Está en la página 1de 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN STROKE HEMORAGIK

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI/PENGERTIAN STROKE

Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular
Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan
oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-
gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu
(WHO, 1989).

Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan


mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh
darah otak (Hudak dan Gallo, 1997) .

Sedangkan stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya
pembuluh darah pada otak. Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam
otak pecah. Otak sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan dapat terjadi
dengan sangat cepat. Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak,
sehinga menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang
disebut hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan
menekan tulang tengkorak.

2. EPIDEMIOLOGI

Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
keganasan. Stroke diderita oleh 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya.
Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah
65-85% merupakan stroke non hemoragik ( 53% adalah stroke trombotik, dan 31%
adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik 37%, dan stroke
embolik 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyak 15-35%. 10-
20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan 5-15%
perdarahan subarachnoid. Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum
ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya
CT scan mencapai 20-30%.

Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang usia 45-54
tahun, 60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun, dan 95 per 1000 orang pada
rentang usia 75-84 tahun. Dengan presentase kematian mencapai 40-60%
3. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI

Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang
menekan dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik
adalah :

a. Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat
pecah.
b. Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa.

c. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti
payudara, kulit, dan tiroid.

d. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding


arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.

e. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).

f. Overdosis narkoba, seperti kokain.

4. PATOFISIOLOGI

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri
yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar
atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan otak terputus
selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau kematian jaringan. Akan tetapi
dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri menyebabkan infark di daerah otak
yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang
memadai di daerah tersebut. Dapat juga karena keadaan penyakit pada pembuluh
darah itu sendiri seperti aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding
pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan
status aliran darah misalnya syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah
akibat bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam
jaringan otak. (Sylvia A.price dan Wilson, 2006)

5. GEJALA KLINIS

Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah
jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan
sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau
perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.

Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:

a. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).


b. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.

c. Kesulitan menelan.

d. Kesulitan menulis atau membaca.

e. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,
batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.

f. Kehilangan koordinasi.

g. Kehilangan keseimbangan.

h. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan


menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.

i. Mual atau muntah.

j. Kejang.

k. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan


sensasi,baal atau kesemutan.

l. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan umum

Kesadaran: umumnya mengalami penurunan kesadaran

Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,


kadang tidak bisa bicara.

Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.

b. Pemeriksaan integument

Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien strokeharus bed rest 2-3 minggu

Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis


Rambut: umumnya tidak ada kelainan.

c. Pemeriksaan kepala dan leher

Kepala: bentuk normocephalik

Muka: umumnya tidak simetris yaitu miring ke salah satu sisi

Leher: kaku kuduk jarang terjadi.

d. Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,


wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.

e. Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.

f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.

g. Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

g. Pemeriksaan neurologi:

Pemeriksaan nervus cranialis

Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.

Pemeriksaan motorik

Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi


tubuh.

Pemeriksaan sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi.

Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahului dengan refleks patologis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan laboratorium

Peningkatan Hb & Ht terkait dengan stroke berat

Peningkatan WBC indikasi adanya infeksi endokarditis bakterialis.

Analisa CSF (merah) perdarahan sub arachnoid

Pungsi Lumbal

menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan


cairan yang mengandung darah menunjukan hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya
proses inflamasi.

b. Pemeriksaan Radiologi

CT Scan

Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya


infark

Angiografi serebral

membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti


perdarahan atau obstruksi arteri

MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik


( masalah sistem arteri karotis ( aliran darah / muncul plak )
arteriosklerotik ).

EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik

Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena

Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng


pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas;
klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral ;
kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan
subarakhnoid.

(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

DIAGNOSIS/KRITERIA DIAGNOSIS

Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan arteriografi adalah


esensial untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. CT Scan dan
MRI merupakan sarana diagnostik yang berharga untuk menunjukan adanya
hematoma, infark atau perdarahan. EEG dapat membantu dalam
menentukan lokasi.

THERAPY/TINDAKAN PENANGANAN

Terapi Stroke diantara:

a) Lakukan penatalaksanaan jalan napas yang agresif. Pertimbangkan pra-


terapi dengan pemberian lidokain 1-2 mg/kg secara intravena jika
diintubasi diindikasikan untuk menjaga adanya peningkatan TIK.

b) Lakukan hiperventilasi untuk mengurangi PaCo2 sampai 25-30 mmHg.

c) Pertimbangkan pemberian manitol 1-2 mg/kg IV.

d) Pertimbangkan deksametason 200-100mg IV : mulai timbulnya efek lebih


lambat dari pada tindakan intubasi atau manitol.

e) Pemantauan tekanan intrakranial secara noninvasif seperti MRI, CT scan,


tomografi emisi positron, single-photon emissionCOMPUTED tomografi,
evoked potential, dan oksimetri.

f) Dekompresi secara bedah berdasarkan temuan CT scan mungkin


diperlukan.

Terapi umum:

Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor faktor kritis sebagai
berikut :

1. Menstabilkan tanda tanda vital


Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang
dalam, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak
terkena)

Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing masing


individu; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun
hipertensi.

2. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung

3. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter


tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi keluar masuk setiap
4 sampai 6 jam.

4. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :

Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif setiap 2 jam

Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh


sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan
pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada
bahu, siku dan mata kaki)

Terapi khusus:

Ditujukan untuk stroke pada therapeuticWINDOW dengan


obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan
pentoxifilin, tielopidin, low heparin, TPA.

1. Pentoxifilin:

Mempunyai 3 cara kerja:

Sebagai anti agregasi menghancurkan thrombus

Meningkatkan deformalitas eritrosit

Memperbaiki sirkulasi intraselebral

2. Neuroprotektan:

Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron. Contohnya neotropil

Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis


glikogen
Terapi Medis

1. Neuroproteksi

Berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan. Cara kerja metode ini


adalah menurunkan aktifitas metabolisme dan kebutuhan sel-sel neuron.

2. Antikoagulasi

Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 3,0 4,0)
untuk pasien stroke yang memiliki katup prostetik mekanik. Bagi pasien
yang bukan merupakan kandidat untuk terapi warvarin (coumadin), maka
dapat digunakan aspirin tersendiri atau dalam kombinasi dengan
dipiridamol sebagai terapi antitrombotik awal untuk profilaksis stroke.

3. Trombolisis Intravena

Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh US Food and Drug


Administration(FDA) untuk terapi stroke iskemik akut adalah aktivator
plasminogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan. Terapi dengan TPA
intravena tetap sebagai standar perawatan untuk stroke akut dalam 3 jam
pertama setelah awitan gejala. Risiko terbesar menggunakan terapi
trombolitik adalah perdarahan intraserebrum.

4. Trombolisis Intraarteri

Pemakaian trombolisis intraarteri pada pasien stroke iskemik akut sedang


dalam penelitian, walaupun saat ini belum disetujui oleh FDA. Pasien
yang beresiko besar mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah yang
skor National Institute of Health StrokeSCALE (NIHSS)-nya tinggi,
memerlukan waktu lebih lama untuk rekanalisasi pembuluh, kadar
glukosa darah yang lebih tinggi, dan hitung trombosit yang rendah.

Terapi Perfusi

Untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus vasospasme saat pemulihan


dari perdarahan subarakhnoid.

Pengendalian Oedema dan Terapi Medis Umum

Oedema otak terjadi pada sebagian besar kasus infark kasus serebrum
iskemik, terutama pada keterlibatan pada pembuluh besar di daerah
arteria serebri media. Terapi konservatif dengan membuat pasien sedikit
dehidrasi, dengan natrium serum normal atau sedikit meningkat.
Terapi Bedah

Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastis yang masih menjalani


uji klinis yang dicadangkan untuk stroke yang paling masif.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWTAN

1. PENGKAJIAN

Data Subjektif

- klien mengeluh pusing, klien mengeluh nyeri kepala

- klien mengeluh kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan,


kehilangan sensasi atau paralysis

- klien mengeluh mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau


kejang otot).

- klien mengeluh kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat


seperti lumpuh/mati

- klien mengeluh nafsu makan hilang, klien mengeluh


mengalami nausea/vomitus

- klien mengeluh mengalami gangguan rasa pengecapan

Data Objektif

- Hipertensi arterial

- Disritmia, perubahan EKG

- Pulsasi : kemungkinan bervariasi

- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

- Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan


faring )

- Obesitas ( faktor resiko )


- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan

- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat


objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang
sakit

- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang


pernah dikenali

- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan


regulasi suhu tubuh.

- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor


fisiologis: disfungsi neuromuscular ditandai dengan klien tampak tidak
sadar, suara napas ronchi (+), napas irreguler, dan memakai alat
bantu oksigen.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan


neuromuskular ditandai dengan terjadi hemiperase pada ekstremitas
kanan

c. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan


aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial
ditandai dengan klien tampak tidak sadar, dan kondisi lemah

d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler


ditandai dengan klien tampak tidak sadar, kondisi lemah, dan
hemiparese

e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol


otot facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak mampu
berbicara

f. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan menelan ditandai dengan klien tidak sadar,
dan kondisi klien tampak lemah

g. Gangguan sensori persepsi penglihatan berhubungan dengan


perubahan penerimaan sensori, transmisi, dan atau integrasi ditandai
dengan klien mengatakan tidak dapat melihat dengan jelas, keadaan
pupil isokor
3. Rencana Asuhan Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran


darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial ditandai dengan
klien tampak tidak sadar, dan kondisi lemah

Tujuan :

Setelah diberikan askep selama x 24 jam, diharapkan Perfusi jaringan otak dapat
tercapai secara optimal dengan kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,

Pernafasan 16-20 kali permenit)

INTERVENSI

Mandiri :

a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab


peningkatan TIKdan akibatnya

Rasional :

Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan

b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total

Rasional :

Untuk mencegah perdarahan ulang

c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial


tiap dua Jam

Rasional :

Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk

penetapan tindakan yang tepat


d. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal
tipis)

Rasional :

Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena


danmemperbaiki sirkulasi serebral

e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan

Rasional :

Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan


potensial terjadi perdarahan ulang

f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng

Rasional :

Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan


TIK. Istirahat total dan ketenangan mingkin diperlukan untuk pencegahan
terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan
lainnya

Kolaborasi :

a. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor

Rasional :

Memperbaiki sel yang masih viabel

2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot


facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak mampu berbicara

Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan kerusakan


komunikasi verbal klien dapat teratasi, dengan kriteria hasil :

- Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi tertulis,


bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).

- Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.


- Meningkatkan kemampuan untuk mengerti.

- Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.

- Mampu berbicara yang koheren.

- Mampu menyusun kata kata/ kalimat.

Intervensi

Mandiri:

a. Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata


atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.

Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan


serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh
tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai kesulitan
memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata dengan benar;
atau mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut.

b. Bedakan antara afasia dengan disartria.

Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya.


Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan menginterpretasikan
simbol-simbol bahasa dan mungkin melibatkan komponen sensorik
dan/atau motorik, seperti ketidakmampuan untuk memahami
tulisan/ucapan atau menulis kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang
dengan disartria dapat memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi
mengalami kesulitan membentuk/mengucapkan kata sehubungan
dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah oral.

c. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.

Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau


ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang
diucapkannya tidak nyata. Umpan balik membantu pasien merealisasikan
kenapa pemberi asuhan tidak mengerti/berespon sesuai dan memberikan
kesempatan untuk mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung dalam
ucapannya.

d. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti buka mata,


tunjuk ke pintu) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
(afasia sensorik)

e. Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda


tersebut.

Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik


(afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat
menyebutkannya.

f. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti Sh atau


Pus

Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen


motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat
mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik.

g. Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak
dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek

Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam


membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia
sensorik dan afasia motorik.

h. Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan pasien


tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.

Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan


ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut bahwa
kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera. Penggunaan bel
yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan bermanfaat ketika pasien
tidak dapat menggunakan system bel regular.

i. Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis,


gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar
kebutuhan, demonstrasi).

Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan


keadaan/deficit yang mendasarinya.

j. Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan


tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban ya/tidak,
selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai
dengan respons pasien.
Rasional : Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi
dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu
tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk lebih mengembangkan
komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan menstimulasi memori
dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata.

k. Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari pembicaraan


yang merendahkan pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang
kebanggaan pasien.

Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab


kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik

Kolaborasi

a. Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular ditandai


dengan terjadi hemiperase pada ekstremitas kanan

Tujuan:

Setelah diberikan askep ....x 24 jam diharapkan mobilisasi klien mengalami


peningkatan, dengan kriteria hasil:

- mempertahankan posisi optimal,

- mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang


terserang hemiparesis dan hemiplagia.

- mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.

Intervensi

Mandiri:

a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan


cara yang teratur.

Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan


informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap
intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis spastik
dengan flaksid.
b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan
jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian
yang terganggu.

Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah


yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan
menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit/
dekubitus.

c. Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien
dapat mentoleransinya.

Rasional : Membantu mempertahankan ekstensi pinggul


fungsional;tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama
mengenai kemampuan pasien untuk bernapas.

d. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan
quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak.

Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu


mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya hiperkalsiuria dan
osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan. Catatan:
Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus adanya perdarahan
berulang.

e. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot


board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala
netral.

Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi kegunaannya


jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu
kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak paralisis spastik
dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi.

f. Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.

Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.

g. Tempatkan handroll keras pada teelapak tangan dengan jari jari dan ibu
jariSALING berhadapan.

Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari,


mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi
anatomis).
h. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.

Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.

i. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan


bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan
pasien menggunakan kekuatan tangan untuk menyokong berta badan
dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit; meningkatkan
waktu duduk) dan keseimbangan dalam berdiri (seperti letakkan sepatu
yang datar;sokong bagian belakang bawah pasien dengan tangan sambil
meletakkan lutut penolong diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat
pegangan paralel dan walker).

Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan


respon proprioseptik dan motorik.

j. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan


menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/
menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.

Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada


ekstremitas yang terganggu.

Kolaborasi

a. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan


ambualsi pasien.

b. Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi.

c. Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baklofen


dan trolen.

(Doenges, 1999)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC.

Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000. Edisi
3. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta.EGC.
Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid
Pertama. Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

PRICE Sylvia A. 1995.Edisi 4. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit.


Jakarta. EGC

También podría gustarte