Está en la página 1de 5

Analisis kebijakan kesehatan, terdiri dari 3 kata yang mengandung arti dan dimensi yang luas, yaitu

analisa atau analisis, kebijakan, dan kesehatan. Analisa atau analisis, adalah penyelidikan terhadap suatu
peristiwa (seperti karangan, perbuatan, kejadian, atau peristiwa) untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya, sebab musabab atau duduk perkaranya (KBBI, 1991 dalam Jurnal Utama, S. 2005).

Kebijakan adalah rangkaian dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan
suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang organisasi, atau pemerintah); pernyataan
cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen/administrasi dalam
usaha mencapai sasaran tertentu. Contoh: kebijakan kebudayaan, adalah rangkaian konsep dan asas
yang menjadi garis besar rencana atau aktivitas suatu negara untuk mengembangkan kebudayaan
bangsanya. Kebijakan kependudukan adalah konsep dan garis besar rencana suatu pemerintah untuk
mengatur atau mengawasi pertumbuhan penduduk dan dinamika penduduk dalam negaranya.

Kebijakan berbeda makna dengan kebijaksanaan. Kebijaksanaan, adalah kepandaian seseorang


menggunakan akal budinya (berdasar pengalaman dan pengetahuannya); atau kecakapan bertindak
apabila menghadapi kesulitan. Menurut UU RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
social dan ekonomi. Pengertian ini cenderung tidak berbeda dengan yang dikembangkan oleh WHO,
yaitu: kesehatan adalah suatu keadaan yang sempurna yang mencakup fisik, mental, kesejahteraan, dan
bukan hanya terbebasnya dari penyakit atau kecacatan.

Kebijakan negara, adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak
dilaksanakan pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi
kepentingan seluruh rakyat.

PERUMUSAN MASALAH KEBIJAKAN

Masalah kebijakan public adalah nilai, kebutuhan atau kesempatan yang belum terpenuhi, tetapi dapat
diidentifikasi dan dicapai melalui tindakan public. Tingkat kepelikan/kompleksitas masalah tergantung
pada nilai dan kebutuhan apa yang dipandnag paling penting oleh public.

Beberapa karakteristik atau ciri utama masalah kebijakan dapat dirumuskan dari pendapat para ahli
(Topatimasang dkk., 2000; Dunn, 1998; Syamsi, 1986 dalam Jurnal oleh Utama, S.2005), yaitu:

a. Interdependensi (saling tergantung), yaitu: masalah kebijakan dalam suatu bidang (misalnya,
energy listrik) mempengaruhi masalah kebijakan lainnya (misalnya, perawatan kesehatan).
Kondisi ini menunjukkan adanya system masalah, yang membutuhkan pendekatan holistic, yaitu
pendekatan yang memandang satu masalah sebagai bagian dari keseluruhan masalah.
b. Subjektif, yaitu suatu kondisi eksternal yang dianalisis dengan menggunakan pendekatan atau
disiplin ilmu tertentu, sehingga menghasilkan kesimpulan mengenai kondisi tersebut.
Selanjutnya data informasi tersebut ditafsirkan dengan menggunakan berbagai pendekatan atau
ilmu pengetahuan yang berbeda, sehingga menimbulkan kesimpulan lainnya yang berbeda.
Contoh, analisis kondisi ekonomi masyarakat di suatu daerah menghasilkan ukuran tingkat
pendapatan rata-rata per bulan/kk (misalnya) Rp. 300.000/bulan. Tingkat penghasilan ini
dinyatakan kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup yang utama sehari-hari pada 1 keluarga (4
orang). Kondisi ekonomi ini, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pendekatan ilmu
kesehatan; dan menghasilkan tafsiran, seperti rendahnya kemampuan membayar pelayanan
kesehatan, atau besarnya peluang gangguan gizi. Dalam kasus ini dinyatakan sebagai masalah
(objektif) adalah: tingkat pendekatan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup, ketika
masalah ekonomi ini dikaitkan dengan kesehatan yang memunculkan masalah kesehatan, maka
keterkaitan itu disebut dengan situasi problematis. Setiap masalah merupakan elemen dari
situasi problematic. Masalah kebijakannya (subjektif) muncul ketika manusia memikirkan dan
bertindak untuk mencari jalan keluar terhadap masalah dan situasi problematis tersebut.
c. Artifisial (buatan) yaitu: masalah kebijakan hanya mungkin ada jika manusia mempertimbangkan
perlunya merubah situasi problematic. Masalah kebijakan pada dasarnya merupakan buah
pandangan subjektif manusia yang terkait dengan kondisi social yang objektif.
d. Dinamis, yaitu masalah dan pemecahannya berada pada suasana perubahan yang terus
menerus. Pemecahan masalah justru dapat memunculkan masalah baru, yang membutuhkan
pemecahan masalah lanjutan.
e. Tidak terduga, yaitu masalah yang muncul di luar jangkauan kebijakan dan system masalah
kebijakan (Dunn, 1998 dalam Jurnal oleh Utama, S.2005)

Prasyarat perumusan masalah kebijakan adalah pengakuan atau dirasakannya keberadaansuatu


situasi masalah kebijakan. Perumusan masalah kebijakan dapat dipandang sebagai proses dengan 4 fase
yang saling tergantung, yaitu:

a. Pencarian masalah atau problem search. Masalah kebijakan harus dicari dari berbagai pelaku
kebijakan. Biasanya para analis akan menjumpai formulasi-formulasi masalah yang saling terkait
dan bersaing secara dinamis, yang terbentuk dari dan oleh situasi social, dan terdistribusi pada
seluruh proses pembuatan kebijakan. Kondisi yang dihadapi oleh analis ini disebut dengan Meta
Problem ( kompleksitas masalah). Selanjutnya, analis harus menetapkan mana yang menjadi
masalah substantif (masalah pokok yang menjadi pusat perhatian). Contoh: krisis nasional (meta
problem atau situasi problematic) sector ekonomi dan moneter diikuti oleh krisis politik, telah
menyebabkan terjadi krisis kesehatan masyarakat. Pilihan masalah substantive adalah bidang
kesehatan, yang didukung oleh fakta menurunnya status kesehatan masyarakat secara drastic.
b. Pendefinisian masalah atau problem definition. Meta masalah harus didefinisikan dengan jelas
untuk mengetahui keterkaitan satu masalah dengan masalah lainnya, dan untuk mempermudah
penemuan masalah substantive. Selanjutnya, masalah substantive harus didefinisikan secara
mendasar dan umum. Contoh, apakah fenomena itu merupakan masalah kesehatan, jika ya,
maka masalah tersebut harus dikonsepkan dan didefinisikan dengan jelas dan
memperlakukannya dalam ketentuan faktor-faktor kesehatan. Contoh: krisis ekonomi,
monemeter dan politik (meta problem) harus didefinisikan dengan jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan selanjutnya, krisis kesehatan (substantive) sebagai akibat dari meta
problem, harus didefinisikan menurut ukuran kesehatan. Misalnya, menurunnya status
kesehatan masyarakat ditandai oleh meningkatnya jumlah anak-anak dengan status gizi buruk
sekian persen.
c. Spesifikasi masalah atau problem specification. Jika masalah substantive sudah didefinisikan,
maka masalah yang lebih rinci dan spesifik dapat dirumuskan; dan menghasilkan masalah
formal. Rumusan masalah formal ini yang akan menjadi pusat perhatian analis. Contoh: masalah
formal bidang kesehatan sector Gizi pada situasi krisis nasional, yang meliputi sediaan bahan
pangan, daya beli masyarakat, program pelayanan gizi di sarana pelayanan kesehatan.
d. Pengenalan masalah atau problem sensing. Masalah formal harus disampaikan kepada para
pelaku kebijakan, untuk mendapat umpan balik, yaitu apakah sesuatu itu sudah benar-benar
menjadi masalah kebijakan. Jika para pelaku kebijakan menyatakan bahwa masalah formal
tersebut benar-benar dapat menjadi masalah kebijakan; maka seorang analis dapat melanjutkan
tugasnya untuk melakukan analisis dengan benar, dalam rangka menghasilkan informasi dan
argument sebagai input pembuatan kebijakan public sector kesehatan.

Analis harus mampu untuk merumuskan masalah kebijakan dengan benar, yaitu merumuskan masalah
substantive dan masalah formal yang sesuai dengan kondisi masalah yang sebenarnya.

TUJUAN

Secara umum tujuan analisis kebijakan negara adalah menyediakan informasi untuk para pengambilan
kebijakan yang digunakan sebagai pedoman pemecahan masalah kebijakan secara praktis. Tujuan
analisa kebijakan juga meliputi evaluasi kebijakan dan anjuran kebijakan. Selaras tujuan di atas, dapat
disimpulkan analisis kebijakan tidak hanya sekedar menghasilkan fakta, tetapi juga menghasilkan
informasi mengenai nilai dan arah tindakan yang lebih baik.

BENTUK ANALISIS KEBIJAKAN

Analisis kebijakan terdiri dari beberapa bentuk, yang dapat dipilih dan digunakan. Pilihan bentuk analisis
yang tepat, menghendaki pemahaman masalah secara mendalam, sebab kondisi masalah yang
cenderung menentukan bentuk analisis yang digunakan/ berdasarkan pendapat para ahli, dapat
diketahui bentuk analisis kebijakan, yang terdiri dari 3 kategori berdasarkan periode waktu, yaitu:

1. Analisis Kebijakan Prospektif. Bentuk analisis ini berupa penciptaan dan pemindahan informasi
sebelum tindakan kebijakan ditentukan dan dilaksanakan. Ciri analysis adalah: (a)
Menggagungkan informasi dari berbagai alternative yang tersedia yang dapat dipilih dan
dibandingkan: (b) Diramalkan secara kuantitatif dan kualitatif untuk pedoman pembuatan
keputusan kebijakan; dan (c) secara konseptual tidak termasuk pengumpulan informasi.
2. Analisis Kebijakan Retrospektif (AKR). Tujuan bentuk analisis adalah penciptaan dan pemindahan
informasi setelah tindakan kebijakan diambil. Beberapa analisis kebijakan retrospektif, adalah:
a. Analisis berorientasi disiplin, lebih terfokus pada pengembangan dan pengujian teori
dasar dalam disiplin keilmuan, dan menjelaskan sebab akibat kebijakan. Contoh: upaya
pencarian teori dan konsep kebutuhan serta kepuasan tenaga kesehatan di Indonesia,
dapat memberi kontribusi pada pengembangan manajemen SDM berciri Indonesia
(kultural). Orientasi pada tujuan dan sasaran kebijakan tidak terlalu dominan dengan
demikian, jika ditetapkan untuk dasar kebijakan memerlukan kajian tambahan agar
lebih operasional.
b. Analisis berorientasi masalah, menitikberatkan pada aspek hubungan kebijakan, bersifat
terapan, namun masih bersifat umum. Contoh: pendidikan dapat meningkatkan
cakupan layanan kesehatan. Orientasi tujuan bersifat umum, namun dapat memberi
variable kebijakan yang mungkin dapat dimanipulasikan untuk mencapau sasaran yang
khusus, seperti meningkatkan kualitas kesehatan anak sekolah secara umum dan
kesehatan gigi melalui program UKS/UKGS oleh puskesmas.
c. Analisis berorientasi terapan, menjelaskan hubungan kausal, lebih tajam untuk
mengidentifikasi tujuan dan sasaran dari kebijakan dan para pelakunya. Informasi yang
dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil kebijakan khusus, membangun
alternative kebijakan yang baru, dan mengarah pada pemecahan masalah praktis.
Contoh: analisis dapat memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan kelayanan KIA di puskesmas. Informasi dapat digunakan
sebagai dasar pemecahan masalah kebijakan KIA di puskesmas.
3. Analisis Kebijakan Terpadu. Bentuk analisis ini bersifat komprehensif dan kontinu, menghasilkan
dan memindahkan informasi gabungan baik sebelum maupun sesudah tindakan kebijakan
dilakukan. Menggabungkan bentuk prospektif dan retrospektif, serta ajeg menghasilkan
informasi dari waktu ke waktu dan bersifat multidisipliner.

Bentuk analisis kebijakan diatas, menghasilkan jenis keputusan yang berbeda, bila ditinjau dari
pendekatan teori keputusan, yaitu:

a. Teori keputusan deskriptif, bagian dari analisis retrospektif, mendeskripsikan tindakan


dengan focus menjelaskan hubungan kausal tindakan kebijakan, setelah kebijakan
terjadi. Tujuan utama keputusan adalah memahami problem kebijakan dan kurang pada
usaha pemecahan masalah.
b. Teori keputusan normative, memberi dasar untuk memperbaiki akibat tindakan,
menjadi bagian dari metode prospektif (peramalan atau rekomendasi), lebih ditujukan
pada usaha pemecahan masalah yang bersifat praktis dan langsung.

PENDEKATAN ANALISIS KEBIJAKAN

Upaya untuk menghasilkan informasi dan argument, dapat menggunakan beberapa pendekatan, yaitu:
pendekatann empiris, evaluative, normative yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pendekatan empiris, memusatkan perhatian pada tujuan menjelaskan sebab dan akibat dari
kebijakan public. Contoh, analisis dapat menjelaskan sebab akibat dari pelaksanaan belanja
negara untuk sector kesehatan dalam suatu periode tertentu,; dan meramalkan pembelanjaan
di masa depan serta akibat yang ditimbulkannya. Modus atau prosedur kerja analisis, untuk
menghasilkan informasi dan argumennya, dapat dilakukan melalui 4 tahapan: (1) perumusan
masalah, (2) peliputan atau monitoring, (3) pembahasan, (4) peramalan, sebagai hasil akhir
kegiatan analisis.
2. Pendekatan evaluative, memusatkan perhatian pada tujuan menemukan nilai dari berbagai
kebijakan public yang dilaksanakan. Contoh: setelah menerima informasi tentang pelaksanaan
program KIA-KB, analis dapat mengevaluasi pelaksanaan program tersebut; dan analis dapat
merumuskan atau memilih cara yang terbaik untuk mendistribusikan biaya, alat, atau obat-
obatan dalam program KB, sesuai etika dan konsekuensinya. Penekanan pada pendekatan
evaluative, adalah tersusunnya prioritas model atau prosedur terbaik dari beragam input
dengan pertimbangan plus-minus jika dibuat kebijakan. Modus atau prosedur kerja analisis,
untuk menghasilkan informasi dan argumennya, dapat dilakukan melalui 5 tahapan, yaitu: (1)
perumusan masalah,(2) peliputan/monitoring, (3) pembahasan, (4) peramalan, (5) dan
rekomendasi.
3. Pendekatan Anjuran memusatkan perhatian pada tujuan mengusulkan tindakan apa yang
semestinya dilakukan. Inti pendekatan normative adalah pengusulan arah tindakan yangdapat
memecahkan masalah. Contoh: peningkatan pembayaran pasien puskesmas, dari Rp. 300
menjadi Rp. 1.000, merupakan jawaban untuk mengatasi rendahnya kualitas pelayanan di
puskesmas. Peningkatan ini tidak memberatkan dan dapat diterima dengan baik oleh
masyarakat. Penekanan pada pendekatan normative adalah anjuran yang semestinya
dilakukan. Prosedur kerja analisis, untuk menghasilkan informasi dan argumennya, dapat
dilakukan melalui 6 tahapan, yaitu: (1) perumusan masalah, (2) peliputan atau monitoring, (3)
peramalan, (4) pembahasan, (5) rekomendasi, dan (6) penyimpulan praktis.
4. Penyimpulan praktis ditujukan untuk mencapai kesimpulan yang lebih atau sangat dekat agar
masalah kebijakan dapat dipecahkan. Kata praktis, lebih ditekankan pada dekatnya hubungan
kesimpulan yang diambil dengan nilai dan norma social atau masalah kebijakan yang akan
ditangulangi. Pengertian ini lebih ditujukan untuk menjawab kesalahpahaman mengenai makna
rekomendasi yang sering diartikan pada informasi yang kurang operasional atau kurang praktis,
masih relative jauh dari fenomena yang sesungguhnya.

ARGUMEN KEBIJAKAN

Informasi merupakan kata kunci dalam kegiatan analisis kebijakan, sebab untuk menghasilkan informasi
yang relevan dengan masalah dan solusi kebijakan publik, maka kegiatan analisis kebijakan adalah
Argumen atau alasan yang digunakan. Kata argumen mendapat perhatian khusus untuk menghindari
suatu usulan yang tidak benar, tidak berdasar, atau tidak dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Dunn
(1998) dalam Jurnal oleh Utama, S., Argumen kebijakan meliputi 6 elemen penting, yaitu:

1. Informasi yang relevan dengan kebijakan; dihasilkan oleh penggunaan metode analisis yang
dipakai oleh analis. Contoh: Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) oleh Puskesmas
sangat efektif untuk mengurangi kasus gizi buruk pada balita. Informasi ini dapat diarahkan
menjadi Tuntutan Kebijakan, tetapi harus melalui proses persyaratan atau kualifikasi, yang
meliputi aspek pembenaran, dukungan, dan bantahan.
2. Persyaratan, merupakan proses pertimbangan apakah Informasi yang relevan akan diteruskan
menjadi tuntutan kebijakan. Secara ringkas, dapat disebutkan pada fase ini terjadi pergulatan
antara pembenaran dan dukungan versus bantahan. Seorang analisis

También podría gustarte