukan. Perasaan ini dapat terjadi pada setiap kegiatan yang dilakukan
termasuk hubungan psikososial, seperti aktivitas yang menuntut adanya suatu
tanggung jawab.
4) Hilangnya keterlibatan emosional dalam melakukan pekerjaan atau
hubungan dengan orang lain ; keadaan ini biasanya disertai dengan hilangnya
kepuasan diatas. Hal ini dimanifestasikan dalam aktivitas tertentu, kurangnya
perhatian atau rasa keterlibatan emosi terhadap orang lain.

5) Kecenderungan untuk menangis diluar kemauan ; gejala ini banyak dialami


oleh penderita depresi, khususnya wanita. Bahkan mereka yang tidak pernah
menangis selama bertahun-tahun dapat bercucuran air mata atau merasa ingin
menangis tetapi tidak dapat menangis.

6) Hilangnya respon terhadap humor ; dalam hal ini penderita tidak kehilangan
kemampuan untuk mempersepsi lelucon, namun kesulitannya terletak pada
kemampuan penderita untuk merespon humor tersebut dengan cara yang wajar.
Penderita tidak terhibur, tertawa atau puas apabila mendengar lelucon.

2.2.2 Aspek depresi yang dimanifestasikan secara kognitif

1) Rendahnya evaluasi diri ; hal ini tampak dari bagaimana penderita


memandang dirinya. Biasanya mereka menganggap rendah ciri - ciri yang
sebenarnya penting, seperti kemampuan prestasi, intelegensi, kesehatan, kekuatan,
daya tarik, popularitas, dan sumber keuangannya.

2) Citra tubuh yang terdistorsi ; hal ini lebih sering terjadi pada wanita. Mereka
merasa dirinya jelek dan tidak menarik.

3) Harapan yang negatif ; penderita mengharapkan hal - hal yang terburuk dan
menolak uasaha terapi yang dilakukan.
4) Menyalahkan dan mengkritik diri sendiri ; hal ini muncul dalam bentuk
anggapan penderita bahwa dirinya sebagai penyebab segala kesalahan dan
cenderung mengkritik dirinya untuk segala kekurangannya.

5) Keragu-raguan dalam mengambil keputusan ; ini merupakan karakteristik


depresi yang biasanya menjengkelkan orang lain ataupun diri penderita. Penderita
sulit untuk mengambil keputusan, memilih alternatif yang ada, dan mengubah
keputusan.

2.2.3 Aspek yang dimanifestasikan secara motivasional

Meliputi pengalaman yang disadari penderita, yaitu tentang usaha, dorongan, dan
keinginan. Ciri utamanya adalah sifat regresif motivasi penderita, penderita
tampaknya menarik diri dari aktifitas yang menuntut adanya suatu tanggung
jawab, inisiatif bertindak atau adanya energi yang kuat.

2.2.4 Aspek depresi yang muncul sebagai gangguan fisik

Kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, kehilangan libido, dan kelelahan


yang sangat.
2.3 Etiologi

Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa berupa:

2.3.1 Faktor Biologis

Hal ini bisa berupa faktor genetis, gangguan pada otak terutama sistem
cerebrovaskular, gangguan neurotransmitter terutama aktivitas serotonin,
perubahan endokrin dll.

a) Faktor Genetis:

Dari segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan bahwa gen-
gen yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan untuk lesi
kardiovaskular dapat meningkatkan kerentanan untuk timbulnya gangguan
depresif.

Penelitian lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk gangguan depresif


mayor pada orang usia lanjut dapat dimediasi oleh adanya lesi vaskular.

b) Gangguan pada Otak:

Antara lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah satu penyebab
timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut adalah penyakit
cerebrovaskular, yang mana gangguan ini dapat sebagai faktor predisposisi,
presipitasi atau mempertahankan gejala-gejala gangguan depresif pada orang usia
lanjut.

c) Gangguan Neurotransmitter:

Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Robinson, dkk., mendapatkan bahwa
konsentrasi norepinephrin dan serotonin berkurang sesuai dengan bertambahnya
usia, tetapi metabolit 5-HIAA dan enzim monoamineoksidase meningkat sesuai
pertambahan usia.

d) Perubahan Endokrin:
Dalam hal ini terutama adalah keterlibatan penurunan kadar hormon estrogen
pada wanita, testosteron pada pria, dan hormon pertumbuhan pada pria dan
wanita.

Penurunan kadar hormon tersebut sejalan dengan perubahan fisiologis karena


pertambahan usia. Sehingga dengan bertambahnya usia, proses degenerasi sel-sel
dari organ tubuh makin meningkat, termasuk di antaranya meningkatnya proses
degenerasi sel-sel organ tubuh yang memproduksi hormon tersebut makin
berkurang. Dengan penurunan kadar hormon tersebut, hal ini akan mempengaruhi
produksi neurotransmitter terutama serotonin dan norepinephrin.

2.3.2 Faktor Psikologis

Ini bisa berupa penyimpangan perilaku, psikodinamik, dan kognitif.

a) Teori Perilaku:

Dari konsep teori perilaku terjadinya gangguan depresif pada individu usia lanjut
oleh karena orang-orang usia lanjut cukup banyak mengalami peristiwa-peristiwa
kehidupan yang tidak menyenangkan atau yang cukup berat sehingga terjadinya
gangguan depresif tersebut sebagai respons perilaku terhadap stressor-
stressor kehidupan yang dialaminya tersebut. Penelitian lain melaporkan bahwa
ada kaitan terjadinya gangguan depresif pada orang usia lanjut dengan sejumlah
peristiwa kehidupan yang negatif yang dialami individu usia lanjut.

b) Teori Psikodinamis:

Berdasarkan teori psikodinamis, terjadinya gangguan depresif pada orang usia


lanjut, oleh karena pada orang usia lanjut sering terjadi ketidaksanggupan untuk
menyelesaikan pencarian pemulihan sekunder dari peristiwa-peristiwa kehilangan
yang tak terelakkan oleh individu tersebut.

c) Teori Kognitif:
Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah terjadinya
distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana interpretasi seseorang
terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya.

Terjadinya distorsi kognitif pada orang usia lanjut oleh karena pada individu usia
lanjut tersebut memiliki harapan-harapan yang tidak realistis dan membuat
generalisasi yang berlebih-lebihan terhadap peristiwa kehidupan tertentu yang
tidak menyenangkan individu tersebut.

2.3.3 Faktor Sosial

Hal ini bisa berupa hilangnya status peranan sosialnya atau hilangnya sokongan
sosial yang selama ini dimilikinya.

2.4 Patofisiologi

Struktur neocortical dorsal mengalami hipometabolis dan struktur limbic ventral


mengalami hipermetabolis selama dalam keadaan gangguan depresif. Selain itu
jalur fronto-striatal pada otak memediasi antisipasi yang mengarah ke afek (alam
perasaan) yang positif, dan abnormalitasnya bisa menghasilkan satu
ketidaksanggupan untuk mendorong antisipasi yang mana ini akan
mempredisposisikan keadaan depresif.

Terjadinya kerusakan pada sirkuit fronto-orbital dapat menimbulkan iritabilitas,


dan pengurangan sensitifitas pada isyarat-isyarat sosial. Begitu pula kerusakan
cingulata anterior dapat menyebabkan apatis dan menurunnya inisiatif. Kerusakan
sirkuit dorsolateral dapat menyebabkan kesulitan dalam merubah tempat, dalam
belajar dan generasi daftar kata. Abnormalitas perilaku-perilaku ini menyerupai
gejala-gejala pada gangguan depresif. Begitu pula hipoaktivitas korteks
prefrontodorsolateral dan gyrus angularis telah dihubungkan pula dengan
gangguan psikomotor dan gangguan depresif.
2.5 Gambaran Klinik

Pada orang usia lanjut, gambaran klinik dari gangguan depresifnya bisa dijumpai
sebagai berikut:

a) Depresi dan dysphoria

Walaupun demikian kadang-kadang mood depresif bisa tidak dijumpai pada


pasien tersebut, oleh karena ada juga pasien yang menyangkal (denial) terhadap
perasaan yang demikian.

b) Menangis ( Tapi pada pasien pria agak jarang )

c) Ansietas ( kecemasan ) dan agitasi

Pada pasien ini bisa dijumpai: pasien menjadi gugup waktu berkomunikasi
dengan seseorang, mudah tersinggung atau tingkah laku yang mengganggu
bersama-sama dengan gejala-gejala ansietasnya. Dan hal ini bisa dijumpai pada
sekitar 80% dari pasien usia lanjut yang mengalami gangguan depresif.

d) Menurunnya energi dan kelelahan (fatigue)

e) Anhedoni

Di sini pasien tersebut kehilangan interest terhadap sesuatu yang dulu


disenanginya.

f) Retardasi fisik

Kondisi ini dapat menjurus pada meningkatnya kesukaran dalam aktivitas


kehidupan sehari-hari, diet yang buruk, tak mau makan, dan lain-lain.
g) Defisit kognitif

Hal ini sering terlihat pada orang usia lanjut yang mengalami gangguan
depresif dan kadang-kadang bisa mencapai suatu level yang parah sehingga
diduga sedang mengalami pseudodementia. Bahkan dari suatu penelitian yang
pernah dilakukan oleh Kral & Emery pada tahun 1999, dari pasien sampel
penelitiannya tersebut berkembang menjadi penyakit Alzheimer.

Gangguan kognitif yang berkaitan dengan suasana alam perasaan depresif


pada orang usia lanjut dalam bentuk gangguan fungsi eksekutif, kecepatan
psikomotor, atensi dan inhibisi, serta kemampuan visiospasial. Timbulnya
gangguan defisit kognitif ini diduga disebabkan oleh penurunan fungsi dari lobus
frontalis.

h) Somatisasi

i) Hypokhondriasis

j) Insight

Gejala gangguan insight ini tingkat keparahannya bervariasi, tergantung


pada keparahan penyakitnya.

k) Suicide (bunuh diri)

Menurut suatu penelitian telah dinyatakan bahwa bunuh diri lebih sering
terjadi pada usia lanjut dibandingkan dengan populasi umur lainnya. Dan dari segi
jenis kelamin didapati bahwa pria usia lanjut lebih sering melakukan tindakan
bunuh diri dibandingkan dengan wanita yang usia lanjut.
Berkaitan dengan suicide ini, selain oleh adanya mood yang depresif,
gejalasuicide pada orang usia lanjut bisa terkait dengan beberapa hal antara lain:
belum kawin, kesehatan fisik yang memburuk yang bersifat subyektif, disabilitas,
rasa sakit, gangguan sensory, tinggal di rumah perawatan atau panti. Walaupun
demikian ide suicide berhubungan erat dengan keparahan depresi yang dideritanya

l) Gejala-gejala psikoti

Ini bisa dalam bentuk gejala waham atau halusinasi. Isi wahamnya bisa
berupa rasa bersalah, cemburu atau persekutorik.

m) Gangguan Perilaku

Hal ini bisa dalam bentuk gejala-gejala sebagai berikut yaitu: penolakan
untuk makan, buang air besar dan buang air kecil yang tak terkontrol, menjerit-
jerit, dan jatuh teatrikalitas, tingkah laku merusak, menggigit, menggaruk-garuk
atau bertengkar dengan orang lain atau pasien-pasien lainnya.

n) Gangguan tidur, terutama late insomnia

Selain gejala-gejala yang saya sebutkan di atas tadi dapat dikatakan bahwa
pasien gangguan depresif usia lanjut sering dijumpai co-morbiditas dengan
penyakit-penyakit lain, yaitu:

Co-morbiditas dengan gangguan psikiatri lainnya antara lain gangguan


cemas (ansietas) dan lain-lain.

Co-morbiditas dengan penyakit-penyakit fisik, antara lain: penyakit


Alzheimer, penyakit Parkinson, stroke, penyakit kardiovaskular, dan lain-lain.
Tanda dan Gejala yang mudah dijumpai :

penurunan energi dan konsentrasi, gangguan tidur terutama terbangun dini hari
dan sering terbangun malam hari, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan
dan keluhan somatik.

1. Suasana Hati

Sedih

Kecewa

Murung

Putus Asa

Rasa cemas dan tegang

Menangis

Perubahan suasana hati

Mudah tersinggung

2. Fisik

Merasa kondisi menurun, lelah

Pegal-pegal

Sakit

Kehilangan nafsu makan

Kehilangan berat badan

Gangguan tidur

Tidak bisa bersantai


Berdebar-debar dan berkeringat

Agitasi

Konstipasi

2.6 Faktor Resiko untuk Perkembangan Terjadinya Depresi pada Lanjut


Usia

Hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan untuk dikaitkan dengan perkembangan


terjadinya suatu gangguan depresif dan dapat dipakai sebagai satu cara
pengenalan dan mentargetkan kelompok risiko tinggi, yaitu:

a) Penyakit fisik, terutama yang menimbulkan rasa sakit atau


ketidaksanggupan, kondisi kesehatan menurun dan tubuh lemah

b) Merasa kesepian, atau anggota keluarga terlalu sibuk, perhaulan kurang dan
rekreasi terbatas

c) Ada duka cita saat ini, atau peristiwa kehidupan buruk yang lain.

d) Gangguan pendengaran.

e) Adanya riwayat keluarga dengan gangguan depresif.

f) Dementia dini.

g) Penghasilan menurun

h) Ada penggunaan obat-obat tertentu seperti: steroid, mayor transquilizer, dan


lain-lain.

Selain itu, dari penelitian yang telah dilakukan didapati bahwa: penyebab yang
paling sering terjadinya kematian pada pasien gangguan depresif usia lanjut
adalah oleh karena kondisi kardiovaskular yang bisa berupa: stroke,myocard
infarct, dan sebagainya. Kemudian kanker merupakan penyebab kedua yang
paling sering sebagai penyebab kematian pada penderita gangguan depresif pada
usia lanjut.

Faktor lain yang memberikan kontribusi timbulnya depresi tersebut berdasarkan


hasil angket dan observasi adalah strategi coping pada lansia itu sendiri yang
kurang baik. Strategi coping adalah suatu bentuk usaha yang dilakukan seseorang
untuk mengurangi atau menghilangkan tekanan-tekanan psikologis atau stres
dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah atau tugas.

2.7 Tingkatan Depresi pada Lansia

Menurut Depkes RI 2001

1) Depresi ringan : Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat,


kesenangan dan mudah lelah, konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan
kepercayaan diri kurang, perasaan salah dan tidak berguna, pandangan masa
depan yang suram, gagasan dan perbuatan yang membahayakan diri, tidak
terganggu dan nafsu makan kurang

2) Episode Depresi Sedang : Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial,


pekerjaan dan urusan rumah tangga

3) Depresi berat tanpa gejala manik. Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri
dan perasaan tidak berguna, keinginan bunuh diri

2.8 Dampak Depresi

1) Tekanan darah tinggi

2) Gastritis

3) Vertigo

4) Migrain

5) Kanker
6) Stroke

7) Penyakit Jantung

8) Dimensia

9) Reumatik

2.9 Manajemen Terapi

Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala-gejala gangguan depresif,


mencegah ide suicide, mencegah relapse atau recurrent dari gejala-gejalanya,
untuk memperbaiki status fungsional dan kognitif serta untuk membantu pasien
dalam mengembangkan keterampilannya.

Tindakan terapinya dapat berupa :

a) Pengobatan terhadap penyakit yang mendasarinya.

b) Pemberian obat anti depressant dan psikoterapi (cognitive behavior


therapy, psychodynamic psychotherapy, dsb.).

Selain itu Electro Convulsive Therapy (ECT) harus dipertimbangkan bila


pasien tidak menunjukkan respons terhadap obat antidepressant, atau memiliki
depresi berat, dengan risiko suicide, dan lain-lain.

Obat antidepressant golongan S.S.R.I. dan S.N.R.I. adalah


obatantidepressant pilihan, diikuti dengan Bupropion dan Mirtazapine.
Sedangkan beberapa jenis obat antidepressant seperti: Amitriptyline,
Maprotyline, dan lain-lain harus dihindari.

Selain itu pada fase rehabilitasi, maka penatalaksanaan rehabilitasi perilaku


sebaiknya dikombinasikan dengan pengobatan antidepressantuntuk memperbaiki
status fungsionalnya setelah gejala-gejala depresinya hilang.
Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga lansia dan
masyarakat, yaitu :

1. Diri Sendiri ( Lansia)

Berfikir positif

Terbuka bila ada masalah

Menerima kondiri apa adanya

Ikut Kegiatan pengajian

Tidur yang cukup

Oleh raga teratur

Optimis

Rajin beribadah

Latihan relaksasi

Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan

2. Keluarga

Dukung lansia tetap berkomunikasi

Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali

Mendengarkan keluahan lansia

Berikan bantuan ekonomi

Dukung kegiatan lansia

Ikut serta anak dan cucu merawat lansia

Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan kemampuan


3. Masyarakat

Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia

Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas lansia

Support group
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI

A. Pengkajian

1. Identitas diri klien

2. Struktur keluarga : Genoogram

3. Riwayat Keluarga

4. Riwayat Penyakit Klien

Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala
karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.

Kaji adanya depresi.

Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti


geriatric depresion scale.

Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan

Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.

Lakukan observasi langsung terhadap :

Perilaku.

Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas


hidup sehari-hari?

Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial?
Apakah klien sering mengluyur danmondar - mandir?

Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau perseveration phenomena?

Afek

Apakah kilen menunjukkan ansietas?

Labilitas emosi?

Depresi atauapatis?

lritabilitas?

Curiga?

Tidak berdaya?

Frustasi?

3. Respon kognitif

Bagaimana tingakat orientasi klien?

Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang halhal yang baru saja


atau yang sudah lamaterjadi?

Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau mengabstrakan?

Kurang mampu membuat penilaian?

Terbukti mengalami afasia, agnosia, atau,apraksia?

Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga


1. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah
menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut.

2. ldentifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota
keluarga yang lain.

3. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya


komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan).

4. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.

5. Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran


pemberiasuhan tentang dirinya sendiri.

Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi

a) Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia

Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan depresi, pertama-tama saudara


harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut:

selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi / siang /


sore / malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.

Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk


menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.

Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.

Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.

Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas
tersebut.
Bersikap empati dengan cara:

1) Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan


menunjukkan perhatian

2) Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab

3) Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik

4) Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.

b) Mengkaji pasien lansia dengan depresi

Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat menggunakan tehnik
mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan
keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data
objective depresi. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:

Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan tidak rapi, kulit kotor
(kebersihan diri kurang)

Interaksi selama wawancara: kontak mata kurang, tampak sedih, murung,


lesu, lemah, komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi.

Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat : apakah lansia
mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau
tidak sesuai, apakah lansia mempunyai ide untuk bunuh diri.
Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara
dengan menggunakan skala depresi pada lansia (Depresion Geriatric Scale)

B. Klasifikasi Data

Data Subyektif
1) Lansia Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.

2) Sering mengemukakan keluhan somatic seperti ; nyeri abdomen dan dada,


anoreksia, sakit punggung,pusing.

3) Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup,
merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.

4) Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.

Data Obyektif

1) Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk
dengan sikap yang merosot.

2) Ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret.

3) Kadang-kadang dapat terjadi stupor.

4) Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering
menangis.

5) Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi


terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya
khayal.

Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak
masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-
kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah
tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga
mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan psikomotor.
C. Diagnosa Keperawatan

1. Mencederai diri berhubungan dengan depresi.

2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.

3. Ketidak berdayaan

4. Risiko bunuh diri

5. Gangguan pola tidur

D. Rencana Tindakan Keperawatan

1. Dx 1 : Mencederai diri berhubungan dengan depresi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia


tidak mencederai diri.

Kriteria Hasil:

Lansia dapat mengungkapkan perasaanya.

Lansia tampak lebih bahagia.

Lansia sudah bisa tersenyum ikhlas.

No Intervensi Rasional

1 Bina hubungan saling percaya dengan lansia. hubungan saling percaya


dapat mempermudah
dalam mencari data-data
tentang lansia.

2 Lakukan interaksi dengan pasien sesering Dengan sikap sabar dan


mungkin dengan sikap empati dan Dengarkan empati lansia akan
pemyataan pasien dengan sikap sabar empati merasa lebih diperhatikan
dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. dan berguna.
Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan.

3 Pantau dengan seksama resiko bunuh Meminimalkan terjadinya


diri/melukai diri sendiri. Jauhkan dan simpan perilaku mencederai diri
alat-alat yang dapat digunakan olch pasien
untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat
yang aman dan terkunci

2. Dx 2 : Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping


maladaptif

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia


merasa tidak stres dan depresi.

Kriteria Hasil :

1. Klien dapat meningkatkan harga diri

2. Klien dapat menggunakan dukungan sosial

3. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

No Intervensi Rasional
1 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat Membangun motivasi
mengatasi keputusasaannya. pada lansia

2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal Individu lebih percaya diri


individu

3 Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan Menumbuhkan semangat


(misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal- hidup lansia
hal untuk diselesaikan).
Klien dapat menggunakan
dukungan social

4 Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal Lansia tidak merasa


individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan sendiri
kesehatan, kelompok pendukung, agama yang
dianut).

5 Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, Meningkatkan nilai


pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, spiritual lansia
kepercayaan agama).

6 Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : Untuk menangani klien


konseling pemuka agama). secara cepat dan tepat

7 Diskusikan tentang obat (nama, dosis, Klien dapat menggunakan


frekuensi, efek dan efek samping minum obat). obat dengan benar dan
tepat

Untuk memberi
pemahaman kepada lansia
tentang obat

8 Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 Prinsip 5 benar dapat


benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu). memaksimalkan fungsi
obat secara efektif

9 Anjurkan membicarakan efek dan efek samping Menambah pengetahuan


yang dirasakan. lansia tentang efek efek
samping obat.

10 Beri reinforcement positif bila menggunakan Lansia merasa dirinya


obat dengan benar. lebih berharga

3. Dx 3 :Ketidakberdayaan

Tujuan nya gar pasian mampu :

1) Berpartisipasi dalam memutuskan perawatan dirinya

2) Melakukan kegiatan dalam menyelesaikan masalahnya.

Tindakan pada lansia :

1) Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggungjawab terhadap perawatan


dirinya

Beri kesempatan memilih tujuan perawatan dirinya

Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan diri untuk


mencapai

Tujuan :

a) Membantu pasien untuk melakukan aktivitas yang telah ditetapkan.

b) Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya

c) Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.

d) Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.


Tindakan untuk keluarga

Tujuan :

Keluarga mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien.

Keluarga mampu membantu pasien mengoptimalkan kemampuannya.


Tindakan

a) Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang pernah dimiliki pasien

b) Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini

c) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang


masih dimiliki pasien

d) Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai


kemampuan yang dimiliki

e) Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai


dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.

4. Dx 4 : Resiko Bunuh Diri

Tujuan

a) Klien tidak membahayakan dirinya sendiri

b) Pasien mempunyai alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif.

Tindakan pada Lansia

a) Diskusikan dengan pasien tentang ide-ide bunuh diri

b) Buat kontrak dengan pasien untuk tidak melakukan bunuh diri


c) Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide
bunuh diri

d) Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif

e) Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan
masalah secara konstruktif.

f) Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.

Tindakan pada Keluarga

Tujuan nya agar keluarga mampu:

a.Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku bunuh diri pasien


b.Menciptakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh diri
c.Membantu pasien menggunakan cara penyelesaian masalah yang konstruktif

Tindakan
a. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku klien saat muncul ide
bunuh diri

b. Diskusikan tentang cara mencegah perilaku bunuh diri pada pasien

Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien, singkirkan semua benda-


benda yang memiliki potensi untuk membahayakan klien (benda tajam, tali
pengikat, ikat pinggang, dan benda-benda lain yang terbuat dari kaca)

Antisipasi penyebab yang dapat membuat pasien bunuh diri

Lakukan pengawasan secara terus menerus


c.Anjurkan keluarga meluangkan waktu bersama klien
d. Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien
dalam menyelesaikan masalah

e. Anjurkan keluarga untuk membantu klien untuk menggunakan koping positif


dalam menyelesaikan masalah

f. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap penggunaan koping


positif yang telah digunakan oleh klien.

5. Dx 5 : Gangguan Pola Tidur

Tindakan untuk Pasien Lansia

Tujuan :

Klien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur

Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur

Tindakan

a. Bersama klien mengidentifikasi gangguan pola tidur


b. Diskusikan cara-cara utuk memenuhi kebutuhan tidur ( Kurangi tidur pada
siang hari, Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur
Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola, Mandi air hangat
sebelum tidur, Dengarkan musik yang lembut sebelum tidur )
c. Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai dengan kebutuhannya
d. Berikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan
tidurnya.

Tindakan untuk Keluarga


Tujuan
a. Keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan pola tidur
b. Keluarga dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur

Tindakan
a. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala gangguan pola tidur pada
pasien

b. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk


memfasilitasi agar pasien dapat tidur.

E. Evaluasi

Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat


dilakukan dengan menilai kemampuan klien dan keluarga:

1. Ketidakberdayaan,

Kemampuan pasien:

a. Berpartisipasi dalam menentukan perawatan diri

b. Melakukan kegiatan positif dalam menyelesaikan masalah

Kemampuan keluarga

a. mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien

b. Membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki

2. Risiko bunuh diri

Kemampuan pasien:

a. Mampu mengungkapkan ide bunuh diri

b. mengenali cara-cara untuk mencegah bunuh diri


c. Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang konstruktif

Kemampuan keluarga:

a. Keluarga dapat mengenali tanda dan gejala awal perilaku bunuh diri

b. Keluarga menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh


diri

c. Keluarga mampu membantu pasien dalam menetapkan cara-cara yang positif


untuk mengatasi masalah

3. Gangguan pola tidur

Kemampuan klien:

a. Klien mampu mengungkapkan penyebab gangguan tidur

b. Klien mampu menetapkan cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tidur
Kemampuan keluarga:

a. Keluarga mampu mengidentifikasi penyebab gangguan tidur yang dialami


pasien

b. Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang nyaman untuk memfasilitasi


pemenuhan kebutuhan tidur pasien

c. Keluarga mampu membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Gangguan depresif merupakan salah satu gangguan mental-emosional yang cukup


sering dijumpai pada orang usia lanjut. Hal ini dapat disebabkan oleh karena
faktor penyebab dari gangguan depresif begitu besar kemungkinan akan dialami
oleh orang usia lanjut. Di lain pihak, walaupun terapi untuk gangguan depresif
tersebut bisa dilaksanakan namun hasilnya tidaklah dapat mencapai hasil yang
maksimal, mengingat kekurangan secara fisik dan psikososial pada orang usia
lanjut tidaklah dapat dikembalikan seperti semula.

4.2 Saran

Asuhan keperawatan pada lansia haruslah diakukan secara profesional dan


komprehensip, yaitu dengan memandang pada aspek boi-psiko-sosial-spiritual
pada lansia. Aspek psikologis pada lansia merupakan aspek yang tak kala penting
dari aspek yang lain, olehnya itu pelaksanaan asuhan keperawataan lansia dengan
gangguan psikososial harus dilakukan dengan sebaik-baiknya demi terciptanya
lansia yang sehat jasmani dan rohani.
DAFTAR PUSTAKA

http://abiums.blogspot.com/2007/05/askep-lansia-depresi.html

http://tenreng.wordpress.com/2009/02/19/asuhan-keperawatan-dengan-
pasien-depresi

http://pinkersaya.wordpress.com/2012/11/24/askep-lansia-dengan-
gangguan-psikologis-depresi

http://mklh12depresi.blogpot.com

http://id.wikipedia.org/wiki.Depresi

http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2009/05/15/Depresi-pada-lansia

También podría gustarte